Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7
description
Transcript of Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan karunia serta rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obat Antiviral, Antifungal,
Kortikosteroid, dan Multivitamin“ ini.
Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai mata
kuliah BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada tim dosen BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
yang telah membantu memberikan pengarahan terhadap penyusunan makalah ini
dan juga kepada pihak-pihak lain yang terlibat atas dukungannya terhadap penulis.
Penulis yakin dan menyadari meskipun dalam penyusunan makalah ini
telah diusahakan semaksimal mungkin, makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi isi maupun dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa yang
akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Jatinangor, November 2013
Tutor 7
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................4
TINJUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Agen Antiviral...........................................................................................4
2.1.1 Acyclovir............................................................................................6
2.1.2 Valacyclovir.......................................................................................8
2.1.3 Gancyclovir..............................................................................................10
2.1.4 Foscarnet..................................................................................................13
2.2 Kortikosteroid..........................................................................................16
2.2.1 Penggolongan Obat Kortikosteroid..........................................................17
2.2.2 Fungsi dan Peran Glukokortikoid............................................................18
2.2.2 Toksisitas Glukokortikoid........................................................................22
2.2.3 Glukokortikoid.........................................................................................24
2.2.4 Mineralokortikoid.....................................................................................59
2.3 Antifungal....................................................................................................63
2.3.1 Amphoterisin B........................................................................................63
2.3.2 Nistatin.....................................................................................................67
2.3.4 Flusitosin..................................................................................................73
2.3.7 Clotrimazole.............................................................................................83
2.3.10 Caspofungin...........................................................................................92
2.4 Multivitamin............................................................................................96
2.4.1 Vitamin yang Larut di Dalam Lemak......................................................97
2.4.2 Vitamin yang Larut dalam Air...............................................................101
BAB III................................................................................................................107
CASE REVIEW..............................................................................................107
BAB IV................................................................................................................110
DISKUSI.........................................................................................................110
4.1 Pembahasan Kasus Part I..........................................................................110
4.2 Pembahasan Kasus Bagian II....................................................................113
BAB V..................................................................................................................117
KESIMPULAN....................................................................................................117
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................118
DAFTAR TABEL
Tabel 2: Klasifikasi Agen Antiviral 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Struktur Kimia Hydrocortisone 37
Gambar 2: Sediaan Triamcinolon 56
Gambar 3: Struktur Kimia Fludrocortisone 64
Gambar 4: Struktur Kimia Amfoterisin B 78
Gambar 5: Struktur Kimia Nistatin 78
Gambar 6: Struktur Kimia Clotrimazole 91
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Antiviral
Pengembangan obat antivirus atau obat anti viral sebagai pencegahan atau
pengobatan belum mencapai hasil seperti yang diinginkan oleh umat manusia.
Karena obat anti virus atau obat anti viral yang dapat menghambat atau
membunuh virus juga akan dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada
dalam hal ini manusia.
Sejak Konferensi Pertama pada Antiviral Agents banyak peristiwa
molekuler yang unik untuk replikasi virus telah diidentifikasi dan dimanfaatkan
dalam pengembangan antivirus selektif . Potensi poin serangan termasuk enzim
virus - dikodekan dan protein lain yang muncul selama replikasi virus dan berbeda
sesuai enzim selular di sel yang tidak terinfeksi . Mediator endogen kekebalan
antivirus adalah sumber potensial lain dari senyawa antivirus . Meskipun isu
toksisitas selektif antivirus masih tetap merupakan tantangan besar , sekarang ada
optimisme yang cukup untuk masa depan terapi virus , dan banyak agen antivirus
yang aman dan efektif telah diperkenalkan .
FDA telah menyetujui lebih dari 40 agen antivirus untuk penggunaan
klinis . Mencakup antara lain: ( 1 ) amantadine dan rimantadine untuk profilaksis
dan pengobatan infeksi influenza A dan oseltamivir dan zanamivir untuk
1
pencegahan dan pengobatan influenza A dan infeksi B , (2 ) idoxuridine ,
vidarabine , dan trifluridine untuk pengobatan penyakit herpes okular , (3 )
acyclovir , valacyclovir , famciclovir , penciclovir , gansiklovir , dan foskarnet
untuk pengobatan berbagai infeksi herpes kelompok sistemik dan lokal , ( 4 )
ribavirin , agen spektrum luas untuk pengobatan pernapasan syncytial virus
bronkitis dan pneumonia , (5 ) interferon untuk pengobatan human papillomavirus
dan infeksi hepatitis kronis , dan ( 6 ) tiga kelas obat antivirus untuk pengendalian
infeksi HIV ( dua kelompok milik reverse transcriptase inhibitor ) .
1.1.2 Antifungal
Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan
infeksi jamur topical ( dermatofit dan mukokutan). Yang akan dibahas disini
adalah infeksi mukokutan yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans.
Infeksi ini biasanya tidak ganas, seperti halnya terdapat pada denture
stomatitis, namun bakteri ini dapat menunjukkan adanya system imun yang
tidak baik seperti immunodeficiency. Infeksi fungal sistemik dibagi menjadi
dua grup bergantung kepada status pasien dan tipe organism yang
menginfeksinya.
Grup pertama adalah mikosis oportunic, muncul pada pasien
immunocompromised di penyakit AIDS, leukemia, atau lymphoma dan pasien
yang menerima agen-agen immunosuppressive atau antibiotic berspektrum
luas. Jamur yang terlibat meliputi spesies Candida, Aspergillus, dan
Cryptococcus dan variasi phycomycetes. Spesies tersebut biasanya bersifat
berbahaya dan membawa tingkat mortality yang tinggi.
Grup kedua yaitu Endemic mycoses adalah yang disebabkan oleh pathogen
yang bervariatif dan terdistribusi di seluruh dunia dan mempunyai tingkat
insidensi yang rendah pada temperature dan iklim tertentu.
Antifungal mempunyai berbagai macam golongan, dua antibiotic polyene
yaitu amphotericin B (merupakan drug of choice untuk kebanyakan mycosis
yang dalam) dan nystatin (drug of choice untuk pengobatan oral candidiasis)
adalah agen yang sangat berguna untuk perawatan oral candidiasis. Polyene
ketiga yaitu natamycin, dibatasi oleh penggunaan ophthalmologic. Flucytosine
adalah analog pirimidine digunakan biasanya sebagai single agent namun
sering digunakan bersamaan dengan amphotericin B pada infeksi jamur yang
parah. Miconazole, ketoconazole, dan clotrimazole, adalah antifungal
representasi dari imidazole. Ketoconazole adalah perubahan yang besar untuk
terapi antifungal, clotrimazole digunakan secara luas dalam bentuk topical.
Itraconazole, fluconazole, dan saperconazole adalah derivative dari triazole.
Obat baru ini merupakan alternative terapi pada insiden infeksi jamur sistemik
meningkat. Antifungal lain (voriconazole, caspofungin) mempunyai
mekanisme kerja yang berbeda dan dikembangkan untuk membantu
mengontrol bila ada resistensi pada obat lain.
1.1.3 Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek
samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya
dibatasi. Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas
biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang
berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga
bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat
pula menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok lain dari kortikosteroid adalah
mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur kadar
elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. Beberapa kortikosteroid
menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa derajat, dan lainnya
hanya mengeluarkan satu jenis efek. Hormon kortikosteroid dihasilkan dari
kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal. Reaksi
pembentukannya dikatalisis oleh enzim golongan sitokrom P450. Dalam bidang
farmasi, obat-obatan yang disintesis sehingga memiliki efek seperti hormon
kortikosteroid alami memiliki manfaat yang cukup penting. Deksametason dan
turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednison dan turunannya
memiliki kerja mineralokortikoid disamping kerja glukokortikoid.
1.1.4 Multivitamin
Vitamin adalah senyawa kimia eksogen yang dibutuhkan oleh tubuh
dengan jumlah sedikit untuk berbagai fungsi metabolisme tubuh dan
dikategorikan sebagai nutrisi esensial. Vitamin tidak menghasilkan energi tapi
digunakan secara khusu untuk pencegahan dan pengobatan penyakit defisiensi.
Vitamin adalah salah satu elemen vital yang dibutuhkan pada proses
metabolisme normal. Vitamin memiliki strktur bervariasi, tidak disintesis oleh
tubuh sehingga diperoleh dari makanan dengan kuantitas yang sangat sedikit.
Kekurangan vitamin menyebabkan berbagai gejala defisiensi. Terdapat
banyak bentuk dan sediaan vitamin yang digunakan untuk pengobatan dan
profilaksis. Kebanyakan vitamin bersifat tidak toksik, tetapi administrasi kronis
dapat meningkatkan toksisitas, terutama vitamin A dan D.
Vitamin diklasifikasi menjadi dua yaitu vitamin yang larut dalam lemak
(A,D,E,K) dan vitamin yang larut dalam air (B,C).
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Agen AntiviralVirus tidak mempunyai diinding sel dan terbentuk dari inti asam
nukleat yang ditutupi oleh lapisan protein yang terdiri atas subunit identik.
Virus terdiri atas 2 tipe, yaitu DNA virus (HSV, smallpox, hepatitis B,
varicellazooster, dll) dan RNA virus (rabies, measles, dengue, rubella,
yellow fever, polymielitis, HIV, dll). Pada infeksi viral, replikasi virus
mancapai puncak pada saat atau sebelum munculnya manifestasi atau
gejala klinis. Jadi, penanganan secara umum tergantung pada terapi inisiasi
dini atau pencegahan infeksi, contoh chemoprophylaxis.
Klasifikasi agen antiviral dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
4
Tabel 2.
Klasifikasi Agen Antiviral
Agen Antiviral Nama Obat
Agen antiherpes Idoxoridine (RIDINOX)
Acyclovir (ZOVIRAX)
Famciclovir (FAMTRAX)
Valacyclovir
Ganciclovir
2.1.1 IdoxoridineSecara kimiawi berhubungan dengan thymidine dan bertindak kompeten
dengan thymidine padasintesis DNA dan pada akhirnya mencegah penggunaan
dari thymidine.
2.1.1.1 Farmakodinamik
Idoxuridine mencegah replikasi virus DNA dan penggunaan klinisnya
terbatas hanya pada herpes simplex virus
2.1.1.2 Indikasi
Obat ini digunakan pada herpes simplex keratokonjungtivitis
2.1.1.3 Dosis dan Sediaan
larutan/salep mata dengan kadar 0,1 – 0,5 %. Aplikasinya sebanyak sekali
atau dua kali per jam.
2.1.1.4 Efek Samping
Toksisitasnya termasuk alopecia, leukopenia, trombositopenia, dan
kerusakan hati. Efek samping yang ditimbulkan dari obat idoxuridine adalah
iritasi atau nyeri pada mata, kemerahan, gatal, pembengkakan di daerah mata, dan
peningkatan sensitivitas pada cahaya dan sorotan.
Swarantika Aulia
160110110080
2.1.2 Acyclovir
Acyclovir adalah sebuah turunan guanosine acyclic dengan aktivitas klinik
yang dapat melawan HSV-1, HSV-2, dan VZV. Aktivitas in vitro melawan
Epstein Barr Virus (EBV), CMV, dan HHV-6 telah ada namun masih lemah.
2.1.2.1 Farmakodinamik-Mekanisme of action
Acyclovir membutuhkan 3 langkah fosforilasi untuk aktivasi. Pertama,
berubah menjadi monophosphate oleh thymidine kinase dan kemudian menjadi
diphosphate dan triphosphate oleh sel enzim host. Karena membutuhkan kinase
virus untuk mengawali fosforilasi, acyclovir menjadi teraktivasi secara selektif
dan metabolit aktif terakumulasi hanya di dalam sel yang terinfeksi.
Acyclovir triphosphate mencegah sintesis DNA virus dengan 2 mekanisme
: kompetisi dengan deoxyGTP untuk DNA polymerase virus,menghasilkan ikatan
dengan template DNA sebagai irreversible kompleks, dan terminasi rantai diikuti
dengan penggabungan ke dalam DNA virus.
2.1.2.2 Farmakokinetik
Bioavaibilitas dari oral acyclovir adalah 15-20% dan tidak dipengaruhi
oleh makanan. Bentuk atau sediaan intravena sudah tersedia. Sediaan topical
menghasilkan konsentrasi tinggi pada lesi herpes namun konsentrasi pada
sistemik tidak terdeteksi melalui rute ini.
Acyclovir dibersihkan secara primer oleh filtrasi glomerulus dan sekresi
tubular. Waktu paruhnya mendekati 3 jam pada pasien dengan fungsi renal yang
normal dan 20 jam pada pasien yang anuria. Aciclovir dapat dengan mudah
dibersihkan dengan mudah melalui hemodialisis tetapi tidak dengan peritoneal
dialisis. Aciclovir dapat menyebar dengan mudah kedalam jaringan dan cairan
tubuh. Konsentrasi cairan serebrospinal adalah 50% dari nilai serum.
Ardena Maulidia
160110110092
2.1.2.3 Indikasi
Acylovir diindikasikan untuk pengobatan infeksi dari HVS dan VZV,
termasuk :
Herpes simplex genitalis ( pengobatan dan pencegahan ).
Herpes genitalis primer dan pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang
terganggu ( immunocompromised ). ( acyclovir ointment )
Pengobatan awal dan berulang lesi pada kulit yang tekena virus herpes
yang tidak mengancam kehidupan. ( acyclovir ointment )
Gejala herpes simplex labialis yang timbul berulang pada pasien dengan
sistem kekebalan tubuh yang normal. ( topical acyclovir )
Pengobatan infeksi mucocutaneous HVS pada pasien dengan sistem
kekebalan tubuh yang terganggu baik yang kronis dan berulang, infeksi
VZV, dan radang otak ( encephalitis ) karena HSV. ( parenteral acyclovir )
Herpes zoster ( shingles ).
Pengobatan infeksi varicella-zoster virus, baik awal maupun berulang.
( oral acyclovir)
Cacar akut ( chickenpox ) pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh
yang terganggu ( immunocompromised ).
Herpes simplex encephalitis ( radang otak ).
Neonatal HSV.
Infeksi akut mukokutan HSV pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh
yang terganggu ( immunocompromised ).
Herpes simplex keratitis ( radang kornea ).
Herpes simplex blepharitis ( radang kelopak mata ).
Bell’s Palsy ( paralisis perifer saraf otak ke-7 / nervus fasialis ).
2.1.2.4 Kontraindikasi
Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari
formula.
Ardena Maulidia
160110110092
Penggunaan acyclovir pada wanita hamil masuk dalam kategori B ( tidak
menunjukkan resiko bagi janin, kecuali penurunan fertilitas pada
kehamilan trimester pertama, sedangkan pada trimester berikutnya tidak
didapatkan bukti adanya resiko ).
Pemakaian acyclovir pada ibu hamil tidak dianjurkan.
Penggunaan pada ibu menyusui harus disertai peringatan.
2.1.2.5 Efek Samping
Terapi sistemik
Biasanya pada ≥1% pasien reaksi obat pada terapi sistemik baik oral
maupun intravena dapat menyebabkan kerugian, diantaranya : mual,
muntah, diare, dan sakit kepala. Pada dosis tinggi dapat terjadi halusinasi.
Infrequent adverse effect (0,1-1% pasien), termasuk : vertigo, pusing,
pening, bingung, edema, arthralgia, sakit tenggorokan, konstipasi,
abdominal pain, lemas.
Rare adverse effect (≤0,1% pasien), termasuk : koma, serangan jantung,
neutropenia, leukopenia, crystalluria, anorexia, kelelahan, hepatitis,
Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis dan atau
anaphylaxis.
Adverse effect tambahan yang biasanya terjadi pada 1% pasien, ketika
aciclovire masuk melalui intravena, termasuk encephalopathy dan injeksi,
dapat menyebabkan : iritasi dan kerusakan jaringan lokal, kerusakan
ginjal, dan kristalisasi acyclovir pada ginjal.
Terapi Topikal
Krim topikal acyclovir biasanya dioleskan pada kulit kering atau
mengelupas atau pada keadaan panas menyengat. Infrequent adverse effect
adalah erytrhema atau gatal-gatal.
Ketika digunakan pada mata, biasanya dihubungkan (≥1% pasien) dengan
gejala dingin. Infrequently ((0.1–1% of pasien), ophtalmic acyclovir
dihubungkan dengan reaksi alergi.
Ardena Maulidia
160110110092
Toxicity
Sejak acyclovir diketahui dapat juga bergabung masuk kedalam sel DNA,
terjadi mutagen kromosom, oleh karena itu, sebaiknya dihindarkan selama
masa kehamilan. Meskipun tidak pernah terlihat dapat menyebabkan efek
karsinogenik. Toksisitas akut dapat terjadi pada pemberian oral lebih dari
1g/kg, karena rendahnya bioavabilitas pada administrasi secara oral.
Ardena Maulidia
160110110092
2.1.3 Valacyclovir
Obat Antiviral. Obat ini merupakan pro-drug untuk aciclovir. Valacyclovir
merupakan L-Valyl ester di Acyclovir.
