makalah Fisika Lingkungan
-
Upload
rani-oktavia -
Category
Documents
-
view
35 -
download
1
Transcript of makalah Fisika Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus
meningkat dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui
pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif
tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini
akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi panas
bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia.
Keberhasilan pembangunan telah meletakkan dasar-dasar pembangunan industri
yang akan dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, ternyata mempunyai konsekwensi
dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang
dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha
diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini
adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan
energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan
energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia
sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk
eksplorasi energi panas bumi.
Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan
secara optimal, kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi
bersama-sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas
bumi sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan
Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih lanjut.
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Fisika Lingkungan.
2. Memberikan informasi kepada pembaca,terutama civitas akademika fisika, akan
prospek ke depan dari pemanfaatan energy panas bumi sehingga pemanfaatan energy
yang masih sangat minim ini di Indonesia dapat terus dikembangkan secara lebih
optimal.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sekilas tentang Energi Panas Bumi
Energi Panas Bumi atau Geothermal berasal dari bahasa Yunani yaitu geo adalah
bumi, dan therme adalah panas. Maka Energi Geothermal adalah panas yang berasal dari
dalam bumi. Kita dapat memanfaatkan uap atau air panas yang dihasilkan dari dalam bumi
untuk memanaskan bangunan atau untuk pembangkit listrik.
Energi geothermal adalah energy yang terbaharukan karena airnya di dapat dari
air hujan dan panas secara kontinyu diproduksi dari dalam bumi. Energi Geothermal
dibentuk pada inti bumi kira-kira 4 ribu mil dibawah permukaan. Di kerak benua diyakini
temperatur berkisar antara 200 - 1.000° C hingga di pusat bumi, temperatur dapat mencapai
kisaran 3.500 - 4.500 ° C. Melalui proses konduksi, aliran panas ditransfer ke bawah
permukaan bumi melalui batuan. Rata-rata perubahan panas berkisar 25-30 ° C / km
kedalaman, artinya temperatur akan meningkat 25-30 ° C jika makin dalam menuju kerak
bumi. Temperatur pada kedalaman 1 Km sekitar 40 °C di berbagai tempat di dunia (dengan
asumsi rata-rata temperatur udara tahunan dari 15 ° C) dan pada kedalaman 3 km temperature
berkisar antara 90-100 ° C.
Energi geothermal tersimpan di dalam bentuk:
Gunung api, dan fumarol (lubang dimana gas vulkanik lepas)
Sumber air panas
Geiser
Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa
sumber air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang,
terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi
panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun
3
1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk pembangkit
tenaga listrik.
Pada dasarnya, sulit untuk mengetahui potensi sebenarnya panas bumi di dunia
karena terdapat banyak ketidakpastian. Menurut Dickson dan Fanelli, total energi panas isi
bumi adalah 12,6 x 1024 MJ, dan bagian kerak bumi: 5,4 x 1021 MJ, bandingkan dengan total
produksi pembangkit listrik dunia pada tahun 2005: 6.6 x 1013 MJ. Singkat kata potensi
energi panas bumi sangat besar tetapi pemanfaatannya masih sangat terbatas, karena
tergantung kondisi geologi, yaitu terdapatnya zat pembawa (fluida dalam fasa cair atau fasa
uap) sehingga dapat melakukan transfer panas dari dalam kerak bumi ke zona bawah
permukaan (reservoir) bumi, yang dikenal dengan perpindahan panas secara konveksi. Hal
ini terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas.
Eksploitasi panas bumi, umumnya akan dilakukan pada daerah yang
diketemukan fluida pada kedalaman kurang dari 4 km dengan temperatur diatas 180° C.
Meskipun sejak dua dekade lalu kemajuan teknologi telah memungkinkan untuk
membangun pembangkit listrik yang ekonomis dengan memanfaatkan temperatur panas
bumi yang lebih rendah, hingga 100° / 125° C (sistem panas bumi bertemperatur rendah).
