Makalah EN EDEMA PARU.docx
-
Upload
wahyuni-jayanti -
Category
Documents
-
view
365 -
download
56
Transcript of Makalah EN EDEMA PARU.docx
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke
ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada
keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler
endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000,
Hollenberg, 2003, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Edema paru akut merupakan keadaan
darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Meskipun edema paru kadang-
kadang bisa berakibat fatal (Mayo, 2011).
Edema paru adalah salah satu kondisi kegawatan yang tersering dan sangat
mengancam jiwa. Penatalaksanaan yang agresif harus segera dilakukan setelah dicurigai
diagnosis edema paru. Tanda dan gejala yang tampak adalah representasi perpindahan
cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan interstisial dan selanjutnya ke
dalam alveoli. Kelainan kardiak dan nonkardiak dapat menyebabkan edema paru
sehingga kita harus mengetahui kondisi dasar yang mencetuskan edema paru agar
penatalaksanaan yang dilakukan tepat dan berhasil. Kadang masalahnya kompleks
karena pada pasien selain terdapat problem kardiak sekaligus terdapat juga problem
nonkardiak (Subagyo, 2013).
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Angka kematian edema paru akut
karena infark miokard akut mencapai 38–57% sedangkan karena gagal jantung mencapai
30% (Haas, 2002, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Pengetahuan dan penanganan yang
tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang
rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi (Alpert, 2002,
Nedrastuti dan Soetomo, 2010).
1
26
Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi
cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan racun dan
obat-obatan tertentu, dan berolahraga atau tinggal pada ketinggian tinggi (Mayo, 2011).
Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat, bersama
dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru akut,
pengobatan pada edema paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi
umumnya termasuk oksigen dan obat-obatan (Mayo, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas penyusun ingin menbahas tentang konsep
asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
edema paru akut?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema
paru akut
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian edema paru akut
2. Mengetahui etiologi edema paru akut
3. Mengetahui faktor resiko edema paru akut
4. Mengetahui patofisiologi edema paru akut
5. Mengetahui manifestasi klinis edema paru akut
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik edema paru akut
7. Mengetahui penatalaksanaan edema paru akut
8. Mengetahui pencegahan edema paru akut
9. Mengetahui komplikasi edema paru akut
27
10. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien
edema paru akut
1.4 Manfaat
1.4.1 Akademi
Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa keperawatan,
serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan keperawatan gawat
darurat pada klien dengan edema paru akut.
1.4.2 Praktek Klinik
Mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat
pada klien dengan edema paru akut dengan tepat.
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan
dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara. Istilah
kedokteran yang berhubungan dengan paru-paru sering mulai di pulmo, dari kata Latin
pulmonesuntuk paru-paru.Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi
proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen,
sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang
akan dibawa ke paru-paru.(Guyton and Hall, 2007)
Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan
ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi
darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh
hemoglobin. Darah terdeoksigenisasi dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-
paru dan, setelah dioksigenisasi, beredar kembali melalui vena paru-paru.(Guyton and Hall,
2007)
Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu lobus kanan dengan tiga
gelambir dan lobuskiri dengan dua gelambir. Seperti gambar yang ditampilkan dibawah
ini :
29
Gambar 1.Anatomi paru-paru manusia.
2.2 Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2012).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus paru (Sylvia
Price ,2006)
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke
ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada
keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler
endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Hollenberg,
2003, Nendrastuti & Soetomo, 2010).
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud
dengan edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra
vaskuler dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit
jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).
30
2.3 Etiologi
Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi kardiogenik dan
nonkardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar-benar tegas. Ada tumpang
tindih pada penampilan klinis, patofisiologi dan tatalaksana kedua kelompok edema paru
tersebut. (Kidess, 1995; Subagiyo, 2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya
sebagai berikut :
1. Edema paru kardiogenik (hidrostatik),
2. Edema paru nonkardiogenik (permeability),
3. Edema paru campuran atau patogenesisnya belum diketahui
- Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary edema/HAPE)
- Edema paru neurogenik
- Re-expansion pulmonary edema
- Overedosis narkotik
- Tocolytic therapy
- Uremia
Braundwauld (1997), Subagyo (2012) membagi edema paru berdasarkan mekanisme
pencetusnya sebagai berikut:
1. Ketidakimbangan Starling-Force
a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
- Tanpa gagal ventrikel kiri (misal: stenosis mitral)
- Sekunder karena gagal ventrikel kiri
b. Penurunan tekanan onkotik plasma, pada hipoalbuminemia
c. Peningkatan tekanan negative interstisial, pada tatalaksana pneumotoraks dengan
tekanan negative yang tinggi
2. Gangguan permeabilitas membrane kapiler alveoli
a. Pneumonia (bakteri, virus atau parasit)
b. Inhalasi toksin (NO, asap)
c. Pancreatitis hemoragik akut
31
d. Aspirasi asam lambung
e. Pneumonitis akut akibat radiasi
f. Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
g. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif
i. Shock-lung pada trauma bukan dada
j. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
3. Insufisiensi sistem limfe
a. Pasca transplantasi paru
b. Limfangitis karsinomatosis
c. Limfangitis fibrotic (silikosis)
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
a. High altitude pulmonary edema
b. Edema paru neurogenik
c. Overdosis obat narkotik
d. Emboli paru
e. Eklampsia
f. Pasca kardioversi
g. Pasca anestesi
h. Pasca bedah pintas jantung-paru
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi
dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri
kronik.
