Makalah Case Study
-
Upload
tata-suharta -
Category
Documents
-
view
603 -
download
51
Transcript of Makalah Case Study
KONSEP, DESAIN, DAN LANGKAH PENELITIAN
CASE STUDY
A. PENDAHULUAN
Suatu pengalaman dalam kehidupan individu dapat diceritakan
kepada orang lain. Mereka memberikan pandangan mereka tentang kelas,
sekolah, masalah pendidikan dan latar dimana mereka bekerja. Ketika
individu menceritakan kehidupannya kepada peneliti, mereka merasa
didengarkan. Informasi yang mereka berikan kepada peneliti berupa cerita
pengalaman-pengalaman pribadi. Penelitian studi kasus adalah suatu
penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap
suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya,
maka penelitian studi kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang
sangat sempit. Akan tetapi, ditinjau dari sifat penelitian, penelitian studi
kasus lebih mendalam. Dalam makalah ini kami memaparkan tentang
penelitian kasus.
Creswell dalam bukunya yang berjudul “Qualitative Inquiry And
Research Design” mengungkapkan lima tradisi penelitian, yaitu: biografi,
fenomenologi, grounded theory study, studi kasus dan etnografi. Salah
satu tradisi yang akan dikaji dalam makalah ini adalah studi kasus yang
telah lama dipandang sebagai metode penelitian yang “amat lemah”. Para
peneliti yang menggunakan studi kasus dianggap melakukan “keanehan”
dalam disiplin akademisnya karena tingkat ketepatannya (secara
kuantitatif), objektivitas dan kekuatan penelitiannya dinilai tidak memadai.
Walaupun demikian, studi kasus tetap dipergunakan secara luas dalam
penelitian ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang psikologi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi, sejarah dan ekonomi maupun dalam bidang ilmu-ilmu
praktis seperti pendidikan, perencanaan wilayah perkotaan, administrasi
umum, ilmu-ilmu manajemen dan lain sebagainya. Bahkan sering juga
diaplikasikan untuk penelitian evaluasi yang menurut sebagian pihak
1
merupakan bidang metode yang sarat dengan kuantitatifnya. Semuanya
ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dipertanyakan bahwa
apabila studi kasus itu memiliki kelemahan, mengapa para peneliti
menggunakannya?. Oleh karena itu makalah ini akan mengkaji: apakah
itu studi kasus?, bagaimana menggunakan teori dan pertanyaan penelitian
dalam studi kasus?, Bagaimana pengumpulan data studi kasus?,
bagaimana analisis data studi kasus?, bagaimana penulisan laporan studi
kasus?, bagaimana melakukan standar kualitas dan verifikasi dalam studi
kasus.
Jika diperhatikan dengan seksama, banyak jenis strategi
penelitian kualitatif menempatkan posisi obyek penelitian sebagai ‘kasus’
seperti halnya di dalam penelitian studi kasus. Penelitian-penelitian yang
demikian, termasuk penelitian studi kasus, sebagai penelitian berbasis
kasus (case-based research). Penelitian berbasis kasus adalah penelitian
kualitatif yang menggunakan kasus untuk menjelaskan suatu fenomena
dan mengkaitkannya dengan teori tertentu. Istilah penelitian berbasis
kasus mengemuka karena berkembangnya fakta bahwa penelitian
kualitatif lebih menekankan kualitas dan kedalaman analisis terhadap
obyek penelitian. Pada hampir di seluruh jenis penelitian kualitatif, obyek
penelitian dikaji tidak dari sudut permukaan yang dangkal atau bagian per-
bagian, tetapi dikaji secara menyeluruh dan terperinci. Menurut penelitian
berbasis kasus, obyek penelitian yang dipandang secara demikian disebut
sebagai ‘kasus’. Mengacu pada pemahaman ini, hampir seluruh jenis
penelitian kualitatif, termasuk penelitian grounded theory, ethnografi,
phenomenologi, dan penelitian studi kasus ke dalam jenis penelitian
berbasis kasus.
Hingga saat ini masih terus berlangsung perdebatan tentang posisi
‘kasus’ sebagai obyek penelitian dalam penelitian kualitatif pada umumnya
dan khususnya pada penelitian studi kasus. Banyak peneliti yang
memandang bahwa setiap obyek penelitian, khususnya obyek pada
penelitian kualitatif adalah ‘kasus’, Konsekuensinya, semua penelitian
kualitatif adalah penelitian studi kasus. Oleh karena itu, di dalam banyak
2
laporan penelitian, khususnya penelitian kualitatif, kata-kata ‘studi kasus’
banyak dicantumkan sebagai bagian dari judul.
Beberapa peneliti yang sekaligus juga penulis, seperti Stake
(1994), Creswell (1998), dan Yin (2003) menolak anggapan demikian.
Mereka berupaya menunjukkan perbedaan antara penelitian studi kasus
dengan penelitian berbasis kasus. Mereka memandang bahwa penelitian
studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian dalam penelitian
kualitatif yang memiliki kedudukan yang sama seperti halnya dengan jenis
strategi penelitian kualitatif yang lain, seperti penelitian ethnografi,
phenomenologi, grounded theory, dan biografi.
Dalam makalah ini akan di bahas secara ringkas tentang desain
penelitian studi kasus. Secara khusus, pada tahun 1982, Yin
memperkenalkan penelitian studi kasus sebagai metoda penelitian
tersendiri, yang terpisah dan berbeda dari ragam penelitian kualitatif yang
lain. Yin lebih memperjelas pendapatnya dengan menulis buku khusus
yang secara terperinci menjelaskan argumen, kriteria dan proses
penelitian studi kasus. Pendapat Yin tersebut mendapatkan banyak
tanggapan. Sebagian besar tidak menentangnya, tetapi cenderung
mendukung dengan menambahkan argumen-argumen untuk lebih
mempertegas kekhususan posisi, kedudukan, dan memperjelas arahan
penggunaannya. Dalam makalah ini akan di bahas secara ringkas tentang
desain penelitian studi kasus.
B. KONSEP PENELITIAN STUDI KASUS
1. Pengertian Penelitian study kasus
Selama sekitar lima belas tahun lebih, tepatnya sejak tahun 1993,
seiring dengan semakin populernya penelitian studi kasus, banyak
pengertian penelitian studi kasus telah dikemukakan oleh para pakar
tentang penelitian studi kasus (Creswell, 1998). Secara umum,
3
pengertian-pengertian tersebut mengarah pada pernyataan bahwa, sesuai
dengan namanya, penelitian studi kasus adalah penelitian yang
menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai ‘kasus’. Tetapi,
pandangan tentang batasan obyek yang dapat disebut sebagai ‘kasus’ itu
sendiri masih terus diperdebatkan hingga sekarang. Perdebatan ini
menyebabkan perbedaan pengertian di antara para ahli tersebut.
Perdebatan tersebut mengarah pada munculnya 2 (dua) kelompok.
Kelompok pertama berpendapat bahwa penelitian studi kasus adalah
penelitian terhadap suatu obyek penelitian yang disebut sebagai ‘kasus’.
Kelompok ini menekankan bahwa penelitian studi kasus merupakan
penelitian yang dilakukan terhadap obyek atau sesuatu yang harus diteliti
secara menyeluruh, utuh dan mendalam. Dengan kata lain, kasus yang
diteliti harus dipandang sebagai obyek yang berbeda dengan obyek
penelitian pada umumnya. Sedangkan yang kedua memandang bahwa
penelitian studi kasus adalah sebuah metoda penelitian yang dibutuhkan
untuk meneliti atau mengungkapkan secara utuh dan menyeluruh
terhadap ‘kasus’. Meskipun tampaknya hampir sama dengan kelompok
yang pertama, kelompok ini berangkat dari adanya kebutuhan metoda
untuk meneliti secara khusus tentang obyek atau ‘kasus’ yang menarik
perhatian untuk diteliti.
Pengertian dari kelompok yang pertama ini berasal dari pengertian
yang dikembangkan oleh Creswell (1998) yang menyatakan bahwa
penelitian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu
‘obyek’, yang disebut sebagai ‘kasus’, yang dilakukan secara seutuhnya,
menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam
sumber data. Penelitian studi kasus bukanlah sebuah pilihan metodologis,
tetapi sebuah pilihan untuk mencari kasus yang perlu diteiiti. Dengan kata
lain, keberadaan suatu kasus merupakan penyebab diperlukannya
penelitian studi kasus. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini:
A case study is an exploration of a ‘bounded system’ or a case (or
multiple cases) over time through detailed, in-depth data collection
4
involving multiple sources of information rich in context (Creswell, 1998,
61).