Fluida panas bumi setelah diubah menjadi energi listrik, kemudian diinjeksikan
kembali ke dalam reservoir (bawah permukaan) dan ditambah rembesan air permukaan
(recharge) menjadikan sumber energi panas bumi tersedia kembali, kemudian
dimanfaatkan, diinjeksikan, dimanfaatkan kembali, demikian secara berkelanjutan
(sustainable).
2.2 Macam-Macam Energi Panas Bumi di Indonesia
2.2.1 Energi panas bumi "uap basah"
Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar
dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk
menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang
ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah
4
yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan
untuk menggerakkan turbin.
Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".
Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan
tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap
dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini
diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan
dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya
disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah.
Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap
basah" dapat dilihat pada Gambar 1.
2.2.2 Energi panas bumi "air panas"
Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang
disebut "brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral
ini, maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan
penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat
memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem
utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa
5
alat penukar panas (heat exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan
turbin.
Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal
pemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya.
Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat
pada Gambar 2.
Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas"
2.2.3 Energi panas bumi "batuan panas"
Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi
akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus
diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan
menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas
untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam
perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang
memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi
"batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"
2.3 Energi Panas Bumi di Indonesia
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di
daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur
eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3
masih memproduksikan uap panas kering atau “dry steam”. Pecahnya perang dunia dan
perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan
eksplorasi di daerah tersebut. Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan
secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan
Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah
Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi,
yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa,
Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi.
Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru
sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76
prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15
7
prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya
merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya
beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225oC).
Terjadinya sumber energi panasbumi di
Indonesia serta karakteristiknya
dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai
berikut. Ada tiga lempengan yang
berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng
Pasifik, lempeng India‐Australia dan
lempeng Eurasia.
Sumber: Presentasi Nenny Saptadji/ITB
Gambar.4 Pemetaan Pertemuan Lempeng Di Indonesia
Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan
yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energy panas bumi di Indonesia.
Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia
di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di
bawah Pulau Jawa‐Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di
bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera
lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena
perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda.
Pada kedalaman yang
lebih besar jenis magma yang
dihasilkan akan lebih bersifat basa
dan lebih cair dengan kandungan gas
magmatic yang lebih tinggi sehingga
menghasilkan erupsi gunung api yang
lebih kuat yang pada akhirnya akan
menghasilkan endapan vulkanik
8
Sumber: Presentasi Nenny Saptadji/ITB
Gambar 5. Proses Tumbukan Lempeng Pembentukan
Energi Panas Bumi
yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa
umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di
Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih
dangkal. Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung
api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih
kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan
kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair.
Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi
memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa.
Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang
dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng
Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang
merupakan sarana bagi kemunculan sumbersumber panas bumi yang berkaitan dengan
gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau
Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim
sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol
oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk
karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang
intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan
sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐
tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau
permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya
menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan
dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di
Sulawesi.
Sistem Hidrothermal
9
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai
temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperature
sedang (150‐225oC).
Pada dasarnya sistim panas bumi jenis
hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas
dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi
secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas
secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan
perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya
kontak antara air dengan suatu sumber panas.
Sumber: Nenny Saptadji/ITB
Gambar 6. Siklus Konveksi Energi
Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung
(bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak
kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan
terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih
ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih
dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Adanya
suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya
manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air
panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya,
dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di
permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau
karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas)
mengalir ke permukaan.
Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya,
sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim
10
dua fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim dominasi
uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya
mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya.
Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori‐pori batuan masih menyimpan air. Reservoir air
panasnya umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim
dominasi air merupakan sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana
reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat dominan walaupun “boiling” sering
terjadi pada bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai
temperatur dan tekanan tinggi.
Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir
panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya
temperatur, Hochstein (1990) membedakan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu:
1. Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung
fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C.
2. Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung
fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C.
3. Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung
fluida bertemperatur diatas 2250C.
Sistim panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu
sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi
pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada
temperatur mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel .1 dibawah ini
ditunjukkan klasifikasi sistim panasbumi yang biasa digunakan.
