Makala h

80
BAB IX MEMAHAMI BAHASA PENDAHULUAN Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Seandainya bahasa dilarang atau hilang dari dunia ini, dapat kita bayangkan terjadi kehancuran baik interaksi interpersonal maupun interaksi sosial. Psikologi kognitif menekankan bahwa bahasa manusia mungkin salah satu dari perilaku kompleks yang dapat ditemukan di mana pun, di planet kita (Gleitman & Liberman, 1995). Perhatikanlah bahwa untuk memahami suatu kalimat diperlukan beberapa keterampilan: mengkode bunyi seorang pembicara, mengkode corak yang visual dari bahasa yang dihasilkan, mengakses arti dari kata-kata, memahami aturan yang menentukan urutan kata, dan menilai suatu intonasi pembicara apakah suatu kalimat merupakan suatu pertanyaan atau suatu statemen. Mengesankan, kita mengatur untuk memenuhi semua tugas ini ketika mendengarkan seorang pembicara yang mungkin menghasilkan tiga kata per detik ( Fischler, 1998; Van Petten et Al., 1999). Karakteristik penting lainnya pada produksi bahasa adalah bahwa produktivitas bahasa itu tak terbatas. Sebagai contoh, jika kita siapkan hanya 20 kata untuk 1

Transcript of Makala h

BAB IX

MEMAHAMI BAHASA

PENDAHULUAN

Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik bahasa verbal

maupun bahasa nonverbal. Seandainya bahasa dilarang atau hilang dari dunia ini,

dapat kita bayangkan terjadi kehancuran baik interaksi interpersonal maupun

interaksi sosial. Psikologi kognitif menekankan bahwa bahasa manusia mungkin

salah satu dari perilaku kompleks yang dapat ditemukan di mana pun, di planet

kita (Gleitman & Liberman, 1995). Perhatikanlah bahwa untuk memahami suatu

kalimat diperlukan beberapa keterampilan: mengkode bunyi seorang pembicara,

mengkode corak yang visual dari bahasa yang dihasilkan, mengakses arti dari

kata-kata, memahami aturan yang menentukan urutan kata, dan menilai suatu

intonasi pembicara apakah suatu kalimat merupakan suatu pertanyaan atau suatu

statemen. Mengesankan, kita mengatur untuk memenuhi semua tugas ini ketika

mendengarkan seorang pembicara yang mungkin menghasilkan tiga kata per detik

( Fischler, 1998; Van Petten et Al., 1999).

Karakteristik penting lainnya pada produksi bahasa adalah bahwa

produktivitas bahasa itu tak terbatas. Sebagai contoh, jika kita siapkan hanya 20

kata untuk membuat suatu kalimat, maka anda akan memerlukan

10,000,000,000,000 tahun-atau 2,000 kali dari umur dunia -untuk menyebutkan

semua kalimat yang terbentuk itu (Miller, 1967; Pinker, 1993).

Di dalam Bab 9 dan 10, kita akan membahas tentang psikolinguistik, atau

aspek psikologis bahasa. Psikolinguistik; menguji bagaimana manusia belajar dan

menggunakan bahasa untuk mengomunikasikan ide-ide/gagasan. Bahasa

menyediakan contoh terbaik dari keempat tema pada buku teks ini, proses kognitif

yang saling berhubungan. Sesungguhnya, hampir tiap-tiap topik yang dibahas

dalam buku ini berkontribusi dalam memproses bahasa. Sebagai contoh, persepsi

memungkinkan kita untuk mendengar pembicaraan dan membaca kata-kata.

Memori aktif membantu kita menyimpan stimuli yang cukup panjang untuk

memproses dan menginterpretasikannya. Memori jangka panjang menyediakan

1

persinggungan antara materi yang kita proses dahulu dan materi yang kita hadapi

sekarang. Bahasa juga dihubungkan dengan fenomena ujung lidah, perumpamaan,

memori semantik, dan skema.

Dua bab tentang bahasa (dalam textbook ini) akan meyakinkan anda bahwa

manusia merupakan prosesor informasi yang aktif (Tema 1). Mendengarkan suatu

bahasa lebih pasif dibanding dengan ketika kita dengan aktif berkonsultasi dengan

pengetahuan kita sebelumnya, menggunakan berbagai strategi, membentuk

harapan, dan membuat kesimpulan. Ketika kita berbicara, kita harus menentukan

apa yang sudah diketahui oleh pendengar kita dan kira-kira informasi lain apa

yang harus disampaikan. Bahasa bukan hanya prestasi kognitif kita yang luar

biasa, tetapi ini juga proses sosial yang luar biasa dari proses kognitif kita.

Bab ini akan kita fokuskan pada pemahaman bahasa. Setelah suatu

pengantar diskusi tentang sifat dasar bahasa, kita akan membahas tentang

membaca dasar, yang merupakan proses yang sama kompleksnya dengan proses

lain pada tema bahasa ini (reading, listening, writing). Pada Bab 10, kita akan

mengalihkan fokus dari pemahaman bahasa ke produksi bahasa. Bab 10

membahas dua macam produksi bahasa: berbicara dan menulis. Dengan latar

belakang tentang keduanya yaitu pengertian bahasa dan produksi bahasa, kita

kemudian bisa membicarakan bilingual (dwi-bahasa). Dwi-bahasa mengatur

kemudahan komunikasi lebih dari satu bahasa.

SIFAT DASAR BAHASA (THE NATURE OF LANGUAGE)

Psikolinguis sudah mengembangkan suatu kosa kata khusus untuk

terminologi bahasa; mari sekarang kita membahas terminologi ini. Suatu fonem

(yang dilafalkan "foe-neem") adalah unit dasar bahasa percakapan. Dalam kamus

bahasa Indonesia, fonem diartikan sebagai satuan bunyi terkecil yang berfungsi

membedakan arti (misal kata laut dan maut berbeda artinya karena berbedanya

fonem /l/ dan /m/ pada awal kata tersebut). Dalam bahasan Inggris setidaknya ada

40 fonem (Groome, 1999; Mayer, 2004), diantaranya seperti bunyi; a, k, dan th.

Sedangkan, suatu morfem ( yang dilafalkan " more-feem") adalah unit

dasar dari arti. Sebagai contoh, kata reaktivated sebenarnya berisi empat

morfem: ,re-, active, -ate dan -ed. Masing-Masing segmen itu semuanya

2

mempunyai arti. Beberapa morfem dapat berdiri sendiri (seperti giraffe), tetapi

beberapa harus dihubungkan dengan morfem lain agar mempunyai arti. Sebagai

contoh, re mengindikasikan suatu tindakan ulangan. Dalam kamus bahasa

Indonesia, morfem diartikan sebagai satuan bentuk bahasa terkecil yang

mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian

bermakna yang lebih kecil. Sebagai contoh berkuasa, ber-kuasa, terdiri dari dua

morfem. Setiap segmen memiliki arti, ber- pada kata tersebut artinya memiliki,

dan kuasa yang artinya wewenang atau pengaruh.

Komponen lainnya yang utama dari psikolingusitik adalah sintaksis.

Sintaksis mengacu pada aturan tentang sifat tatabahasa yang mengatur bagaimana

kata-kata dapat tergabung dalam kalimat (Owens, 2001). Istilah yang lebih

spesifik dan umum, yaitu grammar, meliputi morfologi dan sintaksis, grammar

ini memeriksa struktur kata dan struktur kalimat (Evans & Green, 2006).

Semantik adalah bagian dari psikolingusitik yang menguji maksud/arti

kata-kata dan kalimat (Carroll, 1999). Berkaitan dengan istilah, memori semantik,

mengacu pada organisasi pengetahuan kita tentang dunia. Kita sudah membahas

memori semantik pada sepanjang bab buku ini, tetapi terutama pada Bab 8.

Salah satu istilah lain yang penting adalah pragmatis, yaitu pengetahuan

kita tentang aturan sosial yang mendasari penggunaan bahasa, dan

memperhitungkan tentang perspektif (sudut pandang) pendengar (Carroll, 2004;

Tomasello, 2003). Pragmatis adalah suatu topik yang penting ketika kita

membahas produksi bahasa (Bab 9), tetapi faktor pragmatis juga mempengaruhi

pemahaman.

Psikolingusitik meliputi suatu jangkauan luas tentang topik, yang

mencakup bunyi, beberapa tingkatan arti, tatabahasa, dan faktor sosial. Mari kita

sekarang membahas beberapa aspek tambahan dari kealamian bahasa: beberapa

latar belakang tentang struktur bahasa, suatu sejarah ringkas psikolingusitik,

faktor yang mempengaruhi pengertian, dan neurolinguistics.

Psycholinguistics Is English-Center

Elizabeth Bates dan kawan-kawan (2001) menegaskan bahwa terdapat bias

dalam pemenelitian psikolinguistik. Sebagian besar peneliti pada bidang ini

3

memfokuskan bagaimana orang memahami bahasa Inggris, sehingga hasil-hasil

penelitian tersebut hanya dapat diaplikasikan pada orang-orang yang

menggunakan bahasa Inggris, tidak pada seluruh manusia. Sekarang ini

diperkirakan terdapat 6.000-7.000 bahasa yang digunakan oleh seluruh manusia di

seluruh penjuru bumi ini, sehingga penekanan hanya pada satu jenis bahasa

(bahasa Inggris) saja tidak sesuai (Fishman, 2006; Ku, 2006; Tomasello, 2003).

Bates dan kawan-kawan (2001) menjelaskan beberapa perbedaan pada

bahasa. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, arti/makna dari sebuah kata tidak

bergantung pada pitch suku kata. Sebaliknya pada bahasa Cina Mandarin, ma bisa

berarti “ibu” ketika diucapkan dengan pitch tunggal. Namun, ma bisa berarti

“kuda” ketika diucapkan dengan intonasi turun naik (Field, 2004).

Proses dalam otak akan berbeda sesuai dengan bahasa yang digunakan

oleh seseorang. Daerah otak bagian frontal akan aktif ketika orang yang berbahasa

Inggris mendengarkan suatu kalimat yang kompleks, sedangkan daerah frontal ini

tidak merespon ketika orang berbahasa Jerman mendengarkan kalimat serupa

yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman (Bornkessel & Schlesewsky,

2006).

Kesimpulannya bahwa perbedaan bahasa itu memiliki rentang yang sangat

luas dari dimensi ke dimensi (Tomasello, 2003). Psikolinguistik membutuhkan

pengarahan khusus penelitian pada berbagai bahasa jika mereka ingin menetapkan

prinsip bahasa yang berlaku universal.

Latar belakang pada Struktur Bahasa

Sebelum kita membahas sejarah psikolingusitik, kita harus mendiskusikan

suatu konsep pusat dalam memahami bahasa, yang disebut struktur frase. Struktur

frase menekankan bahwa suatu kalimat dibangun dengan suatu struktur hirarkis,

berdasar pada unit lebih kecil yang disebut konstituen (unsur) (Carroll, 2004).

Sebagai contoh, kita mempunyai kalimat berikut:

The young woman carried the heavy painting

Kita dapat membagi kalimat ini ke dalam dua unsur yang luas: (1) frase

yang fokusnya pada kata benda -the young women- (wanita muda) dan (2) frase

yang fokusnya pada kata kerja -carried the heavy painting- (membawa lukisan

4

yang berat). Masing-Masing unsur ini lebih lanjut dapat dibagi lagi, menjadi suatu

hirarki unsur dengan suatu diagram pohon terbalik. Diagram ini, seperti dalam

gambar 9.1, membantu kita mengapresiasi bahwa suatu kalimat bukan sekedar

suatu rantai kata-kata, seperti deretan manik-manik pada suatu kalung. Tetapi, kita

memahami hubungan yang lebih rumit di antara unsur-unsur suatu kalimat

(Owens, 2001).

GAMBAR 9.1

Suatu Contoh Unsur (Constituents).

Kita sering memerlukan informasi dari keseluruhan unit dalam rangka

memberi isyarat arti dari kata-kata itu. Sebagai contoh, kata painting. Dalam

kalimat itu kita hanya menganalisa. Painting bisa jadi suatu kata kerja ataupun

suatu kata benda. Bagaimanapun, dari konteks di mana painting muncul dalam

constituent (unsur) the heavy painting, kita mengetahui bahwa painting yang

sesuai adalah sebagai kata benda. Suatu penelitian mengindikasikan bahwa

manusia mengurus constituent lengkap dalam memori kerja sementara mereka

memproses arti/maksudnya (Jarvella, 1971).

Sejarah Ringkas Psikolinguistik

Filsuf-filsuf pada zaman dahalu di Yunani dan India mendebatkan tentang

sifat dasar bahasa (the nature of language) (Chomsky, 2000). Berabad-abad

5

The young man carried the heavy painting

The young woman carried the heavy painting

Young woman the heave painting

Heavy painting

The young woman carried the heavy painting

kemudia, Wilhelm Wundt dan William Yakobus juga berspekulasi sekitar

kemampuan kita yang mengesankan dalam bidang ini (Levelt, 1998).

Bagaimanapun, sekarang disiplin psikolinguistik dapat ditelusuri pada tahun

1960-an, ketika psikolinguis mulai menguji apakah oleh riset psikologis dapat

mendukung Teori Chomsky ( Mckoon& Ratcliff, 1998). Mari kita membahas

Teori Chomsky, riset pada teorinya, dan teori terbaru tentang bahasa.

Pendekatan Chomsky (Chomsky’s Approach). Orang pada umumnya

berpikir tentang suatu kalimat sebagai suatu urutan kata-kata yang rapi yang

berbaris berturut-turut pada selembar kertas. Noam Chomsky (1957) sangat

gembira karena antar psikolog dan ahli bahasa mengemukakan bahwa ada lebih

dari suatu kalimat yang dilihat mata (atau didengar telinga). Secara rinci, orang-

orang dapat menghargai dasar struktur kalimat. Pekerjaan Chomsky pada

psikologi bahasa tersebut telah disebutkan pada Bab 1 buku teks ini sebagai salah

satu kekuatan yang mendorong berkurangnya minat akan behaviorisme.

