Makalah Bahan Pakan Alternatif - Revisi

download Makalah Bahan Pakan Alternatif - Revisi

of 20

description

dghdbfjfr wrtw rsfg eerya rgwrye hchsrywry ay rydfh hdhsha dga eh fhsg ad atgsfg ehsfhs gsg

Transcript of Makalah Bahan Pakan Alternatif - Revisi

MAKALAH BAHAN PAKAN ALTERNATIFKERABANG TELUR

Disusun oleh:Annisa Melida 200110120173Redy Septiansyah200110130023Sabila Gilang Tirani200110130342

Kelas B

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS PADJADJARANSUMEDANG2015IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi telur hampir setiap harinya. Pabrik roti, pabrik pembuatan mie, restoran atau industri yang menggunakan bahan baku telur juga sangat banyak di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa banyak limbah cangkang telur yang dihasilkan dari kegiatan tersebut Limbah cangkang telur yang ada bukan hanya berasal dari sisa telur yang dikonsumsi manusia, namun juga dapat berasal dari limbah sisa penetasan pada industri-industri pembibitan.Telur ayam infertil salah satu telur yang tidak dapat menetas. Telur ayam infertil dapat berasal dari telur yang tidak dibuahi oleh pejantan atau yang biasa disebut sebagai telur konsumsi maupun telur tetas yang pada dasarnya sengaja dibuahi oleh pejantan namun dalam proses penetasan ternyata tidak dapat menetas. Telur ayam infertil yang berasal dari telur tetas dapat diperoleh saat candling pada proses penetasan. Candling adalah proses peneropongan telur menggunakan cahaya untuk melihat perkembangan embrio dalam telur.Pemanfaatan limbah berupa cangkang telur dan embrio ayam belum menunjukkan hasil yang maksimal. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa limbah ini ternyata masih memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila dapat dikelola dengan baik. Untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dari limbah ini, tentunya masih dibutuhkan sejumlah sentuhan teknologi yang lebih kreatif lagi. Gagal atau sukses penetasan telur di pengaruhi banyak faktor yang saling berkaitan dan harus selaras hingga proses penetasan berakhir. Dari berbagai macam faktor tersebut jika satu segi saja terlewati atau tidak dapat mendukung satu dan lainnya, dipastikan penetasan akan gagal.

1.2 Identifikasi Masalah1. Bagaimana potensi penggunaan limbah kerabang telur dalam ransum?2. Apa keunggulan dari penggunaan limbah kerabang telur?3. Apa kelemahan dari penggunaan limbah kerabang telur?4. Bagaimana pengolahan dari limbah kerabang telur?5. Bagaimana cara pemanfaatan limbah kerabang telur?6. Bagaiamana performans ternak dengan diberikannya limbah kerabang telur didalam ransum?

1.3 Maksud dan Tujuan1. Memahami potensi kerabang telur.2. Memahami keunggulan dari kerabang telur.3. Memahami kelemahan dari kerabang.4. Memahami pengolahan dari kerabang telur.5. Memahami cara pemanfaatan kerabang telur dalam ransum.6. Memahami performans ternak yang diberikan limbah kerabang telur didalam ransumnya.