Muffer &Cataldi (!978)
Benderiter &Cormy (1990)
Haenel, Rybach &Stegna (1988)
Hochestein(1990)
Sistim panasbumientalphi rendah
<900C <1000C <1500C <1250C
Sistim panasbumientalphi sedang
90‐1500C 100‐2000C - 125‐2250C
11
Sistim panasbumientalphi tinggi
>1500C >2000C >1500C >2250C
Sumber: Nenny Saptadji/ITB
2.4 Penyediaan Energi di Indonesia
Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk
menggerakkan pembangunan khususnya dalam bidang industri, maka persoalan berikutnya
adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Mengenai penyediaan energi tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan
energi tidak semata-mata tergantung pada minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat
penyediaan energi primer berdasarkan jenis energi yang ada di Indonesia seperti tampak pada
Grafik 1.
Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Grafik 1. Penyediaan Energi Primer Di Indonesia
Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak
bahwa usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian
minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V
12
menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara mengalami
kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun 1998/99 ini.
Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas
bumi yang selama ini sering terabaikan, ternyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha
mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun
1994/95 pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh
pemenuhan kebutuhan energi, akan tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi
telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu sangat
memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang.
2.5 Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di
Indonesia, ada baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat
pemanfaatan energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2.
Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara
Negara 1976 (MW) 1980 (MW) 1985 (MW) 2000 (MW)
Amerika Serikat
Italia
Filipina
Jepang
Selandai Baru
Meksiko
Islandia
Rusia
Turki
China
Indonesia
Argentina
522
421
-
68
192
78,5
2,5
3
0,5
1
-
-
908
455
443
218
203
218
64
5,7
0,5
3
2,3
-
3.500
800
1.726
6.900
282
1.000
150
-
400
50
32,3
20
30.000
-
4.000
48.000
352
10.000
500
-
1.000
200
3.500
-
13
Kanada
Spanyol
-
-
-
-
10
25
-
200
Jumlah 1.288,5 2.520,5 14.895,3 97.752
Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan
energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat.
Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan yang
masih terus dikaji ulang. Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang
diperkirakan potensial sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun
1997 potensi energi panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Potensi energi panas bumi di Indonesia
Daerah sumber energi panas bumi Potensi energi panas bumi (MW)
Sumatera
Jawa
Sulawesi
Nusa Tenggara
Maluku
Irian Jaya
9.562
5.331
1.300
200
100
165
Jumlah Kesuluruhannya 16.658
Sumber: Prof. Ir. Abdul Kadir, "ENERGI"/UI
Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di
Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan
tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu
sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup
14
optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai 305
MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada.
Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia
sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan
pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa
prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi para
penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan
akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek
patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek
berikutnya sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa
kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat.
2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan
menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila
fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin,
dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan
memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
PLTU PLTP
Sumber: Nenny Saptadji/ITB
Gambar 7. Proses Penggerakan Turbin Pada PLTU dan PLTP
15
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua
fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida.
Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan
terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian
dialirkan ke turbin.
Sumber:http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Gambar 8. Proses Pemisahan Fluida Panas Bumi
Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas
bumi masih dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit
listrik siklus binari (binary plant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder (isobutane,
isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau
heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik
didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah
dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus
tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang
diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam
reservoir.
16
Sumber: http://bacaan-hari-ini.blogspot.com/2006/04/prospek-energi-panas-bumi-di-indonesia.html
Gambar 9. Pembangkit Listrik Siklus Binary
Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya
yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam,
Multi Flash Steam, Combined Cycle, Hybrid/fossil–geothermal conversion system.
\
2.7 Energi Panas Bumi Ramah Lingkungan
Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas
bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah
permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan
suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan
tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas
bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge
(rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan
(sustainable energy).
Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan
minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan
untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol.
Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca
(GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari
negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut
termasuk panas bumi.
Lapangan panas bumi umumnya dikembangkan secara bertahap. Untuk tahap
awal dimana ketidakpastian tentang karakterisasi reservoir masih cukup tinggi, dibeberapa
lapangan dipilih unit pembangkit berkapasitas kecil. Unit pembangkit digunakan untuk
mempelajari karakteristik reservoir dan sumur, serta kemungkinan terjadi masalah teknis
lainnya. Pada prinsipnya, pengembangan lapangan panas bumi dilakukan dengan sangat hati‐
hati selalu mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan lingkungan.
