makalah Fisika Lingkungan

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus meningkat dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi panas bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia. Keberhasilan pembangunan telah meletakkan dasar-dasar pembangunan industri yang akan dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, ternyata mempunyai konsekwensi dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih 1

Transcript of makalah Fisika Lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus

meningkat dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui

pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif

tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini

akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi panas

bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia. 

Keberhasilan pembangunan telah meletakkan dasar-dasar pembangunan industri

yang akan dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, ternyata mempunyai konsekwensi

dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang

dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha

diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini

adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan

energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan

energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia

sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk

eksplorasi energi panas bumi. 

Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan

secara optimal, kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi

bersama-sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas

bumi sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan

Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih lanjut. 

1

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Fisika Lingkungan.

2. Memberikan informasi kepada pembaca,terutama civitas akademika fisika, akan

prospek ke depan dari pemanfaatan energy panas bumi sehingga pemanfaatan energy

yang masih sangat minim ini di Indonesia dapat terus dikembangkan secara lebih

optimal.

2

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Sekilas tentang Energi Panas Bumi

Energi Panas Bumi atau Geothermal berasal dari bahasa Yunani yaitu geo adalah

bumi, dan therme adalah panas. Maka Energi Geothermal adalah panas yang berasal dari

dalam bumi. Kita dapat memanfaatkan uap atau air panas yang dihasilkan dari dalam bumi

untuk memanaskan bangunan atau untuk pembangkit listrik.

Energi geothermal adalah energy yang terbaharukan karena airnya di dapat dari

air hujan dan panas secara kontinyu diproduksi dari dalam bumi. Energi Geothermal

dibentuk pada inti bumi kira-kira 4 ribu mil dibawah permukaan. Di kerak benua diyakini

temperatur berkisar antara 200 - 1.000° C hingga di pusat bumi, temperatur dapat mencapai

kisaran 3.500 - 4.500 ° C. Melalui proses konduksi, aliran panas ditransfer ke bawah

permukaan bumi melalui batuan. Rata-rata perubahan panas berkisar 25-30 ° C / km

kedalaman, artinya temperatur akan meningkat 25-30 ° C jika makin dalam menuju kerak

bumi. Temperatur pada kedalaman 1 Km sekitar 40 °C di berbagai tempat di dunia (dengan

asumsi rata-rata temperatur udara tahunan dari 15 ° C) dan pada kedalaman 3 km temperature

berkisar antara 90-100 ° C.

Energi geothermal tersimpan di dalam bentuk:

Gunung api, dan fumarol (lubang dimana gas vulkanik lepas)

Sumber air panas

Geiser

Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa

sumber air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang,

terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi

panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun

3

1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk pembangkit

tenaga listrik. 

Pada dasarnya, sulit untuk mengetahui potensi sebenarnya panas bumi di dunia

karena terdapat banyak ketidakpastian. Menurut Dickson dan Fanelli, total energi panas isi

bumi adalah 12,6 x 1024 MJ, dan bagian kerak bumi: 5,4 x 1021 MJ, bandingkan dengan total

produksi pembangkit listrik dunia pada tahun 2005: 6.6 x 1013 MJ. Singkat kata potensi

energi panas bumi sangat besar tetapi pemanfaatannya masih sangat terbatas, karena

tergantung kondisi geologi, yaitu terdapatnya zat pembawa (fluida dalam fasa cair atau fasa

uap) sehingga dapat melakukan transfer panas dari dalam kerak bumi ke zona bawah

permukaan (reservoir) bumi, yang dikenal dengan perpindahan panas secara konveksi. Hal

ini terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas.

Eksploitasi panas bumi, umumnya akan dilakukan pada daerah yang

diketemukan fluida pada kedalaman kurang dari 4 km dengan temperatur diatas 180° C.

Meskipun sejak dua dekade lalu kemajuan teknologi telah memungkinkan untuk

membangun pembangkit listrik yang ekonomis dengan memanfaatkan temperatur panas

bumi yang lebih rendah, hingga 100° / 125° C (sistem panas bumi bertemperatur rendah).

