Maju Sabtu Kista
-
Upload
anangga-aristantyo -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
description
Transcript of Maju Sabtu Kista
KISTA TIROGLOSUS
Oleh :
Stase Subbagian Bedah Onkologi
Maret 2013
ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI
SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Duktus tiroglosus adalah suatu struktur anatomi embriologis yang membentuk suatu
hubungan terbuka antara daerah asal perkembangan kelenjar tiroid dan posisi akhirnya.
Kelenjar tiroid mulai berkembang di orofaring saat fetus dan turun ke posisi akhirnya
melalui jalur lidah, tulang hyoid, dan otot-otot leher. Hubungan antara posisi asal
dengan posisi akhirnya disebut duktus tiroglossus. Duktus ini normalnya atrofi dan
menutup sebelum lahir, tetapi dapat tetap tersisa pada beberapa orang.
Gambar 1
Kista duktus tiroglosus merupakan kista kongenital paling sering yang terdapat di
leher. Kista ini merupakan dilatasi kistik pada sisa epitelial dari saluran duktus tiroglosus,
terbentuk selama perpindahan tiroid selama fase embriogenesis. Mereka muncul sebagai
massa leher midline pada level membrane tirohyoid dan dihubungkan dengan tulang
hyoid karena jaraknya yang dekat. Kebanyakan pasien adalah anak-anak, meskipun
kemunculan pada segala usia memungkinkan. Pria dan wanita sama-sama bisa terkena,
dan kista biasanya asimtomatik namun mereka dapat terinfeksi dan membentuk abses dan
aliran cystula. Reseksi servikal merupakan terapi yang direkomendasikan. Infeksi pre-
operasi dihubungkan dengan peningkatan resiko rekurensi, dan infeksi harus diterapi
dengan antibiotik dibandingkan dengan insisi dan drainase, karena hal ini akan
mengakibatkan parut dan mengakibatkan pembedahan nanti menjadi lebih sulit.
Selama migrasi kelenjar yang tersisa berhubungan dengan lidah melalui saluran
sempit, duktus tiroglosus. Duktus tersebut biasanya mengalami atrofi dan menghilang
dalam 10 minggu. Sebagian saluran dan sisa jaringan tiroid dapat menetap, dimana saja
sepanjang turunan berbentuk sabit dari lidah menuju tiroid. Sisa duktus yang paling kaudal
dari saluran tersebut adalah lobus parietal yang muncul pada 1/3 orang, dan kita mungkin
dapat melihatnya. Kista duktus tiroglosus dapat muncul dimana saja ketika terjadi
kegagalan obliterasi lengkap traktus. Dilatasi kistik traktus ini menyisakan hasil pada
gambaran klinis massa leher midline. Massa ini biasanya asimtomatik, mobile, dan
berlokasi diatas atau dibawah tiroid.
Gambar 2
Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang ada di leher. Penatalaksanaan kista
duktus tiroglosus yang banyak dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka
kekambuhan, yaitu dengan mengangkat kista beserta duktusnya, bagian tengah korpus
hiod, traktus yang menghubungkan kista dengan foramen saekum serta mengangkat otot
lidah di sekitarnya, seperti yang dilakukan Sistrunk pada tahun 1920.
Kista duktus tiroglosus adalah suatu kantung berisi cairan yang terdapat saat lahir pada
garis tengah leher. Suatu kista tiroglosus adalah malformasi kongenital (suatu defek lahir).