32
2.4.1 Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah
yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke
alveoli ketika tekanan membesar.
2.4.2 Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor
yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat
pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
33
4. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan
di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
6. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan reekspansi pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
7. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
8. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury, beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklamsia
pada wanita hamil.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Manifestasi Umum
a. Perubahan dini edema paru adalah peningkatan aliran llimfatik, terjadi karena
saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru
dan saluran pernapasan yang kecil.
b. Obstruksi pada saluran nafas kecil
c. Hipoksemia ringan timbul karena adanya perubahan dalam distribusi ventilasi dan
perfusi
34
d. Menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik, namun
ekskresi Co² tidak terganggu
e. Gangguan difusi menyebabkan terjadinya peningkatan pintas kanan ke kiri
melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi (Muttaqin, 2012).
2.5.2 Manifestasi Akut
a. Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang memburuk ketika
berbaring
b. Perasaan mencekik atau tenggelam
c. Wheezing atau gasping
d. Kecemasan, kegelisahan atau rasa ketakutan
e. Batuk yang menghasilkan sputum berbusa yang dapat diwarnai dengan darah
f. Keringat berlebihan
g. Kulit pucat
h. Nyeri dada, jika edema paru disebabkan oleh penyakit jantung
i. Denyut jantung cepat, tidak teratur (palpitasi)
Edema paru dapat menjadi fatal jika tidak diobati, Jangka panjang (kronis):
a. Memiliki lebih sesak napas dari pada normal ketika klien aktif secara fisik.
b. Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, sering ketika klien berbaring
datar dibandingkan dengan duduk.
c. Wheezing
d. Bangun di malam hari dengan perasaan sesak nafas yang bisa dikurangi dengan
duduk
e. Kenaikan berat badan yang cepat ketika edema paru berkembang sebagai akibat
dari gagal jantung kongestif, suatu kondisi di mana jantung memompa darah
terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berat badan adalah dari
penumpukan cairan dalam tubuh, terutama di kaki.
f. Bengkak di kaki dan pergelangan kaki
g. Kehilangan nafsu makan
h. Kelelahan
35
2.5.3 Gejala edema paru tahap lanjut, seperti: Headache, insomnia, retensi cairan, batuk,
dan sesak napas.
2.6 Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak
dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru
oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam
keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan
protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah
melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai
berikut (Flick, 2000; Alpert 2002, Nendrastuti & Soetomo, 2010).)
Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli tipe
I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier reltif nonpermeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga (spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial
dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endothelium di tas
membrane basal, sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan
kolagen dan jaringan elastic, fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain (Muttaqin,
2012).
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah:
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan
interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar 7
dan 12 mmHg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan
ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati
jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak
permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif
36
dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan
interstisial paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering
terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002):
- Permeabilitas membran yang berubah.
- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik/onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- Gangguan saluran limfe.
Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang
terjadi dalam 3 tahap:
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang interstisial
tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan
dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstisial sekitar bronkioli,
arteriol dan venula (pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial)
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus. Pada
tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas (Subagyo, 2012).
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan dibagi
menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut:
Stage I: Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam ruang
interstisial dan alveoli.
Stage II: Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai
respons seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis
selular, hiperplasi sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh
trombosit.
37
Stage III: Fase fibrotic, pada pasien yang masih masih bertahan, proses perbaikan terjadi
ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi
pembesaran tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler (Subagyo, 2012).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Tes yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis edema paru meliputi:
1. X-ray
Sebuah sinar-X dada kemungkinan akan menjadi tes pertama yang dlakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis edema paru.
2. Elektrokardiografi (EKG)
Tes non-invasif ini dapat mengungkapkan berbagai informasi tentang hati. Selama
EKG, patch melekat pada kulit menerima impuls listrik dari jantung. Ini dicatat dalam
bentuk gelombang pada kertas grafik atau monitor. Pola gelombang menunjukkan
denyut jantung dan irama, dan apakah bidang acara jantung berkurang aliran darah.