2.1.3.1 Farmakodinamik
Merupakan ester L-valil dari acyclovir. Secara cepat diubah menjadi
acyclovir setelah pemberian oral, mencapai kadar serum tiga atau lima kali lebih
tinggi dari acyclovir oral dan mendekati hasil dari pemberian ayclovir intravena.
Mekanisme kerja identik dengan acyclovir.
2.1.3.2 Farmakokinetik
Valacyclovir dengan cepat berubah menjadi acyclovir setelah administrasi
oral via intestinal dan hepatic metabolism pertama. Pada serum level, dihasilkan
3-5 kali lebih banyak dibandingkan dengan oral acyclovir dan hampir mendekati
acyclovir intravena.
Bioavailabilitas oral adalah 54 % dan level cairan cerebrospinal adalah
50% dalam serum. Half- life eliminasi 2,5-3,3 jam.
Valacyclovir dapat digunakan pada pengobatan genital herpes pertama
atau berulang, pengobatan pada genital herpes yang kambuh secara berkala, dan
sebagai pengobatan satu hari untuk orolabial herpes. Satu kali sehari dosis dari
Valacyclovir (500 mg) untuk pengobatan terus-menerus pada orang dengan
genital herpes berulang, telah memperlihatkan penurunan pada transmisi seksual.
Uji perbandingan dengan acyclovir untuk pengobatan pada pasien penderita
zoster; kecepatan penyembuhan kutaneus sama namun Valacyclovir membuat
durasi rasa sakit dari penyakit zoster menjadi lebih pendek. Valacyclovir juga
terbukti efektif mencegah penyakit CMV setelah transplantasi organ jika
dibandingkan dengan placebo.
Valacyclovir pada umumnya mempunyai toleransi yang baik walaupun
mual, muntah, atau ruam sesekali terjadi. Agitasi, pusing, sakit kepala, elevasi
39
Siti Mardhiyah
160110110140
enzim liver, anemia, dan neutropenia jarang terjadi. Pada dosis tinggi,
kebingungan,halusinasi, dan seizure dapat terjadi. Pasien AIDS yang menerima
Valacyclovir dengan dosis tinggi secara terus-menerus bisa meningkatkan
kejadian intoleransi gastrointestinal dan thrombotic microangiopathies.
2.1.3.3 Indikasi
Valacyclovir diindikasikan untuk pengobatan infeksi dari HVS dan VZV,
termasuk :
Herpes simplex genitalis ( pengobatan dan pencegahan ).
Pengurangan penularan HSV dari individu dengan infeksi berulang kepada
individu yang tidak terinfeksi.
Herpes zoster ( shingles ).
Mencegah penyakit CMV ikut terbawa pada transplantasi organ.
2.1.3.4 Kontraindikasi
Keampuhan dan keamanan dari valacyclovir tidak terdapat pada :
Pasien HIV yang terkena genital herpes dengan jumlah sel CD4+ ≥ 100
sel/mm3 ( immunocompromised ).
Pasien < 12 tahun dengan herpes labialis.
Pasien < 12 tahun atau ≥ 18 tahun dengan chickenpox.
Pasien < 18 tahun dengan herpes genitalis.
Pasien < 18 tahun dengan herpes zoster.
Neonatal dan bayi ( sebagai terapi untuk menahan infeksi HSV yang ikut
terbawa).
Kontraindikasi dengan pasien yang mempunyai reaksi hipersensitivitas
yang sangat signifikan ( misal araphylaxis) pada valacyclovir, aciclovir,
atau komponen-komponen dari obat tersebut.
Kontraindikasi valaciclovir pada pasien yang terinfeksi HIV dapat
menyebabkan thrombotic thrombocytopenic purpura dan hemolytic uremic
Siti Mardhiyah
160110110140
syndromes yang menyebabkan kegagalan ginjal. Pada pasien ini lebih baik diberi
aciclovir.
2.1.3.5 Efek samping
Biasanya reaksi sampingan obat (≥1% pasien) yang dihubungkan dengan
terapi valaciclovir sama dengan untuk aciclovir, merupakan metabolit yang aktif,
dan dapat menyebabkan : mual, muntah, diare, anal leakage, dan sakit kepala.
Infrequent adverse effects (0.1–1% pasien) dapat menyebabkan: agitation, vertigo,
confusion, pening, edema, arthralgia, sakit tenggorokan, konstipasi, abdominal
pain, letih, dan kerusakan ginjal. Rare adverse effects (<0.1% of pasien) dapat
menyebabkan: koma, struk, neutropenia, leukopenia, tremor, ataxia,
encephalopathy, psychotic symptoms, crystalluria, anorexia, fatigue, hepatitis,
Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis and/or anaphylaxis.
Penderita AIDS yang menerima dosis tinggi valacyclovir secara terus
menerus mengalami kenaikan serangan intoleransi gastrointestinal dan juga
trombosis mikroangiopati seperti purpura trombosis trombositopeni dan gejala
uremia-hemolitik. Valaciclovir juga dapat menyebabkan glositis, altered taste,
gastrointestinal upset, gagal ginjal, depresi sumsum tulang, tremor dan kejang,
ruam, dan urtikaria.
2.1.3.6 Interaksi Obat
Probenicid dan Cimetidine meningkatkan konsentrasi plasma dari
valaciclovir.
2.1.3.7 Sediaan dan Dosis
Sediaan : 500 mg tablets. Dosis untukherpes genital 1 g dua kali sehari
selama 10 hari dan herpes recurrence (500 mg dua kali sehari selama 5 hari) dan
untuk infeksi herpes zoster (1g tiga kali sehari selama 7 hari). Penurunan dosis
sangat diperlukan dengan insufisiensi ginjal. Dosis 2 g empat kali sehari
digunakan untuk mencegah penyakit CMV setelah transplantasi organ.
Siti Mardhiyah
160110110140
2.1.4 Gancyclovir
Ganciclovir ini aktif terhadap cytomegalovirus (CMV), virus
varicellazoster, virus Epstein-Barr dan herpes virus. Hal ini hampir 100 kali lebih
kuat daripada asiklovir terhadap CMV. Penggunaannya dibatasi di CMV yang
parah dan infeksi pada pasien immunocompromised terutama CMV retinitis,
CMV pneumonia atau radang usus.
2.1.4.1 Indikasi
Digunakan untuk mengobati infeksi sitomegalovirus yang mengancam
jiwa atau sebagai profilaksis selama terapi imunosupresif.
2.1.4.2 Efek Pada Struktur Gigi dan Mulut
Sariawan, gangguan rasa, dan xerostomia dapat terjadi.
2.1.4.3 Efek Pada Manajemen Pasien
Xerostomia dapat meningkatkan karies dan pasien yang memakai obat ini
adalah pasien yang immunocompromised, karena di bidang kedokteran gigi obat
ini efektif untuk pencegahan infeksi gigi. Obat ini menghasilkan anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Anemia dapat mengakibatkan penyakitnya sulit
sembuh. Penderita anemia perlu disembuhkan dulu sebelum anestesi umum elektif
dan sedasi. Leukopenia akan mempengaruhi penyembuhan dan jika berat,
antibiotik profilaksis harus diresepkan untuk menutupi prosedur bedah.
Trombositopenia mungkin menyebabkan perdarahan pasca operasi. Jika jumlah
trombosit rendah (<100.000) maka soket harus dikemas dan dijahit. Perdarahan
yang persisten mungkin memerlukan transfusi platelet.
2.1.4.4 Interaksi Obat
Terapi Dikombinasikan dengan carbamazepine akan meningkatkan risiko
masalah hematologis.
Tri Rezky F. Datau
160110110055
2.1.5 Famciclovir dan Peniciclovir
Famciclovir adalah ester prodrug yang diubah bentuknya menjadi
peniciclovir dalam perjalanannya dari saat dikonsumsi hingga mencapai sirkulasi
sistemik. Spectrum dari famciclovir menyerupai acyclovir. Virus herpes yang
resisten terhadap acyclovir, resisten pula terhadap famciclovir karena mekanisme
aksi kedua obat ini yang sama. Famciclovir saat ini digunakan sebagai terapi pada
infeksi HSV dan VZV akut lokalisata.
Gambar 1. Struktur Penciclovir
2.1.4.1 Farmakodinamik
Penciclovir bekerja sebagai inhibitor sintesis DNA virus. Pada sel yang
terinfeksi oleh HSV dan VZV, penciclovir difosforilasi pertama kali oleh viral
thymidine kinase menjadi penciclovir triphosphate. Penciclovir triphosphate
bekerja sebagai inhibitor viral DNA polymerase. Meskipun sama potennya
dengan acyclovir triphosphate, penciclovir triphosphate memiliki konsenterasi
yang lebih tinggi, dan durasi kerja yang lebih lama terhadap sel yang terinfeksi
dibandingkan dengan acyclovir triphosphate.
2.1.4.2 Farmakokinetik
Famciclovir diabsorbsi dengan baik setelah dikonsumsi secara oral, dan
dengan cepat diubah menjadi penciclovir. Bioavailabilitas dari penciclovir yang
diubah dari famciclovir adalah 65%-77%, jauh lebih baik ketimbang penciclovir
oral yang biovailabilitasnya rendah, yaitu 5%.
Adanya pengaruh makanan dapat memperlambat absorbsi tetapi tidak
mengurangi biovailabilitas secara keseluruhan. Peak plasma level dari penciclovir
setelah konsumsi dosis tunggal famciclovir (250 mg atau 500 mg) mencapai 1,6
Fathin Vania R
160110110116
dan 3,3 µg/ml. Waktu paruh penciclovir adalah 2 jam setelah konsumsi. 90%
penciclovir diekskresikan melalui urin dalam bentuk yang tidak diubah
(unchanged form).
2.1.4.3 Kontraindikasi
Famciclovir sebaiknya tidak diberikan kepada ibu hamil dan menysusi,
anak-anak, penderita penyakit liver dan ginjal. Pada penggunaan dosis tinggi,
harus disertai dengan konsumsi cairan yang cukup.
2.1.4.4 Efek Samping
Famciclovir dapat menimbulkan rasa sakit kepala, parestesia, migraine,
mual, muntah, diare, abdominal pain, mudah lelah, timbulnya pruritus, skin rash,
dan pada orang tua dapat menimbulkan penurunan kesadaran serta timbulnya
halusinasi.
2.1.4.5 Dosis
1) Herpes Zoster
a. Pasien imunokompeten
750 mg per hari, dosis tunggal atau dibagi menjadi tiga kali sehari, 250
mg per delapan jam. Digunakan selama tujuh hari.
b. Pasien immunocompromised
500 mg tiga kali satu hari selama 10 hari. Famciclovir sebaiknya
langsung diberikan setelah muncul gejala awal herpes pada kulit
(jangka waktu 48 jam).
2) Herpes Genital
a. Pasien imunokompeten
250 mg per hari, sebanyak tiga kali. Digunakan selama lima hari.
Diberika sesegera mungkin setelah onset pertama kali dari herpes
genital.
b. Pasien immunocompromised
500 mg dua kali sehari selama tujuh hari.
Fathin Vania R
160110110116
c. Perawatan episodic bagi herpes genitalis rekuren
125 mg dua kali sehari selama lima hari bagi pasien
immunocompromised.
d. Herpes genital rekuren akut
500 mg dua kali satu hari selama tujuh hari.
2.1.4.6 Reaksi Obat
Gill dan Wood menyatakan tidak ada reaksi spesifik antara famciclovir
dengan obat-obatan lain. Akan tetapi, famciclovir dapat menaikkan toksisitas
pethidine dan apabila dikombinasikan dengan probenecid, menaikkan
konsenterasi plasma dari famciclovir.
2.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek
samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya
dibatasi.
Berdasarkan khasiatnya, kortikosteroid dibagi menjadi mineralokortikoid
dan glukokortikoid. Mineralokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme
elektrolit Na dan K, yaitu menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, maka
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Sedangkan glukokortikoid
mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa, anti imunitas, efek
neuroendokrinologik dan efek sitotoksik.Prototipe dari golongan glukokortikoid
adalah kortisol (biasa disebut: hydrocortisone). Sebagian besar khasiat yang
diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi
atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam
bidang dermatologi.
Alldea Di Banuasenza
160110110067
2.2.1 Klasifikasi
Tiga kortikosteroid alami yang diproduksi dan disekresikan oleh tubuh
diklasifikasikan menurut kerjanya:
1. Mineralocorticoids
Mineralokortikoid yang utama adalah aldosteron. Mineralokortikoid
bertanggung jawab untuk menjaga level sodium dan potassium dalam
tubuh. Mereka menjaga konsentrasi air tubuh pada level yang konstan.
Mereka menggunakan kebanyakan efek mereka pada ginjal, menyebabkan
ekresi selektif terhadap potassium dalam urine dan pada saat yang sama
menahan sodium. Pengunaan medis mineralokortikoid terbatas.
2. Glucocorticoids
Hydrosortison (cortisol) adalah glocucorticoid utama. Glukokortikoid atau
glukokortikosteroid meregulasi metabolisme energi dengan menyebabkan
protein (misalnya, otot) dan lipid (misalnya, lemak tubuh) untuk
dihancurkan dan dirubah menjadi glukosa (glikogenolisis). Mereka
menyebabkan karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk glikogen untuk
kembali dikonversikan menjadi glukosa dan disimpan dalam darah,
dimana mereka tersedia untuk jaringan dalam tubuh. Sekitar 15-30 mg
cortisol disekresikan ke dalam tubuh setiap harinya. Glukokortikoid juga
menekan proses inflamatoris (anti-inflamatoris) dalam tubuh, mempunyai
sifat anti-alergi dan penting untuk reaksi imunologis pertahanan tubuh
(menekan respon imun atau immunosurpresif).
3. Gonadocorticoids
Atau hormon seks. Hormon seks wanita dan pria yang diproduksi oleh
korteks adrenal merupakan tambahan bagi hormon seks yang diproduksi
oleh testes dan ovarium. Hormon wanita disebut progesterone dan
androgene pria meliputi testosterone; androgene dimaksud sebagai steroid
anabolik.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan
besar,yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid
Alldea Di Banuasenza
160110110067
ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan
ini adalah kortisol.Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah
terhadap keseimbanganair dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap
penyimpanan glikogen heparsangat kecil. Prototip golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai
khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol.
2.2.2 Biosintesis
Koreteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol yang kemudian
dengan bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan
21 atom karbon dan androgen dengan 19 atom karbon. Dalam korteks adrenal
kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus menerus. Bila
biosintesis berhenti, meskipun hanya beberapa menit saja, jumlah yang tersedia
dalam kelenjar adrenal ridak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh
karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.
2.2.3 Pengaturan Sekresi
Fungsi sekresi korteks adrenal dipengaruhi oleh hormon ACTH. Sistem
saraf tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi sekresi korteks
adrenal. Ini terbukti pada percobaan transplantasi kelenjar adrenal, dimana fungsi
sekresinya tetap normal.akibat pengaruh ACTH, zona fasikulata korteks adrenal
akan mensekresi kortisol dan kortikosteron. Bila kadar kedua hoemon tersebut
dalam darah meningkat, terutama kortisol, maka akan terjadi penghambatan
sekresi ACTH. Keadaan tersebut tidak berlaku untuk aldosteron yang disekresikan
oleh zona glomerulosa. Peninggian kadar aldosterin dalam darah tidak
menyebabkan penghambatan sekresi ACTH. Adanya regulasi sekresi kortisol dan
aldosteron yang terpisah dapat dilihat pada pasien edema, di mana ekskresi
metabolit kortisol normal, sedangkan metabolit aldosteron meningkat
Alldea Di Banuasenza
160110110067
2.2.3 Glukokortikoid
2.2.3.1 Hydrocortisone
Glukokortikoid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif
di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.
Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada
beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan
sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas
hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau
toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya
gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit
fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.
Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu
proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan
sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan
fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap
cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid
lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan
ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.
Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan
molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh
glukokortikoid.
Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja
pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan
eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan
tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam.
Alldea Di Banuasenza
160110110067
Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke
dalam darah dari sumsum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah,
sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel
penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap
antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama
menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh
mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1,
metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi
leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan
sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor.
1) Farmakodinamik
Cortisol mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf,dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik,
artinya penting bagiorganisme untuk dapat mempertahankan diri dalam
menghadapi perubahan lingkungan.
Efek cortisol kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis,
makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Dosis besar
cortisol menyebabkan euforia, naiknya mood, rasa gugup, restlessness /
kelelahan, yang merupakan tipe kerja yang reversibel. Mereka seringkali
menyebabkan gangguan perilaku pada manusia dan juga meningkatkan
tekanan intrakranial.Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja
kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam
kerjasama ini disebut permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan
supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui
pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respon
jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot polos bronkus tidak akan
berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan
Alldea Di Banuasenza
160110110067
pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan respon
tersebut.
