MAKALAH ASKEP GERONTIK
-
Upload
tila-karegacuttezpuool -
Category
Documents
-
view
124 -
download
6
description
Transcript of MAKALAH ASKEP GERONTIK
MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA DENGAN KATARAK”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Keperawatan
Gerontik
Dosen Pengajar : Davin Prihar Ninuk, Skep,. Ns,. MKes
Disusun oleh :
kelompok 5
1. Dwi Novitasari (7312001)
2. Tilawati Solekha (7312034)
3. Wahyu Mukhafido (73120
4. Iqromullah (73120
5. Mei Vidya (73120
6. Ma’ani (73120
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
Jl. Rejoso Kompleks Ponpes Darul Ulum Peterongan Jombang
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Klien Lansia dengan Katarak.”
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum (Unipdu) Jombang.
Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan, demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada :
1. Ibu Devin Prihar Ninuk, Skep,. Ns,. MKes, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik
2. Rekan-rekan S1 Keperawatan Semester 6
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya dalam memajukan pendidikan. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, amin.
Jombang, 09 Mei 2015
Penyusun,
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah
mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan
linkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau
ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya
jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di
negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang
per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun
sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduk lanjut
usia”.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang
dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut usia yang
sangat signifikan seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun 1980 1985 1990 1995 2000 2020
Total penduduk (55 tahun ke
atas)
148 165 183 202 222
a. Total (juta) 11,4 13,3 16 19 22,2 29,12
b. Persentase (%) 7,7 8 8,7 9,4 10 11,09
Harapan hidup 55,30 58,19 61,12 64,05 65-70 70-75
Menurut penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo
Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal
ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan
bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia
juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun
sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes
RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa menjadi tugas yang menantang bagi para tenaga
klinis. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk
melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan
keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji
aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Teori Lansia?
2. Bagaimana Konsep penyakit Katarak?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Katarak?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori dari lansia
2. Untuk mengetahui konsep penyakit katarak
3. Menjelaskan asuhan keperawatan lansia dengan katarak
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan pengetahuan dan penerapan konsep keperawatan pada
kasus lansia dengan katarak.
2. Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa keperawatan
pada kasus lansia dengan katarak.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP TEORI LANSIA
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk,
gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan
kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan
yangmenuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah.
Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah –
masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri
usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi
tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan
apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan
terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia
adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil
kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal
terhadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
1. Teori – teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1) Kehilangan peran
2) Hambatan kontak sosial
3) Berkurangnya kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1. Permasalahan Umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1. Hereditas atau ketuaan genetik
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres
2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :
1. Depresi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Bronkhitis kronis
4. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5. Gangguan pada koksa / sendi pangul
6. Anemia
7. Demensia
2.2 KONSEP PENYAKIT KATARAK
2.2.1 Definisi Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan
kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996).
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat
terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa
berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan umum kehilangan pengelihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi
cahay amenembus kornea, yang pada akhirnya mengaburkan tangkapan bayangan pada
retina. Sebagai hasilnya otak menginterpretasikan bayangan yang kabur.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata. Tetapi katarak masing – masing mata
memburuk sendiri – sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic yang biasanya unilateral
dan katarak konginetal yang kondisinya dapat tidak berubah. Katarak merupakan penyakit
yang paling sering dijumpai pada orang dengan usia diatas 70 tahun. Pembedahan
memperbaiki pengelihatan pada sekitar 95% pasien. Tanpa pembedahan katarak akhirnya
menyebabkan kehilangan pengelihatan total.
2.2.2 Etiologi Katarak
1. Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2. Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau
benda – benda radioaktif.
3. Penyakit mata seperti uveitis.
4. Penyakit sistemis seperti DM.
5. Defek kongenital
2.2.3 Macam – macam Katarak
1. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan semakin kabur. Secara paradoks,
walaupun pada stadium insipien pembentukan katarak penglihatan jauh kabur,
penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga klien dapat membaca lebih
baik tanpa kacamata (“second sight”). Miopia artifisial ini disebabkan oleh
peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipien.
Tidak ada terapi medik untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan apabila
penurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal klien. Apabila timbul glaukoma
akibat pembengkakan lensa, diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Glaukoma
dan uveitis terinduksi lensa adalah penyulit katarak yang jarang terjadi. Uveitis
terinduksi lensa memerlukan tindakan ekstraksi lensa secara bedah untuk
mengeluarkan sumber peradangan.
Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, dan klien
mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan. Tidak ada terapi obat
untuk katarak, dan tidak dapat diambil dengan pembedahan laser. Yang dapat
dilakukan adalah tindakan operasi/pembedahan. Tingkat keberhasilan pengembalian
penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95 % pasien. Indikasi dari
pembedahan ini adalah: hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktifitas normal
pasien, bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup atau
katarak yang menyebabkan glaukoma.
Secara ringkas, Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena
bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:
a. katarak nuklear : Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b. Katarak kortikal : Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c. Katarak kupliform : Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau
kortikal.
Katarak senil dapat dibagi atas stadium :
a. Katarak Insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi
dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
b. Katarak Imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.
c. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama
– sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat
keluar melalui kapsul lensa.
2. Katarak Congenital
Katarak akibat infeksi virus dimasa pertumbuhan janin, genetic atau kelainan
herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti pada German Measles.
3. Katarak Juvenill
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir yang muncul
selama proses perkembangan.
4. Katarak Traumatic
Katarak akibat trauma
5. Katarak Ttrauma Toksik
Katarak akibat paparan zat kimia seperti terapi kortikosteroid sistemik, rokok,
alkohol
6. Katarak Komplikata
Katarak akibat penyakit mata yang lain seperti uveitis (glaucoma)
7. Associated Katarak
Katarak yang berhubungan dengan penyakit spesifik karena kelainan sistemik
atau metabolic seperti DM, galaktosemi distrofi miotonik.
2.2.4 Tanda dan Gejala
Keluhan yang timbul adalah penurunan tajam penglihatan secara progresif dan
penglihatan seperti berasap. Sejak awal katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah
berdilatasi dengan optalmoskop, slit lamp/shadow test. Setelah katarak bertambah matang
maka retina menjadi semakin sulit untuk dilihat sampai akhirnya reflek fundus tidak ada dan
pupil berwarna putih. Gejala dan tanda Katarak antara lain :
1. Kehilangan pengelihatan secara bertahap dan tidak nyeri.
2. Pengelihatan baca yang buruk.
3. Pandangan seilau yang mengganggu dan pengelihatan buruk pada sinar matahari yang
terang.
4. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada pengemudi
dimalam hari.
5. Kemungkinan memiliki pengelihatan pada cahaya yang redup dibandingkan dengan
cahaya yang terang.
6. Area putih keabu – abuan dibelakang pupil.
2.2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara
protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel.
Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan
penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut
mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi
jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal
dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada
serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan
penglihatan.
2.2.6 Pemeriksaan
Visus menurun bergantung pada :
1. Tak ada tanda-tanda radang (hyperemia tak ada)
2. Iluminasi oblik tampak kekeruhan yang keabu-abuan atau putih dengan bayangan
hitam disebut iris shadow.
3. Pemeriksaan dengan optalmoskop tampak warna hitam diatas dasar orange disebut
fundus reflek.
4. Pada katarak yang lebih lanjut, kekeruhan bertambah sehingga iris shadow
menghilang dan fundus reflek menjadi hitam saja (negatif).
2.2.7 Penatalaksanaan
Apabila penderita masih dapat dikoreksi kacamata, maka diberikan dahulu kacamata.
Akan tetapi ukuran kacamata penderita biasanya sangat mudah / cepat berubah. Pengobatan
yang paling baik dan tepat saat ini adalah operasi.
1. Operasi katarak (Ekstraksi lensa)
Indikasi :
a. Visus yang menurun yang tak dapat dikoreksi dengan kacamata dan mengganggu
aktifitas.
b. Dahulu penderita dioperasi bila visusnya 1/300 s/d tak terhingga (LP+). Akan
tetapi dengan kemajuan tehnologi saat ini katarak dapat dioperasi pada stadium
apapun, bila penderita sudah terganggu aktivitasnya.
c. Secara klinis : bila ditemukan uveitis atau berkembang kearah glaukoma
d. Secara verbal : - bila monokuler harus stadium matur
- Binokuler : visus orang buta huruf : 5/50
visus orang terpelajar : 5/20
Pemeriksaan pre- op katarak
a. Status lokalis
- Fungsi retina harus baik-dengan test proyeksi
- Tidak boleh ada infeksi pada mata atau jaringan sekitar (missal:uveitis)
- Tak ada glaucoma, bahaya terjadi prolaps bola mata
- Koreksi visus
b. Status generalis, hindari kondisi berikut :
- Hipertensi
- DM karena luka sulit sembuh, mudah terjadi infeksi dan perdarahan post
hifema sulit hilang
- Batuk kronik karena bisa terjadi prolaps bola mata
- Gagal jantung
Post operasi:
a. Tujuan : cegah infeksi dan terbukanya luka operasi
Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban berat
selama sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari selama beberapa minggu harus
dilindungi dengan pelindung logam pada malam hari. Kacamata permanent diberikan 6-8
minggu setelah operasi.
