MAJALAH Nur Ida Fatmawati 105070204111001

download MAJALAH Nur Ida Fatmawati 105070204111001

of 10

description

majalah

Transcript of MAJALAH Nur Ida Fatmawati 105070204111001

  • PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN MELATI (JASMINUM SAMBAC LINN.)

    SECARA TOPIKAL TERHADAP PENURUNAN JUMLAH MAKROFAG LUKA BAKAR

    DERAJAT II A PADA FASE PROLIFERASI PADA TIKUS RATTUS NORVEGICUS

    GALUR WISTAR

    Kusworini*, Yulian Wiji Utami*, Nur Ida Fatmawati

    ABSTRAK

    Daun melati diketahui mengandung saponin, tannin dan flavonoid yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun melati dalam menurunkan jumlah makrofag luka bakar derajat II A. penelitian ini menggunakan design true experimental laboratory dengan metode Randomized Posttest Olny Controlled Group Design. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 25 ekor tikus putih yang dibagi dalam 5 kelompok (n=5) yang terdiri dari 2 kelompok kontrol (Normal Saline 0.9%- SSD 1%) dan 3 kelompok perlakuan (EEDM 15%, 30% dan 45%). Perawatan dilakukan selama 14 hari dengan EEDM yang diberikan secara topical pada luka (luas 2x2 cm2). Pengambilan preparat dilakukan pada hari ke-15 dan dilakukan pengamatan histo menggunakan pewarnaan IHK di bawah mikroskop OLYMPUS seri CX 21, kamera digital Canon Ixus 105 dan software OlyVIA dengan perbesaran 400 kali dimana setiap sediaan diamati pada luas pandang 10 area. Didapatkan hasil rata-rata jumlah makrofag terendah pada kelompok perlakuan EEDM 30% (1.14.13416) dan rata-rata jumlah makrofag tertinggi pada kelompok perlakuan EEDM 45% (2.3.48391) dimana menunjukkan adanya pengaruh ekstrak daun melati terhadap jumlah makrofag pada penyembuhan luka bakar. Analisa data post hoc menunjukkan kelompok perlakuan EEDM 30% berpengaruh signifikan (p = 0.042) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Normal Saline 0.9%). Kesimpulan penelitian ini yaitu perawatan luka bakar derajat II A dengan ekstrak etanol daun sirih (Jasminum sambac Linn.) dengan konsentrasi 30% dapat menurunkan jumlah makrofag pada luka bakar derajat II A pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar.

    Kata kunci: Ekstrak Daun Melati, Penurunan Jumlah Makrofag, Luka Bakar

    ABSTRACT

    Jasmine leaves are known to contain saponins , tannins and flavonoids play a role in the wound healing process. The purpose of this study was to determine the effect of ethanol extract of leaves of jasmine in reducing the number of macrophages in the second A degree burns wound. This study using true experimental design laboratory, methods Posttest Olny Controlled Group Design. The sample used in the study totaled 25 white rats were divided into 5 groups (n=5) consisting of 2 control groups (Normal Saline 0.9%-SSD 1%) and 3 treatment groups (EEDM 15%, 30% and 45%). Treatment was done for 14 days with EEDM given topically on wounds (width 2x2 cm2). Sample was taken on day 15th and were observed histo using IHK staining under the microscope OLYMPUS CX 21 series, the Canon Ixus 105 digital camera and software OlyVIA with magnification 400 where every sample inspected in 10 different area vast looks. The result showed the mean of macrophages in the treatment group EEDM 30% (1.14.13416) and the mean of macrophages in the treatment group EEDM 45% (2.3.48391) that show there is extracts ethanol of jasmine leaf has an effect on the number of macrophages in the healing of burns. Post-hoc test analysis of the data showed that treatment group EEDM 30% has significant effect (p = 0.042) compared with the negative control group (Normal Saline 0.9%). The conclusion of this study is that extract ethanol of Jasminum sambca leaf with concentration 30% can decrease the number of macrophages on second degree burn wound healing in Rattus norvegicus wistar strain.

  • Keywords : Extract of Jasminum sambac leaf, Macrophage, Burn Wound

    PENDAHULUAN

    Luka bakar adalah trauma yang

    sering terjadi dalam kehidupan sehari-

    hari. Luka bakar ini disebabkan oleh

    pengalihan energi dari sumber panas

    kepada tubuh. Luka bakar merupakan

    rusaknya jaringan tubuh, terutama bagian

    kulit yang diakibatkan oleh berbagai hal,

    terutama karena api.

