makalah 7 diagnosa
-
Upload
dessy-angghita -
Category
Documents
-
view
320 -
download
3
description
Transcript of makalah 7 diagnosa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons ( sumber
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan
takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ini
merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya yang
akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi
ancaman. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak dimiliki objek yang spesifik. Kondisi
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu
kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru
dirasakan (NANDA, 2005)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1995 ). Konsep diri
terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya citra tubuh.
Citra tubuh adalah sekumpulan sikap yang didasari atau tidak disadari oleh
individu terhadap tubuhnya. Citra tubuh meliputi meliputi persepsi saat ini
dan masa lampau. Citra tubuh juga dapat diartikan sebagai sikap, persepsi,
keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap
tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan
1
objek yang kontak secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa,
pakaian, kursi roda) baik masa lampau maupun sekarang.
Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi, keterbatasan,
makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Masalah
Psikososial : Askep Pada Pasien Dengan Kecemasan, Ketidakberdayaan
Dan Gangguan Citra Tubuh ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui dan
memahami konsep tentang Asuhan Keperawatan Masalah
Psikososial : Askep Pada Pasien Dengan Kecemasan,
Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh, sehingga mahasiswa
diharapkan dapat mengaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari
sebagai anggota masyarakat atau mahasiswa keperawatan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Mengidentifikasi konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan
masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,
Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh).
2. Melakukan pengkajian dengan masalah psikososial dan gangguan
kesehatan jiwa (Kecemasan, Ketidakberdayaan Dan Gangguan
Citra Tubuh).
3. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,
Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh).
4. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,
Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh).
2
5. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
masalah psikososial dan gangguan kesehatan jiwa (Kecemasan,
Ketidakberdayaan Dan Gangguan Citra Tubuh).
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini
adalah pola deskripsi, yakni mengambarkan, memaparkan serta menjelaskan
kembali apa yang telah penulis dapat dan telah penulis pelajari sebelumnya
dari berbagai sumber yang telah penulis padukan menjadi satu rangkaian
berdasarkan pemahaman penulis, berdasarkan study literature dalam blok
Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Ada pula metode penulisan untuk bahan sumber yang kami dapatkan adalah
sebagai berikut:
1. Mencari bahan di perpustakaan berdasarkan sumber yang sesuai dengan
materi
2. Mencari buku sumber yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan
3. Mencari jurnal yang berhubungan dengan pembahasan
4. Mencari ke internet , dll.
D. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini berisikan tentang : latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika penulisan
Bab II Tinjauan teoritis
Bab ini berisi mengenai teori tentang kecemasan, ketidakberdayaan,
gangguan citra tubuh, dan dilanjutkan dengan asuhan keperawatan dari
ketiga pembahasan
BAB III Simpulan
Bab ini berisikan kesimupulan dari pembahasan yang sudah di bahas
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
a. Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan
aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman
yang tidak jelas, non spesifik.
b. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan
perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat
menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai,2000).
c. Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang
tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik
dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru
(Stuart dkk,1998)
d. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,
khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik,
dialami secara subjektif dipacu oleh ketidak tahuan yang didahului
oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal.
2. Etiologi
Hingga saat ini ada 3 pemikiran yang bisa menjelaskan penyebab dari
serangankecemasan yang dialami seseorang, yaitu:
a. Biologis
Semua manusia memiliki kode ketakutan di dalam gennya, jadi
setiap orangsebenarnya memiliki potensi untuk mengalami
kecemasan. Tapi kondisi ini bisa sangatmempengaruhi seseorang
4
tapi tidak dengan orang lain. Hal ini kemungkinan turutdipengaruhi
oleh ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak yang
membuatkecemasan atau ketakutan menjadi abnormal.
b. Perilaku
Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan seseorang bertindak dengan
caraberbeda. Misalnya jika sejak kecil seringkali diterapkan perilaku
main sendiri atau tidakterlalu bersosialisasi, maka kondisi ini bisa
terbawa hingga dewasa yang membuatnyamenjadi takut atau cemas
untuk berhadapan dengan orang lain.