17
Untuk memasok uap ke pembangkit listrik panas bumi perlu dilakukan pemboran
sejumlah sumur. Untuk menekan biaya dan efisiensi pemakaian lahan, dari satu lokasi (well
pad) umumnya tidak hanya dibor satu sumur, tapi beberapa sumur, yaitu dengan melakukan
pemboran miring (directional drilling). Keuntungan menempatkan sumur dalam satu lokasi
adalah akan menghemat pemakaian lahan, menghemat waktu untuk pemindahan menara bor
(rig), menghemat biaya jalan masuk dan biaya pemipaan. Keunggulan lain dari geothermal
energi adalah dalam faktor kapasitasnya (capacity factor), yaitu perbandingan antara beban
rata‐rata yang dibangkitkan oleh pembangkit dalam suatu perioda(average load generated in
period) dengan beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut (maximum
load). Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata‐rata 95%, jauh lebih tinggi
bila dibandingkan dengan faktor kapasitas dari pembangkit listrik yang menggunakan
batubara, yang besarnya hanya 60‐70% ((U.S Department of Energy).
2.8 Keuntungan Energi Panas Bumi
Beberapa keuntungan Energi Panas Bumi:
Sumber energi terbarukan yang tidak memerlukan bahan bakar untuk menghasilkan
listrik.
Emisi yang dihasilkan oleh energi panas bumi sangat rendah, atau dapat diabaikan,
dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil
Temperatur inti panas bumi konstan sepanjang tahun, sehingga ketersediaannya tidak
dipengaruhi iklim.
Berlimpah dan tidak akan habis.
Pembangkit tidak memerlukan lahan yang luas, seperti energi air yang harus
membangun bendungan, dan langsung dibangun di atas sumber energi panas bumi.
2.9 Kekurangan Energi Panas Bumi
Terdapat dampak negatif terhadap lingkungan, terutama polusi udara dan air, a.l:
18
Fluida (cairan) yang diambil dari kedalaman bumi membawa campuran gas, seperti karbon
dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4) dan amonia (NH3).
Air panas dari sumber panas bumi secara terus-menerus akan menimbun/memunculkan
jejak bahan kimia beracun seperti merkuri, arsenik, boron, antimon, dan garam.
Namun, ada solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: sebagian besar
pembangkit listrik panas bumi menggunakan sistem "scrubber" untuk membersihkan udara
dari hidrogen sulfida yang secara alami ditemukan dalam uap dan air panas.
Solusi terbaik untuk mencegah polusi adalah menyuntikkan sampai habis cairan
panas bumi kembali ke bumi (solusi ini tidak hanya mengurangi risiko lingkungan, tetapi
juga meningkatkan produksi). Cara menyuntikkan cairan kembali panas bumi di bumi ini
jauh lebih ramah lingkungan daripada solusi "scrubber", sekalipun mengurangi emisi udara
(CO2, H2S,CH4 dll), tetapi masih menghasilkan lumpur berair yang mengandung belerang
tinggi dan vanadium( logam berat yang beracun dalam konsentrasi tinggi).
Konsumsi air dapat juga dianggap sebagai salah satu dampak negatif yang listrik
tenaga panas bumi yang ada di lingkungan karena beberapa pembangkit listrik panas bumi
tua akan membutuhkan banyak air untuk pendinginan, sehingga mempengaruhi
ketersediaan air tanah di wilayah sekitarnya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek
pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat
bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah
termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal
yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan teknologi,
agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan umat manusia. Bila
pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar
daerah sumber energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan,
kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila
masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan
ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik
tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya
menimbulkan pencemaran udara.
3.2 Saran
Pemerintah hendaknya lebih cepat tanggap untuk mengembangkan proyek pemanfaatan
energy panas bumi di Indonesia melihat prospeknya yang begitu besar namun
pemanfaatannya masih minim.
Sebagai civitas akademika fisika hendaknya kita sadar akan prospek dari energy panas
bumi ini yang pada akhirnya dituntut untuk dapat berpartisipasi aktif dalam diversifikasi
energy ini.
20