2. Macam - macam operasi :
ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)
Merupakan tindakan pengeluaran lensa bersama-sama dengan kapsul
ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior dan mengeluarkan inti lensa dan kortek,
sedang sisa lensa diharapkan keluar bersama dengan aqueoshumour
3. Evaluasi Sesudah Operasi Katarak
Hari 1 sesudah operasi harus sudah dievaluasi yaitu :
a. Perdarahan dibilik mata depan (hifema).
b. Kamera okuli anterior jernih/keruh :
Bila mata depan keruh (flare/sel positif)
- Bilik mata depan keruh (flare /sel positif)
- Mungkin sampai terjadi pengendapan pus di bilik mata depan (hipopion).
- Iris miossi disertai sinekia postrior
c. Perhatikan pupil miosis/midriasis/normal :
- Miosis : biasanya dipergunakan miotikum pada waktu operasi sehingga hari
berikutnya pupil menjadi miosis. Miosis ini dapat terjadi bila terjadi uveitis
anterior, dan biasanya disertai adanya sinekia posterior.
- Midirasis : dapat terjadi bila ada peningkatan tekanan intra okuler (glaucoma)
- Pupil tidak bulat : terjadi bila pada waktu operasi terjadi korpukasi (korpus
viterius keluar).
4. Pengobatan Sesudah Operasi Katarak
Setelah operasi dapat diberi :
a. Kacamata, diberikan bila tanda-tanda iritasi sudah hilang (kurang lebih sesudah
1,5 bulan post op), sudah tidak ada perubahan refraksi (3 x refraksi tiap minggu).
b. Lensa Kontak :
Penglihatan lebih baik daripada kacamata, dan dipakai pada operasi katarak
unilateral (satu mata).
c. Inolan Lensa Intra Okuli (IOL) :
- Implan ini memasukkan ke dalam mata pada saat operasi, menggantikan lensa
yang diambil (ECCE).
- Letaknya permanen
- Tidak memerlukan perawatan.
- Visus lebih baik daripada kacamata / lensa kontak.
BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Pengkajian Pre – Operasi
Subyektif :
1. Keluhan penglihatan
a. Kabur secara total
b. Hanya melihat baik pada tempat yang redup
c. Hanya dapat melihat rangsangan cahaya saja
d. Ganda / majemuk pada satu mata.
2. Indikator verbal dan non verbal dari ansietas.
3. Pemahaman tentang pembedahan katarak termasuk :
a. Sifat prosedur
b. Resiko dan keuntungan
c. Obat anestesi
d. Pilihan untuk rehabilitasi visual setelah pembedahan, seperti implan lensa
intraokuler, kontak lensa dan kacamata katarak (kacamata afakia).
4. Jumlah informasi yang dicari klien.
Obyektif :
1. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan kecuali pada katarak komplikata yang
penyakit intra okulernya masih aktif.
2. Pada pemeriksaan penyinaran lensa tampak kelabu atau kekeruhan yang memutih.
3. Pada pemeriksaan optalmoskop pada jarak tertentu didapatkan kekeruhan yang
berwarna hitam dengan latar belakang berwarna merah.
4. Pada pemeriksaan refraksi meningkat. Pada penderita yang tadinya menderita
presbiopia kemudian menderita katarak, pada stadium awal dapat membaca tanpa
menggunakan kacamata baca.
5. Observasi terjadinya tanda-tanda glaucoma karena komplikasi katarak, tersering
adalah glaucoma seperti adanya rasa nyeri karena peningkatan TIO, kelainan lapang
pandang.