Case study research is a qualitative research approach in which the
investigator explore a bounded system (a case) or multiple bonuded
systems (cases) over time through detailed, indepth data collection
involving multiple source information (e.g., observations, interviews,
audiovisual material, and documents and reports), and reports a case
description and case-based themes (Creswell, 2007, 73).
Menurut kelompok pengertian ini, pada penelitian kualitatif, terdapat
obyek penelitian yang harus dipandang secara khusus, agar hasil
penelitiannya mampu menggali substansi terperinci dan menyeluruh
dibalik fakta. Obyek penelitian yang demikian, yang disebut sebagai
‘kasus’, harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem dibatasi (bounded
system) yang terikat pada tempat dan kurun waktu tertentu. Sebagai
sistem tertutup, kasus terbentuk dari banyak bagian, komponen, atau unit
yang saling berkaitan dan membentuk suatu fungsi tertentu (Stake, 2005).
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metoda yang tepat untuk untuk dapat
mengungkapkan mengapa dan bagaimana bagian, komponen, atau unit
tersebut saling berkaitan untuk membentuk fungsi. Metoda tersebut harus
mampu menggali fakta dari berbagai sumber data, menganalisis dan
menginterpretasikannya untuk mengangkat substansi mendasar yang
terdapat dibalik kasus yang diteliti. Metoda penelitian tersebut adalah
metoda penelitian studi kasus.
Oleh karena itu, tidak semua obyek dapat diteliti dengan
menggunakan penelitian studi kasus (Creswell, 1998). Menurut Creswell
(1998), suatu obyek dapat diangkat sebagai kasus apabila obyek tersebut
dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dibatasi yang terikat dengan
waktu dan tempat kejadian obyek. Mengacu pada kriteria tersebut,
beberapa obyek yang dapat diangkat sebagai kasus dalam penelitian
studi kasus adalah kejadian atau peristiwa (event), situasi, proses,
5
program, dan kegiatan (Creswell, 1998), seperti yang dijelaskan oleh
Creswell berikut ini:
A case study is a problem to be studied, which will reveal an in-
depth understanding of a “case” or bounded system, which involves
understanding an event, activity, process, or one or more individuals.
Creswell (1998) menjelaskan bahwa suatu penelitian dapat disebut
sebagai penelitian studi kasus apabila proses penelitiannya dilakukan
secara mendalam dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti, serta
mengikuti struktur studi kasus yaitu: permasalahan, konteks, isu, dan
pelajaran yang dapat diambil.
Banyak penelitian yang telah mengikuti struktur tersebut tetapi tidak
layak disebut sebagai penelitian studi kasus, karena tidak dilakukan
secara menyeluruh dan mendalam. Penelitian-penelitian tersebut pada
umumnya hanya menggunakan jenis sumber data yang terbatas, tidak
menggunakan berbagai sumber data seperti yang disyaratkan dalam
penelitian studi kasus, sehingga hasilnya tidak mampu mengangkat dan
menjelaskan substansi dari kasus yang diteliti secara fundamental dan
menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dan kecermatan
untuk mencantumkan kata ‘studi kasus’ pada judul suatu penelitian,
khususnya penelitian kualitatif.
Sementara itu, kelompok pengertian yang kedua berkembang
berdasarkan pendapat Yin (2003), yang secara khusus memandang dan
menempatkan penelitian studi kasus sebagai sebuah metoda penelitian.
Creswell menyebut metoda penelitian studi kasus sebagai salah satu
strategi penelitian kualitatif (Creswell, 1998). Kebutuhan terhadap metoda
penelitian studi kasus dikarenakan adanya keinginan dan tujuan peneliti
untuk mengungkapkan secara terperinci dan menyeluruh terhadap obyek
yang diteliti. Pada pengertian yang dikemukakanya, Yin (2003) tidak
secara eksplisit menyebut obyek penelitian studi kasus sebagai kasus,
6
tetapi ia menyebut ciri-ciri dari obyek tersebut, yang menggambarkan ciri-
ciri suatu kasus. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:
The case study research method as an empirical inquiry that
investigates a contemporary phenomenon within its real-life context; when
the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident;
and in which multiple sources of evidence are used (Yin, 1984).
Menurut pengertian di atas, penelitian studi kasus adalah sebuah
metoda penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer
yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang dilaksanakan ketika
batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya belum jelas, dengan
menggunakan berbagai sumber data. Dalam kaitannya dengan waktu dan
tempat, secara khusus Yin (2003) menjelaskan bahwa obyek yang dapat
diangkat sebagai kasus bersifat kontemporer, yaitu yang sedang
berlangsung atau telah berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan
pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada saat penelitian dilakukan.
Secara sekilas, metoda penelitian ini sama dengan metoda penelitian
kualitatif pada umumnya. Tetapi jika penjelasan Yin (2003) secara teoritis
maupun dalam bentuk contoh-contoh praktisnya (Yin, 2003) dipelajari
lebih seksama, maka akan didapatkan beberapa kekhususan yang
menyebabkan metoda penelitian ini memiliki perbedaan siginifikan dengan
metoda penelitian kualitatif lainnya. Pada perkembangan penggunaanya,
dibandingkan dengan kelompok yang pertama, kelompok ini lebih banyak
diikuti, karena melalui buku-bukunya, Yin dianggap mampu menjelaskan
secara terperinci kekhususan metoda penelitian studi kasus yang harus
diikuti berikut dengan contoh-contoh terapannya.
Salah satu kekhususan penelitian studi kasus sebagai metoda
penelitian adalah pada tujuannya. Penelitian studi kasus sangat tepat
digunakan pada penelitian yang bertujuan menjawab pertanyaan
‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ (Yin, 2003) terhadap sesuatu yang diteliti.
Melalui pertanyaan penelitian yang demikian, substansi mendasar yang
terkandung di dalam kasus yang diteliti dapat digali dengan mendalam.
7
Dengan kata lain, penelitian studi kasus tepat digunakan pada penelitian
yang bersifat eksplanatori, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
menggali penjelasan kasualitas, atau sebab dan akibat yang terkandung
di dalam obyek yang diteliti. Penelitian studi kasus tidak tepat digunakan
pada penelitian eksploratori, yaitu penelitian yang berupaya menjawab
pertanyaan ‘siapa’, ‘apa’, ‘dimana’, dan ‘seberapa banyak’, sebagaimana
yang dilakukan pada metoda penelitian eksperimental (Yin, 2003).
Kekhususan penelitian studi kasus yang lain adalah pada sifat
obyek yang diteliti. Menurut Yin (2003), kasus di dalam penelitian studi
kasus bersifat kontemporer, masih terkait dengan masa kini, baik yang
sedang terjadi, maupun telah selesai tetapi masih memiliki dampak yang
masih terasa pada saat dilakukannya penelitian. Oleh karena itu,
penelitian studi kasus tidak tepat digunakan pada penelitian sejarah, atau
fenomena yang telah berlangsung lama, termasuk kehidupan yang telah
menjadi tradisi atau budaya. Sifat kasus yang demikian juga didukung
oleh Creswell (1998) yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus
berbeda dengan penelitian grounded theory dan phenomenologi yang
cenderung berupaya meneliti teori-teori klasik, atau defintif, yang telah
mapan (definitive theories) yang terkandung di dalam obyek yang diteliti.
Pendapat Yin (2003) yang menyatakan bahwa kasus sebagai
obyek penelitian dalam penelitian studi kasus digunakan untuk
memberikan contoh pelajaran dari adanya suatu perlakuan dalam konteks
tertentu. Kasus yang dipilih dalam penelitian studi kasus harus dapat
menunjukkan terjadinya perubahan atau perbedaan yang diakibatkan oleh
adanya perilaku terhadap konteks yang diteliti. Menurut mereka, penelitian
studi kasus pada awalnya bertujuan untuk mengambil lesson learned yang
terdapat dibalik perubahan yang ada, tetapi banyak penelitian studi kasus
yang ternyata mampu menunjukkan adanya perbedaan yang dapat
mematahkan teori-teori yang telah mapan, atau menghasilkan teori dan
kebenaran yang baru.