IITINJAUAN PUSTAKA

Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan. Salah satu yang mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010).Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai menetas. Penetasan telur itik dapat dilakukan secara alami atau buatan (Yuwanta, 1993). Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, dengan kapasitasnya yang lebih besar. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan daya tetas telur karena temperaturnya dapat diatur lebih stabil tetapi memerlukan biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).Temperatur dan kelembaban dalam mesin tetas harus stabil untuk mempertahankan kondisi telur agar tetap baik selama proses penetasan. Parkhus dan Moutney (1998) menyatakan bahwa telur akan banyak menetas jika berada pada temperatur antara 94-104F (36-40C). Embrio tidak toleran terhadap perubahan temperatur yang drastis. Kelembaban mesin tetas sebaiknya diusahakan tetap pada 70 %.Daya tetas telur yaitu banyaknya telur yang menetas dibandingkan dengan banyaknya telur yang fertil dan dinyatakan dalam persen. Daya Tetas dipengaruhi oleh penyiapan telur, faktor genetik, suhu dan kelembaban, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan fertilitas telur (Sutiyono dan Krismiati, 2006). Hodgetts (2000), menyatakan suhu yang baik untuk penetasan adalah 37,8C, dengan kisaran 37,2-38,2C. Pada suhu ini akan dihasilkan daya tetas yang optimum.Temperatur dan kelembaban merupakan faktor penting untuk perkembangan embrio. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian embrio ataupun abnormalitas embrio, sedangkan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan normal dari embrio (Wulandari, 2002). Hasil tetas adalah banyaknya jumlah telur yang menetas dibandingkan dengan telur yang dimasukan kedalam mesin tetas dan dinyatakan dalam persen. Hasil tetas telur dipengaruhi oleh faktor peralatan mesin tetas dalam menciptakan kondisi lingkungan (kelembaban dan temperatur) yang sesuai sebagai persyaratan menetasnya telur, dan faktor lingkungan diluar kemampuan pengelola misalnya terjadi perubahan tegangan listrik maupun pemadaman listrik (Prasetyo dan Susanti, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap daya tetas dan mortalitas telur itik, serta mengetahui pengaruh temperatur terhadap hasil tetas telur itik.Telur infertil dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti perbandingan antara pejantan dan induk yang kurang seimbang, gizi pejantan dan induk kurang sempurna, umur pejantan atau induk ayam yang sudah terlalu tua, embrio mengalami mati dini karena penyimpanan telur yang kurang baik, terlalu lama dan dosis fumigasi yang terlalu tinggi (Nuryati, 1998). Telur infertil yang diperoleh dari proses candling pada saat penetasan telur menggunakan mesin tetas jumlahnya dapat mencapai 26,7% dari total telur yang masuk ke dalam mesin tetas. Apabila kapasitas mesin tetas yang digunakan mencapai ribuan, maka telur infertil yang diperoleh juga akan banyak.Telur menjadi salah satu bahan penting dalam pengolahan pangan. Sifat fungsional telur yang berperan dalam proses pengolahan pangan adalah daya buih, emulsifier, koagulasi, warna dan flavor (Stadelman dan Cotterill, 1973). Putih telur pada bahan pangan, seperti sponge cake berperan dalam membentuk poripori, membentuk struktur sponge cake yang mengembang dan stabil. Sifat koagulasi (gelasi) yang baik pada putih telur juga berperan dalam memberikan struktur sponge cake yang kokoh dan remahan yang sedikit. Selain itu, kuning telur juga mengandung xanthofil yang berperan memberi warna kuning pada sponge cake.