Behavioris menekankan aspek perilaku bahasa yang tampak (Field, 2004). Pada

sisi lain, Chomsky berargumentasi bahwa kemampuan bahasa manusia bisa saja

diterangkan dalam kaitan dengan suatu aturan dari sistem yang kompleks dan

prinsip yang mewakili pikiran para pembicara (speakers) (Chomsky, 2006).

Chomsky adalah salah satu ahli teori yang paling berpengaruh dalam linguistik

modern (Seidenberg, 1997; Williams, 1999).

Chomsky berpendapat bahwa manusia mempunyai keterampilan bahasa

bawaan. Dengan itu, kita mempunyai suatu pemahaman bawaan sejak lahir

tentang prinsip abstrak bahasa. Hasilnya, anak-anak tidak harus belajar dasarnya,

konsep yang dapat digeneralisasi adalah universal bagi semua bahasa (Chomsky,

2003, 2006; Field, 2004).

Tentu saja, anak-anak membutuhk pelajaran beberapa karakteristik

superficial bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya. Sebagai contoh, anak-

anak di Spayol yang masyarakatnya berbahasa Spayol, akan membutuhkan

pelajaran untuk membedakan antara ser dan estar. Bahasa Spanyol sedikit

banyaknya dilukiskan dengan cara yang berbeda dengan Bahasa Inggris, di mana

anak-anak hanya belajar satu bentuk kata kerja to be. Meski demikian, Chomsky

6

berargumen bahwa semua anak-anak mempunyai suatu kemampuan berbahasa

bawaan sejak lahir yang substansial. Kemampuan ini akan menggiring mereka

untuk memproduksi bahasa dan memahami kalimat yang belum pernah mereka

dengar sebelumnya (Belletti & Rizzi, 2002; Chomsky, 2006).

Chomsky juga mengemukakan bahwa bahasa itu modular; orang

mempunyai satu set kemampuan berbahasa yang spesifik yang tidak mengikuti

prinsip dari proses kognitif lain, sebagai contoh, memori dan pengambilan

keputusan (Nusbaum & Small, 2006). Karena bahasa itu modular, Chomsky

(2002, 2006) berpendapat bahwa belajar struktur bahasa yang kompleks pada

anak-anak kecil merupakan tugas yang lebih mudah daripada mental aritmatik.

Teori Chomsky berbeda dengan pendekatan kognitif standar, yang

berargumen bahwa bahasa bukan modular, proses kognitif seperti memori yang

bekerja semuanya berhubungkan dengan bahasa. Menurut pendekatan alternatif

ini, kita terampil berbahasa sebab kekuatan otak yang mampu menguasai

berbagai tugas kognitif. Bahasa hanyalah satu dari tugas itu, sama halnya dengan

memori dan pemecahan masalah ( Bates, 2000; Carroll, 2004; Tomasello, 2003).

Sebagai tambahan, Chomsky (1957, 2006) menjelaskan perbedaan antara

struktur dalam dan struktur luar (permukaan –surface-) suatu kalimat. Struktur

permukaan (surface structure) suatu kalimat direpresentasikan oleh kata-kata

yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan struktur dalam (deep structure) atau

struktur dasar adalah makna abstrak dari sebuah kalimat (Garnham, 2005).

Chomsky menunjukkan bahwa kita memerlukan transformasional tata

bahasa dalam rangka menjelaskan mengapa dua kalimat bisa memiliki struktur

permukaan yang sangat berbeda, tetapi struktur dalam sangat mirip. Perhatikan

dua kalimat berikut.

Sara threw the ball

The ball was thrown by Sara

Dapat dilihat bahwa struktur permukaan dari dua kalimat di atas berbeda.

Tidak ada satu kata pun yang menduduki posisi yang sama dalam kedua kalimat

tersebut, dan tiga kata dalam kalimat kedua bahkan tidak tampak dalam kalimat

pertama. Diagram struktur frase bisa juga merepresentasikan dua kalimat ini

7

dengan cara yang berbeda. Meskipun demikian, "hati kecil -deep down-- " orang-

orang yang berbahasa Inggris merasa bahwa kalimat tersebut memiliki inti

pengertian yang sama (Harley, 2001).

Chomsky (1957, 2006) juga menjelaskan bahwa dua kalimat mungkin

punya struktur permukaan yang sangat mirip tetapi struktur dalam yang sangat

berbeda, inilah yang disebut kalimat ambigu. Konteks dalam kalimat biasanya

akan membantu kita untuk memecahkan keambiguan tersebut. Di sini ada tiga

kalimat ambigu, yang masing-masing mempunyai dua maksud/arti:

The shooting of the hunters was terrible.

They are cooking apples.

The lamb is too hot to eat.

Reaksi Terhadap Teori Chomsky. Pada awalnya, para psikolog

menanggapi dengan antusias mengenai ide Chomsky yaitu tentang grammar

(Bock et al, 1992; Williams, 2005). Tidak semua bukti dari teori Chomsky itu

benar. Sebagai contoh, suatu penelitian gagal untuk mendukung prediksi

Chomsky bahwa manusia akan memproses kalimat lebih lama dari pada

transformasi angka yang diberikan (Carroll, 2004; Herriot, 2003). Kemudian,

beberapa teori Chomsky belum diuji (Agassi, 1997).

Teori Chomsky yang selanjutnya menyajikan analisa ilmu bahasa yang

lebih canggih. Sebagai contoh, Chomsky telah menempatkan batasan pada

hipotesis yang memungkinkan orang-orang yang belajar bahasa dapat membuat

struktur bahasa (Chomsky, 1981; Harley, 1995). Pendekatan teori Chomsky yang

lebih baru juga menekankan informasi yang terdapat dalam masing-masing kata

secara individu dari suatu kalimat. Sebagai contoh, kata discuss tidak hanya

menyampaikan informasi tentang maksud/arti dari kata itu, tetapi juga

menetapkan bahwa discuss haruslah diikuti oleh suatu kata benda, seperti pada

kalimat, “Rita discussed the novel” (Ratner& Gleason, 1993).

Penekanan arti Teori Psikolinguistik. Mulai tahun 1970-an, banyak

psikolog menjadi berkecil hati dengan penekanan aspek gramatikal bahasa

8

(Herriot, 2003). Mereka mulai mengembangkan teori yang menekankan pada

pikiran manusia, daripada struktur bahasa (Tanenhaus, 2004; Treiman et al.,

2003). Pada tahun-tahun ini, fokus pada ilmu semantik mengarahkan psikolog

untuk menyelidiki bagaimana orang-orang memahami arti sebuah paragraf dan

cerita.

Beberapa teori yang dikembangkan menekankan pada arti (e.g., Kintsch,

1998; Newmeyer, 1998). Di sini, dengan singkat akan diuraikan sebuah teori

representatif, pendekatan fungsional kognitif (the kognitive functional approach)

terhadap bahasa. Pendekatan fungsional kognitif menekankan bahwa fungsi dari

bahasa manusia dalam kehidupan sehari-harinya adalah untuk

mengkomunikasikan arti/maksud/makna kepada orang lain. Seperti yang

disarankan olehnya, pendekatan fungsional kognitif juga menekankan bahwa

proses kognitif kita –seperti perhatian (attention) dan memori- saling terjalin

dengan pemahaman bahasa dan produksi bahasa kita.

Demonstrasi 9.2

Pendekatan fungsional kognitif terhadap bahasa

Bayangkan Anda baru melihat suatu peristiwa di mana seorang laki-laki

bernama Fred memecahkana jendela dengan menggunakan sebuah batu.

Seseorang yang tidak meliaht langsung kejadian itu meminta informasi

kepada anda tentang peristiwa itu. Untuk masing-masing kalimat di

bawah ini, buat pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh orang ini

yang memungkinkan anda untuk menjawab dengan kata-kata spesifik

untuk kalimat jawabannya, contohnya " Fred broke the window"

mungkin jawaban dari pertanyaan, "What did Fred do?"

I. Fred broke the window with a rock.

2. The rock broke the window.

3. The window got broken.

4. It was Fred who broke the window.

5. It was the window that Fred broke.

6. What Fred did was to break the window.

Sumber : Berdasarkan pada Tomasello, 1998a, p. 483.

9

Michael Tomasello (2003) menjelaskan bahwa anak-anak memiliki

kekuatan luar biasa pada keterampilan kognitif dan keterampilan bersosial.

Selama bertahun-tahun ketika mereka mempelajari bahasa, mereka akan

mendengar jutaan kalimat orang dewasa. Sebagaimana akan dijelaskan pada Bab

13, anak-anak akan menganalisis kalimat-kalimat tersebut, dan mereka gunakan

strategi yang fleksibel untuk meningkatkan penciptaan bahasa yang kompleks

(Kuhl, 2006).

Tomasello (1998a, 1998b) juga menegaskan bahwa orang-orang dewasa

menggunakan bahasa dengan berstrategi. Kita menyusun bahasa kita berfokus

pada perhatian pendengar akan informasi yang diharapkan dapat

dijelaskan/ditekankan. Sebagai contoh perhatikan Demostrasi 9.2, yang

menggambarkan suatu contoh dari pendekatan fungsional kognitif (Tomasello,

1998a).

Perhatikan bahwa masing-masing kalimat menekankan pada sebuah

perspektif yang berbeda untuk kejadian yang sama. Anda mungkin akan

menemukan bahwa perspektif yang berbeda ini dicerminkan oleh variasi

pertanyaan yang anda hasilkan. Singkatnya, pendekatan fungsional kognitif

berargumen bahwa orang-orang dapat menggunakan bahasa yang kreatif, dalam

rangka mengomunikasikan maksud/arti yang sulit dipisahkan. Kita akan

menyelidiki penggunaan bahasa secara lebih menyeluruh pada Bab 10.

Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman

Dimulai pada tahun 1960-an, para psikolog mulai menguji beberapa faktor

bahasa yang berhubungan dengan pemahaman bahasa. Pada umumnya, orang-

orang kesulitan untuk memahami kalimat-kalimat yang memiliki empat kondisi

sebagai berikut:

1. Jika kalimat-kalimat itu berbentuk kalimat negatif, seperti bukan.

2. Jika kalimat-kalimat itu dalam bentuk pasif dibandingkan dengan kalimat

aktif.

3. Jika kalimat-kalimat itu mengandung struktur yang berkaitan dengan suatu

anak kalimat yang terletak di tengah kalimat.

4. Jika kalimat-kalimat itu adalah kalimat ambigu.

10

Star is above plus.+¿

Kalimat negatif. Suatu berita utama terbaru pada surat kabar mengatakan,

"Georgia menolak tantangan untuk melakukan referendu...." Kalimat ini

memerlukan beberapa cara membaca untuk memahami pesan dasarnya. Akankah

negara bagian Georgia melarang persatuan same sex? Riset pada kalimat negatif

telah jelas. Jika suatu kalimat berisi suatu kata negatif, seperti tidak atau bukan,

atau suatu hal negatif yang tersirat (seperti menolak), kalimat hampir selalu

memerlukan lebih banyak waktu untuk diproses dibandingkan dengan suatu

kalimat afirmatif yang serupa (Williams, 1999).

Dalam sebuah studi klasik; Clark dan Chase (1972) bertanya kepada

orang-orang untuk memverifikasi statemen, sebagai berikut:

Peserta menjawab dengan cepat, jika kalimat adalah afirmatif. Kita

menjawab lebih lambat jika kalimatnya negatif yang mengandung bentuk bukan

(sebagai contoh, plus isn’t above star). Rata-rata kesalahan kita lebih rendah

terhadap kalimat afirmatif dibandingkan dengan kalimat negatif. Dapat dilihat

bahwa hasil ini sesuai dengan tema ke-3 dari buku ini bahwa proses kognitif kita

mampu menangani dengan lebih baik informasi yang positif dibandingkan dengan

informasi yang negatif.

Seperti yang dapat anda bayangkan, pemahaman pembaca menurun

ketika banyak terminologi negatif. Penemuan ini telah jelas dapat diaplikasikan

dalam beberapa bidang, seperti pendidikan, periklanan, dan survei politik (Kifner,

1994).

Kalimat pasif. Seperti telah kita bahas sebelumnya, Chomsky (1957,

1965) menunjukkan bahwa bentuk aktif dan pasif suatu kalimat mungkin berbeda

struktur permukaannya tetapi mempunyai struktur dalam yang mirip.

Bagaimanapun, bentuk aktif adalah bentuk dasar; perubahan bentuk menjadi

bentuk pasif memerlukan kata-kata tambahan.

Bentuk aktif juga lebih mudah untuk dipahami (Garnharn, 2005;

Williams, 2005). Sebagai contoh, Ferreira dan kawan-kawan (2002) bertanya pada

11

beberapa peserta untuk menentukan apakah kalimat ini masuk akal atau tidak.

Para partisipan dengan ketepatan tinggi merespon dengan jawaban TIDAK (tidak

masuk akal) untuk kalimat aktif “The man bit the dog” . Namun, ketika kalimat

tersebut diubah menjadi kalimat pasif yang memiliki arti sama “The dog was

bitten by the man”, ketepatan jawaban para partisipan turun sebesar 75%.

Gaya menulis yang direkomendasikan sekarang adalah kalimat dalam

bentuk aktif. Sebagai contoh, the American Psychological Association (2001)

menjelaskan bahwa bentuk aktif dalam kalimat “Nunez (2006) designed the

experiment” jauh lebih langsung dan baik dari pada bentuk pasif dalam kalimat

“The experiment was designed by Nunez (2006)”.

Struktur tersarang. Suatu struktur tersarang adalah suatu frase yang

ditempelkan pada kalimat lain. Sebagai contoh, kita dapat mengambil kalimat

sederhana. Pesawat berangkat pada pukul 9:41, dan menyisipkan struktur

tersarang, yang ingin aku tumpangi. Kita menciptakan suatu struktur kalimat yang

lebih kompleks: pesawat yang ingin aku tumpangi berangkat pada pukul 9:41.

