Makalah Demokrasi dan hak asasi manusia dalam islam
-
Upload
r-alfian-arif-bintara -
Category
Documents
-
view
7.230 -
download
0
description
Transcript of Makalah Demokrasi dan hak asasi manusia dalam islam
MAKALAH
Al-Islam III
“Demokrasi dan Hak Asasi Manusia(HAM)dalam Islam”
Oleh :Alfian Arif Bintara
(09121011)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Bahasa dan SeniFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Surabaya
Angkatan 2009
Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Demokrasi,
dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam Islam, yang kami sajikan berdasarkan penga-
matan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintan-
gan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun den-
gan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang penjabaran mengenai Demokrasi, dan Hak Asasi
Manusia (HAM) di dalam Islam. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi
juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada bahasa Dosen Mata Kuliah Al
Islam III yaitu Drs. H. Abdurahman Aziz, M.si yang telah membimbing penyusun agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pem-
baca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk
saran dan kritiknya. Terima kasih.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………………………………………………i
Daftar Isi………………………………………………………………….ii
Bab I
Pendahuluan………………………………………………………………1
Bab II
Pembahasan………………………………………………………………6
Bab III
Kesimpulan dan Saran…………………………………………………..13
Daftar Pustaka………………………………………………………….. 14
iiBab I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Hukum adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan
pada dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku masyarakat
selalu di monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak ter-
tulis. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki penduduk mayoritas beraga
islam, secara sengaja maupun tidak sengaja hal tersebut mempengaruhi terbentuknya su-
atu aturan hukum yang berlandaskan atas agama Islam.
Berbagai masalah yang ada di dalam Negara Indonesia tidak semuanya dapat dis-
elesaikan berdasarkan hukum umum yang telah ada, namun tetap memerlukan hukum
yang secara filosofis dan sosiologis tertanam dalam hati dan kepercayaan masyarakat In-
donesia.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan di buatnya aturan Hukum Islam di In-
donesia adalah:
1. Masyarakat Indonesia yang berketuhanan. (sisi filosofis).
2. Mayoritas penduduk Indonesia beraga Islam. (sisi sosiologis).
3. Berdasarkan catatan sejarah yang telah dibukukan oleh Departemen Agama yang
berjudul “Seabad Peradilan Agama di Indonesia”, menjelaskan bahwa Pengadilan Agama
sudah ada di Indonesia sejak abad ke-16. (sisi historis).
4. Merupakan produk politik yang dibuat oleh pemerintah.
Membicarakan tentang masalah Hukum Islam di Indonesia pada dasarnya adalah
membicarakan salah satu aspek kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri, kita akan
memasuki sebuah perbincangan yang kompleks sekalipun Hukum Islam menempati po-
sisi yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa sekarang.
Selain itu, perbincangan tentang Hukum Islam di Indonesia sebagaimana halnya
juga dengan Hukum Islam di berbagai kawasan dunia akan selalu menampakkan diri se-
bagai Hukum yang bersifat universal dengan daya jangkau untuk semua tempat dan
segala zaman tetapi pada lain pihak Hukum Islam juga dituntut untuk menampakkan diri
dengan wajahnya yang khas Hukum Islam Indonesia masa kini. Perbincangan kita ten-
tang Hukum Islam tentunya akan lebih banyak diarahkan pada aspek yang kedua. Berke-
naan dengan hal yang pertama Hukum Islam dengan sifat keuniversalannya sudah cukup
banyak dikaji dan dibahas orang.
“Hukum Islam Indonesia masa kini” adalah merupakan sebuah label yang diberikan pada
ketentuan-ketentuan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia dan sekaligus menampilkan
corak khas ke-Indonesiaannya. Sistem dan budaya Indonesia akan lebih terefleksi di
dalamnya sehingga Hukum Islam dimaksud untuk beberapa bagian tertentu baik
menyangkut kaidah hukumnya maupun pola pemikiran yang mendasarinya akan menun-
jukkan beberapa perbedaan dengan Hukum Islam yang berlaku dilain tempat seperti
Saudi Arabia, Mesir, Iran, Pakistan dan lain-lain sekalipun sifat dasar yang sama karena
bersumberkan pada sumber yang sama yaitu AI Quran dan Sunnah.
Berbeda dengan Demokrasi, Islam berasal dari Allah SWT, yang telah di-
wahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad SAW. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tiada
lain hanya berupa wahyu yang diwahyukan.” (QS. An-Najm : 3-4)
Islam dibangun di atas landasan Aqidah Islam, yang mewajibkan pelaksanaan per-
intah dan larangan Allah –yakni hukum-hukum syara’ yang lahir dari Aqidah Islam–
dalam seluruh urusan kehidupan pribadi, masyarakat dan kenegaraan. Aqidah ini men-
erangkan bahwa manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia
hanya berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT
untuk manusia.
Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara’, bukan di tangan umat. Se-
bab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri’ (pembuat hukum). Umat
secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Allah
SWT berfirman :
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al An’aam: 57)
Dalam Islam seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara’ dalam segala
perbuatannya. Tidak bisa bebas dan seenaknya. Terikat dengan hukum syara’ bagi seo-
rang muslim adalah wajib dan sekaligus merupakan pertanda adanya iman padanya. Allah
SWT berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka
perselisihkan.” (QS. An Nisaa’: 65)
II. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah definisi dari demokrasi itu?
2. Bagaimana islam memandang demokrasi?
3. Apakah definisi dari HAM (Hak Asasi Manusia) itu?
4. Bagaimanakah HAM dalam pandangan islam?
5. Bagaimana hukum dalam pandangan islam?
III. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas:
1. Mendefinisikan arti dari demokrasi
2. Pandangan Islam tentang demokrasi
3. Definisi HAM
4. Pandangan HAM dalam Islam
5. Pandangan Islam tentang hukum
Bab II
Pembahasan
Definisi Ham, dan Demokrasi
1. Pengertian HAM
!.1. Secara Umum:
• Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kan-
dungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal.
• Tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28,
pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
1.2. Dalam Islam:
• Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dike-
nal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak
boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban mem-
berikan dan menjamin hak-hak ini.
2. Pengertian Demokrasi
2.1. Secara Umum
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara se-
bagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang
dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
"Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin
and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said
that democracy is the worst form of government except all those other forms that have
been tried from time to time."
—Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam
tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg
sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerin-
tah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan ek-
sekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan
judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki
kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif
dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituante) dan yang memilihnya melalui proses pemili-
han umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, mis-
alnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan
umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh seba-
gian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tamba-
han, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan
memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang
lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung
tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat
memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan
rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum
sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan
yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin
negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang
sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan
hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan
yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Istilah
"demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu poli-
tik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkem-
bangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu
negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara
yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak
asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi
harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara
dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga negara tersebut.
Saat ini arti demokrasi sendiri sudah banyak tercemar oleh kosakata humanisme
yang mengarah pada konsep liberalis semata. Secara harafiah demokrasi disamakan den-
gan kebebasan yang tanpa batas. Harus diingat bahwa konsep demokrasi yang membe-
baskan mensyaratkan "kedewasaan" penggunanya. Demokrasi bukanlah ideologi yang
memberikan ruang tak terbatas terhadap setiap keinginan dan kepentingan rakyat karena
terlalu bebasnya unjuk kepentingan dengan alih-alih demokrasi akan menyebabkan per-
benturan kepentingan-kepentingan itu sendiri.
Di luar itu, demokrasi mensyaratkan suatu konstitusi yang benar-benar kokoh dan
sehat supaya dapat mengakomodasi kepentingan seluruh rakyat secara positif dan tidak
saling berbenturan. Negara-negara yang sukses dengan konsep demokrasi bukan berarti
negara yang memberikan kebebasan kepada warga negaranya sebebas-bebasnya secara
harafiah. Negara demokrasi yang sukses adalah sebuah negara dengan konstitusi yang
kokoh, jelas, sehat, dan menjunjung nilai-nilai dasar yang mutlak tidak terbantahkan
kebenarannya.
Karena demokrasi memberi ruang kepada rakyatnya untuk memberikan "suara"
dan mengungkapkan kepentingannya masing-masing, diperlukanlah suatu kedewasaan
dimana setiap rakyat sadar bahwa mereka tidak mungkin memperjuangkan kepentingan
mereka jika itu melanggar hak dan kepentingan mendasar dari orang lain. Kemungkinan
terjadinya perbenturan kepentingan inilah yang harus dijaga oleh konstitusi yang kokoh
dan sehat sehingga demokrasi dapat dijalankan dengan sehat dan memberikan rasa aman
bagi setiap warga negara. Saat konstitusi semacam itu sudah terbentuk, maka setiap
warga negara dapat memperjuangkan kepentingannya dengan jelas dan dalam suatu ben-
tuk yang pasti dan terjamin dalam konstitusi.