    Diperkirakan, sekitar 2,5 juta jiwa di

    Amerika Serikat mendapat luka bakar

    setiap tahunnya. Lebih dari 100.000

    pasien dirawat di rumah sakit, dan sekitar

    12.000 meninggal akibat luka bakar

    (Mayhall, 2003). Menurut Badan Nasional

    Penanggulangan Bencana (2009), selama

    tahun 2009 di Indonesia, kejadian

    kebakaran paling banyak terjadi di Aceh

    dengan 177 kejadian yang mengakibatkan

    11 orang meninggal dan 40 orang

    mengalami luka bakar. Di Provinsi

    Kalimantan Selatan, kebakaran

    menyebabkan 18 orang meninggal. Di

    Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan

    Selatan, 9 orang meninggal akibat

    kejadian kebakaran ini dan 49 orang

    mengalami luka bakar. Berdasarkan data

    statistik unit pelayanan khusus RSUPN

    Cipto Mangunkusumo Jakarta, selama

    tahun 1998, lebih dari 40% dari 107 kasus

    bedah plastik yang dirawat, merupakan

    luka bakar derajat II-III dengan angka

    kematian 37.38% (Kristianto, 2005).

    Luka bakar derajat II merupakan luka

    bakar yang mengenai bagian parsial

    superfisial atau epidermis dan sebagian

    dermis, ditandai oleh nyeri yang sangat

    dan timbulnya lepuhan dalam beberapa

    menit. Luka bakar derajat II ini

    membutuhkan waktu dua sampai dengan

    tiga minggu dalam penyembuhannya

    (Smeltzer & Bare, 2001).

    Semua luka bakar (kecuali luka bakar

    ringan atau luka bakar derajat I)

    membutuhkan penanganan medis segera

    karena berisiko terhadap infeksi, dehidrasi

    dan komplikasi serius lainnya (Balletto et

    al, 2001 dalam Ismail, Sanarto, &

    Taqiyah). Luka bakar derajar II dalam

    proses penyembuhannya, terdapat empat

    fase penyembuhan, diantaranya

    hemostasis, inflamasi, proliferasi dan

    remodeling (Guo & DiPietro, 2010).

    Fase inflamatori ditandai dengan

    infiltrasi neutrofil, makrofag dan limfosit.

    Makrofag merupakan sel yang berperan

    pada inflamasi kronik yang berasal dari

    monosit dalam sirkulasi (Ardhani, 2013).

    Dalam proses ini, makrofag mempunyai

    peran multiple, diantaranya melepaskan

    sitokin, membersihkan sel-sel apoptosis,

    dan memulai transisi ke fase

    penyembuhan selanjutnya yaitu fase

    proliferasi.

    Dalam perawatannya, luka bakar

    derajat II secara umum sering diberikan

    obat topikal seperti silver sufadiazine

    (SSD) 1%. Pada sebuah penelitian

    disebutkan bahwa penggunaan SSD

    dapat mempercepat proses penyembuhan

    luka bakar melalui stimulasi re-epitelisasi,

    pembentukan jaringan granulasi dan

    peningkatan jumlah fibroblas (Mohajeri et

    al, 2011). Namun dalam penelitian yang

    lain disebutkan bahwa golongan silver

    memiliki efek toksik dan beberapa efek

    samping pada pertumbuhan fibroblas dan

    fase proliferasi dimana golongan silver

    menghambat regenerasi kolagen (Fraser

    et al, 2004 dalam Mohajeri et al, 2011).

    Glesinger et al (2004) dalam Mohajeri

    et al (2011) membandingkan antara SSD

    dengan Biafine dan tampons smeary

    dengan NS pada luka bakar superfisial

    (luka bakar derajat II) pada babi, hasilnya

    menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

    yang signifikan selama penelitian terkait

    dengan waktu untuk proses penyembuhan

    luka bakar tersebut. Namun Gannon

    (2007) menyebutkan bahwa NS yang

    akan digunakan dalam terapi

  • penyembuhan luka harus memiliki suhu

    sesuai dengan suhu tubuh, yaitu antara

    37oC dan 42oC. Jika suhu cairan NS

    kurang dari 37oC atau lebih dari 42oC,

    maka proses penyembuhan luka akan

    terhambat.

    Jasminum sambac Linn., atau yang

    sering dikenal dengan nama tanaman

    Melati ini dilaporkan memiliki nilai medis

    yang bagus dalam sistem pengobatan

    tradisional (Joseph, George, Agrawal, &

    Kumar, 2011). Khasiat tanaman

    Jasminum sambac dapat sebagai

    antiseptik, anti-inflamasi, anti-oksidan,

    anti-akne, anti-depresan, analgesik,

    sedatif, ekspektoran, aromaterapi (Mittal,

    Sardana, & Pandey, 2011). Jurnal

    International Journal of Pharmaceutical

    Frontier Research dalam salah satu

    jurnalnya yang berjudul

    Pharmacognostical and Phytochemical

    Studies on Jasminum Grandiflorum

    Leaves menyebutkan bahwa dalam

    pemeriksaan kimia kualitatif, daun melati

    juga mengandung alkaloid, pitosterol,

    saponin, karbohidrat, fenol, tannin dan

    flavonoid.