Gibson (1998, 1999; Rayner & Clifton, 2002) mengemukakan, pembaca

mengalami suatu "harga memori" (the memory overload) ketika mereka mencoba

untuk membaca suatu kalimat yang berisi suatu struktur tersarang. Anda harus

ingat bagian pertama dari kalimat, pesawat, sewaktu anda memproses struktur

tersarang. Selanjutnya, anda dapat memproses sisa kalimat tersebut. Harga

memori (the memory overload) menjadi besar ketika kalimat berisi banyak

struktur tersarang. Sebagai contoh, anda mungkin menemukan diri anda asing

ketika anda mencoba untuk memahami kalimat berikut:

Pesawat yang ingin aku tumpangi ketika aku pergi ke Denver setelah ia kembali

dari Washington berangkat pada pukul 9:41.

(The plane that I want to take when I go to Denver after he returns from

Washington leaves at 9:41 in the morning)

12

Waktu mendatang ketika anda menulis paper, ingat apa yang sekarang

anda pahami tentang tiga faktor yang mempengaruhi pemahaman; (1) gunakan

kalimat positif daripada kalimat negatif; (2) gunakan kalimat aktif daripada

kalimat pasif; dan (3) gunakan kalimat tunggal daripada struktur tersarang.

Ambiguitas. Anggaplah bahwa anda melihat berita utama pada surat kabar

lokal, " Bombing Rocks Hope for Peace ". Seperti yang dapat anda bayangkan,

kalimat yang mengandung kata ambigu atau struktur ambigu akan sulit untuk

dipahami. Ingat bahwa kita membahas kalimat ambigu dalam hubungannya

dengan transformasi tata bahasa Chomsky. Sekarang mari kita perhatikan

bagaaimana orang-orang memahami kalimat ambigu ini.

Para psikolog telah merancang beberapa metode untuk mengukur

kesulitan memahami kalimat dengan kata-kata ambigu (MacDonald, 1999; Rodd

et al., 2002). Biasanya orang yang membaca akan berhenti lebih lama ketika

mereka memproses kata ambigu (Pexman et al., 2004; Rayner et al., 2005).

Para psikolog mengusulkan beberapa teori untuk menjelaskan bagaimana

pendengar memproses kata ambigu (Rayner & Clifton, 2002; Van Orden &

Kloos, 2005). Penelitian terbaru mendukung penjelasan: ketika orang-orang

menemukan suatu potensi ambigu-- aktivasi membangun semua arti dari item

ambigu tersebut. Lebih jauh, orang-orang lebih suka memilih arti/makna khusus

(1) jika artinya lebih umum daripada arti/makna pengganti dan (2) jika kalimat

tersebut konsisten dengan arti/maksudnya (Morris & Binder, 2001; Rayner &

Clifton, 2002; Sereno et al., 2003).

Perhatikan kalimat ini: Pat mengambil uang di bank. Di sini, "lembaga

keuangan" interpretasi dari bank akan banyak menerima aktivasi. Akhirnya, ini

adalah interpretasi paling umum dari bank, dan konteks uang juga mengacu pada

arti ini. Tetapi, kiranya, beberapa aktivasi minimal juga membangun arti lain dari

bank (seperti riverbank dan bank darah). Penjelasan tentang ambiguitas akan

konsisten dengan pendekatan proses distribusi paralel (parallel distributed

processing approach).

13

Sejauh ini kita telah memperhatikan kata-kata ambigu. Bagaimana pun,

terkadang suatu kalimat adalah ambigu, jika tidak ada tanda baca (Rayner et al.,

2003). Cobalah baca kalimat di bawah ini:

1. “After the Martians invaded the town that the city bordered was

evacuated.” (Tabor & Hutchins, 2004, p.432)

Ketika kita membaca kalimat itu dengan cepat, kemudian tiba-tiba

kita kehilangan makna dari kalimat tersebut. Kalimat ambigu itu sulit jika

kalimat tersebut terdiri dari rentetan kata yang panjang. Sebaliknya, jika

kalimat tersebut terdiri dari rentetan kata yang lebih sedikit, maka kita akan

lebih mudah mengidentifikasi kesalahan pemaknaannya.

2. “After the Martians invaded the town was evacuated.” (Tabor & Hutchins,

2004, p.432)

Demonstrasi 9.3

Penelitian pada Bahasa ambigu

Barangkali sumber yang terbaik dari frase ambigu adalah headlines

surat kabar. Betapapun, berita utama pastilah sangat ringkas,

sehingga kita sering menghilangkan kata-kata pelengkap yang bisa

memecahkan ambiguitas itu. Beberapa contoh headlines aktual

yang ambigu :

1. "Eye drops off shelf'

2. "Squad helps dog bite victims"

3. "British left waffles on Falkland Islands"

4. "Clinton wins budget, more lies ahead"

5. "Miners refuse to work after death"

6. "Stolen painting found by tree"

7. “Kids make nutritious snack”

8. “Oklahoma is among place where tongues are disappear”

14

Sebagaimana menurut Rueckel (1995) bahwa Rueckl (1995) mengamati

“Ambiguitas adalah fakta kehidupan. Untungnya, sistem kognitif manusia

dilengkapi dengan baik untuk menghadapinya.” Memang, kita bisa memahami

kalimat ambigu, sebagaimana kita bisa memahami kalimat negatif dan kalimat

pasif.

Neurolinguistik

Neurolinguistik adalah bidang yang menguji hubungan antara otak dan

bahasa (Treiman et al., 2003). Hasil riset menyatakan bahwa basis neurologika

bahasa bersifat kompleks. Mari kita bahas empat topik berikut : aphasia,

hemispheric dalam pemrosesan bahasa spesialisasi, dan riset neuroimaging pada

orang normal.

Individu penderita aphasia. Hampir seluruh informasi yang telah ilmuwan

peroleh tentang neurolinguistik berdasarkan pada orang yang mengalami aphasia.

Aphasia merupakan kerusakan terhadap bagian otak yang mengatur kemampuan

berbicara, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi. Kerusakan

bagian otak ini dapat disebabkan karena stroke, tumor, atau infeksi yang serius

(Saffran& Schwart, 2003). Gambar di bawah ini memperlihatkan dua dearah otak

yang berhubungan dengan aphasia.

15

Daerah Broca terletak di bagian depan otak. Kerusakan daerah Broca ini

akan berpengaruh pada kemampuan berbicara. Berbicara menjadi ragu-ragu, perlu

usaha yang sangat keras, dan tata bahasanya sederhana (grammatically simple)

(Dick et al., 2001; Gazzaniga et al., 2002). Sebagai contoh, seseorang penderia

aphasia Broca menghasilkan kalimat berikut :

Alright . . .Uh . . . stroke and uh . . . I . . . .huh . . . tawanna guy . . .

h . . .h . . . hot tub and . . . And the . . . two days when uh . . . Hos . . . uh . . . huh

. . . hospital and uh . . . amet . . . am . . . ambulance. (Dick et al., 2001, p.760)

Aphasia Broca akan menyebabkan kesulitan memproduksi bahasa. Daerah

Broca adalah salah satu daerah di otak yang mengatur pergerakan; untuk

memproduksi bahasa, anda perlu menggerakan lidah dan bibir. Bagiamanapun,

orang dengan aphasia Broca mungkin juga akan memiliki masalah dalam

memahami bahasa (Dick et al., 2001; Martin & wu, 2005). Sebagai contoh,

mereka tidak mampu membedakan kalimat “He showed her baby the pictures”

dengan kalimat “He showed her the baby pictures” (jackendoff, 1994, p.149).

Daerah Wernicke terletak di bagian belakang otak. Kerusakan pada daerah

Wernicke menyebabkan kesulitan yang serius untuk memahami bahasa, seperti

produksi bahasa yang terlalu panjang lebar dan membingungkan (Harley, 2001).

Penderita aphasia Wernicke tidak bisa memahami instruksi-instruksi dasar seperti

“Show me the picture of the watch” atau “Point to the telephone”. Berikut adalah

gambaran bagaiamana seorang yang aphasia Wernicke menggambarkan serangan

stroke nya:

It just suddenly had a effert and all the feffort had gone with it. It even

stepped my horn. They took them from earth you know. They make my favorite

nine to severed and now I’ve been habed by the uh stam of fortment of my

annulment which is now forever. (Dick et al., 2001, p. 761)

Kita dapat melihat bahwa kedua jenis aphasia dapat menurunkan

kemampuan tata bahasa (grammatical) seseorang (Dick et al., 2001).

Jenis Aphasia yang lain adalah Afasia konduksi merupakan kerusakan

pada arcuate fasciculus, berdampak pada transmisi informasi dari daerah

Wernicke ke daerah Broca. Gejala kerusakan ini, pertama karena informasi

16

leksikal dari daerah Wernicke tidak dapat dipindahkan ke daerah Broca, sehingga

ujarannya secara semantis tidak padu (tidak koheren). Demikian pula, karena

informasi kategori morfem terikat (afiks) dan kategori leksikal tidak dapat

dipindahkan ke daerah Wernicke, pemahaman bahasa menjadi rusak. (Wikipedia:

2012)

Karakteristik klinis dari afasia bergantung pada penyebab dan lokalisasi

kerusakan di otak seperti pada orang dewasa, tetapi gambaran klinisnya berubah

bergantung pada usia berapa kerusakan itu terjadi. Hal ini disebabkan oleh

peralihan fungsi bahasa dari hemisfer kiri ke hemisfer kanan, sehingga terjadi

perbaikan fungsi bahasa pada anak. Namun, hal ini ditemukan apabila kerusakan

terjadi sebelum anak berusia 6 tahun. Apabila kerusakan terjadi setelah usia 6

tahun, maka terjadi reorganisasi intrahemisferik (di dalam bagian otak).

Spesialisasi Belahan (hemispheric specialization). Beberapa ilmuwan

memperhatikan bahwa kerusakan bagian kiri hemisphere pada otak lebih banyak

mengakibatkan kesulitan berbicara dari pada kerusakan bagian kanannya di otak.

Selama pertengahan tahun 1900an, para peneliti mulai melakukan penelitian yang

lebih sistematis tentang lateralization (lateralisasi). Lateralisasi berarti masing-

masing bagian hemisphere pada otak memiliki fungsi yang berbeda.

Lateralisasi dapat diartikan sebagai pembagian tugas pada bagian

(hemisfer) otak. Pembagian tugas yang dimaksud adalah tugas hemisfer kanan

dan hemisfer kiri. Kedua hemisfer otak ini mempunyai peranan yang berbeda bagi

fungsi kortikal. Fungsi bicara-bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri. Hemisfer kiri

ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa, dan korteksnya dinamakan korteks

bahasa. Hemisfer kiri ini memiliki bentuk yang berbeda dengan hemisfer kanan.

Bentuknya lebih besar, lebih panjang, dan lebih berat daripada hemisfer kanan

(Abdul Chaer, 2003: 120). Hemisfer kiri mempunyai arti penting bagi bicara-

bahasa, juga berperan untuk memori yang bersifat verbal (verbal memory).

Sebaliknya hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu isyarat (gesture),

baik emosional maupun verbal. Tanpa hemisfer kanan pembicaraan seseorang

akan menjadi monoton, tak ada prosodi (kesenyapan), tak ada lagu kalimat; tanpa

menampakkan adanya emosi; dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa (Abdul

Chaer, 2003: 120).

17

Pada waktu manusia dilahirkan, belum ada pembagian tugas antara kedua

hemisfer (hemisfer kanan dan hemisfer kiri). Akan tetapi, menjelang anak

mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan

Lateralisasi. Pada mulanya dinyatakan bahwa hemisfer kiri ditugasi terutama

untuk mengelola ikhwal bahasa, sedangkan hemisfer kanan untuk hal-hal lain.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa hemisfer kanan pun ikut bertanggung

jawab akan penggunaan bahasa.

Ada beberapa pendekatan untuk mempelajari Lateralisasi. Tes yang

diperkenalkan oleh pakar bernama Wada dan Rasmussen (1960). Dalam tes ini

obat sodium amysal diinjeksikan ke dalam sistem peredaran salah satu belahan

otak. Belahan otak yang mendapatkan obat ini akan menjadi lumpuh untuk

sementara. Jika hemisfer (belahan/bagian) otak kanan yang dilumpuhkan dengan

sodium amysal ini, maka anggota-anggota badan sebelah kiri tidak berfungsi sama

sekali. Namun, fungsi bahasa tidak terganggu sama sekali, dan orang yang diteliti

ini dapat bercakap-cakap dengan normal seperti biasa. Apabila hemisfer kiri yang

diberi sodium amysal, maka anggota badan sebelah kanan akan menjadi lumpuh,

termasuk fungsi bahasa. Jadi, hasil tes ini membuktikan bahwa pusat bahasa

berada pada hemisfer kiri. Tetapi teknik semacam ini sangat sulit dan banyak

risikonya untuk diterapkan, sehingga jarang digunakan.

Anda mungkin pernah mendengar ungkapan “Bahasa terletak di otak

belahan kiri.” Ungkapan ini terlalu kuat. Ya, banyak studi menemukan aktivasi

lebih besar di belahan kiri daripada belahan kanan (Bates, 2000; Grodzinsky,

2000; Scott, 2005). Sekitar 5% ditangani sebelah kanan dan sekitar 50% ditangani

sebelah kiri, bahasa dilokalisir di belahan kanan atau diproses berimbang oleh

kedua belahan otak (Kinsbourne, 1998)

Otak belahan kiri melaksanakan paling banyak pekerjaan dalam mengolah

bahasa pada mayoritas manusia, khususnya kemampuan berbicara, dan secara

cepat memilih interpretasi yang paling mungkin dari bunyi (Gernsbacher &

Kaschack, 2003; Scott, 2005). Bagian kiri hemisphere menentukan sebab

dan efek dari suatu hubungan (Gazzaniga, et al., 2002). Bagian ini pun

baik untuk membaca, sebaik dalam memahami arti dan tata bahasa

18

(Grensbacher & Kaschak, 2003). Selain itu, imagery sentences sangat

aktif di bagian kiri hemisphere ini (Just et al., 2004).

