MAJALAH Nur Ida Fatmawati 105070204111001
-
Upload
nuridafatmawati -
Category
Documents
-
view
94 -
download
0
description
Transcript of MAJALAH Nur Ida Fatmawati 105070204111001
-
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN MELATI (JASMINUM SAMBAC LINN.)
SECARA TOPIKAL TERHADAP PENURUNAN JUMLAH MAKROFAG LUKA BAKAR
DERAJAT II A PADA FASE PROLIFERASI PADA TIKUS RATTUS NORVEGICUS
GALUR WISTAR
Kusworini*, Yulian Wiji Utami*, Nur Ida Fatmawati
ABSTRAK
Daun melati diketahui mengandung saponin, tannin dan flavonoid yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun melati dalam menurunkan jumlah makrofag luka bakar derajat II A. penelitian ini menggunakan design true experimental laboratory dengan metode Randomized Posttest Olny Controlled Group Design. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 25 ekor tikus putih yang dibagi dalam 5 kelompok (n=5) yang terdiri dari 2 kelompok kontrol (Normal Saline 0.9%- SSD 1%) dan 3 kelompok perlakuan (EEDM 15%, 30% dan 45%). Perawatan dilakukan selama 14 hari dengan EEDM yang diberikan secara topical pada luka (luas 2x2 cm2). Pengambilan preparat dilakukan pada hari ke-15 dan dilakukan pengamatan histo menggunakan pewarnaan IHK di bawah mikroskop OLYMPUS seri CX 21, kamera digital Canon Ixus 105 dan software OlyVIA dengan perbesaran 400 kali dimana setiap sediaan diamati pada luas pandang 10 area. Didapatkan hasil rata-rata jumlah makrofag terendah pada kelompok perlakuan EEDM 30% (1.14.13416) dan rata-rata jumlah makrofag tertinggi pada kelompok perlakuan EEDM 45% (2.3.48391) dimana menunjukkan adanya pengaruh ekstrak daun melati terhadap jumlah makrofag pada penyembuhan luka bakar. Analisa data post hoc menunjukkan kelompok perlakuan EEDM 30% berpengaruh signifikan (p = 0.042) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Normal Saline 0.9%). Kesimpulan penelitian ini yaitu perawatan luka bakar derajat II A dengan ekstrak etanol daun sirih (Jasminum sambac Linn.) dengan konsentrasi 30% dapat menurunkan jumlah makrofag pada luka bakar derajat II A pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar.
Kata kunci: Ekstrak Daun Melati, Penurunan Jumlah Makrofag, Luka Bakar
ABSTRACT
Jasmine leaves are known to contain saponins , tannins and flavonoids play a role in the wound healing process. The purpose of this study was to determine the effect of ethanol extract of leaves of jasmine in reducing the number of macrophages in the second A degree burns wound. This study using true experimental design laboratory, methods Posttest Olny Controlled Group Design. The sample used in the study totaled 25 white rats were divided into 5 groups (n=5) consisting of 2 control groups (Normal Saline 0.9%-SSD 1%) and 3 treatment groups (EEDM 15%, 30% and 45%). Treatment was done for 14 days with EEDM given topically on wounds (width 2x2 cm2). Sample was taken on day 15th and were observed histo using IHK staining under the microscope OLYMPUS CX 21 series, the Canon Ixus 105 digital camera and software OlyVIA with magnification 400 where every sample inspected in 10 different area vast looks. The result showed the mean of macrophages in the treatment group EEDM 30% (1.14.13416) and the mean of macrophages in the treatment group EEDM 45% (2.3.48391) that show there is extracts ethanol of jasmine leaf has an effect on the number of macrophages in the healing of burns. Post-hoc test analysis of the data showed that treatment group EEDM 30% has significant effect (p = 0.042) compared with the negative control group (Normal Saline 0.9%). The conclusion of this study is that extract ethanol of Jasminum sambca leaf with concentration 30% can decrease the number of macrophages on second degree burn wound healing in Rattus norvegicus wistar strain.
-
Keywords : Extract of Jasminum sambac leaf, Macrophage, Burn Wound
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah trauma yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Luka bakar ini disebabkan oleh
pengalihan energi dari sumber panas
kepada tubuh. Luka bakar merupakan
rusaknya jaringan tubuh, terutama bagian
kulit yang diakibatkan oleh berbagai hal,
terutama karena api.