8
Dari sifat kasusnya yang kontemporer, dapat disimpulkan bahwa
penelitian studi kasus cenderung bersifat memperbaiki atau
memperbaharui teori. Dengan kata lain, penelitian studi kasus berupaya
mengangkat teori-teori kotemporer (contemporary theories). Penelitian
studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory, phenomenologi
dan ethnografi yang bertujuan meneliti dan mengangkat teori-teori mapan
atau definitif yang terkandung pada obyek yang diteliti. Ketiga jenis
penelitian tersebut berupaya mengangkat teori secara langsung dari data
temuan di lapangan (firsthand data) dan cenderung menghindari pengaruh
dari teori yang telah ada. Sementara itu, penelitian studi kasus
menggunakan teori yang sudah ada sebagai acuan untuk menentukan
posisi hasil penelitian terhadap teori yang ada tersebut. Posisi teori yang
dibangun dalam penelitian studi kasus dapat sekedar bersifat
memperbaiki, melengkapi atau menyempurnakan teori yang ada
berdasarkan perkembangan dan perubahan fakta terkini. Meskipun
demikian, banyak hasil penelitian studi kasus yang berhasil mamatahkan
teori yang ada dan menggantikannya dengan teori yang baru.
Menurut Yin, posisi pemanfaatan teori yang telah ada di dalam
penelitian studi kasus dimaksudkan untuk menentukan arah dan fokus
penelitian. Yin menyebut arahan yang dibangun pada awal proses
penelitian tersebut sebagai ‘proposisi’. Meskipun tampaknya mirip, peran
dan fungsi proposisi memiliki perbedaan yang signifikan dengan hipotesis
pada penelitian kuantitatif. Jika hipotesis merupakan jawaban sementara
atas pertanyaan penelitian, proposisi dibangun bukan untuk menetapkan
jawaban sementara, tetapi merupakan arahan teoritis yang digunakan
untuk membangun protokol penelitian. Protokol penelitian adalah petunjuk
praktis pengumpulan data yang harus diikuti oleh peneliti agar penelitian
terfokus pada konteksnya. Pada proses analisis data, proposisi kembali
digunakan sebagai pijakan untuk mengetahui posisi hasil penelitian
terhadap teori-teori yang ada. Dengan mengetahui posisi tersebut, dapat
ditetapkan apakah hasil penelitiannya mendukung, memperbaiki,
memperbaharui, atau bahkan mematahkan teori yang ada. Creswell
9
(1998) menyebut penggunaan kajian teori pada proses awal penelitian
yang demikian sebagai kajian before-end theory.
Sedikit berbeda dengan pendapat Yin diatas, Stake dan Creswell
(1998) menyatakan bahwa teori dapat digunakan sebagai acuan di dalam
proses analisis, setelah fakta terhadap kasus diperoleh. Kajian posisi fakta
terhadap teori dilakukan pada bagian akhir (after-end theory) tersebut
dilakukan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori yang
ada. Hal ini dimaksudkan agar pada pengumpulan data dapat dilakukan
lebih leluasa, tidak terlalu terikat pada arahan atau prinsip-prinsip tertentu.
Melalui pengumpulan data yang yang demikian, peneliti dapat menggali
dan mengkaji nilai-nilai yang berada dibalik obyek yang ditelitinya secara
lebih terperinci.
Seperti halnya Stake (1995) dan Creswell (1998), Yin (2003)
berpendapat bahwa penelitian studi kasus menggunakan berbagai
sumber data untuk mengungkapkan fakta dibalik kasus yang diteliti.
Keragaman sumber data dimaksudkan untuk mencapai validitas dan
realibilitas data, sehingga hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya.
Fakta dicapai melalui pengkajian keterhubungan bukti-bukti dari beberapa
sumber data sekaligus, yaitu dokumen, rekaman, observasi, wawancara
terbuka, wawancara terfokus, wawancara terstruktur dan survey lapangan.
Disamping fakta yang mendukung proposisi, fakta yang bertentangan
terhadap proposisi juga diperhatikan, untuk menghasilkan keseimbangan
analisis, sehingga obyektivitas hasil penelitian dapat terjaga.
Seperti telah dijelaskan di depan, meskipun tampaknya berbeda,
kedua kelompok pengertian tersebut pada dasarnya menuju pada satu
pemahaman yang sama. Keduanya memberikan penjelasan yang tidak
bertentangan, bahkan saling melengkapi. Kelompok pengertian yang
pertama memulai penjelasan dari adanya obyek penelitian, yang disebut
sebagai kasus, yang membutuhkan jenis penelitian kualitatif tertentu,
dengan metoda penelitian yang khusus, yaitu metoda penelitian studi
kasus. Sementara itu, kelompok yang kedua memandang penelitian studi
10
kasus sebagai salah satu jenis metoda penelitian kualitatif yang
dibutuhkan untuk digunakan untuk meneliti suatu obyek yang layak
disebut sebagai kasus. Kedua kelompok pendapat ini memiliki kesamaan
pemahaman yaitu menempatkan penelitian studi kasus sebagai jenis
penelitian tersendiri, sebagai salah satu jenis penelitian kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, terdapat obyek penelitian yang harus
dipandang secara khusus, agar hasil penelitiannya mampu menggali
substansi terperinci dan menyeluruh dibalik fakta. Obyek penelitian yang
demikian, yang disebut sebagai ‘kasus’, harus dipandang sebagai satu
kesatuan sistem dibatasi (bounded system) yang terikat pada tempat dan
kurun waktu tertentu. Sebagai sistem tertutup, kasus terbentuk dari
banyak bagian, komponen, atau unit yang saling berkaitan dan
membentuk suatu fungsi tertentu.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk dapat
mengungkapkan mengapa dan bagaimana bagian, komponen, atau unit
tersebut saling berkaitan untuk membentuk fungsi. Metoda tersebut harus
mampu menggali fakta dari berbagai sumber data, menganalisis dan
menginterpretasikannya untuk mengangkat substansi mendasar yang
terdapat dibalik kasus yang diteliti. Metode penelitian tersebut adalah
metode penelitian studi kasus.
Menurut pengertian di atas, penelitian studi kasus adalah sebuah
metoda penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer
yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang dilaksanakan ketika
batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya belum jelas, dengan
menggunakan berbagai sumber data. Dalam kaitannya dengan waktu dan
tempat, secara khusus Yin menjelaskan bahwa obyek yang dapat
diangkat sebagai kasus bersifat kontemporer, yaitu yang sedang
berlangsung atau telah berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan
pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada saat penelitian dilakukan.
11
Secara sekilas, metoda penelitian ini sama dengan metoda
penelitian kualitatif pada umumnya. Tetapi jika penjelasan Yin secara
teoritis maupun dalam bentuk contoh-contoh praktisnya dipelajari lebih
seksama, maka akan didapatkan beberapa kekhususan yang
menyebabkan metoda penelitian ini memiliki perbedaan siginifikan dengan
metoda penelitian kualitatif lainnya.
Fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus
fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus
suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori,
fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya
atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam
suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya
ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan
beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1) mengidentifikasi
“kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem
yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk
memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari
suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti
akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting
untuk suatu kasus.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi
kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau
“suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui
pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber
informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh
waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program,
peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus
merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu
(kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi
atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan
12
mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
selama periode tertentu.
Selanjutnya Creswell mengungkapkan bahwa apabila kita akan
memilih studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi
atau sebuah program studi dengan menggunakan berbagai sumber
informasi yang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-visual,
dokumentasi dan laporan. Konteks kasus dapat “mensituasikan” kasus di
dalam settingnya yang terdiri dari setting fisik maupun setting sosial,
sejarah atau setting ekonomi. Sedangkan fokus di dalam suatu kasus
dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus
intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan
kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus
instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya
mengacu pada studi kasus kolektif.