Beberapa tahun lamanya, orang berpikir bahwa belahan otak kanan tidak

memainkan peranan dalam mengolah bahasa. Bagaimanapun juga, belahan otak

kanan melaksanakan beberapa tugas, seperti menginterpretasi nada emosional

sebuah pesan (Grensbacher & Kaschak, 2003; Vingerhoets et al., 2003).

Bagian ini juga berfungsi untuk mengapresiasi sebuah humor (Shammi &

Stuss, 1999). Pada umumnya, bagian kanan hemisphere ini bertanggung

jawab untuk tugas-tugas bahasa yang lebih abstrak (Grensbacher &

Kaschak, 2003).

Kedua bagian hemisphere, bagian kanan juga kiri, bekerja sama

untuk menginterpretasikan makna kata, mengatasi ambiguitas, dan

menggabungkan makna dari beberapa kalimat (Beeman & Chiarello,

1998; Beeman et al., 2000; Grondzinsky, 2006).

Sebagai contoh, andaikan anda adalah salah seorang yang memiliki

dominan otak kiri untuk berbahasa, ketika melihat slogan ambigu pada stiker di

bumper: “SOMETIMES I WAKE UP GRUMPY”, belahan otak kiri dengan

segera membentuk makna yang mana ”GRUMPY” akan dihubungkan ke “saya”

(pemilik mobil), tetapi setelah membaca kalimat berikutnya, yaitu “OTHER

TIMES I LET HIM SLEEP IN”, otak kanan mencari interpretasi yang kurang

jelas, dimana “GRUMPY” mengacu ke orang lain.

19

Penelitian Neuroimaging dengan Individu Normal. Selama beberapa

dekade terakhir, peneliti telah meningkatkan penggunaan teknik fMRI untuk

menyelidiki bahasa pada manusia. Functional magnetics resonance imaging

(fMRI) didasari pada prinsip bahwa darah kaya oksigen adalah index aktivitas

otak (Cacioppo & Berntson, 2005b; Kalat, 2007; Mason & Just, 2006).

fMRI lebih baik daripada PET scan dalam mendeteksi perubahan yang

terjadi secara cepat. fMRI juga lebih aman daripada PET scan, karena PET scan

memerlukan suntikan bahan-bahan radioaktif. Bagaimanapun, fMRI juga

memiliki kekurangan yaitu hasilnya bisa saja kurang akurat ketika peserta

menggerakkan kepalanya meskipun sangat kecil (Saffran & Schwartz, 2003).

fMRI lebih cocok untuk pemahaman bahasa daripada produksi bahasa.

Beberapa penelitian yang menggunakan teknik fMRI menunjukkan bahwa

beberapa bagian temporal sebelah kiri memproses informasi semantik.

20

Demostrasi 9.4Membaca Dua Kelompok Kalimat

A. Bacalah kalimat-kalimat di bawah ini:A grandmother sat at a table.A young child played in a backyard.A mother talked on the telephone.A husband drove a tractor.A grandchild walked up to a door.A little boy pounted and acted bored.A grandmother promished to bake cookies.A wife looked out at a field.A family was worried about some crops.

B. Sekarang bacalah kalimat-kalimat di bawah ini:The grandmother sat at a table.The young child played in a backyard.The mother talked on the telephone.The husband drove a tractor.The grandchild walked up to a door.The little boy pounted and acted bored.The grandmother promished to bake cookies.The wife looked out at a field.The family was worried about some crops.

Pemrosesan makna kata tidak hanya terbatas pada sebagian kecil dari korteks.

Kebanyakan orang yang pernah mengalami kerusakan bagian kiri temporal tetap

mampu untuk memahami makna suatu pesan secara umum. Mereka menunjukkan

kesalahan pemahaman yang kecil (Saffran & Schwartz, 2003).

Pada diskusi sebelumnya tentang hemisphere specialization, telah

ditekankan bahwa hemisphere bagian kanan juga memainkan peran penting dalam

pemahaman bahasa. Morton Ann Gernsbaher dan David Robertson (2005)

memberikan contoh yang baik untuk proses hemisphere bagian kanan ini seperti

pada demostrasi 9.4.

Kelompok kalimat yang pertama yang diawali oleh “A”, sedangkan

kelompok kalimat yang kedua diawali oleh “The”. Gernsbaher dan Robertson

(2005) menemukan bahwa kedua kelompok kalimat ini memberikan pola virtual

identik untuk mengaktivasi hemisphere bagian kiri. Sedangkan, hemisphere

bagian kanan memberikan respon yang berbeda untuk kedua kelompok kalimat

tersebut. Sebagaimana Gernsbaher dan Robertson tekankan, ketika kumpulan

kalimat menggunakan “The”, ini terdengar seperti sebuah cerita dimana the

gransmother, the child, dan anggota keluarga lainnya saling berhubungan.

Sedangkan, rangkaian kalimat dengan diawali “A” terlihat tidak saling

berhubungan, karakter-karakternya tidak terlihat menyatu. Dengan begitu,

hemisphere kanan mengatur respon yang berbeda untuk bahasa yang terhubung

(connected language) dengan bahasa yang tidak terhubung (disconnected

language).

21

PROSES MEMBACA DASAR (BASIC READING PROCESSES)

Membaca tampak begitu sederhana untuk orang dewasa yang kompeten

namun tidak demikian halnya bagi kebanyakan anak, dimana ‘membaca’

merupakan tugas yang menantang bagi mereka (Rayner et al., 2001). Terdapat

sejumlah variasi tugas kognitif yang kita lakukan ketİka membaca sebuah

paragraf. Membaca memerlukan banyak proses kognitif, misalnya: Kita harus

mengenali huruf, menggerakkan bola mata (saccadic), menggunakan memori

kerja untuk mengingat materi dari kalimat yang sedang diproses, dan mengingat

materi sebelumnya yang disimpan dalam memori jangka panjang dan pendek.

Kita juga perlu menggunakan metacomprehension untuk memahami bacaan.

Dalam beberapa kasus, kita juga harus membangun mental imagery untuk

mewakili adegan aksi dalam bagian yang sedang dibaca. Selain itu, membaca

juga berhubungan dengan memori semantik, skema, dan skrip ketika kita

mencoba untuk memahami sebuah bacaan.

Membaca adalah kegiatan penting yang melibatkan proses kognitif yang

kompleks, namun biasanya kita tidak menyadari banyaknya proses kognitif yang

diperlukan untuk bisa membaca (Gorrell, 1999). Umumnya kita membaca dengan

efisiens sekitar 250 sampai 300 kata per menit (Rayner, 1998; Wagner& Stanovich,

1996).

Satu alasan tambahan kenapa anda harus memiliki keterampilan membaca,

karena ini merupakan sesuatu yang penting. Di dalam Bahasa Inggris, kita tidak

mempunyai koresponden satu persatu antara tulisan abjad dan bunyi suara. Lafal

yang tidak teratur ini mengakibatkan bahasa Inggris lebih sulit daripada bahasa

lain seperti Spanyol (Rayner et al., 2003). Sebagian besar penelitian

psikolinguistik meneliti orang yang bahasanya adalah bahasa Inggris. Oleh karena

itu kita tidak bisa menggeneralisasi penelitian ini untuk pembaca Spanyol atau

pembaca yang bahasanya menggunakan simbol untuk mewakili kata-kata. Hal ini

dapat dilihat pada demonstrasi 9.5.

22

Mari kita mulai bagian proses membaca dasar ini dengan membandingkan

bahasa tulisan dengan bahasa lisan. Topik berikutnya kita akan membahas gerak

mata saccadic, yang memungkinkan anda untuk menggerakkan mata ke tempat

baru dalam suatu paragraf. Kemudian kita akan menyelidiki bagaimana menemukan

arti dari suatu kata yang tidak familiar. Kita juga akan melihat bagaimana memori

kerja berperan dalam membaca, dan kemudian kita akan memaparkan teori tentang

pengenalan kata. Bagian akhir bab ini, menjelaskan cara memproses, menguji

bagaimana kita memahami unit bahasa yang lebİh besar sebagai kalimat dan

sejarah bahasa tulis dan berbicara.

Membandingkan Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

Ketika kita mengalihkan fokus dari bahasa lisan ke bahasa tulisan, kita

harus membahas bagaimana perbedaan aktivitas kognitif yang berlangsung pada

keduanya (Cornoldi& Oakhiu, 1996A ; Ferreira & Anes, 1994, Underwood &

Batt, 1996).

23

Demonstrasi 9.5

Perhatikan bahwa huruf-huruf alfabet tidak memiliki koresponden satu per satu dengan bunyi ucapan

Masing-Masing kata di bawah ini mempunyai cara pengucapan yang berbeda-bedauntuk urutan tulisan ea. Baca tiap kata dengan keras dan perhatikan variasi fonem yang dapat diproduksi dengan dua huruf tersebut.

beauty bread clearcreate deal greatheard knowledgeable reactseance bear dealt

Seperti yang sudah anda demontrasikan, urutan 2-huruf dapat dilafalkan dalam 12 cara yang berbeda. Masing-masing fonem di dalam bahasa Inggris dapat dieja dengan berbagai cara. Kembali ke daftar kata-kata diatas dan coba kata lain yang mempunyai ejaan fonem berbeda. Sebagai contoh, fonem ea (u) dalam beauty seperti fonem iew dalam view.

Sumber: underwood & Batt, 1996

1. Membaca bersifat visual dan berhubungan dengan ruang sedangkan suara

adalah auditori dan berhubungan dengan waktu.

2. Pembaca dapat mengendalikan tingkat maşukan, sedangkan pendengar pada

umumnya tidak bisa.

3. Pembaca dapat scan-ulang maşukan tertulis, sedangkan pendengar harus

mempercayakan pada memori kerja.

4. Menulis adalah relatif standar dan bebas dari kesalahan, sedangkan

variabilitas, kesalahan, pengucapan yang keliru, dan stimulus interferensi

sangat umum terjadi dalam bahasa lisan.

5. Menulis memperlihatkan batasan-batasan terpisah antara kata-kata, sedangkan

suara tidak.

6. Menulis terbatas pada kata-kata pada suatu halaman, sedangkan suara

dillengkapi oleh isyarat auditori tambahan seperti penekanan kata dan variasi

suara yang memperkaya pesan linguistik.

7. Anak-anak membutuhkan pengajaran yang kompleks untuk menguasai bisa

bahasa tertulis sementara mereka dapat belajar bahasa lisan dengan sangat

mudah.

8. Orang dewasa yang dapat membaca cenderung lebih cepat dalam mempelajari

kata-kata baru ketika kata-kata tersebut muncul dalam bentuk tertulis, bukan

bentuk lisan.

Seperti yang anda bayangkan, karakteristik bahasa tulis memiliki implikasi

penting untuk proses kognitif kita. Sebagai contoh, gerak mata kita harus menyapu

ke seberang halaman untuk menerima informasi. Sebagai tambahan, kata-kata

pada suatu halaman dapat bercerita ketika kita ingin mengerti jalan cerita

dalam sebuah buku, kelebihan yang jarang kita dapatkan dalam bahasa

percakapan. Meskipun ada perbedaan antara bahasa lisan dan tertulis, namun,

kedua proses mengharuskan kita untuk memahami kata-kata dan makna dari suatu

kalimat. Bahkan, penelitian tentang perbedaan individu menyoroti adanya

kesamaan antara dua proses pemahaman tersebut. Untuk orang dewasa, skor pada

tes pemahaman bacaan sangat berkorelasi dengan skor pada tes pemahaman lisan,

biasanya, korelasinya adalah sekitar + .9 O (Rayner et al, 2001.).

24

Menemukan makna kata yang tidak familiar

Konteks akan membantu kita dalam pengenalan visual pada huruf dan

pengenalan auditori pada fonem. Konteks juga membantu kita mengenali kata-

kata. Secara khusus, kita akan melihat kata-kata yang familiar lebih akurat ketika

kata tersebut tertanam dalam konteks kalimat yang bermakna (Rayner et al.,

2003). Konteks juga membantu kita untuk memahami kata yang bermakna

ambigu.

Konteks juga sangat penting ketika orang-orang ingin menemukan

maksud dari kata-kata yang tidak familiar (Rayner et al., 2003). Cobalah

demonstrasi 9.6 sebagai contoh sebuah wacana yang dipakai oleh Stenberg dan

Powell (1983) dalam penelitiannya sebagai pembanding bahasa.

25

Demonstrasi 9.6

Menggambarkan arti sebuah kata dari konteks

Baca paragraf di bawah. Kemudian definisikan dengan tepat dua kata yang

ditulis miring.

Two ill-dressed people—the one a tired woman of middle years and the other a tense young man—sat around a fire where the common meal was almost ready. The mother, Tanith, peered at her son through the oam of the bubbling stew. It had been a long time since his last ceilidh and Tobar had changed greatly; where once he had seemed all legs and clumsy joints, he now was well-formed and in control of his hard, young body. As they ate, Tobar told of his past year, re-creating for Tanith how he had wandered long and far in his quest to gain the skills he would need to be permitted to rejoin the company. Then all too soon, their brief ceilidh over, Tobar walked over to touch his mother's arm and quickly left.

Dua orang sakit, seorang wanita separuh baya terlihat lelah dan yang lain adalah laki-laki muda yang duduk di dekat api sambil menyiapkan makanan. Ibunya, Tanith memandang putranya dengan tajam melalui “oam” rebusan yang mendidih. Sudah sejak lama dia “ceilidh” dan Tobar yang sudah sangat berubah, nampak semua kakinya dan sendinya kaku, dia kelihatan lebih baik sekarang dan dia dapat mengontrol dirinya dengan kuat, badannya yang muda. Ketika mereka makan, Tobar mengenang masa lalunya, mengatakannya pada Tanith bagaimana dia telah mengembara dan melakukan penyelidikan yang jauh untuk memperoleh keahlian yang diperlukannya saat dia diijinkan bergabung pada perusahaan. Kemudian dengan segera, secara singkatnya mereka “ceilidh”, Tobar berjalan kemudian menyentuh lengan ibunya dan cepat meninggalkannya.