3. Klasifikasi tingkat kecemasan
Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi
4 tingkatan yaitu:
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian
meningkat, waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat
mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang
akan datang.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal
yang nyata dan mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui
perhatian yang sedikit, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi agak
menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan
perhatian.
c. Kecemasan berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta
tidak dapat berfikir tentang hal yang lalin. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
5
pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain. Tanda dan
gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang,
berfokus pada hal yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih,
sangat mudah mengalihkan perhatiaan, serta tidak mampu
berkonsentrasi.
d. Tingkat panic
Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan
gejala dari tingkat panik yaitu peningkatan aktifitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan
persepsi yang menyimpang.
4. Faktor yang mempengaruhi kecemasan
a. Umur
Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga
kategori, yaitu: kurang dari 20 tahun tergolong muda, 20-30 tahun
tergolong menengah, dan lebih dari 30 tahun tergolong tua.
Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda
lebih mudah menderita stress dari pada umur tua.
b. Keadaan fisik
Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang
menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang menderita
penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan
dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit.
c. Sosil budaya
Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga
sangat memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai
cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas
sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga
dengan seseorang yang keyakinan agamanya rendah.
6
d. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari
luar. Orang yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang
berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak berpendidikan.
Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian
pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya
kecemasan (Raystone, cit Meria 2005).
e. Tingkat pengetahuan
Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah
mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan
terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat
mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan
kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan
yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang
diperoleh.
5. Tanda dan gejala kecemasan
Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung
tingkat kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya
terdiri dari :
a. Gejala fisiologis
Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual
muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan,
kemerahan atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri (dada,
punggung dan leher), gelisah, pingsan dan pusing.
b. Gejala emosional
Individu mengatakan merasa , ketakutan, tidak berdaya, gugup,
kehilangan percaya diri, tegangtidak dapat rileks, individu juga
memperlihatkan peka terhadap rangsang, tidak sabar, mudah marah,
7
menangis, cenderung menyalahkan orang lain, mengkritik diri
sendiri dan orang lain.
c. Gejala kognitif
Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan,
pelupa (ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang
berlebihan.
6. Rentang respon Ansietas
RENTANG RESPON ANSIETAS
Respon Adpatif Respon Maladatif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
7. Faktor penyebab Kecemasan/ Ansietas
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan
dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
8
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik
yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak
dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8) Kajian biologis, medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan
adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena
benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(misalnya : hamil).
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal.
9
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
8. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal
dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi,
kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi
strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
9. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan
adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,
olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada
orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping
yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara
10
objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik, dan
memenuhi kebutuhan secara realitas.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa di
lakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal.
b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme
pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi
hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
10. Penatalaksanaan Kecemasan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makan yang bergizi dan seimbang.
11
2) Tidur yang cukup.
3) Cukup olahraga.
4) Tidak merokok.
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat
anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
12
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya
ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga
mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
11. Asuhan Keperawatan Kecemasan
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku
melalui gejala ataumekanisme koping sebagai pertahanan terhadap
kecemasan. Data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami
ansietas adalah sebagai berikut Menurut (Stuart & Sundeen,1995) :
1. PerilakuAnsietas dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologisdan perilaku secara tidak langsung
melaluitimbulnya gejala atau mekanisme kopingsebagai upaya
untuk melawan ansietas.
a) Faktor Predisposisi
b) Faktor Presipitasi
c) Stresor Pencetus
13
a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas
fisiologis yang akanterjadi atau penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diridan fungsi sosial.
d) Penilaian Stresor
Penilaian stresor mendorong pengkajian perilaku dan
persepsi klien dalammengembangkan intervensi yang tepat.