Menurut Creswell, pendekatan studi kasus lebih disukai untuk
penelitian kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Patton bahwa
kedalaman dan detail suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah kecil
studi kasus. Oleh karena itu penelitian studi kasus membutuhkan waktu
lama yang berbeda dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Tetapi pada saat ini,
penulis studi kasus dapat memilih pendekatan kualitatif atau kuantitatif
dalam mengembangkan studi kasusnya. Seperti yang dilakukan oleh Yin
mengembangkan studi kasus kualitatif deskriptif dengan bukti kuantitatif.
Merriam mendukung suatu pendekatan studi kasus kualitatif dalam bidang
pendidikan. Hamel seorang sosiolog menunjukkan pendekatan studi
kasus kualitatif untuk sejarah. Stakes menggunakan pendekatan ekstensif
dan sistematis untuk penelitian studi kasus. Untuk itu Creswell
menyarankan bahwa peneliti yang akan mengembangkan penelitian studi
kasus hendaknya pertama-tama, mempertimbangan tipe kasus yang
paling tepat. Kasus tersebut dapat merupakan suatu kasus tunggal atau
kolektif, banyak tempat atau di dalam tempat, berfokus pada suatu kasus
atau suatu isu (instrinsik-instrumental). Kedua, dalam memilih kasus yang
13
akan diteliti dapat dikaji dari berbagai aspek seperti beragam perspektif
dalam permasalahannya, proses atau peristiwa. Ataupun dapat dipilih dari
kasus biasa, kasus yang dapat diakses atau kasus yang tidak biasa.
Studi kasus kualitatif menerapkan teori dalam cara yang berbeda.
Creswell mengungkapkannya dengan contoh studi kasus kualitatif dari
Stake (1995) tentang reformasi di Sekolah Harper yang menggambarkan
sebuah studi kasus deskriptif dan berorientasi pada isu. Studi ini dimulai
dengan mengemukakan isu tentang “reformasi sekolah”, kemudian
dilanjutkan dengan deskripsi sekolah, komunitas dan lingkungan. Selama
isu suatu kasus masih berkembang, teori belum dapat digunakan dalam
studi kasus ini. Menurut Creswell sebuah teori membentuk arah studi
Studi dimulai dengan definisi “non pembaca”, kemudian dilanjutkan pada
dasar teori bagi studi yang “dibingkai” dalam sebuah teori interaktif. Studi
berlanjut dengan melihat kemampuan dan ketidakmampuan membaca
siswa akan memprediksi kegagalan dan keberhasilan siswa dalam
membaca dan menulis. Hal ini berhubungan erat dengan faktor internal
dan eksternal.
Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin
memahami suatu permasalahan atau situasi tertentu dengan amat
mendalam dan dimana orang dapat mengidentifikasi kasus yang kaya
dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar
dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam
bentuk pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk
menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari suatu
permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program,
insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya
menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan
secara holistik. Untuk itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi
kasus lebih tepat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan how
atau why .
14
2. Karakteristik Penelitian Studi Kasus
Ada beberapa konsep penting yang perlu dipahami tentang apa
sebenarnya Penelitian Studi Kasus. Hal ini penting untuk diketahui
sebelum melakukan kegiatan penelitian, karena masih banyak kalangan
peneliti, atau peminat pendidikan yang menilai bahwa Penelitian Studi
Kasus itu sama, baik dari segi pendekatan dan strategi analisis datanya
dengan penelitian kuantitatif.
Berdasarkan pendapat Yin (2003) dan Creswell (2003) secara lebih
terperinci, karakteristik penelitian studi kasus dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus.
Seperti telah dijelaskan di dalam pengertian penelitian studi kasus
di depan, keunikan penelitian studi kasus adalah pada adanya cara
pandang terhadap obyek penelitiannya sebagai ’kasus’. Bahkan, secara
khusus, bahwa penelitian studi kasus bukanlah suatu pilihan metoda
penelitian, tetapi bagaimana memilih kasus sebagai obyek atau target
penelitian. Pernyataan ini menekankan bahwa peneliti studi kasus harus
memahami bagaimana menempatkan obyek atau target penelitiannya
sebagai kasus di dalam penelitiannya.
Kasus itu sendiri adalah sesuatu yang dipandang sebagai suatu
sistem kesatuan yang menyeluruh, tetapi terbatasi oleh kerangka konteks
tertentu (Creswell, 2007). Sebuah kasus adalah isu atau masalah yang
harus dipelajari, yang akan mengungkapkan pemahaman mendalam
tentang kasus tersebut, sebagai suatu kesatuan sistem yang dibatasi,
yang melibatkan pemahaman sebuah peristiwa, aktivitas, proses, atau
satu atau lebih individu. Melalui penelitian studi kasus, kasus yang diteliti
dapat dijelaskan secara terperinci dan komprehensif, menyangkut tidak
hanya penjelasan tentang karakteristiknya, tetapi juga bagaimana dan
mengapa karakteristik dari kasus tersebut dapat terbentuk.
15
Seperti telah dijelaskan pada bagian kajian pengertian di depan,
maksud penelitian studi kasus adalah untuk menjelaskan dan
mengungkapkan kasus secara keseluruhan dan komprehensif. Dengan
demikian, kasus dapat didefinisikan secara praktis sebagai suatu
fenomena yang harus diteliti dan diinterpretasikan sebagai satu kesatuan
yang utuh dan komprehensif pada setiap variabel informasi yang terdapat
di dalamnya.
Karena penelitian studi kasus menempatkan kasus sebagai obyek
penelitian yang harus diteliti secara menyeluruh, kasus tidak dapat
disamakan dengan contoh atau sampel yang mewakili suatu populasi,
seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif. Kasus mewakili dirinya
sendiri secara keseluruhan pada lingkup yang dibatasi oleh kondisi
tertentu sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pembatasan dapat
dilakukan dari berbagai sudut pandang, seperti pembatasan lokasi, waktu,
pelaku dan fokus substansi. Dalam hal ini, secara khusus, Yin (2009)
menyatakan bahwa substansi yang diteliti dari suatu kasus harus
dipandang dan diposisikan sebagai unit analisis. Sebagai unit analisis,
substansi yang diteliti dari suatu kasus harus dilihat dan dikaji secara
keseluruhan untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian. Di dalam
banyak penelitian studi kasus, unit analisis penelitiannya adalah kasus itu
sendiri. Misalnya, penelitian studi kasus tentang pembangunan jembatan
di kawasan perbatasan, maka unit analisisnya adalah pembangunan
jembatan tersebut. Tetapi banyak pula penelitian studi kasus, dengan unit
analisis yang berbeda dengan kasusnya. Yin (2009) menyebut unit
analisis yang demikian sebagai unit yang tertanam (embedded unit).
Misalnya, penelitian studi kasus manajemen kawasan perbatasan daerah,
unit analisisnya dapat bermacam-macam, seperti manajemen
pemeliharaan dan operasional infrastruktur; manajemen fasilitas umum;
dan manajemen kerjasama di kawasan perbatasan daerah.
Kasus atau unit analisis sebagai obyek penelitian dapat berupa
berbagai ragam. Pada umumnya, kasus menyangkut kejadian dari
16
kehidupan sehari-hari yang nyata. Kasus dapat berupa seseorang,
sekelompok orang, kejadian, masalah, konflik, keputusan, program,
pelaksanaan suatu proses, dan proses organisasi.
Perdebatan terjadi karena belum disepakatinya cara atau teknik
untuk membatasi obyek penelitian studi kasus agar dapat disebut sebagai
kasus. Pada umumnya, untuk membatasi obyek penelitian sebagai kasus
adalah dengan menggunakan batasan waktu dan ruang. Ruang lingkup
penelitian suatu obyek dapat dibatasi dengan membatasinya dari awal
terjadinya kasus, hingga berakhirnya kasus. Kasus juga dapat ditentukan
dengan membatasi ruang kejadian atau tempat keberadaan yang terkait
dengan kasus tersebut.
Meskipun demikian, banyak ahli yang menyatakan bahwa kasus
juga dapat juga dibatasi dengan menggunakan berbagai cara dan metoda
yang lain, misalnya dengan mengkaji jejak-jejak pengaruh yang
disebabkan oleh keberadaan atau terjadinya kasus tersebut. Disamping
itu, pembatasan tentang suatu obyek juga dapat dilihat dari pihak-pihak
yang terlibat atau terkait dengan keberadaan atau terjadinya kasus
tersebut.