Sumber : dari Stenberg & Powell, 1983.

Sternberg dan Powell mengatakan bahwa konteks dapat memberikan

beberapa macam informasi isyarat tentang arti kata yang tidak diketahui.

Misalnya, konteks dapat membantu kita memahami kapan dan di mana item ini

diketahui terjadi. Perhatikan kalimat berikut.

At dawn, the blen arose on the horizon and shone brightly

(Waktu fajar menyingsing, terbitlah “blen” di kaki langit dan bersinar sangat terang)

Kalimat ini mengandung beberapa isyarat yang memudahkan pembaca

untuk menyimpulkan arti dari kata ‘blen’. Sebagai contoh kalimat At dawn

(waktu fajar) memberikan isyarat tentang waktu munculnya ‘blen’. Kata arose

(terbit) menjelaskan bahwa ‘blen’ adalah sesuatu yang bergerak atau berpindah.

Isyarat ini dan pengalaman yang dimiliki akan memudahkan pembaca untuk

mengerti bahwa kata ‘blen’ adalah sinonim dari kata yang umum kita kenal

yaitu ‘matahari’.

Isyarat kontekstual akan sangat berguna terutama jika kata yang tidak

dikenal muncul dalam konteks yang berbeda. Menurut penelitian, kata-kata yang

muncul dalam konteks yang mengandung banyak isyarat yang berbeda lebih

mungkin dijelaskan secara akurat (Sternberg & Powell, 1983).

Seperti yang mungkin anda harapkan, para siswa Stenberg dan Powell

menunjukkan perbedaan individu yang besar dalam kemampuan mereka untuk

menggunakan isyarat dan memberikan definisi akurat untuk kata-kata yang

tidak familiar. Para siswa yang pintar pada tugas ini ditemukan memiliki skor

yang tinggi pada test kosakata, pemahaman membaca dan kecerdasan umum.

(Pada demonstrasi 9.6 oam berarti ‘uap air’ dan ceilidh berarti suatu

‘kunjungan’)

Membaca dan Memori kerja

Memori kerja memainkan peran penting selama proses membaca

(Carpenter et al, 1995;. Carroll, 2004, Martin, 2007). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembaca yang memiliki rentang memori kerja yang relatif

besar secara cepat dapat memproses kalimat ambigu (Miyake et al., 1994). Selain

26

itu, orang dengan bentang memori kerja yang besar sangat terampil dalam

membaca bagian yang sulit dan memecahkan masalah verbal yang kompleks

(Haarmann et al, 2003; Long et al., 2006).

Memori kerja juga membantu kita untuk memahami kalimat rumit

(Carpenter et al, 1994, 1995; et al., 1996; Martin, 2007). Orang yang dapat

mempertahankan banyak item dalam memori tentang kalimat yang tak terurai akan

mempunyai pemahaman lebih cepat dan akurat dalam kalimat kompleks seperti

"The reporter whom the senator attacked admitted the error”.

Proses kognitif tidak berjalan dengan sendirinya. Kemampuan membaca sangat

tergantung pada kemampuan kognitif lainnya, seperti memori kerja.

Dua cara dalam membaca

Sejauh ini, pengujian proses membaca dasar menekankan pada gerak mata

saccadic dengan cara meneliti satu baris teks, cara kita menemukan arti dari suatu

kata tidak familiar, dan peran memori kerja dalam membaca. Sekarang, bagaimana

cara kita memperhatikan suatu pola huruf dan benar-benar mengenali kata itu?

Selama beberapa dekade, para peneliti berdebat apakah pembaca benar-

benar "mengeluarkan suara" pada saat membaca sebuah kalimat. Beberapa

peneliti menyimpulkan bahwa pembaca selalu mengeluarkan suara pada saat

membaca, dan peneliti lain menyimpulkan bahwa tidak semua orang membaca

dengan mengeluarkan suara. Pada era selanjutnya, berekembang beberapa

hipotesis berbeda yang mampu menjelaskan bagaimana pembaca mengenali kata-kata

yang tertulis pada saat mereka membaca untuk dirinya sendiri.

1. Terkadang anda membaca sebuah kata dengan pendekatan direct-access dimana

pembaca dapat mengenali suatu kata yang ditulis/tercetak dengan langsung.

2. Di lain waktu, anda membaca sebuah kata melalui pendekatan indirect-access

dimana anda mengenali sebuah kata secara tidak langsung dengan cara

mengucapkan kata tersebut. Anda harus menerjemahkan tinta (tulisan) pada

halaman kertas ke dalam bentuk bunyi sebelum anda dapat mengenali dan

mengetahui makna dari kata tersebut (Rayner et al., 2003; Treiman et al., 2003).

27

Perhatikan mengapa proses kedua adalah “tidak langsung”. Menurut

penjelasan ini, Anda harus melalui langkah menengah yang mengubah stimulus

visual menjadi stimulus fonologis (suara). Apakah Anda menggunakan langkah

menengah ketika Anda membaca?. Ketika Anda membaca kalimat ini, misalnya,

apakah Anda membunyikan kata-kata tersebut? Mungkin bibir anda tidak benar-

benar bergerak ketika Anda membaca, dan Anda tidak

mengucapkan/membunyikan kata-kata tersebut dengan keras. Tapi apakah Anda

memiliki citra pendengaran dari apa yang Anda baca?

Mari kita membahas penelitian yang mendukung masing-masing rute.

Kemudian kita akan mempertimbangkan implikasinya dalam mengajar membaca

kepada anak-anak.

Penelitian tentang Pendekatan Dual-Route. Kita akan mulai dengan

sebuah studi klasik yang mendukung pendekatan direct-access. Ini menunjukkan

bahwa orang dapat mengenali kata secara visual, tanpa memperhatikan bunyi

kata. Bradshaw dan Nettleton (1974) menunjukkan pasangan kata-kata yang mirip

dalam hal ejaan tetapi berbeda dalam suara kepada partisipan, seperti mown-down,

horse-worse, dan quart-part. Pada satu kondisi, peserta diminta untuk membaca

kata pertama tanpa dibunyikan dan kemudian mengucapkan kata kedua dengan

suara keras. Sekarang, jika mereka telah menerjemahkan pasangan anggota

pertama dalam bentuk suara, bunyi dari kata ‘mown’ akan mengganggu

pengucapan kata ‘down’. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta

mengalami ragu-ragu pada saat mengucapkan kata kedua. Temuan ini dan

penelitian serupa lainnya menunjukkan bahwa kita mengucapkan masing-masing

kata selama membaca normal (Coltheart, 2005).

Sekarang mari kita beralih kepada penelitian pendekatan indirect-access.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa kita sering menerjemahkan rangsangan

visual menjadi bunyi/suara selama membaca (Coltheart, 2005). Selanjutnya,

coding suara dapat membantu memori kerja (Rayner et al., 2003).

Sebuah penelitian oleh Luo dan coauthors (1998) mempelajari pendekatan

indirect-access pada pembaca dewasa. Para peneliti menginstruksikan mahasiswa

untuk membaca serangkaian pasangan kata dan memutuskan apakah dua kata

tersebut memilki keterkaitan atau tidak dalam hal arti kata tersebut. Suatu

28

pasangan khas di kondisi percobaan adalah LION-BARE. Seperti anda ketahui bahwa

kata BARE terdengar sama dengan kata BEAR, yang memang secara semantik

terkait dengan LION. Para siswa sering membuat kesalahan dalam pasangan kata ini,

mereka salah dengan menyatakan bahwa kedua kata secara semantis berhubungan.

Kesalahan ini menyatakan bahwa mereka melafalkan dengan pelan pasangan kata

ketika mereka membuat pernyataan itu. Sebaliknya, mereka membuat kesalahan yang

relatif sedikit pada kondisi pasangan kata lain seperti LION-BEAN. Pada pasangan

kata ini, kata kedua terlihat sama dengan kata BEAR, meskipun berbeda dalam hal

bunyi.

Membunyikan kata mungkin sangat penting ketika anak mulai membaca.

Banyak studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan kesadaran fonologi tinggi

memiliki kemampuan membaca yang lebih unggul. Artinya, anak-anak yang

mampu mengidentifikasi pola-pola suara dalam kata juga menerima skor yang

lebih tinggi pada tes prestasi membaca (Levy, 1999; Wagnei & Stanovich, 1996).

Mungkin Anda berpikir bahwa anak-anak mungkin perlu untuk

menerjemahkan kata yang tercetak menjadi suara. Anak-anak bahkan

menggerakkan bibir mereka ketika membaca, tetapi tidak demikian halnya pada

orang dewasa. Cobalah Demonstrasi 9.7 dan lihat apakah Anda akan berubah

pikiran. Orang dewasa membaca "tongue twister" sangat lambat, yang

menunjukkan bahwa setidaknya dalam beberapa kondisi mereka memang

menerjemahkan kata-kata yang tercetak menjadi bunyi/suara (Harley, 2001;

Keller et al, 2003;. Perfetti, 1996).

Seperti yang kita catat sebelumnya, pendekatan dual-rute memiliki

kelebihan dalam hal fleksibilitas. Pendekatan ini berpendapat bahwa karakteristik

bahan bacaan menentukan apakah pendekatan direct-access atau indirect-access

yang akan digunakan. Misalnya, Anda dapat menggunakan pendekatan indirect-

access ketika anda membaca sebuah kata yang panjang dan jarang ditemukan.

Anda dapat menggunakan direct-access untuk kata-kata yang lebih umum

(Bernstein 8: Carr, 1996).

29

Pendekatan dual-rute juga menyatakan bahwa karakteristik pembaca

menentukan apakah pendekatan direct-access atau indirect-access yang akan

digunakan. Pembaca pemula akan sangat mungkin membunyikan kata-kata yang

sedang dibacanya, berarti menggunakan pendekatan indirect-access. Pembaca

yang berpengalaman akan sangat mungkin untuk mengenali kata-kata yang

tercetak secara langsung. Orang dewasa juga bervariasi dalam gaya membaca

mereka. Mahasiswa yang merupakan pembaca yang baik biasanya menggunakan

pendekatan direct-access, dan sebaliknya (Iared et al., 1999).

Saat ini, pendekatan dual-rute tampaknya menjadi kompromi yang cerdas.

Pendekatan dual-rute juga konsisten dengan penelitian brain-imaging (Jobard et

al., 2003). Pembaca dapat mengidentifikasi kata-kata baik secara langsung

maupun tidak langsung, tergantung pada karakteristik dari teks dan pembaca.

30

Demonstrasi 8.7

Membaca Serangkaian Kalimat Yang Sulit Diucapkan

Baca tiap rangkaian kalimat yang sulit diucapkan berikut dalam hati untuk

diri sendiri:

1. The seasick sailor staggered as he zigzagged sideways.

2. Peter Piper picked a peck of pickled peppers. A peck of pickled peppers Peter

Piper picked.

3. She sells seashells down by the seaside.

4. Congressional caucus questions controversial CIA-Contra-Crack connection.

5. Sheila and Celia slyly shave the cedar shingle splinter.

Sekarang jujur. Dapatkah anda "mendengar" sendiri ucapan anda seperti anda

sedang membaca? Apakah anda harus membaca lebih lambat dibanding

kalimat lain dalam buku ini?

Implikasi pengajaran membaca pada anak-anak. Debat tentang teori

pengenalan kata mempunyai beberapa implikasi penting tentang cara yang kita

perlukan dalam mengajar membaca. Mereka yang menyukai pendekatan direct-acces

menyatakan bahwa pendidik perlu menggunakan pendekatan whole-word. Pendekatan

whole-word berpendapat bahwa pembaca dapat menghubungkan secara langsung kata

yang tertulis sebagai sebuah unit dengan makna kata tersebut (Rayner et al, 2001).

Pendekatan whole-word menekankan bahwa dalam bahasa inggris, korespondensi

antara penulisan dengan pengucapan sangatlah kompleks, seperti yang ditunjukkan

dalam Demonstrasi 9.5. Oleh karena itu anak-anak tidak ditekankan untuk tidak

membunyikan tulisan yang tercetak pada saat mereka membaca. Pendekatan

whole-word mendorong anak untuk mengidentifikasi sebuah kata berdasarkan

konteks kalimatnya. Masalahnya, bahwa bagaimanapun, orang dewasa yang

sudah terampil membaca hanya memiliki akurasi sekitar 25% ketika mereka

membaca sebuah kalimat yang tidak lengkap dan menebak mana kata yang hilang

(Perfetti, 2003; Salju & Juel, 2005).

Sebaliknya, orang-orang yang mendukung hipotesis indirect-access

biasanya mendukung pendekatan phonics. Pendekatan phonics menyatakan bahwa

pembaca mengenali kata-kata dengan mencoba mengucapkan huruf-huruf dalam

sebuah kata. Jika guru sekolah Anda meminta Anda untuk

"membunyikan/mengucapkan" ketika Anda tersandung pada sebuah kata baru,

berarti guru anda sedang menggunakan pendekatan phonic. Pendekatan phonics

berpendapat bahwa bunyi ujaran adalah langkah menengah yang diperlukan dalam

membaca. Hal ini juga menekankan pengembangan kesadaran anak terhadap

fonem. Menurut penelitian, jelas bahwa pelatihan phonic membantu anak-anak

yang memiliki masalah dalam membaca (McGuiness, 2004, Perfetti, 2003, Snow

& Juel, 2005). Sebagai contoh, sebuah meta-analisis dari tiga puluh empat

penelitian menunjukkan bahwa program pelatihan fonologis memiliki dampak

besar pada kemampuan membaca anak-anak (Bus & van Ijzendoorn, 1999).