Hal ini terjadi akibat penutupan yang tidak komplit dari suatu segmen duktus tiroglossus,
suatu struktur seperti tabung yang normalnya menutup saat perkembangan embrio. Juga
disebut kista duktus tiroglossus atau kista tirolingual.(5)
Duktus tiroglossus adalah suatu transitory endodermal tube, yang membawa jaringan
pembentuk tiroid pada ujung kaudal, duktus ini menghilang setelah tiroid berpindah ke
lokasi sebenarnya di leher, titik asalnya biasanya ditandai pada dasar lidah orang dewasa
dengan foramen saekum; terkadang, hasil perkembangannya yang tidak sempurna
menyebabkan pembentukan kista sepanjang jalur embrioniknya.(4)
Kista duktus tiroglosus adalah sebuah kantong berisi cairan yang terletak pada garis
median leher. Kista ini paling sering muncul bersama pembengkakan lunak dibawah dagu
yang bergerak selama proses menelan. Adakalanya kista akan muncul bersama infeksi
dengan akibat kemerahan, meningkatnya pembengkakan dan kelembutan. (3)
B. EMBRIOLOGI
Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin tubuh yang pertama kali berkembang, sekitar
24 hari masa gestasi. Kelenjar ini berasal dari proliferasi sel-sel epitel endodermal pada
permukaan medial dinding faring yang sedang berkembang. Tempat perkembangan
awalnya terletak diantara 2 struktur kunci, yaitu tuberkulum impar dan kopula, dan ini
disebut sebagai foramen saekum. (4)
Penurunan awal kelenjar tiroid terjadi di anterior faring. Pada titik ini, tiroid masih
terhubung dengan lidah melalui duktus tiroglosus. Duktus tubular kemudian memadat dan
berobliterasi seluruhnya (selama 7-10 minggu masa gestasi). Tetapi pada beberapa orang,
sisa duktus ini masih tetap dijumpai.(2)
Jika duktus tiroglosus tidak atrofi, kemudian sisa duktus tersebut dapat bermanifestasi
klinis sebagai suatu kista duktus tiroglosus. Ketika setengah dari massa kista yang
umumnya midline terletak di bawah atau di tulang hyoid, mereka dapat terletak dimana
saja mulai dari kartilago tiroid hingga dasar lidah. Jika kista ini ruptur, dapat terbentuk
sinus duktus tiroglosus atau fistula duktus tiroglossus yang terdapat pada kulit yang
mendasarinya. Karena tulang hyoid berkembang kearah anterior dan dapat mengelilingi
duktus tiroglosus, ahli bedah harus memotong bagian sentral tulang hyoid bersamaan
dengan kista tersebut (disebut pros edur Sistrunk) (3)
Embriologi kista ductus thyroglossus sesuai dengan embriologi dari leher dan kepala
yang didasarkan pada arcus, celah, dan kantung faring. Berasal dari jaringan mesenkim
yang muncul sekitar minggu ke IV-V. Masing-masing arkus dihubungkan arteri, syaraf,
tulang rawan dan tiap arkus dipisahkan dari lainnya oleh celah faring.Pada akhirnya
tonjolan kecil berupa kantong jaringan terbentuk menjadi kantong faring.
Lidah berasal dari arkus pertama dari keempat arkus faring. Dimulai sebagai dua
tonjolan lateral, berkembang kearah medial dan mendorong tuberkulum impar, yang
merupakan bagian lain dari jaringan mesenkim arkus faring I bagian posterior. Saat
tuberkulum impar bergerak ke arah posterior akan kontak dengan copula, yang merupakan
bagian dari arkus faring II-IV.
Pada saat dewasa foramen caecum merupakan pertemuan antara tuberculum impar
dan copula pada embrio. Dari sambungan foramen caecum akan terbentuk tonjolan epitel
yang kemudian akan menjadi kelenjar thyroid. Tonjolan ini bergerak turun pada jalur
depan tengah ke tulang hyoid, kemudian ke laring, dan akhirnya menetap ditempat ini
pada minggu ke tujuh perkembangan. Berfungsi mulai bulan ketiga perkembangan.
Selama proses ini sisanya menempel di lidah sebagai ductus thyroglossus yang merupakan
saluran dari foramen caecum ke posisi akhir dari thyoid. Saluran ini biasanya mengalami
atrofi pada minggu kesepuluh perkembangan.
Pada orang dewasa dengan kista ductus thyroglossus, tampak sisa saluran
thyroglossus didepan tulang hyoid dan berkembang menjadi kista ductus thyroglossus.