Diperkirakan, sekitar 2,5 juta jiwa di
Amerika Serikat mendapat luka bakar
setiap tahunnya. Lebih dari 100.000
pasien dirawat di rumah sakit, dan sekitar
12.000 meninggal akibat luka bakar
(Mayhall, 2003). Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (2009), selama
tahun 2009 di Indonesia, kejadian
kebakaran paling banyak terjadi di Aceh
dengan 177 kejadian yang mengakibatkan
11 orang meninggal dan 40 orang
mengalami luka bakar. Di Provinsi
Kalimantan Selatan, kebakaran
menyebabkan 18 orang meninggal. Di
Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan
Selatan, 9 orang meninggal akibat
kejadian kebakaran ini dan 49 orang
mengalami luka bakar. Berdasarkan data
statistik unit pelayanan khusus RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta, selama
tahun 1998, lebih dari 40% dari 107 kasus
bedah plastik yang dirawat, merupakan
luka bakar derajat II-III dengan angka
kematian 37.38% (Kristianto, 2005).
Luka bakar derajat II merupakan luka
bakar yang mengenai bagian parsial
superfisial atau epidermis dan sebagian
dermis, ditandai oleh nyeri yang sangat
dan timbulnya lepuhan dalam beberapa
menit. Luka bakar derajat II ini
membutuhkan waktu dua sampai dengan
tiga minggu dalam penyembuhannya
(Smeltzer & Bare, 2001).
Semua luka bakar (kecuali luka bakar
ringan atau luka bakar derajat I)
membutuhkan penanganan medis segera
karena berisiko terhadap infeksi, dehidrasi
dan komplikasi serius lainnya (Balletto et
al, 2001 dalam Ismail, Sanarto, &
Taqiyah). Luka bakar derajar II dalam
proses penyembuhannya, terdapat empat
fase penyembuhan, diantaranya
hemostasis, inflamasi, proliferasi dan
remodeling (Guo & DiPietro, 2010).
Fase inflamatori ditandai dengan
infiltrasi neutrofil, makrofag dan limfosit.
Makrofag merupakan sel yang berperan
pada inflamasi kronik yang berasal dari
monosit dalam sirkulasi (Ardhani, 2013).
Dalam proses ini, makrofag mempunyai
peran multiple, diantaranya melepaskan
sitokin, membersihkan sel-sel apoptosis,
dan memulai transisi ke fase
penyembuhan selanjutnya yaitu fase
proliferasi.
Dalam perawatannya, luka bakar
derajat II secara umum sering diberikan
obat topikal seperti silver sufadiazine
(SSD) 1%. Pada sebuah penelitian
disebutkan bahwa penggunaan SSD
dapat mempercepat proses penyembuhan
luka bakar melalui stimulasi re-epitelisasi,
pembentukan jaringan granulasi dan
peningkatan jumlah fibroblas (Mohajeri et
al, 2011). Namun dalam penelitian yang
lain disebutkan bahwa golongan silver
memiliki efek toksik dan beberapa efek
samping pada pertumbuhan fibroblas dan
fase proliferasi dimana golongan silver
menghambat regenerasi kolagen (Fraser
et al, 2004 dalam Mohajeri et al, 2011).
Glesinger et al (2004) dalam Mohajeri
et al (2011) membandingkan antara SSD
dengan Biafine dan tampons smeary
dengan NS pada luka bakar superfisial
(luka bakar derajat II) pada babi, hasilnya
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan selama penelitian terkait
dengan waktu untuk proses penyembuhan
luka bakar tersebut. Namun Gannon
(2007) menyebutkan bahwa NS yang
akan digunakan dalam terapi
-
penyembuhan luka harus memiliki suhu
sesuai dengan suhu tubuh, yaitu antara
37oC dan 42oC. Jika suhu cairan NS
kurang dari 37oC atau lebih dari 42oC,
maka proses penyembuhan luka akan
terhambat.