Selama bertahun-tahun, terjadi perdebatan antara pendukung pendekatan

whole-word dan phonic (McGuiness, 2004; Smith, 2004). Dalam dekade terakhir,

sebagian besar pendidik dan peneliti mendukung beberapa bentuk kompromi:

Anak-anak harus diajarkan untuk menggunakan phonic untuk mengakses

31

pengucapan kata, dan mereka juga harus menggunakan konteks sebagai cadangan

untuk mengkonfirmasi hipotesis awal mereka. Bahkan pendukung phonic juga

akan setuju bahwa guru harus mendorong anak-anak untuk mampu mengenali

kata hanya dengan melihat saja.

Selain itu, pendidik biasanya mendukung beberapa komponen dari

pendekatan yang disebut pendekatan whole-language (sebagai lawan dari

pendekatan whole-word). Menurut seluruh pendekatan whole-language, instruksi

membaca harus menekankan makna, dan itu harus menyenangkan untuk

meningkatkan antusiasme anak-anak belajar membaca. Anak-anak harus

membaca cerita yang menarik dan bereksperimen dengan menulis sebelum

mereka mahir mengeja (Luria, 2006; McGuiness, 2004, Snow & Juel, 2005).

Ada beberapa poin penting yang perlu ditekankan. Diskusi ini

mengasumsikan bahwa anak-anak dan orang dewasa memiliki kesempatan untuk

belajar membaca. Di Kanada dan Amerika Serikat, sekitar 98% orang dewasa

telah memperoleh keaksaraan dasar (Luria, 2006). Namun, kenyataannya adalah

bahwa lebih dari 800 juta orang dewasa di seluruh dunia buta huruf. Dua

pertiganya adalah perempuan. Kelemahan orang-orang dalam keterampilan

membaca berkaitan dengan pekerjaan, perawatan kesehatan, dan komunikasi

sehari-hari.

Ringkasan: Proses Membaca Dasar

1. Membaca adalah tugas kognitif menantang yang berbeda dari pemahaman

bahasa lisan dalam banyak hal. Sebagai contoh, pembaca dapat mengontrol laju

masukan dan mereka dapat kembali memindai teks, dan tulisan menunjukkan

batas-batas yang jelas antara kata-kata,

2. Pembaca sering menggunakan berbagai isyarat kontekstual untuk menetukan

arti dari sebuah kata yang asing.

3. Memori kerja membantu pembaca dalam memahami kalimat ambigu dan

kalimat yang kompleks.

4. Memori kerja memainkan peran penting dalam pengolahan kalimat ambigu atau

rumit.

32

5. Pendekatan dual-rute berpendapat bahwa pembaca terkadang mampu

mengenali kata secara langsung hanya dengan melihat huruf-huruf yang

tercetak (misalnya, direct-access), dan kadang-kadang mereka mengkonversi

huruf yang tercetak kedalam kode fonologis untuk memahami sebuah kata

(yaitu, indirect-access).

6. Pendekatan whole-word menekankan pengenalan kata-kata secara visual,

sedangkan pendekatan phonics menekankan pada pengucapan kata. Sebagian

besar pendidik dan peneliti mendukung kombinasi dari kedua pendekatan ini.

7. Pendekatan whole-language menekankan pada makna bahasa, serta

pengintegrasian membaca melalui kurikulum.

33

UNDERSTANDING DISCOURSE

Kita memulai bab ini dengan membahas “bahasa alami”; membahas

mengenai teori tentang bahasa dan dasar bahasa secara biologi. Kemudian kita

membahas tentang proses dasar dalam membaca. Anda akan menyadari semua

topic terfokus pada cara kita memproses sebagian unit kecil dalam bahasa, seperti

fonem, kata, huruf, dan sebuah kalimat. Dalam kehidupan sehari-hari anda secara

terus menerus dan berhubungan melakukan proses “discourse”, atau unit bahasa

yang lebih luas dari kalimat (Bamberg & Moissinac, 2003; Treiman et al., 2003).

Anda mendengar siaran berita di radio, anda mendengar suatu cerita dari teman

anda, anda mengikuti instruksi untuk merakit rak buku… dan anda membaca buku

Psikologi Kognitif anda.

Pada bab 1 dan 8, kita membahas tentang penelitian Frederick Bartlett’s

(1932), yang berfokus pada unit bahasa yang lebih luas. Bartlett khususnya

mendemonstrasikan bahwa jika seseorang menceritakan kembali sebuah cerita

akan sesuai dengan skemanya sendiri setelah jeda beberapa waktu. Untuk empat

dekade selanjutnya, psychologists dan linguists akan lebih berfokus pada kata dan

kalimat. Kenyatannya, topik memahami “discourse” belum terungkap sampai

pertengahan 1970 an (Butcher & Kintsch, 2003; Graesser et al., 2003).

Lebih jauh pada bab ini, kami akan menekankan pada bagaimana konteks

(isi) dapat membantu kita dalam memahami suara, kata, dan huruf. Sebagaimana

dijelaskan pada bab 8, latar belakang pengetahuan umum dan keahlian kita dapat

membantu dalam pemahaman konsep kita. Penelitian tentang pemahaman

“discourse” juga menekankan pada pentingnya keahlian, skrip, dan skema (e.g.,

Mayer, 2004; Zwaan & Rapp, 2006). Pada semua tingkat pemahaman bahasa,

kami melihat bukti tambahan pada bab 5. Yaitu prsoses stimulus fisik (proses

Bottom-up) berinteraksi dengan konteks yang disediakan oleh ekspektasi kita dan

pengetahuan sebelumnya (proses Top-down). Interkasi ini biasanya muncul ketika

kita membentuk suatu gambaran utuh yang terintegrasi dalam sebuah teks dan

ketika kita membuat suatu inferensi (kesimpulan) selama membaca.

Penjelasn kita mengenai pemahaman “discourse” akan terfokus pada

beberapa topik: (1) membentuk gambaran yang terintegrasi pada teks, (2)

membuat inferensi pada saat membaca, (3) mengajarkan kemampuan

34

“metakomprehensi”, (4) tes kecemasan dan pemahaman “discourse”, dan (5)

kecerdasan buatan dan membaca.

Membentuk Gambaran yang Terintegrasi pada Teks

Pemahaman membaca lebih rumit dari mengganungkan kata-kata sederhana

dengan frase. Pembaca juga harus mengingat dan mendapatkan informasi secara

bersamaan tentang berbagai konsep sehingga isi dari suatu teks dapat dipahami

(Zwaan & Rapp, 2006). Kita harus ingat bahwa pendengar –seperti halnya

pembaca- membantuk suatu gambaran, mengingat materi, dan membentuk

inferensi ketika mendengar suatu percakapan (e.g., Butcher & Kintsch, 2003;

Marslen-Wilson et al., 1993). Bagaimanapun, semua peneliti menguji proses

discourse selama membaca.

Kita menggunakan petunjuk halus ketika membentuk suatu gambaran

(Zwaan & Rapp, 2006). Lihat kembali demonstrasi 9.4 dan deskripsi dari

penelitian Gernsbacher dan Robertson’s (2005) pada halaman 302-303. Penelitian

ini menujukkan bukti bahwa pembaca selaras dengan petunjuk halus yang

diberikan. Khususnya pembaca menyadari rangaian kalimat akan menjadi suatu

cerita yang utuh jika dimulai dengan kata “the” dan bukan dengan kata “a”.

Lebih lanjut, ketika kita membuat suatu gambaran tentang suatu teks kita

juga membuat “mental model” (gambaran dalam kehidupan sehari-hari kita)

tentang bacaan tersebut (Long et al., 2006; Zwaan & Rapp, 2006). Sebagai

contoh, pada Bab 7, kita melihat orang-orang membuat “mental model” tentang

lingkungannya berdasarkan apa yang tertulis. Pembaca membuat gambaran

internal termasuk deskripsi dari karakter di dalam suatu cerita. Deskripsi ini

mungkin menyangkut informasi tentang pekerjaan karakternya, hubungan

karakter, tingkat emosi, sifat pribadi, tujuan dan aksi karakternya (Carpenter et al.,

1995; Trabasso et al., 1995).

Pembaca juga perlu mempertahankan gambaran internal ini pada memori

jangka panjangnya untuk beberapa halaman ke selanjutnya (Butcher & Kintsch,

2003; Gerrig & McKoon, 2001; Kintsch, 2001). Sebagai tambahan, pembaca juga

sering membuat inferensi berdasarkan informasi yang diberikan penulis. Mari kita

bahas topik ini lebih detail.

35

Membuat Inferensi Selama Membaca

Baru-baru ini saya membaca sebuah novel yang berjudul The Kite Runner.

Novel tersebut mengisahkan dua anak laki-laki yang besar di Kabul, Afghanistan.

Amir, protagonist, merupakan anak orang kaya, daan anak dari orang yang

berpengaruh yang bernama Baba. Teman Amir, Hassan, tinggal tidak jauh yaitu di

rumah pelayannya Baba. Pembaca tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi

untuk mengetahui tentang kondisi social di Afghanistan atau rangkaian perang

politik tragis di negera ini. Bahkan sebelum kita selesai membaca bagian pertama,

kita dapat mengetahui bahwa pertemanan antara Amir dan Hassan tidak akan

berakhir bahagia. Ketika kita membaca, kita mengaktifkan proses mental yang

penting berdasarkan informasi yang tertulis.

Ketika kita membuat inferensi pada saat membaca, kita membuat dunia

pengetahuan kita untuk mengaktifkan informasi yang tidak tertulis di dalam

bacaan (Lea et al., 2005; Zwaan & Singer, 2003). Kita membahas tentang

inferensi pada Bab 8 dan hubungannya dengan pengaruh terhadap skema pada

memori. Orang-orang menggabungkan informasi dari dunia nyata dengan

informasi pada suatu bacaan, dan mereka membuat kesimpulan yang rasional

berdasarkan gabungan informasi tersebut. Sesuai dengan tema 1, orang-orang

merupakan pengolah informasi yang aktif.

Mari kita bahas beberapa isu yang berkembang yang berkaitan dengan

inferensi selama membaca. Pertama, kita akan membahas “constructionist view”.

Kemudian kita akan membahas factor yang memperkuat inferensi. Topik akhir

kita adalah inferensi tingkat tinggi. Sekali-sekali cobalah Demonstrasi 9.8

sebelum anda membaca lebih jauh.

Demonstrasi 9.8

Bacalah bagian-bagian kalimat ini

1. Dick minggu ini sedang libur

2. Dan dia ingin pergi ke suatu tempat

3. Diaman ia bias berjemur dan berenang

4. Dia mengambil buku panduan travel

5. Dan ia melihat sebuah iklan

6. Pada bagian travel di Koran hari minggu

36

7. Ia pergi ke agen travel

8. Ia memesan tiket pesawat ke Alaska

9. Ia membayar menggunakan kartu kreditnya

The Constrictionist View of Inferences. Merujuk pada Constrictionist View

of Inferences, pembaca biasanya membuat inferensi tentang penyebab suatu

kejadian dan hubungan antara kejadian. Ketika anda membaca sebuah novel,

secara langsung anda akan membuat inferensi tentang motivasi karakter,

kepribadian, dan emosinya. Anda mengembangkan harapan anda tentang

perkembangan alur cerita yang baru, tentang sudut pandang penulis, dan lebih

jauh lagi (Stenberg & Ben-Zeev, 2001; Zwaan & Rapp, 2006). Perspektif ini

merupakan “Constrictionist View” karena pembaca secara aktif membuat

penjelasan seperti yang mereka gabungkan dari informasi yang ada dengan semua

informasi yang relevan dari bagian atau cerita sebelumnya , seperti halnya latar

bel;akang pengetahuan mereka (O’Brien Myers, 1999; Zwaan & Singer, 2003).

Constrictionist View berpendapat bahwa orang-orang biasanya membuat inferensi,

bahkan ketika topik yang berhubungan terpisahakan oleh beberapa paragraph

yang tidak berhubungan.

Mari kita bahas penelitian yang dilakukan oleh John Huitema dan rekannya

(1993), yang mempelajari tentang cerita singkat seperti yang and abaca pada

Demonstrsi 9.8. kalimat pembuka pada demosntrsi tersebut mengajak anda untuk

percaya bahwa Dick akan pergi ke pantai. Anda membuat inferensi ini pada

kalimat ke tiga, dan inferensi ini bertolakbelakang pada lima baris kemudian,

daripada beberapa kalimat setelahnya. Disini variabel terikatnya adalah jumlah

waktu yang dibutuhkan pembaca untuk membaca kalimat penting tentang tujuan

perjalanan Dick (baris ke delapan).

Huitema dan rekannya (1993) menguji empat kondisi. Anda melihat

jauh/versi cerita yang tidak sesuai, pada beberapa baris teks yang dipisahkan

beberapa baris oleh pernyataan yang tidak sesui dengan tujuan utamanya. Di

dekat/versi yang sesuai, kalimat tujuan utama dan kalimat yang tidak sesuai saling

berdekatan. Di ujung/kalimat yang sesuai, beberapa kalimat memisahkan kalimat

tujuan utama dan pernyataan yang konsisten (in wich Dick asked for a plane ticket

37

to Florida-tempat yang sesui untuk berenang). Di dekat/versi konsisten, tujuan

utama dan kalimat yang sesui saling berdekatan.

Seperti yang bisa anda lihat di gambar 9.3, partisipan pada bagian awal,

membaca kalimat yang tidak sesuai lebih lambat dibandingkan dengan kalimat

yang sesuai. Penemuan ini tidaklah mengejutkan. Bagaimanapun, anda juga akan

menemukan bahwa partisipan membaca kalimat yang tidak sesuai lebih lambat

dibandingkan dengan kalimat yang sesuai di bagian akhir, ketika bagian yang

relevan dipisahkan empat baris.

Data dari Huitema dan rekannya (1993) mendukung “constructionist view”.

Sangat jelas bahwa pembaca mecoba menghubungkan materi berdasarkan teks

yang ada, kemudian memeriksa informasi yang ada di dalam memori jangka

panjang mereka. Selama proses “discourse”, kita mencoba membuat gambaran

sebuah teks yang sesuai –walaupun bercampur dengan kalimat yang tidak sesuai

(Klin et al., 1999; Rayner & Cifton, 2002; Underwood & Batt, 1996).