IIIPEMBAHASAN

3.1 Potensi Kerabang TelurCangkang telur adalah bagian terluar dari telur yang berfungsi memberi perlindungan bagi komponen-komponen isi telur dari kerusakan, baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologis. Sisa penetasan yang dimaksud disini adalah segala limbah yang dihasilkan dari industri penetasan seperti telur yang tidak menetas (steril), cangkang telur dari anak ayam yang sudah menetas maupun cangkang telur yang di dalamnya masih mengandung embrio yang sudah mati.Selama ini potensi limbah cangkang telur di Indonesia cukup besar, namun potensi tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal khususnya sebagai pakan unggas. Pemanfaatan cangkang telur masih lebih dominan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan hias. Masih kurangnya upaya masyarakat untuk memanfaatkan limbah ini disebabkan karena sejauh ini limbah tersebut sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Selain itu tingkat kecernaan mineral kalsium yang terkandung di dalamnya tergolong masih sangat rendah. Disamping itu pula, cangkang telur tersebut masih sangat sulit di degradasi oleh mikroorganisme sehingga memungkinkan dapat menjadi bahan pencemar bagi lingkungan.Dilihat dari aspek ekonomi, limbah cangkang telur sebenarnya menyimpan potensi yang sangat besar. Sebagai suatu ilustrasi dapat digambarkan bahwa produksi telur ayam ras secara nasional pada tahun 2010 mencapai 945.635 ton. Diasumsikan berat cangkang telur sebesar 9,5% dari berat telur, sehingga potensi kerabang yang ada mencapai 9,5% x 945.635 ton = 89.835.4 ton atau ekuivalen dengan 89.835.400 kg. Berdasarkan komposisi kerabang, berarti potensi unsur kalsium (Ca) mencapai (37,30% x 89.835.400 = 33.508.604.2 kg), unsur magnesium (Mg) (0,38% x 89.835.400 = 341.374.52 kg), unsur fosfor (0,35% x 89.835.400 = 314.423.9 kg) dan karbonat (CO3)(58% x 89.835.400 = 52.104.532 kg).Diasumsikan biaya untuk memproduksi tepung cangkang telur (untuk 100 kg) sebesar Rp.100.000, sehingga biaya pembuatan tepung cangkang telur dalam setiap kilogram adalah sebesar Rp. 1.000. Sebagai perbandingan biaya penggunaan sumber mineral lain yang sering digunakan yakni tepung kerang seharga Rp3.000/kg (terdapat selisih Rp sekitar Rp.2.000/kg atau Rp.2/g). Apabila diasumsikan jumlah rata-rata konsumsi pakan ayam ras petelur sebesar 110 g/ekor/hari, dimana dari jumlah tersebut penggunaan tepung kerabang mencapai 3,3 g (3% dari total pakan), maka untuk pemeliharaan ayam ras petelur dengan populasi 10.000 ekor, biaya perhari yang dapat dihemat dari penggunaan tepung kerabang mencapai (10.000 ekor x 3,3 g x Rp.2, = Rp. 66.000) atau perbulan sebesar (Rp. 66.000 x 30 hari = Rp.1.980.000).

3.2 Komposisi Dalam Cangkang TelurKomposisi cangkang telur secara umum terdiri atas : air (1,6%) dan bahan kering (98,4%). Dari total bahan kering yang ada, dalam cangkang telur terkandung unsur mineral (95,1%) dan protein (3,3%). Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur tersusun atas kristal CaCO3 (98,43%) ;MgCO3 (0,84%) dan Ca3 (PO4)2 (0,75%) (Yuwanta, 2010).

Tabel 1. Berat absolut dan relatif dari mineral penyusun cangkang telurMineral% dari berat totalg/berat total

Kalsium (Ca)Magnesium (Mg)Fosfor (P)Karbonat (CO3)Mangan (Mn)37,300,380,3558,0072,300,020,023,50ppm

Sumber : Yuwanta (2010)

Potensi limbah hasil penetasan dapat dianggap sangat menjanjikan. Jika berat cangkang telur kira-kira 4-5% dari berat telur, maka dari setiap 1000 telur (+60.000g) dapat diperoleh kira-kira 2.400-3.000g cangkang telur. Apabila ditambah dengan telur yang tidak menetas (steril), maka tentunya potensi ekonomi limbah ini akan sangat menjanjikan.Kandungan kalsium dan fosfor yang terdapat dalam limbah cangkang telur dapat pula dimanfaatkan untuk memperbaiki fertilitas pada ternak unggas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk., (2008), bahwa pemberian tepung cangkang telur dalam ransum berpengaruh nyata terhadap tingkat fertilitas pada burung puyuh, namun tidak berpengaruh terhadap daya tetas dan mortalitas. Pengaruh ini muncul dapat disebabkan karena tingginya unsur kalsium dan fosfor yang terdapat dalam cangkang telur.