    Flavonoid, tannin dan saponin dalam

    beberapa penelitian disebutkan ikut

    berperan dalam penyembuhan luka. Yenti

    et al (2011) menyebutkan bahwa flavonoid

    dapat menghambat pertumbuhan bakteri,

    tannin berfungsi sebagai adstingen yang

    dapat menghentikan eksudat dan

    perdarahan ringan serta saponin dapat

    bekerja sebagai antimikroba. Diduga

    ekstrak etanol daun melati mampu untuk

    menyembuhkan luka bakar.

    METODOLOGI PENELITIAN

    Desain penelitian. Penelitian ini

    menggunakan desain true experimental

    laboratory dengan metode Randomized

    Posttest Only Controlled Group Design

    dengan menggunakan tiga kelompok

    perlakuan dan dua kelompok kontrol.

    Sampel dipilih dengan menggunakan

    ranca

    rancangan acak kelompok (RAK)

    menggunakan 25 ekor tikus putih jantan

    dengan umur 3 bulan dan berat badan

    150-200 gram yang selanjutnya akan

    dibagi sesuai dengan kelompoknya, yaitu

    tiga kelompok perlakuan yang diberikan

    ekstrak daun melati 15%, 30% dan 45%

    serta dua kelompok kontrol menggunakan

    NS 0.9% dan SSD 1% dimana masing-

    masing kelompok terdiri dari lima ekor

    tikus.

    Pembuatan Ekstrak Daun Melati.

    Proses ekstraksi menggunakan 100 gram

    serbuk daun melati (Jasminum sambac

    Linn.) direndam dengan etanol 95% dan

    dikocok sampai benar-benar tercampur (

    30 menit) dan didiamkan selama selama 1

    malam. Selanjutnya ambil hasil maserasi

    etanol dengan serbuk daun melati

    dimasukkan dalam labu evaporasi. Satu

    set alas evaporasi diletakkan sedemikian

    rupa sehingga sebagian labu ekstraksi

    terendam aquades pada water bath.

    Water bath dihubungkan dengan sumber

    listrik dan dinaikkan suhunya sampai 780C

    (sesuai titik didih etanol). Selanjutnya

    tunggu hingga larutan etanol memisah

    dengan zat aktif yang sudah ada dalam

    labu. Tunggu sampai larutan etanol

    berhenti menetes pada labu penampung.

    Hasil yang diperoleh kira-kira sepertiga

    dari bahan alam kering. Hasil evaporasi

    berupa cairan kental. Masukkan hasil

    ekstraksi dalam botol plastik dan simpan

    dalam freezer.

    Selanjutnya ekstrak daun melati

    dibuat beberapa dosis yang berbeda

    dengan cara menambahkan pelarut

    vaselin (sebanyak 50 mg berdasarkan

    ukuran luas luka yang akan diberikan

    yaitu 2x2 cm) menggunakan rumus:

  • Keterangan :

    L : Konsentrasi larutan (%)

    a : Massa zat terlarut (mg)

    b : Massa zat pelarut (mg)

    Dosis ekstrak daun melati yang

    akan dibuat yaitu 15%, 30% dan 45%. Bila

    dimasukkan rumus penambahan vaselin

    seperti di atas, maka didapatkan hasil

    sebagai berikut:

    1. Konsentrasi 15%. Dalam ekstrak daun

    melati dosis 15% terdapat 25.5 mg

    ekstrak daun melati dalam 170 mg

    vaselin.

    2. Konsentrasi 30%. Dalam ekstrak daun

    melati dosis 30% terdapat 42 mg

    ekstrak daun melati dalam 140 mg

    vaselin.

    3. Konsentrasi 45%. Dalam ekstrak daun

    melati dosis 45% terdapat 49.5 mg

    ekstrak daun melati dalam 110 mg

    vaselin.

    Pembuatan Luka Bakar Derajat

    IIA. Menempelkan balok Styrofoam

    berukuran 2x2 cm yang dilapisi dan

    dibungkus kassa dan dicelupkan ke air

    panas 98oC selama 3 menit dan

    ditempelkan pada punggung kanan atas

    yang sebelumnya telah dianastesi

    menggunakan lidokainnon adrenalin

    berdasarkan studi eksplorasi pada tanggal

    5 Juni 2013 di Laboratorium Farmakologi

    FKUB pada pukul 09.00-10.00 WIB.