Lebih jauh, karena memandang obyek penelitian sebagai kasus,
penelitian studi kasus sering dipandang sebagai penelitian yang
menggunakan jumlah obyek sedikit. VanWynsberghe dan Khan (2007)
menyebutnya sebagai penelitian dengan small-N. Disebut jumlah N (n
dengan huruf besar) yang kecil, karena meskipun memiliki jumlah kasus
atau unit analisis hanya satu, tetapi mungkin saja untuk menjelaskan
kasus tersebut membutuhkan banyak pihak yang dilibatkan sebagai
informan di dalam proses penelitiannya.
b. Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer
Bersifat kontemporer, berarti kasus tersebut sedang atau telah
selesai terjadi, tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada
saat penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaan
17
dengan fenomena yang biasa terjadi. Dengan kata lain, sebagai bounded
system (sistem yang dibatasi), penelitian studi kasus dibatasi dan hanya
difokuskan pada hal-hal yang berada dalam batas tersebut. Pembatasan
dapat berupa waktu maupun ruang yang terkait dengan kasus tersebut.
Kata kontemporer itu sendiri berasal dari kata co (bersama) dan
tempo (waktu). Sehingga menegaskan bahwa sesuatu yang bersifat
kontemporer adalah sesuatu yang secara tematik merefleksikan situasi
waktu yang sedang dilalui. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kontemporer merupakan kata sifat yang menunjukkan bahwa sesuatu ada
pada waktu atau masa yang sama atau pada masa kini. Pengertian ini
menunjukkan bahwa sesuatu yang kontemporer berarti bersifat ada pada
suatu waktu atau masa tertentu.
Untuk menunjukkan sifat kontemporernya tersebut, berarti
penjelasaan tentang keberadaan sesuatu tersebut harus dibatasi dalam
kerangka waktu tertentu. Disamping dengan menggunakan waktu,
pembatasan dapat dilakukan dengan menggunakan ruang lingkup
kegiatan terjadinya phenomena tersebut.
Lebih jauh, kontemporer sering dikaitkan dengan kekinian, modern
atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang
sama atau saat ini; jadi sesuatu yang bersifat kontemporer adalah sesuatu
yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu, tetapi berkembang
sesuai pada masa sekarang. Sebagai contoh, seni kontemporer adalah
karya seni yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang
dilalui, yang tidak lagi terikat pada jaman dahulu, tetapi masih terikat dan
berlaku pada masa sekarang. Lebih jauh, seni kontemporer itu sendiri
sering dipandang sebagai seni yang melawan seni yang telah mentradisi,
yang dikembangkan untuk membangkitkan wacana pemunculan
indegenous art (seni pribumi), atau khasanah seni lokal para seniman.
Obyek penelitian yang berkebalikan dengan kasus sebagai
fenomena kontemporer adalah obyek yang bersifat telah ada atau
18
berlangsung sangat lama, sehingga sering dipandang telah menjadi suatu
budaya atau tradisi. Obyek yang demikian diteliti dengan menggunakan
strategi atau metoda penelitian kualitatif yang lain, seperti grounded
theory, phenomenologi, biografi atau ethnografi. Seringkali, penelitian
tentang obyek yang telah tua tersebut bertujuan untuk menggali nilai-nilai
kehidupan yang berada dibalik kehidupan masyarakat.
c. Dilakukan pada kondisi kehidupan sebenarnya
Seperti halnya pendekatan penelitian kualitatif pada umumnya,
pelaksanaan penelitian studi kasus menggunakan pendekatan penelitian
naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus menggunakan salah
satu karakteristik pendekatan penelitian kualitatif, yaitu meneliti obyek
pada kondisi yang terkait dengan kontekstualnya. Dengan kata lain,
penelitian studi kasus meneliti kehidupan nyata, yang dipandang sebagai
kasus. Kehidupan nyata itu sendiri adalah suatu kondisi kehidupan yang
terdapat pada lingkungan hidup manusia baik sebagai individu maupun
anggota kelompok yang sebenarnya.
Sebagai penelitian dengan obyek kehidupan nyata, penelitian studi
kasus mengkaji semua hal yang terdapat disekeliling obyek yang diteliti,
baik yang terkait langsung, tidak langsung maupun sama sakali tidak
terkait dengan obyek yang diteliti. Penelitian studi kasus berupaya
mengungkapkan dan menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan
obyek yang ditelitinya pada kondisi yang sebenarnya, baik kebaikannya,
keburukannya, keberhasilannya, maupun kegagalannya secara apa
adanya. Sifat yang demikian menyebabkan munculnya pandangan bahwa
penelitian studi kasus sangat tepat untuk menjelaskan suatu kondisi
alamiah yang kompleks.
Berkebalikan dengan penelitian yang di lakukan pada kehidupan
nyata, penelitian dapat dilakukan pada laboratorium. Pada umumnya,
penelitian di laboratotium dilakukan dengan membangun kondisi buatan
sedemikian rupa, sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, misalnya
19
untuk mengeskplorasi dan memperjelas variabel-variabel yang terkait atau
tidak terkait dengan obyek penelitian. Penelitian yang menggunakan
kondisi buatan ini disebut sebagai penelitian eksperimental. Pada
umumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian
terhadap obyek penelitian terhadap kondisi tertentu yang dibangun sesuai
dengan keinginan penelitinya. Penggunaan penelitian di laboratorium juga
diakukan apabila penelitian yang diinginkan tidak dapat dilakukan pada
kondisi alamiahnya. Untuk itu, pada banyak penelitian eksperimental,
kondisi buatan tersebut dibuat sedemikian rupa dan diusahakan
menyerupai kondisi alam yang sebenarnya.
Penelitian eksperimental yang demikian secara umum tidak sesuai
dengan kriteria penelitian studi kasus (Yin, 2003). Meskipun kondisi
buatan di laboratorium dibuat mendekati kondisi alamiahnya, kondisi
alamiah yang sebenarnya merupakan kondisi yang tepat dan terbaik bagi
penelitian studi kasus pada khususnya, dan penelitian kualitatif pada
umumnya, karena pada dasarnya penelitian tersebut bertujuan
mengungkapkan dan menjelaskan obyek penelitian sesuai apa adanya di
kondisi yang alamiah.
d. Menggunakan berbagai sumber data
Seperti halnya strategi dan metoda penelitian kualitatif yang lain,
penelitian studi kasus menggunakan berbagai sumber data. Seperti telah
dijelaskan di dalam bagian karakteristik penelitian kualitatif di depan,
pengggunaan berbagai sumber data dimaksudkan untuk mendapatkan
data yang terperinci dan komprehensif yang menyangkut obyek yang
diteliti. Disamping itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk mencapai
validitas dan realibilitas penelitian. Dengan adanya berbagai sumber data
tersebut, peneliti dapat meyakinkan kebenaran dan keakuratan data yang
diperolehnya dengan mengecek saling-silangkan antar data yang
diperoleh.
20
Adapun bentuk-bentuk data tersebut dapat berupa catatan hasil
wawancara, pengamatan lapangan, pengamatan artefak dan dokumen.
Catatan wawancara merupakan hasil yang diperoleh dari proses
wawancara, baik berupa wawancara mendalam terhadap satu orang
informan maupun terhadap kelompok orang dalam suatu diskusi.
Sedangkan catatan lapangan dan artefak merupakan hasil dari
pengamatan atau obervasi lapangan. Catatan dokumen merupakan hasil
pengumpulan berbagai dokumen yang berupa berbagai bentuk data
sekunder, seperti buku laporan, dokumentasi foto dan video.
e. Menggunakan teori sebagai acuan penelitian
Karakteristik penelitian studi kasus yang relatif berbeda
dibandingkan dengan strategi atau metoda penelitian studi kasus yang
lain adalah penggunaan teori sebagai acuan penelitian. Berdasarkan
pemikiran induktif yang bermaksud untuk membangun pengetahuan-
pengetahuan baru yang orisinil, penelitian kualitatif selalu dikonotasikan
sebagai penelitian yang menolak penggunaan teori sebagai acuan
penelitian. Penggunaan teori sebagai acuan dianggap dapat mengurangi
orisinalitas temuan dari penelitian kualitatif.