Pada penelitian lainnya, pembaca membaca dengan suara keras kalimat

yang mereka baca (Suh & Trabasso, 1993; Trabasso & Suh, 1993). Pada cerita ini,

tujuan awal dari karakter utama ini sempat terhalangi, namun akhirnya dapat

tercapai. Sekitar 90% partisipan menyadari tentang tujuan awal dari karakter

utama ini. Suh dan Trabasso membuktikan bahwa pembaca membuat kausal

inferensi dalam rangka menggabungkan “discourse” dan membentuk suatu cerita

yang tersusun dengan baik.

Faktor yang memperkuat inferensi

Biasanya kita tidak selalu membuat inferensi ketika kita membaca. Sebagai

contoh, perbedaan individual sesame pembaca sangatlah penting (Zwaan & Rapp,

2006). Pembaca mungkin gagal mengaktifkan informasi yang terdapat pada awal

cerita (Lea et al., 2005; Long et al., 2006). Seperti yang anda perkirakan, orang-

orang biasanya menggabungkan informasi dan membuat inferensi jika mereka

memiliki kapasitas memori kerja yang besar (Butcher & Kintsch, 2003; Long et

al., 2006). Kemungkinan mereka juga membuat inferensi jika memiliki

kemampuan metekomprehensi yang baik. orang-orang ini sadar bahwa mereka

38

harus mencari hubungan antara dua kalimat yang sepertinya tidak berhubungan

(Ehrlich, 1998; Mayer, 2004).

Orang-orang juga kemungkinan membuat inferensi jika mereka memiliki

latar belakang pengetahuan atau keahlian tentang topik yang dijelaskan pada teks

yang dibaca (Long et al., 2006). Kenyataannya keahlian pada suatu topik yang

sedang dibaca dapat mengganti kapasitas memori kerja yang kecil (Butcher &

Kintsch, 2003). Penelitian lain menunjukkan orang-orang kadang gagal membuat

inferensi ketika memreka membaca buku sains (Mayer, 2004; Millis & Graesser,

1994).

Bagian diskusi kita ini berfokus pada faktor yang mempengaruhi inferensi,

dankita sudah melihat bahwa beberapa inferensi lebih mingkin dari yang lain.

Dalam menjelaskan faktor ini, mari kita ingat kembali poin penting dari Bab 8:

kadang kita seperti mengingat inferensi kita seperti mengingat pernyataan yang

terdapat dalam suatu teks. Inferensi kita bercampur dengan teks tersebut, dan

membentuk suatu cerita yang utuh. Kita sering mempertahankan inti atau

kesimpulan suatu cerita, melupakan bahwa kita membuat unsur yang sebenarnya

tidak terdapat pada cerita tersebut.

Inferensi tingkat tinggi

Peneliti sekarang meneliti inferensi tingkat tinggi, melampaui tingkat

paragraph. Sebagai contoh, perbedaan jenis buku menghasilkan perbedaan

harapan juag. Penggemar dari Harry Potter –dan cerita sihir lainnya- tahu bahwa

mereka harus menangguhakan skema kanidupan sehari-harinya. Tentu saja

Hermione dapat berada pada dua tempat secara bersamaan, dan Harry dapat

mengerti percakapan anara ular.

Salah satu dai Inferensi tingkat tinggi berdasarkan preferensi kita tentang

jalan cerita yang kita inginkan. Mungkin ketika anda membalikan halaman novel

tentang mata-mata secara cepat dan anda berteriak kepada karakter favorit anda,

“Awas!”. Faktanya, peneliti menujukkan bahwa pembaca yang terlibat dalam

suatu cerita mengembangkan preferensi mental yang kuat untuk hasil tertentu

(Allbritton & Gerrrig, 1991; Rapp & Gerrig, 2006).

39

Preferensi mental ini dapat menjadi kuat sehingga mereka dapat

mempengaruhi pembaca dalam menilai bagaimana jalan suatu cerita, membuat

kita berhenti untuk menentukan apakah akhir yang tidak bahagian ini sungguh

terjadi (Gerrig, 1998; Zwaan & Rapp, 2006). Anda mungkin menemukan diri

anda begitu berharap tentang akhir yang bahagia yang telah anda buat , anda

membaca bagian akhir berkali-kali, mencoba meyakinkan bahwa tokoh pahlawan

atau tokoh utama tidak mati.

Kesimpulannya, oran-orang sering membuat inferensi ketika membaca.

Mereka menggabungkan materi manjadi suatu cerita yang utuh, dan mereka

menjadi bingung ketika menghadapi sesuatu yang berbeda dengan inferensi yang

telah mereka buat. Sepertinya orag-orang membuat inferensi jika mereka memiliki

memori kerja yang besar atau keahlian. Inferensi relatif jarang pada buku sains

dan relatif sering pada novel.

Pengajaran kemampuan metakomprehensi

Pada bagian kedia bab ini, pembahasan kita tentang membaca membahas

bagamana pendidik dapat mengajarkan kemampuan dasar membaca pada anak

kecil. Secara singkat mari kita pertimbangkan bagaimana pendidik dapat

mengajarkan siswa dewasa beberapa hal penting tentang kemampuan

metakomprehensi.

Bab 6 berfokus pada topik tentang metakognisi, pengetahuan anda tentang

proses kognitif, maupun pengendalian proses kognitif. Bagian penting dari

metakognitif adalah metakomprhensi, suatu istilah yang meujuk pada pemikiran

anda tentang komprehensi.

Kebanyakan anak kecil tidak memiliki kemampuan kognitif untuk

digunakan pada metakomprehensi; hal ini cukup menantang untuk membaca suatu

kata atau kalimat (Baker, 2005; Griffith & Ruan, 2005). Bagaimanapun anak yang

lebih tua, anak muda, dan orang dewasa, dapat memikirkan strategi membaca

mereka. Sebagai contoh, ketika anda membaca sebuah buku, anda tahu bahwa

anda harus memikirkan tentang latar belakang pengetahuan yang sesuai. Sebagai

tambahan, anda mempertimbangkan bahawa anda harus membaca setiap kalimat

atau melewati bagian detailnya. Anda juga tahu bahwa anda harus memeriksa

40

apakah anda mengerti tentang materi yang telah and abaca atau tidak (Griffith &

Ruan, 2005; Perfetti et al., 2005). Lebih jauh, kadang anda sadar bahwa pikiran

anda menerawang jauh dari materi yang sedang anda baca (Smallwood &

Schooler, 2006).

Di masa lalu, pendidik jarang melatih murid untukmengembangkan

kemampuan metakomprehensi (Randi et al., 2005). Bagaimanapun, sekarang

mereka mengembangkan metode untuk membantu siswa mendapatkan manfaat

dari kemampuan ini. Sebagai contoh, guru dapat meminta siswa SMP untuk

berpikir keras, sehingga mereka dapat menyimpulkan suatu bacaan, membuat

prediksi, dan menjelaskan bagian yang membingungkan (Israel & Massey, 2005;

Schreiber, 2005; Wolfe & Goldman, 2005). Mari kita bahas bagaimana tingakat

kecemasan pembaca dapat mempengaruhi kemampuan membaca mereka.

Perbedaan Individu: Test Kecemasan dan Komprehensi Membaca

Mengacu pada sejumlah penelitian, orang dengan nilai tinggi pada tes

kecemasan selalu mendapat nilai nilai kecil dalam ujian (Cassady, 2004). Menurut

psikolog prestasi yang rendah ini disebabkan tingkat kekhawatiran yang tinggi.

Penjelasan sederhananya kekhawatiran mempengaruhi kesadaran tiap orang,

menghalangi mereka untuk memperoleh jawaban yang benar dari suatu tes.

Bagaimanapun, Jerrel Cassady (2004) mengusulkan bahwa test kecemasan juga

menurunkan kemampuan dalam memahami informasi yang terdapat pada buku

bacaan.

Cassady memeriksa kaitan antara kecemasan dan komprehensi discourse

dengan meminta 277 mahasiswa untuk membaca beberapa paragraph dari sebuah

buku, dan membacanya lagi untuk kedua kali. Kemudian, mahasiswa tersebut

diminta untuk melengkapi tes yang disebut sekala Tes Kecemasan Kognitif, yang

berisi soal pilihan berganda tentang materi pada teks yang dibaca tadi. Mahasiswa

tersebut kemudian diminta untuk mengulangi langkah ini dengan bacaan lain yang

sebanding.

Cassady menemukan bahwa skor pada tes Kecemasan Kognitif memiliki

korelasi yang kuat (r= -0,55) dengan nilai pada tes pilihan berganda. Dengan kata

lain, orang yang memiliki kecemasan tinggi cenderung memperlihatkan nilai yang

rendah pada tes komprehensi membaca.

41

Peneltian yang hamper sama, Cassady (2004) menemukan bahwa orang

dengan skor tinggi pada tes skala kecemasan kognitif juga membuat lebih banyak

kesalahan dalam membuat kesimpulan dari sutu bacaan. Orang-orang ini juga

lebih banyak membuat kesalahan dalam menilai kemampuan mereka untuk

membuat inferensi yang benar, berdasarkan suatu bacaan.

Kesimpulannya, ketiaka orang mengikuti suatu tes dalam keadaan gelisah,

mereka akan mengalami gangguan dari tingkat kecemasan yang tinggi. Sebagai

tambahan, bagaimanapun, mereka mendapatkan nilai yang rendah untuk berbagai

tes yang berkaitan dengan komprehensi membaca. Khususnya, mereka membuat

lebih banyak kesalahan pada tes pilihan berganda, membuat kesimpulan dari

bacaan, dan membuat inferensi, dibandingkan orang dengan tingkat kecemasan

yang rendah.

Kecerdasan Buatan dan Membaca

Seperti yang didiskusikan pada Bab 1, kecerdasan buatan merupakan area

dari ilmu komputer yang berupaya membuat komputer yang dapat menunjukkan

proses kognitif seperti manusia (Stenning et al., 2006). Tujuan dari kecerdasan

buatan adalah mengembangkan program komputer yang dapat mengerjakan tugas

yang membutuhkan kecerdasan, seperti komprehensi membaca, atau percakapan

(Graesser et al., 2004; Kintsch et al., 2007; McNamara et al., 2007).

Ketika mengembangkan kecerdasan buatan model bahasa, peneliti

berasumsi bahwa komputer awalnya tidak mengetahui tentang bahasa alami.

Bahasa alami adalah bahasa yang biasa digunakan oleh manusia dengan segala

ambiguitas dan kompleksitasnya. Peneliti harus menuliskannya pada program

komputer semua informasi yang dibutuhkan komputer tersebut. Programnya harus

dalam bentuk instruksi yang detail (Harley, 2001; Sobel, 2001).

Proyek FRUMP

Mari kita pertimbangkan contoh klasik dari program komputer yang

didesain untuk memeriksa tugas membaca. Salah satu program yaitu FRUMP,

singkatan dari Fast Reading Understanding dan Memory Program (De Jong,

1982). Tujuan dari FRUMP adalah membuat ringkasan cerita dari surat kabar,

42

yang ditulis dalam bahasa biasa. Ketika program ini dikembangkan, FRUMP

dapat menginterpretasikan sekitar 10% dari surat kabar United Press International

(Butcher KIntsch, 2003; Kintsch, 1984). FRUMP bekerja menggunakan proses

Top-Down dengan mengaplikasikan 48 skrip yang berbeda.

Contoh, “kecelakaan kendaraan”. Cerita tersebut berisi informasi tentang

sejumlah orang yang tewas, jumlah orang yang cedera, dan penyebab dari

kecelakaan tersebut. Kesimpulan yang dibuat FRUMP: “kecelakaan kendaraan

terjadi di Colorado. Sebuah pesawat menabrak tanah. Satu orang tewas.” FRUMP

mampu menangkap fakta dari cerita tersebut. Akan tetapi, FRUMP melewatkan

alas an utama ceriat tersebut menjadi menarik: Ya satu orang tewas, tetapi 21

orang lainnya selamat!

Penelitian tentang program berbasis skrip seperti FRUMP menujukkan

bahwa manusia dapt membuat sejumlah inferensi dimana system kecerdasan

buatan tidak dapat melakukannya (Kintsch, 1998, 2007). Kita menjadi terkesan

bahwa FRUMP dan program lainnya dapat mengatur beberapa proses seperti

bahasa.

Proyek terbaru. Ilmuan kognitif terus mengembangkan program yang dapat

mengerti bahasa (Moore & Wiemer-Hastings, 2003; Shermis & Burstein, 2003;

Wolfe et al., 2005). Salah satu program kecerdasan buatan yang sering digunakan

adalah buatan dari psikolog kognitif Thomas Landeur dan rekannya (Foltz, 2003;

Laundeur et al., 2007). Program mereka disebut Latent Semantik Analysis (LSA),

program tersebut dapat menilai beberapa bahasa terbaru.

LSA memang menakjubkan, tetapi tidak dapat menilai kreatifitas seseorang.

LSA juga dalam penilaiannya mengabaikan sintak, dimana manusia dapat dengan

mudah mendeteksi jika ada kesalahan dalam sintak. LSA mempelajari bahasa

hanya dari apa yang tertulis, sedangkan manusia dapat belajar dari ucapan,

ekspresi wajah, dan bentuk penampakan fisik (Butcher & Kintsch, 2003).

Ringkasan: Pemahaman Discourse

1. Psikolinguis berfokus pada proses discourse, atau unit bahasa yang lebih

luas dari dari suatu kalimat.

43

2. Pembaca mencoba membuat suatu gambaran terintegrasi dari discourse

berdasarkan petunjuk halus, model mental, memori jangka panjang, dan

inferensi.

3. Menurut pandangan constructionist, orang-orang aktif membuat inferensi

yang berhubungan dengan bagian dari teks, walaupun bagian tersebut

terpisah jauh.