    Perawatan Luka Bakar Derajat

    IIA. Seluruh kelompok pada penelitian

    dilakukan perawatan luka yang

    sebelumnya luka telah dibersihkan

    dengan Normal Saline 0.9% dan luka

    dilakukan perawatan sesuai dengan

    kelompoknya, yaitu SSD 1%, ekstrak

    daun melati 15%, 30% dan 45% yang

    diberikan sebanyak 100 mg). Selanjutnya

    luka ditutup dengan kassa steril dan

    diplester. Perawatan luka dilakukan setiap

    hari setiap pukul 09.00-10.00 WIB hingga

    hari ke-14.

    Pembuatan Sediaan Histologi

    Kulit Luka Bakar Derajat IIA. Pembuatan

    sediaan histologi jaringan kulit dilakukan

    pada hari ke-15 yaitu dengan melakukan

    pembedahan pada hewan coba yang

    sebelumnya telah dimatikan mengikuti

    prosedur Laboratorium Farmakologi

    FKUB. Selanjutnya jaringan difiksasi

    dengan merendam dalam formalin 10%

    selama 2x24 jam pada suhu kamar

    (Prasetyo, 2008) kemudian dilanjutkan

    dengan tahap pencucian menggunakan

    aquadest 1 jam (Triyono, 2005). Jaringan

    dimasukkan dalam cairan alkohol 70%

    selama 1 jam, alkohol 80% selama 1 jam,

    alkohol 99% selama 1 jam dan alkohol

    absolut = 1 : 1 selama 0,5 jam dan xylol

    PA selama 2 x 30 menit. Jaringan

    dipotong setipis mungkin dan dimasukkan

    ke dalam metled paraffin : xylol = 1 : 1,

    paraffin (56-58o C) ditunggu sampai

    paraffin padat. Jaringan dipotong dengan

    ketebalan 4 m dengan mikrotom. Hasil

    pemotongan yang berbentuk pita (ribbon)

    tersebut dibentangkan di atas air hangat

    yang bersuhu 46o C dan langsung

    diangkat yang berguna untuk

    meregangkan potongan agar tidak berlipat

    atau menghilangkan lipatan akibat dari

    pemotongan (Prasetyo, 2008). Potongan

    jaringan diletakkan di kaca objek yang

    telah diolesi polilisin sebagai perekat.

    Jaringan pada kaca objek dikeringkan

    dalam inkubator suhu 56-58o C (Triyono,

    2005) selanjutnya dilakukan pengecatan

    imunohistokimia (Suwanti, 2008)

    mengikuti prosedur Laboratorium Biokimia

    FKUB. Hasil diamati pada mikroskop

    untuk mengetahui progresivitas perbaikan

    jaringan yang mengalami luka bakar.

    Identifikasi Makrofag. Proses

    identifikasi makrofag dilakukan setelah 14

    hari perawatan, setelah luka dibersihkan

    dan dibuat sediaan histologi. Makrofag

    adalah sel khusus yang terdapat di dekat

    pembuluh darah, memiliki inti satu

    berukuran 10-30 m, inti lonjong atau

  • bentuk ginjal (adanya lekukan ke dalam/

    tapal kuda), mengandung granula

    azurofilik. Pada pewarnaan

    imunohistokimia, pada saat dilakukan

    pengamatan, makrofag tercat kebiruan

    pada area inti, dan kecoklatan pada

    dinding selnya (Suwanti, 2008).

    Penghitungan jumlah makrofag dilakukan

    menggunakan mikroskop OLYMPUS seri

    CX 21 dengan pembesaran 400 kali,

    setiap sediaan diperiksa pada lapang

    pandang 10 area (Sunaryati, 2010) dan

    dianalisa dengan menggunakan software

    OlyVIA (viewer for histological

    examination) yang dihubungkan dengan

    komputer.

    Analisis Data. Hasil analisa

    terhadap jumlah makrofag luka bakar

    derajat II A pada masing-masing sampel

    pada setiap perlakuan dilakukan uji

    statistik SPSS version 21. Dilakukan uji

    normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk

    (p value > 0,05). Uji homogenitas

    menggunakan Test of Homogeneity of

    Variance (F hasil > nilai F table).

    Selanjutnya dianalisa dengan One Way

    ANOVA untuk mengetahui adanya

    perbedaan antar kelompok uji coba

    (signifikansi < 0,05). Dan untuk

    mengetahui nilai tengah mana yang

    memiliki perbedaan yang signifikan

    dilakukan pegujian lanjutan menggunakan

    Uji Perbandingan Berganda (Post Hoc

    Test) (p value < 0.05).