Jasminum sambac Linn., atau yang
sering dikenal dengan nama tanaman
Melati ini dilaporkan memiliki nilai medis
yang bagus dalam sistem pengobatan
tradisional (Joseph, George, Agrawal, &
Kumar, 2011). Khasiat tanaman
Jasminum sambac dapat sebagai
antiseptik, anti-inflamasi, anti-oksidan,
anti-akne, anti-depresan, analgesik,
sedatif, ekspektoran, aromaterapi (Mittal,
Sardana, & Pandey, 2011). Jurnal
International Journal of Pharmaceutical
Frontier Research dalam salah satu
jurnalnya yang berjudul
Pharmacognostical and Phytochemical
Studies on Jasminum Grandiflorum
Leaves menyebutkan bahwa dalam
pemeriksaan kimia kualitatif, daun melati
juga mengandung alkaloid, pitosterol,
saponin, karbohidrat, fenol, tannin dan
flavonoid.
Flavonoid, tannin dan saponin dalam
beberapa penelitian disebutkan ikut
berperan dalam penyembuhan luka. Yenti
et al (2011) menyebutkan bahwa flavonoid
dapat menghambat pertumbuhan bakteri,
tannin berfungsi sebagai adstingen yang
dapat menghentikan eksudat dan
perdarahan ringan serta saponin dapat
bekerja sebagai antimikroba. Diduga
ekstrak etanol daun melati mampu untuk
menyembuhkan luka bakar.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian. Penelitian ini
menggunakan desain true experimental
laboratory dengan metode Randomized
Posttest Only Controlled Group Design
dengan menggunakan tiga kelompok
perlakuan dan dua kelompok kontrol.
Sampel dipilih dengan menggunakan
ranca
rancangan acak kelompok (RAK)
menggunakan 25 ekor tikus putih jantan
dengan umur 3 bulan dan berat badan
150-200 gram yang selanjutnya akan
dibagi sesuai dengan kelompoknya, yaitu
tiga kelompok perlakuan yang diberikan
ekstrak daun melati 15%, 30% dan 45%
serta dua kelompok kontrol menggunakan
NS 0.9% dan SSD 1% dimana masing-
masing kelompok terdiri dari lima ekor
tikus.
Pembuatan Ekstrak Daun Melati.
Proses ekstraksi menggunakan 100 gram
serbuk daun melati (Jasminum sambac
Linn.) direndam dengan etanol 95% dan
dikocok sampai benar-benar tercampur (
30 menit) dan didiamkan selama selama 1
malam. Selanjutnya ambil hasil maserasi
etanol dengan serbuk daun melati
dimasukkan dalam labu evaporasi. Satu
set alas evaporasi diletakkan sedemikian
rupa sehingga sebagian labu ekstraksi
terendam aquades pada water bath.
Water bath dihubungkan dengan sumber
listrik dan dinaikkan suhunya sampai 780C
(sesuai titik didih etanol). Selanjutnya
tunggu hingga larutan etanol memisah
dengan zat aktif yang sudah ada dalam
labu. Tunggu sampai larutan etanol
berhenti menetes pada labu penampung.
Hasil yang diperoleh kira-kira sepertiga
dari bahan alam kering. Hasil evaporasi
berupa cairan kental. Masukkan hasil
ekstraksi dalam botol plastik dan simpan
dalam freezer.
Selanjutnya ekstrak daun melati
dibuat beberapa dosis yang berbeda
dengan cara menambahkan pelarut
vaselin (sebanyak 50 mg berdasarkan
ukuran luas luka yang akan diberikan
yaitu 2x2 cm) menggunakan rumus:
-
Keterangan :
L : Konsentrasi larutan (%)
a : Massa zat terlarut (mg)
b : Massa zat pelarut (mg)
Dosis ekstrak daun melati yang
akan dibuat yaitu 15%, 30% dan 45%. Bila
dimasukkan rumus penambahan vaselin
seperti di atas, maka didapatkan hasil
sebagai berikut:
1. Konsentrasi 15%. Dalam ekstrak daun
melati dosis 15% terdapat 25.5 mg
ekstrak daun melati dalam 170 mg
vaselin.
2. Konsentrasi 30%. Dalam ekstrak daun
melati dosis 30% terdapat 42 mg
ekstrak daun melati dalam 140 mg
vaselin.
3. Konsentrasi 45%. Dalam ekstrak daun
melati dosis 45% terdapat 49.5 mg
ekstrak daun melati dalam 110 mg
vaselin.
Pembuatan Luka Bakar Derajat
IIA. Menempelkan balok Styrofoam
berukuran 2x2 cm yang dilapisi dan
dibungkus kassa dan dicelupkan ke air
panas 98oC selama 3 menit dan
ditempelkan pada punggung kanan atas
yang sebelumnya telah dianastesi
menggunakan lidokainnon adrenalin
berdasarkan studi eksplorasi pada tanggal
5 Juni 2013 di Laboratorium Farmakologi
FKUB pada pukul 09.00-10.00 WIB.
