Majalah ACEHKINI #07

56
ACEHKINI Oktober 2008 1 OKTOBER, 2008 Rp 16.000,- www. acehkini.co.id

description

Majalah ACEHKINI, Oktober 2008

Transcript of Majalah ACEHKINI #07

Page 1: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 1

OKTOBER, 2008 Rp 16.000,-

www. acehkini.co.id

Page 2: Majalah ACEHKINI #07

2

Page 3: Majalah ACEHKINI #07

Foto Sampul;DOK-Asnawi Ali.

Gambar diambil tanggal9 September 2008.

08

1012141618

2329

31

34

3639

41

43

49

52

53

Om

buds

man

Sale

uem

Kolom | Azhari

Wali Hanya di Kamus Tua

30 Menit Bersama Hasan Tiro

Kenangan Seorang Sahabat

Hasan Tiro di Mata Mereka

Miniatur Aceh di Stockholm

Duet Si Jago Gertak dan Ahli Tembak

Teror Usai Deklarasi Damai

Petualangan di Negeri Seribu Sungai

Aruh Ganal, Cara Dayak Bersyukur

Empat Tahun Berharap, ‘Cape Dech’.

Dan Hasilnya Adalah...Penerbit PT. ACEHKINI

Dewan Redaksi Yuswardi AS, Nurdin Hasan, Irfan Sofni,

Adi WarsidiRedaktur Mismail Laweueng,

Fakhrurradzie GadeKoordinator Liputan

Maimun SalehWartawan Daspriani

Y Zamzami, Fikar AMT, Chaideer Mahyuddin, Fachry,

Dedek (Banda Aceh), Imran MA (Lhokseumawe), Halim

Mubary (Bireuen),Fotografer Hasbi Azhar,

Fauzan IjazahKeuangan Abdul Munar

Penata Letak Khairul UmamiOmbudsman Stanley

Konsultan Nurlis E. MeukoDistribusi Muhammad Yusuf,

Alamat Jl. Angsa No 23 Batoh, Banda Aceh

Telepon 0651.7458793website www.acehkini.co.id

e-mail [email protected]

No. 02/II/Oktober 2008

Meunara Antara Patung dan Pohon

Pinang

Istimewa Lebaran Bareng Upin dan Ipin

Capung Metic Bertenaga Hijet

Mendekap Keumala

Figura

Hukum & Politik

Pelesir

Esai Foto

Nanggroe

Ekonomi

Seni & Budaya

Sains

Buku

Page 4: Majalah ACEHKINI #07

4

SEbAgAI SAlAH SAtu OrANg yANgmenyaksikan proses kelahiran dan mengi-kuti perjalanan ACEHKINI, yang dulu ber-nama acehkita, saya benar-benar bangga pada media ini. Saya juga bangga pada semua awak redaksi yang secara bersung-guh-sungguh mencoba mengembangkan model jurnalisme sebagaimana yang dibu-tuhkan masyarakat pembacanya. Mulai dari model jurnalisme advokasi hingga mengem-bangkan model yang bisa disebut sebagai sebuah liputan semi investigasi.

Ketika pertama kali terbit pada perte-ngahan 2003, media ini mencoba memung-sikan diri sebagai watch dog bagi pengua-sa. Pada saat itu, pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri memberlakukan status darurat militer untuk seluruh ka-wasan Aceh. Pada saat banyak media besar di Jakarta setuju dengan model pemberi-taan ala embeded journalism dan mengirim para wartawannya untuk mengikuti latihan dasar kemiliteran di perbukitan Sangga bu-wana, media ini justru melakukan berbagai training dan konsolidasi guna menghasil-kan liputan yang tajam dan terpercaya.

ACEHKINI saat ini telah menjadi sebuah media yang matang. tulisan yang disajikan terbilang lumayan matang, baik dari sisi isi maupun bahasa yang digunakan. topik yang diangkat juga beragam, dibandingkan saat awal muncul yang lebih banyak mengang-kat permasalahan ekses dari pemberlakuan

darurat militer dengan sudut pandang para korban. bila pernah muncul kritik terhadap foto yang penuh dengan muatan kekerasan (bahkan pernah ada sebuah edisi yang di-penuhi dengan foto mayat bergeletakan di setiap halaman), kini foto lebih variatif dan sudah jarang menampakkan kesedihan.

yang jadi pertanyaan sekarang, apakah adanya ”perubahan” pemberitaan ACEHKI-NI memang sejalan meningkatnya keadaan politik yang kian kondusif dan maraknya pembangunan pascaperdamaian Helsinki. Sebuah hal yang kemudian berimplikasi dengan kian meningkatnya kesejahteraan orang Aceh saat ini.

Persoalan fokus jurnalisme ACEHKINI tentu saja harus tetap pada persoalan men-dasar yang dihadapi masyarakat Aceh. Para awak ACEHKINI harus rajin turun ke la-pangan dan menangkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik isu politik besar me-ngenai munculnya partai-partai lokal. Atau sejumlah persiapan menyambut perhelatan politik 2009. Atau juga perihal keadaan Aceh pascaberakhirnya mandat badan re-habilitasi dan rekonstruksi (brr) NAD-Nias pada April 2009 mendatang.

Secara sepintas, situasi di Aceh seper-tinya damai-damai saja. Malah bisa dika-takan, Aceh kini merupakan salah satu pro-vinsi yang bersinar. barangkali ini berkah dari tsunami 26 Desember 2004, se buah bencana alam besar di awal pemerin tahan

Eksistensi ACEHKINI

STANLEY Wartawan senior, pendiri sekaligus anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan kini bekerja sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Ombudsman

Page 5: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 5

Presiden Susilo bambang yudhoyono. Hotel berbintang bermunculan di mana-mana, para tenaga profesional termasuk para aka-demisi banyak yang memilih mene kuni pro fesi baru dan bekerja sebagai konsultan di berbagai lembaga internasional. Mereka men dapatkan gaji yang berlipat-lipat besar-nya dibanding gaji dari pekerjaan semula.

Kini saatnya ACEHKINI dan para warta-wan Aceh lainnya untuk selalu mengawal pembangunan kembali kawasan Aceh. Se-lain itu juga harus ikut mengawasi realisasi dan implementasi butir-butir perjanjian Helsinki dan realisasi undang-undang No-mor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kegagalan dan kealpaan untuk mewu-judkan hal ini bisa berakibat fatal dan mun-culnya gugatan politik di masa depan.

Media di Aceh saat ini harus memain-kan peran secara lebih signifikan untuk membantu mewujudkan suatu pemerin-tahan daerah yang efektif dan efisiennya. Salah satunya adalah dengan mendorong pene rapan prinsip-prinsip tata pemerin-tahan yang baik (good governance). Melalui fungsinya sebagai watch dog dan berbekal kemampuan melakukan pekerjaan investi-gasi, media semacam ACEHKINI seharus-nya tak memiliki kesulitan dengan peran yang bisa dilakukan.

Ada beberapa prinsip penting yang perlu dicermati dalam upaya mewujudkan kara-kteristik tata pemerintahan yang baik. An-tara lain participation, yaitu jaminan bah-wa setiap warganegara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi in-stitusi legitimasi yang mewakili kepenting-annya. Kedua, dipatuhinya rule of law di mana kerangka hukum harus adil dan di-laksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia. Ketiga, harus ada transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Keempat, harus ada responsiveness, di mana seti-ap lembaga dan proses penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan harus berupaya melayani setiap stakeholders.

berikutnya, kelima, consensus orienta-tion dengan menjadikan good governance sebagai perantara kepentingan yang berbe-da untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur. Keenam, equity, di mana semua warganegara mem-punyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Ketu-juh, effectiveness and efficiency, di mana semua proses dan lembaga menghasilkan produknya sesuai dengan yang telah diga-riskan, dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Dan yang terakhir, accountability, di mana para pembuat keputusan dalam pemerintahan, maupun sektor swasta dan civil society, ber-tanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholder.

Sektor publik memang harus menjadi perhatian utama dalam liputan media. Media di Aceh sudah saatnya meninggal-kan pemberitaan berdasar hukum anomali berita, pemberitaan yang kontroversial, model talking news dan lain-lain. Media di Aceh harus berperan melalui pemberitaan dengan cara terus-menerus mengupayakan terciptanya suatu penyelenggaraan manaje-men pembangunan oleh pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, efektif, dan mencegah korupsi. baik secara politik, ad-ministratif, maupun keuangan.

Saat ini, kita bisa melihat bagaimana ada sebuah pemukiman di Aceh yang dibangun sebagai bagian dari realisasi rencana rekon-struksi dan rehabilitasi Aceh dan telah di-huni oleh penduduk, kini terancam oleh sebuah penggusuran. Penyebabnya karena tanah yang mereka huni akan digunakan untuk pembuatan jalan oleh sebuah proyek yang didanai lembaga dana asal Amerika.

Sebagai provinsi yang bakal ditinggal-kan oleh berbagai lembaga donor internasi-

onal pascapembubaran brr, media di Aceh perlu mengawasi tindak-tanduk aparatur negara agar mereka ikut mewujudkan ad-ministrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemer-intahan serta pembangunan berdasar prin-sip-prinsip good governance. Negara-neg-ara yang memraktekkan good governance dalam pemerintahan mereka terbukti men-jadi negara yang terkemuka dan sistem poli-tik yang relatif stabil.

Selama ini media di Indonesia, seba-gaimana juga media di zaman represi Orde baru, lebih banyak membiasakan para wartawannya bekerja dengan membena-rkan (affirmative) begitu saja pernyataan atau keterangan sumber informasi, teruta-ma pihak pemerintah. Pada umumnya mer-eka mengabaikan (ignorance) keberadaan sumber lain yang kemungkinan memiliki informasi yang berbeda.

Peran pengawasan demi kepentingan publik dan peran memfasilitasi debat publik akan berhasil bila media mengembangkan para wartawannya untuk selalu bersikap skeptis dan selalu mempertanyakan fakta-fakta lainnya. Mendorong para wartawan untuk memiliki rasa ingin tahu yang kuat, mencari sumber-sumber yang obyektif, menjelaskan (verifikasi) kejadian berdasar fakta empiris, memosisikan media sebagai ruang bebas milik publik, memosisikan me-dia untuk menjalankan fungsi kontrol, dan memosisikan media untuk menjalankan fungsi sebagai fasilitator perdebatan publik.

Di Aceh, kini ada enam partai politik lokal di Aceh siap bertanding pada Pemilu 2009. tidak tertutup kemungkinan akan muncul gesekan antarsesama partai politik lokal, antarsesama partai nasional ataupun partai lokal dengan partai nasional. Impian demokrasi bisa saja terwujud menjadi batu kerikil. Situasi Aceh pada April 2009 me-mang rentan dan berpotensi terjadi konflik horizontal.[a]

Page 6: Majalah ACEHKINI #07

6

SuratMemilih dengan NuraniPelaksanaan pemilihan walikota Subu-lussalam hanya tinggal menghitung hari meski jadwal kampanye resmi dari Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam belum dimulai. Para kandidat walikota Subulussalam telah melakukan pendekatan pada masyarakat dengan ber-bagai macam cara untuk meraup simpati pemilih.

Pendekatan ditempuh mulai dari pema-sangan spanduk, ucapan selamat ramadan lewat radio, pembagian imsakiyah rama-dan hingga turun langsung ke desa-desa untuk bersafari ramadan, Malah, ada be-berapa kandidat yang sudah ancang-ancang untuk membagi-bagi sirup menjelang Hari raya Idul Fitri.

Fenomena ini memang bukan hal yang asing dalam pertarungan politik di Indo-nesia. Setiap akan ada perhelatan politik seperti ini pasti praktik di atas menjadi hal lumrah dilakukan, ketimbang memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar ikut serta berpartisipasi memberikan suar-anya.

Meski hal seperti ini sudah lumrah dilakukan kita sebagai masyarakat Kota Subulussalam, jangan terpengaruh den-gan praktik-praktik seperti ini. Kita tidak membutuhkan pemimpin yang hanya bisa pajang spanduk, membagi imsakiyah ra-madan, pandai ceramah ketika bulan pua-sa tiba dan rajin bagi-bagi sirup saat Hari raya menjelang. Kita butuh pemimpin yang mampu memberikan kemajuan dunia dan akhirat bagi Kota Subulussalam.

Sebagai warga Subulussalam saya ber-harap pelaksanaan Pemilihan walikota per-tama dapat berjalan dengan aman, damai serta bebas dari kecurangan. Kita berharap para kandidat dapat bersaing secara sehat dan tidak saling menjelekkan antara satu kandidat dengan kandidat lain. Dan kepada bapak-bapak dari kepolisian dan tNI, kami berharap anda dapat selalu menjaga ken-etralan dalam pemilihan walikota agar citra Polisi dan tNI selalu baik di mata warga Kota Subulussalam.

Akhir kata terimakasih kepada Majalah ACEHKINI yang telah memuat surat ini. Marilah kita memilih dengan menggunakan hati nurani, bukan karena uang dan kedeka-tan dengan kandidat. Siapapun yang akan

Upacara MelukatPandita bergelar ratu tabanan sedang memberi pemberkatan pada upacara Melukat di tanah lot. upacara ini dilakukan umat Hindu bali untuk memohon berkat kepada tuhan sebelum hajatan besar. [yo Fauzan]

menjadi walikota Subulussalam mendatang merupakan putra terbaik daerah kita.

Sukardi, Simpang KiriSubulussalam

PLN Terbaiktak akan ada pemadaman listrik dalam bu-lan ramadhan, begitulah ucapan petinggi PlN di media berbagai media massa di Aceh. Namun itu hanya janji pemanis bibir saja di media masa. PlN memang sangat terbaik, itulah kata yang pantas diucapkan untuk pelayanan PlN di Aceh. Sejak awal hingga akhir ramadan, hampir tak ada hari yang tidak ada pemadaman listrik. Selalu saja PlN dengan gagahnya memadamkan listrik.

tidak hanya di banda Aceh, kasus sep-erti ini terjadi hampir di seluruh Aceh. bah-kan menurut pengakuan seorang kawan saya di Subulussalam, sampai saat ini lis-trik di daerah itu kekurangan arus karena PlN menyuplai arus ke sebuah hotel mewah yang baru buka di daerah itu.