Sehingga pemahaman ansietasmemerlukan integrasi banyak
faktor seperti pengetahuan dari perspektif psikoanalisis,
interpersonal, perilaku, genetik dan biologis.
e) Sumber Koping
Memanfaatkan dan menggerakan sumber koping yang ada
disekitar lingkingandapat mengatasi stres dan ansietas yang
dialami oleh individu. Sumber kopingtersebut berupa
modal ekonomi, kemampuan menyelelesaikan
masalah,dukungan sosial dan keyakinan budaya.
f) Mekanisme Koping
Ketidakmampuan mengatasi ansietas sacara konstruktif
merupakan penyebabutama terjadinya perilaku patologis.
Pola mekanisme koping yang biasadigunakan untuk
mengatasi ansietas ringan cenderung tetap meskipun
ketikaansietas menjadi lebih intens.ansietas ringan lebih
sering ditangani tanpa sadar.Ansietas sedang dan berat
menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya
yang disadari dan berorientasi pada tindakan
untukmemenuhi tuntutan stres secara realistis.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk
menghilangkan ataumengatasi hambatan
pemunuhan kebutuhan.
14
b. Perilaku menarik diri digunakan utntuk
menjauhkan diri darisumber ancaman, baik
secara fisik maupun psikologis.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk
mengubah cara yang biasanya dipakai
individu, mengganti tujuan atau
mengorbankankebutuhan personal.
2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi
ansietas ringan dansedang. Tetapi karena respon
tersebut bersifat relatif pada tingkat tidak sadar dan
mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, maka
mekanisme inidapat menjadi respon maladaptif
terhadap stres.
2. Analisa Data
No. Data Masalah
1. DS :
- Pasien mengatakan masih
memikirkan keadaannya,
merasa cemas
DO :
- Pasien tampak gelisah dan
sedikit berkeringat
- TTV:
Suhu : 37,90C
Nadi : 100 x/ mnt
RR : 24 x/ mnt
TD :130/90 mmHg
Ansietas ringan
2. DS`:
- Klien mengatakan sering
merasakan gelisah
Ansietas sedang
15
- Susah untuk tidur
- Sering ragu ragu
DO :
- Keadaan umum lemah
- Cemas
- Tegang diwajah
3. DS :
- Klien mengatakan sering
merasakan takut yang
berlebihan
- Klien mengatakan susah
tidur
- Sulit untuk berkosentrasi
- Sering gelisah
DO :
- Klien tampak sangat gelisah
- Klien menundukan
kepalanya
- Klien tampak sedih
- RR : 30 x / menit
Ansietas berat
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas ringan
b. Ansietas Sedang
c. Ansietas Berat
16
b. Rencana Asuhan Keperwatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Ansietas ringan - Tupen :
Klien sudah tidak cemas
- Tupan :
pasien akan mengurangi ansietasnya
sampai tingkat sedang atau ringan
1. Dukung dan terima
mekanisme pertahan diri
klien
2. Bersikap tenang
terhadap klien, Kurangi
stimulus lingkungan
3. Ikutlah terlibat dengan
1. Ansietas berat dan
panic dapat
dikurangi dengan
mengizinkan klien
untuk menentukan
besarnya stress
yang dapat
ditangani.
2. Perilaku dapat
dimodifikasi
dengan mengubah
lingkungan dan
interkasi klien
dengan lingkungan
3. Dengan mendorong
17
aktivitas klien untuk
memberikan dukungan
pada penguatan perilaku
produktif secara social
4. Berikan medikasi yang
dapat membantu
mengurangi rasa tidak
nyaman klien, Amati
efek samping medikasi
dan lakukan penyuluhan
kesehatan yang relevan
aktivitas ke luar
rumah, perawat
membatasi waktu
klien yang tersedia
untuk mekanisme
koping destruktif
sambil
meningkatkan
partisipasi dan
meninkmati aspek
kehidupan lainnya
4. Efek hubungan
yang terapeutik
dapat ditingkatkan
jika kendali
kimiawi terhadap
gejala
kemungkinan klien
untuk mengarahkan
18
perhatian pada
konflik yang
mendasari
2. Ansietas Sedang Tupen :
Konsep dan Percaya diri normal
Tupan :
Kecemasan dan ketakutan teratasi
Kriteria Hasil :
- Rasa takut berlebih (-)
- Perilaku menantang dan
menghindar(-)
- Gelisah dan tegang diwajah(-)
- Susah tidur(-)
- KU normal
1. Identifikasi dan ketahui
persepsi pasien terhadap
ancaman/situasi. Dorong
mengekspresikan dan
jangan menolak
perasaan
marah,kehilangan dan
takut
2. Catat adanya
kegelisahan, menolak
atau menyangkal (afek
tak tepat atau menolak
1. Pasien dapat takut
mati atau cemas
tentang lingkungan.