3.3 Pemanfaatan Limbah Cangkang TelurCangkang telur merupakan salah satu sumber CaCO3(calcium carbonate) yang paling besar dengan kadar yang mencapai 95 %, sehingga dalam pemanfaatan kerabang telur jika diberikan dengan penambahan ransum sangatlah baik untuk produktivitas dari ternak. Cangkang telur yang dijadikan tepung akan memiliki nilai tambah jika dicampurkan dalam jamu ternak, karena peran kalsium karbonat yang tinggi dalam cangkang telur dan manfaat kandungan jamu dapat meningkatkan kualitas pembentukan tulang, produktivitas telur, dan berat badan ternak, sehinggadari segi bisnis akan meningkatkan nilai jual ternak dan akan membawa keuntungan para peternak.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk., (2008), bahwa pemberian tepung cangkang telur dalam ransum berpengaruh nyata terhadap tingkat fertilitas pada burung puyuh, namun tidak berpengaruh terhadap daya tetas dan mortalitas. Pengaruh ini muncul dapat disebabkan karena tingginya unsur kalsium dan fosfor yang terdapat dalam cangkang telur. Fertilisasi dapat terjadi karena adanya pembuahan sel telur pada betina dan pembuahan akan terjadi melalui perkawinan yang dilakukan oleh induk jantan, dan induk jantan harus memiliki tulang cukup kuat untuk melakukan perkawinan agar saluran papilla dapat masuk dengan sempurna ke dalam kloaka menuju vagina sehingga proses fertilisasi dapat tercapai. Hasil penelitian merekomendasikan penggunaan tepung cangkang telur bisa mencapai 6% dalam ransum ternak puyuh. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaso Parson (2009), bahwa dengan penambahan tepung cangkang telur ayam ras dengan imbuhan sebanyak 6% dari berat ransum burung puyuh dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan dapat memperbaiki konversi ransum. Hal ini pula yang digambarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Rekapitulasi Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, Income Over Feed Cost (IOFC) Burung Puyuh Yang Diberikan Tepung Cangkang Telur Ayam RasPerlakuanKonsumsi Ransum g/e/MingguP. Bobot Badan g/e/MingguKonversi RansumIncome Over Feed Cost (Rp)

P057.50tn20.34A2.99 tn3484.00

P157.79tn21.42A2.76 tn3981.21

P257.85tn22.70B2.67 tn4060.94

P358.64tn23.73C2.50 tn4081.81

Keterangan: tn=tidak nyataNotasi yang berbeda menunjukan pengaruh berbeda sangat nyataP0=0% tanpa tepung cangkang telur; P1=2% tapung cangkang telur; P2=4% tepung cangkang telur; P3=6% tepung cangkang telur

Dari tabel diatas terlihat bahwa rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama penelitian sebesar 22.05 g/e/minggu. Pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 23.74 g/e/minggu dan pertumbuhan bobot badan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 20.34 g/e/minggu.Selain pemanfaatan dalam ransum burung puyuh, pemanfaatan limbah cangkang telur pernah diberikan kepada ternak unggas lainnya, contohnya dari penelitian yang menggunakan itik. Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu : Telur itik Mojosari sebanyak 192 butir yang dihasilkan dari itik Mojosari betina 42 ekor yang dikawinkan dengan pejantan 8 ekor dengan umur 9 bulan. Peralatan yang digunakan selama penelitian meliputi kandang 3x4 meter untuk setiap petak, alat kebersihan, timbangan digital, mesin tetas 6 buah, alat candling dan pensil. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental, Peubah yang diamati adalah daya tetas, mortalitas dan hasil tetas. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, setiap perlakuan diulang 8 kali. Perlakuan terdiri dari : T1 = temperatur 36-37C, T2 = temperatur 37-38C dan T3 = temperature 38-39C. Data dianalisis dengan menggunakan analisis variansi. Uji lanjut yang digunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).Penetasan dilakukan dengan mempersiapkan mesin tetas dengan suhu 36-37C, 37-38C, 38-39C, membersihkan telur, menimbang bobot telur, memasukkan telur kemesin tetas untuk setiap perlakuan, mengontrol suhu mesin tetas, melakukan candling pada hari ke-7 dan 21, dan pada akhir penetasan dilakukan penyemprotan agar kelembaban tetap terjaga.Cangkang telur mengandung kalsium karbonat yang sangat tinggi sebesar 98% dari total berat cangkang telur. Kalsium karbonat tersebut sangat berperan pada pembentukan tulang dan produktivitastelur di dalam tubuh unggas. Fungsi kalsium dalam tubuh unggas adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Rataan Penelitian Penetasan Telur Itik.VariabelTemperatur PenetasanSignifikan