Cortisol menekan semua jenis inflamasi, hipersensitifitas dan
reaksi alergi. Mereka menekan edema, dilatasi kapiler, migrasi leukosit,
permeabilitas kapiler di area inflamasi. Glukokortikoid menghambat
fungsi leukosit dan makrofag jaringan. Mereka juga menstabilkan
membran lysosomal, sehingga mengurangi konsentrasi enzym proteolitik
di lokasi inflamasi. Glukokortikoid juga menghambat produksi aktivator
plasminogen oleh neutrofil. Mereka juga mempengaruhi respon inflamasi
dengan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene yang dihasilkan
dari aktivasi enzym phospholipase A2.
2) Farmakokinetik
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90
menit, waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat
farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres,
hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa
perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar20% kortisol diubah
menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan
reseptormineralokortikoid sebelum mencapai hati.
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan
absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap
reseptor, dan ikatan protein. Prednisone adalah prodrug yang dengan cepat
diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.
Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva,
dan ruangsinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit
yang luas dapatmenyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks
adrenal.
Alldea Di Banuasenza
160110110067
3) Indikasi
Hydrocortisone digunakan untuk mencapai supresi yang diinginkan
pada inflamasi pada banyak keadaan inflamasi dan alergi. Beberapa
contoh dari kondisi inflamasi terjadi pada rheumatoid arthritis, lupus
sistemik, arthritis gouty, arthritis psoriatic, ulcerative colitis dan chron’s
disease.
Beberapa keadaan alergi parah yang tidak merespon pengobatan
konvensional juga dapat merespon pada hydrocortisone. Contohnya adalah
asma bronchial, alergi rhinitis, drug-induced dermatitis, dan dermatitis
kontak serta dermatitis atopic.
Kondisi kronis pada kulit juga dapat diobati dengan
hydrocortisone, seperti dermatitis herpetiformis, pemphigus, psoriasis
yang parah dan dermatitis seborrheic yang parah.
Kondisi pada mata seperti alergi kronis dan inflamasi pad uvea,
iris, conjunctiva dan saraf optic pada mata juga diobati dengan
menggunakan hydrocortisone. Hydrocortisone juga digunakan untuk
pengobatan kanker sel darah seperti leukemia dan kanker kelenjar getah
bening (lymphoma). Selain itu penyakit darah seperti hancurnya platelet
oleh sel imun tubuh (idiophatic thrombocytopenia purpura) dan
penghancurnan sel darah merah oleh sel imun (autoimmunie hemolytic
anemia) dapat juga diobati dengan hydrocortisone. Beberapa kondisi lain
seperti thyroiditis dan sarcoidosis juga diobati dengan hydrocortisone.
Selain itu hydrocortisone juga digunakan sebagai pengganti
hormone natural pada pasien yang kelenjar adrenalnya tidak mampu
memproduksi jumlah kortikosteroid yang cukup.
Laras Annisa F
160110110128
4) Kontraindikasi
Hydrocortisone sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang
mengalami infeksi virus atau jamur, lesi tuberkular atau sifilitik, infeksi
bakteri kecuali digunakan untuk konjungtiva dengan kemoterapi yang
sesuai. Hal ini disebabkan karena hydrocortisone atau kortikosteroid
secara umum menurunkan sistem imun pada pasien sehingga apabila
digunakan pada pasien yang mengalami infeksi akan memperparah infeksi
tersebut.
Selain itu hydrocortisone sebaiknya tidak digunakan pada pasien
yang mengalami alergi terhadap hydrocortisone atau zat kandungan lain
pada obat, obstruksi intestinal, abses atau perforasi, peritonitis, dan kondisi
lain pada intestinal, inflamasi pada otak yang terkait dengan cedera kepala
atau stroke, infeksi atau luka pada kulit, dan sebaiknya tidak digunakan
pada pasien yang merupakan ibu hamil atau menyusui.
5) Efek samping
Problem mental
Merasa depresi
Merasa suicidal
Iritabilitas
Halusinasi
Pikiran yang aneh dan menakutkan
Anxietas
Masalah tidur
Amnesia
Memperburuk infeksi oral
Laras Annisa F
160110110128
Iritasi local
6) Interaksi obat
Thiazides dapat menyebabkan hiperglikemi dan hipokalemia
disebabkan oleh kortikosteroid. Dapat menyebabkan meningkatnya
insidensi ulser peptikum dan perdarahan gastrointestinal dengan
penggunaan NSAIDs. Dosis obat antidiabetes dan antihipertensi harus
ditingkatkan. Efikasi berkurang dengan penggunaan carbamezapine,
phenytoin, primidone, barbiturates dan rifampicin. Inhibisi mutual dari
metabolism dari siklosporin dan kortikosteroid menyebabkan
meningkatnya konsentrasi plasma dari kedua obat.
7) Dosis dan sediaan
(1) Oral
Penggantian terapi kortikosteroid yang tidak sufisien. Pada dewasa
20-30 mg perhari dengan 2 dosis terbagi dan pada anak-anak 400-800
mcg/kg/hari, dengan 2-4 dosis terbagi.
(2) Intravenous
Sebagai supelemen pada insufisiensi adrenal pada operasi
minor dibawah general anaesthesia.
Dewasa : Pada pasien yang menggunakan >10mg
prednisolone atau equivalen dengan oral perhari : 25-50 mg.
Lanjutkan dengan kortikosteroid oral setelah operasi.
Sebagai suplemen pada insufisiensi adrenal selama operasi
sedang atau operasi besar.
Laras Annisa F
160110110128
Dewasa : Pada pasien >10mg dari prednisolone. Dosis oral
kortikosteroid pada pagi hari sebelum operasi diikuti dengan 25-50
mg induksi, lalu dengan dosis serupa dari hydrocortisone 24 jam
setelah operasi sedang dan 48-72 jam setelah operasi besar.
Lanjutkan terapi oral setelah injeksi dihentikan.
(3) Acute adrenocortical insufficiency
Dewasa : 100-500 mg 3-4 kali/24 jam tergantung dari
keadaan dan kondisi pasien. Cairan dan elektrolit harus
diadministrasikan dalam jumlah yang tepat untuk mengkoreksi
gangguan metabolisme. Dosis juga dapat diberikan dalam bentuk
intramuskular tetapi respon dapat lebih lambat.
Anak-anak : <1 tahun : 25 mg; 1-5 tahun : 50 mg; 6-12
tahun : 100 mg. Cairan dan elektrolit harus diadministrasikan
dalam jumlah yang tepat untuk mengkoresi gangguan metabolisme.
(4) Injection
Inflamasi jaringan lunak.
Pada dewasa digunakan sebagai bentuk sodium fosfat atau sodium
suksinat ester dan anak-anak 100-200 mg sebagai injeksi lokal.
(5) Intra-articular
Inflamasi sendi.
Dewasa: Sebagai asetat. 5-50 mg tergantung keparahan dan ukuran
sendi yang terkena.
Laras Annisa F
160110110128
(6) Topical/Cutaneous
Corticosteroid-responsive dermatoses.
Dewasa : 0.1 – 1.25 % krim/salep/losion pada area yang terkena.
2.2.3.2 Prednisolone
Prednisolone merupakan salah satu kortikosteroid. Secara umum kita
harus mengetahui bahwa kortikosteroid disintesis di adrenal korteks di bawah
pengaruh ACTH. Glukokortikoid mempengaruhi metabolism karbohidrat, protein,
lemak dan elektrolit.
Prednisolone 4 kali lebih poten dibandingkan dengan hidrokortisone.
Prednisolone memiliki durasi aksi intermediet.
1) Farmakokinetik
Prednison oral mudah diserap dan ekstensif dimetabolisme dalam
hati. bentuk intravena memiliki onset yang cepat. Obat inhalasi yang
minimal diserap, walaupun dosis meningkat.
2) Farmakodinamik
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat produksi sitokin,
leukotrien,dan prostaglandin, perekrutan eosinofil, dan pelepasan mediator
inflamasi lainnya. Mereka juga mempengaruhi area lain di dalam tubuh,
yang dapat menyebabkan reaksi jangka panjang yang merugikan.
3) Indikasi
Inflamasi dan alergi. Digunakan dalam penanggulangan inflamasi
usus, immunosuppresi, asthma dan penyakit rematik.
·
4) Kontraindikasi
Penyakit infeksi sistemik, wanita hamil dan menyusui,
Bianda Taris Iskandar
16011011042
hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat
lainnya.
5) Efek Samping
Efek samping meliputi ulkus peptikum, miopati, psikosis steroid.
Pada penggunaan jangka panjang menyebabkan posterior subcapsular
katarak, osteoporosis, hiperglikemia, peningkatan kerentanan terkena
infeksi. Walaupun kortikosteroid sistemik dapat menyebabkan celah bibir
dan palatum pada tikus, ada sedikit bukti bahwa efek yang tidak
diinginkan ini bisa terjadi juga pada manusia. Dampak utama dari
kortikosteroid sistemik pada mulut adalah penyebabkan peningkatan
kerentanan terkena infeksi. Contohnya adalah mengalami candidiasis dan
virus herpes. Sifat anti inflamasi dan immunouppresan dari kortikosteroid
mampu melindungi pasen dari kerusakan periodontal. Penggunaan
kortikosteroid sistemik jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis,
dan hal ini sekarang menjadi faktor resiko menjadi penyakit periodontal.
6) Interaksi obat
Rifampisin, fenitoin, fenobarbital dapat mempercepat metabolisme
kortikosteroid.
7) Dosis
5-60mg perhari. Dewasa 20-80mg/kg BB perhari. Anak-anak 1
mg/kg BB maksimal 50 mg/hari.
Bianda Taris Iskandar
16011011042
2.2.3.3 Triamcinolone
Triamcinolone merupakan kortikosteroid (selective glucocorticoid) yang
digunakan untuk menurunkan inflamasi, asthma, allergic disorders, rheumatoid
arthritis, dan dermatosis.
1) Farmakodinamik
Glukokortikoid merupakan inhibitor poten terhadap respon
inflamasi. Mekanisme aksi glukokortikoid adalah efek yang dihasilkan
dari ikatan yang terjadi antara glukokortikoid dengan reseptornya.
Reseptor yang teraktivasi berikatan dengan elemen respon glukokortikoid
pada DNA, sehingga menghasilkan ekspresi gen. Selain itu, reseptor
glukokortikoid yang teraktivasi dapat berikatan langsung dengan faktor
transkripsi yang menyebabkan inhibisi ekspresi gen inflamasi.
Glukokortikoid dapat menghambat produksi eosinofil, basofil,
monosit, dan limfosit, sintesis berbagai sitokin (IL dan TNF-α) dalam
makrofag, limfosit, monosit, dan sel endotel, juga menghambat
penghasilan histamin. Glukokortikoid menghambat sintesis molekul
adhesi pada sel-sel endotel, sehingga menghambat attachment sel-sel
inflamasi dan menghambat recruitment terhadap tempat inflamasi.
Triamcinolone sebagai glukokortikoid dapat menurunkan imun.
Mekanisme penurunan tersebut cukup kompleks, namun melibatkan
inhibisi dari glukokortikoid terhadap aktivasi dan proliferasi limfosit T.
Selain itu juga menghambat produksi sel plasma. Glukokortikoid
menghambat kemampuan sel inflamasi untuk bermigrasi ke tempat reaksi
Rifa Rifatul M
160110110104
inflamasi. Pada akhirnya glukokortikoid menghambat pembentukan
antibodi.
2) Farmakokinetik
Pada umumnya obat kortikosteroid dapat diserap dengan baik pada
gastrointestinal tract. Sejumlah kortikosteroid yang digunakan secara
topikal (contohnya triamcinolone) dapat diserap melalui membran
mukosa. Pada keadaan normal, >90% circulating corticosteroid berikatan
dengan protein plasma. Hydrocortisone didegradasi cepat di hati dengan
reduksi, terkonjugasi dengan glucuronic acid, dan diekskresikan di urin.
3) Indikasi
Dalam kedokteran gigi, kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi tanda dan gejala dari reaksi inflamasi. Beberapa indikasi
penggunaan kortikosteroid di kedokteran gigi antara lain oral ulceration,
hipersensitivitas pulpa, postoperative sequelae, anafilaksis, dan reaksi
alergi lain.
Penanganan ulserasi pada mukosa oral biasanya menggunakan
kortikosteroid topikal, contohnya triamcinolone topikal. Kortikosteroid ini
dapat mengurangi gejala, tanpa memperhatikan penyebab dari ulserasi
tersebut. Kondisi yang dapat diatasi antara lain denture/traumatic ulcers,
RAS, erosive lichen planus, eritema multiform, pemfigus, desquamatif
gingivitis dan stomatitis, geographic tongue, dan angular stomatitis
(cheilitis). Kortikosteroid tidak dapat merubah pathogenesis pada lesi
ulseratif kronis pada mukosa oral. Walaupun kelainan yang parah dengan
Rifa Rifatul M
160110110104
manifestasi dermatologis dan mukosa seperti pemfigus, dapat ditangani
dengan penggunaan glukokortikoid sistemik, namun untuk menangani
ulserasi di mukosa oral perlu penggunaan glukokortikoid topikal.
4) Kontra indikasi
Dalam kedokteran gigi, kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi tanda dan gejala dari reaksi inflamasi. Beberapa indikasi
penggunaan kortikosteroid di kedokteran gigi antara lain oral ulceration,
hipersensitivitas pulpa, postoperative sequelae, anafilaksis, dan reaksi
alergi lain.
Penanganan ulserasi pada mukosa oral biasanya menggunakan
kortikosteroid topikal, contohnya triamcinolone topikal. Kortikosteroid ini
dapat mengurangi gejala, tanpa memperhatikan penyebab dari ulserasi
tersebut. Kondisi yang dapat diatasi antara lain denture/traumatic ulcers,
RAS, erosive lichen planus, eritema multiform, pemfigus, desquamatif
gingivitis dan stomatitis, geographic tongue, dan angular stomatitis
(cheilitis). Kortikosteroid tidak dapat merubah pathogenesis pada lesi
ulseratif kronis pada mukosa oral. Walaupun kelainan yang parah dengan
manifestasi dermatologis dan mukosa seperti pemfigus, dapat ditangani
dengan penggunaan glukokortikoid sistemik, namun untuk menangani
ulserasi di mukosa oral perlu penggunaan glukokortikoid topikal.
5) Efek Samping
Efek utama dari penggunaan triamcinolone (glukokortikoid) pada
rongga mulut adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
Rifa Rifatul M
160110110104
oportunistik, meliputi infeksi candida (candidiasis) dan infeksi yang
disebabkan oleh virus herpes. Sifat antiinflamasi dan imunosupresan dari
kortikosteroid dapat menghasilkan proteksi terhadap kerusakan
periodontal. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat
memperparah osteoporosis yang akan berdampak pada penyakit
periodontal.
6) Interaksi dengan Obat
Aspirin dan NSAID tidak boleh diberikan pada pasien dengan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Kedua obat tersebut dapat
meningkatkan risiko perdarahan dan ulserasi gastrointestinal. Obat
antifungal amphotericin dapat meningkatkan risiko corticosteroid-induced
hypokalemia, sedangkan ketoconazole dapat menghambat metabolism
kortikosteroid di hati.
7) Sediaan dan Dosis
Keuntungan aplikasi glukokortikoid secara topikal sangat besar
ketika terdapat kontak maksimal dengan jaringan. Obat ini biasanya
dicampurkan dengan pasta yang dapat menempel dengan mukosa dan
tahan terhadap pelarutan serta perpindahan. Salah satu vehicle ini adalah
carboxymethylcellulose in a base of polyethylene resin and mineral oil
(Orabase), biasanya tersedia dengan atau tanpa glukokortikoid.
Sediaan triamcinolone yang biasa digunakan di kedokteran gigi
adalah triamcinolone acetonide (nama generik) dengan nama dagang
kenalog in orabase, dosis untuk orang dewasa yaitu 2-3 kali per hari,
Rifa Rifatul M
160110110104
digunakan secara topikal. Sediaannya dalam bentuk pasta 0.1% dengan
gelatin, pectin, dan sodium carboxymethylcellulose dalam polyethylene
dan mineral oil base.
8) Macam/Jenis
(1) Triamcinolone Acetonide, Aerosol
(2) Triamcinolone Acetonide, Parenteral
(3) Triamcinolone Hexacetonide
(4) Triamcinolone, Oral
9) Aplikasi pada KG
(1) Oral lesi inflamasi /ulser
Dewasa: Oral topikal: Tekan setetes kecil (sekitar 1 / 4 inci) ke lesi
sampai selapis tipis, jumlah yang lebih besar mungkin diperlukan
untuk beberapa lesi.
(2) Aplikasikan sebelum tidur atau sesudah makan bila aplikasi
dibutuhkan sepanjang hari.
Rifa Rifatul M
160110110104
2.2.3.4 Dexamethasone
Dexamethason adalah glucocorticoid jangka panjang yang sangat poten.
Obat ini menyebabkan supresi dari pituitary adrenal axis. Digunakan pada shock
akibat trauma, alergi darurat, rheumatoid arthritis, asma, nephrotic sindrom dan
supresi dari inflamasi pada kelainan mata dan kulit.