Cemas
berkelanjutan
mungkin terjadi
dalam berbagai
derajat selama
beberapa waktu dan
dapat
dimanifestasikan
oleh gejala depresi
2. Penelitian terhadap
frekuensi hidup
antara individu tipe
A/tipe B dan
19
mengikuti program
medis).
3. Mempertahankan gaya
percaya (tanpa
keyakinan yang salah)
4. Kaji tanda verbal/non
dampak penolakan
telah berarti dua.
Namun penelitian
menunjukkan
beberapa hubungan
antara derajat
ekspresi marah atau
gelisah.
3. Pasien dan orang
terdekat dapat
dipengaruhi oleh
cemas/ketidaktenan
gan anggota tim
kesehatan.
Penjelasan yang
jujur dapat
menghilangkan
kecemasan
4. Pasien mungkin
20
verbal kecemasan dan
tinggal dengan pasien.
lakukan tindakan bila
pasien menunjukkan
perilaku merusak.
tidak menunjukkan
masalah secara
langsung, tetapi
kata-kata/tindakan
dapat menujukkan
rasa agitasi,marah
dan
gelisah.Intervensi
dapat membantu
pasien
meningkatkan
kontrol terhadap
perilakunya sendiri
3. Ansietas berat Tupen :
Klien akan mengurangi ansietasnya
sampai tingkat sedang atau ringan.
Tupan :
Klien sudah tidak merasa cemas
Kriteria hasil
1. Dukung dan terima
mekanisme pertahanan
diri klien.
1. Ansietas berat dan
panik dapat
dikurangi dengan
mengizinkan klien
untuk menentukan
besarnya stres yang
21
- RR kembali normal (20-24x/menit)
- Wajah klien tidak tampak sedih 2. Berikan umpan balik
pada klien tentang
perilaku, stresor dan
sumber koping. Hindari
perhatian terhadap fobia,
ritual, atau keluhan fisik.
3. Pada awalnya, berbagi
aktivitas dengan pasien
untuk memberikan
dukungan dan penguatan
perilaku produktif secara
sosial.
dapat ditangani.
2. Jika klien tidak
mampu
menghilangkan
ansietas,
ketegangan dapat
mencapai tingkat
panik dan klien
dapat kehilangan
kendali.
3. Dengan mendorong
aktifitas keluar
rumah perawat
membatasi waktu
pasien yang tersedia
untuk mekanisme
koping destruktif
sambil
meningkatkan
22
partisipasi
danmenikmati
aspek kehidupan
lainnya
23
c. Implementasi
Implementasi yang dilakukan antara lain membantu klien mengatasi
situasi yang menimbulkan ansietas, memberikan informasi dan pendidikan
kesehatan pada klien dan keluarga mengenai ansietas. Dimulai dari
pemahaman tentang pengertian ansietas, tanda dan gejala ansietas,
tingkatan ansietas, penyebab munculnya ansietas serta cara mengatasi
ansietas.
d. Evaluasi
Evaluasi, didapatkan data bahwa klien mengatakan rasa takut dan khawatir
berkurang. Klien terlihat tidak gelisah, tubuhnya rileks dan klien tidak
mengalami keterbatasan pola pikir. Hasil pemeriksaan tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 92X/menit dan frekuensi pernapasan
19X/menit.
24
B. Konsep Ketidakberdayaan
1. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak
akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana
individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang
baru dirasakan (NANDA, 2005)
2. Etiologi
a. Gayah hidup ketidak berdayaan
b. Lingkungan perawatan kesehatan
c. Kurangnya umpan balik positif
d. Umpan balik negative yang konsiten
3. Tanda dan Gejala
a. Data subyektif:
1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2. Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas
sebelumnya
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
b. Data Obyektif:
1. Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
2. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat
diberikan kesempatan
3. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
4. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah.