Fluida panas bumi setelah diubah menjadi energi listrik, kemudian diinjeksikan

kembali ke dalam reservoir (bawah permukaan) dan ditambah rembesan air permukaan

(recharge) menjadikan sumber energi panas bumi tersedia kembali, kemudian

dimanfaatkan, diinjeksikan, dimanfaatkan kembali, demikian secara berkelanjutan

(sustainable).

2.2 Macam-Macam Energi Panas Bumi di Indonesia

2.2.1 Energi panas bumi "uap basah"

Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar

dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk

menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang

ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah

4

yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan

untuk menggerakkan turbin. 

Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".

Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan

tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap

dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini

diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan

dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya

disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah.

Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap

basah" dapat dilihat pada Gambar 1.

2.2.2 Energi panas bumi "air panas"

Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang

disebut "brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral

ini, maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan

penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat

memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem

utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa

5

alat penukar panas (heat exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan

turbin. 

Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal

pemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya.

Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat

pada Gambar 2. 

Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas"

2.2.3 Energi panas bumi "batuan panas"

Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi

akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus

diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan

menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas

untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam

perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang

memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi

"batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3. 

6

Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

2.3 Energi Panas Bumi di Indonesia

Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di

daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur

eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3

masih memproduksikan uap panas kering atau “dry steam”. Pecahnya perang dunia dan

perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan

eksplorasi di daerah tersebut. Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan

secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan

Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah

Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi,

yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa,

Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi.

Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru

sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76

prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15

7

prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya

merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya

beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225oC).

Terjadinya sumber energi panasbumi di

Indonesia serta karakteristiknya

dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai

berikut. Ada tiga lempengan yang

berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng

Pasifik, lempeng India‐Australia dan

lempeng Eurasia.

Sumber: Presentasi Nenny Saptadji/ITB

Gambar.4 Pemetaan Pertemuan Lempeng Di Indonesia

Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan

yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energy panas bumi di Indonesia.

Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia

di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di

bawah Pulau Jawa‐Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di

bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera

lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena

perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda.

Pada kedalaman yang

lebih besar jenis magma yang

dihasilkan akan lebih bersifat basa

dan lebih cair dengan kandungan gas

magmatic yang lebih tinggi sehingga

menghasilkan erupsi gunung api yang

lebih kuat yang pada akhirnya akan

menghasilkan endapan vulkanik

8

Sumber: Presentasi Nenny Saptadji/ITB

Gambar 5. Proses Tumbukan Lempeng Pembentukan

Energi Panas Bumi

yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa

umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di

Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih

dangkal. Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung

api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih

kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan

kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair.

Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi

memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa.

Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang

dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng

Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang

merupakan sarana bagi kemunculan sumbersumber panas bumi yang berkaitan dengan

gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau

Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim

sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol

oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk

karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang

intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan

sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐

tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau

permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya

menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan

dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di

Sulawesi.

Sistem Hidrothermal

9

Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai

temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperature

sedang (150‐225oC).

Pada dasarnya sistim panas bumi jenis

hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas

dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi

secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas

secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan

perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya

kontak antara air dengan suatu sumber panas.

Sumber: Nenny Saptadji/ITB

Gambar 6. Siklus Konveksi Energi

Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung

(bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak

kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan

terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih

ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih

dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Adanya

suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya

manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air

panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya,

dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di

permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau

karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas)

mengalir ke permukaan.

Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya,

sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim

10

dua fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim dominasi

uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya

mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya.

Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori‐pori batuan masih menyimpan air. Reservoir air

panasnya umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim

dominasi air merupakan sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana

reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat dominan walaupun “boiling” sering

terjadi pada bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai

temperatur dan tekanan tinggi.

Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir

panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya

temperatur, Hochstein (1990) membedakan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu:

1. Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung

fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C.

2. Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung

fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C.

3. Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung

fluida bertemperatur diatas 2250C.

Sistim panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu

sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi

pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada

temperatur mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel .1 dibawah ini

ditunjukkan klasifikasi sistim panasbumi yang biasa digunakan.