    HASIL PENELITIAN

    Setelah dilakukan pengamatan

    dan penghitungan jumlah makrofag luka

    bakar derajat IIA, didapatkan hasil jumlah

    makrofag paling sedikit adalah pada

    kelompok perlakuan dengan ekstrak daun

    melati 30% dan paling banyak pada

    kelompok perlakuan 45%. Berikut adalah

    rincian jumlah makrofag setiap kelompok

    dalam penelitian:

    Tabel 1. Raw Score jumlah makrofag

    pada luka bakar derajat IIA

    Perlakuan No. Sampel

    Jumlah Makrofag

    Rata-rata Jumlah

    Makrofag

    NS 0.9% A1 1.7 1.62

    A2 1.9

    A3 1.9

    A4 1.3

    A5 1.3

    SSD 1% B1 1.3 1.18

    B2 1.4

    B3 1.1

    B4 1.1

    B5 1.0

    EEDM 15%

    C1 1.1 1.46

    C2 1.3

    C3 1.4

    C4 1.5

    C5 2.0

    EEDM 30%

    D1 1.0 1.14

    D2 1.2

    D3 1.3

    D4 1.0

    D5 1.2

    EEDM 45%

    E1 2.0 2.3

    E2 2.5

    E3 2.1

    E4 2.5

    E5 2.4

    ANALISIS DATA

    Hasil uji normalitas data

    menggunakan uji Shapiro-Wilk,

    menunjukkan p value (nilai signifikansi) >

    0.05 dan dapat disimpulkan bahwa data

    berdistribusi normal. Selanjutnya, uji

    homogenitas menggunakan Test of

    Homogenity of Variance menunjukkan p

    value > 0.05 sehingga dapat disimpulkan

    bahwa data tersebut bersifat homogeny.

    Uji statistik selanjutnya adalah One

    Way ANOVA dengan hasil uji didapatkan

    p value < 0.05. Dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

    perawatan luka bakar derajat IIA

    menggunakan ekstrak etanol daun melati

    (Jasminum sambac Linn.) terhadap

    penurunan jumlah makrofag.

  • Selanjutnya dilakukan uji statistik

    Post-Hoc Test. Dari uji tersebut,

    perbedaan dikatana signifikan bila nilai

    signifikansi kurang dari 0.05.

    Tabel 2. Hasil Tes Post-Hoc

    KELOMPOK

    (I)

    KELOMPOK

    (J)

    Sig.

    Normal

    Saline

    SSD .071

    Melati 15% .841

    Melati 30% .042

    Melati 45% .003

    SSD

    NS .71

    Melati 15% .405

    Melati 30% .999

    Melati 45% .000

    Melati 15%

    NS .841

    SSD .405

    Melati 30% .280

    Melati 45% .000

    Melati 30%

    NS .042

    SSD .999

    Melati 15% .280

    Melati 45% .000

    Melati 45%

    NS .003

    SSD .000

    Melati 15% .000

    Melati 30% .000

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun

    melati (Jasminum sambac Linn.) yang

    diberikan secara topical terhadap

    penurunan jumlah makrofag luka bakar

    derajat IIA pada fase proliferasi pada tikus

    putih (Rattus norvegicus) galur wistar.

    Saat ini obat-obat herbal semakin populer

    di kalangan masyarakat di negara maju

    maupun negara berkembang (Mittal,

    Sardana, & Pandey, 2011). Babu et al

    (2002) dalam Loogeswari & Sripathi

    (2012) melaporkan bahwa 80% populasi

    dunia menggunakan obat-obat tradisional

    untuk mengobati berbagai macam

    penyakit kulit.

    Jasminum sambac Linn., atau

    yang sering dikenal dengan nama

    tanaman Melati ini dilaporkan memiliki

    nilai medis yang bagus dalam sistem

    pengobatan tradisional (Joseph, George,

    Agrawal, & Kumar, 2011). Jurnal

    International Journal of Pharmaceutical

    Frontier Research dalam salah satu

    jurnalnya yang berjudul

    Pharmacognostical and Phytochemical

    Studies on Jasminum Grandiflorum

    Leaves menyebutkan bahwa dalam

    pemeriksaan kimia kualitatif, daun melati

    juga mengandung alkaloid, pitosterol,

    saponin, karbohidrat, fenol, tannin dan

    flavonoid.

    Penyembuhan luka bakar derajat II

    A memerlukan waktu antara 10-14 hari.

    Pada hari ke-14, proses penyembuhan

    luka bakar memasuki fase proliferasi yang

    ditandai dengan munculnya jaringan

    bergranuler atau warna merah terang

    pada area luka. Transisi penyembuhan

    luka dimulai oleh makrofag yang

    menstimulus keratinosi, fibroblast, dan

    angiogenesis (Guo & DiPietro, 2010).