Pada penelitian studi kasus, teori digunakan baik untuk
menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Kajian teori
dapat dilakukan di bagian depan, tengah dan belakang proses penelitian.
Pada bagian depan, teori digunakan untuk membangun arahan dan
pedoman di dalam menjalankan kegiatan penelitian. Secara khusus, pada
bagian ini, teori dapat dipergunakan untuk membangun hipotesis, seperti
halnya yang dilakukan pada paradigma deduktif atau positivistik Pada
bagian tengah, teori dipergunakan untuk menentukan posisi temuan-
temuan penelitian terhadap teori yang ada dan telah berkembang
(Creswell, 2007). Sedangkan pada bagian belakang, teori dipergunakan
untuk menentukan posisi hasil keseluruhan penelitian terhadap teori yang
ada dan telah berkembang (Creswell, 2007).
21
Melalui pemanfaatan teori tersebut, peneliti studi kasus dapat
membangun teori yang langsung terkait dengan kondisi kasus yang
ditelitinya. Kesimpulan konseptual dan teoritis yang dibangun melalui
penelitian studi kasus dapat lebih bersifat alamiah, karena sifat dari kasus
yang alamiah seperti apa adanya tersebut.
C. JENIS-JENIS PENELITIAN STUDI KASUS
Berbagai macam studi kasus diajukan oleh sedikit sekali ahli atau
lembaga. Studi kasus berbeda jenisnya karena tujuan yang dirumuskan
oleh peneliti. Beberapa jenis studi kasus secara umum yaitu Studi kasus
ilustratif, studi kasus eksploratory, studi kasus kumulatif, dan studi kasus
contoh kritis.
1. Studi kasus ilustratif
Studi kasus ilustratif digunakan apabila penulis ingin memberikan
pemahaman yang sama atas suatu fenomena yang belum diketahui
sebelumnya agar memperoleh pemahaman yang sama. Fenomena yang
diangkat khususnya adalah fenomena yang belum dikenal sebelumnya.
Saya bisa ambil contoh misalnya suatu fenomena dimana suatu kelompok
ajaran tertentu melakukan ritual hanya mengkonsumsi minuman kopi
selama berminggu-minggu, mereka tidak melakukan asupan makanan
kecuali minuman kopi itu, kemudian dilanjutnkan dengan periode dimana
mereka hanya makanan umbi-umbian tanpa memperoleh asupan yang
lain.Fenomena tersebut relatif jarang dideskripsikan secara ilmiah dengan
mendeskripsikan kondisi gizi, mental, atau aspek tubuh yang lain.
2. Studi Kasus ekploratory
22
Studi kasus ini berfungsi untuk mengidentifikasi pertanyaan-
pertanyaan dan memilih pengukuran lebih dahulu sebelum suatu
penelitian yang utama. Studi kasus ini padat dan singkat karena pemilihan
pengukuran bisa disimpulkan setalah penggalian data 'secukupnya' tanpa
harus melakukan pendalaman, karena itu kesulitannya adalah data
'secukupnya' tadi bisa terlihat sebagai data lengkap sehingga kesimpulan
terlalu awal atau prematur. Penelitian studi kasus eksploratori ini mirip
dengan pengklasifian oleh Yin yang menyatakan penelitian ini merupakan
penelitian pendahuluan.
3. Studi Kasus Kumulatif
Penelitian studi kasus ini mengumpulkan berbagai informasi dan data
dari hasil berbagai studi kasus yang berbeda waktu dan tempat, dengan
anggapan bahwa kesimpulan yang lebih besar dapat dihasilkan tanpa
harus melakukan penelitian lagi yang membutuhkan biaya lagi.
4. Studi Kasus contoh Kritis.
Studi kasus ini cocok untuk menjawab pertanyaan sebab akibat.
Sementara itu, Yin (2003) membagi penelitian studi kasus secara
umum menjadi 2 (dua) jenis, yaitu penelitian studi kasus dengan
menggunakan kasus tunggal dan jamak/ banyak. Disamping itu, ia juga
mengelompokkannya berdasarkan jumlah unit analisisnya, yaitu penelitian
studi kasus holistik (holistic) yang menggunakan satu unit analisis dan
penelitian studi kasus terpancang (embedded) yang menggunakan
beberapa atau banyak unit analisis. Penelitian studi kasus disebut
terpancang (embedded), karena terikat (terpancang) pada unit-unit
23
analisisnya yang telah ditentukan. Unit analisis itu sendiri dibutuhkan
untuk lebih memfokuskan penelitian pada maksud dan tujuannya.
Penentuan unit analisis ditentukan melalui kajian teori. Sementara itu,
pada penelitian studi kasus holistik, penelitian dilakukan lebih bebas dan
terfokus pada kasus yang diteliti dan tidak terikat pada unit analisis,
karena unit analisisnya menyatu dalam kasusnya itu sendiri
Sedangkan Stake mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) tipe studi
kasus. Yang pertama disebut studi kasus intrinsik, yaitu studi untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari kasus yang khusus, hal ini
disebabkan karena seluruh kekhususan dan keluarbiasaan kasus itu
sendiri menarik perhatian. Tujuan studi kasus intrinsik bukan untuk
memahami suatu konstruksi abstrak atau konstruksi fenomena umum
seperti kemampuan membaca (literacy), penggunaan obat-obatan oleh
remaja atau apa yang harus dilakukan oleh kepala sekolah. Tujuannya
bukan untuk membangun teori, meskipun pada waktu lain peneliti
mungkin mengerjakan hal tersebut. Studi dilakukan karena ada minat
intrinsik di dalamnya, sebagai contoh anak luar biasa, konferensi, klinik,
atau kurikulum.
Studi kasus yang kedua disebut studi kasus instrumental
(instrumental case study), adalah kasus khusus yang diuji untuk
memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu masalah (issue)
atau untuk memperbaiki teori yang telah ada. Walaupun studi kasus ini
kurang diminati, ia memainkan peran yang mendukung, memasilitasi
pemahaman terhadap sesuatu yang lain (minat eksternal). Kasusnya
24
dilihat secara mendalam, dan konteksnya diteliti secara cermat, aktivitas-
aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara rinci, karena
kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar (minat
eksternal). Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini
diharapkan dapat memperluas pemahaman peneliti tentang minat lainnya.
Hal ini disebabkan karena para peneliti bersama-sama mempunyai
beberapa minat yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi
kasus intrinsik dari studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan
keterpisahan di antara keduanya.
Studi kasus ketiga adalah studi kasus kolektif/ Jamak (collective
case study), yaitu penelitian terhadap gabungan kasus-kasus dengan
maksud meneliti fenomena, populasi, atau kondisi umum. Ini bukan
merupakan kumpulan studi instrumental yang diperluas pada beberapa
kasus. Studi kasus kolektif memerlukan kasus-kasus individual dalam
kumpulan kasus-kasus diketahui lebih dahulu untuk mendapatkan
karakteristik umum. Kasus-kasus individual dalam kumpulan kasus-kasus
tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama atau berbeda, masing-masing
mempunyai kelebihan dan bervariasi. Kasus-kasus tersebut dipilih karena
dipercaya bila memahami kasus-kasus tersebut akan menghasilkan
pemahaman yang lebih baik, penyusunan teori yang lebih baik tentang
kumpulan kasus-kasus yang lebih luas.
Sementara itu, Creswell (2007) menyatakan bahwa jenis-jenis
penelitian studi kasus ditentukan berdasarkan batasan dari kasus, seperti
seorang individu, beberapa individu, sekelompok, sebuah program atau
25
sebuah kegiatan. Disamping itu, jenis-jenis tersebut dapat ditentukan
berdasarkan penentuan maksud dari analisis kasusnya. Penjelasan
Creswell tentang jenis-jenis penelitian studi kasus secara umum mirip
dengan Stake (2005), karena memang berpedoman kepada penjelasan
Stake. Berdasarkan maksud analisis kasusnya tersebut, Creswell (2007),
membagi penelitian studi kasus dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Penelitian studi kasus intrumental tunggal
Penelitian studi kasus instrumental tunggal (single instrumental
case study) adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan
menggunakan sebuah kasus untuk menggambarkan suatu isu atau
perhatian. Pada penelitian ini, penelitinya memperhatikan dan mengkaji
suatu isu yang menarik perhatiannya, dan menggunakan sebuah kasus
sebagai sarana (instrumen) untuk menggambarkannya secara terperinci.