Setiap tahun PlN hanya berjanji-janji saja, tetapi mereka tidak pernah menepat-inya. Akibat sering padamnya listrik se-jumlah peralatan elektronik saya pun tak dapat digunakan lagi. PlN hanya menuntut konsumen berhemat dan membayar reken-ing tepat waktu, tapi mereka tidak pernah memperbaiki pelayanan.

beberapa waktu lalu ada petugas PlN

datang ke rumah saya memberitahukan kalau saya menunggak dua bulan dan mer-eka mengancam akan memutuskan sam-bungan listriknya jika saya tidak segera membayarnya. Saya mengaku teledor dalam membayar rekening listrik, tetapi saya ber-harap PlN sebagai perusahaan profesional jangan sering mematikan listrik karena ke-lupaan atas janji yang pernah diucapkan.

Sudirman, LamjameeBanda Aceh

Jangan Berjanjibapak PlN yang terhormat. Sebelum bulan ramadan, bapak berjanji tidak ada pema-daman listrik selama bulan puasa. tapi, ke-nyataannya hampir setiap hari lampu mati. Malahan dalam sehari kadang-kadang sam-pai 10 kali listrik mati.

Mengapa bapak PlN tega membuat janji kepada masyarakat Aceh kalau tidak me-nepatinya. Kenapa bapak tidak jujur dan mengatakan apa adanya tentang persoalan yang dialami PlN? Pemadaman yang bapak lakukan kadang sangat menyakitkan karena terjadi saat kami sedang berbuka puasa.

Akibat pemadaman seperti itu dan tak ada pemberitahuan sebelumnya, telah membuat kekusyukan ibadah puasa kami terganggu. Saat terjadi pemadaman, bu-kan tidak mungkin ada warga yang mencaci PlN, apalagi kalau itu terjadi ketika sedang berbuka puasa.

Page 7: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 7

Kami mengharapkan pada bapak PlN untuk tidak sembarangan mengumbar janji lagi kalau tidak bisa menepatinya. untuk ke depan, kami ingin agar PlN bisa memberi-kan pelayanan yang terbaik bagi masyara-kat Aceh karena kami tetap menunaikan ke-wajiban untuk membayar rekening listrik. terima kasih kepada majalah ACEHKINI yang sudi memuat surat saya ini.

Eliana, Ulee KarengBanda Aceh

Saleuem

“tuNggu!,” PrIA Itu SEtENgAHberteriak. Mendengar itu, fotografer ACEHKINI terpaku. berharap bukan bala. lagi pula, kamera di bahu masih dalam tas. “Wartawan ACEHKINI?” pria itu memasti-kan arti pin yang menempel di tas.

Dalam kalut, juru gambar majalah ini hanya manggut. “tunggu saya pang-gil kawan dulu. Wooi… kemari ini ada wartawan ACEHKINI!” lantas, tiga pria setengah berlari menghampiri. ‘Mat kodak’ pucat.

Siang pertengahan Agustus lalu itu, tak ada kegaduhan. “Kami selalu baca ACEHKINI. Kami ingin terbitnya tepat waktu,” gugat seorang dari mereka. Setelah beramahtamah belasan menit, si fotografer kembali sibuk, bertugas mengumpulkan gambar pameran Pekan Melayu raya di halaman Mesjid raya baiturahman, banda Aceh.

Sepekan kemudian, giliran kantor ACEH KINI yang didatangi pria tak dikenal. Dia tergesa, taksi yang ditumpangi masih menderu di perkarangan. “Ada pak Mu-nar?” tanya lelaki berpostur tinggi besar

itu. yang dimak-sud, manager keuangan. “Saya dari Desa ban-tayan, Simpang ulim. Saya mau berlangganan ACEHKINI,” ujarnya.

Munar tampak bingung. tiba-tiba, sang dewa penyela-mat datang. Pak

yusuf, manajer sirkulasi, menjelaskan cara berlangganan kepada sang tamu. Pria itu segera merogoh koceknya, dan menyerah-kan biaya langganan selama enam edisi.

Kisah di awal jauh dari maksud jumawa. bagi kami, pesan langsung tak di-duga-duga itu pantas menjadi pecut. Jujur, dapur redaksi kekurangan ‘koki kata’. tiga kali perekrutan dilakukan. tapi ujungnya, calon reporter menyerah tak jelas sebab. “Mencari tukang tulis bermutu memang sulit,” ketus panitia seleksi dalam rapat

evaluasi, pertengahan bulan lalu.Dalam kondisi itu, edisi berat terlanjur

disepakati rapat redaksi: “laporan utama tetap harus Hasan tiro. Apapun yang ter-jadi,” tegas seorang pemilik saham. terasa, sangat sulit. Apalagi yuswardi AS, ‘penjaga gawang redaksi’ harus operasi menghan-curkan batu ginjal yang menderanya di sebuah rumah sakit Penang, Malaysia.

Sungguh ramadan bulan berkah. Dari Swedia, Asnawi Ali, kontributor ACEH-KINI di Stockholm, melayangkan kabar: sukses menemui Hasan tiro. Informasi itu cukup bermanfaat, apalagi sebulan sebe-lumnya delegasi Panitia Khusus (Pansus) XI Dewan Perwakilan rakyat Aceh (DPrA) gagal bertemu tokoh yang oleh gerilyawan gerakan Aceh Merdeka (gAM) dipanggil sebagai wali nanggroe.

Penulisan laporan dimatang. Asnawi menuliskan hasil pertemuannya dengan Hasan tiro. Di Aceh, tim redaksi men-elusuri berbagai sumber mulai seorang sahabat seperjuangan Hasan tiro, hasil kunjungan kerja anggota Pansus serta mewawancarai orang-orang yang bertemu sang deklarator Aceh Merdeka itu. Selama sepekan jelang naik cetak, tim redaksi meramu laporan utama sampai pagi.

tak hanya soal Hasan tiro kami sajikan dalam edisi ini. Kami menelusuri jejaring aksi kriminal bersenjata yang masih marak di nanggroe. ulasan politik, baca cara se-bagian politisi muda mempromosikan diri melalui dunia maya. tak lupa pula rentetan rangkaian aksi teror terhadap partai lokal yang didirikan bekas gerilyawan.

Di rubrik nanggroe, kami turunkan penantian panjang para korban tsunami yang terpaksa harus kembali meray-akan Hari raya Idul Fitri untuk keempat kalinya. untuk mengendurkan kerutan kening, kami menyajikan resensi film kisah tiga wartawan memburu penjahat perang bosnia dan animasi “upin dan Ipin” yang sedang digandrungi anak-anak negeri jiran, Malaysia.

“Eit dah raye,” kata upin. Segenap jajaran ACEHKINI mengucapkan, selamat Hari raya Idul Fitri 1429 Hijriah. Minal Aidil wal Faizin. Mohon Maaf lahir dan batin. [a]

Gugatan Pembaca

surat/foto untuk redaksi harap dialamatkan ke: [email protected]. id

Ada kesalahan penulisan di rubrik Ko-lom berjudul “Don Kisot” karya Azhari yang sangat mengganggu. Pada edisi lalu tertulis: “Karena selain Don Kisot tidak punya cara untuk membebaskan orang-orang dari ketakutan segala khayalan, tentu akan buyar saat men-dengar bunyi derap langkah serdadu lalu terkubur bersama sisa kantuk jaga malam.”

Seharusnya, kalimat itu berbunyi: “Karena selain Don Kisot tidak punya cara untuk membebaskan orang-orang dari ketakutan segala khayalan tentu akan buyar saat mendengar bunyi derap langkah serdadu lalu terkubur bersama sisa kantuk jaga malam.”

Dengan ralat ini, kesalahan telah diperbaiki.

Redaksi.

R A L A T

Page 8: Majalah ACEHKINI #07

8

Sumbangan dan Tuannya(Untuk RK)

A Z H A r I

Kolom

MIFTA SUGESTI @ MIrAS CrEATIvE

[email protected]

OrANg MAtI bErEbut SEDEKAH DI Pasuruan mungkin saja menghentak kita barang sejenak lantas mengutuk si Penyum-bang yang congkak, tapi hal itu bukanlah cakrawala baru dalam dunia sumbang-me-nyumbang. Anda mungkin tidak bisa tidur karena mengingat kenapa kematian datang dengan cara yang melampaui akal-sehat. tapi saya tidak akan mempertaruhkan tidur saya untuk mengingat hal itu karena be-sok kita akan kembali melupakan kejadian tersebut. Sebab bukankah besok akan ada penyumbang congkak lain dan orang miskin yang lain? Dunia yang timpang seperti seka-rang ini tidak akan pernah kekurangan latar untuk kejadian-kejadian yang dramatis seb-agaimana kasus Pasuruan.

Apa yang terjadi di Pasuruan adalah ke-jadian yang dapat dengan jelas kita lihat, an-tara lain karena industri televisi dan surat kabar sangat bangga apabila berhasil mem-buat airmata penonton atau pembaca jatuh berderai lalu larut dalam keharuan. Namun di luar sorot kamera televisi dan tidak sedra-matis orang berebut sedekah, setiap hari di belahan bumi Selatan, ratusan petani dido-rong menuju ke liang kuburnya, tanpa kuasa menghentikan langkah mereka, karena ulah penyumbang yang lain. Oleh dermanya pe-nyumbang yang lain ini, yang lebih akbar daripada si congkak dari Pasuruan, merasa berhak untuk memaksakan apapun kepada pemerintah terpilih. termasuk di dalam-nya menekan pemerintah terpilih untuk menekan petaninya agar menanam komod-iti yang sesuai dengan apa yang menjadi ke-butuhan produksi di negara si penyumbang, atau pemerintah terpilih melarang petanin-ya sendiri untuk menanam jenis komoditi tertentu bahkan untuk dipakai sendiri kare-na hal ini akan mengganggu pasar ekspor negara-negara penyumbang. Daur setan seperti ini tidak akan pernah membuat negara miskin kekurangan sumber sumban-gannya, yayasan pengelola sumbangan akan terus dapat mempertahankan cita-citanya,

lomba mempelopori pembukaan pasar baru yang lapar dan konsumtif; penemuan segala mesin telah membuat tenaga manusia men-jadi tidak berguna (dilema buruh adalah pengecualian untuk ironi ini) berdasarkan hitungan kecepatan produksi dan pertim-bangan bahwa merawat mesin masih lebih murah daripada memberi makan budak dan menyediakan kandangnya.

Kemerdekaan bekas negeri-negeri kolo-ni pada abad 20 tidak serta-merta membuat perbudakan dan penghisapan berhenti di atas muka bumi ini. Atas nama perada-ban, atas nama astronot, atas nama uncle tom’s Cabin, dan atas nama persahabatan bangsa-bangsa, kita memang sudah ja-rang mendengar cerita tentang kapal-kapal yang menangkap manusia untuk diangkut ke tanah-tanah perkebunan (masalah per-budakan seks dan imigran murah adalah pengecualian untuk hal ini). Walaupun kedok Imperialisme sudah dilucuti oleh hukum besi sejarah, namun watak aslinya tetap tidak pernah berubah: Selatan yang kurang beradab akan selamanya dilihat se-bagai ladang penghasil bahan mentah dan kawasan basah tempat memasarkan limpa-han produksi mesin-mesin dari utara. tuas sejarah bukan hanya telah berganti opera-tornya tapi sekaligus berubah dalam me-nyesuaikan sudut pandangnya dalam me-nyelenggarakan penghisapan. Kita dewasa ini sedang berhadapan dengan operator yang mampu menyembunyikan hasratnya dan berlindung pada tatakrama seperti ini: raga yang diperbudak akan membuat hati pemiliknya tersakiti, tapi siapa yang peduli terhadap pikiran yang dikuasai?

Imperialisme dan operator barunya punya sejumlah cara untuk menjalankan apa yang mereka haluskan dengan sebutan perdagangan bebas di pasar terbuka, tapi intinya adalah membeli dengan murah ka-lau tidak dapat menguras – sebab sekarang bukan zamannya lagi perompakan, penca-plokan dan pendudukan (kasus Afghanistan

tapi petani dari Selatan akan terus berada dalam barisan yang membawa mereka ke liang kuburnya.

Dalam sebuah game bernama Be A Ty-coon, tentang bursa saham, di mana kita membeli satu perusahaan apabila harga jatuh dan menjualnya kembali ketika harga naik, ada sebuah industri bernama Fhilan-thropic Foundation. Dari sinilah saya me-mahami apa yang telah sering dibicarakan terutama oleh para penganut Mazhab Keter-gantungan, tanpa perlu mengutip pendapat mereka di dalam kolom ini, bahwa yayasan sumbangan sosial pun tidak pernah bebas dari bisa pasar bebas! Inilah inti dari dunia di mana jurang antara si miskin dan si kaya semakin dalam: terbukanya sebuah pasar baru untuk memperdagangkan di satu sisi adalah citra, sementara keikhlasan berada pada sisi yang lain.

Demi memelihara tegaknya tatanan yang sudah dirintis selama berabad-abad oleh orang sejenis Francis Drake, Hernando Cortes, dan James loudon dari satu penak-lukan ke penaklukan yang lain, pasar baru ini telah menemukan satu perkakas yang sangat canggih, setelah fase penghisapan si kaya atas si miskin menuju kekokohan-nya, yaitu suatu cara yang membuat si kaya dapat terus menghisap tanpa melukai hati si miskin.

Imperialisme Eropa dan Amerika utara membebaskan orang-orang Asia, Amerika Selatan dan Afrika dari perbudakan ragawi bukan lantaran ini dicapai sejalan dengan kemajuan peradaban dunia, kebebasan ragawi yang kita peroleh seperti sekarang ini saya kira berkat penyesuaian di dalam tubuh Imperialisme itu sendiri, oleh ironi seperti ini: penemuan segala mesin mem-buat produksi kian meningkat, pemilik modal menyadari bahwa sudah tidak mung-kin berjual-beli antarsesama mereka, selain jumlah pemilik modal terbatas juga akan membuat pasar semakin sesak, maka jalan yang ditempuh adalah dengan berlomba-

Page 9: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 9

dan babilonia adalah pengecualian) – ba-han mentah dari Selatan untuk bahan baku industri pertanian, perikanan, bioteknologi, farmasi, dan lain-lain; lalu menjual kem-bali hasil produksi tersebut ke Selatan yang buta teknologi dengan harga yang membuat seorang lintah darat kecil meninggalkan pe-kerjaan hinanya.

tapi bagaimana caranya melakukan penghisapan yang elegan ini tanpa mem-buat hati orang-orang dari Selatan terlukai? tentu saja jurus menangkap sekumpulan budak berbeda daripada apa yang harus dilakukan untuk mengendalikan pikiran orang banyak.