3. Ekokardiografi (USG jantung diagnostik ujian)
Tes non-invasif lain, ekokardiografi menggunakan perangkat tongkat berbentuk disebut
transducer untuk menghasilkan gelombang suara frekuensi tinggi yang tercermin dari
jaringan hati klien. Gelombang suara yang kemudian dikirim ke sebuah mesin yang
digunakan untuk menyusun gambar hepar pada monitor. Tes ini dapat membantu
mendiagnosa sejumlah masalah jantung, termasuk masalah katup, gerakan abnormal
dinding ventrikel, cairan di sekitar jantung (efusi perikardial) dan kelainan jantung
bawaan. Hal ini juga secara akurat mengukur jumlah darah ventrikel kiri menyemburkan
dengan setiap detak jantung (fraksi ejeksi, atau EF). Hal ini juga dapat memperkirakan
apakah ada peningkatan tekanan pada sisi kanan jantung. Meskipun EF rendah sering
menunjukkan penyebab jantung untuk edema paru, itu mungkin untuk memiliki edema
paru jantung dengan EF normal.
4. Transesophageal echocardiography (TEE)
Dalam pemeriksaan USG jantung tradisional, transduser tetap berada di luar tubuh
pada dinding dada. Namun dalam TEE, lembut, tabung fleksibel dengan ujung
38
transducer khusus dimasukkan melalui mulut dan masuk ke kerongkongan-bagian yang
mengarah ke perut. Kerongkongan terletak tepat di belakang hepar, yang
memungkinkan untuk gambar yang lebih dekat dan lebih akurat dari jantung dan arteri
pulmonalis sentral. Pasien akan diberi obat penenang untuk membuat lebih nyaman
dan mencegah tersedak, mungkin memiliki sakit tenggorokan selama beberapa hari
setelah prosedur, dan ada sedikit risiko perforasi atau perdarahan dari kerongkongan.
5. Kateterisasi arteri paru
Jika tes lainnya tidak mengungkapkan alasan untuk edema paru, dokter mungkin
menyarankan prosedur untuk mengukur tekanan dalam kapiler paru (tekanan
baji). Selama tes ini, balon kecil di ujung kateter dimasukkan melalui pembuluh darah di
kaki atau tangan ke dalam arteri pulmonalis. Kateter memiliki dua bukaan terhubung ke
transduser tekanan. Balon mengembang dan mengempis kemudian, memberikan
pembacaan tekanan.
6. Kateterisasi jantung
Jika tes seperti EKG atau ekokardiografi tidak mengungkap penyebab edema paru,
atau juga memiliki nyeri dada, dokter mungkin menyarankan kateterisasi jantung
dengan angiogram koroner. Selama kateterisasi jantung, sebuah tabung panjang dan
tipis yang disebut kateter dimasukkan ke dalam arteri atau vena di pangkal paha, leher
atau lengan dan berulir melalui pembuluh darah ke jantung. Jika dye disuntikkan
selama pengujian, itu disebut sebagai angiogram koroner. Selama prosedur ini,
pengobatan seperti membuka arteri yang tersumbat dapat dilakukan, yang dengan
cepat dapat meningkatkan aksi pemompaan ventrikel kiri. Kateterisasi jantung juga
dapat digunakan untuk mengukur tekanan dalam bilik jantung Anda, menilai katup
jantung Anda, dan mencari penyebab edema paru.
39
Gambar 1 : Edema Intesrtitial
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
Gambar 3 : Bat’s Wing
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapi dilakukan dengan tujuan
untuk mengurangi tekanan hidrostastik yang menyebabkan edema paru. Tujuan
40
terapi yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas adalah untuk menghilangkan
faktor penyebab perlukan paru, perbaikan keadaan umum dan member kesempatan
pada paru untuk membaik, serta mengurangi tekanan yang menyebabkan
pergeseran cairan melalui barrier yang terluka.
1. Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)
a. Suport
Mencari dan menterapi penyebabnya. yang harus dilakukan adalah: Suport
Kardiovaskular, Terapi Cairan, Renal Suport, Pengelolaan Sepsis
b. Ventiasi
Menggunakan Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS.
2. Penatalaksanaan Edema Paru kardiogenik
Sasarannya adalah:
- Mencapai oksigenisasi adekuat
- Memelihara stabilitas hemodinamik
- Mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan afterload
Penatalaksanaan:
- Posisi setengah duduk - Diuretik
- Oksigen terapi - Inotropik
- Morphin IV 2,5mg - Nitroglycerine
Bukti penelitan menunjukkan bahwa pilihan terapi yang terbaik adalah:
Vasodilator intravena sedini mungkin (Nitroglycerine, nesiride, nitropruside) dan
diuretik dosis rendah. Nitroglycerine merupakan terapi lini pertama pada semua
pasien AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100mmHg dengan dosis 20μg/min
sampai 200μg /menit (Rekomensi ESC IA). Bahkan dosis yang sangat rendah
(<0,5μg/kg/min) dari nitroglycerin akan menurunkan LVED (Mayo Clinic staff,
2011)
2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan Gawat Darurat
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan edema paru akut antara lain:
41
1. Penilaian awal (primary survey), adalah penilaian untuk menentukan prioritas
penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa. Pemeriksaan ini dilakukan
dalam waktu kurang dari 2 menit. Urutan pemeriksaan dalam primary survey
adalah:
a. Periksa keadaan umum penderita
b. Evaluasi tingkat kesadaran awal sambil menstabilkan tulang leher. Untuk
melihat tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan skala AVPU:
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar
tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu) P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
c. Nilai jalan nafas pasien (Airway), Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti
apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor
d. Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan dinding dada,
dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas
e. Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-tanda
penurunan perfusi
2. Rapid trauma survey
Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman nyawa.