1) Farmakokinetik
Absorbsi melalui Gastrointerstinal, diabsorbsi 77% pada plasenta,
protein binding. Metabolisme sebagian besar di hati dan diekskresikan
melalui urin. Dengan waktu paruh 190 menit.
2) Farmakodinamik
(1) Menghambat migrasi leukosit
(2) Mengurangi produksi mediator inflamasi dan menurunkan
permeabilitas kapiler yang tinggi
(3) Menekan respon imun normal
3) Indikasi
Inflamasi, nyeri berat (misalnya setelah root canal treatmant),
mengontrol pembengkakan setelah bedah mulut atau bedah periodontal.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas, infeksi yang belum ditangani, infeksi sistemik
virus atau jamur.
5) Efek Samping
Osteoporosis, pepticulser, glaukoma dan fraktur, pancreatic
dysfunction dan pancreatitis, meningkatkan nafsu makan, perubahan kulit,
meningkatkan kemungkinan terkena infeksi, candidiasis.
51
Gede Galang M
160110110030
6) Interaksi Obat
(1) Aspirin atau etanol: Meningkatkan aktivitas dexamethasone
(2) Ephedrine, cholestyamin, phenytoin, phenorbarbital, dan rifampicin:
Menurunkan efek kombinasi.
7) Dosis
Dosis dari dexamethasone adalah 0,5-5mg/hari oral, 4-20 mg/hari IM/IV
0,1 topikal krim sebagai dexamethasone sodium pospat dan trimethyl
asetat.
Untuk Dewasa: 0.75-9 mg/hari
Anak-anak 1 bulan – 18 tahun: 10-100 microgram/kg/hari dapat
ditingkatkan sampai mcg/kg/hari dalam situasi darurat.
2.2.3.5 Betamethasone
Bethametasone merupakan corticosteroid dengan aktivitas utama
glucocorticoid. Nama dagang: Celeston, Bentason, Benoson, Betnesol , Valisone
Scalp Lotion, Betacort, Celestoderm-V, Celestoderm-V/2, Prevex B , Betaprolene,
Diprolene Glycol, Taro-Sone, Topilene, ratio-Topilene, ratio-Topisone
1) Farmakodinamik
Betamethasone mencegah dan mengendalikan peradangan dengan
mengendalikan laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit PMN dan
fibroblast, dan menurunkan permeabilitas kapiler dan stabilisasi lisosomal.
2) Farmakokinetik
Absorpsi : GIT
Distribusi :melalui jaringan tubuh, dapat masuk ke placenta dan ASI
Metabolism :Hepar
Ekskresi : urine
Nury Raynuary
160110110006
3) Indikasi
Alergi dan penyakit inflamasi, congenital adrenal hyperplasia,
penyakit kulit, asma, rheumatoid arthritis, penyakit autoimmune (cth:
SLE)
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas, infeksi akut systemic dan infeksi jamur systemic
5) Efek Samping
Gangguan gastrointestinal, meningkatkan nafsu makan, pusing,
lelah, merasa lemah, perubahan kulit, depresi, psikosis, DM, perubahan
sikap, sulit tidur.
6) Interaksi Obat
(1) Thiazide diuretik : hiperglikemia, hypokalemia
(2) NSAIDs: Insidensi peptic ulcer, dan GI bleeding, respon anti koagulan
berubah, dosis Antidiabetes dan antihipertensi harus ditingkatkan,
menurunkan serum konsentrasi salisilat dan antimuskarinik,
menurunan anefikasi (carbamezapine, fenitoin, promidione,
barbiturate, rifampicin).
7) Dosis
Dewasa : 0,5 – 5 mg /hari
Anak-anak<12 tahun0.0175-0.125 mg/kg BB daily, dosis dapat dibagi
setiap 6-12 jam.
Nury Raynuary
160110110006
2.3 Antiplak dan Antigingivitis
2.3.1 Triclosan
Triclosan ( 2,4,4 eter ' - trikloro - 2' - Hydroxydiphenyl ) telah digunakan
dalam sabun antimikroba dan diselidiki dalam berbagai larutan kumur dan pasta
gigi antiplak sebagai agent. Antimikroba ini bakteriostatik telah terdapat di sabun
dan produk konsumen lainnya ( pasta gigi ) dalam konsentrasi berkisar antara 0,2
% sampai 2 % . Cara kerjanya dengan mempengaruhi fungsi membran sitoplasma
dan syntesis RNA , asam lemak, dan protein dengan mengikat protein pembawa
reduktase.
Triclosan adalah bakteriostatik dan fungistatik, dengan rentang aktifitas
antimicrobial dan substantivitas yang cukup luas. Beberapa bakteri memiliki
ketahanan untuk triclosan, seperti Pseudomonas aeruginosa, yang memiliki "
pompa " untuk membuat triclosan keluar dari sel. Meskipun bahan kimia ini
termasuk dalam berbagai formulasi komersial, triclosan kurang efektif daripada
CHG, iodophors, atau antiseptik berbasis alkohol untuk mengurangi jumlah
bakteri di tangan setelah 1 menit mencuci tangan. Efektif atau tidaknya
antimikroba juga dapat dipengaruhi oleh perubahan pH, dan adanya surfaktan dan
emolien pada jaringan epitel. Selain aktivitas antimikroba, triclosan tampaknya
memiliki efek anti - inflamasi langsung. Efek ini mungkin akibat dari
penghambatan sebagian dari histamine.
2.3.2 Bisbiguanide
Chlorhexidine adalah molekul kation simetris yang stabil sebagai garam.
Karena sifat kationnya, ia berikatan kuat dengan droksiapatit (mineral enamel
gigi), pelikel organic di permukaan gigi, protein saliva dan bakteri. Chlorhexidine
biasanya berikatan di mulut pada membrane mukosa seperta alveolar dan mukosa
gusi.
59
Robiyanti Saputri
160110110018
1) Farmakodinamik
Walaupun chlorhexidine mampu mempengaruhi semua bakteri,
namun bakteri gram positif lebih peka dibandingkan dengan gram
negative. Konsentrasi rendah dari chlorhexidine dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, sedangkan konsentrasi tinggi chlorhexidine dapat
membunuh bakteri.
Bakteriostatis adalah hasil dari ikatan chlorhexidine dengan
dinding sel bakteri, dimana itu menghambat system transportasi
membrane. Streptokokus oral menyerap gula melalui system
phosphoenolpyruvate-mediated phosphotransferase (PEP-PTS). PEP-PTS
merupakan proses pemindahan kelompok carrier-mediated di mana
sejumlah enzim larut dan terikat mengkatalisis transfer gugus fosforil dari
PEP ke substrat gula dengan pembentukan gula fosfat dan piruvat.
Chlorhexidine diketahui digunakan untuk menghilangkan aktivitas PTS
pada konsentrasi bakterisid. Konsentrasi tingg chlorhexidine menyebabkan
pengendapan protein intraselular dan kematian sel.
2) Farmakokinetik
Tingkat pembersihan oleh chlorhexidine pada mulut setelah satu
kali kumur dengan 10 ml larutan 0,2%, memiliki waktu paruh 60 menit.
Artinya, aplikasi satu kali pembersihan dengan larutan chlorhexidine
0,2%, konsentrasi senyawa melebihi konsentrasi hambat minimum (MIC)
untuk oral streptokokus (5 mg / mL) selama hampir 5 jam. Menunjukkan
keefektifannya untuk menghambat pembentukan plak supragingival.
3) Indikasi
Pengobatan pada penyakit gingival parah yang termasuk
diantaranya pembuangan kalkulus dan plak serta instruksi kebersihan
mulut. Penggunaan obat kumur chlorhexidine 0.1-0.2% membantu
kontrol plak harian yang memfasilitasi upaya pasien untuk melawan
pembentukan plak baru dan untuk menyembuhkan gingivitis. Penggunaan
chlorhexidine ditujukan pada situasi berikut: disinfeksi rongga mulut
Robiyanti Saputri
160110110018
sebelum perawatan gigi, sebagai tambahan selama terapi terutama dalam
kasus umum dan lokal agresif periodontitis, dan pada pasien handicapped.
4) Efek Samping
Efek samping yang paling sering terlihat dari chlorhexidine adalah
timbulnya noda kuning kecoklatan pada gigi dan jaringan lunak beberapa
pasien. Perubahan warna pada permukaan gigi memerlukan bahan abrasive
untuk menghilangkannya.
Lesi jaringan lunak deskuamatif juga telah dilaporkan pada
penggunaan konsentrasi obat melebihi 0,2% atau setelah aplikasi
berkepanjangan. Efek samping dari chlorhexidine juga diketahui
mengganggu persepsi rasa Dilaporkan bahwa berkumur dengan larutan
0,2% klorheksidin diglukonat menghasilkan perubahan signifikan dalam
persepsi rasa untuk garam tapi bukan untuk manis, pahit, dan asam.
Sebagai obat kumur, sampai saat ini chlorhexidine memiliki belum
dilaporkan untuk menghasilkan efek sistemik beracun. Karena
klorheksidin kurang diserap di rongga mulut dan saluran pencernaan, jadi
sedikit kemungkinan memasuki aliran darah.
5) Dosis
10-12 ml, dua kali sehari
Robiyanti Saputri
160110110018
2.4 Antifungal
Tabel 3.1 Klasifikasi Antifungal
Agen antifungal Mekanisme kerja Penggunaan klinik
Amphotericin B Bergabung dengan ergosterol
pada membrane fungal
Topikal: candidiasis superficial; IV:
progressive dan severe infeksi fungal
sistemik
Nystatin Bergabung dengan ergosterol
pada membrane fungal
Topikal: oral candidiasis
Clotrimazole Menghambat sistesis
ergosterol
Topikal: oral candidiasis, superficial
infeksi jamur
Fluconazole Menghambat sistesis
ergosterol
Oral:kandidiasis local dan sistemik,
cryptococcal meningitis, blastomycosis
sistemik, coccidioidomycosis
Itraconazole Menghambat sistesis
ergosterol
Oral: infeksi fungal sistemik, infeksi
dermatofit
Ketoconazole Menghambat sistesis
ergosterol
Topical: infeksi fungal superficial, oral:
infeksi fungal sistemik, kandidiasis
mucocuteneous, infeksi dermatofir parah,
tidak respontif
Miconazole Menghambat sistesis
ergosterol
Topical: cutaneous candidiasis dan
vulvovaginitis, dan infeksi fungal
superficial
Flucytosine Menghambat sintesis asam
nucleic
Oral: kandidiasis sistemik dan
cryptococcosis
63
Swarantika Aulia
160110110080
Swarantika Aulia
160110110080
Griseofulvin Mengganggu spindle mitotic Oral: infeksi fungal kulit, kuku dan rambut
Caspofungin Menghambat sintesis dinding
sel
IV: aspergillosis yang parah dan invasive.
2.3.1 Amphoterisin B
Ampothericin B adalah agen antifungal yang diperoleh dari streptococcus
nodosus (actinimicetes yang ditemukan di tanah). Termasuk golongan polyene
karena strukturnya terdiri dari cincin lactone besar (makrolide) dengan konjugasi
beberapa ikatan rangkap. Amphotericin b digunakan untuk aktivitas fungistatik
dan fungisidal tergantung pada konsentrasi dari obat dan pH. Aktivitas puncak
terjadi pada pH ntara 6-7.5. Amphotericin b memiliki spektrum luas yang efektif
mengobati spesies candida¸ Histoplasma capsulatum¸ Cryptococcus neoformans¸
dan Concidivides immitis. Amphotericin dapat berfungsi sebagai Fungisid atau
Fungistatik bergantung pada: Konsentrasi, pH(aktivitas puncaknya pada pH 6-
7,5), dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.
Resisten terhadap amphotericin b berhubungan dengan pergantian ergosterol
dengan sterol lainnya dalam membrane plasma jamur.
Amphotericin b tidak di absorbsi dari kulit atau membrane mukosa dan tidak
secara konsisten di absorbsi melalui GI tract. Untuk infeksi sistemik amphotericin
b diadministrasikan oleh pemasukan intravena. Metabolisme dari amphotericin
belum diketahui secara pasti tapi sebagian besar obat diekskresikan oleh ginjal
pada lebih dari 2 bulan setelahnya. Konsentrasi plasma amphotericin b tidak
berefek pada penyakit ginjal oleh karena itu tidak diperlukan dosis khusus untuk
pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Amphotericin b dipakai secara topikal
dengan sediaan 3% cream¸ ointment atau lotion bermanfaat dalam pengobatan
infeksi candida superfisial. Karena infeksi C. Albicans dapat terjadi pada pasien
yang menerima antibiotik spektrum luas maka agen ini dikombinasikan dengan
nystatin.
2.3.1.1 Farmakokinetik
Amphoterisin B sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Obat
ini didistribusikan ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% beredar di plasma,
terikat pada lipoprotein. Eksresi obat ini melalui ginjal berlangsung lambat
sekali, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selama 24 jam sebelumnya
ditemukan dalam urin. Waktu paruh dari obat ini selama 24 jam, dapat
mencapai 15 hari untuk pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
2.3.1.2 Farmakodinamik
Amphoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol (komponen
sensitif yang terdapat pada membran sel jamur), kemudian masuk ke
dalam saluran pada membrane mempengaruhi permeabilitas sehingga
menyebabkan kebocoran Na+, K+ dan H+ yang menyebabkan kerusakan
pada komponen sel jamur dan menyebabkan kematian sel. Amphoterisin B
juga aktif melawan Absidia spp, Aspergillus spp, Basidiobolus spp, B.
dermatitidis, Candida spp, C. immitis, Conidobolus spp, C. neoformans,
H. capsulatum, Mucor spp, P. brasiliensis, Rhizopus spp, Rodotorula
spp. and S. schenckii.
2.3.1.3 Indikasi
Amphoterisin B diindikasikan untuk berbagai macam infeksi
jamur. Biasanya sebagai terapi awal untuk infeksi jamur serius dan diganti
dengan salah satu azole baru untuk pengobatan lama atau pencegahan
kekambuhan.
Digunakan dalam pengobatan infeksi jamur koksidiodomikosis,
parakoksidiodomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis. Tetesan topical
amphotericin B efektif untuk korneal,keratitis mikotik. Selain itu,
Amphoterisin B juga digunakan untuk meningitis berat, aspergillosis,
endocarditis, dan candiduria.
Swarantika Aulia
160110110080
Dalam bidang kedokteran gigi, Amphoterisin B digunakan untuk
perawatan topikal untuk infeksi kandida kutaneus dan mukokutaneus,
terutama untuk mengatasi infeksi jamur Candida albicans, contohnya pada
pasien denture stomatitis.
2.3.1.4 Kontraindikasi
Kontraindikasi dari penggunaan Amphoterisin B adalah untuk
pasien yang hipersensitif terhadap penggunaan amphoterisin B, ibu
menyusui, dan tidak dianjurkan untuk diberikan kepada pasien yang
sedang mengkonsumsi obat antineoplastik.
2.3.1.5 Efek Samping
Penggunaan Amphoterisin B secara topikal dapat menyebabkan
iritasi loka, pruritus, dan ruam pada kulit. Penggunaan secara intravena
dapat menyebabkan terjadinya demam, konvulsi, malaise, nausea, muntah,
diare, anorexia, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, hipotensi,
hipertensi, peripheral neuropathy, nyeri, serta gangguan ginjal. Dapat juga
menyebabkan efek fatal seperti reaksi anafilaktik dan
leucoencephalopathy. Overdosis dapat menyebabkan terjadinya sesak
nafas.
2.3.1.6 Interaksi Obat
Jika Amphoterisin B digunakan bersamaan dengan aminoglikosida,
cyclosporine, dan obat nephrotoksik lainnya dapat meningkatkan
nephrotoxisitas. Hypokalemia dapat terjadi akibat penggunaan bersamaan
dengan corticosteroid dan corticotropin. Efek Amphoterisin B dapat
menurun apabila digunakan bersama dengan obat antifungal yang
memiliki efek farmakologi yang antagonis terhadap Amphoterisin B
seperti antifungal golongan azole (miconazole, ketoconazole). Toksisitas
pulmonari dapat terjadi akibat penggunaan Amphoterisin B bersamaan
dengan transfusi leukosit.
Swarantika Aulia
160110110080
160110110080
2.3.1.7 Dosis dan Sediaan
Untuk penggunaan obat Amphoterisin B secara per oral, pada
dewasa penderita kandidiasis oral, diberikan Amphoterisin B konvensional
sebanyak 1 ml dari suspense oral 100mg/ml 4 kali sehari, tahan suspensi di
dalam mulut beberapa menit sebelum ditelan, atau dapat juga digunakan
100-200mg tab/suspense 4 kali sehari. Lanjutkan konsumsi obat selama 48
jam setelah lesi reda.