2. Penelitian studi kasus jamak
Penelitian studi kasus jamak (collective or multiple case study)
adalah penelitian studi kasus yang menggunakan banyak (lebih dari satu)
isu atau kasus di dalam satu penelitian. Penelitian ini dapat terfokus pada
hanya satu isu atau perhatian dan memenfaatkan banyak kasus untuk
menjelaskannya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat hanya
menggunakan satu kasus (lokasi), tetapi dengan banyak isu atau
perhatian yang diteliti. Pada akhirnya, penelitian ini juga dapat bersifat
sangat kompleks, karena terfokus pada banyak isu atau perhatian dan
menggunakan banyak kasus untuk menjelaskannya. Yin (2003)
mengatakan bahwa untuk melakukan penelitian studi kasus jamak ini,
26
dapat menggunakan penelitian replikasi yang logis, yaitu dengan
menggunakan suatu prosedur yang sama yang diberlakukan untuk setiap
isu atau kasus. Peneliti kemudian melakukan generalisasi pada setiap isu
atau kasus dan memperbandingkannya pada akhir kajian.
3. Penelitian studi kasus mendalam
Penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study) adalah
penelitian yang dilakukan pada suatu kasus yang memiliki kekhasan dan
keunikan yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri,
baik sebagai lokasi, program, kejadian atau kegiatan. Penelitian studi
kasus mendalam ini mirip dengan penelitian naratif yang telah dijelaskan
di depan, tetapi memiliki prosedur kajian yang lebih terperinci kepada
kasus dan kaitannya dengan lingkungan disekitarnya secara terintegrasi
dan apa adanya. Lebih khusus lagi, penelitian studi kasus mendalam
merupakan penelitian yang sangat terikat pada konteksnya, atau dengan
kata lain sangat terikat pada lokusnya (site-case).
D. DESAIN PENELITIAN STUDI KASUS
Di dalam menentukan rancangan penelitian, hal perlu dilakukan
adalah menentukan jenis penelitian studinya. Jenis-jenis tersebut dapat
berupa apakah penelitian studi kasus yang dipilih berupa penelitian studi
kasus tunggal, majemuk, mendalam, holistik, dan sebagainya. Untuk
menentukan hal tersebut, perlu mempertimbangkan fungsi kasus di dalam
penelitian, apakah sebagai lokus atau instrumen; karakteristik
27
penelitiannya, seperti mengungkapkan, menggambarkan atau
menjelaskan sesuatu; dan disiplin ilmu dari penelitiannya. Jenis penelitian
studi kasus yang dipilih akan menentukan rancangan penelitiannya,
termasuk jenis data yang dibutuhkan, metoda pengumpulan data, dan
metoda analisisnya.
Menurut Yin (2003), Desain penelitian studi kasus dapat terdiri dari
4 (empat) jenis. Untuk lebih jelasnya, hubungan antar kedua
pengelompokkan tersebut, perhatikan gambar matriks jenis-jenis
penelitian studi kasus berikut ini
Gambar 1: Jenis-jenis Dasar Penelitian Studi Kasus (Sumber: Yin, 2009, 46)
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa terdapat 4 (empat) jenis
desain penelitian studi kasus, yaitu:
1. Desain Penelitian studi kasus tunggal holistik (jenis 1 dan 2)
Penelitian studi kasus tunggal holistik (holistic single-case study)
adalah penelitian yang menempatkan sebuah kasus sebagai fokus dari
28
penelitian. Yin (2003) menjelaskan bahwa terdapat 5 (lima) alasan untuk
menggunakan hanya satu kasus di dalam penelitian studi kasus, yaitu:
a) Kasus yang dipilih mampu menjadi bukti dari teori yang telah
dibangun dengan baik. Teori yang dibangun memiliki proposisi
yang jelas, yang sesuai dengan kasus tunggal yang dipilih sehingga
dapat dipergunakan untuk membuktikan kebenarannya.
b) Kasus yang dipilih merupakan kasus yang ekstrim atau unik. Kasus
tersebut dapat berupa keadaan, kejadian, program atau kegiatan
yang jarang terjadi, dan bahkan mungkin satu-satunya di dunia,
sehingga layak untuk diteliti sebagai suatu kasus.
c) Kasus yang dipilih merupakan kasus tipikal atau perwakilan dari
kasus lain yang sama. Pada dasarnya, terdapat banyak kasus yang
sama dengan kasus yang dipilih, tetapi dengan maksud untuk lebih
menghemat waktu dan biaya, penelitian dapat dilakukan hanya
pada satu kasus saja, yang dipandang mampu menjadi
representatif dari kasus lainnya.
d) Kasus dipilih karena merupakan kesempatan khusus bagi
penelitinya. Kesempatan tersebut merupakan jalan yang
memungkinkan peneliti untuk dapat meneliti kasus tersebut. Tanpa
adanya kesempatan tersebut, peneliti mungkin tidak memiliki akses
untuk melakukan penelitian terhadap kasus tersebut.
e) Kasus dipilih karena bersifat longitudinal, yaitu terjadi dalam dua
atau lebih pada waktu yang berlainan. Kasus yang demikian sagat
29
tepat untuk penelitian yang dimaksudkan untuk membuktikan
terjadinya perubahan pada suatu kasus akibat berjalannya waktu.
Sementara itu, perbedaan antara penelitian studi kasus holistik
(jenis 1) dan terpancang (jenis 2) adalah pada jumlah unit analisis yang
digunakan. Pada jenis yang pertama, jumlah unit analisis yang digunakan
pada umumnya hanya satu atau bahkan sama sekali unit analisisnya tidak
dapat dijelaskan, karena terintegrasi dengan kasusnya. Dalam penelitian
studi kasus yang demikian, unit analisis tidak dapat ditentukan karena
kasus tersebut juga sekaligus merupakan unit analisis dari penelitian.
Sedangkan jenis yang kedua, penelitian studi kasus terpancang
memiliki unit analisis lebih dari satu. Hal ini dapat terjadi karena didasari
oleh hasil kajian teori yang menuntut adanya lebih dari satu unit analisis.
Tuntutan penggunaan lebih dari satu unit analisis biasanya disebabkan
oleh tujuan penelitian yang ingin menjelaskan hubungan secara
komprehensif dan detail setiap bagian dari kasus secara lebih mendalam.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa semakin banyak jenis unit
analisis yang digunakan, sifat alamiah penelitian akan semakin kabur,
karena cenderung menjadi penelitian yang terikat pada keberadaan unit
analisisnya.
2. Desain penelitian studi kasus jamak (jenis 3 dan 4)
Pada dasarnya, penelitian studi kasus jamak adalah penelitian
yang menggunakan lebih dari satu kasus. Penggunaan jumlah kasus lebih
30
dari satu pada penelitian studi kasus pada umumnya dilakukan untuk
mendapatkan data yang lebih detail, sehingga diskripsi hasil penelitian
menjadi semakin jelas dan terperinci. Hal ini juga didorong oleh keinginan
untuk mengeneralisasi konsep atau teori yang dihasilkan. Dengan kata
lain, penggunaan jumlah kasus yang banyak dimaksudkan untuk menutupi
kelemahan yang terdapat pada penggunaan kasus tunggal, yang
dianggap tidak dapat digeneralisasikan.
Proses analisis pada penelitian studi kasus jamak berbeda dengan
penelitian kuantitatif yang menggunakan jumlah responden yang banyak.
Pada peneltian kuantitatif, data dari responden dapat diolah secara
terintegrasi dengan formula tertentu, sehingga menghasilkan satu
kesatuan konsep dalam bentuk model hubungan antar data. Di dalam
penelitian studi kasus jamak, Yin (2003) menyarankan menggunakan
logika replikasi sebagai pendekatan di dalam proses analisisnya. Pada
proses ini, setiap kasus harus mengalami prosedur penelitian yang sama,
hingga menghasilkan hasil penelitiannya masing-masing. Selanjutnya,
hasil dari masing-masing penelitian di perbandingkan, untuk menentukan
kesamaan dan perbedaannya. Hasilnya dipergunakan untuk menjelaskan
pertanyaan penelitian pada umumnya dan khususnya pencapaian atas
maksud dan tujuan penelitian.