    Dari hasil penelitian ini didapat

    jumlah makrofag paling sedikit pada

    kelompok perlakuan ekstrak daun melati

    dosis 30% (mean = 1.14), kelompok

    perlakuan ekstrak daun melati dosis 15%

    (mean = 1.46) dan jumlah makrofag paling

    banyak pada kelompok perlakuan ekstrak

    daun melati dosis 45% (mean = 2.3).

    Perbedaan jumlah makrofag dipengaruhi

  • oleh kandungan daun melati, yaitu

    flavonoid, saponin dan tannin.

    Flavonoid dalam daun melati

    berfungsi sebagai antimikroba dengan

    mekanisme kerja merusak dinding sel

    bakteri. Senyawa flavonoid merusak sel

    bakteri dengan memanfaatkan perbedaan

    kepolaran antara lipid penyusun sel

    bakteri dengan gugus alkohol pada

    senyawa flavonoid (Saputra, 2010). Selain

    itu, menurut penelitian yang dilakukan

    Jiao et al dalam Nopitasari (2006),

    disebutkan bahwa flavonoid dapat

    meningkatkan aktivitas IL-2 dan proliferasi

    limfosit yang dapat mempengaruhi sel

    CD4+ kemudian menyebabkan sel Th1

    teraktivasi. Sel Th1 yang teraktivasi akan

    mempengaruhi SMAF (Spesific Makrofag

    Activating Factor), yaitu molekul-molekul

    multiple termasuk IFN yang dapat

    mengaktifkan makrofag.

    Saponin merupakan jenis anti

    jamur dan antibakteri spektrum luas.

    Saponin berperan dalam regenerasi

    jaringan dalam proses penyembuhan luka.

    Saponin berperan sebagai agen

    antiinflamasi melalui mekanisme

    penghambatan pembentukan eksudat dan

    penghambatan permeabilitas vascular

    (Ratnawati et al, 2012). Saponin dapat

    memicu vascular endotheliat growth factor

    (VEGF) dan meningkatkan jumlah

    makrofag yang bermigrasi ke area luka,

    sehingga meningkatkan fibroblast di

    jaringan luka (Kimura et al, 2006 dalam

    Kalsum et al, 2012). Saponin diduga

    dapat turut membantu dalam

    pembentukan kollagen, yaitu protein

    struktur yang berperan dalam proses

    penyembuhan luka (Suratman dkk, 1996

    dalam Oktiarni et al, 2012).

    Senyawa tannin merupakan

    senyawa fenolik kompleks,

    persenyawaan polifenol dengan

    mekanisme kerja yang sama dengan

    mekanisme kerja flavonoid, yaitu merusak

    dinding sel bakteri yang terdiri atas lipid

    dan asam amino yang akan bereaksi

    dengan gugus alkohol pada senyawa

    tannin sehingga dinding sel akan rusak

    dan senyawa tersebut dapat masuk ke

    dalam inti sel bakteri. Selain itu, turunan

    fenol juga dapat merubah permeabilitas

    membran sel sehingga dapat

    menimbulkan kebocoran konstituen sel

    yang esensial sehingga sel mengalami

    kematian (Saputra, 2010). Dalam Hong et

    al (2011) disebutkan bahwa tannin juga

    dapat merangsang terjadinya kontraksi

    luka (cicatrisation).

    Gambar 1. Gambaran histologi jumlah makrofag

    luka bakar derajat IIA pada

    pewarnaan IHK (400x) (a) kelompok

    kontrol negatif (Normal Saline 0.9%)

    (b) kelompok kontrol positif (SSD

    1%) (c) kelompok perlakuan EEDM

    dosis 15% (d) kelompok perlakuan

    EEDM dosis 30% (e) kelompok

    perlakuan EEDM dosis 45%

    Berdasarkan pada teori bahwa

    efek maksimal suatu obat akan tercapai

    jika seluruh reseptor telah berpasangan

    dengan obat tersebut. Aktivitas fagositosis

    makrofag pada kelompok perlakuan

    ekstrak etanol daun melati 15% yang tidak

    menunjukkan perbedaan bermakna

    dengan kelompok kontrol negatif (Normal

    Saline 0.9%) karena dosis yang diberikan

    a b

    c d

    e

  • masih kurang atau di bawah dosis efektif

    ekstrak etanol daun melati (30%)

    sehingga belum cukup untuk

    meningkatkan respon imunologi yang

    signifikan (Nopitasari, 2006).

    Midedleton et al dalam Nopitasari

    (2006) menyebutkan bahwa selain

    memiliki efek imunostimulan, flavonoid

    juga memiliki efek imunosupresan dan

    efek toksik. Selain itu, pemberian dosis

    obat yang melebihi dosis efektif dapat

    bersifat toksik. Hal-hal inilah yang

    memungkinkan terjadinya hambatan

    aktivitas fagositosis makrofag pada batas

    tertentu (EEDM 45%).