Perawatan Luka Bakar Derajat
IIA. Seluruh kelompok pada penelitian
dilakukan perawatan luka yang
sebelumnya luka telah dibersihkan
dengan Normal Saline 0.9% dan luka
dilakukan perawatan sesuai dengan
kelompoknya, yaitu SSD 1%, ekstrak
daun melati 15%, 30% dan 45% yang
diberikan sebanyak 100 mg). Selanjutnya
luka ditutup dengan kassa steril dan
diplester. Perawatan luka dilakukan setiap
hari setiap pukul 09.00-10.00 WIB hingga
hari ke-14.
Pembuatan Sediaan Histologi
Kulit Luka Bakar Derajat IIA. Pembuatan
sediaan histologi jaringan kulit dilakukan
pada hari ke-15 yaitu dengan melakukan
pembedahan pada hewan coba yang
sebelumnya telah dimatikan mengikuti
prosedur Laboratorium Farmakologi
FKUB. Selanjutnya jaringan difiksasi
dengan merendam dalam formalin 10%
selama 2x24 jam pada suhu kamar
(Prasetyo, 2008) kemudian dilanjutkan
dengan tahap pencucian menggunakan
aquadest 1 jam (Triyono, 2005). Jaringan
dimasukkan dalam cairan alkohol 70%
selama 1 jam, alkohol 80% selama 1 jam,
alkohol 99% selama 1 jam dan alkohol
absolut = 1 : 1 selama 0,5 jam dan xylol
PA selama 2 x 30 menit. Jaringan
dipotong setipis mungkin dan dimasukkan
ke dalam metled paraffin : xylol = 1 : 1,
paraffin (56-58o C) ditunggu sampai
paraffin padat. Jaringan dipotong dengan
ketebalan 4 m dengan mikrotom. Hasil
pemotongan yang berbentuk pita (ribbon)
tersebut dibentangkan di atas air hangat
yang bersuhu 46o C dan langsung
diangkat yang berguna untuk
meregangkan potongan agar tidak berlipat
atau menghilangkan lipatan akibat dari
pemotongan (Prasetyo, 2008). Potongan
jaringan diletakkan di kaca objek yang
telah diolesi polilisin sebagai perekat.
Jaringan pada kaca objek dikeringkan
dalam inkubator suhu 56-58o C (Triyono,
2005) selanjutnya dilakukan pengecatan
imunohistokimia (Suwanti, 2008)
mengikuti prosedur Laboratorium Biokimia
FKUB. Hasil diamati pada mikroskop
untuk mengetahui progresivitas perbaikan
jaringan yang mengalami luka bakar.
Identifikasi Makrofag. Proses
identifikasi makrofag dilakukan setelah 14
hari perawatan, setelah luka dibersihkan
dan dibuat sediaan histologi. Makrofag
adalah sel khusus yang terdapat di dekat
pembuluh darah, memiliki inti satu
berukuran 10-30 m, inti lonjong atau
-
bentuk ginjal (adanya lekukan ke dalam/
tapal kuda), mengandung granula
azurofilik. Pada pewarnaan
imunohistokimia, pada saat dilakukan
pengamatan, makrofag tercat kebiruan
pada area inti, dan kecoklatan pada
dinding selnya (Suwanti, 2008).
Penghitungan jumlah makrofag dilakukan
menggunakan mikroskop OLYMPUS seri
CX 21 dengan pembesaran 400 kali,
setiap sediaan diperiksa pada lapang
pandang 10 area (Sunaryati, 2010) dan
dianalisa dengan menggunakan software
OlyVIA (viewer for histological
examination) yang dihubungkan dengan
komputer.
Analisis Data. Hasil analisa
terhadap jumlah makrofag luka bakar
derajat II A pada masing-masing sampel
pada setiap perlakuan dilakukan uji
statistik SPSS version 21. Dilakukan uji
normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
(p value > 0,05). Uji homogenitas
menggunakan Test of Homogeneity of
Variance (F hasil > nilai F table).