36-37C37-38C38-39C

Daya Tetas (%)Mortalitas Embrio (%)Hasil Tertas (%)3,097,19a87,917,32c87,917,32c27,7619,41b9,8614,93a31,097,08b6213.6c43,321,1b49,510,3cP>0,05P>0,05P>0,05

Keterangan : Superskip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata

Kisaran daya tetas hasil penelitian adalah 3,09% sampai dengan 62,00% dan rataan daya tetas dari tiap perlakuan adalah temperatur 36-37C 3,097,19%, temperatur 37-38C 27,7619,41% dan temperatur 38-39C 6213,6% (Tabel. 3). Hasil tersebut dapat terlihat bahwa rataan daya tetas temperatur 38-39C paling tinggi dibandingkan dengan temperatur 36-37C dan 37-38C. Hal tersebut disebabkan karena temperatur yang diberikan sangat optimum dan hampir mendekati suhu pada penetasan alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Parkush dan Mountney (1988) menyatakan bahwa telur akan banyak menetas jika berada pada temperatur antara 37-40C. Pada suhu ini akan dihasilkan daya tetas yang optimum.Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Putri Raihana (2009) menyimpulkan bahwa dengan pemberian tepung cangkang telur dalam ransum memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas, namun tidak berpengaruh nyata terhadap daya tetas dan mortalitas burung puyuh. Hasil ini disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4. Rekapitulasi pengaruh tepung cangkang telur dalam ransum terhadap fertilitas, daya tetas, dan mortalitas burung puyuh.PerlakuanFertilitas (%)Daya tetas (%)Mortalitas (%)

P 0184.00*90.83tn9.17tn

P 1198.00*88.00tn12.00tn

P 2198.00*85.77tn14.23tn

P 3190.00*93.00tn7.00tn

Keterangan: * : nyata tn : tidak nyata

Hasil rekapitulasi penelitian yang dilakukan oleh Putri Raihan (2009) yang disajikan pada Tabel 4. menunjukan bahwa pemberian tepung cangkang telur dalam ransum memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas namun pengaruh yang tidak terhadap daya tetas dan mortalitas buyung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).

3.4 Keunggulan Limbah Cangkang TelurSalah satu limbah lainnya yang termasuk dalam kategori limbah penetasan adalah telur steril, telur tetas dengan embrio mati serta anak ayam umur sehari (DOC). Nilai gizinya yang dihasilkan mendekati nilai gizi tepung daging. Tepung limbah penetasan mengandung protein berkisar 10-16% untuk ternak unggas. Selain sebagai sumber protein, maka tepung limbah penetasan juga dapat digunakan sebagai sumber mineral kalsium dan posfor.Hal tersebut dibuktikan oleh Suprapto (2012), dengan penambahan tepung cangkang telur ayam ras dalam ransum burung puyuh terhadap tulang tibia dan tulang tarsus. Hasil tersebut digambarkan dalam Tabel 5.Tabel 5. Konsumsi Ca dan P selama PenelitianUlanganKonsumsi CaKonsumsi P

T0T1T2T3T0T1T2T3

........................................................(gram)...............................................

