Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum
-
Upload
muhamad-syaiful -
Category
Documents
-
view
104 -
download
3
description
Transcript of Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum
Tentamen Suicidum
Muhamad Syaiful Bin Samingan
102008301
e-mail : [email protected]
BAB I
Pendahuluan
Kegawatdaruratan psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada
kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh
diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan
lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para
profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial.
Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di
seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada
pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja
pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan
kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan
pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.
Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi
stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan
mental baik sifatnya kronis ataupun akut.1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Pada kasus ini, yang khas ditanyakan secara alloanamnesis adalah seperti berikut:
a) kapan timbulnya gejala?
b) Apakah punyai riwayat terpapar insektisida?
c) Apakah pasien menderita depresi?
d) Apakah pasien kecanduan obat-obatan atau alkohol?
e) Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit jiwa?
f) Apakah terdapat tanda-tanda sisa insektisida?2
B. Pemeriksaan Fisik
Periksa jalan nafas pasien dan pastikan tidak ada obstruksi.
Nilai dan optimalkan pernafasan dan sirkulasi pasien.
Menilai tingkat kesedaran pasien dengan Skor Koma Glasglow.
Pasien akan dinilai terhadap parameter respon mata, motorik dan
verbal. Skor untuk masing-masing parameter kemudian
dijumlahkan untuk mendapatkan skor total.
Skor GCS Total (E + M + V) = 3 sampai 5. Intrepretasi atas skor
total GCS pada umumnya adalah sebagai berikut:
15 = normal
13-15 = cedera kepala ringan
9-12 = cedera kepala sedang
3 – 8 = cedera kepala berat
< 7 = koma
3 = koma dengan kematian otak
Tabel 1: Penilaian kesadaran3
Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital.
Melakukan pemeriksaan pada mata.
Kontak langsung pestisida: mata bisa bewarna merah, gatal, sakit
dan keluar air mata
Pada keracunan oral: pupil bisa midriasis (keracunan hidrokarbon
berklor) atau miosis (keracunan organofosfat atau karbamat)
Menilai keadaan mental pasien dan khusunya cari adanya depresi dan
psikosis pada pasien setelah pasien sedar. Menilai juga risiko mencoba lagi
di kemudian hari.
C. Pemeriksaan Penunjang
i) Pemeriksaan radiologi
Perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi
atau dugaan adanya perforasi lambung.4
ii) Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardia, sinus bradikardia,
takikardia supraventikular, takikardia ventricular, fibrilasi ventricular, asistol, disosiasi
elektromekanik. 4
iii) Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat
syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu dilakukan jika
dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.5
iv) Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat
o Pengambilan dan pengumpulan bahan
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ
tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi
keracunan.Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-
kadang pada hati, limpa dan ginjal. Pada keracunan organofosfat bahan
pemeriksaan toksikologi dapat diambil dari :
Darah
Jaringan hati
Jaringan otak
Limpa
Paru-paru
Lemak badan
D. Diagnosis Kerja
Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri
secara sengaja. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah kepada kematian. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan
hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.1
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh
individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang
lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama
dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa,
menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan
suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata,
Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan
segala macam cara.1
Jenis tentamen suicide antara lain :
1. Ancaman Bunuh Diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk
bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan
secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya.
Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan
terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarah kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh
diri.
Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh
diri”.
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.
A. Klasifikasi/Penilaian Bunuh Diri
Variabel Resiko Tinggi Resiko Rendah
Sifat Dermografik dan
sosial
Usia
Jenis kelamin
Status marital
Pekerjaan
Hubungan interpersonal
Latar belakang keluarga
Lebih dari 45
Laki-laki
Cerai atau janda
Pengangguran
Konflik
Kacau atau konflik
Di bawah 45
Wanita
Menikah
Bekerja
Stabil
Stabil
Kesehatan
Fisik
Mental
Penyakit kronis
hipokondriak
Pemakaian obat yang
berlebihan
Depresi berat
Psikosis
Gangguan kepribadian
berat
Penyalahgunaan zat
Kesehatan baik merasa
sehat
Penggunaan zat rendah
Depresi ringan
Kepribadian ringan
Peminum sosial
Putus asa Optimisme
Aktivitas bunuh diri
Ide bunuh diri Sering, kuat,
berkepanjangan
Jarang, intensitas rendah
Usaha bunuh diri Berulang kali
Direncanakan
Penyelamatan tidak
mungkin
Keinginan yang tidak
ragu-ragu untuk mati
Komunikasi
diinternalisasikan
(menyatakan diri sendiri)
Metode mematikan dan
tersedia
Pertama kali
Impulsi
Penyelamatan tak
terhindarkan
Keinginan utama untuk
berubah
Komunikasi
diinternaslisasikan
(kemarahan)
Metode dengan letalitas
rendah dan tidak mudah
didapat
Sarana
Pribadi Pencapaian buruk
Tilikan buruk
Afek tidak ada atau
terkendali buruk
Pencapaian baik
Penuh tilikan
Afek tersedia dan
terkendali dengan
semestinya
Sosial Support buruk
Terisolasi sosial
Keluarga tidak
responsive
Support baik
Terintegrasi secara sosial
Keluarga yang
memperhatikan
E. Tanda dan gejala yang ditunjukkan orang yang ingin bunuh diri:
a. Tak langsung
i. Merokok
ii. Mengebut
iii. Berjudi
iv. Tindakan kriminal
v. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
vi. Penyalahgunaan zat
vii. Perilaku yang menyimpang secara sosial
viii. Perilaku yang menimbulkan stress
ix. Gangguan makan
x. Ketidakpatuhan pada tindakan medik
b. Langsung
i. Keputusasaan
ii. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
iii. Alam perasaan depresi
iv. Agitasi dan gelisah
v. Insomnia yang menetap
vi. Penurunan berat badan
vii. berbicara lamban, keletihan,
viii. menarik diri dari lingkungan
F. Faktor Resiko
Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang
tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan
peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian
menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak
insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun,
“kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan
bahwa bunuh diri tidak terelakan”. kata Jamison.