Demokrasi sendiri seringkali terjegal oleh prinsip dimana kepentingan manusia
dianggap tidak terbatas dan sangat sulit untuk dikonsolidasikan. Oleh karena itu, suatu
konstitusi harus dibuat sesuai dengan pilihan karakter kebangsaan yang dipilih secara
sadar dan mantab sebagai suatu identitas kebangsaan. Konstitusi tersebut disusun dan
dipilih oleh "suara" rakyat sebagai simbol karakter mereka sebagai suatu bangsa yang
berbeda satu sama lainnya selain juga mencerminkan cita-cita mereka sebagai suatu
bangsa. Sebagai contoh, demokrasi Amerika dan demokrasi Indonesia adalah suatu ben-
tuk demokrasi yang berbeda secara konstitusional. Misal, demokrasi Amerika berkomit-
men pada hak-hak individu sebagai suatu bangsa, sedangkan demokrasi Indonesia sejak
terbentuknya berkomitmen pada persatuan dan kesatuan berbagai suku, agama, dan ras
sebagai satu bangsa. Namun keduanya sama-sama meletakkan sistem pemerintahannya
dalam kondisi parlementer dimana rakyat dianggap sebagai pemegang kekuasaan tert-
inggi dan penentu nasibnya sendiri yang diwakilkan pada sekelompok wakil rakyat hanya
saja dengan kepentingan, batasan, dan arah pergerakan bangsanya yang berbeda. Secara
mudahnya, demokrasi Amerika menjamin setiap warga Amerika "bergerak" bebas seba-
gai seorang Amerika, sedangkan demokrasi Indonesia menjamin setiap warga Indonesia
"bergerak" bebas sebagai seorang Indonesia.
Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang meru-
pakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja ‘syawara’. Dan kata ‘syawara’ mempunyai
beberapa makna, antara lain memeras madu dari sarang lebah; memelihara tubuh bi-
natang ternak saat membelinya; menampilkan diri dalam perang. Dan makna yang domi-
nan adalah meminta pendapat dan mencari kebenaran.
Dan secara terminologis, syura bermakna “memunculkan pendapat-pendapat dari orang-
orang yang berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat.” (Nizhamul-
Hukmi Fil-Islam, Dr. ‘Arif Khalil, hal. 236)
Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam
demokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah
untuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan.
“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-syura: 36)
Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah
pada tempat yang agung. Syari’at Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang
besar dalam dasar-dasar tasyri’ (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen
kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu
faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih
menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan dengan
satu ibadah fardhu ‘ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap ke-
cuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.
Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip
pengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern
(dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat).
Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yang
membagi pemerintahan kedalam tiga lembaga (eksekutif, yudikatif dan legislatif),
melainkan sisitem checks and balances yang berlangsung dalam pemerintahan itu. Ten-
tunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan dari masing-masing elemen dalam
pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat diwujudkan dalam sebuah bentuk
musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuan adalah kesejahteraan
rakyat.
2.2. Pengertian Demokrasi Indonesia
• Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk di-
jalankan oleh pemerintahnegara tersebut.
2.3. Pengertian Demokrasi dalam Islam
Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan
dengan Islam :
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan
yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
Contoh Kasus
• Nenek Divonis 1,5 Bulan karena Mencuri Kakao di Purwokerto
• Majelis hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Jawa Tengah, menjatuhkan vonis satu
bulan 15 hari kepada seorang, Aminah, 55, yang didakwa mencuri tiga buah kakao.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama satu bulan 15 hari dengan ketentuan tidak
usah terdakwa jalani kecuali jika terdakwa dijatuhi pidana lain selama tiga bulan masa
percobaan," kata Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto Muslich Bambang Lukmanto
saat membacakan vonis di pengadilan setempat, Kamis (19/11).
Bab III
Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan
• Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat.
• Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah, mendengarkan pendapat
orang banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai – nilai keaga-
maan.
• HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam kandungan.
• HAM dalam Islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu dan kew ajiban
bagi negara dan individu tersebut untuk menjaganya
• Hukum menurut Islam dapat diartikan sebagai hukum yang terdapat dalam sumber-
sumber seperti Al-Quran dan Al-Hadist.
3.2. Saran
• Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara demokrasi di In-
donesia dan demokrasi Islam dan dapat melihat sisi baik dan buruknya.
• Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya HAM dalam ke-
hidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.
• Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara hukum islam dan
hukum yang berlaku di Indonesia dan dapat melihat perbedaannya.
Daftar Pustaka
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
2. http://pastipanji.wordpress.com/2008/06/29/demokrasi-dalam-islam/
3. http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html
4. http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/02/01/hukum-dalam-islam/
5. http://www.idrusramadius.co.cc/2009/10/makna-demokrasi-dalam-pandangan-
islam.html