Penghisapan para pemilik modal de-wasa ini seperti sebuah hukum yang kerap dipakai oleh seorang penulis cerita detektif: sebelum menuju ke titik akhir pertama-tama yang harus dilakukan adalah dengan merangkai selogis mungkin hubungan se-bab-akibat antar kejadian, sehingga pem-baca akan terkejut tapi tidak akan pernah bertanya kenapa akhirnya begini atau begi-tu, bahkan terhadap penyelesaian yang pal-ing musykil. rancang bangun sebab-akibat yang masuk akal adalah alat bantu untuk membuat pembaca menerima dengan ikhlas atas apa yang terjadi dengan cerita.

teknik menulis cerita detektif ini disusun pertama sekali setelah berakhirnya Perang Dunia II, di suatu tempat bernama bretton

Woods. latar yang baik selalu harus selaras dengan motif. Dan negara-negara Selatan yang sedang dalam cobaan kemiskinan dan terobsesi oleh kemajuan dan pembangunan menyediakan latar dan motif sekaligus. tiga pembunuh telah disiapkan untuk saling bekerjasama melaksanakan episode paling mematikan di dalam sejarah umat Manusia ini. Pembunuh pertama adalah pihak yang mengatur tata-moneter dunia; pembunuh kedua adalah aktor yang mendanai proyek-proyek pembangunan di negara-negara Se-latan; dan pembunuh ketiga adalah pihak yang bertugas untuk mengendalikan arus perdagangan dunia. lalu bagaikan conquis-tador tiga Penghisap Darah ini bergerak ke seluruh dunia tapi tidak untuk menemukan sebuah Dunia baru melainkan sebuah dunia lama yang pernah ditemukan dengan mem-bawa motif baru yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Penyucian Jiwa kaum tak beradab.

tiga Pembunuh, mengingatkan saya pada novel Three Musketeers Alaxan-der Dumas, pertama-tama yang mereka lakukan adalah mengacaukan motif, sep-erti penjurusan motif dalam cerita detektif mengacaukan pemahaman pembaca tak berpengalaman, dengan menunjukkan ke-nyataan semu seputar kemiskinan dan ma-salah pembangunan yang menjadi beban pemerintah negeri-negeri bekas koloni beri-kut jalan keluarnya. Pembunuh Kedua yang

bertugas sebagai pihak yang mendanai proyek-proyek

pembangunan telah ber-peran banyak dalam mengacaukan motif ini sebelum Pembunuh Ke-

tiga masuk. Pembunuh Kedua tentu saja mem-punyai sejumlah pe-cundang yang hina, yang tak lain anak-anak terdidik negeri jajahan sendiri, yang dipera-lat untuk memegang tepi cermin palsu yang sedang mereka pertun-jukkan. Pada babak ini-lah dunia dipenuhi oleh penyumbang congkak seperti apa yang terjadi baru-baru ini di Pasuru-an. Ketika syarat-syarat ketergantungan telah dipenuhi dan penguasa negara yang penakut tak dapat mengelak oleh beban utang dan pengu-cilan, Pembunuh Ketiga

masuk dan memperli-hatkan kekejamannya.

Matarantai pengacauan motif seperti ini membuat kita menerima tanpa pamrih dan tidak merasa tersakiti sebab hukum sebab-akibat sudah berjalan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya kerelaan manu-sia Selatan menerima tanpa bertanya atas apapun yang terjadi adalah kunci yang men-yokong tegaknya imperium korporasi trans-nasional, di mana dengan mantra ajaib ini kekuatan Imperialisme dunia yang batas-batas kekuasaannya melampaui wewenang negara berhak memasang jaringan pipa minyak yang panjangnya melebihi janggut Nabi Khaidir, membangun sistem transpor-tasi seperti pelabuhan, rel kereta api, dan ja-lan hitam hotmix langsung ke mulut pabrik tempat pengerukan semen dan batubara be-rada. Politik pembangunan infrastruktur di negara- negera bekas koloni ibarat menyam-bung kembali kisah lama pembuatan jalan, irigasi, dan sekolah – untuk mengatasi tun-tutan revolusi Industri di utara – yang dimulai sejak diberlakukannya politik etis pada akhir Abad 19 dan permulaan Abad 20 dan sempat terputus oleh fajar kemerdekaan di Selatan.

tapi kaum developmentarisme Dunia Ketiga sudah lama tertipu oleh cermin palsu yang mereka pegang dan menyangka bah-wa pembangunan itu adalah murni untuk rakyat negara bekas jajahan sehingga mer-eka sampai sekarang masih tetap meme-gang cermin itu dan tak menyadari bukan hanya rakyat yang sedang menuju ke liang kubur tapi juga tangan mereka yang terluka dan penuh darah karena terlalu erat meme-gang tepi cermin itu. tapi di utara sendiri, beberapa kelompok seperti Max Haveelar di Eropa, tidak percaya atas apa yang sedang berlangsung di lahan-lahan pertanian di Se-latan, untuk itu mereka sedang mendorong apa yang mereka sebut sebagai perdagan-gan yang jujur untuk melawan perdagangan yang penuh kecurangan. Kelompok ini akan memberikan nilai kebenaran pada apa yang mereka makan sehari-hari, seperti pada pisang dari brazilia dan nenas dari ghana, dengan syarat apabil melalui transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Menutup tulisan ini, apa boleh buat saya harus mengotori kembali kolom saya ini dengan menyinggung untuk kesekian ka-linya tentang si penyumbang yang congkak di tengah-tengah kehidupan kita di Aceh: yaitu brr. Kalian memang tidak membuat puluhan orang mati seperti yang terjadi di Pasuruan, tapi apa yang kalian lakukan dan sebut sebagai developmentarisme itu cepat atau lambat akan mendorong orang Aceh ke hadapan maut yang lebih mengerikan dari-pada tsunami. Dengan saya, sampai jumpa di neraka, di mana Imperialisme tidak akan pernah tegak! [a]

Page 10: Majalah ACEHKINI #07

10

Wali Nanggroe Hanya di Kamus Tuaoleh MAIMuN SAlEH

Laporan: Asnawi Ali (Stockholm), Dedek Parta, Riza Oz dan Nurdin Hasan; Foto: Dokumen -GAM

UTAMA | WALI NANGGROE

Page 11: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 11

Wali Nanggroe Hanya di Kamus Tua

DINgIN MENEMbuS JAKEt. POHON-pohon apel di perkarangan klinik itu, kuyup dihembus angin musim gugur.belasan dera-jat Celsius cuacanya. Di ujung senja, tujuh anggota parlemen bertandang ke rumah berobat di Hägersten, 10 kilometer dari Stockholm– ibukota Swedia. “Sehari sebel-umnya mereka menghubungi saya,” kata dr Husaini Hasan, sang pemilik klinik.

tak ada bahasan medis.Di dalam klinik krem itu, romansa bergelinding. Mukhlis Mukhtar, ketua timpanitia khusus (Pansus) XI Dewan Perwakilan rakyat Aceh (DPrA), bahkan sempat melepas kangen dengan rekan satu SMA di Meureudu, Pidie, setelah sekian tahun tidak bertemu. Husaini me-mang mengundang lima warga asal Aceh yang selama ini menetap di Swedia, dalam pertemuan itu.

Pertemuan akhir Agustus silamitu bukan reuni. Husaini, bagi tim penyusu-nan rancangan qanun wali nanggroe, ini salah satu kunci. Dia dibujukuntuk merayu tengku Hasan Muhammad Ditiro–pimpi-nan tertinggi gerakan Aceh Merdeka—agar berkenan bertemu tim penyusun qanun wali nanggroe.

Sayang, dua jam lebih pertemuan hasil-nya nihil. Husaini tak bisa menyanggupi. bahkan melunturkan semangat anggota Pansus. “Jangankan anda yang jauh-jauh baru saja datang ke sini, kami saja yang su-dah puluhan tahun tidak pernah bisa jum-pa lagi dengan Hasan tiro,” jawab Husaini pada delegasi DPrA.

bak kata pepatah ‘tak ada rotan akarpun jadi,’ tim Pansus justru menanyakan pen-dapat Husaini ihwal qanun wali nanggroe. lagi-lagi apes, Husaini malah menanggapi dingin. Dengan diplomatis, dia menyatakan penolakannya terhadap isi qanun. bahkan, ia menyudutkan tim Pansus. “untuk apa lagi capek-capek ke belanda,” ujarnya.

Pertemuan Hägersten ini sebenarnya juga tak mulus. Serangkaian rencana telah buyar. Mulanya, Pansus mengundang Hu-saini Hasan dan pengikutnya bertemu di Kedutaan Indonesia, Stockholm. tapi, tokoh gerakan Aceh Merdeka angkatan 1976 yang menjabat menteri pendidikan dalam struk-tur kabinet Hasan tiro itu menolak. begitu juga saat lokasi pertemuan dipindahkan ke Scandic Hotel, juga ditolak.

Menurut Mukhlis Mukhtar, pihaknya juga tak pernah ketemu dengan tokoh gAM di Swedia. bukannya tak dihubungi, tetapi para petinggi gAM memang tak mau ber-jumpa. bahkan dr Zaini Abdullah, mantan menteri kesehatan dan luar negeri gAM, adalah orang pertama yang dihubungi sete-lah tim sampai di Stockholm.

Zaini, selain menolak untuk berjumpa, juga enggan membantu Pansus bertemu Ha-san tiro. ”Kalian jangan ketemu saya, kalau saya ketemu kalian nanti saya akan disiram oleh orang Aceh,” kata Mukhlis mengulang

Page 12: Majalah ACEHKINI #07

12

ucapan Zaini Abdullah.Pernyataan Zaini, tak membuat tim

Pansus mengurungkan niat mereka. lagi pula sebelum berangkat, Mukhlis terlanjur sesumbar dimedia massa. Katanya, “persia-pan sudah sangat matang, maka Pansus-XI DPrA tetap berangkat.”

Memang Pansus telah bertekad mewu-judkan keinginannya bertemu Hasan tiro, yang disahihkan sebagai wali nanggroe oleh gerilyawan gAM. Di hari yang lain, dipandu rekan sekampung Mukhlis Mukhtar, yang ditemui dalam pertemuan Hägersten, tim Pansus bertandang ke kawasan Albyvägen 11, Alby, Norsborg. “yang itu rumahnya,” ujar si pemandu sambil menunjuk ke lantai lima sebuah apartemen, yang tak lain ada-lah kediaman Hasan tiro.

Seperti dugaan banyak pihak, termasuk Husaini Hasan, anggota tim Pansus tidak beruntung. Jangankan bertemu, Hasan tiro pun tak terlihat. Agar tak rugi jalan, anggota dewan mendadak seperti wisatawan. Sesi berfoto-foto ria berlangsung, latarbelakang-nya tentulah apartemen berwarna coklat itu.

upaya bertemu Hasan tiro juga dicoba melalui jaringan diplomat Indonesia di Swe-dia, tetapi tetap tak berhasil. “beliau dalam kondisi sakit yang harus berobat rutin di se-buah rumah sakit,” jelas Duta besar(Dubes) Indonesia untuk Swedia, linggawati Ha-kim. Maklum, usianya kini sudah 83 tahun-dan dikabarkan pernah terserang stroke. tapi isu sakitnya Hasan tiro, bohong. ”yang tidak mau bertemu sebetulnya bukan Hasan tiro, tetapi lingkaran terdekat beliau,” tim-pal Mukhlis Mukhtar.

tak hanya foto kediaman ‘wali’ hasil kunjungan ke Swedia. Menurut Mukhlis, pi-haknya juga meraup banyak masukan dari masyarakat Aceh di sana. Caranya, dengan menggelar pertemuan di Kedutaan rI dan Scandic Sergel Plaza Hotel. Di Malaysia, pengumpulan aspirasi juga dilakukan lewat pertemuan di Kedutaan rI, Kuala lumpur.

***

gAgAl bErtEMu HASAN tIrO tAK membuat tim Pansus patah arang. Mereka lalu memburu ragam literatur di belanda. Salah satu yang dituju, pustaka universitas leiden. berbagai buku kuno dibaca, dianta-ranya De Inrichting van het Atjehsch Staat-bestuur Onder het Sultanaat, karya K.F.H Van langen. buku yang berisi susunan pe-merintahan Aceh masa kesultanan ini, tak memberi titik terang.”tidak ada istilah Wali Nanggroe di sini,” jelas Mukhlis Mukhtar.

buku yang ditulis J.Jongenjans tahun 1939 juga disibak Pansus. Hasilnya juga nol, tak ada ‘wali’. buku berjudul Land en Volk van Atjeh Vroeger en NU (Negeri dan ra-kyat Aceh dahulu dan sekarang) itu, lebih fokus pada bahasan pembagian wilayah ke-

rajaan serta peran ulama.Selain itu, Pansus menelusuri buku karya J. Kreemer berjudul Atjeh setebal 1406 halaman. Walau ber-cerita tentang sejarah Aceh lampau hingga tahun 1910, juga tak ada kata wali nanggroe di sana.

Menariknya, istilah wali nanggroe jus-tru baru ditemukan di halaman 1271 kamus Atjehsch-Nederlandsch Woordenboek (Ka-mus Aceh-belanda) Jilid II. r.A Hoesein Djajadiningrat, penulis kamus keluaran tahun 1934, mengartikan wali nanggroe:bestuurder Van een land van een gebied (penguasa sebuah negeri). “Juga diconto-hkan sama dengan istilah landvoogd atau gubernur jenderal,” jelas Mukhlis Mukhtar.Namun, namanya juga kamus.tentu di sana tetap tidak ada paparan riwayat, kewenan-gan, struktur dan kedudukan wali nangroe yang dicari-cari tim Pansus.

Para legislator Aceh juga melaporkan bahwa mereka telah mewawancarai Prof. Dr. teuku Iskandar di leiden.Ahli sejarah dan kebudayaan Aceh ini mengaku pernah men-dengar istilah wali nanggroe, tapi bagaima-na kedudukan, fungsi dan wewenangnya tidak pernah dia temukan dalam literatur-literatur belanda.

Istilah wali nanggroe hanya pernah dite-mukan saat belanda membentuk negara-negara federal (negara boneka) pada era revolusi kemerdekaan Indonesia 1945-1949.Pimpinannya disebut “wali negara”, seper-ti wali negara Sumatera timur, dr tengku Mansur.