Muffer &Cataldi (!978)

Benderiter &Cormy (1990)

Haenel, Rybach &Stegna (1988)

Hochestein(1990)

Sistim panasbumientalphi rendah

<900C <1000C <1500C <1250C

Sistim panasbumientalphi sedang

90‐1500C 100‐2000C - 125‐2250C

11

Sistim panasbumientalphi tinggi

>1500C >2000C >1500C >2250C

Sumber: Nenny Saptadji/ITB

2.4 Penyediaan Energi di Indonesia

Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk

menggerakkan pembangunan khususnya dalam bidang industri, maka persoalan berikutnya

adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Mengenai penyediaan energi tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan

energi tidak semata-mata tergantung pada minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat

penyediaan energi primer berdasarkan jenis energi yang ada di Indonesia seperti tampak pada

Grafik 1.

Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Grafik 1. Penyediaan Energi Primer Di Indonesia

Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak

bahwa usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian

minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V

12

menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara mengalami

kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun 1998/99 ini. 

Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas

bumi yang selama ini sering terabaikan, ternyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha

mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun

1994/95 pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh

pemenuhan kebutuhan energi, akan tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi

telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu sangat

memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang. 

2.5 Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di

Indonesia, ada baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai

upaya pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat

pemanfaatan energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara

Negara 1976 (MW) 1980 (MW) 1985 (MW) 2000 (MW)

Amerika Serikat 

Italia 

Filipina 

Jepang 

Selandai Baru 

Meksiko 

Islandia 

Rusia 

Turki 

China 

Indonesia 

Argentina 

522 

421 

68 

192 

78,5 

2,5 

0,5 

908 

455 

443 

218 

203 

218 

64 

5,7 

0,5 

2,3 

3.500 

800 

1.726 

6.900 

282 

1.000 

150 

400 

50 

32,3 

20 

30.000 

4.000 

48.000 

352 

10.000 

500 

1.000 

200 

3.500 

13

Kanada 

Spanyol

-

-

10 

25

200

Jumlah 1.288,5 2.520,5 14.895,3 97.752

Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan

energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat.

Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan yang

masih terus dikaji ulang. Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang

diperkirakan potensial sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun

1997 potensi energi panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3. 

Tabel 3  Potensi energi panas bumi di Indonesia

Daerah sumber energi panas bumi Potensi energi panas bumi (MW)

Sumatera 

Jawa 

Sulawesi 

Nusa Tenggara 

Maluku 

Irian Jaya

9.562

5.331

1.300

200

100

165

Jumlah Kesuluruhannya 16.658

Sumber:   Prof. Ir. Abdul Kadir, "ENERGI"/UI

Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di

Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan

tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu

sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup

14

optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai 305

MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada. 

Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia

sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan

pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa

prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi para

penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan

akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek

patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek

berikutnya sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa

kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat. 

2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan

menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila

fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin,

dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan

memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.

PLTU PLTP

Sumber: Nenny Saptadji/ITB

Gambar 7. Proses Penggerakan Turbin Pada PLTU dan PLTP

15

Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua

fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida.

Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan

terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian

dialirkan ke turbin.

Sumber:http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Gambar 8. Proses Pemisahan Fluida Panas Bumi

Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas

bumi masih dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit

listrik siklus binari (binary plant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder (isobutane,

isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau

heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik

didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah

dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus

tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang

diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam

reservoir.

16

Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html

Gambar 9. Pembangkit Listrik Siklus Binary

Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya

yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam,

Multi Flash Steam, Combined Cycle, Hybrid/fossil–geothermal conversion system.

\

2.7 Energi Panas Bumi Ramah Lingkungan

Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas

bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah

permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan

suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan

tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas

bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge

(rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan

(sustainable energy).

Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan

minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan

untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol.

Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca

(GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari

negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut

termasuk panas bumi.

Lapangan panas bumi umumnya dikembangkan secara bertahap. Untuk tahap

awal dimana ketidakpastian tentang karakterisasi reservoir masih cukup tinggi, dibeberapa

lapangan dipilih unit pembangkit berkapasitas kecil. Unit pembangkit digunakan untuk

mempelajari karakteristik reservoir dan sumur, serta kemungkinan terjadi masalah teknis

lainnya. Pada prinsipnya, pengembangan lapangan panas bumi dilakukan dengan sangat hati‐

hati selalu mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan lingkungan.