Penilaian yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE
S : Gejala (symptom)A : Alergi (Allergies)M : Pengobatan/terapi (Medication)P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)E : Kejadian sebelum insiden (Event)
c. Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut, panggul dan
ektrimitas
- Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila mana vena leher
datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes dan battles sign.
42
- Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada, meraba
adanya rasa nyeri (tenderness), instabilitas (instability), dan krepitasi
(crepitation) kemudian dengarkan suara nafas pada kedua lapang paru.
- Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak.
- Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan palpasi adanya
kekakuan dan rasa nyeri.
- Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk atau luka
tembus.
- Pemeriksaan ekstrimitas yaitu
1. Memeriksa DCAP-BTLS adanya perubahan bentuk (deformitas), memar
(contosio), lecet (abration), luka tembus (penetration), luka bakar (burn),
rasa nyeri (tenderness), laserasi, atau pembengkakan (swelling). Jika ada
krepitasi atau gesekan fragmen tulang merupakan tanda pasti adanya
fraktur. Bila ada tanda ini segara imobilisasi untuk mencegah cedera
jaringan lunak yang lebih parah
2. Memeriksa persendian apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan
sendi
3. Periksa dan catat nadi, motorik, dan sensorik daerah distal.
d. Balut dan bidai, bila ditemukan trauma
e. Monitor terus menerus
Pendekatan ABCD dan imobilisasi tulang leher jika diindikasikan:
1. Airway management
- Bicara pada pasien. Pasien yang menjawab tanda bahwa jalan nafasnya
bebas, jika tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan.
- Bebaskan jalan nafas pasien dengan Chin lift/jaw thrust
- Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau non-rebreathing
- Melakukan suction jika tersedia
43
- Siapkan untuk intubasi trakea sesuai indikasi. Intubasi endotrakeal (ET)
mungkin diperlukan jika jalan napas tidak dapat diperbaiki dengan langkah-
langkah di atas atau jika pasien tidak mendapatkan ventilasi yang cukup
- Kritotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak berhasil, jika ada
kemungkinan kuat cedera vertebrae cervicales, atau pada kasus trauma wajah
massif.
2. Breathing
- Menilai pernafasan cukup.
- Jika pernafasan tidak ada lakukan pernafasan buatan.
- Periksa dada untuk bukti sucking chest wound, pneumothorax, fail chest, dan
sebagainya.
- Dekomresi rongga pleura, dan tutup jika ada luka robek dinding dada.
- Berikan oksigen jika ada.
3. Circulation
- Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-16G) untuk resusitasi
cairan. Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie.
- Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh karena
hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
- Hindari cairan yang mengandung glukose.
- Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah.
4. Disability
- Menilai kesadaran klien dengan cepat.
- Perawatan lanjutan dan pemantauan.
- Konsultasikan segera untuk intervensi operatif.
- Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai.
- Jangan membuang-buang waktu (golden hour). Bertindaklah cermat dan cepat,
utamakan nyawa daripada anggota gerak.
Penatalaksanaan spesifik
44
Periksa tanda klinis dari edema paru akut
Terapi:
- Furosemide IV 0,5-1,0 mg/kg
- Morphine IV 2-4 mg
- Oksigen intubasi sesuai kondisi pasien
- Nitroglycerin SL, berikan 10-20 mcg/min IV bila SBP 1st line
>100 mmHg of Action
- Dopamin 5-15 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan muncul tanda dan gejala syok
- Dobutamine 2-20 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan tidak muncul tanda dan gejala syok
2nd line
of Action
3rd line
of Action
2.9 Komplikasi
Periksa tekanan darah
Bila SBP>100 mmHg dan <30
mmHg dibawah nilai normal
ACE InhibitorsShort acting,
misalnya captopril (6,25 mg)
Tindakan dignostik selanjutnya
- Pulmonary artery chateter
- Echocardiography
- Angiography untuk MI/ischemia
- Pemeriksaan dignostik tambahan
45
Jika edema paru terus menerus, dapat meningkatkan tekanan di arteri pulmonalis
dan akhirnya ventrikel kanan mulai gagal. Ventrikel kanan memiliki dinding lebih tipis dari
otot dari pada sisi kiri karena berada di bawah sedikit tekanan untuk memompa darah ke
paru-paru. Peningkatan tekanan punggung atas ke atrium kanan dan kemudian ke
berbagai bagian tubuh, sehingga dapat menyebabkan:
- Kaki bengkak (edema)
- pembengkakan abdomen (ascites)
- Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru (efusi pleura)
- Kemacetan dan pembengkakan hati
Bila tidak diobati, edema paru akut bisa berakibat fatal. Dalam beberapa kasus
dapat berakibat fatal bahkan jika menerima pengobatan (Mayo Clinic Staff, 2011).