Untuk penggunaan Amphoterisin B secara intravena pada dewasa
penderita Aspergillosis, jika diperlukan, dilakukan uji dosis untuk
Amphoterisin B konvensional sebanyak 1mg selama 20-30 menit,
dilanjutkan dengan 0.6-0.7mg/kg/hari selama 3-6 bulan. Sedangkan untuk
dewasa penderita endocarditis, jika diperlukan, dilakukan uji dosis untuk
Amphoterisin B konvensional sebanyak 1mg selama 20-30 menit,
dilanjutkan dengan pemberian 0.6-1 mg/kg/hari selama 1 minggu,
kemudian 6-8 minggu berikutnya diberikan 0.8 mg/kg/hari post-operasi.
Untuk penderita candiduria, diberikan Amphoterisin B sebanyak
50mg/hari dalam 1000ml air yang steril dengan irigasi kandung kemih
yang terus-menerus selama 5-10 hari sampai jamur hilang.
160110110080
2.3.2 Nistatin
Nystatin adalah obat antijamur polien untuk jamur dan ragi yang sensitif
terhadap obat ini termasuk Candida sp. Di dalam darah sangat berbahaya bagi
tubuh, tetapi dengan sifatnya yang tidak bisa melewati membran kulit sangat baik
untuk digunakan sebagai obat pemakaian luar saja. Tetapi dalam penggunaannya
harus hati-hati jangan digunakan pada luka terbuka.
2.3.2.1 Farmakodinamik
Aktifitas anti fungalnya diperoleh dengan cara mengikatkan diri
pada sterol membran sel jamur, sehingga permeabilitas membran sel
tersebut akan terganggu atau rusak dan komponen intraselular dapat hilang
dan sel jamur akan mati.
2.3.2.2 Farmakokinetik
Setelah pemberian per oral, hanya sedikit diabsorpsi dari saluran cerna. Pada dosis
yang dianjurkan, tidak akan terdeteksi dalam darah. Hampir seluruhnya diekskresi
melalui feses dalam bentuk tidak diubah.
2.3.2.3 Indikasi
Nistatin digunakan untuk mengobati infeksi candida di mukosa,
kulit, traktus intestinal, dan vagina. Meskipun efikasi nistatin oral untuk
enteric candidiasis masih dipertanyakan, topical nistatin merupakan obat
pilihan untuk mengobati infeksi candida pada kavitas oral (oral moniliasis,
thrush, denture stomatitis). Selain itu, juga digunakan untuk profilaksis
pada pasien imunokompromais.
2.3.2.4 Kontraindikasi
67
Alldea Di Banuasenza
160110110067
Pasien dengan hipersensitifitas nistatin.
2.3.2.5 Dosis dan Aturan Pakai
Kandidosis oral, per oral, DEWASA dan ANAK >1 bulan, 100.000
U setelah makan 4x sehari biasanya untuk 7 hari; dilanjutkan selama 48
jam setelah lesi/gangguan menghilang
Candidosis usus dan esophagus, per oral, DEWASA 500.000 U
4x/hari; ANAK >1 bulan 100.000 U 4x/hari; dilanjutkan selama 48 jam
setelah penyembuhan klinis
Candidosis vaginalis, per vaginal, DEWASA masukkan 1-2 ovula
saat malam untuk paling sedikit 2 minggu.
2.3.2.6 Efek Samping
Nistatin dapat ditoleransi dengan baik. Kadang-kadang dapat
dijumpai efek samping yang ringan dan kelainan gastrointestinal yang
bersifat sementara seperti diare, mual, muntah yang terjadi setelah
pemberian oral. Selain itu, terdapat keluhan itama yang berkaitan dengan
nistatin itu sendiri, yaitu rasanya yang pahit.
Alldea Di Banuasenza
160110110067
2.3.3 Ketokonazole
Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis
yang memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit dan
ragi, misalnya Tricophyton Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum
Sp, Candida Sp. Ketoconazole bekerja dengan menghambat enzim
sitokrom jamur sehingga mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan
komponen penting dari membran sel jamur. Obat jenis ini jarang
diguankan karena toksisitasnya dan tersedianya azoles yang lain. Obat ini
merupakan obat pertama antifungal agen yang diterima untuk perawatan
dari mycoses sistemik yang dalam
2.3.3.1 Farmakodinamik
Ketoconazole merupakan derivat imidazole dioxolane sintesis yang
memiliki aktifitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit misalnya:
Trichopyton sp., Epidermophyton floccosum dan Microsporum sp. serta
terhadap ragi. Khususnya efek terhadap Pityrosporum sp. lebih
dikenal.Krem Nizoral biasanya cepat menghilangkan gatal pada kulit yang
terinfeksi dermatofit dan ragi, demikian pula pada kondisi kulit dengan
adanya Pitysporum sp. Perbaikan gejala telah terlihat sebelum tanda-tanda
penyembuhan dijumpai.
Ketoconazole bekerja dengan menghambat "Cytochrome P450" jamur,
dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan kmponen penting
dari membran sel jamur.
76
Gede Galang M
160110110030
2.3.3.2 Farmakokinetik
Krem Nizoral tidak ditemukan dalam darah setelah penggunaan
topikal.
2.3.3.3 Indikasi
1) Infeksi pada kulit, rambut, dan kuku (kecuali kuku kaki) yang
disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatophytosis,
onychomycosis, candida perionyxixs, pityriasis versicolor, pityriasis
capitis, pityrosporum, folliculitis, chronic mucocutaneus candidosis),
bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena tempat lesi
tidak dipermukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal.
2) Infeksi ragi pada rongga pencernaan.
3) Vaginal kandidosis kronik dan rekuren kandidosis. Pada terapi lokal
penyembuhan infeksi yang kurang berhasil.
4) infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,
paracoccidioidomycosis, histoplasmosis, coccidioidomycosis,
blastomycosis.
5) Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan
tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat),
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur. Ketoconazole
tidak dipenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf pusat. Oleh
karena itu jamur meningitis jangan diobati dengan oral ketoconazole.
2.3.3.4 Kontraindikasi
Gede Galang M
160110110030
1) Penderita penyakit hati yang akut atau kronik.
2) Hipersensitif terhadap ketoconazole atau salah satu komponen obat ini.
3) Pada pemberian peroral ketoconazole tidak boleh diberikan bersama-
sama dengan terfenadin, astemizol, cisaprid dan triazolam.
4) Wanita hamil.
2.3.3.5 Efek Samping
Sediaan peroral:
1) Dispepsia, nausea, sakit perut dan diare.
2) Sakit kepala, peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan
haid, dizzines, paraesthesia dan reaksi alergi.
3) Thrombositopenia, alopecia, peningkatan tekanan "intracranial
pressure" yang reversibel (seperti papiloedema, "bulging fontanel"
pada bayi).
4) Impotensi sangat jarang.
5) Gynaecomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang
diberikan lebih tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan.
6) Hepatitis (kemungkinan besar idiosinkrasi) jarang terjadi (terlihat
dalam 1/12.000 penderita).
7) Reversibel apabila pengobatan dihentikan pada waktunya.
2.3.3.6 Komposisi
Tiap tablet mengandung ketoconazole 200 mg.
2.3.3.7 Dosis
Gede Galang M
160110110030
Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun.
Pengobatan kuratif:
Dewasa:
1) Infeksi kulit, gastrointestinal dan sistemik: 1 tablet (200 mg) sekali
sehari pada waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini,
dosis ditingkatkan menjadi 2 tablet (400 mg sehari).
2) Kandidosis vagina: 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Anak-anak:
3) Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg: 20 mg 3 kali sehari pada
waktu makan.
4) Anak dengan berat badan 15-30 kg: 100 mg sekali sehari pada waktu
makan.
5) Anak dengan berat badan lebih dari 30 kg sama dengan dewasa.
6) Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1
minggu setelah semua simptom hilang dan sampai kultur pada media
menjadi negatif.
Pengobatan profilaksis:
1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Gede Galang M
160110110030
2.3.4 Miconazole
Mikonazole merupakan obat imidazole antijamur pertama yang
penggunaannya dapat diterapkan baik secara topikal maupun parenteral.
Miconazole bersifat fungisid kuat, relatif stabil, mempunyai spektrum yang
luas baik terhadap jamur sistemik maupun jamur-jamur dermatofit.
2.3.4.1 Farmakodinamik
Mekanisme kerja miconazole yaitu menghambat sintesis ergosterol
membran sel jamur yang akan menghancurkan sel jamur dan meningkatkan
permeabilitas membran sel jamur sehingga membuat kebocoran nutrients.
2.3.4.2 Farmakokinetik
Absropsi : GIT
Metabolisme : Hepar
Ekskresi : 10-20% dosis melalui urine, 50% melalui feses,
2.3.4.3 Indikasi
Cutaneous candidiasis dan vulvovaginitis, Oral candidiasis juga
dapat diobati secara efektif. Penggunaan topikal untuk pengobatan infeksi
kulit karena epidermophyton, microsporum, dan trichophyton. Secara
parenteral unutk pengobatan karena coccidioidomycosis,
paracoccidiodomycosis, cryptococcosis, candidiasis sistemik, dan
mucocutaneous candidiasis.
2.3.4.4 Kontraindikasi
Pada pasien alergi terhadap Mikonazol atau bahan tambahan yang
terdapat pada krim.
80
Nury Rainuary
160110110006
2.3.4.5 Efek Samping
Efek samping penggunaan miconazole topikal sangat jarang,
namun ketika terjadi yaitu sensasi terbakar, maserasi kulit, gatal, dan
kemerahan. Efek lainnya yaitu reaksi hipersensitif dan gangguan
gastrointestinal.
2.3.4.6 Dosis dan Sediaan
1. Oropharingeal candidiasis
Dewasa : dalam bentuk gel berisi 20 mg/g (24mg/ml) : 5-10
ml setelah makan 4x sehari, lanjutkan pengobatan sampai
48 jam setelah lesi sembuh. Untuk lesi oral 4x sehari 5-7
hari, dilanjutkan sampai 48 jam setelah lesi sembuh.
Anak-anak : dalam bentuk gel berisi 20 mg/g : 1 mth-2 y:
2.5 ml bid. 2-6 yr: 5 ml bid. >6 yr: 5 ml 4x sehari.
Lanjutkan 48 jam setelah lesi sembuh.
2. Vaginal Candidiasis
Dewasa: 100 mg pada malam hariuntuk 7-14 hari, atau 100
mg bid for 7 days; 200 or 400 mg (pessaries) setiap hari
untuk 3 hariatau 1200 mg (pessary) dalam 1 dosis tunggal.
3. Infeksi jamur pada kulit
Dewasa dan anak : 2% cream 1x sehari
2.3.4.7 Interaksi Obat
Penggunaan bersama dengan obat Hypoglycemic Agents dapat
menyebabkan meningkatnya efek oral hypoglycemic. Penggunaan
bersama dengan obat Cisapride dapat menyebabkan meningkatnya tingkat
cairan plasma cisapride karena metabolisme yang menurun. Penggunaan
Nury Rainuary
160110110006
bersama dengan obat Phenytoin dapat meningkatkan efek phenytoin
karena dapat menyebabkan kerusakan hati.
2.3.6.8 Kegunaan di Kedokteran Gigi
Perawatan oral candidiasis dan jamur oral lainnya.
Nury Rainuary
160110110006
2.3.5 Clotrimazole
Clotrimazole adalah derivat imidazole dan memiliki spektrum aksi in
vivo, yang mana termasuk dermatophytes, jamur, ragi dll.
Gambar 6.
Struktur Kimia Clotrimazole.
2.3.5.1 Farmakokinetik
Penguraian yang lambat dalam mulut menyebabkan pengikatan
clotrimazole pada mukosa mulut, yang secara bertahap dilepaskan untuk
menjaga konsentrasi fungistatic setidaknya selama beberapa jam. Obat
yang ditelan bervariasi tetapi sulit atau sedikit terserap. Obat ini
dimetabolisme di hati dan dieliminasi dalam feses bersama dengan obat
yang tidak terserap. Pasien diyakini lebih senang mengkonsumsi
clotrimazole dibandingkan dengan nistatin.
2.3.5.2 Farmakodinamik
Spektrum antifungal dan mekanisme kerja sama dengan obat
golongan azol lainnya. Clotrimazole beraksi melawan fungi dengan
menghambat sintesis ergosterol. Penghambatan sintesis ergosterol
menyebabkan perusakan struktural and fungsional membran sitoplasma.
Obat ini juga beraksi melawan Trichomonas vaginalis, mikroorganisme
83
Siti Mardhiyah
160110110140
gram positif (streptococci/staphylococci) and mikroorganisme gram
negatif (Bacteroides/ Gardnerella vaginalis).
2.3.5.3 Indikasi
Obat ini digunakan untuk bermacam-macam infeksi mukosa dan
kutaneus. Clotrimazol berguna untuk pengobatan topikal dari kandidiasis
oral pada pasien dengan AIDS. Obat ini juga diindikasikan untuk infeksi
pada daerah (vaginitis) yang disebabkan oleh jamur (sebagian besar
Candida) dan superinfeksi yang disebabkan bakteri yang sensitif
clotrimazole; infeksi leucorrhoea yang disebabkan yeast fungi.
2.3.5.4 Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas terhadap Clotrinazole, serta alergi
terhadap antifungal golongan azol.
2.3.5.5 Efek Samping
Obat ini bisa ditoleransi dengan baik tetapi beberapa pasien
dilaporkan memilki reaksi kulit seperti kemerahan, perih atau terbakar.
Iritasi terkait dengan clotrimazole topikal, meskipun tidak mungkin, secara
kualitatif mirip dengan iritasi yang berhubungan dengan miconazole.
Kadang-kadang, gangguan pencernaan minor dapat terjadi akibat
konsumsi oral obat.
2.3.5.6 Kegunaan di Kedokteran Gigi
Untuk pengobataan kandidiasis oral, dapat juga diberikan kepada
pasien AIDS yang menderita kandidiasis oral.
2.3.5.7 Dosis dan Sediaan
Siti Mardhiyah
160110110140
Untuk pengobatan kandidiasis oral, clotrimazole tersedia sebagai
10-mg tablet. Satu troche dilarutkan dalam mulut lima kali sehari selama 2
minggu adalah regimen standar untuk kandidiasis orofaringeal.
Klotrimazol juga tampaknya berguna untuk pengobatan topikal dari
kandidiasis oral pada pasien dengan AIDS. Untuk kandidiasis kulit dan
dermatophytoses, krim 1% atau lotion setara dengan miconazole topikal.
2.3.6 Itraconazole
Itraconazole adalah agen antifungal tiazole yang tidak larut dalam
air. Itraconazole memiliki spectrum yang lebih luas dan daya kerja yang
lebih cepat dibandingkan agen antifungal golongan azole lainnya. Seperti
ketoconazole, penyerapan itraconazole dari saluran cerna juga lebih baik
saat diberikan bersama dengan makanan. Itraconazole efektif melawan
jamur superfisial dan infeksi jamur yang lebih dalam.
2.3.6.1 Farmakodinamik
Itraconazole bekerja dengan menghalangi sintesis ergosterol pada
fungi. Setelah administrasi oral, itraconazole didistribusi secara luas ke
jaringan-jaringan tubuh. .
2.3.6.2 Farmakokinetik
Mirip dengan ketokonazole, itrakonazole diabsorpsi dengan baik di
system gastrointestinal ketika diberikan bersama makanan. Berikatan kuat
dengan plasma protein (>99%) dan memiliki waktu paruh yang lama,
kurang lebih 20 jam setelah dosis tunggal. Didistribusikan ke seluruh
tubuh segera setelah administrasi oral. Konsentrasi itraconazole dalam
saliva dan cairan cerebrospinal dapat diabaikan, tetapi konsentrasi pada
jaringan dapat mencapai 2 hingga 5 kali lipat lebih tinggi daripada
konsentrasi plasma. Obat ini sebagian besar diabsorpsi di liver dan
sebagian kecil dieliminasi dalam empedu. Ekskresinya melalui urine.
2.3.6.3 Indikasi
86
Fathin Vania R.
160110110116
Itraconazole memiliki aktivitas antifungal yang efektif terhadap
paracoccidioidomycosis, blastomycosis, aspergillosis, histoplasmosis,
sporotrichosis, candidiasis, dan berbagai dermatofitosis. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa itraconazole efektif untuk terapi supresif
dan perawatan primer histoplasmosis pada pasien yang seropositif
mengidap HIV.
2.3.6.4 Kontraindikasi
Hipersensitivitas sebelumnya, ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak,
dan orang usia lanjut.
2.3.6.5 Efek Samping
Efek sampingnya meliputi reaksi hipersensitivitas misalnya ruam.
Menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Efek
samping lainnya yaitu depresi, pusing, vertigo, hilangnya libido,
hepatoksisitas, hipokalemia, hipertensi, hipetrigliseridemia, dan gagal
jantung pada pasien yang rentan.
2.3.6.6 Interaksi Obat
Ada beberapa interaksi obat yang penting pada itraconazole.
1) Itraconazole menghambat metabolism antihistamin terfenadine dan
astemizole sehingga dapat menyebabkan disritmia jantung.
2) Itraconazole meningkatkan efek antikoagulan pada warfarin.