25
5. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan
orang lain ketika mendapat perlawanan.
6. Apatis dan pasif
7. Ekspresi muka murung
8. Bicara dan gerakan lambat
9. Tidur berlebihan
10. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
11. Menghindari orang lain
c. Scaning diagnosa ketidakberdayaan
Terlampir
4. Batasan karakteristik
a. Akspresiperbal dari tidak adanya control atau pengaruh atau
situasi,hasil atau perawatan diri
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan ataupengambilan keputusan saat
kesempatan yang diberikan
c. Mengekspresikan keraguan –keraguan yang berkenaan dengan
pelaksanaan peran
d. Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya, takut diasingkan
dari pengaruh apatis
5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Keluhan utama atau alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik atau biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
26
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medik
12. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
13. Analisa Data
No. Data Masalah
1. DS :
Klien mengatakan “hidupku sudah
tidak ada artinya pingin mati saja.”
DO :
Wajah klien tegang, merah
Resiko menciderai
diri
2. DS:
Klien mengatakan malu karena
ketidakberdayaan yang ada pada
dirinya
DO:
Klien menunduk, bicara pelan,
tangan memegangi keningnya.
Gangguan konsep
diri : harga diri
rendah
3. DS :
Klien mengatakan sering
mendengar suara-suara aneh yang
menyuruhnya untuk marah-marah,
kadang-kadang suara ayahnya
yang menuntutnya untuk cepat
bekerja.
DO :
Pandangan mata tidak terfokus
Perubahan persepsi
sensori : halusinasi
akustik.
27
Klien terlihat bingung dan tidak
ada kontak mata dengan perawat.
4. DS :
Klien mengatakan malu karena
ketidakberdayaan yang ada pada
dirinya
DO :
Selama berada di Rumah klien
lebih senang di kamar atau melihat
TV dari pada kumpul dengan
teman-temannya.
Isolalasi Sosial :
menarik diri
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi akustik.
4. Isolasi Sosial : menarik diri
28
c. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko menciderai diri Tupen :
Klien tidak menciderai
dirinya sendiri
Tupan :
Keadaan umum klien
sudah kembali pulih, dan
dapat membina
kepercayaan dengan orang
sekitar
Kriteria Hasil :
- Klien dapat membina
hubungan saling
percaya
- Klien dapat terlindung
dari perlaku
1. Bina Hubungan saling
percaya.
2. Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
perasaannya.
1. Hubungan saling
percaya
memungkinkan
terbuka pada
perawat dan
sebagai dasar
intervensi
selanjutnya.
2. Informasi dari
klien penting
bagi perawat
untuk membantu
klien dalam
masalah yang
29
menciderai dirinya
- Klien dapat
mengekspresikan
perasaannya
3. Anjurkan klien
mengungkapkan penyebab
rasa jengkel/kesal
4. Anjurkan klien klien untuk
mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
5. Bicarakan akibat/kerugian
dan perilaku kekerasan
yang dilakukan klien
konstruktif.
3. Pengungkapan
perasaan dalam
suatu lingkungan
yang tidak
mengancam
akan menolong
pasien untuk
sampai kepada
akhir
penyelesaian
persoalan.
4. Memudahkan
dalam
pemberian
tindakan klien.
5. Mencari metode
koping yang
tepat dan
30
konstruktif.