2.10 Pencegahan
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.Pencegahan jangka
panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan
ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat
dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin
tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh
infeksi atau trauma yang berlimpahan.
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
46
Merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh pasien, antara lain sesak, takikardi,
stupor atau penurunan kesadaran.
c. Riwayat cedera atas dasar SAMPLE pada pasien sadar, pasien tidak sadar dengan
SAMPLE
S : Gejala (symptom)A : Alergi (Allergies)M : Pengobatan/terapi (Medication)P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)E : Kejadian sebelum insiden (Event)
d. Airway
Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan
stridor.
e. Breathing
Lakukan “Look, listen and feel”. Look: lihat pergerakan dinding dada, listen:
dengarkan suara nafas, listen: rasakan hembusan nafas.
f. Circulation
Pemeriksaan terhadap nadi, warna kulit, perdarahan dan tanda-tanda penurunan
perfusi (keringat dingin, pucat, nadi cepat).
g. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat dengan AVPU, tidak dianjurkan mengukur Glasgow
Coma Scale.
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar
tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu) P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
h. Eksposure
Melepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar diketahui semua cedera yang
mungkin terjadi. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang maka
imobilisasi harus dikerjakan
i. Vital sign
Jika tekanan darah dibawah 80 mmHg menunjukkan tanda-tanda syok.
47
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
- Inspeksi adanya luka deformitas, asismetris, depresi dan perdarahan pada wajah
dan daerah kepala, keadaan sekitar mata, apakah pupil simetris, reaksi cahaya
- Ketajaman penglihatan
- Palpasi tulang wajah adanya deformitas, asimetris dan terderness
- Inspeksi Warna bibir dan rongga mulut, status hidrasi, perdarahan, obstruksi,
adanya gigi yang patah, oedem lidah atau faring, atau memar pada lidah, luka
bakar pada wajah, alis, dan rambut, cairan atau darah dalam telinga, cairan atau
darah dari hidung
- Pernafasan cuping hidung ada / tidak ada.
- Inspeksi adanya deformitas, perdarahan atau luka pada leher
- Deviasi trachea, subcutaneous emphysema, DVJ
- Bruits arteri carotis
- Tulang leher adanya tenderness, deformitas dan luka
b. Thorax
- Deformitas, luka, perdarahan, benda yang menancap, kesimetrisan dinding dada
pada saat ventilasi
- Jumlah, kedalaman dan usaha bernafas
- Struktur tulang dada adanya deformitas, nyeri, udara subcutaneous
- Suara pernafasan, adanya suara tambahan
- Batuk (produktif/nonproduktif), sputum (warna, konsistensi, bau)
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Pemeriksaan bunyi jantung tambahan
c. Abdomen
- Observasi adanya pernapasan perut dan adanya bekas luka pembedahan
- Periksa adanya distensi, bruising
- Auskultasi bising usus dan bruit aorta abdomen
- Palpasi semua kuadran untuk mendeteksi nyeri, dinding perut tegang atau supel
48
- Hepar untuk menentukan ukuran
d. Pelvis
- Palpasi untuk melihat adanya nyeri tekan atau massa pada pelvis.
- Observasi adanya kesulitan berkemih.
- Lakukan pemeriksaan pada rektal, adakah perdarahan, rigiditas
e. Ekstremitas
- Observasi adanya kelemahan dan cepat lelah
- Palpasi tonus otot dan adanya nyeri otot
- Deformitas, luka, perdarahan, oedem, dan memar
- Catat bagian distal warna, temperature, CRT, pergerakan dan sensasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Penurunan curah jantung
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Ketidakpatuhan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
NOC: Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange
No.