3) Fenitoin antikonvulsan dan carbamazepine dan H2 blockers seperti
cimetidine menurunkan konsentrasi itraconazole dalam plasma.
Fathin Vania R.
160110110116
4) Itraconazole meningkatkan konsentrasi plasma midazolam,
ciclosporin, dan glikosid jantung seperti digoxin.
5) Itraconazole menghambat metabolisme obat antispasmodik yaitu
cisapride, sehingga dapat menyebabkan aritmia ventrikel.
6) Itraconazole dapat menurunkan efikasi kontraseptif oral.
7) Itraconazole meningkatkan risiko myopathy ketika diadministrasikan
bersamaan dengan obat antikolesterol yaitu simvastatin.
8) Itraconazole meningkatkan konsentrasi plasma obat-obatan calcium
channel blockers seperti felodipine dan nifedipine dan hal ini
menyebabkan peningkatan efek samping seperti edema tungkai.
9) Farmakokinetik itraconazole terganggu jika dikombinasikan dengan
obat-obatan sitotoksik yang digunakan pada perawatan leukemia.
10) Rifampicin meningkatkan metabolisme dan eliminasi itraconazole dan
hal ini dapat menyebabkan penurunan aksi antifungal.
11) Penggunaan itraconazole bersamaan dengan amphotericin menurunkan
aktivitas amphotericin dibandingkan dengan penggunaan tunggal.
2.3.6.7 Kegunaan dalam Kedokteran Gigi
Digunakan sebagai perawatan infeksi fungal pada rongga mulut.
2.3.6.8 Dosis dan Sediaan
Tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg dan cair 10 mg/mL. Dosis
100 mg perhari selama 15 hari.
Fathin Vania R.
160110110116
2.3.7 Fluconazole
Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14
alpha-demethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif.
Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di
dalam membran sel-sel jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami
metilase menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang
berhubungan dengan membran. Secara in vitro flukonazol memperlihatkan
aktivitas fungistatik terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp.
Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol.
Fluconazole memiliki spectrum yang luas meliputi Blastomyces dermatidis,
Cocciodioides immitis, Cryptococcus neoformus, Histoplasma capsulatum
dan Paracoccidioides brasiliensis. Obat ini aktif terhadap Candida albicans,
C. tropicalis, dan C. parapsilosis, namun tidak peka terhadap C. krusei dan
Torulopsis glabrata (sekarang diklasifikasikan ke dalam spesis Candida
glabrata). Fluconazole aktif di dalam dermatophytosis namun tidak efektif
di dalam aspergillosis dan mucormycosis. Pada pasien penderita
neutropenik, manifestasi resistensi fluconazole yang paling umum adalah
pada seleksi spesis Candida yang tidak biasa dijumpai, seperti C. krusei,
yang memiliki resistensi intrinsik terhadap obat ini.
2.3.7.1 Farmakodinamik
Mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu
demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi perkusor
ergostrol). Ergosterol merupakan sterol utama untuk mempertahankan
integritas membrane sel jamur. Cara kerjanya adalah menginhibisi enzim
sitokrom P450 yang bertanggung jawab merubah lanoterol menjadi
89
Bianda Taris I.
160110110042
ergosterol sehingga dinding sel jamur menjadi permeable dan dinding sel
hancur.
2.3.7.2 Farmakokinetik
Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral,
dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai
konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat
pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya
juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.
Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan
terjadinya absorpsi obat secara cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi
serum identik diperoleh setelah pengobatan secara oral dan secara
parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme tahap awal (first-pass
metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai dengan dosis
dengan tingkat dosis yang bermacam-macam. Dua jam setelah pemberian
obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0
mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah
secara berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.
Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral
menyebabkan percepatan dan penyebaran distribusi obat. Tidak seperti
obat antifungal azol jenis lainnya, protein yang mengikat fluconazole
memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Hal ini menyebabkan tingginya
tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi obat yang tidak
terikat pada sebagian besar kelencar dan cairan tubuh biasanya melampaui
50% dari konsentrasi darah simultan.
Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak
dapat dimetabolisme secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari
dosis yang diberikan tereliminasi ke dalam urin sekitar 80% dalam bentuk
obat-obatan asli (tidak berubah komposisinya) dan 10% dalam bentuk
Bianda Taris I.
160110110042
metabolit. Tidak ada indikasi induksi atau inhibit yang signifikan pada
metabolisme fluconazole yang diberikan secara berulang-ulang.
Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-
obatan yang tidak dapat dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki
fungsi renal normal, terdapat sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan
tercampur dengan urin dengan bentuk yang tidak berubah dan konsentrasi
lebih dari 100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular,
namun secara bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole memiliki
paruh hidup serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya
jika terjadi gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap
pasien yang memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole
akan hilang selama haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama
dialysis peritoneal. Sessi haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi
konsentrasi darah hingga sekitar 50%.
2.3.7.3 Indikasi
Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis mukosa
dan candidosis cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan
berbagai jenis gangguan dermatophytosis dan pityriasis versicolor.
Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi
perawatan penyakit candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak
menderita neutropenia, namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan
utama pada pasien neutropenia kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu.
Fluconazole telah terbukti bermanfaat untuk perawatan prophylaktat
terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh pasien pengidap
neutropenik. Fluconazole tidak efektif untuk mengobati aspergillosis dan
mucormycosis.
Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk
mengatasi meningitis cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas
utama untuk pasien pengidap AIDS kecuali jika terdapat alasan-alasan
Bianda Taris I.
160110110042
tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif dan lebih dapat ditoleransi
dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau mencegah terjadinya
cryptococcosis pada pasien penderita AIDS.
Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan
banyak dokter untuk mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal.
Syaratnya, pasien tersebut harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama
hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit yang sama.
2.3.7.4 Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif flukonazol. Flukonazol lebih baik
tidak diberikan pada ibu hamil dan menyusui
2.3.7.5 Efek Samping
Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, dan pusing. Ruam pada kulit
bisa terjadi tapi jarang. Flukonazol bisa menyebabkan kerusakan hati pada
kasus jarang. Fungsi hati harus dimonitor setelah beberapa hari
penggunaan obat.
Fluconazole adalah jenis obat yang dapat ditoleransi dengan baik.
Efek samping yang paling umum terjadi adalah gastrointestinal seperti
nausea (mual) dan nyeri pada bagian perut, namun jarang yang
memerlukan diskontinuasi perawatan, khususnya pada pasien yang
menerima dosis hingga 400 mg/hari. Elevasi asimptomatik transient
tingkat transaminase serum relatif biasa terjadi pada pasien penderita
AIDS, dan pengobatan harus dihentikan pada pasien penderita hepatitis
simptomatik atau penderita gangguan fungsi hati.
Pasien penderita kanker atau AIDS memiliki kemungkinan untuk
mengidap sindrom Stevens-Johnson (fatal exfoliative skin rashes), namun
hubungan sebab akibat penyakit ini dengan fluconazole belumlah jelas,
terutama jika penanganan dilakukan secara terus-menerus dengan obat-
Bianda Taris I.
160110110042
obatan jenis lain. Ada baiknya untuk menghentikan konsumsi fluconazole
pada pasien penderita infeksi jamur superficial, di mana pasien tersebut
mengalami pengelupasan kulit. Pasien penderita infeksi jamur stadium
lanjut/berat yang juga mengalami pengelupasan kulit harus diawasi terus
perkembangannya dan pemberian obat harus dihentikan jika terjadi luka
yang serius atau erythrema multiforme.
Berbeda dengan ketoconazole, fluconazole tidak menghambat
metabolisme adrenal maupun steroid testicular manusia. Syaratnya, obat
ini dikonsumsi dengan dosis yang tepat.
2.3.7.6 Interaksi Obat
Kadar plasma fenitoin dan sulfoniluria akan meningkat pada
penggunaan bersama flukonazol, sebaliknya bila flukonazol digunakan
bersama warfarin dan sikloforin, kadarnya akan menurun, serta
meningkatkan antikoagulan walaupun hanya penggunaan topikal.
2.3.7.7 Kegunaan Dalam Kedokteran Gigi
Flukonazol merupakan antifungal yang digunakan di kedokteran
gigi terutama infeksi candida oral maupun faringeal.
2.3.7.8 Dosis dan Sediaan
Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus
2 mg/ml. Dosis tunggal 150 mg. Modifikasi dosis perlu dilakukan pada
pasien dengan gangguan ginjal..
Fluconazole merangsang terjadinya absorpsi secara sempurna pada
saat dilakukan pengobatan secara oral, sehingga jenis pengobatan oral
menjadi prioritas utama. Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa
makanan Jika pemberian obat pada pasien tidak memungkinkan untuk
Bianda Taris I.
160110110042
diberikan lewat mulut, maka fluconazole diberikan dalam bentuk larutan
intravena, atau melalui infus dengan kadar infus 5-10 ml/menit.
Vaginal candidosis dapat diobati dengan fluconazole oral dengan
dosis 150 mg. Sedangkan Oropharyngeal candidosis diobati dengan dosis
50-200 mg/hari selama 1-2 pekan. Candidosis jenis Oesophageal dan
mucocutaneus serta candidosis saluran kencing bagian bawah memerlukan
fluconazole dengan dosis 100-200 mg/hari yang diberikan selama 2-4
pekan.
Dosis yang disarankan untuk pasien penderita cryptococcosis atau
candidosis stadium lanjut adalah 400 mg/hari. Namun demikian, sejumlah
praktisi klinik telah menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi untuk
mengatasi infeksi-infeksi yang membahayakan nyawa pasien. Lama waktu
atau durasi perawatan akan berbeda sesuai dengan kondisi pasien itu
sendiri, bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang
mendahuluinya. Diperlukan sekurang-kurangnya 6-8 pekan lamanya untuk
mengobati pasien penderita cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS.
Dosis yang disarankan untuk anak-anak adalah 1-2 mg/kg untuk jenis
candidosis superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis atau candidosis
stadium lanjut.
Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan
tujuan menyembuhkan pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS
harus dilakukan pada dosis 200 mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada
pasien penderita neutropenik, maka dosis yang diberikan adalah 100-400
mg/hari. Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap serangan
infeksi stadium lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal ini
harus dimulai beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan
berlangsung selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran
1 x 109/l.
Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal
selama 48 hari pertama pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus
Bianda Taris I.
160110110042
dilipatgandakan sampai dengan 48 jam (dengan kata lain, dosis dikurangi
setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang memiliki tingkat
pembersihan kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang memiliki
tingkat pembersihan kreatinin 10-20 ml/menit interval dosis adalah 72
jam.
Pasien yang menderita haemodialysis secara reguler memerlukan
dosis yang biasa yang diberikan setelah masing-masing tahap atau sesi
dialysis.
Bianda Taris I.
160110110042
2.3.8 Caspofungin
Caspofungin adalah obat dari golongan Echinocandins yang
merupakan obat antifungal baru yang telah diterima oleh FDA. Selain
caspofungin, echinocandins juga termasuk didalamnya micafungin dan
anidulafungin.
Caspofungin bersifat larut dalam air, merupakan lipopeptida
semisintetis yang didapat dari fermentasi Glarea lozoyensist yaitu
echinocandin pertama yang diterima oleh FDA untuk kegunaan klinis.
Aktivitas antifungalnya cukup luas, yaitu dapat melawan Candida,
Pneumocytis, Aspergillus, dan Histoplasma.
2.3.8.1 Farmakodinamik
Mekanisme unik obat antifungal golongan echinocandins ini
adalah inhibisi 1,3-β-D-glucan linkage pada dinding sel fungi.
Caspofungin mengganggu pembentukan dinding sel dengan menghambat
enzim 1,3-β-D-glucan synthase. 1,3-β-D-glucan ini sangat penting untuk
pembentukan dinding sel serta menjaga keseimbangan osmotik. Karena
mekanisme ini berbeda dengan amphotericin B dan golongan azole, maka
penggunaan dengan antifungal lain dianjurkan, menjadi sinergis dalam
melawan species cryptococcal. Caspofungin memperlihatkan efikasi
teurapetik terhadap Candida yang lebih tinggi daripada amphoterisin B
(pada pasien imunokompromise).
92
Rifa Rifatul M
160110110104
2.3.8.2 Farmakokinetik
Caspofungin tidak diserap dengan baik melalui gastrointestinal
tract. Caspofungin well-tolerated saat administrasi secara parenteral.
Setelah injeksi intravena, caspofungin dieliminasi dari pembuluh darah
dengan waktu paruh 9-11 jam. Katabolisme secara umum terjadi dengan
hidrolisis dan N-acetylation, dengan ekskresi melalui urin dan feses. 97%
berikatan dengan protein plasma. Tidak ada perubahan dosis bagi pasien
dengan penyakit ginjal, namun sebaliknya untuk pasien dengan penyakit
hati yaitu dapat meningkatkan konsentrasi plasma 55%-76%.
2.3.8.3 Indikasi
Golongan echinocandins lebih utama digunakan untuk candidal
esophagitis dan candidemia, infeksi aspergillus, demam empiric
neutropenia, dan hematopoietic stem cell transplant recipient.
Caspofungin juga bermanfaat untuk mengobati aspergilosis invasive yang
tahan terhadap obat antifungal lain.
Caspofungin merupakan salah satu obat yang penting untuk pasien
dengan infeksi jamur sistemik yang mengancam jiwa, yang tidak dapat
mentoleransi amphoterisin B serta terapi golongan azole. Selain itu juga
digunakan untuk esophageal candidiasis serta febrile neutropenic dengan
suspek infeksi jamur.
Rifa Rifatul M
160110110104
2.3.8.4 Kontraindikasi
Semua obat pada golongan Echinocandin tidak boleh digunakan
pada anak-anak.
2.3.8.5 Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan biasanya berupa rash, facial
swelling, pruritus, sensation of warmth.
2.3.8.6 Dosis
Dosis yang dianjurkan untuk candidemia dan terapi aspergillosis
adalah infuse 70mg caspofungin asetat untuk hari pertama, selanjutnya
50mg/hari. Pada pasien yang tidak menimbulkan efek, dosis bisa ditambah
menjadi 70mg per hari. Untuk pengobatan esophageal candidiasis, diobati
dengan dosis 50 mg per hari.
2.3.8.7 Interaksi Obat
Cyclosporin dapat meningkatkan konsentrasi plasma hingga 35%.
Administrasi caspofungin yang berulang (100mg per hari) dapat
ditoleransi dengan baik.
2.3.9 Imidazole dan Triazole
Imidazole dan Triazole (sama-sama disebut azole) merupakan
sintesis senyawa yang termasuk golongan azole obat anti jamur. Imidazole
dan Triazole adalah obat anti jamur bepsektrum luas yang termasuk ragi,
Dermatofit dan berbagai spesies Hitoplasma, Coccidioides,
Paracoccidiodes, Cladosporium, Phialophora, Blastomyces dan Aspergillus.
Tri Rezky F Datau
160110110055
Diketahui bahwa azol menghambat enzim yang terlibat dalam
sintesis ergosterol jamur. Khusunya salah satu atom nitrogen dari cincin
azol mengikat ke bagian heme dari sitokrom P450 enzim jamur lanosterol
14-alpa demethylase, mengambat konversi lanosterol untuk ergosterol.
Penambahan ergosterol gagal membalikkan efek anti jamur in vitro. Dari
mekanismenya menjelaskan bahwa kegiatan ini besifat senyawa terhadap
beberapa prozoa dan bakteri ergosterol dan bukan merupakan konstituen
membrane penting. Penambahan 14-alpa metal sterol seperti lanosterol
yang konsentrasinya meningkat sebagai akibat dari terapi azol dan dapat
menggangu membran sel bahkan di hadapan ergosterol .
Tindakan antijamur lainnya dianggap berasal dari ketokonazol dan
obat-obatan serupa,dan terkait dengan perubahan yang disebabkan oleh
lanosterol,meliputi penghambatan transportasi purin , gangguan respirasi
mitokondria , dan perubahan komposisi dari nonsterol lipid membran.
Resistensi terhadap imidazoles belum menjadi masalah yang signifikan
secara klinis , namun dapat mengembangkan C. albicans.Kandidiasis
mukosa Refractory pada pasien immunocompromised telah dianggap
berasal dari Spesies Candida dengan resistansi silang.
2.3.10 Flucytosine
Flusitosin , analog fluorinated dari sitosin ( 5 - fluorocytosine )
( Gambar 40-4 ) , adalah agen antimycotic sintetis oral efektif dalam
pengobatan infeksi jamur sistemik , di infeksi tertentu yang disebabkan
oleh ragi dan merupakan pirimidin fluorinated sintetis anti-metabolit yang
bertindak dengan konversi untuk anti-metabolit 5-fluorouracil yang
menghambat sintesis DNA. Hal ini efektif terhadap Cryptococcus
neoformans dan beberapa strain Candida dan cetakan dermatiaceous
penyebab yang chromoblastomycosis.