18.598.988.387.931.601.802.001.91

211.137.627.638.191.721.701.701.96

38.7111.456.958.61.802.001701.97

48.4410.129.159.141.761.901.802.17

Rata-rata9.229.548.038.471.721.851.802.00

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung kerabang telur ayam ras periode grower 0,4% dan layer 4%, dengan imbangan Ca : P, (4,46 : 1) pada ransum burung puyuh mampu meningkatkan panjang, berat, volume tulang tibia dan tarsus.

3.5 Performans TernakDewasa ini dengan perkembangan teknologi yng sangat pesat memberikan dampak yang positif bagi perkembangan dan kemajuan khususnya dalam bidang peternakan. Sudah menjadi rahasia umum jika limbah dari cangkang telur dijadikan sebagai tepung sebagai penambahan dalam ransum khususnya unggas. Kang telur atau lebih familiar disebut dengan kata kerabang telur kaya akan kandungan mineral. Salah satu yang memanfaatkan limbah cangkang telur dalam ransum ternak adalah Bayu Sri (2014). Hasil penelitian dari Bayu Sri (2014) ditampilkan dalam Tabel 6. dibawah ini :

Tabel 6. Rataan pertambahan bobot badan (perekor selama penelitian)PerlakuanRataan Pertumbuhan Berat Badan (g/ekor)

P0P1P2P3113.51 9.79106.65 11.23106.20 8.33113.99 6.80

Keterangan: Perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05). P0 = Pakan basal tanpa penambahan tepung limbah penetasan; P1 = Pakan basal dengan penambahan tepung limbah penetasan 1,5 % ; P2= Pakan basal dengan penambahan tepung limbah penetasan 3 %; P3 = Pakan basal dengan penambahan tepung limbah penetasan 4,5 %

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh penambahan limbah penetasan memberikan perbedaan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Hasil tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Mehdipour, Shargh, Dastard and Hassani (2009) yang melaporkan bahwa penambahan tepung limbah penetasan pada pakan tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan pada ayam pedaging. Shahriar, Nazer, Doolgarisharaf, and Monirifar (2008) menambahkan bahwa penambahan limbah penetasan level 2% dan 4% tidak memberikan pengaruh pada pertambahan bobot badan ayam pedaging, sedang penambahan level 6% dan 8% memberikan pengaruh pada pertambahan bobot badan ayam pedaging. Selain itu konsumsi pakan juga mempengaruhi pertambahan bobot badan. Unggas membutuhkan asupan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan bobot tubuhnya pada masa pertumbuhan. Salah satunya dengan meningkatkan konsumsi pakan (Widyastuti, Mardiati dan Saraswati 2014). Tepung limbah penetasan mengandung protein yang tinggi sehingga ternak mengonsumsi protein tinggi yang kemudian akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Menurut wahju (2004) konsumsi protein yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan yang cepat. Anggorodi (1984) menambahkan bahwa kemampuan ternak untuk merubah zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan menjadi daging, ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan dari ternak tersebut. Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ternak yaitu pertambahan bobot badan.

Tabel 7. Rata-rata persentase karkas dan persentase giblet burung puyuhPerlakuanRata-rata (%)