4. Inferensi biasanya terjadi pada orang dengan kapasitas memori kerja yang

besar, -kemampuan metakomprehensi yang baik, dan keahlian pada topik

tersebut. Orang-orang biasanya membentuk inferensi tingkat tinggi

melebihi tingkat paragraph tersebut.

5. Pendidik mulai menekankan pengajaran kemampuan metakomprehensi

pada anak muda.

6. Dibandingkan dengan orang yang memiliki skor rendah pada tes

kecemasan, orang dengan skor tinggi pada tes kecemasan cnderung

membuat kesalahan pada tes pilihan berganda, dan pada saat membuat

kesimpulan daru suatu cerita, serta ketika membuat suatu inferensi dari

suatu bacaan.

7. Program kecerdasan buatan yang bernama FRUMP dapat membuat

kesimpulan secara akurat. Program terbaru yang bernama Latent Semantic

Analysis (LSA) Dapat menilai dua teks yang hamper sama.

.

44

CHAPTER REVIEW QUESTIONS

1. Mengapa bahasa merupakan salah satu kecakapan yang penting pada

manusia?.Pada cara apa ini dapat mengilustrasikan hubungan alami proses

kognitif kita??

Jawab:

Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, bahasa berfungsi untuk

berkomunikasi secara personal dan interpersonal. Psikologi kognitif

menekankan bahwa bahasa manusia mungkin salah satu dari perilaku

kompleks yang dapat ditemukan di mana pun, di planet kita (Gleitman &

Liberman, 1995). Perhatikanlah bahwa untuk memahami suatu kalimat

diperlukan beberapa keterampilan: mengkode bunyi seorang pembicara,

mengkode corak yang visual dari bahasa yang dihasilkan, mengakses arti dari

kata-kata, memahami aturan yang menentukan urutan kata, dan menilai suatu

intonasi pembicara apakah suatu kalimat merupakan suatu pertanyaan atau

suatu statemen

2. Pada bagian faktor yang mempengaruhi pemahaman menjelaskan bahwa kita

lebih sulit memahami kalimat jika kalimat-kalimat itu dalam bentuk pasif,

dibandingkan dalam bentuk aktif. Mengacu pada pendekatan fungsional

kognitif, mengapa kita kadang-kadang membuat sebuah kalimat seperti “

Jendela itu dirusak oleh Fred”?

Jawab:

Pendekatan fungsional kognitif berargumen bahwa orang-orang dapat

menggunakan bahasa yang kreatif, dalam rangka mengomunikasikan

maksud/arti yang sulit dipisahkan. Jadi bisa saja kadang-kadang kita

menggunakan kalimat negatif untuk menekankan maksud tertentu, atau lebih

tepat disampaikan dengan kalimat negatif.

3. Apa informasi pada aphasia, hemispheric specialization, and brain imaging

techniques menjelaskan pada kita tentang bagian pada otak yang berperan

dalam memahami dan memproduksi bahasa?

45

Jawab:

Dalam hemispheric specialization terdapat dua bagian hemisphere yaitu

hemispher kanan dan kiri. Hemisfer kiri berperan dalam bicara-bahasa,

logika, sedangkan hemisphere kanan berperan dalam ekspresi, kesenian dan

lain-lain.

4. Konteks adalah konsep penting dalam bab ini. Jelaskan bagaimana konteks

penting dalam: (a) memproses kata ambigu, (b) menemukan arti dari kata

yang tidak dikenal, (c) mendasari pengetahuan dalam memahami percakapan.

Jawab:

(a)Dalam membaca, tidak jarang kita menemukan kata-kata yang bermakna

ambigu. Ketika seseorang menemukan suatu potensi ambigu, aktivasi

kognisi kita akan membangun semua arti yang mungkin dari item ambigu

tersebut berdasarkan suatu konteks dalam kalimat. Contohnya pada

kalimat berikut:

“Hanya dalam hitungan detik, bisa ular itu bisa mematikan mangsanya”.

Pada kalimat diatas terdapat kata yang ambigu yaitu “bisa”. Kata “bisa”

dapat diartikan sebagai ‘racun’ dan dapat pula diartikan sebagai ‘dapat’.

Namun, sistem kognisi kita tetap dapat memahami makna dari masing-

masing kata “bisa” tersebut karena adanya konteks kalimat. Melalui

konteks kalimat tersebut, pembaca dapat mengaetahui bahwa kata “bisa”

yang pertama bermakna ‘racun’ dan kata “bisa” yang kedua bermakna

‘dapat’ atau ‘mampu’.

(b)Konteks juga membantu kita dalam mengenali dan memahami makna

suatu kata. Kita dapat mengenali suatu kata secara lebih akurat ketika

kata-kata tersebuttertanam padasebuah kalimat yang memiliki konteks

(Bock & Garnsey, 1998; Kintsch, 1998).Konteks juga sangat penting

ketika orang-orang ingin menemukan maksud dari kata-kata yang tidak

familiar. Ketika kita membaca, kita sering menemukan kata-kata yang

tidak familiar. Kemudian kita mencoba menggunakan konteks untuk

menggambarkan artinya. Stenberg dan Powell menyatakan bahwa konteks

dapat memberikan beberapa macam isyarat visual tentang suatu maksud.

46

(c)Konteks penting ketika kita membahas unit bahasa yang lebih besar, yaitu

discourse atau percakapan. Di dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali

berhubungan dengan discourse, seperti mendengarkan berita di radio,

mendengarkan teman yang bercerita, mengikuti instruksi untuk melakukan

sesuatu, dan sebagainya. Kita memiliki kemampuan untuk

mempersepsikan suatu kata berdasarkan konteks untuk menangani

pengucapan kata-kata yang tidak tepat.Penelitian lain mendemontrasikan

bahwa orang memiliki akurasi yang tinggi dalam merekonstruksi kata

yang hilang selama memahami ucapan, khususnya jika kata itu

diperkirakan dengan konteks/hubungan katanya. (Cooper et al, 1985;

Salasoo & Pisoni, 1985).

5. Dalam bab ini, ditekankan bahwa memori berkontribusi untuk memahami

bahasa. Menggunakan chapter outline sebagai pembimbing, tentukan

bagaimana working memory (memori kerja) dan long-term memory (memori

jangka panjang) begitu penting ketika kita mencoba untuk memahami bahasa.

Jawab:

Memahami bahasa melibatkan berbagai macam proses kognitif yang

kompleks yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Kemampuan

memahami bahasa sangat tergantung pada kemampuan kognitif lainnya,

seperti memori kerja. Memori kerja memainkan peran penting selama proses

memahami bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan

rentang memori kerja yang relatif besar secara cepat dapat memproses

kalimat ambigu (Miyake et al., 1994). Selain itu, orang dengan rentang

memori kerja yang besar sangat terampil dalam membaca bagian yang sulit

dan memecahkan masalah verbal yang kompleks (Haarmann et al, 2003;

Long et al., 2006). Orang yang memiliki rentang memori kerja yang besar

dapat mempertahankan banyak item dalam memorinya sehingga mampu

memahami bahasa secara akurat. Long-term memory juga berpengaruh besar

terhadap kemampuan berbahasa seseorang. Hal ini dikarenakan, seluruh

informasi yang ditangkap oleh indera kita akan disimpan dalam long-term

memory kita. Dan pada saat informasi itu dibutuhkan, proses kognisi kita

47

akan merecall seluruh informasi yang dibutuhkan pada saat itu. Sebagai

contoh, persepsi memungkinkan kita untuk mendengar pembicaraan dan

membaca kata-kata. Memori aktif membantu kita menyimpan stimuli yang

cukup panjang untuk memproses dan menginterpretasikannya. Memori

jangka panjang menyediakan persinggungan antara materi yang kita proses

dahulu dan materi yang kita hadapi sekarang.

6. Jelaskan bagaimana hipotesisdual-route membantu anda dalam mengenali

kata-kata yang sedang anda baca. Bagaimana cara anda diajarkan untuk

membaca, apakah dengan menggunakan pendekatan the whole-word atau

pendekatan phonics?

Jawab:

Terkadang anda membaca sebuah kata dengan pendekatan direct-access

dimana pembaca dapat mengenali suatu kata yang ditulis/tercetak dengan

langsung. Di lain waktu, anda membaca sebuah kata melalui pendekatan

indirect-access dimana anda mengenali sebuah kata secara tidak langsung

dengan cara mengucapkan kata tersebut. Anda harus menerjemahkan tinta

(tulisan) pada halaman kertas ke dalam bentuk bunyi sebelum anda dapat

mengenali dan mengetahui makna dari kata tersebut (Rayner et al., 2003;

Treiman et al., 2003). Hipotesis Dual-route adalah merupakan kombinasi dari

direct-access route dan indirect-access route. Pendekatan ini berpendapat

bahwa karakteristik bahan bacaan menentukan apakah pendekatan direct-

access atau indirect-access yang akan digunakan. Misalnya, Anda dapat

menggunakan pendekatan indirect-access ketika anda membaca sebuah kata

yang panjang dan jarang ditemukan. Anda dapat menggunakan direct-access

untuk kata-kata yang lebih umum (Bernstein 8: Carr, 1996).

Pada saat saya belajar membaca, saya diajarkan dengan menggunakan

pendekatan phonic. Dimana saya belajar membaca dimulai dengan mengeja

per suku kata dengan membunyikan kata tersebut. Hal ini dimaksudkan

apabila saya melakukan kesalahan selama membaca, maka kesalahan tersebut

akan cepat teridentifikasi atau diketahui oleh orang yang membimbing saya

pada saat membaca yaitu orang tua dan guru. Sehingga orang tua dan guru

48

akan lebih mudah mengkoreksi kesalahan yang saya lakukan selama proses

membaca.

7. Jelaskan tentang Constructionist view of inference yang didiskusikan pada

akhir bab ini. Ingat kembali tentang tugas yang ada dapat selama dua hari

kemarin. Pastikan untuk memasukkan contoh selain buku pelajaran anda.

Jelaskan bagaimana perspektif dari Constructionist menjadi relevan selama

proses discourse.

Jawab:

Dengan Constructionist view of inference kita akan membuat inferensi-

inferensi berdasarkan informasi yang kita baca dan menggabungkannya

dengan informasi yang sudah kita dapat sebelumnya. Karena inferensi ini kita

sendiri yang buat maka biasanya akan bertahan cukup lama dan ini dapat

membantu kita dalam mengingat dan memahami suatu materi. Contohnya

ketika presentasi tentang Biologi Sel, kita membaca materinya dari sebuah

buku. Dari buku tersebut kita mendapatkan informasi, tetapi kita juga sudah

mendapatkan konsep sebelumnya yang hamper sama. Ketika kita

mempresentasikannya apa yang kita ucapkan biasanya tidak akan persis sama

dengan yang ada di buku. Kita akan membuat inferensi yang merupakan

gabungan dari konsep dari buku dan konsep yang sudah kita dapat

sebelumnya.

8. Tinjau kembali bagian kemampuan metakomprehensi, dan jelaskan

bagaimana anda mengaplikasikan strategi ini untuk meningkatkan

kemampuan anda dalam membaca.

Jawab:

Mengaplikasikan strategi untuk meningkatkan kemampuan anda dalam

membaca yaitu dengan memahami bahasanya terlebih dahulu. Struktur

kalimatnya juga perlu untuk kita pahami, sehingga kita dapat memahami cara

membacanya.

49

9. Banyak bagian pada bab ini menekankan pada perbedaan individual. Coba

anda simpulkan dan perkirakan bagaimana perbedaan individu mungkin juga

relevan dalam aspek lain pada pemahaman membaca.

Jawab:

Perbedaan individu yang dibahas yaitu mengenai pengaruh tingkat kecemasan

terhadap kemampuan pemahaman dalam membaca.Tingkat kecemasan ini

juga ternyata berpengaruh terhadap pemahaman seseorang dalam membaca.

Semakin tinggi tingkat kecemasan seseorang semakin sulit juga orang

tersebut dalam memahami suatu bacaan. Akan tetapi seseorang yang

memiliki tingkat kecemasan yang rendah, orang tersebut tidak terlalu

memiliki kesulitan dalam memahami suatu bacaan. Perbedaan individu

dilihat dari tingkat kecemasan juga berpengaruh dalam membuat inferensi

maupun kesimpulan. Dari inferensi ataupun kesimpulan yang dibuat kita

dapat menilai mana yang lebih memahami suatu bacaan dan mana yang

kurang atau tidak sama sekali.

10. Bab ini membahas baik tentang mendengar maupun membaca. Bandingkan

kedua bagian bahasa ini. Proses mana yang mirip, dan mana yang berbeda?

Untuk persiapan pada bab 10, bandingkan speech production dan menulis

dalam gaya yang sama.

Jawab:

Perbedaan antara membaca dan mendengar :

- Membaca berkaitan dengan ruang sedangkan mendengar terkait dengan

waktu

- Membaca dapat mengatur input yang masuk sedangkan mendengar tidak

- Membaca dapat mengulang kembali apa yang mereka baca, sedangkan

mendengar tidak dan sangat mengandalkan kemampuan memori kerja

mereka

Perbandingan antara bicara dengan menulis :

- Menulis memiliki standar tertentu dan jarang ada kesalahan, sedangkan

berbicara sering terjadi kesalahan seperti pengulangan kata ataukalimat,

dan salah pengucapan

50

- Dalam menulis dapat terlihat dengan jelas batas antara satu kata dengan

kata yang lain, sedangkan dalam berbicara sama sekali tidak.

- Ketika berbicara terdapat petunjuk halus untuk memahami isi dari

pembicaraan, seperti bahasa tubuh atau penekanan terhadap suatu kata.

Pada menulis petunjuk yang ada hanya pada apa yang tertulis saja.

51

MAKALAH

Comprehending Language

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah

Psikologi Perkembangan Kognitif

Dosen :

Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono, M. Pd.

Oleh :

BETRY SAPUTRI. ZD : 1201408

RAVINA : 1200895

RIFKI SURVANI : 1201392

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI (A)

SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER (S2)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

52