    Sehingga dapat ditarik kesimpulan

    bahwa terdapat pengaruh pemberian

    ekstrak etanol daun melati secara topical

    terhadap penurunan jumlah makrofag luka

    bakar derajat IIA. Serta dapat menjawab

    hipotesis yang telah dirancang bahwa

    hipotesis tersebut gagal ditolak.

    KETERBATASAN PENELITIAN

    Keterbatasan dalam penelitian ini

    antara lain:

    1. Berat badan hewan coba yang kurang

    dari kriteria yang telah ditetapkan

    dikhawatirkan dapat mempengaruhi

    proses penyembuhan luka.

    2. Tidak diaplikasikannya vaselin pada

    semua kelompok yang digunakan

    dalam penelitian ini sehingga tidak

    dapat diketahui efek dari penggunaan

    vaselin pada perawatan luka bakar baik

    pada kelompok kontrol maupun

    kelompok perlakuan.

    3. Hasil foto scan preparat histologi yang

    kurang optimal menyebabkan peneliti

    tidak mampu mandapat perbesaran

    yang diinginkan sehingga tidak sesuai

    dengan proposal yang telah dirancang

    oleh peneliti.

    IMPLIKASI PENELITIAN

    Dapat dijadikan sebagai sarana

    untuk menambah ilmu pengetahuan dan

    wawasan mengenai manfaat dari ekstrak

    etanol daun melati sebagai terapi luka

    bakar derajat II A dan dapat dijadikan

    sebagai acuan/ referensi pengembangan

    metode perawatan luka bakar derajat II A

    melalui pemberian ekstrak etanol daun

    melati secara topical sebagai terapi

    komplementer sesuai dengan Permenkes

    nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010

    tentang Penyelenggaraan Praktik

    Keperawatan pasal 8 ayat 3.

    KESIMPULAN

    1. Pemberian ekstrak etanol daun melati

    (Jasminum sambac Linn.) secara

    topikal berpengaruh terhadap

    penurunan jumlah makrofag luka bakar

    derajat II A pada fase proliferasi pada

    tikus putih (Rattus norvegicus) galur

    wistar.

    2. Jumlah makrofag luka bakar derajat II

    A pada kelompok kontrol negatif tidak

    berbeda jauh dengan jumlah makrofag

    pada kelompok perlakuan ekstrak

    etanol daun melati 15%, dan jumlah

    makrofag pada kelompok control positif

    tidak berbeda jauh dengan jumlah

    makrofag pada kelompok perlakuan

    ekstrak etanol daun melati 30%.

    3. Jumlah makrofag luka bakar derajat II

    A pada kelompok perlakuan ekstrak

    etanol daun melati dosis 30% berbeda

    signifikan dibandingkan dengan

    kelompok kontrol negatif (Normal

    Saline 0.9%) namun tidak berbeda

    signifikan dengan kelompok kontrol

    positif (SSD 1%).

    4. Jumlah makrofag luka bakar derajat II

    A pada kelompok perlakuan ekstrak

    etanol daun melati dosis 45% lebih

    banyak dibandingkan dengan jumlah

    makrofag pada kelompok kontrol

    negatif maupun positif.

  • SARAN

    Adapun saran yang dapat

    diberikan pada penelitian ini adalah :

    1. Diharapkan dapat melakukan penelitian

    lebih lanjut mengenai dosis ekstrak

    daun melati (Jasminum sambac Linn.)

    yang paling sesuai dan yang dapat

    memberikan efek toksik dalam

    mempengaruhi penurunan jumlah

    makrofag pada luka bakar.

    2. Diharapkan dalam penelitian

    selanjutnya dapat dipastikan hewan

    coba yang akan digunakan dalam

    penelitian sesuai dengan kriteria

    inklusi.

    3. Diharapkan dalam penelitian

    selanjutnya dapat menggunakan hasil

    foto histologi dengan perbesaran yang

    lebih akurat, sehingga dapat

    meningkatkan validitas hasil

    penghitungan jumlah makrofag.

    4. Diharapkan ekstrak daun melati

    (Jasminum sambac Linn.) dapat

    menjadi salah satu terapi

    komplementer luka bakar derajat I, II

    dan III. Namun dalam aplikasinya tetap

    dibutuhkan pengawasan terhadap

    dosis ekstrak daun melati (Jasminum

    sambac Linn.) yang digunakan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ardhani, M. Y. (2013). Pemberian

    Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)

    terhadap Jumlah Makrofag pada Fase

    Proliferasi Perawatan Luka Bakar

    Derajat II A pada Tikus Putih (Rattus

    novergicus) Galur Wistar. Unpublished

    Skripsi. Universitas Brawijaya.