17

Untuk memasok uap ke pembangkit listrik panas bumi perlu dilakukan pemboran

sejumlah sumur. Untuk menekan biaya dan efisiensi pemakaian lahan, dari satu lokasi (well

pad) umumnya tidak hanya dibor satu sumur, tapi beberapa sumur, yaitu dengan melakukan

pemboran miring (directional drilling). Keuntungan menempatkan sumur dalam satu lokasi

adalah akan menghemat pemakaian lahan, menghemat waktu untuk pemindahan menara bor

(rig), menghemat biaya jalan masuk dan biaya pemipaan. Keunggulan lain dari geothermal

energi adalah dalam faktor kapasitasnya (capacity factor), yaitu perbandingan antara beban

rata‐rata yang dibangkitkan oleh pembangkit dalam suatu perioda(average load generated in

period) dengan beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut (maximum

load). Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata‐rata 95%, jauh lebih tinggi

bila dibandingkan dengan faktor kapasitas dari pembangkit listrik yang menggunakan

batubara, yang besarnya hanya 60‐70% ((U.S Department of Energy).

2.8 Keuntungan Energi Panas Bumi

Beberapa keuntungan Energi Panas Bumi:

Sumber energi terbarukan yang tidak memerlukan bahan bakar untuk menghasilkan

listrik.

Emisi yang dihasilkan oleh energi panas bumi sangat rendah, atau dapat diabaikan,

dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil

Temperatur inti panas bumi konstan sepanjang tahun, sehingga ketersediaannya tidak

dipengaruhi iklim.

Berlimpah dan tidak akan habis.

Pembangkit tidak memerlukan lahan yang luas, seperti energi air yang harus

membangun bendungan, dan langsung dibangun di atas sumber energi panas bumi.

2.9 Kekurangan Energi Panas Bumi

Terdapat dampak negatif terhadap lingkungan, terutama polusi udara dan air, a.l:

18

Fluida (cairan) yang diambil dari kedalaman bumi membawa campuran gas, seperti karbon

dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4) dan amonia (NH3).

Air panas dari sumber panas bumi secara terus-menerus akan menimbun/memunculkan

jejak bahan kimia beracun seperti merkuri, arsenik, boron, antimon, dan garam.

Namun, ada solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: sebagian besar

pembangkit listrik panas bumi menggunakan sistem "scrubber" untuk membersihkan udara

dari hidrogen sulfida yang secara alami ditemukan dalam uap dan air panas.

Solusi terbaik untuk mencegah polusi adalah menyuntikkan sampai habis cairan

panas bumi kembali ke bumi (solusi ini tidak hanya mengurangi risiko lingkungan, tetapi

juga meningkatkan produksi). Cara menyuntikkan cairan kembali panas bumi di bumi ini

jauh lebih ramah lingkungan daripada solusi "scrubber", sekalipun mengurangi emisi udara

(CO2, H2S,CH4 dll), tetapi masih menghasilkan lumpur berair yang mengandung belerang

tinggi dan vanadium( logam berat yang beracun dalam konsentrasi tinggi).

Konsumsi air dapat juga dianggap sebagai salah satu dampak negatif yang listrik

tenaga panas bumi yang ada di lingkungan karena beberapa pembangkit listrik panas bumi

tua akan membutuhkan banyak air untuk pendinginan, sehingga mempengaruhi

ketersediaan air tanah di wilayah sekitarnya.

19

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek

pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat

bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah

termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal

yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan teknologi,

agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan umat manusia. Bila

pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar

daerah sumber energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan,

kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila

masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan

ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik

tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya

menimbulkan pencemaran udara. 

3.2 Saran

Pemerintah hendaknya lebih cepat tanggap untuk mengembangkan proyek pemanfaatan

energy panas bumi di Indonesia melihat prospeknya yang begitu besar namun

pemanfaatannya masih minim.

Sebagai civitas akademika fisika hendaknya kita sadar akan prospek dari energy panas

bumi ini yang pada akhirnya dituntut untuk dapat berpartisipasi aktif dalam diversifikasi

energy ini.

20

21