Jika dibuatkan dalam suatu diagram, jenis-jenis penelitian studi
kasus menurut Yin (2003) in dapat dilihat pada gambar diagram pada
halaman berikut. Pada diagram tersebut juga dapat dilihat contoh judul-
31
judul penelitian yang menggambarkan isi dari masing-masing jenis.
Contoh penelitian studi kasus holistik tunggal yang diberikan dengan judul
‘Kemacetan Lalu-lintas di Kawasan Malioboro, Yogyakarta’, dan jamaknya
adalah ‘Kemacetan Lalu-lintas di Kawasan Gejayan dan Malioboro,
Yogyakarta’, menunjukan adanya keterpaduan antara kasus dengan
lokasi penelitiannya sebagai suatu penelitian yang holistik. Sementara itu,
contoh untuk penelitian studi kasus terpancang tunggal yang berjudul
‘Pencampuran Moda Transportasi Sebagai Penyebab Kemacetan, Studi
Kasus: Kawasan Malioboro, Yogyakarta’, dan contoh jamaknya adalah
‘Pencampuran Moda Transportasi Sebagai Penyebab Kemacetan, Studi
Kasus: Kawasan Malioboro dan Gejayan, Yogyakarta’, menunjukkan
adanya penggunaan istilah ‘studi kasus’. Penggunaan istilah tersebut
secara khusus untuk menunjukkan bahwa kasus yang dipergunakan
bersifat sebagai sarana (instrumen) pembukti atas konsep atau teori
peneliti. Sementara judul utamanya ‘Pencampuran Moda Transportasi
Sebagai Penyebab Kemacetan’ menggambarkan unit analisis yang
mengikat (memancang) fokus penelitiannya. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut ini:
32
Gambar 2: Jenis-jenis Penelitian Studi Kasus Menurut Yin (Sumber: Yin, 2003, 46)
Penjelasan penelitian studi kasus tunggal holistik menurut Yin
(2003) di atas mirip dengan jenis penelitian studi kasus mendalam yang
dijelaskan oleh Stake (2005) dan Crewell (2007). Jenis penelitian ini pada
dasarnya menempatkan kasus sebagai obyek penelitian yang perlu diteliti
untuk mengungkapkan esensi mendalam yang terdapat di balik kasus,
tanpa terikat pada unit analisis, karena unit analisis penelitian ini menyatu
dengan kasusnya.
Sementara itu, penelitian kasus jamak menurut Yin (2003),
khususnya yang bersifat holistik mirip dengan penjelasan penelitian studi
kasus jamak yang dijelaskan oleh Stake (2005) dan Crewell (2007). Yang
menarik adalah adanya penelitian studi kasus terpancang yang dijelaskan
oleh Yin (2003), yang tidak dijelaskan oleh Stake (2005) dan Crewell
(2007). Keberadaan penelitian studi kasus terpancang ini sebenarnya
33
menunjukkan bahwa penelitian studi kasus dapat diarahkan pada fokus
tertentu, sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, yaitu dengan
menggunakan unit analisis. Jadi, unit analisis sebenarnya merupakan
bentuk upaya dari pengarahan penelitian studi kasus tersebut. Unit
analisis itu ditentukan melalui kajian teori. Dengan demikian, penelitian
studi kasus terpancang merupakan penelitian studi kasus yang
menggunakan paradigma positivistik.
E. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN STUDI KASUS
a. Pemilihan kasus:
Dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan
(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh
peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program,
proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas
objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat
diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang
tersedia;
Ciri-ciri Studi Kasus yang baik
Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan
dengan kepentingan umum atau bahkan dengan
kepentingan nasional.
Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas,
kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan
keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu
34
diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat
meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan.
Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan
sudut pandang yang berbeda-beda.
studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling
penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti
maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas.
Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga
mampu terkomunikasi pada pembaca.
b. Pengumpulan data:
Terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang
lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen
penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan
masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan
data yang berbeda secara serentak.
c. Analisis data:
Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,
mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang
dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal
khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data.
Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau
35
dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak
peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah
semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;
Analisis kasus dapat dilakukan dalam 2 (dua) jenis, yaitu analisis
holistik (holistic) terhadap kasus, atau analisis terhadap aspek
tertentu atau khusus dari kasus (embedded) (Yin, 2003). Melalui
pengumpulan data, suatu penggambaran yang terperinci akan
muncul dari kajian peneliti terhadap sejarah, kronologi terjadinya
kasus, atau gambaran tentang kegiatan dari hari-ke hari dari
kasus tersebut. Setelah menggambarkan secara holistik, kajian
dilakukan lebih terperinci pada beberapa kunci atau tema yang
terdapat di balik kasus, yang dilakukan dengan maksud tidak
untuk melakukan generalisasi, tetapi lebih banyak untuk
mengungkapkan kompleksitas kasus. Caranya dapat dilakukan
dengan mengkaji isu-isu yang membentuk kasus, yang diikuti
dengan menggali tema-tema yang berada di balik isu tersebut.
Kajian ini bersifat sangat kaya terhadap penjelasan tentang
konteks atau seting dari kasus tersebut (Yin, 2003). Ketika
melakukan penelitian studi kasus jamak, format kajian pertama
yang dilakukan adalah kajian terhadap setiap kasus terlebih
dahulu untuk mengambarkan isu-isunya dan tema-temanya
secara terperinci, yang disebut sebagai within-case analysis (Yin
2003). Selanjutnya, tema-tema hasil kajian per-kasus dikaji saling-
silangkan dengan menggunakan analisis saling-silang kasus, atau
36
yang disebut sebagai sebuah cross-case analysis, dan melakukan
pemaknaan serta mengintegrasikan makna-makna yang berhasil
digali dari kasus-kasus tersebut.
d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul,
dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan
penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru
terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru
mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali
harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan
ke dalam kategori yang sudah ada;
e. Penulisan laporan:
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari penelitian studi
kasus. Pada tahapan ini, penulis menuangkan hasil penelitiannya
dalam laporan dengan urutan yang logis dan dapat dicerna oleh
pembacanya. Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif,
rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan
sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk
mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat
membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang
atau kelompok.
37
F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN KASUS
Penelitian kasus sangat berguna untuk berguna untuk informasi
latar belakang guna merencanakan yang lebih besar dalam ilmu-ilmu
sosial. Ia lebih intensif menerangi variabel-variabel yang penting, proses-
proses dan interaksi-interaksi yang memerlukan perhatian yang lebih luas.
Penelitian ini merupakan perintis bagi penelitian lanjutan, juga merupakan
sumber hipotesis.
Penelitian kasus memberikan contoh yang berguna berdasarkan
data yang diperoleh untuk memeberi gambaran mengenai penemuan-
penemuan yang disimpulkan dengan statistik.
Banyak segi positif dari Penelitian Studi Kasus, kesitimewaan studi
kasus adalah:
(1) Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik
dan hal-hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap
oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap makna di
balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.studi
kasus menyajikan uraian menyeluruh tentang suatu fenomena
yang terjadi sehari-hari;
(2) studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan
hubungan antara peneliti dan responden; sehingga dapat
memberikan pengetahuan proporsional dan ekseperimental
(3) Detail, sehingga bermanfaat untuk memecahkan masalah-
masalah spesifik. Studi kasus memberikan ”uraian tebal‟ yang
diperlukan bagi penilaian atas transferibilitas;
38
(4) studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut
berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks
tersebut;
(5) pendekatan terpenting dalam studi kasus adalah dengan
pendekatan kualitatif. Meskipun peneliti juga menggunakan
data dan analisis statistik, namun data analisis statistik tersebut
hanya sebagai pelengkap.
2). Kelemahan Studi Kasus
Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi
validitas, reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya
unik dan kualitatif tidak dapat diukur dengan parameter yang digunakan
dalam penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk mencari generalisasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education Inc., 2007.
Creswell, John W. Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing. London: SAGE Publications, 1998.
PENELITIAN STUDI KASUS. 15 Mei, 2010. http://penelitianstudikasus.blogspot.com/ (diakses 13 April, 2013).
Yin, Robert K. Case Study Research Design and Methods. Washington: COSMOS Corporation, 2003.
40