2. Gangguan konsep diri :
harga diri rendah
Tupen :
Klien dapat berhubungan
dengan orang lain secara
optimal
Tupan :
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Kriteria Hasil :
- Ekspresi wajah
bersahabat,
- menunjukkan rasa
senang, a
- da kontak mata,
- mau berjabat tangan,
mau menyebutkan
nama,
- mau menjawab
salam,
1. Bina hubungan saling percaya:
Sapa klien
Beri salam/panggil nama
klien
Tanyakan nama panggilan
kesukaan klien
Sebutkan nama perawatan
sambil berjabat tangan
Jelaskan maksud
hubungan interaksi
Jelaskan kontrak yang
akan dibuat
Beri rasa aman dan sikap
empati
Beri perhatian pada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
1. Bina hub. Saling
percaaya untuk
kelancaran
hubungan
interaksi
selanjutnya
31
- klien mau duduk
berdampingan
dengan perawat
2. diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
klien
3. Setiap bertemu klien
hindarkan dari memberi
penilaian negatif
4. Utamakan memberi pujian
yang realistic
2. Diskusikan tingkat
kemampuan klien
seperti menilai
realita, kontrol
diri, atau integritas
ego, diperlakukan
sebagai dasar
asuhan
keperawatan
3. Reinforecement
akan
meningkatkan
harga diri klien
4. Pujian realistic
tidak
menyebabkan
klien melakukan
32
kegiatan hanya
karena ingin
mendapatkan
pujian
3. Perubahan persepsi
sensori : halusinasi
akustik.
Tupen :
Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain
sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tupan :
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Kriteria Hail :
- Klien dapat
menyebutkan
penyebab menarik diri
yang berasal dari:
Dirisendiri, orang
1. Bina hubungan saling
percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
2. Observasi tingkah laku klien
terkait dengan
halusinasinya : penglihatan,
jika menemukan klien yang
sedang halusinasi
3. Diskusikan dengan klien apa
1. Hubungan saling
percaya
merupaka
landasan utama
untuk hubungan
selanjutnya
2. Observasi yang
tepat dapat
membantu klien
untuk mengatasi
halusinasinya.
3. dengan
33
lain, lingkungan yang dirasakan jika terjadi
halusinasi dan beri
kesempatan mengungkapkan
perasaannya
4. diskusikan dengan keluarga
(pada saat pertemuan
keluarga/ kunjungan rumah
mengungkapkan
perasaan klien,
perawat dapat
mengidentifikasi
halusinasi klien
dan membantu
untuk
mengatasinya.
4. Keluarga dapat
memahami dan
mengerti
bagaimana cara
merawat klien
dengan halusinasi
di rumah
5.
4. Isolalasi Sosial :
menarik diri
- Tupen :
Klien dapat
1. Bina hubungan saling percaya
dengan :
1. Hubungan saling
percaya
34
berinteraksi dengan
lingkungannya
- Tupan :
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat
- Kriteria Hasil :
Klien dapat
mengungkapkan
perasaanya secara
verbal
Membalas sapaan
Dapat
mengungkapkan
perasaannya
- beri salam setiap
berinteraksi
- Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat, dan
tujuan perawat berkrnalan
- Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien
- Tunjukan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
- Tanyakan perasaan dan
masalah yang dihadapi
klien
2. Diskusikan bersama klien
tentang manfaat berhubungan
sosial dan kerugian menarik
diri
3. Observasi perilaku klien
tentang berhubungan sosial
merupakan
langkah awal
untuk melakukan
interaksi
2. Reinforcement
dapat
meningkatkan
harga diri klien
3. Mengetahui
sejauh mana
35
pengetahuan klien
tentang
berhubungan
dengan orang lain
36
4. Implementasi
Sp I Pasien
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Sp II Pasien
1. Mengidentisifikasi aspek positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga
Sp III Pasien
1. Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yng biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
Sp IV Pasien
1. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis
SP 1 Keluaga
1. Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis
prilaku yang di alami pasien beserta proses terjadinya
37
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga: mempraktekan cara merawat pasien dengan
resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri.
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga
5. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien terlindung dari perilaku resiko bunuh diri
3. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik
4. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
5. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif
dari masalahnya
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
38
C. Konsep Gangguan Citra Tubuh
1. Pengertian
a. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1995 ).