Selanjutnya dianalisa dengan One Way
ANOVA untuk mengetahui adanya
perbedaan antar kelompok uji coba
(signifikansi < 0,05). Dan untuk
mengetahui nilai tengah mana yang
memiliki perbedaan yang signifikan
dilakukan pegujian lanjutan menggunakan
Uji Perbandingan Berganda (Post Hoc
Test) (p value < 0.05).
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan pengamatan
dan penghitungan jumlah makrofag luka
bakar derajat IIA, didapatkan hasil jumlah
makrofag paling sedikit adalah pada
kelompok perlakuan dengan ekstrak daun
melati 30% dan paling banyak pada
kelompok perlakuan 45%. Berikut adalah
rincian jumlah makrofag setiap kelompok
dalam penelitian:
Tabel 1. Raw Score jumlah makrofag
pada luka bakar derajat IIA
Perlakuan No. Sampel
Jumlah Makrofag
Rata-rata Jumlah
Makrofag
NS 0.9% A1 1.7 1.62
A2 1.9
A3 1.9
A4 1.3
A5 1.3
SSD 1% B1 1.3 1.18
B2 1.4
B3 1.1
B4 1.1
B5 1.0
EEDM 15%
C1 1.1 1.46
C2 1.3
C3 1.4
C4 1.5
C5 2.0
EEDM 30%
D1 1.0 1.14
D2 1.2
D3 1.3
D4 1.0
D5 1.2
EEDM 45%
E1 2.0 2.3
E2 2.5
E3 2.1
E4 2.5
E5 2.4
ANALISIS DATA
Hasil uji normalitas data
menggunakan uji Shapiro-Wilk,
menunjukkan p value (nilai signifikansi) >
0.05 dan dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal. Selanjutnya, uji
homogenitas menggunakan Test of
Homogenity of Variance menunjukkan p
value > 0.05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tersebut bersifat homogeny.
Uji statistik selanjutnya adalah One
Way ANOVA dengan hasil uji didapatkan
p value < 0.05. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
perawatan luka bakar derajat IIA
menggunakan ekstrak etanol daun melati
(Jasminum sambac Linn.) terhadap
penurunan jumlah makrofag.
-
Selanjutnya dilakukan uji statistik
Post-Hoc Test. Dari uji tersebut,
perbedaan dikatana signifikan bila nilai
signifikansi kurang dari 0.05.
Tabel 2. Hasil Tes Post-Hoc
KELOMPOK
(I)
KELOMPOK
(J)
Sig.
Normal
Saline
SSD .071
Melati 15% .841
Melati 30% .042
Melati 45% .003
SSD
NS .71
Melati 15% .405
Melati 30% .999
Melati 45% .000
Melati 15%
NS .841
SSD .405
Melati 30% .280
Melati 45% .000
Melati 30%
NS .042
SSD .999
Melati 15% .280
Melati 45% .000
Melati 45%
NS .003
SSD .000
Melati 15% .000
Melati 30% .000
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun
melati (Jasminum sambac Linn.) yang
diberikan secara topical terhadap
penurunan jumlah makrofag luka bakar
derajat IIA pada fase proliferasi pada tikus
putih (Rattus norvegicus) galur wistar.
Saat ini obat-obat herbal semakin populer
di kalangan masyarakat di negara maju
maupun negara berkembang (Mittal,
Sardana, & Pandey, 2011). Babu et al
(2002) dalam Loogeswari & Sripathi
(2012) melaporkan bahwa 80% populasi
dunia menggunakan obat-obat tradisional
untuk mengobati berbagai macam
penyakit kulit.
Jasminum sambac Linn., atau
yang sering dikenal dengan nama
tanaman Melati ini dilaporkan memiliki
nilai medis yang bagus dalam sistem
pengobatan tradisional (Joseph, George,
Agrawal, & Kumar, 2011). Jurnal
International Journal of Pharmaceutical
Frontier Research dalam salah satu
jurnalnya yang berjudul
Pharmacognostical and Phytochemical
Studies on Jasminum Grandiflorum
Leaves menyebutkan bahwa dalam
pemeriksaan kimia kualitatif, daun melati
juga mengandung alkaloid, pitosterol,
saponin, karbohidrat, fenol, tannin dan
flavonoid.
Penyembuhan luka bakar derajat II
A memerlukan waktu antara 10-14 hari.
Pada hari ke-14, proses penyembuhan
luka bakar memasuki fase proliferasi yang
ditandai dengan munculnya jaringan
bergranuler atau warna merah terang
pada area luka. Transisi penyembuhan
luka dimulai oleh makrofag yang
menstimulus keratinosi, fibroblast, dan
angiogenesis (Guo & DiPietro, 2010).