Robiyanti Saputri
160110110018
Gambar 3.2 Struktur Flucytosine
Flusitosin memiliki spektrum antijamur terbatas dibandingkan
dengan amfoterisin B dan terutama efektif terhadap Candida dan
Cryptococcus. Flusitosin efektif untuk kriptokokosis, kandidiosis,
kromomikosis, aspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi
resisten selama pengobatan denganflusitosin. 40 – 50% Candida sudah
resisten sejak semula pada kadar100 µg/mL flusitosin. Infeksi saluran
kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan
flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi.
Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan
efek supraaditif terhadap C. neoformans, C. tropicalis dan C.
albicans yang sensitif.
2.3.10.1 Farmakodinamik
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin
deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah
mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis
protein sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA
oleh metabolit fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia
karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.
2.3.10.2 Farmakokinetik
Flusitosin baik diserap dari saluran gastrointestinal , dan
konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah
pemberian oral . Obat ini didistribusikan secara luas ke seluruh
tubuh .Mencapai konsentrasi dalam cairan serebrospinal sekitar 65 %
Robiyanti Saputri
160110110018
sampai 90 % dari plasma . Flusitosin memiliki paruh 3 sampai 6 jam dan
diekskresikan tidak berubah dalam urin .
2.3.10. 3 Indikasi
Kromoblastomikosis, meningitis (kombinasi dengan amfoterisin
B). Digunakan sebagai pengobatan tambahan pada kandidiasis parah.
2.3.10.4 Efek Samping
Toksisitas utama flusitosin yaitu depresi sumsum tulang , yang
mengakibatkan anemia , leukopenia , dan
trombositopenia.Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan pasca
operasi. Jika jumlah trombosit rendah (100.000) maka soket harus
dikemas dan dijahit. perdarahan yang persisten mungkin memerlukan
transfusi platelet. Leukopenia juga dapat terjadi menyebabkan gangguan
penyembuhan.Efek ini berhubungan dengan dosis dan reversibel .Karena
flusitosin diekskresikan terutama melalui ginjal ,disarankan untuk
mengukur konsentrasi plasma dari obat secara berkala , terutama karena
itu biasanya diberikan dengan yang sangat nefrotoksik amfoterisin B.
Sebuah elevasi enzim hati dalam plasma dan hepatomegali terjadi pada
sekitar 5% dari pasien yang menerima flusitosin . Terakhir, flusitosin
dapat menyebabkan mual , muntah , diare , dan ( jarang ) enterocolitis
parah . Efek toksik ini dapat terjadi karena pembentukan dan pelepasan 5
- fluorouracil oleh jamur dan usus mikroba . Efek pada struktur gigi dan
mulut yaitu stomatitis dan perdarahan gingiva.
2.3.10.5 Dosis dan Sediaan
Kapsul 250 dan 500 mg. 50 – 150 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4
dosis, lakukan penyesuaian dosis pada penderita insufisiensi ginjal.
Robiyanti Saputri
160110110018
2.4 Multivitamin
Vitamin adalah senyawa kimia eksogen yang dibutuhkan oleh
tubuh dengan jumlah sedikit untuk berbagai fungsi metabolisme tubuh dan
dikategorikan sebagai nutrisi esensial. Vitamin tidak menghasilkan energi
tapi digunakan secara khusus untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
defisiensi.
Vitamin adalah salah satu elemen vital yang dibutuhkan pada
proses metabolisme normal. Vitamin memiliki strktur bervariasi, tidak
disintesis oleh tubuh sehingga diperoleh dari makanan dengan kuantitas
yang sangat sedikit.
Kekurangan vitamin menyebabkan berbagai gejala defisiensi.
Terdapat banyak bentuk dan sediaan vitamin yang digunakan untuk
pengobatan dan profilaksis. Kebanyakan vitamin bersifat tidak toksik,
tetapi administrasi kronis dapat meningkatkan toksisitas, terutama vitamin
A dan D.
Vitamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Vitamin yang larut di dalam lemak
(1) A
(2) D
(3) E
(4) K
2) Vitamin yang larut di dalam air
(1) Grup B-kompleks
96
Ardena Malidia
160110110092
(2) C
Vitamin yang larut dalam lemak disimpan di dalam tubuh dan
administrasi berlebihan dapat menyebabkan toksisitas, sedangkan vitamin
larut dalam air cepat diekskresikan melalui urin, dan toksisitasnya lebih
rendah.
2.4.1 Vitamin yang Larut di Dalam Lemak
1) Vitamin A
Vitamin A didistribusikan secara luas di pabrik dan makanan
hewani . Pada tumbuhan , sumber utama vitamin A sayuran adalah
berdaun hijau misalnya bayam. Apabila daun lebih gelap dan daun
lebih hijau maka semakin tinggi kadar karotennya. Vitamin A juga
terdapat dalam sayuran hijau dan buah-buahan kuning misalnya labu ,
pepaya dan mangga , dan tanaman akar misalnya wortel ( sumber
terkaya di antara tanaman lainnya) . Karotenoid yang paling penting
adalah betakaroten yang memiliki presentase vitamin tertinggi.
Karoten dikonversi ke vitamin A dalam usus kecil . Dalam
makanan hewani , vitamin A terdapat dalam hati, telur , mentega , keju
, susu , ikan dan daging . Minyak hati ikan adalah sumber retinol
terbanyak . Sangat penting untuk fungsi retina . Vitamin A sangat
penting untuk diferensiasi dan pertumbuhan jaringan epitel . Hal ini
meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan melindungi terhadap
pengembangan kanker tertentu . Berbagai bentuk vitamin A
mempunyai fungsi yang berbeda .
Ardena Malidia
160110110092
Retinoid
Mempengaruhi berbagai kegiatan biologis seluler termasuk
proliferasi , diferensiasi selular , fungsi kekebalan tubuh ,
peradangan. misalnyatretinoin , isotretinoin , etretinate .
Isotretinoin adalah retinoid , baru-baru ini disetujui untuk
digunakan dalam bentuk kapsul ( 10-20 mg ) . Ini mengurangi
jumlah sebum yang menghasilkan kelenjar sebaceous . isotretinoin
memiliki fungsi efek antiproliferatif dan antiandrogenic pada
kelenjar sebaceous, ini juga berinteraksi dengan pembentukan
androgen di kelenjar sebaceous .
Gejala Defisiensi
Bintik-bintik, xerosis , rabun senja , keratomalacia , diare ,
hiperkeratosis folikular , erupsi papular , pengeringan epidermis ,
bate urine , degenerasi testis , gangguan spermatogenesis ,
kemandulan , aborsi , gangguan penciuman dan rasa .
Hal ini ditunjukkan pada kebutaan malam , Kekurangan vitamin
( pada bayi , kehamilan , laktasi , sindrom malabsorpsi ) , untuk
profilaksis defisiensi vitamin A , jerawat ,
ichthyosis , psoriasis , xerophthalmia , bintik-bintik spot
( terutama anak-anak ) .
Dosis
Defisiensi berat dengan xerophthalmia : 50.000 IU per hari
selama tiga hari diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua
minggu . Kekurangan berat: 100.000 IU per hari selama tiga hari
diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua minggu . Anak-anak:
5.000 hingga 10.000 IU per hari selama dua minggu .
Vitamin A didistribusikan secara luas di pabrik dan makanan
hewani . Pada tumbuhan , sumber utama vitamin A sayuran
Ardena Malidia
160110110092
adalah berdaun hijau misalnya bayam. Apabila daun lebih gelap
dan daun lebih hijau maka semakin tinggi kadar karotennya.
Vitamin A juga terdapat dalam sayuran hijau dan buah-buahan
kuning misalnya labu , pepaya dan mangga , dan tanaman akar
misalnya wortel ( sumber terkaya di antara tanaman lainnya) .
Karotenoid yang paling penting adalah betakaroten yang memiliki
presentase vitamin tertinggi.
Karoten dikonversi ke vitamin A dalam usus kecil . Dalam
makanan hewani , vitamin A terdapat dalam hati, telur , mentega ,
keju , susu , ikan dan daging . Minyak hati ikan adalah sumber
retinol terbanyak . Sangat penting untuk fungsi retina . Vitamin A
sangat penting untuk diferensiasi dan pertumbuhan jaringan epitel .
Hal ini meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan
melindungi terhadap pengembangan kanker tertentu . Berbagai
bentuk vitamin A mempunyai fungsi yang berbeda .
Retinoid
Mempengaruhi berbagai kegiatan biologis seluler termasuk
proliferasi , diferensiasi selular , fungsi kekebalan tubuh ,
peradangan. misalnyatretinoin , isotretinoin , etretinate .
Isotretinoin adalah retinoid , baru-baru ini disetujui untuk
digunakan dalam bentuk kapsul ( 10-20 mg ) . Ini mengurangi
jumlah sebum yang menghasilkan kelenjar sebaceous . isotretinoin
memiliki fungsi efek antiproliferatif dan antiandrogenic pada
kelenjar sebaceous, ini juga berinteraksi dengan pembentukan
androgen di kelenjar sebaceous .
Gejala Defisiensi
Bintik-bintik, xerosis , rabun senja , keratomalacia , diare ,
hiperkeratosis folikular , erupsi papular , pengeringan epidermis ,
bate urine , degenerasi testis , gangguan spermatogenesis ,
Ardena Malidia
160110110092
kemandulan , aborsi , gangguan penciuman dan rasa .
Hal ini ditunjukkan pada kebutaan malam , Kekurangan vitamin
( pada bayi , kehamilan , laktasi , sindrom malabsorpsi ) , untuk
profilaksis defisiensi vitamin A , jerawat ,
ichthyosis , psoriasis , xerophthalmia , bintik-bintik spot
( terutama anak-anak ) .
Dosis
Defisiensi berat dengan xerophthalmia : 50.000 IU per hari
selama tiga hari diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua
minggu . Kekurangan berat: 100.000 IU per hari selama tiga hari
diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua minggu . Anak-anak:
5.000 hingga 10.000 IU per hari selama dua minggu .
Dosis:
(1) Defisiensi parah dengan seroftalmia 50000 IU/hari selama 3
hari diikuti dengan 50000 IU/ hari untuk 2 minggu
(2) Defisiensi parah 100.000 IU /hari selama 2 hari diikuti
dengan 50.000 IU/ hari selama 2 minggu
(3) Anak-anak 5000- 10000 IU/ hari selama 2 minggu.
2) Vitamin D
Vitamin D Istilah ini digunakan untuk rentang senyawa
yang memiliki sifat mencegah atau menyembuhkan rakhitis .
termasuk ergocalciferol ( calciferol , vitamin D2 ) , cholecalciferol
( vitamin D3 ) , dihydrotachysterol , - hidroksikolekalsiferol )
danalfacalcidol ( 1 calcitriol ( 1,25 - dihydroxycholecalciferol ) .
Hal ini memainkan peran penting dalam metabolisme kalsium .
mengatur homeostasis kalsium dan mempertahankan tingkat
normal plasma kalsium dan fosfat .
Ardena Malidia
160110110092
Gejala Defisiensi
Rakhitis terjadi pada pasien yang mengalami defisiensi
vitamin D. Tulang-tulang biasanya tidak lembut dan karena stres
serta ketegangan berat bearing menghasilkan deformitas yang khas.
Hal ini ditunjukkan dalam profilaksis dan pengobatan rickets ,
pascamenopause osteoporosis , sindrom Fanconi dan
hipoparatiroidisme . Efek samping termasuk sakit kepala , lemah ,
mual , muntah , mulut kering , nyeri otot , sembelit , mengantuk ,
kalsifikasi ektopik , hipertensi , nefrokalsinosis dan penurunan
berat badan .
Alfacalcidol
Mengatur metabolisme kalsium dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dan fosfat di saluran usus dan juga
memobilisasi mineral dari tulang . Setelah pemberian oral diserap
di usus kecil dan cepat mengalami metabolisme 1,25 ( OH ) 2 D3
dalam hati dan distribusi lebih lanjut untuk tulang dan usus hampir
mirip dengan distribusi fisiologisnya .
Efek samping termasuk hiperkalsemia dan
hyperphosphataemia . Hal ini ditunjukkan dalam osteoporosis ,
hipoparatiroidisme , hiperparatiroidisme ( dengan penyakit tulang )
, osteodistrofi ginjal , rakhitis gizi dan malabsorptive , vitamin
hipofosfatemik tahan D rakhitis dan osteomalacia.
Dosis
Dewasa: 1 mcg Awalnya harian disesuaikan, sesuai dengan
respon . Lansia : Awalnya 0.5 mcg setiap hari disesuaikan dengan
respon . Anak-anak: Lebih dari 20 kg : Awalnya 1 mcg sehari-hari
disesuaikan dengan respon . Dibawah 20 kg : 0,05 mcg / kg berat
badan.
Ardena Malidia
160110110092
3) Vitamin E
Ini adalah vitamin antioksidan dengan mencegah oksidasi
koenzim Q dan menghambat generasi dari produk peroksidasi dari
t asam lemak ak jenuh . Vitamin E adalah keluarga dari delapan
senyawa , empat tocopherol dan empat tocotrienol . Tocotrienol
mempengaruhi enzim utama dalam hati ( HMG CoA reductase ) ,
yang memainkan peran kunci dalam sintesis kolesterol . Sebagai
tocotrienol membantu menjaga kesehatan jantung yang baik .
Vitamin E adalah antioksidan dan mencegah oksidasi LDL
( kolesterol jahat ) .
Fungsi vitamin E sebagai antikoagulan , yang berarti penundaan
pembekuan dari darah . Hal ini dapat membantu mencegah
trombosis , yang pembentukan bekuan darah di arteri .
Gejala Defisiensi
Dalam vitamin E defisiensi pada hewan percobaan yang
Manifestasi terlihat di beberapa sistem termasuk kardiovaskular ,
reproduksi dan haematopoietic .
Manifestasi klinis aksonal degenerasi , gangguan gait ,
oftalmoplegia , hiporefleksia dan necrotizing miopati.
Efek samping termasuk mual , kelelahan, sakit kepala , penglihatan
kabur , diare .
Hal ini ditunjukkan pada bayi prematur terkena konsentrasi
tinggi oksigen , koreksi defisiensi vitamin E yang ditetapkan , pada
pasien berisiko terkena kekurangan vitamin E , otot nokturnal kram
, klaudikasio intermiten , penyakit payudara fibrokistik , penyakit
arteri koroner dan sebagai antioksidan.
Dosis
Dewasa
- Kram otot Nocturnal : 400 mg sehari selama 8 sampai 12
minggu.
Ardena Malidia
160110110092
- Intermiten klaudikasio : 400 mg sehari selama 12 sampai 18
minggu .
- Penyakit fibrokistik payudara : 600 mg sehari selama 2 sampai 6
bulan .
Anak-anak: 200 mg sehari .
2.4.2 Vitamin yang Larut dalam Air
1) Vitamin B group
(1) Vitamin B1 (tiamin)
Vitamin B1 anggota pertama dari B kompleks. Thiamine
pyrophosphate ialah coenzyme dan bersifat aktif. Vitamin B1
mempunyai peran untuk memecah glukosa , dan membantu
merubah karbohidrat menjadi energy. Gejala defisiensinya adalah
beri-beri.
Indikasi:
Indikasinya untuk beri-beri basah dan kering, Wernicke’s
encephalopathy, profilaksis defisiensi tiamin, hyperemi
gravidarum, sindrom Korsakoff, alkoholik kronis, neuritis
multipel, anoreksia.
Dosis:
Defisiensi ringan : 10-25 mg/hari
Defisiensi berat : 200-300 mg/hari
Efek samping
Demam, kesemutan, gatal-gatal, nyeri, urtikaria,
kelemahan, berkeringat, mual, gelisah, sesak pada tenggorokan,
angioedema, gangguan pernapasan, sianosis, edema paru,
perdarahan GI, vasodilatasi sementara dan hipotensi, kolaps
vaskuler.
Mekanisme aksi
Laras Annisa F
160110110128
Tiamin, vitamin yang larut air, menggabungkan dengan ATP untuk
membentuk pirofosfat tiamin, merupakan koenzim yang penting
dalam metabolisme karbohidrat.
Penyerapan: diserap dengan baik oleh saluran pencernaan setelah
pemberian melalui oral dan benar-benar diserap setelah berada di
IM.
Distribusi: Tersebar luas di jaringan tubuh yang paling, memasuki
ASI.
Ekskresi: tiamin Kelebihan diekskresikan dalam urin sebagai
metabolit
(2) Vitamin B2 (riboflavin)
Berfungsi dalam banyak reaksi biokemikal. Dalam
bentuk aktif, flavin mononukleotida (FMN) dan flavin adenin
dinukleotida.
Gejala defisiensi: dikarakteristikan dengan glositis, dermatitis pada
tubuh dan ekstrimitas, stomatitis angular, cheilosis, anemia,
neuropati, formasi katarak, dan vaskularisasi kornea.
Indikasi:
Arteriosklerosis, diabetes, obesitas.
(3) Vitamin B3 (niasin)
Disebut juga faktor pencegah pellagra.
Vitamin ini dikonversi menjadi koenzim, nicotinamide
adenine dinucleotide (NAD) atau nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate (NADP). Koenzim ini berikatan dengan
hydrogenase dan berfungsi sebagai oksidan dengan menerima
hidrogen dan elektron.