Dari pertemuan itu membuat teu-ku Iskandar terjangkit penasaran. Pada Pansus,dia berjanji akan ‘memburu wali’ di Algemene rijk Archief (ArA), pusat arsip terbesar di Den Haag. tetapi sampai para-anggota dewan pulang ke Aceh, tak ada ka-bar dari Iskandar apakah ‘perburuannya’ berhasil menemukan titik terang atau tidak. Dia berjanji bila ditemukan, akan mengin-formasikan kepada tim Pansus.

Sementara Pansus terus melanjutkan pencarian literatur ke museum broen beek di Arnheim. Pemandu mereka, Kolonel J.C.l bolderman yang tak lain pimpinan museum, dan ajudannya, Jan en Ceciel Av-eersteeg yang fasih bahasa Indonesia.Alih-alih memperoleh literatur wali nanggroe, para wakil rakyatmenemukan meriam lada Sicupak dan bendera kerajaan Aceh saat pe-rang dengan belanda.

Mev. Adriaans, petugas perputakaan hanya bisa menunjukkan buku The Atjehers karya C. Snouck Hurgronje, tahun 1894. Se-lain itu juga ditunjukkan buku g.W.J Dre-wes dan P. Voor Hoeve yang bercerita soal adat Aceh. Singkat cerita, Pansus tak mene-mukan literatur tentang wali nanggroe dari hasil lawatan ke beberapa museum di negeri bekas penjajah itu.

***

KAlAu DI SWEDIA ANggOtA DPrA membawa pulang foto apartemen Hasan tiro, nah dari belanda ada foto kapal pe-rang. Namanya KrI Sultan Iskandar Muda. Kapal ini diresmikan operasionalnya di ga-langan Kapal Holland, di Vlissingen. Walau diambil dari nama raja Aceh yang terkenal itu, kapal tersebut tentu tidak ada sangkut paut dengan wali nanggroe.

Mukhlis Mukhtar sama sekali tak sesal atas hasil yang diperoleh dari kunjungan kerja tim yang dipimpinnya. Menurut dia, kunjungan yang menghabiskan biaya rp 1,4 milyar itu pantas dilakukan. Pasalnya, “se-cara logikal teknis yuridis, harus bertemu dan meminta tanggapan langsung Hasan tiro,” jelas Mukhlis Mukhtar. Dalihnya, saat proses perundingan putaran ketiga antara pemerintah Indonesia dan gAM di Helsinki, Finlandia, disepakati bahwa wali nanggroe pertama adalah Hasan tiro.

Tim Pansus DPRA di klinik dr Husaini.

UTAMA | WALI NANGROE

ATAS: DOK-HUSAINI HASAN; KANAN: ASNAWI ALI

Page 13: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 13

lau sultan, kan tak cocok lagi kalau kita buat di Aceh, karena sudah lama tidak ada sul-tan. Makanya kita sarankan menganut sep-erti yang Dipertuan Negeri,” ujarnya.

Ibrahim juga tahu, wali nanggroe tidak dikenal dalam sejarah Aceh. Asal usul dua kata itu sendiri sebenarnya, hanya sebutan para gerilyawan gAM pada pimpinan ter-tinggi mereka. Fungsinyapun tak serumit seperti yang dibayangkan rakyat Aceh sela-ma ini. “Waktu kami ingin berpisah dengan republiken, yang dipertua daripada ma-salah itu adalah wali nanggroe,” katanya.

Nasi telah jadi bubur. Cerita kunjungan luar negeri anggota legislatif selesai. tapi kisah Pansus mengadon qanun ‘wali’ belum tamat. Aksi itu akan dimulai selepas Idul Fitri nanti. Selama ramadan, mereka me-mutuskan untuk “istirahat.”

“Agenda lain yang tersisa, mengun-dang Hasan tiro ke Aceh,” ungkap Mukhlis Mukhtar. “Kami usahakan pada Idul Fitri ini, untuk lebih mempererat silaturahmi.” Agenda itu, kata dia, keputusan rapat Pan-sus dan telah dikomunikasikan dengan Wakil gubernur, Muhammad Nazar. Se-lain itu, Pansus akan kembali melakukan kunjungan kerja ke Kutai, Jogjakarta, Solo dan riau. Juga akan ada pertemuan dengan ulama. Semua itu dalam upaya merampung Qanun Wali Nanggroe.

rabu, 24 September silam, sebuah konferensi pers digelar di kantor Partai Aceh. yang bicara kepada wartawan adalah Ibrahim dan Ketua Partai Aceh, Muzakkir Manaf. Ibrahim menyatakan Hasan tiro dijadwalkan mengunjungi Aceh pada 11 Ok-tober 2008 mendatang.

Muzakkir menambahkan rencana kepu-langan Hasan tiro itu sama sekali tak ada kaitan dengan undangan dari pihak mana-pun, tapi “atas persetujuan diri sendiri dan gAM di dalam negeri.” Selama di Aceh, deklarator Aceh Merdeka itu akan bersi-laturrahmi dengan masyarakat Aceh. Mu-zakkir, yang juga Ketua KPA, menyatakan, pihaknya sudah berkoodinasi dengan pihak kepolisian menyangkut pengamanan tokoh yang telah berusia 83 tahun itu.

bila rencana tersebut terwujud, ini adalah kepulangan Hasan tiro pertama setelah 30 tahun menetap di luar negeri. Kerinduan kampung halamannya telah lama membuncah di benak Hasan tiro. Dari sejumlah orang yang pernah menemuinya, keinginan pulang selalu diungkapkan to-koh, yang di kalangan gAM dikenal sebagai wali nanggroe.

Ketika zaman perang masih membara, ung kapan wali nanggroe hanya terdengar sa-yup dari gerilyawan gAM. “Peunutoh wali” begitu sering bergaung. Atas dalih mencari peunutoh wali pula, tim Pansus ‘tamasya kerja’ ke luar negeri. Di belanda, wali nang-groe hanya ada di kamus tua. Namun di Aceh, wali nanggroe punya kuasa. [a]

Pusing tim Pansus berlipat. Qanun ini masuk prioritas Program legislasi Aceh (Prolega) yang harus diselesaikan tahun ini. Dilain sisi, gAM yang dinilainya sangat ber-kepentingan dengan qanun ini justru tidak menyokong. termasuk Irwandi yusuf, gu-bernur Aceh yang dikenal sebagai juru pro-paganda GAM ketika konflik masih men-dera, terkesan buang badan.

Irwandi, mulanya mendukung rencana kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Awal Juli silam, dalam sebuah pertemuan tertutup antara gubernur dengan tim Pan-sus, Irwandi bahkan menyatakan akan ikut serta bersama tim wakil rakyat ke Swedia untuk bertemu Hasan tiro.

Dua pekan setelah pertemuan itu, ter-bitlah sebuah rekomendasi gubernur Aceh bernomor 098/25067. Menyusul kemu-dian, rekomendasi gubernur Aceh Nomor 098/32167 pada Agustus lalu. Dua surat rekomendasi ini yang menjadi modal bagi Pansus untuk bergerak. tak ayal, Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto, juga mengelu-arkan izin prinsip bernomor 099/2489/SJ pertengahan Agustus lalu bagi keberang-katan tim Pansus wali nanggroe ke Swedia dan belanda.

tak disangka Mukhlis Mukhtar, Irwan-di yusuf justru menganulir dukungannya sehari menjelang keberangkatan tim. Dari Singapura, saat menjalani perawatan medis, dia meminta Husni bahri tOb, Sekretaris Daerah Aceh, agar meneruskan pesannya ke Mukhlis Mukhtar.

Sejatinya, dalam rombongan itu juga ikut wakil Pemerintah Aceh dan utusan dari Komite Peralihan Aceh (KPA) –tempat ber-naungnya para bekas kombatan gAM. tapi apa lacur, dua perwakilan KPA yang telah dimasukkan namanya dan utusan eksekutif membatalkan ikut menjelang hari keber-

angkatan.Ibrahim Syamsuddin, jurubicara KPA,

membenarkan jika ia sempat dimasukkan dalam tim yang berangkat. Namun karena tak ada kepastian bertemu Hasan tiro dan ada agenda lain yang lebih mendesak, dia memutuskan tidak ikut. Pria yang akrab disapa Ibrahim KbS mengaku bahwa diri-nya bersama yahya Muaz adalah tim ahli dalam penyusunan qanun wali nanggroe.

Karena tim Pansus tetap nekat berang-kat, akhirnya Ibrahim pun menjadi bagian dari orang yang berseberangan dengan Pan-sus. Ketika dikonfirmasi ACEHKINI, akhir September lalu, dia mengaku sempat mela-rang tim Pansus ke luar negeri.

“Sudah diberi sinyal sebelum berang-kat,” kata Ibrahim. “tapi mereka tak dengar. Seharusnya mereka tidak memaksa ke-hendak dan ngotot menyelesaikan qanun itu.” Alasannya, masa kerja anggota DPrA sekarang hanya tinggal sebentar lagi.

Dia juga mengaku pernah menyaran-kan agar qanun wali nanggroe benar-benar berkualitas dan efisien sesuai keinginan masyarakat. Dalam beberapa pertemuan yang digelar di Aceh dan Jakarta sebelum tim Pansus melawat ke luar negeri, jelasnya, kehendak masyarakat Aceh hampir sama dengan yang diinginkan KPA yaitu qanun wali nanggroe berwibawa dan berkualitas. “Kon sebatas basa-basi jak peureutek ie on watee buka lueng atawa rapai uroh,” ujar Ibrahim.

Dia mengharapkan substansi qanun wali nanggroe mengadopsi sistem yang ada di negeri jiran Malaysia, yakni yang Dipertuan Negeri yang bisa memposisikan diri sebagai pemersatu berbagai kepentingan etnis. “Ka-

Alby Centrum, pusat pasar tempat Hasan Tiro sering membeli koran

Page 14: Majalah ACEHKINI #07

14

lElAKI Itu MEMbuKA PINtu tEPAt pada waktunya. Dia terlihat rapi dengan jas hitam, kemeja putih dan dasi marun. ram-butnya, yang hampir semuanya memutih itu, disisirnya serong. Kumisnya tercukur rapi. Dia memakai kacamata. Di balik lensa bening itu, ada kerut bergelayut di bawah kelopak mata.

Dia masih gesit, meski batang usia su-dah tinggi. Siang itu, pukul 2 waktu Swedia. tangannya menarik gerendel pintu yang pada daunnya tertempel namanya sendiri: “teungku Hasan M. Ditiro”. Dia mengeng-gam berlembar surat.

Dialah Hasan di tiro, Presiden Acheh Sumatra National liberation Front (ASN-lF), bekas orang paling dicari sewaktu Aceh tenggelam dalam konflik bersenjata. Berdiri gagah di depan pintu, Hasan menyapa ACEH-KINI yang datang berkunjung ke rumahnya, Selasa, 9 September silam. “Please coming,” ujarnya. Suaranya agak parau.

Sebulan sebelumnya, pintu rumah itu tertutup rapat. Padahal, bulan lalu dia men-jadi orang paling dicari setelah Aceh damai. Setidaknya, oleh sejumlah anggota Dewan Perwakilan rakyat Aceh (DPrA). Para ang-gota Pansus XI itu, ingin meminta pendapat-nya ihwal Qanun Wali Nanggroe. Namanya terlanjur dikultuskan sebagai pemangku

pertama jabatan itu.berbagai cara sudah ditempuh para

legislator itu. Dari merayu ‘tangan kanan’ Hasan tiro, sampai membujuk Dubes Indo-nesia untuk Swedia mengurus pertemuan. Hasilnya, nihil. Cuma beberapa lembar foto apartemen tempat ‘sang Wali’ berdiam. Itu-pun dipotret dari seberang jalan raya.

Padahal, perjalanan para wakil rakyat itu sudah menghabiskan ongkos rp 1,4 milyar. tentu, itu semua uang negara. Misi yang gagal itu sampai kini masih dikecam banyak pihak. tak sukses mempertemukan tim Pansus dengan ‘wali nanggroe’, Dubes linggawati Hakim pun cari alasan lain. Hasan tiro dikabarkan sakit-sakitan.

tapi, lelaki yang berdiri di depan pintu itu tak tampak sakit. Dia juga tak bertong-kat. Dia bahkan menuntun reporter maja-lah ini ke ruang tamu. tak terlihat ada kursi roda di bilik itu. Di pojok, teronggok sepeda statis untuk berolah raga.

Di meja kerjanya, tegak vandel kecil ben-dera gAM. Di kanan, terpajang foto teungku Chik Di tiro serta Cut Nyak Dhien. Di meja itu pula ia menaruh kertas, map, dan doku-men di samping miniatur bola bumi.

Apartemennya tak luas, hanya sekitar 100 meter persegi. lantainya bersih, walau dia tinggal sendiri. tak ada meja tanpa bu-

nga. tak ada bagian dinding tanpa foto. Dari jendela, biru danau Malaren menarik mata.

Setelah mempersilahkan duduk di sofa kuning, dia memulai perkenalan. Di luar, angin danau membentur jendela.

“Kamu tinggal di Swedia?”, dia bertanya dalam bahasa Inggris.

“benar, tapi saya tak tinggal di Stock-holm. Saya tinggal sekitar 250 kilometer arah barat kota ini,” jawab reporter majalah ini.

“lihat itu,” Hasan tiro mengacung-kan jari, menunjukkan foto kegiatannya di Amerika Serikat. tak jauh dari meja ker-janya, ada meja kecil sesak kliping media. Di atas meja itu, terpampang pose puluhan tentara berbaris tiga dengan senjata menun-juk langit. Di depannya, duduk Hasan tiro di sebuah kursi. ”Itu foto saat kami di lib-ya,” katanya. Samar terlihat badge bertulis-kan, ‘tentara Negara Aceh Wilayah Pasee.’

Foto Dora, perempuan asal Amerika mantan istrinya juga di sana. tak jauh dari situ, terlihat seorang anak kecil memegang mainan. ”Ini Karim, saat kecil,” jelas Hasan tiro dengan tatapan penuh kerinduan. Karim tiro, sekarang menetap di Cincin-nati, negara bagian Ohio, Amerika, dan

30 Menit Bersama Hasan Tiro

oleh MAIMuN SAlEH dan ASNAWI AlI (stockholm)

Apartemen Hasan Tiro

UTAMA | WALI NANGROE

ATAS: ASNAWI ALI; KANAN: W & TH

Page 15: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 15

30 Menit Bersama Hasan Tiro

bekerja sebagai dosen sejarah di universitas Xavier.