Dari hasil penelitian ini didapat
jumlah makrofag paling sedikit pada
kelompok perlakuan ekstrak daun melati
dosis 30% (mean = 1.14), kelompok
perlakuan ekstrak daun melati dosis 15%
(mean = 1.46) dan jumlah makrofag paling
banyak pada kelompok perlakuan ekstrak
daun melati dosis 45% (mean = 2.3).
Perbedaan jumlah makrofag dipengaruhi
-
oleh kandungan daun melati, yaitu
flavonoid, saponin dan tannin.
Flavonoid dalam daun melati
berfungsi sebagai antimikroba dengan
mekanisme kerja merusak dinding sel
bakteri. Senyawa flavonoid merusak sel
bakteri dengan memanfaatkan perbedaan
kepolaran antara lipid penyusun sel
bakteri dengan gugus alkohol pada
senyawa flavonoid (Saputra, 2010). Selain
itu, menurut penelitian yang dilakukan
Jiao et al dalam Nopitasari (2006),
disebutkan bahwa flavonoid dapat
meningkatkan aktivitas IL-2 dan proliferasi
limfosit yang dapat mempengaruhi sel
CD4+ kemudian menyebabkan sel Th1
teraktivasi. Sel Th1 yang teraktivasi akan
mempengaruhi SMAF (Spesific Makrofag
Activating Factor), yaitu molekul-molekul
multiple termasuk IFN yang dapat
mengaktifkan makrofag.
Saponin merupakan jenis anti
jamur dan antibakteri spektrum luas.
Saponin berperan dalam regenerasi
jaringan dalam proses penyembuhan luka.
Saponin berperan sebagai agen
antiinflamasi melalui mekanisme
penghambatan pembentukan eksudat dan
penghambatan permeabilitas vascular
(Ratnawati et al, 2012). Saponin dapat
memicu vascular endotheliat growth factor
(VEGF) dan meningkatkan jumlah
makrofag yang bermigrasi ke area luka,
sehingga meningkatkan fibroblast di
jaringan luka (Kimura et al, 2006 dalam
Kalsum et al, 2012). Saponin diduga
dapat turut membantu dalam
pembentukan kollagen, yaitu protein
struktur yang berperan dalam proses
penyembuhan luka (Suratman dkk, 1996
dalam Oktiarni et al, 2012).
Senyawa tannin merupakan
senyawa fenolik kompleks,
persenyawaan polifenol dengan
mekanisme kerja yang sama dengan
mekanisme kerja flavonoid, yaitu merusak
dinding sel bakteri yang terdiri atas lipid
dan asam amino yang akan bereaksi
dengan gugus alkohol pada senyawa
tannin sehingga dinding sel akan rusak
dan senyawa tersebut dapat masuk ke
dalam inti sel bakteri. Selain itu, turunan
fenol juga dapat merubah permeabilitas
membran sel sehingga dapat
menimbulkan kebocoran konstituen sel
yang esensial sehingga sel mengalami
kematian (Saputra, 2010). Dalam Hong et
al (2011) disebutkan bahwa tannin juga
dapat merangsang terjadinya kontraksi
luka (cicatrisation).
Gambar 1. Gambaran histologi jumlah makrofag
luka bakar derajat IIA pada
pewarnaan IHK (400x) (a) kelompok
kontrol negatif (Normal Saline 0.9%)
(b) kelompok kontrol positif (SSD
1%) (c) kelompok perlakuan EEDM
dosis 15% (d) kelompok perlakuan
EEDM dosis 30% (e) kelompok
perlakuan EEDM dosis 45%
Berdasarkan pada teori bahwa
efek maksimal suatu obat akan tercapai
jika seluruh reseptor telah berpasangan
dengan obat tersebut. Aktivitas fagositosis
makrofag pada kelompok perlakuan
ekstrak etanol daun melati 15% yang tidak
menunjukkan perbedaan bermakna
dengan kelompok kontrol negatif (Normal
Saline 0.9%) karena dosis yang diberikan
a b
c d
e
-
masih kurang atau di bawah dosis efektif
ekstrak etanol daun melati (30%)
sehingga belum cukup untuk
meningkatkan respon imunologi yang
signifikan (Nopitasari, 2006).