Gejala defisiensi:
Pada kekurangan niasin terjadi pellagra. Kondisi yang
terjadi adalah diare, dermatitis, demensia, nausea, muntah,
Laras Annisa F
160110110128
stomatitis, pusing, depresi, insomnia, sakit kepala, Pada defiseinsi
lanjut terjadi demensia dan halusinasi.
Efek samping:
Termasuk flushing, aktivasi peptic ulser, muntah, diare,
pruritus, kemerahan kulit, dan sakit kepala.
Indikasi:
Pellagra, untuk profilaksis, Hartnup disease,
hiperlipoproteinaemia.
(4) Vitamin B5 ( kalsium pantotenat)
Asam pantotenat banyak didistribusikan di daging, sereal, telur,
susu, sayur, dan buah. Ini adalah komponen koenzim A yang
sangat penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Gejalan defisiensi:
Defisiensi vitamin ini jarang terjadi karena distribusinya yang luas
pada makanan.
Dosis : 50-100 mg/hari.
(5) Vitamin B6 (piridoksin)
Terlibat sebagai koenzim (piridoksal fosfat) dalam metabolisme
triptofan, pada beberapa transformasi metabolic asam amino
termasuk transaminasi, dekarboksilasi dan rasemisasi.
Gejala defisiensi:
Neuritis perifer, kejang-kejang, stomatitis, anemia, lesi seperti
seborrhea, mental confusion, dan kelainan pertumbuhan
Indikasi:
Untuk mencegah dan mengobati gangguan neurologis, gejala
mental pada wanita dengan kontrasepsi oral, homocystinuria,
pyridoxine responsive anemia, morning sickness dan hyperemesis
gravidarum, konvulsi pada anak-anak.
Dosis:
Dewasa : 100 mg/hari.
Laras Annisa F
160110110128
(6) Sianobalamin (metilkobalamin)
Metilkobalamin adalah bentuk koenzim dari vitamin B12.
Bioavabilitas yang baik dan paling baik digunakan. Memiliki efek
menguntungkan seperti melawan penuaan otak, pola tidur tidak
teratur, vitamin ini juga mendukung fungsi imun dan membantu
pertumbuhan sel normal. Banyak ditemukan di produk nutrisonal,
murah, dan memiliki banyak keuntungan.
Gejala defisiensi:
Glositis, gangguan GIT, anemia megaloblastik, degenerasi
spinal cord sub akut, neuritis perifer, ingatan lemah, perubahan
mood dan halusinasi.
Aplikasi:
Bell’s Palsy : meningkatkan waktu penyembuhan pada
fungsi saraf
Kanker: menghalangi proliferasi sel ganas
Diabetic neuropathy :Oral methylcobalamin (500 mcg tiga
kali sehari selama empat bulan) menghasilkan
perbaikan subyektif dalam sensasi terbakar,
mati rasa,hilangnya sensasi dan
kramotot .
Regulasi Imun sistem : detailnya belum diketahui
Rheumatoid arthritis : mengoreksi abnormalitas RACD8+T sel
pada autologous mixed lymphocyte reaction (AMLR)
Fungsi mata : melindungi neuron retina
Variasi heart rate :meningkatkan beberapa komponen variasi
heart rate.
HIV : dalam penilitian, Methylcobalamin
menghambat infeksi HIV-1 monosit darah manusia normal dan
limfosit.
Laras Annisa F
160110110128
Homocysyeinemia : Peningkatan kadar homosistein dapat
menjadi indikasi metabolik dari penurunan kadar methylcobalamin
bentuk vitamin B12
Indikasi:
Indikasi untuk pasien yang mengalami defisiensi.
Dikombinasikan dengan lactobacillus untuk stomatitis aphtous dan
thrush. Selain itu, untuk gangguan neurologik, gejala mental pada
wanita dengan kontrasepsi oral, pyridoxine responsive anemia,
homocystinuria, neuropati, beri-beri, anemia, hepatitis, dan
debility.
Efek samping : Olahan dari vitamin B1 + B6 + B12 ditunjukkan
untuk mencegah dan mengobati isoniazid, hydralazine dan
cycloserine diinduksi neurologis gangguan, gejala mental di
perempuan pada kontrasepsi oral, pyridoxine anemia responsif dan
homocystinuria, neuropati, degenerasi kombinasi subakut, beri-
beri, anemia, hepatitis, kelemahan
(7) Asam folat
Memiliki peran penting dalam reaksi intraseluler seperti konversi
serine menjadi glycine, sintesis thymidylate, sintesis purin,
metabolisme histidin.
Gejala defisiensi:
Anemia megaloblastik, glositis, enteritis, diare, kehilangan berat
badan, dan steril.
Indikasi:
Anemia megaloblastik, alkoholisme, nutritional anemia dan
anemia karena kehamilan.
Laras Annisa F
160110110128
Dosis:
Dewasa : 5- 20 mg/hari
Anak-anak : 5-10 mg/hari
(8) Vitamin C (asam askorbat)
Berfungsi sebagai kofaktor pada amidasi dan reaksi
hidroksilasi. Bentuk aktif vitamin C adalah asam askorbat. Fungsi
utamanya adalah untuk menjaga jaringan ikat, seperti
penyembuhan luka, karena sintesis jaringan ikat yang pertama
terjadi pada remodeling jaringan. , selain itu untuk remodeling
tulang, konversi asam folat menjadi asma folinat, biosintesis
adrenal steroid, catecholamines, oksitosin, ADH, metabolisme
siklik nukleotida dan prostaglandin.
Gejala defisiensi:
Scurvy, dikarakteristikan dengan ekimosis, petechiae,
bengkak, dan gusi berdarah, subperiosteal hemorrhage, sakit pada
tulang saat disentuh, penyembuhan luka yang terhambat, anemia,
kehilangan gigi dan gingivitis
Indikasi:
Pengobatan scurvy, profilaksis untuk defisiensi vitamin C,
acidify urine, anemia karena defisiensi vit C, antioksidan untuk
menjaga warna natural dan rasa beberapa makanan, karies dental,
dan meningkatnya tingkat kerapuhan kapiler.
Dosis:
Dewasa :profilaksis 50-500mg/hari
Kehamilan dan menyusui :100-150 mg/hari
Laras Annisa F
160110110128
BAB III
CASE REVIEW
Mr. Ury Case
Tutorial part 1
Mr. Ury, 45 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan utama memiliki banyak
stomatitis disekitar mulutnya dan pendarahan pada gusinya sejak 2 bulan yang
lalu. Stomatitis tetap tidak sembuh setelah menggunakan topikal triamcinolone
selama sebulan. Dia merasakan sakit disekitar mulutnya, gusinya terlihat
mengalami edema. Dia tidak bias makan karena merasakan sakit setiap dia makan.
General condition:
Mr. Ury perokok berat (2 box per hari, 12 batang rokok perbox selama 15 tahun).
Temperature 39ᵒC, tekanan darah 130/90 mmHg. Dia terlihat lemah dan lesu.
Intraoral examination:
1) Gingival enlargement semua region, kemerahan, pendarahan spontan dan
adanya jaringan nekrosis di rahang bawah bagian anterior.
2) Crater-like ulcer di interdental papilla 41, 42, 43, dan 44
3) Ulser dengan diameter 1-3 mm di rahang bawah anterior di mukosa labial
4) Ulcer dengan diameter 1-3 di mukosa bukal kiri.
Extraoral examinantion:
Lymphadenophaty dan anemia conjutiva
107
Laboratory examinantion:
Ditemukan virus herpes dari hapusan jaringan.
Diagnosis:
NUG (necrotizing Ulcerative Gingivitis) dengan ulser herpes.
Treatment:
1) Debridement jaringan nekrosis dan scaling supragingiva
2) Dokter gigi memberikan resep metronidazole 500 mg dan obat kumur
klorheksidine 0,12% untuk gingiva dan acyclovir untuk ulser. Untuk
meningkatkan system imun dokter gigi memberikan multivitamin.
3) Pasien harus kontrol setelah 5 hari.
Intruksi:
1) Apa masalahnya?
2) Apa penyebab masalahnya?
3) Apa hipotesisnya?
Tutorial part 2
Setelah 5 hari, dia datang kembali dengan kondisi yang lebih baik. Ulcernya
sudah sembuh dan gusinya membaik, tetapi dia merasakan keluhan baru. Dia
melihat ada lapisan putih di sekitar lidahnya dan rasa terbakar sehingga dia tetap
tidak biasa makan.
General condition:
Temperature 39ᵒC, tekanan darah 130/90 mmHg. Dia terlihat lemah dan lesu.
Intraoral Examination:
Lesi plak putih pada bagian dorsum lidah
Extraoral examination:
Tidak ada abnormalitas
Laboratory examinantion:
Ditemukan jamur dari hasil hapusan lebih
Diagnosis:
Psedomembranous candidiasis
Treatment:
1) Nystatin ointment dan multivitamin
2) Pasien harus kontrol setelah seminggu kemudian.
Intruksi
1) Apa masalahnya?
2) Apa penyebab masalahnya?
3) Apa hipotesisnya?
BAB IV
DISKUSI
Mr. Ury, 45 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan utama memiliki
banyak stomatitis disekitar mulutnya dan pendarahan pada gusinya sejak 2 bulan
yang lalu. Stomatitis tetap tidak sembuh setelah menggunakan topikal
triamcinolone selama sebulan. Dia merasakan sakit disekitar mulutnya, gusinya
terlihat mengalami edema. Dia tidak bias makan karena merasakan sakit setiap dia
makan.
Setelah 5 hari, dia datang kembali dengan kondisi yang lebih baik.
Ulcernya sudah sembuh dan gusinya membaik, tetapi dia merasakan keluhan baru.
Dia melihat ada lapisan putih di sekitar lidahnya dan rasa terbakar sehingga dia
tetap tidak biasa makan.
4.1 Pembahasan Kasus Part I
Identitas Pasien
Nama : Mr. Ury
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Kondisi Umum
1) Perokok berat
110
2) Suhu 39oC
3) Tekanan darah 130/90 mmHg
4) Terlihat lemah dan pucat
Keluhan Utama
1) Banyak stomatitis disekitar mulut
2) Perdarahan di gusi sejak 2 bulan yang lalu
3) Stomatitis tidak sembuh setelah diberi triamcinolone selama 2 bulan
4) Merasa sakit di mulut
5) Gusi oedem
6) Sakit setiap makan
Pemeriksaan Intra Oral
1) Gingival enlargement di semua regio
2) Kemerahan, perdarahan spontan, jaringan nekrotik di regio anterior rahang
bawah
3) Ulcer seperti kawah di interdental papilla gigi 41, 42, 43, 44
4) Ulcer berdiameter 1-3 mm di mukosa labial anterior rahang bawah
5) Ulcer berdiameter 1-3 mm di mukosa bukal kiri
Pemeriksaan Ekstra Oral
1) Lymphadenopaty
2) Anemia conjuctiva
Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan virus herpes di jaringan apus
Diagnosis
Necrotizing Ulcerative Gingivitis dengan ulcer herpes
Mekanisme
Dalam kasus ini, pasien memiliki riwayat terinfeksi herpes simplex virus
yang menyebabkan turunnya sistem imun tubuh dan menimbulkan ulser-ulser
herpetic. Selain menderita penyakit herpes, pasien ini memiliki kebiasaan yaitu
merokok dalam jumlah yang besar, hal ini membuat kondisi mulut pasien buruk.
Selain terdapat ulcer seperti kawah dan juga terdapat banyak stomatitis, mulut
pasien ini juga terdapat gingival enlargement yang menyebabkan pendarahan,
kemerahan, oedem, dan adanya jaringan nekrotik pada gingiva. Pasien kemudian
menggunakan triamcinolone untuk mengobati ulser tersebut. Tetapi karena ulser
tersebut timbul akibat adanya virus herpes dan adanya faktor predesposisi berupa
merokok, maka pengobatan menggunakan triamcinolone tidak berhasil, karena
harus ada terapi antiviral sebagai penatalaksanaan ulser tersebut. Lalu pasien
berobat ke RSGM dan pasien ini diberi metronidazole, chlorhexidine, acyclovir,
multivitamin, serta dilakukan debridement jaringan nekrotik.
Debridement jaringan nekrotik ini dilakukan untuk menghindari keadaan
yang lebih parah akibat adanya jaringan nekrosis yang mengandung banyak
bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya
yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Selain itu,
juga diberikan metronidazole yang merupakan obat antibiotik untuk menghambat
bakteri anaerob. Metronidazole ini mempunyai indikasi, yaitu dental abses,
perikoronitis akut, serta ANUG. Lalu pasien juga diberi obat kumur chlorhexidine
yang merupakan obat
antiseptik untuk perawatan gingivitis, lesi intra oral, serta membantu menjaga oral
hygiene. Indikasi dari chlorhexidine ini adalah gingivitis, lesi intra oral, denture
stomatitis, acute apthous ulcer. Sebagai penanganan etiologi dari ulcer tersebut
yaitu virus herpes, digunakan acyclovir yang berguna melawan infeksi virus HSV
1 dan HSV 2. Pasien juga diberi perawatan penunjang berupa multivitamin yang
berfungsi menambah kekebalan system imun tubuh.
4.2 Pembahasan Kasus Bagian II
Identitas pasien
Nama : Mr.Ury
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun
Keluhan Utama
1) Adanya lapisan putih di sekitar lidah (dorsum)
2) Sensasi terbakar
3) Tidak bisa makan
Kesehatan Umum
1) Suhu 39oC
2) Tekanan darah 130/90 mmHg
3) Lemah lesu
Pemeriksaan Intraoral
113
Plak putih pada dorsum lidah
Pemeriksaan Ekstraoral
Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Lab
Ditemukan jamur dari hasil apusan lesi
Diagnosis
Pseudomembranus Kandidiasis
Treatment
1) Nystatin ointment dan multivitamin
2) Pasien harus kontrol seminggu kemudian
Mekanisme
Pada kasus ini, pasien terlihat menderita candidiasis pseudomembranous.
Hal ini disebabkan karena pemakaian obat golongan kortikosteroid dalam jangka
waktu yang relative panjang. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka waktu
panjang, dapat menyebabkan efek samping berupa infeksi oportunistik. Hal ini
disebabkan karena kortikosteoid memiliki kemampuan dalam menekan imunitas
pasien. Karena penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu panjang inilah,
pasien memiliki imunitas yang rendah, sehingga pasien mudah terserang infeksi
oportunistik dalam hal ini kandidiasis oral.
Selain itu, penggunaan antibiotic spectrum luas juga dapat menyebabkan
kondisi ini. Hal ini disebabkan karena antibiotic berspektrum luas dapat menekan
flora-flora yang ada dalam tubuh manusia, termasuk flora normal. Saat mikroba
ini ditekan oleh adanya antibiotic, candida yang merupakan fungi flora normal
dalam tubuh manusia, tidak ditekan keberadaannya karena candida adalah jenis
jamur dan jamur tidak dapat ditekan keberadaannya oleh antibiotic. Pada saat
terjadi ketidakseimbangan inilah, candida menjadi flora normal yang berubah
menjadi oportunistik dan menyebabkan infeksi jamur.
Setelah itu, pasien datang ke RSGM dan diberikan nystatin ointment
sebagai agen antifungal dan multivitamin.
BAB V
KESIMPULAN
Penggunaan kortikosteroid pada ulser yang disebabkan oleh virus
tidaklah akan memperbaiki keadaan pasien, karena yang harus dieliminasi
adalah etiologinya yaitu virus. Caranya adalah dengan pemberian agen
antiviral. Dalam kasus ini, agen antiviral tersebut adalah acyclovir.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid pun harus dipertimbangkan
dengan baik terutama indikasi dan lama pemakaian. Hal ini karena
kortikosteroid dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Penggunaan
anti fungal pun digunakan apabila adanya infeksi penyakit akibat
jamur/fungi dimana bila digunakan sesuai indikasi penggunaan obat
antifungal maka penyakit akibat jamur/fungi ini dapat teratasi. Setelah
dilakukan perawatan atau pengobatan pun sebaiknya diberikan
multivitamin yang berguna untuk meningkatkan kesehatan umum tubuh
kita agar tidak rentan terhadap penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
117
Baratawidjaja. G. K, Rengganis Iris. 2012. Imunologi Dasar, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI
Limfadenitis. Available at: Mei 26th, 2013.
Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA. Pharmacology and therapeutics for dentistry.
5thed. New Delhi: Mosby
Samodro, Ratno. 2011. “Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal”. Jurnal
Anestesiologi Indonesia. Volume III, Nomor 1.
Meechan J.G, Seymour R.A .2002. Drug dictionary for dentisty. United
State :Oxford university press
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC: Jakarta.
Gregory, Pete dan Ian Mursell. 2010. Manual of Clinical Paramedic Procedures.
United Kingdom: Blackwell.
http://walidrahmanto.blogspot.com/2012/05/pengertian-lidocain.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32609/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf. Acces
sed on.