Jika saluran thyroglossus gagal menghilang, dapat kita jumpai dilatasi kistik dari saluran
ini ditengah leher sebagai kista
C. ANATOMI
Kista ini dapat terletak dimana saja sepanjang perkembangan saluran dari foramen
caecum ke kelenjar thyroid. Lokasi yang paling sering yaitu dekat dengan tulang hyoid
digaris tengah. Walaupun umumnya menempel di tulang hyoid (66%), dapat juga terletak
antara lidah dan tulang hyoid, antara hyoid dan lobus piramidalis, menempel di lidah atau
di thyroid. Benjolan umumnya bergerak saat menelan atau menjulurk
Gambar 3
Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher, sepanjang
jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari dasar lidah sampai ismus tiroid.
Gambar 4
Gambar 5
Lokasi yang sering adalah
- intra lingual : 2,1%
- suprahioid : 24,1%
- tirohioid : 60,9%
- suprasternal : 12,9%
Sedangkan Ward mendapatkan dari 72 pasien dengan kista duktus tiroglosus, lokasinya
terdapat di:
- submental : 2
- suprahioid : 18
- transhioid : 2
- infrahioid : 43
- suprasternal : 3
Hanlon mendapatkan 1 kasus kista duktus tiroglosus yang lokasinya jauh ke lateral
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid pertama kali tampak sebagai divertikulum ventral garis tengah dari
dasar faring tepat di distal perlekatan arkus brankial pertama dan kedua yang dikenal
sebagai foramen sekum. Tiroid yang berkembang pindah ke distal sepanjang saluran yang
melewati ventral korpus hyoid, kemudian membelok dibawahnya dan turun sampai tingkat
kartilago krikoidea. (14)
Selama perkembangan janin, kelenjar tiroid asalnya didalam mulut pada pangkal lidah.
Kelenjar tiroid sisa terhubung dengan pangkal lidah dengan sebuah cekungan berbentuk
tabung (traktus sinus) sampai mencapai posisi akhirnya dibagian bawah leher. Traktus
kemudian akan menghilang. Jika tidak, mungkin terdapat cekungan berbentuk tabung
persisten yang membuat akumulasi material mukoid dan pada akhirnya pembentukan
kista. Sebuah kista duktus tiroglosus paling sering muncul sebelum usia 5 tahun, namun
tetap dapat muncul pada segala usia. (2)
Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya kista duktus tiroglosus :
1) Infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus, sehingga mengalami
degenerasi kistik.
2) Sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret
sehingga membentuk kista.
Teori lain mengatakan, mengingat duktus tiroglosus terletak di antara beberapa kelenjar
limfe di leher, jika sering terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang,
sehingga terbentuklah kista. (3)
E. HISTOLOGI
Kista ductus thyroglossus dapat dilapisi oleh epitel squamous kompleks, epitel
kolumner berlapis, epitel columner siliaris atau tipe transisional karena berasal dari
embriologi dasar faring. Dengan peningkatan tekanan dalam kista, sel dapat menjadi tipis.
Kista biasanya berisi cairan mukoid atau mukopurulen tergantung apakah terinfeksi.
epitel kolumner berlapis dan epitel columner siliaris atau tipe transisional
F. EPIDEMIOLOGI
Kista ductus thyroglossus merupakan kelainan kongenital yang berupa massa
tersering pada leher kedua setelah adenopati (1) . Terdapat pada 7% dari populasi dan
sebagian besar berusia sangat muda. Setengahnya berusia kurang dari sepuluh tahun.
Distribusi laki dan perempuan sama dan biasanya asimptomatik. Sebagian besar terletak
dekat bagian proksimal dari os hyoid.
Beberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan kasus terbanyak dari
massa non neoplastik di leher, merupakan 40% dari tumor primer di leher. Ada penulis
yang menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kista duktus tiroglosus.
Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun dapat ditemukan di semua usia..
Predileksi umur terbanyak antara umur 0 20 tahun yaitu 52%, umur sampai 5 tahun
terdapat 38%. Sistrunk (1920) melaporkan 31 kasus dari 86.000 pasien anak. Tidak
terdapat perbedaan risiko terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisa
didapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5 tahun.
G. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Diagnosis differensial yang tersering adalah kista dermoid, limfadenopati, kista
sebasea, dan kelainan jinak lainnya, atau kista-kiata lain yang tidak umum di leher seperti
schwanoma dan lymphatic malformation. Perlu juga diamati komponen lain berupa massa
di lateral leher seperti teratoma dan kista brakhialis.
Diagnosa bandingnya adalah massa leher median kongenital, termasuk kista duktus
tiroglosus, namun juga termasuk teratoma, yang biasanya mudah dibedakan dari
kemunculannya pada neonatus yang memiliki obstruksi jalan napas akibat ukuran massa
leher median. Kista dermoid, meskipun dapat muncul dibawah leher, biasanya muncul
pada area submentalis. Kista timus, meskipun dapat muncul lebih tinggi pada leher,
biasanya muncul di dada dan sama sekali tidak midline. Kelainan lainnya dalam diagnosa
banding termasuk kista sebasea atau lipoma – yang terletak lebih superfisial –
limfadenopati, malformasi limfatik, dan sarkoma. (2)
Apa yang secara klasik membandingkan kista duktus tiroglosus dari massa leher
midline lainnya adalah elevasinya dengan protrusi lidah dan proses menelan. Massanya
naik ketika menelan karena hubungan traktus yang dekat dengan tulang hyoid, dan naik
bersama dengan protrusi lidah karena hubungannya dengan pangkal lidah. Pada anak-
anak, tidaklah selalu mudah untuk mendeteksinya sesuai teori. Beberapa pasien awalnya
muncul dengan massa leher median yang terinfeksi, yang biasanya dibarengi dengan
infeksi saluran napas atas.
Ada satu hipotesis bahwa hipertrofi jaringan limfoid lokal dengan infeksi saluran
napas atas dan tersumbatnya traktus sebagai akibat dari pembentukan kista. Infeksi akut
mungkin menghasilkan pembentukan abses dan ruptur, menyebabkan sinus atau fistula
persisten. Penting untuk dicatat, bahwa fistula merupakan dapatan dan bukan kongenital
kecuali dihubungkan dengan sisa celah brankial.
Beberapa pasien dengan sisa duktus tiroglosus tidak pernah menunjukkan gejala
klinis. Sebuah studi post mortem terhadap 200 orang dewasa yang tidak memiliki massa
leher midline ditemukan 7% insiden sisa kista duktus tiroglosus. Jadi, kebanyakan orang
memiliki kista ini dan tidak pernah muncul gejala. (2)
BAB II
DIAGNOSIS
A. TANDA DAN GEJALA
Dari anamnesis dicari riwayat adanya nyeri, discharge ( jika terinfeksi ), gejala-
gejala hipo-hiper thyroid untuk membedakan dengan thyroid ectopik. Tanda
patognomonik yaitu kista yang bergerak keatas saat pasien menjulurkan lidah. Meskipun
sering ditemukan pada balita dan anak-anak, tidak jarang pasien mengetahui setelah
dewasa karena keluhan adanya massa dan gejala yang berhubungan dengan adanya
infeksi.
Karena dinding posterior kista berbatasan dengan faring anterior yang fleksibel,
pembesaran kista dapat menyebabkan gangguan menelan dan rasa mengganjal tercekik
pada leher. Pada pemeriksaan pasien, elevasi dari massa dengan protusio lidah dapat
dicurigai adanya kista duktus tiroglosus.