Midedleton et al dalam Nopitasari
(2006) menyebutkan bahwa selain
memiliki efek imunostimulan, flavonoid
juga memiliki efek imunosupresan dan
efek toksik. Selain itu, pemberian dosis
obat yang melebihi dosis efektif dapat
bersifat toksik. Hal-hal inilah yang
memungkinkan terjadinya hambatan
aktivitas fagositosis makrofag pada batas
tertentu (EEDM 45%).
Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat pengaruh pemberian
ekstrak etanol daun melati secara topical
terhadap penurunan jumlah makrofag luka
bakar derajat IIA. Serta dapat menjawab
hipotesis yang telah dirancang bahwa
hipotesis tersebut gagal ditolak.
KETERBATASAN PENELITIAN
Keterbatasan dalam penelitian ini
antara lain:
1. Berat badan hewan coba yang kurang
dari kriteria yang telah ditetapkan
dikhawatirkan dapat mempengaruhi
proses penyembuhan luka.
2. Tidak diaplikasikannya vaselin pada
semua kelompok yang digunakan
dalam penelitian ini sehingga tidak
dapat diketahui efek dari penggunaan
vaselin pada perawatan luka bakar baik
pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan.
3. Hasil foto scan preparat histologi yang
kurang optimal menyebabkan peneliti
tidak mampu mandapat perbesaran
yang diinginkan sehingga tidak sesuai
dengan proposal yang telah dirancang
oleh peneliti.
IMPLIKASI PENELITIAN
Dapat dijadikan sebagai sarana
untuk menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan mengenai manfaat dari ekstrak
etanol daun melati sebagai terapi luka
bakar derajat II A dan dapat dijadikan
sebagai acuan/ referensi pengembangan
metode perawatan luka bakar derajat II A
melalui pemberian ekstrak etanol daun
melati secara topical sebagai terapi
komplementer sesuai dengan Permenkes
nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010
tentang Penyelenggaraan Praktik
Keperawatan pasal 8 ayat 3.
KESIMPULAN
1. Pemberian ekstrak etanol daun melati
(Jasminum sambac Linn.) secara
topikal berpengaruh terhadap
penurunan jumlah makrofag luka bakar
derajat II A pada fase proliferasi pada
tikus putih (Rattus norvegicus) galur
wistar.
2. Jumlah makrofag luka bakar derajat II
A pada kelompok kontrol negatif tidak
berbeda jauh dengan jumlah makrofag
pada kelompok perlakuan ekstrak
etanol daun melati 15%, dan jumlah
makrofag pada kelompok control positif
tidak berbeda jauh dengan jumlah
makrofag pada kelompok perlakuan
ekstrak etanol daun melati 30%.
3. Jumlah makrofag luka bakar derajat II
A pada kelompok perlakuan ekstrak
etanol daun melati dosis 30% berbeda
signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif (Normal
Saline 0.9%) namun tidak berbeda
signifikan dengan kelompok kontrol
positif (SSD 1%).
4. Jumlah makrofag luka bakar derajat II
A pada kelompok perlakuan ekstrak
etanol daun melati dosis 45% lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah
makrofag pada kelompok kontrol
negatif maupun positif.
-
SARAN
Adapun saran yang dapat
diberikan pada penelitian ini adalah :
1. Diharapkan dapat melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai dosis ekstrak
daun melati (Jasminum sambac Linn.)
yang paling sesuai dan yang dapat
memberikan efek toksik dalam
mempengaruhi penurunan jumlah
makrofag pada luka bakar.
2. Diharapkan dalam penelitian
selanjutnya dapat dipastikan hewan
coba yang akan digunakan dalam
penelitian sesuai dengan kriteria
inklusi.
3. Diharapkan dalam penelitian
selanjutnya dapat menggunakan hasil
foto histologi dengan perbesaran yang
lebih akurat, sehingga dapat
meningkatkan validitas hasil
penghitungan jumlah makrofag.
4. Diharapkan ekstrak daun melati
(Jasminum sambac Linn.) dapat
menjadi salah satu terapi
komplementer luka bakar derajat I, II
dan III. Namun dalam aplikasinya tetap
dibutuhkan pengawasan terhadap
dosis ekstrak daun melati (Jasminum
sambac Linn.) yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardhani, M. Y. (2013). Pemberian
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)
terhadap Jumlah Makrofag pada Fase
Proliferasi Perawatan Luka Bakar
Derajat II A pada Tikus Putih (Rattus
novergicus) Galur Wistar. Unpublished
Skripsi. Universitas Brawijaya.