ACEHKINI yang coba me lacak keberadaan Karim, berhasil mengontak melalui telepon dan e-mail. Dalam pembicaraan telepon, Karim menjawab, ”Saya harus meng-hubungi bapak saya dulu sebe-lum memberikan komentar me-nyangkut dia.”

Sedangkan dalam balasan e-mail, ia menghargai ketertarikan ACEHKINI untuk menulis ke-hidupannya. “tapi, saya tak bisa merespon permintaan media untuk saat ini,” tulisnya. tak dijelaskan alasan ia tidak mau berbicara detil. Seandainya dia berse-dia menjawab, tentu publik Aceh tahu ke-hidupan satu-satunya putra Hasan tiro dari hasil perkawin annya dengan Dora.

***

“SAyA AKAN PulANg KE ACEH bulAN depan.” Entah apa yang menggelayut dalam benak Hasan tiro. Kalimat itu sering dilon-tarkan spontan. Dia tampak tak pernah putus mengikuti berita dari kampung ha-lamannya. Sejumlah media cetak terbitan Aceh, ada dalam ruang ini. Dia rupanya ra-jin membingkai cover story dari media yang meliput perjuangannya. Koleksi terbarunya, cover sebuah tabloid berjudul, “Siapa Wali Nanggroe?”

Hasan tiro suka mengangkat jarinya sebagai pertanda ‘jangan bahas’, apabila ditanya pendapatnya soal perkembangan Aceh. bila tak memberi ‘kode jari’, dia lang-sung mengalihkan pembicaraan. bila berke-nan, ia hanya menjawab singkat.

“bagaimana Anda melihat politik Aceh ke depan,” kata ACEHKINI.

“Kita akan lihat nanti,” dia menjawab sambil tersenyum.

“Apa pendapat Anda tentang Mou Hel-sinki. Anda cinta damai?”

“ya, tentu saja,” ujarnya. Setelah jawaban itu, dia menunduk-

kan wajahnya sambil menggumam dengan nada bahagia, ”Saya akan segera pulang ke Aceh.”

Seolah tak ingin pembahasan larut, dia justru memilih menjadi guide berkeliling melihat foto seisi rumahnya. Dia menunjuk foto saat dia sedang berbincang dengan Kurt Waldheim, diplomat asal Australia yang jadi Sekretaris Jenderal Perserikatan bangsa-bangsa tahun 1972.

Di sampingnya, ada foto kegiatannya di Denhaag yang dimuat media. Koran ber-bahasa Belanda menulis profil Hasan Tiro. Kliping media juga masuk ruang makan. Di dinding dekat meja, koran terbitan tahun 1990 hingga 2000 dipajang. Itu wilayah yang didominasi koran Swedia yang sudah terlihat

l e c e k , dan mulai meluntur.

”Kamu harus lihat itu!” ketusnya.lalu, dia menggiring ke sisi kanan ruang

tamu. ruang ini tempatnya menyimpan do-kumen-dokumen. Persis perpustakaan. Di tempat ini, dia ‘pamer’ foto pawai referen-dum di sebuah desa. Dalam foto itu, bendera gAM berkibar. Dalam keramaian sejumlah pemuda mengangkat spanduk free Aceh.

raut panglima gAM teungku Abdullah Syafi’ie, sedang memimpin milad GAM ada di sini. Walau sudah diketahui umum pe-tinggi angkatan perang ini telah meninggal dunia, Hasan tiro mengulang kisah dengan hikmat.

Ada juga foto artis seksi asal Aceh, Cut Keke sambil memegang senjata AK-47 ber-sama Abdullah Syafi’ie. Ruangan ini lebih dikhususkan untuk foto-foto asal Aceh. Saat asyik melihat foto, tiba-tiba Hasan tiro menghilang.

Dia masuk kamar tidur. lalu, sejenak kemudian kembali dengan tas jinjing me-nyerupai tas laptop. Isinya dua buku ber-bahasa belanda dan Inggris. Dalam buku berbahasa belanda itu, terselip selembar

fotonya saat muda, dan teungku Chik di tiro. “Itu kakek saya,” jelasnya tersenyum.

Dia juga memperlihatkan bu-letin berbahasa Inggris. Di kulit berwarna hijau yang bertuliskan Mathabah Alamiyah itu, terli-hat Hasan tiro duduk di depan khalayak menyerupai konferensi pers. ”Itu ketika saya di libya,” katanya.

Hasan tiro memang per-nah diangkat sebagai ketua bagian politik Mathabah Alamiyah, organisasi revolu-sioner pemerintah libya untuk mendukung berbagai perjuangan kemerdekaan dan anti-imperialis di seluruh dunia. Kala men-jabat posisi itu, Hasan tiro sempat dikirim pemerintah libya ke Chad, Portugal, Ethio-pia untuk menyelesaikan konflik.

Sebelum menutup kembali tasnya, ia memberi tiga lembar kertas. Isinya, dua lembar salinan pidatonya tertanggal Stock-holm, 27 Agustus 2001. Selembar lagi, foto-kopi peta ”The Funeral of Sultan Iskandar Thani in Aceh, 1641.”

Seperti tersadar ada yang luput diker-jakannya, ia melirik kembali jam di lengan kanannya. Pukul 2.30 waktu Swedia. Dari cara dia melihat jam, itu isyarat waktu berkunjung telah habis.

Hasan tiro mengantar sampai ke depan lift. lelaki itu masih gesit, meski usianya sudah 83 tahun. berbeda saat dia membuka pintu rumah, kali ini dia tak lagi menggeng-gam surat. Dari dalam lift, terlihat dia terse-nyum sambil tangannya melambai. Dengan suara parau, dia berkata, “You may come again next time.”[a]

Page 16: Majalah ACEHKINI #07

16

Kenangan Seorang Sahabat

DEburAN OMbAK yANg SEDANgmencium bibir pantai, sayup-sayup terden-gar dari kejauhan. Petang itu, Selat Malaka, sedang tak garang. Hembusan angin sepoi-sepoi usai mencumbui pantai, menyapu nyiur melambai dan membawa kesejukan. Hanya ada satu rumah di situ, diapit rim-bunnya pohon kelapa dan pisang. Di depan rumah berkonstruksi beton, teronggok bu-ing rumah, agak kecil. terlihat jelas bekas kebakaran.

tidak terlihat rumah lain dalam radi-us satu kilometer. Satu-satunya rumah di situ, hanya milik tengku Muhammad us-

man lampoh Awe. Petang itu, lelaki beru-sia 74 tahun itu sedang menikmati senja di rumahnya di Desa blang raya, Kecamatan Muara tiga, Pidie. Ia duduk di kursi goyang dari rotan di sisi belakang rumah.

Di dinding teras, dekat pintu masuk ter-gantung sebuah foto yang di dalamnya terli-hat pemilik rumah bersama Irwandi yusuf, gubernur Aceh hasil pilihan rakyat, akhir 2006 silam. Masuk ke dalam rumah, beber-apa foto ukuran besar tergantung di dinding ruangan luas.Ada foto kenangan masa lalu, ada juga yang baru.Di antaranya ada satu foto, yang terdapat pemilik rumah bersama tengku Hasan Muhamad Ditiro.terlihat ke-kerabatan antara keduanya, sejak lama.

Masih segar dalam ingatan Muham-mad perangai Hasan tiro yang di kalangan anggota gerakan Aceh Merdeka (gAM) dike n al sebagai wali nanggroe. Suatu hari usai deklarasi Aceh Merdeka tahun 1976, ia menyodorkan selembar surat kepada Hasan tiro.

Sebelum tiro membaca, dia menyuruh Muhammad mengecek kembali surat. “Coba baca dan periksa dulu,” perintahnya. Seke-tika, Muhammad menjawab sudah dua kali membacanya.

“Coba baca lagi,” ujar tiro. Muhammad pun terpaksa membaca lagi surat yang dik-etiknya dengan mesin tik. usai membaca untuk ketiga kalinya, dia menyodorkan su-rat itu kepada deklarator Aceh Merdeka.

tiro membacanya dan menyapu huruf demi huruf yang tertulis di atas kertas terse-but. Aha, tiro menemukan satu kesalahan yang diperbuat Muhammad. Di surat itu, ia lupa membubuhi satu tanda koma.

“berapa bulan sudah kalian bersama saya?” tanya tiro kepada Muhammad dan Darul Kamal. Dua orang kepercayaan tiro

itu hanya terdiam. tiro lalu bilang, “tanda koma sama posisinya dengan huruf-huruf lain, sama dengan huruf A, b, C. Kenapa dihilangkan?” ujar tiro dengan intonasi tinggi.

Setelah mendapat teguran itu, Muham-mad dan kawan-kawannya sangat hati-hati bila mengetik surat. Di matanya, tiro tak hanya telaten, tapi juga sangat rapi dan te-gas. Satu ketika usai mendeklarasikan Aceh Merdeka, Hasan tiro menerima surat dari seseorang yang meminta jabatan.

Surat pertama dan kedua didiamkan saja. baru pada surat ketiga, ia mengutus Muhammad dan Ir Asnawi Ali mengecek latar belakang orang yang meminta jabatan tersebut. “Sebelum kita mengangkat ses-eorang sebagai pemimpin, kita harus tahu dulu apa yang sudah diperbuat orang itu,” kata tiro. Kalimat tersebut sampai sekarang masih membekas di benak Muhammad.

yang juga paling diingatnya dari sosok Hasan tiro adalah kerapian. Ia adalah sosok pekerja keras, tak kenal lelah dan mempun-yai watak yang keras. tak jarang, Muham-mad dimarahi tiro. tapi, tak sembarang orang yang dimarahi. “Saya, Darul Kamal, dan Dr Husaini Hasan yang sering dimarahi Wali,” jelas Muhammad kepada ACEHKINI, beberapa waktu lalu.

Ketiga orang inilah yang sering men-jadi sasaran jika tiro marah. Menurut Muhammad, Hasan tiro berani memarahi

oleh FAKHrurrADZIE gADE

Tgk Muhammad Usman Lampoh Awe

UTAMA | WALI NANGROE

KIRI: DEDEK PARTA-ACEHKINI; ATAS: DOK-GAM

Page 17: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 17

mereka karena, “kamoe ureueng dalam, hahaha..”ungkap Muhammad.

Mungkin karena “orang dalam” pula ketika Hasan tiro pulang ke Aceh tahun 1976, setelah berbilang tahun menetap di New york, Amerika Serikat, orang pertama yang dicarinya adalah Muhammad. Seperti ditulis dalam bukunya The Unfinished Di-ary, setelah berlabuh di Kuala tari, Keca-matan Kembang tanjong, Pidie, tiro lang-sung mencari Muhammad sebelum “naik gunung.”

Menurut Muhammad, Hasan tiro juga sangat memperhatikan kesempurnaan ker-ja. Pernah, saat pindah asrama (maksudnya markas –red), tiro langsung memulai kerja. Padahal, hari itu sudah larut malam. “Kalau pindah asrama, yang pertama dikerjakan adalah membuat meja,” kata Muhammad.

tiro juga selalu memberi contoh baik ke-pada mereka.usai bekerja,dia selalu mem-bereskan meja kerjanya. Nyaris tak ada satu kertas pun yang tercecer di meja dan ruang kerja. begitu juga, jika mau menulis surat, selalu dilakukan tiro saat surat tersebut mau dikirim atau dititip.

“biasa ditulis waktu pagi atau waktu mau berangkat,” jelas Muhammad. “Ini di-lakukan biar kalau digerebek musuh, tidak ditemukan barang bukti apa pun.”

Sifat kehati-hatian tiro karena yang dipimpinnya adalah gerilyawan. Sebelum mendeklarasikan Aceh Merdeka di gu-

nong Halimon, Pidie, 4 Desember 1976, dia pernah mengikuti pendidikan non-formal taktik gerilya.Metode gerilya ini pula yang diterapkan tiro saat mendidik angkatan bersenjata pertama Aceh Merdeka di kamp tanzura, libya. Makanya, dia mewanti-wanti bawahannya untuk selalu sigap dalam segala kondisi.

Meski berwatak keras, tiro tak arogan dalam memerintah. Muhammad pernah di-suruh membuat sketsa pekerjaan yang akan dilakoninya. Saat itu, tiro menyuruhnya menyebarkan selebaran keberadaan Aceh Merdeka di Medan. Sebelum dia melak-sanakan tugas, tiro terlebih dulu bertanya strategi yang akan dipakai Muhammad: sia-pa yang akan ditemui, melalui jalan mana akan ditempuh.

Saat itu, Muhammad menyebutkan beberapa orang dan kawasan yang akan dikunjunginya. Ada beberapa target yang disebutnya dibatalkan tiro.Pernah juga, saat menerima tugas lain, Muhammadmen-gajukan protes karena tiro tak pernah me-nentukan target yang jelas.

“tengku, kenapa tidak ditetapkan saja. tinggal kami jalankan saja,” protesnya suatu ketika.

“Saya tidak mau orang menipu saya. Ka-lau saya tentukan, nanti kalian tidak bisa menjalankannya,” tiro memberi alasan, “tapi kalau kalian yang tentukan, pasti bisa dilaksanakan.”

Itulah sekelumit kenangan Muham-mad selama tiro berada di Aceh setelah mendeklarasikan pemberontakan terhadap Jakarta.Setelah berangkat lagi ke pengasin-gan di Amerika, sampai akhirnya menetap di Swedia,mereka tetap saling berkomu-nikasi.Maklum, selain keterikatan secara garis perjuangan, keduanya mempunyai hubungan darah.Mereka adalah sepupu.

Muhammad termasuk salah satu orang yang berani membantah Hasan tiro. Dalam sebuah rapat di rumah tiro di kawasan Alby, Stockholm, Swedia, tiro pernah ter-lihat sangat marah, karena para gerilyawan gAM dinilai tak lagi gesit dalam melawan pasukan pemerintah Indonesia.

Orang kepercayaan yang diserahi man-dat menjabat Menteri Keuangan gAM dalam kabinet tiro dan hampir sepertiga hidupnya dihabiskan dalam penjara,ingat betul saat tiro bilang, “Awak Aceh njoe sabe idiot.” Hasan tiro sering memakai kata idiot untuk menilai orang bodoh.Kata itu biasanya dulu juga seringdiucapkan saat tiro menyerang Indonesia.