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya citra tubuh.
b. Citra tubuh adalah sekumpulan sikap yang didasari atau tidak disadari
oleh individu terhadap tubuhnya. Citra tubuh meliputi meliputi
persepsi saat ini dan masa lampau. Citra tubuh juga dapat diartikan
sebagai sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara
sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk,
struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara
terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda)
baik masa lampau maupun sekarang.
c. Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi,
keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
2. Tanda dan Gejala
a. Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
c. Persepsi negative terhadap perubahan tubuh.
d. Mengungkapkan keputusasaan.
e. Mengungkapkan ketakutan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan citra tubuh
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan
fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan
39
nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh. Pandangan
pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan
pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik
terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan
membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif
perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan
mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila
dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri (Potter & Perry, 2005).
4. Negatif dan positif Citra tubuh
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai
bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh
individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang
menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah
tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan
khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah
terhadap badannya (Dewi, 2009).
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang
bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan
individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan
kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang.
Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang
unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat
badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi
badannya (Dewi, 2009).
40
5. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh
a. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Data demografi
a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan
perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama
perawat, nama klien, panggilan perawatan, panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan
dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medic
c. Menuliskan sumber data yang didapat
b. Analisa Data
No
.
Data Masalah
1. DS :
- Klien mengatakan bahwa
hidupnya sudah tidak berguna
lagi
- Klien mengatakan tidak mau
bergaul dengan orang lain
- Klien mengatakan bahwa
dirinya pernah mengalami
- S
DO :
- Klien banyak menunduk
- Kontak mata kurang
- Klien berbicara lamban dan
Harga diri rendah
41
suara klien kecil
- Klien mengalihkan pembicaraan
dalam pandangan
2. DS :
- Klien mengatakan minder untuk
tertarik pada lawan jenis karena
merasa tidak ganteng/cantik
DO :
- Klien tampak sedih
- Terlihat ada perubahan pada
penampilan (jerawat)
Gangguan Citra tubuh
3. DS :
- Klien mengatakan malas untuk
bergaul dengan orang orang
dilingkungan sekitar
- Klien mengatakan jarang ke luar
rumah
DO :
- Klien menjawab seperlunya saja
- Klien tampak menundukan
kepalanya
- Kontak mata klien kurang
- Klien sering menyendiri
Isolasi Sosial
4. DS :
- Klien mengatakan dahulu
pernah melihat bayangan hitam
pada malam hari
- Klien dapat mengontrol
halusinasinya dengan baik
Resiko gangguan sensori
persepsi halusinasi
42
DO :
- Klien tampak melamun
- Ketika diberi pertanyaan,
jawaban yang diberikan klien
terkadang tidak nyambung
c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Gangguan Citra tubuh
3. Isolasi social
4. Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi
43
6. Rencana Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Harga diri
rendah
- Tupen :
klien dapat
meningkatkan
interaksi dengan
prang lain secara
optimal
- Tupan :
Klien dapat
membina saling
percaya dengan
perawat
- kriteria hasil :
ekspresi wajah
klien bersahabat
1. Beri kesempatan klien
mengungkapkan
perasaannya :
a. Bimbing klien
mengungkapkan
perasaannya
b. Gunakan pertanyaan
terbuka
c. Dengarkan ungkapan
klien dengan aktif
7. Beri respon yang tidak
menghakimi :
a. Tidak menyalahkan
pendapat klien
1. Dengan
mengungkapkan
perasaannya beban
klien akan
berkurang
2. Respon
menghakimi dapat
merusak hubungan
saling percaya dan
44
mau
mengutarakan
masalah yang
sedang dihadapi
kontak mata ada
b. Menerima pendapat
klien
8. Ciptakan lingkungan yang
tenang dengan cara
mengurangi stimulus
eksternal yang berlebihan
dalam interaksi
9. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
klien
menurunkan harga
diri klien
3. Lingkungan yang
tenang mampu
membantu klien