KarkasJantungHatiGizzardLimpa

P056,266,310,86b0,053,310,403,240,740,0130,005

P154,151,570,72a0,193,170,662,770,490,0110,004

P254,355,300,86b0,073,260,242,590,390,0090,005

P354,163,030,67a0,093,070,512,580,530,0120,004

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung limbah penetasan pada pakan memberikan perbedaan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap peresentase karkas burung puyuh. Hal ini disebabkan karena penggunaan tepung limbah penetasan pada pakan juga memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot karkas. Perhitungan statistik bobot karkas berkaitan erat dengan persentase karkas sehingga perlakuan dengan penggunaan tepung limbah penetasaan juga akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase karkas. Bobot karkas dipengaruhi oleh bobot hidup. Berdasarkan Tabel 7 persentase karkas yang paling tinggi ada pada (P0), sebesar (56,266,31)% sedangkan terendah adalah perlakuan (P1) sebesar (54,151,57)%. Hasil Penelitian menunjukkan persentase karkas berkisar antara 54,15 % - 56,26%. Persentase karkas yang didapat dari penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan penelitian Ismail dan Ali (2011) yang melaporkan bahwa persentase karkas burung puyuh adalah 65,28% - 65,30%. Hal ini diduga karena kadar protein pakan yang digunakan dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein pakan yang digunakan oleh Ismail dkk (2011) yaitu sebesar 18,75%. Menurut Brake et al. (1993), persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot hidup. Karkas meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan bobot hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur, perlemakan, bobot badan, jenis kelamin, kualitas dan kuantitas ransum. Ditambahkan oleh pendapat Diwyanto dkk. (1980) bahwa bobot karkas dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu: strain, bobot hidup, kualitas dan kuantitas pakan dan bobot non karkas.

IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KesimpulanBerdasar pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan:

4.2 SaranPemanfaatan kerabang telur dan telur tidak menetas perlu kita perdalam kajiannya agar pemanfaatan tersebut dapat dimaksimalkan untuk ternak dalam penambahan ransum untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pakan, sehingga peternak yang nantinya belum mengetahui dan mrmpunyai wawasan luas dengan melakukan penyuluhan terkait hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bayu Sri. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Limbah Penetasan Dalam Pakan Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Pakan dan Umur Pertama Kali Bertelur Pada Burung Puyuh (Coturnix-coturnix Japonica). Universitas Brawijaya.Hamdy, A. M. M., A. M. Henken, W. V. D. Hel, A. G. Galal and A. K. I. Abd. Elmoty. 1991. Effect on Incubation Humidy and Hatching Time on Heat Tolerance of Neonatal Chick : Growth Performance After Heat Expo Sure. Poultry Science 70 : 1507-1515.Hodgetts. 2000. Incubation The Psichal Requiments. Abor Acress service Bulletin No 15, August 1.Jaso, Parson. 2009. Pemanfaatan pemberian tepung cangkang telur ayam ras dalam ransum terhadap performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Umur 0-42 Hari. SKRIPSI. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. USU Repository.Jayasamudera, D. J dan B. Cahyono. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.Mc Daniel, G. R., D. A. Roland and. MA. Coleman. 1979. The Effeck of Eggs Shell Quality on Hatchabillity and Embrionic Mortality. Poultry Science 58 : 10-13.Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.Pipit Asmawati. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Limbah Penetasan Telur Ayam Pada Pakan Terhadap Persentase Karkas dan Pesentase Giblet Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica). Universitas Brawijaya.Prasetyo, L.H. dan T. Susanti. 2000. Persilangan timbale balik antara itik Alabio dan Mojosari Periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, Vol. 5, No. 4 : 210-213.Putri, Raihana. 2009. Pemberian Tepung Cangkang Telur Ayam Ras Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Mortalitas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). SKRIPSI. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. USU Repository.Stadelman, W. F. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology 4th edition. Food Product Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.Sutiyono, S. Riyadi, dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas dan Daya Tetas Telur Dari Ayam Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam KampungYang Diencerkan Dengan Bahan Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.W, Suprapto. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Kerabang Telur Ayam Ras Dalam Ransum Burung Puyuh Terhadap Tulang Tibia dan Tarsus. Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 75-90.W. Soeprapto, dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Kerabang Telur Ayam Ras Dalam Ransum Burung Puyuh Terhadap Tulang Tibia dan Tarsus. Animal Agricultural Jurnal,Vol. 1. No. 1, 2012, p 75 90Wulandari, A. 2002. Pengaruh Indeks dan Bobot Telur Itik Tegal Terhadap Daya Tetas, Kematian Embrio dan Hasil Tetas. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.Yuwanta. T. 2010. Perencanaan dan Tata Laksana Pembibitan Unggas. Inseminasi Buatan pada Unggas. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.