Mendengar pernyataan ini, Muhammad unjuk bicara. “tengku sudah lama tidak be-rada di Aceh,” katanya. Dia lalu mencerita-kan kondisi kekinian Aceh, tentu yang tak diberitakan media massa. Misalnya, Mu-hammad menceritakan bagaimana perso-nel gAM menguasai Kota Idi, Aceh timur. “tapi setelah itu, dalam radius beberapa ki-lometer, tentara akan menyerang. Abeh ma-nok, abeh naleung, abeh rumoh.Semuanya musnah,” kata dia.

Mungkin, lanjut Muhammad, beberapa tahun kemudian Aceh akan merdeka seperti yang diidam-idamkan dan diperjuangkan mereka. “Apa gunanya lagi? Di kampung yang ada hanya orang tua renta, hanya ada tanah lapang tak berumah? lalu untuk apa lagi merdeka kalau sudah begini,” sebutnya.

Hasan tiro terperangah mendengar “ce-ramah” karibnya itu.tiro hanya bisa mon-dar-mandir di ruangan sambil menggigit gagang kacamatanya. “Kalau begitu, kita harus ubah strategi,” katanya.

“Sebelum ada restu dari tengku, kita di Aceh sudah mengubah strategi. Apa yang tengku ajarkan soal hit and run sudah kami jalankan,” kata Muhammad berargumen. Dalam usia renta dan deraan leukemia, Mu-hammad masih tetap bersemangat. Dalam kesunyian, dia berharap Aceh bisa maju, di tangan kaum muda. Ia mengaku Allah telah memberikan bonus usia kepadanya.

lantas, pernahkan tiro menyampai-kan kerinduannya kembali ke kampung halaman, setelah 30 tahun ditinggalkan? “tengku, kalau ada orang yang mau pulang ke Aceh selalu menyiapkan tas. Dia bilang, ‘man lon han neupeuwoe’,” ungkap Muham-mad.

tiro, agaknya memang benar-benar rin-du tanah kelahirannya.[a]

Page 18: Majalah ACEHKINI #07

18

Ahmad Farhan Hamid anggota DPR RI:

Awal April 2006, saya diundang Olof Palme Foundation ke Stockholm, untuk membi-carakan soal partai lokal di Aceh. Saya pergi dengan Imam Syuja’. Saat acara sedang ber-langsung, tiba-tiba, tgk Hasan tiro singgah dan terhentilah acara itu. Kita saling berpe-lukan.

Waktu rehat kopi, kami bertiga duduk agak lama di satu meja. Saya, Pak Iman dan beliau. Diambil secarik print out internet dari dalam jasnya. Di situ, ada foto Paul Wolfowitz saat berkunjung ke tiro. “Sigam nyoe ka ijak u gampong lon, Paul kadijak u gampong lon,” kata Hasan tiro, bebera-pa kali. beliau juga berulang-ulang bilang, “Thank you.”

yang saya tangkap, meski sudah uzur, tapi berpikirnya masih cukup bagus, dan dia mengikuti perkembangan (Aceh). Cuma penyampaian sudah kurang. Itu mungkin pengaruh dari stroke.

Saya berkesimpulan seluruh proses yang dilakukan di Helsinki, semua masih dalam kontrol beliau. Dari yang saya lihat beliau mau datang ke situ, memberi apresiasi pada acara yang dilaksanakan Olof Palme, saya pikir seluruh proses yang berlangsung di Helsinki, mungkin sampai kini, semua be-rada di bawah kontrol beliau.

Menurut saya, beliau sosok yang kon-sisten kepada cita-cita dan keyakinan. Pulu-han tahun dengan segala tantangan, komit pada perjuangan. Apa yang terjadi terakhir, mungkin ini pemikiran amat dewasa yang sifatnya melihat realitas. Makanya saya katakan bahwa perdamaian ini di bawah kontrol dia.

Kita selaku orang Aceh harus menghor-mati dia. Secara pribadi saya lihat dia san-gat necis. Mengenakan jas lengkap dengan dasi dan baju tidak mewah, sederhana tapi rapi sekali di usianya yang sudah lanjut. Karakter Aceh yang megapolitan memang

Kalau kita lihat latar belakang per-juangannya. Pertama, dia tak menawarkan konsep Aceh sebuah negara. Cuma bila pu-sat tidak menyahuti, baru. Intinya, adalah keadilan dan demokrasi. Maka pernah ia membentuk mathabah untuk membela ke-adilan. Jadi bukan hanya untuk Aceh.

Dari pembicaraan itu, saya melihat be-liau sangat ingin untuk pulang ke Aceh. Meuheut that neuk woe u gampong. Saya lihat beliau banyak kecewa, karena kesada-ran orang Aceh kurang dalam penegakan demokrasi, termasuk juga di bidang pendi-dikan (yang jauh tertinggal).

Karakaternya tegas. Diplomatis, tapi te-gas. tidak ada sifat berpura-pura pada diri beliau, tetapi dengan bahasa yang cukup diplomatis. Dari pimpinan gAM, yang saya tahu, ada keinginan untuk membawa pu-lang beliau ke Aceh. Cuma timing saja dan termasuk kesehatan beliau. [a]

Nazamuddin | akademisi:

Saya bertemu dengan tengku Hasan Di tiro tanggal 3 April 2006 di sebuah hotel wilayah lidinge, pinggiran kota Stockholm. Kendati dalam usia lanjut, beliau tampak secara fisik sangat kuat. Tongkat yang selalu di genggaman tangan beliau, hanya dipakai sesekali saja.

tubuh agak kecil, tapi kharisma beliau tinggi sekali, tampak dari begitu hormatnya teman-teman anggota gAM kepada beliau.

beliau tidak banyak bicara, tapi sangat perhatian jika orang lain berbicara. ternya-ta, beliau seorang pendengar yang baik. Wa-laupun beliau berbicara dengan saya dalam bahasa Inggris, tapi masih sangat mengerti bahasa Aceh ketika sesekali saya menjawab dalam bahasa Aceh.

beliau banyak senyum dan sesekali ter-tawa lepas. beliau lebih banyak mendengar dan mengangguk-angguk ketika Meuntroe Malik Mahmud menjelaskan sesuatu. Kera-mahan beliau juga tampak ketika dengan senang hati bersedia untuk berfoto bersa-ma.

Setelah membaca dan mendengar begitu banyak orang ingin bertemu beliau, tapi ti-dak berhasil, saya merasa sangat ber untung bertemu dan berbicara dengan seorang to-koh yang begitu berpengaruh dalam per-jalanan sejarah Aceh kontemporer. [a]

Hasan Tirodi Mata Mereka

ada pada sosok beliau.Disediakan waktu secara khusus bagi

kami, bagi saya itu satu penghargaan luar biasa. Dalam pertemuan itu, dia berulang-ulang mengatakan, Aceh kajeut tabangun. [a]

Tgk Nashiruddin bin Ahmedperunding JSC dari GAM:

Dari beberapa kali pertemuan dengan be-liau, saya melihat sosok wali, sangat luar bi-asa. Dia punya prinsip demokrasi yang san-gat dijunjung tinggi. Orangnya juga sangat konsisten dalam memperjuangkan visi dan misinya. Pertemuan saya terakhir dengan beliau setelah Mou Helsinki di Swedia.

yang sangat beliau inginkan adalah ke-adilan dan demokrasi. Apapun cerita, ujung-ujungnya adalah keadilan dan demokrasi. Jadi waktu pertemuan itu, beliau tidak lagi membicarakan detil Mou. beliau tidak berbicara (keadilan dan demokrasi) dalam konteks Aceh, tapi secara keseluruhan. Pada prinsipnya, perdamaian tanpa keadilan dan demokrasi tidak akan terwujud.

UTAMA | WALI NANGROE

HASAN TIRO: W & TH; DOK-ACEHKINI

Page 19: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 19

Shadia Marhaban | aktifis:

Saya beberapa kali bertemu beliau. yang masih lekat dalam ingatan saya, pertemuan terakhir bulan Juni atau Juli 2005. yang berkesan, dia itu seperti ayah saja. Kita merasa akrab dan kita menganggap seperti orang tua kita sendiri.

Dia orangnya ramah. Setiap kali berjum-pa dengan saya, dia sering berbahasa Ing-gris. Karena saya pernah tinggal di Amerika, dia banyak bertanya tentang Amerika. Kita sering diskusi tentang Amerika, tentang Aceh. Jadi, orangnya hangat gitu dan enak diajak diskusi. baru-baru kenal pun seperti orang sudah kenal lama.

Harapan saya, beliau bisa lihat Aceh. Apalagi sekarang kan sudah damai. Jadi kalau bisa beliau pulanglah untuk melihat Aceh. Mudah-mudahan beliau bisa pulang dalam waktu dekat ini, apalagi usia beliau kan sudah sangat tua. [a]

Farid Husaintim perunding MoU Helsinki dari RI:

Saya ketemu Hasan tiro melalui orang seki-tarnya, yaitu Malik Mahmud. Dia jemput dan antar saya ke lobi. Kata pengawalnya, “seumur-umur saya baru sekali ini ada yang begini.”

Kami bicara banyak hal. Dia pernah stroke, jadi agak lemah dalam bicara. Saya bilang, saudara-saudara kita di Aceh ingin ayahandanya pulang.

Soal Aceh damai, dia sudah dapat info lebih banyak. Saya ajak dia untuk ketemu Wapres Jusuf Kalla. Saya ketemu di rumahn-ya, di Stockholm, waktu sudah damai. Dia sudah tua sekali, pernah stroke. Apa pun, kita harus hormati orang tua. [a]

Kautsar | aktifis:

Wali terlihat sangat egaliter dan Europe style. Kesan ini tampak saat pertama berte-mu, akhir 2002. beliau datang dengan tegap dan jabatan tangannya erat dan menggoy-angkan tangan dengan kuat, tanpa memberi peluang pada tamu untuk mencium tangan-nya. beliau pasti tahu kharismanya di mata orang Aceh, tapi tak memberi kesempatan tangannya dicium. beliau memposisikan dirinya setara dengan kami, delegasi Aceh.

untuk terlihat rapi dalam balutan jas, di lengan kemeja putihnya diikat karet, sehing-ga kerah tangan selalu tampak. Penampilan dan perawakannya terlihat aristokrat. Dia benar-benar memposisikan diri sebagai seorang kepala negara berdaulat. Ini yang terlihat saat menerima delegasi dari Aceh dan tamu asing yang menjumpainya. lord Avebury, seorang koleganya, memanggil ia dengan sebutan “Prince Hasan.”

Wali berbicara dalam bahasa Aceh lama, pilihan kata khusus dan tepat. Dari gaya yang ia perlihatkan, wali sosok yang sangat merindukan keluarga. Foto anaknya, Karim, dan istrinya, Dora, terpampang di bufet kamarnya. Kepada saya, wali sempat menampakkan lukisan Karim saat masih kecil. tampaknya lukisan itu selalu dibawa-nya.

Keadaan fisiknya masih terlihat sehat dan segar. bila berjalan tanpa memakai tongkat. Kesan tidak sehat terlihat saat kadang-kadang suaranya terbata-bata, tapi alur bicaranya masih teratur. Dalam pem-bicaraan, ia selalu menekankan bagaimana orang Aceh untuk proud di depan bangsa-bangsa dunia karena, menurutnya, kita se-tara dengan bangsa-bangsa maju. [a]

Bahrumsyah Al Famamantan anggota GAM:

Kami bertemu beliau, sehari sebelum Mou Helsinki diteken. Dia memeluk kami satu persatu. Saya gembira dan haru. Karena memang, pertama, beliau pimpinan kami. Kedua, dia sangat kharismatik. Dalam usia yang sudah senja, beliau mampu bicara dan berpikir dengan baik. Daya pikirnya masih sangat kuat. Dia juga mampu memberi kita yang muda-muda ini motivasi.

Dua jam pertemuan itu. beliau lebih banyak mendengar laporan keadaan Aceh

dari kami. yang paling berkesan di hati saya, dari segi bicara, beliau sangat berambisi dan semangat. Menurut saya, beliau merupakan sosok yang alim, jujur, tegas dan cerdas. Dia bilang begini: besok pagi kita bikin sejarah baru (penandatanganan Mou Helsinki –red), yang bukan hanya diteupeue le Aceh, tapi ban sigom donja.

Saya berharap, beliau tetap berada dalam lindungan Allah dan diberi umur panjang. Saya, dan tentu saja semua orang Aceh, sangat berharap beliau bisa pulang ke Aceh. [a]

MuslahuddinSpesialis resolusi konflikdi World Bank:

Waktu itu kami berlima diundang oleh pemerintah Swedia untuk mengikuti satu training. Dari Stockholm ke tempat aca-ra, kami harus terbang 1,5 jam. Kami ada waktu kosong setengah hari. lalu, kami ko-munikasi dengan Muzakkir Hamid. Kami dijemput oleh Muzzakir di bandara. Setelah istiharat sebentar di rumah Muzakkir, kami dibawa ke apartemen tengku Hasan tiro.

Dari pertemuan itu, yang saya lihat, Hasan tiro adalah sosok yang cerdas, tekun, ulet dan telaten. Dari pertemuan se-lama 45 menit terlihat dia pekerja keras. Ini dibuktikan dari penataan hasil kerja dalam ruangan yang rapi. Saat menerima kami, dia sudah siap lengkap dengan dasi. ya, seperti pertemuan resmi.

Dia juga merupakan sosok process and product oriented people. Ini tercermin ke-tika kami bersalaman, dalam pertemuan pada Agusutus 2007 di apartemen beliau, dia langsung menanyakan pada saya, “What are you doing for Aceh?” Ia hanya berbi-cara selama sekitar 15 menit. Masalahnya dia kan pernah sakit. Waktu kami jelaskan program World bank di bidang penguatan perdamaian, dia hanya bilang, “Thank you” beberapa kali.