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.
miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang
serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh
neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah
neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis
seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar
serotonin yang rendah dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi
minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan
bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang
mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.5
2. Faktor kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli
mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk
bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-
menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang
mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian
mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan
menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang
berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya
(Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa
mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang
lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya
menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya
merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,
dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya
bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,
putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut
hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya
adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog,
seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu
(trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang
muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi
persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.6
3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan
sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara
yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa
masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam
persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang
tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.
4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam
pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,
mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,
ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta anaknya karena tidak memiliki
uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih
memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
5. Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang
melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang
terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental
sudah tidak bisa bekerja dengan baik.
Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,
gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba.
Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90
persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan
demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-
pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka
bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami
depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa
dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara
depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa
dielakan.6
G. Penatalaksanaan
Keracunan organofosfat:
Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5
% kec. 15- 20 tts/menit ,nafas buatan, oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari
obat-obatan depresan saluran nafas, kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari
pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organofhosfat akan meracuni lewat mlut
penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan
alat bag – valve – mask.4
Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada
penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4
jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk
mencegah aspirasi pnemonia.
Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8
dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering
fatal.
H. Pencegahan
Pasien:
1. mengidentifikasi/mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan
pasien
2. melakukan kontak treatment
3. mengajar cara mengendalikan dorongan bunuh diri
4. mendorong pasien untuk berfikir positif dan menghargai diri
5. mengenali pola koping yang digunakan pasien dan menganjurkan pola koping
yang konstruktif kepada pasien
6. membincangkan masa depan pasien dan member dorongan agar pasien dapat
mencapai masa depan yang realistis.
Keluarga:
1. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh
diri yang dialami pasien.
2. Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
3. Melatih keluarga cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
4. Mendiskusikan sumber rujukan yang ada yang bias dijangkau keluarga
5. Pengawasan ahli keluarga terhadap pasien juga harus diperhatikan.
I.Prognosis
Ad Bonam. Semakin cepat tindakan atropinisasi semakin baik.
BAB II
PENUTUP
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena dapat menghambat enzim
kholinesterase. Manajemen terapinya meliputi stabilisasi pasien, dekontaminasi, dan
pemberian antidotum. Antidotum yang digunakan adalahAtropin dan Pralidoxime. Gagal
nafas merupakan penyebab utama kematian pasien
Tentamen suicide merupakan perilaku mencederai diri yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanda dan gejala awal merupakan
peringatan yang paling memungkinkan keluarga,teman orang yang ingin bunuh diri untuk
membantu mereka dan mengelakkan percubaan buunuh diri Berjaya.
DAFTAR PUSTAKA
1) Harold I. Kaplan dan Benjamin J. Sadock. Alih bahasa: Willie Japaries. Buku saku Psikiatri Klinik.. In: I Made Wiguna S, editor. Bab 17: Bunuh diri, kekerasan dan kedaruratan psikiatri yang lain. Edisi ketiga. Jakarta. Penerbit Binarupa Aksara. 2003. P. 245- 247
2) Jonathan Gleadle. Alih Bahasa: Annisa Rahmalia. At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. In: Amalia Safitri, editor. Bab 53: Upaya bunuh diri. Jakarta. Penerbit Erlangga Medical Series. 2005. P. 100-101.
3) David Rubenstein, David Wayne dan John Bradley. Alih bahasa: Annisa Rahmalia. Lecture notes, Kedokteran Klinis. In: Amalia Safitri, editor. Bab 8: Neurologi, Skala Koma Glasgow. Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2005. P. 104
4) David A. Tomb. Alih bahasa: Martina Wiwie S. Nasrun. Buku saku Psikiatri. In: Tiara Mahatmi, editor. Bab 7: Perilaku bunuh diri dan menyerang. Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. 2004. P. 84- 90.
5) EB. Surbakti. Gangguan kebahagiaan anda dan solusinya. Bunuh diri dan pencegahan. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit PT Elex Media Komputindo. 2010. P. 200- 210.
6) Subiyakto Sudarmo. Pestisida. Insektisida. Edisi ke-9. Jakarta. Penerbit KANISIUS. 2007. P. 35, 37.
7) Panut Djojosumarto. Pestisida dan aplikasinya. Gejala keracunan pestisida. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit Agromedia Pustaka. 2008. P. 314- 317.
8) Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. In: Sulistia Gun Gunawan, editor. Bab 16: Toksikologi. 3. Keracunan. Edisi ke-5. Jakarta. Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2007. P. 829- 831, 826.
9) I. Made Bakta dan I. Ketut Suastika. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Penanganan keracunan akut. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit buku Kedokteran ECG. 2000. P. 194-196.