3.1.2 Pengkajian Post – Operasi
Data Subyektif
1. Nyeri
2. Mual
3. Diaporesis
4. Riwayat jatuh sebelumnya
5. Sistem pendukung, lingkungan rumah.
Data Obyektif
1. Perubahan tanda-tanda vital
2. Respon yang lazim terhadap nyeri.
3. Tanda-tanda infeksi :
- Oedema
- Kemerahan
- Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
- Zat purulen
- Peningkatan suhu
- Nilai lab : peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil pemeriksaan kultur
sensitifitas abnormal.
4. Ketajaman penglihatan masing-masing mata
5. Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi
3.2 DIAGNOSA
3.2.1 Diagnosa Pre – Operasi
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d distorsi penglihatan
2. Resti cidera b.d peningkatan TIO
3. Gangguan interpretasi terhadap warna b.d perubahan warna nucleus
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
5. Potensial terhadap kurang perawatan diri b.d kerusakan penglihatan
3.2.2 Post-operatif
1. Resiko tinggi terhadap cedera b.d perdarahan intraokuler
2. Resiko tinggi infeksi b.d perawatan tidak aseptik
3. Nyeri b.d trauma pembedahan, peningkatan TIO, dan proses inflamasi
3.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d distorsi penglihatan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan
ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
R/ : untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Dorong dalam mengekspresikan penurunan ketajaman
R/ : agar penurunan penglihatan lanjut dapat dicegah
c. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan,
misalnya dengan mendekatkan kebutuhan pasien
R/ : memungkinkan pasien melihat objek lebih dekat
d. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dan orang lain di sekitarnya
R/ : memberikan peningkatan kenyamanan
2. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan
pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan pemahaman tentang penyakit
b. Dapat melakukan pengobatan secara teratur
Intervensi :
a. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
R/ : meningkatkan pemahaman pasien
b. Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
R/ : dapat bereaksi silang pada obat yang diberikan
c. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
R/ : meningkatkan pehamaman pasien
d. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan
saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
R/ : dapat meningkatkan TIO
e. Anjurkan klien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan
kaca mata gelap saat keluar
R/ : mencegah cidera kecelakaan pada mata
f. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-
tiba.
R/ : intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi.
3. Resiko tinggi terhadap cedera b.d peningkatan TIO
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami
cidera dan faham terhadap factor yang menyebabkan cidera.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera.
b. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
a. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
R/ : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerjasama dalam
pembatasan yang diperlukan
b. Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
R/ : menurunkan tekanan pada mata yang sakit
c. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
R/ : menurunkan TIO
d. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
R/ : digunakan untuk melindungi dari cidera kecelakaan dan menurunkan gerakan
mata
e. Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
R/ : menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan
jahitan atau tekanan mata
f. Kolaborasi dengan memberikan obat sesuai indikasi.
R/ : untuk mengurangi gejala peningkatan TIO
4. Resiko tinggi infeksi b.d perawatan tidak aseptik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak
terjadi
Kriteria hasil :
a. Penyembuhan luka tepat waktu
b. Bebas drainase purulen
c. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi ( tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa )
Intervensi :
a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebalum mengobati mata
R/ : menurunkan jumlah bakteri pada tangan
b. Gunakan teknik yang tepat untuk membersihkan mata
R/ : teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri
c. Tekankan pentingnya tidak menggaruk mata yang dioperasi
R/ : mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
d. Observasi tanda infeksi, misalnya kelopak mata bengkak, kemerahan.
R/ : untuk menentukan intervensi yang tepat
e. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya antibiotic
R/ : untuk mencegah infeksi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Katarak merupakan gangguan pada lensa mata akibat dari hidrasi lensa atau
denaturasi protein ataupun keduanya yang berjalan secara progresif. Katarak ini sering
mengenai pada orang-orang usia produktif dan juga pada orang yang sudah lanjut usia, hal ini
mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya katarak seperti terkena pajanan sinar radiasi secara langsung dan berkala, trauma,
penyakit sistemik, adanya zat pathogen yang menginvasi dan juga kurangnya pengetahuan
terhadap bagaimana cara mencegahnya.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami konsep teori
lansia, konsep penyakit katarak dan asuhan keperawatan katarak pada lansia. Dengan
demikian, diharapkan nantinya pembaca dapat melakukan perawatan dan pengobatan
terhadap lansia dengan katarak.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwadianto. 2000. Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta :
Binarupa Aksara
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6.
Jakarta : EGC
………………………... 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik.
Jakarta : EGC
Doengoes, Mariyln E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Gramedia
Sidarta Ilyas. 1997. Katarak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Tamim Radjamin RK, Dkk. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : Airlangga University
Press