Setelah berbicara, dia mulai menunjuk-kan gambar-gambar yang ada di ruang ker-janya. Saat bercerita tentang sejarah, dia langsung bersemangat. Dari yang saya lihat bahwa sejarah Aceh merupakan inspirator hidupnya. Dia cukup bersemangat ketika menjelaskan sebuah karikatur zaman Is-kandar Muda. [a]

Page 20: Majalah ACEHKINI #07

20

MEuNASAH Itu tAK SEPErtI bIASA, layaknya pandangan mata di nanggroe. bangunan yang dimaksudkan sebagai tem-pat ibadah kecil dan tempat berkumpul, ti-daklah terletak pada sebuah kebun kosong dengan kulah di depannya. Di Swedia, meu-nasah lebih banyak dalam khayalan, karena hanya apartemen yang disulap.

tepatnya di Stockholm, ibukota Swedia, tempat itu berada. Awalnya hanya sebuah ide lewat cengkrama warga Aceh peran-tauan di negara itu, untuk membentuk se-buah perkumpulan. Senasib hidup di ne geri orang, tentu banyak tantangannya dan mes-ti berbagi.

Mereka kadang rindu pada Aceh yang lama tak dilihat, ada yang sudah puluhan tahun bermukim di negeri dekat kutub uta-ra ini. Dasar kebersamaan, dibentuk sebuah organisasi sosial yang bergerak dalam bi-dang non-politik yang intinya untuk men-jaga jati diri kebudayaan warga Aceh di rantau.

Mereka berusaha membentuk seperti miniatur Aceh, memelihara imajinasi nang-groe tak terasa jauh. Salah satunya dengan membangun meunasah Atjeh, Stockholm. Meunasah yang terletak di Fittja diberi nama SAF (Svenska- Atjèhniska Förening atau Paguyuban Warga Aceh - Swedia). Anggota-

Miniatur Acehdi StockholmSwedia menjadi surga para pencari suaka politik.Perang Aceh membuat banyak warganya hengkang dan memilih negeri Skandinavia itu sebagai tempat pelarian.

oleh ASNAWI AlI

nya sekitar 80 orang, termasuk anak-anak gabungan dari beberapa kota terdekat.

Meunasah ini multifungsi. Selain untuk mengaji bagi anak-anak, mengajar baca tu-lis bahasa Aceh, juga menjadi tempat untuk berolahraga ketika tiba musim salju. Meu-nasah digunakan untuk perayaan maulid setiap tahunnya, di lain waktu menjadi tem-pat berkumpul untuk rapat, serta menerima rombongan tamu dari Aceh dan tamu-tamu lokal warga Swedia.

bagi kaum hawa, ada dapur dan mesin jahit untuk dimanfaatkan berkegiatan ma-sak-memasak dan jahit-menjahit. umum-nya mereka melakukannya pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Suasananya persis sep-erti di Aceh. Perbedaannya hanya pada alam dan cuaca, makanan dan budaya positif lain yang teradopsi dari Swedia.

Meskipun sudah aman dan mapan di negeri orang, banyak generasi Aceh baru la-hir di Swedia, belum pernah menginjakkan kaki di Aceh. tetapi, pascapenandata ngan-an damai Mou Helsinki 2005 lalu, sudah banyak anak-anak Aceh yang lahir di Swe-dia bisa pulang untuk berkunjung melihat kampung halaman kedua orang tuanya.

Meskipun masih ada yang memilih untuk tetap tinggal di Swedia, situasi dan kondisi negeri asal tetap dipantau dengan

seksama setiap harinya, terlebih lagi oleh generasi pertama yang tiba di Swedia. ba-nyak cara melepaskan kerinduan dengan keluarga yang masih ada di Aceh; telepon, melalui SMS atau menggunakan internet dengan fasilitas yahoo messenger-nya. le-wat Internet juga, warga Aceh di sana me-mantau perkembangan terbaru soal Aceh.

***

WArgA ACEH yANg PErtAMA SEKAlI masuk Swedia adalah Husaini Hasan dan Saiman Abdullah. Mereka datang pada Oktober 1980 berstatus pengungsi politik. Mereka adalah pentolan gAM yang hijrah ke Swedia dari belantara hutan Aceh saat meletusnya peperangan dengan pemerintah Indonesia pascadeklarasi Aceh Merdeka 4 Desember 1976.

Mereka difasilitasi ke negeri Skandina-via itu oleh lembaga Perserikatan bangsa-bangsa untuk urusan Pengungsi (uNHCr) di Kuala lumpur, Malaysia. tiga bulan kemudian, tiba Muhammad Hasan Ditiro, untuk mengorganisir gerakan, dan menjadi-kan Swedia sebagai markas besarnya. Saat itu, Hasan tiro tinggal bersama Husaini di asrama mahasiswa di kota uppsala. Se-tahun setengah kemudian, barulah datang

UTAMA | WALI NANGROE

ATAS: TESSSSIE.BLOGG.SE; BAWAH: ASNAW ALI

Page 21: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 21

rombongan Zaini Abdullah, (Almarhum) tgk Daud Husin dan petingga gAM lainnya ke Swedia.

refugee Aceh dan bangsa lain, saat itu, memegang travel document sebagai pengganti paspor. Jika berpergian ke luar Swedia, mereka boleh ke mana saja, kecuali negeri kampung halamannya. untuk warga Aceh, di dokumen perjalanan tertulis, bisa berpergian ke mana saja kecuali Indonesia. Peraturan ini mengikuti undang-undang in-ternasional.

Namun, peraturan itu akan terhapus otomatis jika seseorang sudah mendapat-kan status warga negara Swedia. Syarat utamanya adalah telah bermukim minimal lima tahun dan maksimal delapan tahun di negeri itu.

Husaini pernah menyebutkan alasannya memilih Swedia sebagai tempat pelarian. Sebelum ke sana, dia mengakui mendapat informasi dari Kuala lumpur bahwa kantor uNHCr Malaysia, dulu baru saja mengir-imkan dua orang pemimpin OPM (Organ-isasi Papua Merdeka) ke Swedia. Karenan-ya, Husaini langsung memutuskan memilih Swedia.

Saya sendiri tiba di Swedia pada Agustus 2005 setelah pindah dari Norwegia karena kaitan perkawinan. Sebelumnya, saya ting-gal di Norwegia sejak Maret 2003. Sama dengan umumnya yang lain, saya berangkat ke negara itu sebagai penerima suaka juga. Saat konflik Aceh membara, warga Aceh dapat memperoleh status pengungsi dari kantor uNHCr di Kuala lumpur.

Swedia adalah surga bagi pengungsi poli-tik. Negara yang terletak di Semenanjung Skandinavia, benua Eropa, telah banyak membantu kemanusiaan Aceh baik semasa dalam konflik maupun pascatsunami.

Media di Indonesia sebelumnya pernah menjuluki Swedia sebagai ’Surga Pencari Suaka’. Sebenarnya, negeri ini memang su-dah dari dulu memberikan pintu masuk ke-pada para pengungsi yang terancam hidup akibat peperangan di negeri asalnya.

Eksekutif dan legislatif di Swedia sudah puluhan tahun dikuasai mayoritas partai sosialis demokrat. Dengan demikian, sistem ekonomi negara mengikuti kebijakan sistem ekonomi yang cenderung mengadopsi kebi-jakan sosialis. tak mengherankan jika om-bak imigran konflik berbondong-bondong ke negeri ’Sverige’ ini. tercatat, setiap tahun mereka memberikan kuota penerima suaka. banyak sekali pengungsi dari negara-negara Arab dan Somalia datang ke Swedia.

ternyata bukan hanya sebatas dilin-dungi. Swedia yang bertetangga langsung dengan kutup utara juga memberi fasilitas tunjangan ekonomi bagi pengungsi. Sing-katnya, kata orang Aceh di negeri itu: ”jika tidak ada uang diberikan uang, tidak ber-sekolah disekolahkan, jika sakit diobati, dan semua itu gratis.” [a]

Kota Srockholm ketika senja (atas). Anak-anak Aceh di Swedia ssedang mengaji (bawah.

Page 22: Majalah ACEHKINI #07

22

Page 23: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 23

PolitikHukum &

HUKUM POLITIK KRIMINAL

IMrA

N M

A—AC

EHK

INI

Teror usai deklarasi damai. hal. 26

“KENAPA OrANg INI bAKAr BEUDE trieng (meriam bambu –red) siang-siang?,” tanya Saudah, 40 tahun, pada suaminya. “Anak-anak suka sekali bakar duit,” timpal

Jufri, sang suami.Saudah cemas. Ia keluar rumah hendak

mencari putranya. Syahrul, anaknya yang masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar itu, memang suka main beude trieng.

Di luar, Saudah terperanjat. tak ada

anak-anak, justru yang terlihat puluhan polisi tiarap di parit-parit. Peluru menyam-bar rumah kayu di tengah kebun, yang han-ya berjarak 150 meter dari rumah Saudah. Sengit, dari dalam rumah juga peluru me-lejit tak tentu arah.

Duet si Jago Gertak dan Ahli Tembak.Duet Dani dan lambak si pemalak, redam usai bedil menyalak.Masih banyak perompak berkeliaran.

KRIMINAL

oleh MAIMUN SALEH dan IMRAN MA

Page 24: Majalah ACEHKINI #07

24

IMrA

N M

A—AC

EHK

INI

Sementara penduduk sekitar, berlarian ke arah barat, mencari aman di balik tem-bok dan tumpukan batu bata. Siang itu, bi-ram rayeuk, desa 5,5 kilometer arah selatan Panton labu, Aceh utara, gaduh.

tak ada tanda-tanda bakal terjadi laga senjata sebelumnya. Warga tak menyangka polisi menyambangi rumah milik Maimu-nah, 55 tahun, janda miskin yang tak lain ibunya Jailani alias Dani, target aparat.

Maimunah tak di rumah kala itu. Se-jak pagi bersama menantu dan anaknya ia di sawah. Kediaman berdinding papan dan beratap rumbia usang miliknya itu diting-galkan kosong.

Dari warga, ia tahu rumahnya digempur aparat bersenjata. ”Sudah berulang saya na-sehati tak didengar juga,” ujar Maimunah, saat tiarap di rumah tetangga. Ia berfirasat, hujan peluru akibat ulah anaknya. ”bagai-mana rumah saya sekarang, apa masih bisa didiami.”

Firasat Maimunah jitu. Sepeninggalan-nya pergi sawah, Jailani alias Dani, 28 ta-hun, pulang ke rumah bersama rekannya ramli alias lambak, 32 tahun. Sebelumnya, mereka sempat ke warung membeli berba-

gai keperluan.tanpa disadari, di belakang mereka

puluhan aparat kepolisian dari Polres lhokseumawe dan Aceh utara menyusul. Setelah mengepung rumah, aparat meny-erang. Kawanan rompak bersenjata itu me-lawan. Kali ini, Jailani ciut nyalinya, ia me-nyerahkan diri.

Sementara lambak, menyiram peluru AK 56 dari loteng rumah. Senjata bertulis-kan tNA dan di popornya tertera Hudep Merdeka menelan korban. Syamsul bahri, tenaga bantuan polisi (banpol), tewas di tempat.

Semburan peluru lambak terlihat aparat. tak ayal, polisi membalas serang-an. lambak, warga Mata Ie, Kecamatan lhoksukon, tewas dalam kontak senjata yang berlangsung lima jam itu. Menjelang beduk berbuka puasa perang usai.

***

DANI DIKENAl KArIb DENgANanggota gerakan Aceh Merdeka (gAM) ke-tika konflik masih mendera. Aktifitasnya, kerap mencemaskan warga. Di zaman ’per-

ang’, dia tergolong pria yang rajin mema-sang ’ranjau’ mencelakai aparat keamanan. ”Dia memang sangat bandel orangnya,” kata seorang warga biram rayeuk.

Awal 2005, Dani mengambil surat pin-dah untuk menetap di lhoksukon. Sejak itu, dia jarang terlihat di kampung. Dan bila pu-lang ke rumah orang tuanya, selalu bersama kawan-kawannya. Itupun hanya sebentar, paling lama tiga jam.

Dia menutup tahun itu di penjara lhok-seumawe. Kasusnya, pencurian sepeda mo-tor. Warga memang mencurigai gelagatnya. Sebab, ia rajin gonta-ganti sepeda motor bila pulang ke biram rayeuk.

Sejawat sekampungnya, sering mena-sihati Dani agar berhenti main kriminal. tapi ia ketus balik menyela. ”yang penting, saya tidak merusak nama nanggroe. Seka-rang masing–masing urus urusan send-iri,” katanya, seperti dikisahkan seorang temannya.

Warga juga mengaku takut berhadapan dengannya. Sebab, Dani sering ‘berkacak pinggang’ di keramaian. Di pinggangnya, terselip senjata. “Itu senjata mainan, yang kita sita paska penangkapan kemarin,” jelas AKbP yosi, Kapolres Aceh utara.

Sementara lambak, memang mantan gerilyawan gAM. laga senjata tak asing baginya. Seorang rekan seperjuangannya semasa di gunung dulu, mengenang kelinca-hannya dalam tempur.

lambak bersama sembilan gerilyawan lain, terlibat kontak tembak dengan tim gabungan Koops tNI dari Kopassus dan yonif 408/Solo, lima tahun silam. Perang sekitar 39 menit di Desa Matang Kruet, Ke-camatan baktia barat, Aceh utara, itu me-rengut nyawa dua pasukan pemerintah.

Sementara kelompok gerilyawan, tak ada yang tersisa selain lambak. Namun pel-uru aparat keamanan, bersarang di pahan-ya. Dia merintih minta tolong. untungnya, ada warga yang menolong membawanya ke rumah sakit.

Saat sedang dirawat itulah ia diciduk aparat keamaian. Hakim Pengadilan Neg-eri lhokseumawe mengganjarnya lebih dari tiga tahun penjara. tak hanya itu, ia dias-ingkan ke penjara Nusakambangan, Jawa tengah.

usai penandatanganan Memorandum of Understanding (Mou) Helsinki, ia meng-hirup udara bebas. Keluar dari penjara tak membuatnya langsung jadi rampok. Dia sempat membangun bisnis bersama rekan-nya. Namun kongsi retak, usahanya gulung tikar.

Sepengetahuan rekannya, lambak dari keluarga berada dan tidak brutal. “Setahu saya, baru dua bulan ini dia dekat sama Dani,” kata seorang anggota Komite Pera-lihan Aceh (KPA) wilayah itu. “Kami tidak tahu mereka memiliki senjata.” [a]

Page 25: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 25

IMrA

N M

A—AC

EHK

INI

POlISI MEyAKINI lAMbAK DAN DANI bagian dari rantaian kriminal yang melilit Aceh usai perjanjian damai, Memorandum of Understanding (Mou) Helsinki, antara pemerintah Indonesia dan gerakan Aceh Merdeka (gAM). Serangkaian ’aksi maut’ telah dilakukan termasuk penculikan Mar-zuki, 17 tahun, enam bulan silam. Siswa SMA Negeri 1 Cot girek, Aceh utara, itu dibebaskan setelah orang tuanya menebus rp 130 juta.