Kista duktus tiroglosus paling sering dijumpai dengan massa di garis tengah leher yang
dapat diraba dan asimtomatis dibawah tingkatan tulang hyoid. Massa pada leher ikut
bergerak jika menelan. Beberapa pasien akan mengalami nyeri pada leher atau
tenggorokan, atau disfagia. Spektrum gejala klinis mungkin bervariasi. (4)
Massa bulat, licin, kecil di bagian depan tengah leher
Pembukaan kecil di kulit dekat massa, dengan drainase mucus dari kista
Sulit bernafas atau menelan
Lembek dan kemerahan (3)
Anamnesa dan pemeriksaan fisik memberi standar untuk diagnosa dan dalam pembuatan
keputusan terapeutik.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari laboratorium menunjukan lekositosis jika kista terinfeksi. Tes fungsi thyroid
digunakan jika kita curiga suatu thyroid ectopik. Gold standart pemeriksaan
menggungakan ultrasonografi. Disini bisa didapatkan gambaran hiperechoid atau
isoechoid, bervariasi. Bagaimanapun, jika anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak khas
untuk kista duktus tiroglosus – sebagai contoh jika massa tidak di midline atau jika pasien
adalah anak-anak dan pemeriksaan fisik lebih sulit – ada beberapa studi penciteraan yang
telah dianjurkan untuk membantu menegakkan diagnosa.
USG dapat membandingkan antara kista dan massa solid, dan USG juga bisa
memperlihatkan adanya jaringan tiroid normal. Pemeriksaan ini juga tidak invasif dan
tidak mahal, jadi mulai meninggalkan tes-tes yang biasa digunakan oleh kebanyakan
dokter.
CT-scan memberi informasi tepat mengenai ukuran massa, lokasi dan
hubungannya pada struktur lainnya. MRI memberikan informasi lengkap tentang massa
namun, karena adanya studi penciteraan yang tidak begitu mahal namun cukup adekuat,
maka MRI jarang digunakan.
FNA bisa digunakan untuk diagnosa jaringan langsung jika meragukan. Perhatikan
bahwa dalam daftar ini tidak terdapat scan tiroid. Scantiroid tidak digunakan untuk
mendiagnosa kista duktus tiroglosus. (2)
BAB III
PENATALAKSANAAN
Indikasi untuk pengangkatan kista adalah tampilan kosmetik yang tidak
diinginkan, infeksi berulang, dan lagi konfirmasi histologi diagnosis sebagaimana
karsinoma juga dapat muncul meskipun hal ini jarang. Pendekatan bedah telah
dikembangkan seiring berjalannya waktu hingga saat ini, ketika prosedur dilaksanakan
dengan tepat, angka rekurensi dilaporkan sebesar 3%. Secara historis, kista duktus
tiroglosus diterapi dengan eksisi atau insisi sederhana dan drainase. Hal ini dapat dilihat
pada angka rekurensi yang tinggi sebesar 50%. Pada tahun 1893, Schlang menyarankan
eksisi kista bersama dengan bagian sentral tulang hyoid, dan ini mengurangi angka
rekurensi menjadi 20%. Dan pada tahun 1920, Sistrunk menjelaskan sebuah prosedur yang
digunakan sekarang ini dengan mengurangi angka rekurensi menjadi 3%. (2)
Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan banyak macamnya, antara
lain insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeksi dengan
bahan sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan dilaporkan antara 60-
100%. Schlange (1893) melakukan eksisi dengan mengambil korpus hioid dan kista
beserta duktus-duktusnya; dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%. Sistrunk
(1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan embriologi, yaitu kista beserta
duktusnya, korpus hyoid, traktus yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta
otot lidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat menurunkan angka
kekambuhan menjadi 2-4 %. (3)
OPERASI SISTRUNK
Pre operasi:
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang
akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi (informed consent)
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
Tahapan operasi:
Dilakukan di kamar operasi, dengan anestesi umum, intubasi orotrakeal.
Posisi penderita telentang, hiperekstensi dengan ganjal bantal di pundaknya.
Meja operasi sedikit head up 20-25 derajat.
Desinfeksi lapangan operasi dengan lar. Hibitane – alkohol 70% 1 : 1000
Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril.
Insisi kolar, sesuai garis Langens tepat di atas tumor, sepanjang 5 cm, diperdalam
sampai fasia koli superfisialis. Perdarahan dirawat.
Dibuat flap ke atas sampai submental, dan flap ke bawah sampai 2 cm di kaudal
tepi bawah kista .
Flap atas dan bawah diteugel dengan menjahitkan ke kain dengan benang sutera
2/0.
Dengan dobel pinset, fasia koli superfisialis dibuka pada garis median. Dengan
menyisihkan otot pretrakealis ke kanan-kiri akan tampak dinding kista.