2. BNPB. (2009). Analisis Data Bencana,
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, Jakarta, hal.77-80.
3. Gannon, R. (2007). Wound
Cleansing: Sterile Water or Saline?
Nursing Time, 103(9), 44-46.
4. Guo, S., & DiPietro, L. A. (2010).
Factors Affecting Wound Healing.
Critical Reviews in Oral Biology &
Medicine, 3, 219-229.
5. Ismail, Dina D.S.L., Sanarto, &
Taqiyah, B. Pengaruh Perawatan Luka
Bakar Derajat II dengan Madu Nectar
Flora terhadap Lama Penyembuhan
Luka.
6. Joseph, L., George, M., Agrawal, S., &
Kumar, V. (2011). Pharmacognostical
and Phytochemical Studies on
Jasminum Grandiflorum Leaves.
International Journal of Pharmaceutical
Frontier Research, 2, 80-92.
7. Kalsum et al. (2012). Pengaruh
Sediaan Salep Ekstrak Daun SIrih
(Piper betle Linn.) terhadap Jumlah
Fibroblas Luka Bakar Derajat IIA pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur
Wistar. Unpublished Skripsi.
Universitas Brawijaya.
8. Kristanto, H. 2005. Perbedaan
Efektivitas Perawatan Luka Bakar
Derajat II dengan Lendir Lidah Buaya
(Aloe vera) Dibandingkan dengan
Cairan Fisiologis (Normal Saline 0,9%)
dalam Mempercepat Proses
Penyembuhan. Skripsi. Malang:
Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
9. Logeeswari K, & Sripathi, S. K. (2012).
Wound Healing Medicinal Plants: A
Review. International Journal of
Chemical, Environmental and
Pharmaceutical Research, 3, 199-218.
10. Mayhall, C. G. (2003). The
Epidemiology of Burn Wound
Infections: Then and Now. Texas:
Infectious Diseases Society of
America.
11. Mittal, A., Sardana, S., & Pandey, A.
(2011). Jasminum Auriculatum-An
Overview. International Journal of
Pharmaceutical Innovations, 30-35.
12. Mohajeri, D., Mesgari, M., Doustar, Y.,
& Nazeri, M. (2011). Histopathological
Comparison of the Effect of Normal
Saline and Silver Sulfadiazine on
Scorch Healing in Rats. Current
-
Research Journal Biological Sciences,
4(2), 192-197.
13. Nopitasari, R.R.D.A. 2006. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Buah Phaleria
papuanan terhadap Aktivitas
Fagositosis Makrofag Mencit Balb/c.
Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang:
Universitas Diponegoro.
14. Prasetyo, B. F. (2008). Aktivitas dan
Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak
Batang Pisang Ambon (Musa
paradisiaca var sapientum) dalam
Proses Persembuhan Luka pada
Mencit (Mus musculus albinus). Institut
Pertanian Bogor, 2008.
15. Saputra, T., & Suryani, L. 2012.
Aktivitas Antimikroba Infusa Buah
Asam Jawa (Tamarindus indica Linn)
terhadap Berbagai Mikroba Patogen.
Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
16. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001).
Buku Ajar Keperawatan Medical-
Bedah Brunner & Suddarth (A.
Hartono, DAN, H. Y. Kuncara, E. S. L.
Siahaan & A. Waluyo, Trans. 8 ed.).
Jakarta: EGC.
17. Suwanti, Lucia T. (2008). Peningkatan
Aktivitas Makrofag Desidua Mencit
Bunting yang Diinfeksi Toxoplasma
gondii. Universitas Airlangga,
Surabaya.
18. Triyono, B. (2005). Perbedaan
Tampilan Kolagen di Sekitar Luka
Insisi pada Tikus Wistar yang Diberi
Infiltrasi Penghilang Nyeri
Levobupivakain dan yang Tidak Diberi
Levobupivakain Suatu Studi
Histokomia. Universitas Diponegoro,
Semarang.
19. Yenti R., Afrianti, R., & Afriani, L. (2011).
Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun
Kirinyuh (Euphatorium odoratum L.) untuk
Penyembuhan Luka. Majalah Kesehatan
PharmaMedika3, 227-230.