Indikator Severe Substantial Moderate Mild No
1. Respiratory rate2. Suara perkusi3. Penggunaan otot bantu
pernapasan4. Retraksi dada5. Gangguan ekspirasi6. pH arteri7. Sianosis
49
8. Samnolen9. Gangguan kognisi
10. Temuan abnormal pada x-ray dada
NIC : Oxygen Therapy, Vital Signs Monitoring
No. Aktifitas1. Pertahankan kepatenan jalan napas2. Atur peralatan oksigenasi3. Monitor aliran oksigen4. Pertahankan posisi pasien5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi6. Monitor TD, nadi, suhu, RR7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan8. Monitor suara paru9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor sianosis perifer
b. Gangguan pertukaran gas
NOC : Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange
No. Indikator Sever Substantial Moderate Mild No
1. Respiratory rate2. Respiratory rhythm3. Tidal volume4. Tes fungsi pulmonal5. Orthopnea6. pH arteri7. Sianosis8. Samnolen9. Gangguan kognisi
10. Temuan abnormal pada x-ray dada
NIC : Respiratory Monitoring
No. Aktivitas1. Observasi warna kulit, membran mukosa dan CRT, adanya sianosis2. Observasi status mental3. Monitor HR, suhu tubuh, TD, status pernapasan4. Tinggikan posisi kepala, pertahankan bedrest5. Kaji tingkat kecemasan
50
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan kondisi
7. Monotor BGA dan pulse oximetry
51
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas sejak ± 1
minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus menggunakan 2 bantal
agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari SMRS. Pada 07/03/2011 pasien
dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan dirawat di ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam
07.15, pasien apneu kemudian dilakukan RJPO selama ± 15 menit. Pasien ROSC dan
dipindah ke ICCU.
3.2 Asuhan Keperawatan
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 832185
Tgl MRS : 3 November 2014, 16.00 WIB
Tgl Pengkajian : 3 November 2014
Sumber Informasi : Klien, keluarga, RM
1
Alamat : Sidoarjo
Telepon : 08123xxxxxxx
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Lama Bekerja : -
Dx. Medis : ALO
Nama keluarga dekat yang dapat dihubungi : Tn. B
Hubungan : Suami
Alamat : Sidoarjo
Pekerjaan : Wirasawasta
B. Data Subyektif
1. Keluhan Utama
Sesak napas saat beraktivitas
2. Riwayat cedera dengan data SAMPLE
a. Symtom/sign : Klien terlihat pucat, wajah pasien terlihat sesak, pernafasan
cuping hidung.
b. Alergi : Tidak ada alergi
c. Medikasi : keluarga pasien mengatakan mengosumsi obat-obatan untuk
hipertensi dan jantung tetapi keluarga pasien tidak tahu obat apa yang
dikonsumsi.
d. Past Medical History : Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi ± 2 tahun
lalu, 10 bulan yang lalu klien di diagnosa meangalami penyakit jantung dan tidak
memiliki riwayat DM dan penyakit menular.
e. Last oral intake : 1 jam sebelum kejadian pasien makan
2
f. Event before incident : Menurut saksi mata (teman kantor) pasien mengeluhkan
sesak berat yang tiba-tiba disertai keringat dingin seluruh tubuh dan dada
berdebar-debar.
C. Data Obyektif
1. Kesadaran
Pasien somnolen dan kurang mampu berorientasi dengan baik
2. Airway (A)
Sesak, tidak terdapat obstruksi pada lidah, tidak terdapat muntahan, edema pada
saluran nafas atas, vokalisasi klien mengalami somnollen.
Intervensi: jaw trust.
3. Breathing (B)
Pernafasan spontan, gerakan dinding dada simetris lambat, pernafasan 30x/menit,
terdapat penggunaan otot bantu nafas, retraksi otot dada (+), tidak ada devisiasi
trakea.
Intervensi: oksigen diberikan NRM 12 lpm,
4. Circulation (C)
Nadi 112x/menit, sianosis, diaporesis, tidak ada perdarahan ekstrenal, ada distensi
vena jugularis.
Intervensi: pasang infus pada tangan sebelah kanan menggunakan noddle 16,
dengan blood set, ambil sampel darah.
5. Disability (D)
Klien bangun ketika dipanggil.
6. Expossure
Melepaskan pakaian pasien yang basah, kemudian menyelimuti dengan yang
hangat.
3
7. Fullset of vital sign
TD 150/90 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,2°C, RR 30x/menit,
Intervensi: pasang monitor jantung, pulse oksimetri, kateter urin, pemeriksaan lab,
dan EKG, panggil keluarga.
8. Give Comfort
Beri sentuhan dan kuatkan secara verbal kepada klien dan keluarga.
9. Had to toe:
- Kepala dan leher
Bentuk simetris, rambut tumbh merata, tidak ada benjolan, kulit kepala bersih,
tidak ada luka. pupil miosis, distensi vena jugularis (+). pucat (+).
- Thorax
Tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat distensi vena jugularis, RR 30x/menit,
dangkal, dulness pada sebelah kiri dan kanan, retraksi otot dada (+)
- Abdomen
Palpasi abdomen supel, bentuk flat, jejas (-),distensi abdomen (-), tidak ada
pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-)
- Pelvis
Tidak ada darah yang keluar dari meatus externa, nyeri tekan (-), instabilitas (-)
- Ektremitas
Ektremitas atas
Tidak terdapat luka, deformitas (-), memar/contusion (-), abratio (-), burn (-),
tenderness (-), laserasi (-), swelling (-), status neurovaskuler: pallor (-),
parestesia(-) pulselesness (-), paralysis (-), poikilotermia (-), CRT >2 detik,
teraba agak dingin, tangan bisa digerakkan.