    2. BNPB. (2009). Analisis Data Bencana,

    Badan Nasional Penanggulangan

    Bencana, Jakarta, hal.77-80.

    3. Gannon, R. (2007). Wound

    Cleansing: Sterile Water or Saline?

    Nursing Time, 103(9), 44-46.

    4. Guo, S., & DiPietro, L. A. (2010).

    Factors Affecting Wound Healing.

    Critical Reviews in Oral Biology &

    Medicine, 3, 219-229.

    5. Ismail, Dina D.S.L., Sanarto, &

    Taqiyah, B. Pengaruh Perawatan Luka

    Bakar Derajat II dengan Madu Nectar

    Flora terhadap Lama Penyembuhan

    Luka.

    6. Joseph, L., George, M., Agrawal, S., &

    Kumar, V. (2011). Pharmacognostical

    and Phytochemical Studies on

    Jasminum Grandiflorum Leaves.

    International Journal of Pharmaceutical

    Frontier Research, 2, 80-92.

    7. Kalsum et al. (2012). Pengaruh

    Sediaan Salep Ekstrak Daun SIrih

    (Piper betle Linn.) terhadap Jumlah

    Fibroblas Luka Bakar Derajat IIA pada

    Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur

    Wistar. Unpublished Skripsi.

    Universitas Brawijaya.

    8. Kristanto, H. 2005. Perbedaan

    Efektivitas Perawatan Luka Bakar

    Derajat II dengan Lendir Lidah Buaya

    (Aloe vera) Dibandingkan dengan

    Cairan Fisiologis (Normal Saline 0,9%)

    dalam Mempercepat Proses

    Penyembuhan. Skripsi. Malang:

    Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya.

    9. Logeeswari K, & Sripathi, S. K. (2012).

    Wound Healing Medicinal Plants: A

    Review. International Journal of

    Chemical, Environmental and

    Pharmaceutical Research, 3, 199-218.

    10. Mayhall, C. G. (2003). The

    Epidemiology of Burn Wound

    Infections: Then and Now. Texas:

    Infectious Diseases Society of

    America.

    11. Mittal, A., Sardana, S., & Pandey, A.

    (2011). Jasminum Auriculatum-An

    Overview. International Journal of

    Pharmaceutical Innovations, 30-35.

    12. Mohajeri, D., Mesgari, M., Doustar, Y.,

    & Nazeri, M. (2011). Histopathological

    Comparison of the Effect of Normal

    Saline and Silver Sulfadiazine on

    Scorch Healing in Rats. Current

  • Research Journal Biological Sciences,

    4(2), 192-197.

    13. Nopitasari, R.R.D.A. 2006. Pengaruh

    Pemberian Ekstrak Buah Phaleria

    papuanan terhadap Aktivitas

    Fagositosis Makrofag Mencit Balb/c.

    Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang:

    Universitas Diponegoro.

    14. Prasetyo, B. F. (2008). Aktivitas dan

    Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak

    Batang Pisang Ambon (Musa

    paradisiaca var sapientum) dalam

    Proses Persembuhan Luka pada

    Mencit (Mus musculus albinus). Institut

    Pertanian Bogor, 2008.

    15. Saputra, T., & Suryani, L. 2012.

    Aktivitas Antimikroba Infusa Buah

    Asam Jawa (Tamarindus indica Linn)

    terhadap Berbagai Mikroba Patogen.

    Yogyakarta: Universitas

    Muhammadiyah Yogyakarta.

    16. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001).

    Buku Ajar Keperawatan Medical-

    Bedah Brunner & Suddarth (A.

    Hartono, DAN, H. Y. Kuncara, E. S. L.

    Siahaan & A. Waluyo, Trans. 8 ed.).

    Jakarta: EGC.

    17. Suwanti, Lucia T. (2008). Peningkatan

    Aktivitas Makrofag Desidua Mencit

    Bunting yang Diinfeksi Toxoplasma

    gondii. Universitas Airlangga,

    Surabaya.

    18. Triyono, B. (2005). Perbedaan

    Tampilan Kolagen di Sekitar Luka

    Insisi pada Tikus Wistar yang Diberi

    Infiltrasi Penghilang Nyeri

    Levobupivakain dan yang Tidak Diberi

    Levobupivakain Suatu Studi

    Histokomia. Universitas Diponegoro,

    Semarang.

    19. Yenti R., Afrianti, R., & Afriani, L. (2011).

    Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun

    Kirinyuh (Euphatorium odoratum L.) untuk

    Penyembuhan Luka. Majalah Kesehatan

    PharmaMedika3, 227-230.