Kista dibebaskan secara tajam dari jaringan sekitar.
Origo m. hyoglossus bagian tengah dibebaskan dari kartilago hyoid dengan pisau.
Demikian juga bagian- bagian medial dari m. tirohyoid yang menempel di hyoid.
Dengan pemotong tulang, kartilago hyoid dipotong kurang lebih 1 – 1,5 cm pada
bagian tengah dimana saluran kista tiroglossus melekat ke kartilago hyoid.
Kista beserta kartilago hyoid dielevasi ke kranial sehingga dapat dilihat dan diikuti
salurannya yang menuju ke arah pangkal lidah. Bila perlu isi kista diaspirasi
sebagian, kemudian dimasukkan metilin biru ke dalamnya sehingga saluran bisa
nampak lebih jelas.
Saluran kista diikuti dan dibebaskan ke proksimal sampai ujung.
Dibuat ligasi dengan benang sutera 2/0 pada ujung saluran, dan dipotong pada
distal dari ligasi tersebut. Kontrol perdarahan.
Pasang drain handschoen. Untuk penderita yang rawat inap maka dipasang drain
Redon.
Fasia koli dan lemak dijahit lapis demi lapis dengan dexon atau vicryl 3/0, kulit
dijahit simpul dengan dermalon atau ethilon 4/0 atau 5/0,
drain handschoen difiksasi pada kulit.
Komplikasi Operasi
Komplikasi dini pasca operasi
Perdarahan
Infeksi
Fistel
Residif
Perawatan Post Operasi
Infus dilanjutkan dari sisa kamar operasi, bila sudah sadar baik boleh minum sedikit-
sedikit dan bila tidak ada gangguan bisa minum bebas, dan boleh makan. Hari ke-3
handschoen drain dilepas, dan bisa dilanjutkan kontrol poliklinis. Hari ke-7 jahitan kulit
diangkat. Kontrol tiap tiga bulan selama 3 bulan.
BAB IV
KESIMPULAN
Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari duktus tiroglosus yang
tetap ada sepanjang alur penurunan kelenjar tiroid. Kista ini merupakan 70% dari kasus
kista yang ada di leher. Biasanya terletak di garis median leher yang dapat ditemukan di
mana saja antara pangkal lidah dan batas atas kelenjar tiroid. Kasus ini lebih sering terjadi
pada anak-anak, walaupun dapat ditemukan pada semua usia. Penatalaksanaan kista
duktus tiroglosus dengan cara Sistrunk yang sudah banyak dilakukan saat ini bertujuan
untuk memperkecil angka kekambuhan
Daftar Pustaka
1. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, Dunn D, Hunter J, Matthews J, Pollock RE. Schwartz's Principles of Surgery, Ninth Edition. New York : McGraw-Hill press ; 2010.
2. McLatchie G, Borle N. Oxford Handbook of Clinical Surgery , 3rd Edition . Massachusetts : Oxford University Press; 1994
3. Courtney M. Townsend Jr. MD,R. Daniel Beauchamp MD,B. Mark Evers MD,Kenneth L. Mattox MD. Sabiston Textbook Surgery Expert Consult Online Print : Saunders press; 2007.
4. Jeffrey A. Norton, Philip S. Barie, R. Randal Bollinger, Alfred E. Chang, Stephen F. Lowry, Sean J. Mulvihill, Harvey I. Pass, Robert W. Thompson. Basic Science and Clinical Evidence (Norton Surgery). Springer publisher. 2008
5. Ashcraft. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Philadelphia. Saunders.2012
6. Daniel D Mott, MD, FRCPC; Chief Editor: L Gill Naul, MD. Thyroglossal Duct Cyst Imaging : http://emedicine.medscape.com/article/1346365-overview. 2013
7. Ali I. Swaid and Ahmed Y. Al-Ammar . Management of Thyroglossal Duct Cyst. The Open Otorhinolaryngology Journal,2008, 2, 26-28http://faculty.ksu.edu.sa/.pdf. 2013