Ektremitas bawah
Status neurovaskuler normal, CRT >2 detik, akral dingin, fungsi motorik dan
sensorik normal, terdapat edema pada kaki kanan dan kiri.
10. Pemeriksaan Penunjang
4
Darah lengkap
Leukosit : 10.900/ml (N: 3500-10.000/ml)
Hemoglobin : 11,1 gr/dl (N: 11-16,5 gr/dl)
Hemotokrit : 35,5% (N: 35-50%)
Trombosit : 276.000/ml(N: 150.000-390.000/ml)
Kimia darah
GD sesaat : 253 mg/dl (N: <200 mg/dl)
Ureum : 59,9 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
Kreatinin : 1,07 mg/dl (N: 0,7-1,5 mg/dl)
CPK : 97 m/L (N : 30-190 m/L)
CKMB : 49 m/L (N: <25 m/L)
SGOT : 304 m/L (N: 11-14 m/L)
SGPT: 108 m/L (N: 10-14 m/L)
Troponin I : negative (N: negative)
BGA
pH : 7, 236 (N: 7,35-7,45)
pCO2 : 67,6 mmHg (N: 35-45 mmHg)
pO2 : 65,8 mmHg (N: 80-100 mmHg)
HCO3: 29,6 mmol/L (N: 21-28 mmol/L)
SaO2 : 90,1% (N: >95%)
BE : 0,7 mmol (N: -3 – (+3)
Foto rongten
Hasil foto rongten : didapatkan gambaran berkabut pada lapang paru, butterfly
appereance.
CTR: a: 6,5 cm b: 7 cm c: 25,5 cm
CTR = a+b/ c x 100%
= 6,5+7/25,5 x 100%
= 52.9 % ( N : 50%)
Kesimpulan : terdapat pembesaran jantung (kardiomegali)
5
EKG
1. Irama : jarak antara QRS dengan QRS’ sama jadi irama regular
2. Frekuansi : 300/ jumlah kotak besar antara R dan R’ Atau 1500/ jumlah kotak
kecil antara R dan R’
3. Gel P : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s
4. Gel. P tinggi (3 kotak) = P pulmonal (menunjukkan adanya hipertropi atrium
kanan ( L II, III, AVF/ inferior). P mitral di V1)
5. Kompleks QRS : 1 kotak x 0,04 s = 0,04 s
6. Interval PR : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s (normal)
7. T inversi : di V4 (iskemik)
8. ST depresi : V4 dan V5 (iskemik)
11. Terapi
Furosemid : 40 – 0 – 0 mg
Spiromolacton : 25 mg
ISDN : 3 x 10 mg
Captopril : 3 x 10 mg
Ceftriaxon : 2 x 1 gr (IV)
GG : 3 x 100 gr
Azythromycin : 1 x 500 gr
Combivent nebule : 2x/hari
6
3.3 Analisa data
No. Data PenunjangDiagnosa
KeperawatanEtiologi
1. Data Subyektif : -Data Obyektif :
- Terjadi perubahan kedalaman pernapasan
- Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
- Pernapasan cuping hidung (+)- RR = 30 x/menit- Retraksi otot dada (+)- Penggunaan otot aksesorium pernapasan
(+)
Ketidakefektifan pola napas
Hiperventilasi
2. Data Subyektif: -Data Obyektif:
- pH: 7, 236, pCO2: 67,6, SaO2: 90,1%- Pasien terlihat pucat- Sianosis perifer (+)- Pernapasan cuping hidung (+)- Pasien gelisah- Pasien samnolen- RR = 30 x/menit, irama cepat dan dangkal- Diaforesis
Gangguan pertukaran gas
Hambatan aliran darah
3. Data Subyektif : -Data Obyektif :
- HR: 112x/menit- TD: 150/90 mmHg- Pasien sesak- Terdapat perubahan pada ECG, yaitu
terdapat T inversi dan ST depresi- CRT > 2 detik- Pasien terlihat pucat- Edema pada ekstremitas bawah (+)- Distensi vena jugularis (+)- Pasien gelisah
Penurunan curah jantung
Perubahan afterload dan
preload
3.4 Intervensi Keperawatan
No.Diagnosa
KeperawatanTujuan & Kriteria Hasil NIC
1. Ketidakefektifan pola napas
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas menjadi lebih efektif Kriteria hasil:- Jalan napas paten
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Atur peralatan oksigenasi yang sesuai
3. Monitor aliran oksigen4. Pertahankan posisi pasien
7
- TTD dalam batas normal- Sianosis perifer (-)- Frekuensi dan irama
pernapasan normal
5. Observasi adanya tanda-tanda Hiperventilasi
6. Monitor sianosis perifer7. Monitor suara paru8. Monitor pola pernapasan
abnormal9. Monitor TD, nadi, suhu, RR10. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan2. Gangguan
pertukaran gasTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanda-tanda gangguan pertukaran gas berkurang Kiteria hasil :- HR dalam rentang normal
dan irama reguler- CRT < 2 detik- BGA dan pulse oximetry
dalam rentang normal- Pasien dalam kondisi sadar- Diaforesis (-)
1. Kaji secara komperhensif perifer (warna kulit, membran mukosa dan CRT, sianosis)
2. Monitor terjadinya diaforesis3. Kaji status mental4. Monitor TTD5. Tinggikan posisi kepala,
pertahankan bedrest6. Kaji tingkat kecemasan7. Kolaborasi dalam pemberian terapi
sesuai dengan kondisi yang mendasari
8. Monitor BGA dan pulse oximetry3. Penurunan