dalam
memfokuskan
pikiran
4. Memotivasi klien
memandang dirinya
secara positif,
Penilaian negatif
semakin menambah
rasa tidak percaya
diri klien
2. Gangguan cita
tubuh
1. Binalah hubungan saling
percaya antara klien dengan
perawat
1. Dasar
mengembangkan
tindakan
keperawatan
45
2. Berikan kesempatan
pengungkapan perasaan
3. Bantu klien yang cemas
mengembangkan
kemampuan untuk menilai
diri dan mengenali
masalahnya
4. Dukung upaya klien untuk
memperbaiki citra diri
5. Dorong klien agar
bersosialisasi dengan orang
lain
2. Klien membutuhkan
pengalaman
didengarkan dan
dipahami
3. Menetralkan
kecemasan yang
tidak perlu terjadi
dan memulihkan
realitas situasi,
ketakutan merusak
adaptasi klien
4. Membantu
meningkatkan
penerimaan diri dan
sosialisasi
5. Membantu
meningkatkan
penerimaan diri dan
sosialisasi
46
3. Isolasi sosial - Tupen :
Klien dapat
berinteraksi dengan
lingkungannya
- Tupan :
Klien dapat
membina hubungan
saling percaya
dengan perawat
- Kriteria Hasil :
Klien dapat
mengungkapkan
perasaanya
secara verbal
Membalas
sapaan
1. Bina hubungan saling
percaya dengan :
- beri salam setiap
berinteraksi
- Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat, dan
tujuan perawat
berkrnalan
- Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien
- Tunjukan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
- Tanyakan perasaan dan
masalah yang dihadapi
klien
4. Hubungan saling
percaya merupakan
langkah awal untuk
melakukan interaksi
47
Dapat
mengungkapkan
perasaannya
2. Diskusikan bersama klien
tentang manfaat
berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri
3. Observasi perilaku klien
tentang berhubungan sosial
5. Reinforcement
dapat meningkatkan
harga diri klien
6. Mengetahui sejauh
mana pengetahuan
klien tentang
berhubungan
dengan orang lain
4. Resiko gangguan
sensori persepsi
halusinasi
- Tupen :
- Tupan :
- Kriteria Hasil :
-
1. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinasinya : penglihatan,
jika menemukan klien yang
sedang halusinasi
2. Diskusikan dengan klien
apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi dan beri
1. Observasi yang
tepat dapat
membantu klien
untuk mengatasi
halusinasinya.
2. dengan
mengungkapkan
perasaan klien,
48
kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
3. diskusikan dengan keluarga
(pada saat pertemuan
keluarga/ kunjungan rumah)
4. kolaborasi : memberian
terapi aktivitas kelompok
perawat dapat
mengidentifikasi
halusinasi klien dan
membantu untuk
mengatasinya.
3. Keluarga dapat
memahami dan
mengerti bagaimana
cara merawat klien
dengan halusinasi di
rumah
4. Meingkatkan
keterampilan
aktivitas klien
49
5. Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat
diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan
sebelumnya, termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan
cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra
tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat,
memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan
mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan
seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi,
mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998).
Penyesuaian terhadap perubahan citra tubuh melalui proses seperti berikut:
1) Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma
ditetapkan sebagai tindakan atau pada saat stoma telah ada (paska
operasi). Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadapa
ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat pasien menggunakan mekanisme pertahanan
seperti mengingkari, menolak, projeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
2) Menarik diri, pasien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari
kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka pasien
menghindari/lari secara emosional. Pasien menjadi positif,
tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam
perawatannya.
3) Penerimaan/pengakuan secara bertahap. Setelah pasien sadar akan
kenyataan manka respon kehilangan/ berduka muncul. Setelah fase
ini pasien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang
baru.
4) Integrasi merupakan proses yang panjang dapat mencapai beberapa
bulan, oleh karena itu perencanaan pulang dan perawatan dirumah
50
perlu dilaksanakan. Pasien tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat,
1998).
51
BAB III
SIMPULAN
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons ( sumber seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi
sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya.
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan
Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan
oleh perubahan ukuran, bentuk, sturktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek
yang sering kontak dengan tubuh
52
DAFTAR PUSTAKA
Carman, Linda Copel. 2007, Kesehatan Jiwa & Psikiatri : Pedoman Klinis
Perawat, Jakarta : EGC
Gail W, Stuart. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama
http://nersnova.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-jiwa-dengan-
resiko.html diunduh pada tanggal 09 November 2012 pukul 14.50 WIB
53
LAMPIRAN
54