curah jantungTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung mendekati nilai normal Kriteria hasil :- Tidak sesak- Tidak gelisah- TD dalam batas normal- RR normal dan regular- Denyut jantung dan irama
jantung teratur- Distensi vena jugularis (-)- Odema berkurang
1. Kaji tanda penurunan curah jantung dan laporkan
2. Auskultasi bunyi jantung3. Palpasi nadi perifer4. Catat output urin dan kepekatan
konsentrasi urin5. Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal6. Atur posisi tirah baring yang
ideal, kepala klien harus ditinggikan 20-30 cm atau klien didudukkan di kursi
7. Kaji perubahan pada sensorik seperti letargi, cemas, dan depresi
8. Kolaborasi pemberian oksigen9. Kolaborasi pemberian diet
jantung10. Pantau serial EKG11. Kolaborasi dalam pemberian
terapi
8
3.5 Implementasi dan Evaluasi
No.Diagnosa
KeperawatanIntervensi Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas
1. Mempertahankan kepatenan jalan napas
2. Memberikan peralatan oksigenasi yang sesuai
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda hiperventilasi
4. Memonitor sianosis perifer5. Memonitor pola pernapasan
abnormal6. Memonitor TTV7. Memonitor frekuensi dan irama
pernapasan
DS: -DO:- Jalan napas paten- Sianosis perifer (+) - Retraksi dada (+)- Hiperventilasi (+)- TTV:
HR : 90x/menitRR : 27x/menitTD : 150/80 mmHgMAP : 107 mmHg
A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi
2. Gangguan pertukaran gas
1. Mengkaji secara komperhensif area perifer (warna kulit, membran mukosa dan CRT, sianosis)
2. Memonitor terjadinya diaforesis 4. Meninggikan posisi kepala5. Kolaborasi dalam pemberian terapi
sesuai dengan kondisi yang mendasari
DS: -DO :
- Diaforesis (+)- Sianosis (+)- CRT >2 detik- Pasien dalam posisi semi
fowlerA : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi
3. Penurunan curah jantung
1. Mengkaji tanda penurunan curah jantung
2. Mengauskultasi bunyi jantung3. Mempalpasi nadi perifer4. Mengistirahatkan pasien dengan
tirah baring optimal5. Kolaborasi dalam pemberian terapi6. Kolaborasi pemberian oksigen7. Mengkaji perubahan pada sensorik
seperti letargi, cemas, dan depresi
DS: -DO:
- HR: 90x/menit- Nadi perifer cepat tapi lemah- TD: 150/80 mmHg- Tidak terdengar bunyi jantung
tambahan- Pasien gelisah- Pasien samnolen
A : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler
dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit
jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non
kardiogenik).
2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat, bersama
dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru
akut, pengobatan pada edema paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya,
tetapi umumnya termasuk oksigen dan obat-obatan.
4.2 Saran
1. Diharapkan penulis selanjutnya melakukan penyusunan yang lebih komplek tentang
asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut dengan
melihat fakta yang terjadi dilapangan.
2. Diharapkan pembaca lebih aktif dalam mencari informasi melalui media cetak atau
media masa untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan gawat
darurat pada klien dengan edema paru akut.
10
DAFTAR PUSTAKA
Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld. Heart Disease.
A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders; 7:553, 2001
Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. 7th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company. 1997. 2007. pp 622 - 633
Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2007.
Mayo, Staff. 2011. Pulmonary Edema. Diakses melalui http://www.mayoclinic.com/health/
pulmonary-edema/DS00412/DSECTION=symptoms pada tanggal 28 November 2013,
jam 11.22 wib.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Salemba Medika: Jakarta
Nendrastuti & Soetomo, 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non Kardiogenik. Majalah
Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010.
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Subagyo, Ahmad. 2013. Edema Paru, Kelainan Akut Atau Kronik. Diakses melalui
http://www.klikparu.com/2013/02/edema-paru-kelainan-akut-atau-kronik.html tanggal 6
November 2014, jam 14.01 wib.