Itu baru terbongkar dua bulan lalu. Setelah Saiful bahri, 24 tahun, warga Desa Meucap, lhoksukon, Aceh utara, diin-terograsi polisi. Pria bernama alias yoyo ini ditangkap setelah kontak senjata di Pesantren lhok Nahrul ulum, Desa babah Krueng, Kecamatan beutong, Nagan raya, 15 Juli silam.

Empat rekan yoyo tewas diterjang timah panas polisi dalam laga senjata lebih dari satu jam itu. Mereka adalah riki Ananda, 30 tahun (warga Meureunoe) dan Andi rasyid, 40 tahun (warga Desa blang balok), keduanya dari Kecamatan Peu-reulak, Aceh timur, serta Fitri Sayuti, 28 tahun, warga Krueng Juli barat, bireuen.

Jaring Rompak dari Nyanyian Turki. Jaringan perampok di Aceh mulai terbongkar. Polisi terus memburu sejumlah nama.

Sedangkan seorang lagi tanpa identitas. usai baku tembak, polisi juga menyita empat pucuk senjata otomatis jenis AK dan ratusan amunisi milik para korban.

Dari informasi yoyo, terungkap sejumlah nama anggota sindikat ini. Dua hari sebelum tewasnya lambak, 26 tahun, dalam baku tembak di desa biram rayeuk, Panton labu, Aceh utara, 9 September lalu, polisi membekuk pria bernama samaran turki, 29 tahun, warga geurugok, Kecama-tan gandapura, bireuen.

Ia ditangkap di Panton labu, Aceh utara. ”tersangka turki sudah lama men-jadi buronan kami dan sudah masuk daftar pencarian orang (DPO),” ujar Kapolres Aceh utara, Ajun Komisaris besar Polisi (AKbP) yosi Muhammartha.

Kelompok ini memiliki sistem sel yang kuat. Dari keterangan tersangka yang berhasil ditangkap polisi, mereka punya jaringan di setiap kabupaten di Aceh dan memiliki sejumlah anggota cadangan. Aksi satu dengan yang lain dikomandani orang berbeda dan personel berbeda pula. ”Namun mereka terkait, akhirnya jadi melingkar,” jelas yosi.

Hasil pemeriksaan polisi, turki diketa-hui sebagai satu anggota kelompok pelaku

penculikan Marzuki. Aksi penculikan anak sekolah di Cot girek itu dilancarkan di bawah komando yoyo. turki juga mengaku terlibat aksi penculikan Murdani, pengu-saha minyak goreng asal Cot baroeh, Ke-camatan Kuta blang, bireuen. Korban dibebaskan setelah membayar tebusan 500 Juta.

Penculikan juga dilakukan hingga ke tanah gayo. Namun, toke kopi yang diculik berhasil lolos dari sekapan para gerom-bolan tersebut. Di tamiang, kelompok ini menculik beni, 40 tahun, seorang kontrak-tor. Pemimpin penculikan bernama alias Apayuh, 30 tahun, ialah warga geurugok, Kecamatan gandapura, bireuen. Jailani alias Dani, 28 tahun, dan lambak, terlibat dalam aksi ini.

Dua pekan sebelum ditangkap polisi, Dani menembak A Wahab, 38 tahun, ang-gota Pembela tanah Air (PEtA) di Desa bintan, Kecamatan Cot girek, Aceh utara. begitu keterangan turki kepada polisi. Ia yakin, sebab sebelum kejadian sempat berkomunikasi dengan Dani.

Waktu itu, Dani melarang turki bermain ke kawasan Kilometer IV, Cot girek, Aceh utara, karena situasi masih di bawah pengawasan polisi. ”Siapa tembak?

oleh MAIMUN SALEH dan IMRAN MA

Page 26: Majalah ACEHKINI #07

26

Kamu tenang saja,” ujar Dani pada turki. turki saat itu mengaku sedang berada di Peudada, bireuen.

turki langsung terbayang, percakapan-nya sehari lalu. Saat itu, Dani mengajak turki melakukan penembakan terhadap seorang warga yang tidak disebutkan namanya. ”Kalau nembak orang saya tidak berani,” kata turki. Dani menjawab, ”Kalau kamu tidak mau ya sudah kamu pulang saja, saya akan cari orang lain yang mau.”

Sepekan sebelum digempur polisi, aksi rampok kembali dilakukan. Kali ini, Koperasi unit Desa (KuD) Sejahtera tani Seureuke, Aceh utara, yang menjadi sasa-ran. Menggunakan senjata laras panjang, komplotan ini menggondol uang rp 40 juta beserta satu handphone.

Itulah akhir petualangan Dani dan lambak. Dari lokasi kejadian perkara, polisi menemukan barang bukti berupa senjata AK 56 lipat, sejumlah peluru dan pistol korek mainan. ”Senjata itu milik Dani dan ramli alias lambak,” ujar turki pada polisi.

Kapolres Aceh utara menjelaskan pada ACEHKINI, pertengahan September lalu, bahwa keterangan turki berdasarkan tanda garis-garis kuning di popor senjata. Persis, yang digunakan Dani dan lambak saat menjumpainya beberapa waktu sebelum mereka dikepung.

Dalam melancarkan aksinya, kelompok ini juga menunjuk seorang komandan. Hasil penelusuran polisi, biasanya yang jadi pimpinan adalah yang memegang atau pemilik senjata.

Kini, polisi sudah mengantongi se-jumlah nama di berbagai kabupaten, yang tersambung dengan jaringan kelompok ini. Menurut AKbP yosi Muhammartha, tindakan mereka masih tergolong krimi-nal murni, tidak ada motif politis. ”Masih untuk kepentingan perut, bukan misi,” ujarnya.

Kendati begitu, Polda NAD tetap meningkatkan pengamanan. Apalagi menjelang pesta demokrasi Pemilu 2009. Kapolda Aceh, Irjen Pol rismawan, menya-kini meningkatnya suhu politik akan ikut memengaruhi meningkatnya aksi krimi-nal. “Ke depan, akan ada operasi-operasi khusus. Sudah kita programkan sampai pelantikan presiden,” ujarnya. “Kelompok-kelompok kriminal terus kita cari dan kita buru.” [a] CH

AID

EEr

MAH

YUD

DIN

—AC

EHK

INI

Masih untuk kepentingan perut, bukan misi.

MuHAMMAD tAuFIK AbDA, 34tahun, baru saja merebahkan tubuhnya usai menunaikan shalat subuh. Sebuah pesan pendek (SMS) masuk ke hand-phone Nokia miliknya. Ketua Partai Suara Independen rakyat Aceh (SIrA) itu raih handphonenya. Pikirannya biasa saja karena memang selama ramadan tahun ini hampir saban hari ada SMS iseng masuk. Apalagi operator telepon seluler memberi fasilitas gratis SMS dari tengah malam hingga menjelang pagi.

Tetapi, betapa kagetnya Taufik begitu melihat sang pengirim, karena tak biasa rekannya mengirim SMS pada waktu ma-tahari belum terlihat di ufuk timur. Pasti ada sesuatu yang genting, pikirnya. Segera dibuka dan dibacanya kata demi kata yang tertera dalam handphonenya.

“Kanto KPK kota Juang di desa Meu-nasah blang, bireuen, ka positif tutong ditoet le OtK sekitar poh 5 suboh, pelaku dipake moto Avanza warna hitam. Jinoe lon na di tempat kejadian.” Itulah pesan yang dikirim Khairil Miswar, Ketua Komite Pimpinan Wilayah (KPW) Partai SIrA

bireuen, mengabarkan pembakaran kantor partai politik lokal tersebut. KPK dimaksud bukan Komisi Pemberantasan Korupsi, na-mun Komite Pimpinan Kecamatan Partai SIrA.

Taufik sangat terkejut dan tak mem-buang waktu. Ia segera menelepon Khairil, menanyakan detil insiden itu. Setelah berbicara sejenak, Taufik lega karena api tak memusnahkan kantor. Masyarakat sekitar berhasil memadamkan api. Hanya bagian depan kantor yang dilalap. Kepada Khairil, Taufik minta segera melapor kasus itu kepada pihak kepolisian.

beberapa saat sebelum pembakaran, sebuah mobil Avanza gelap melintas di depan kantor yang merupakan rumah semipermanen. rumah itu berhadapan dengan meunasah desa setempat. “Kemu-dian mobil itu kembali lagi dan dua orang turun, membawa jerigen minyak. Mereka menyiram minyak ke pintu dan dinding kantor. lalu, menyulut api,” kata Khairil, mengutip saksimata.

Aksi itu dilancarkan saat jamaah di meunasah hampir menyelesaikan shalat

Teror Usai Deklarasi Damai. upaya pembakaran dan penggranatan kantor partai lokal kerap terjadi menjelang pesta demokrasi. Polisi diharapkan lebih serius mengungkap motifdi balik rangkaian aksi teror itu.

oleh NURDIN HASAN

JALAN MENUJU 2009

Deklarasi dan Ikrar Pemilu Damai.

Page 27: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 27

DOK

. SIr

A

subuh. Kebetulan saat itu, seorang bocah sedang duduk di kulah meunasah, menyak-sikan ulah pelaku. Seorang warga yang rumahnya bersebelahan juga melihat aksi kedua pelaku. “Warga itu jelas melihat,” ujar Khairil. begitu api tersulut, para ja-maah meunasah segera datang memadam-kan kobaran api. Pelaku langsung tancap gas, kabur.

upaya pembakaran kantor Partai SIrA, pada Minggu (21/9) dinihari, adalah rangkaian aksi teror terhadap partai politik lokal menjelang pesta demokrasi, Pemili-han umum (Pemilu) 2009. Sebelumnya, insiden nyaris serupa dialami Partai Aceh, yang didirikan oleh para bekas kombatan gerakan Aceh Merdeka (gAM).

Kasus pertama terjadi menjelang sahur 9 September lalu ketika sebuah granat dilempar seorang pengendara sepeda motor ke arah rumah Ketua Partai Aceh Muzak-kir Manaf di desa lamreung, kecamatan barona Jaya, Aceh besar. Saat insiden terjadi, mantan Panglima gAM itu sedang tak berada di rumah.

Kemudian aksi teror berlanjut terhadap partai bekas pemanggul senjata mulai upa-ya pembakaran hingga pelemparan granat. Kantor Partai Aceh Panggoi, Kecamatan Muara Dua, lhokseumawe dibakar orang tak dikenal, pada Senin (15/9) silam. Sehari kemudian, upaya pembakaran dilakukan terhadap kantor Partai Aceh di Kecamatan langsa timur. Pelakunya memakai mobil Kijang, yang kabur usai beraksi.

teror berikutnya dilancarkan terha-dap Kantor Partai Aceh Wilayah bireuen. Sebuah granat dilempar orang yang datang dengan mobil, menjelang subuh 17 Septem-ber lalu. Dua hari kemudian, sebuah granat yang dipasang pengatur waktu, gagal meledak di kantor Partai Aceh Kecamatan baktiya, Aceh utara. tidak ada korban jiwa dari serangkaian aksi teror itu.

Taufik Abda tak mau berspekulasi motif dan pelaku di balik serangkaian teror terhadap kedua partai lokal itu. Apalagi, polisi belum menemukan titik terang motif di balik aksi pembakaran dan pelem-paran granat terhadap kantor partai lokal. “Pelakunya serba mungkin. yang saya lihat maksud dari teror ini adalah upaya meng-ganggu konsentrasi dan konsolidasi partai lokal,” ujarnya.

Dengan adanya insiden seperti itu, tam-bahnya, energi pimpinan partai lokal akan terkuras sehingga konsolidasi tersendat. “Dampak yang diharapkan oleh pelaku ingin membuat orang shock dan was-was. targetnya mengganggu konsentrasi dan konsolidasi partai,” ungkap mantan aktifis Sentral Informasi referendum Aceh ini, pada ACEHKINI, 21 September lalu.

Jurubicara Partai Aceh, Adnan beuransah, menyatakan, teror terhadap Partai Aceh didalangi kelompok antiperda-

maian di Aceh. “Mereka menganggap jika Partai Aceh menang dalam Pemilu 2009, maka Aceh akan merdeka,” ujarnya.

Baik Taufik maupun Adnan mengharap-kan, aparat kepolisian bekerja lebih ekstra lagi dan serius untuk mengungkap pelaku dan motif aksi teror. Karena, ketertiban masyarakat merupakan tanggung jawab polisi. “yang kita sesalkan, selama ini polisi tidak pernah berhasil mengungkap kasus-kasus seperti itu,” tegas Adnan.

Taufik minta polisi melakukan upaya pencegahan dan meningkatkan fungsi intelijen keamanan untuk pengamanan menjelang pemilu. “Polisi harus bisa men-deteksi potensi-potensi kerawanan, seperti aksi teror,” katanya. “Ini kan kasus krimi-nal, jadi polisi harus lebih serius lagi.”

lantas, apa tindakan polisi sehubun-gan maraknya aksi teror? Kepala bidang Hubungan Masyarakat Polisi Daerah Aceh, Ajun Komisaris besar Polisi Farid Ahmad Saleh, menyatakan pihaknya akan terus menyelidiki kasus-kasus teror terhadap partai politik di Aceh.“Sesuai perintah Pak Kapolda, ndak ada alasan, tindak tegas asal melapor dan tahu siapa tersangkanya. teror-teror kalau ngak jelas, siapa yang neror. Kalau ada laporan ke masing-mas-ing wilayah Polres, sudah perintah dari Pak Kapolda tindak tegas,” ujarnya ketika dikonfirmasi ACEHKINI, 21 September lalu.

Ditanya apakah dari serangkaian kasus yang terjadi sudah ada titik terang, dia menjawab, “belum.” Aparat polisi masih menyelidiki. “Kalau polisi malaikat, mung-kin tau. Ini masih dalam lidik. Dilihat jen-isnya senjata apa. granat itu dalam bentuk apa. Kan (tim) lapfor sudah turun ke sini, ngecek itu. Nanti dikumpulin. baru nanti dilidik siapa, kelompok siapa. Kalau lang-sung tunjuk, kan ngak mungkin,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Polisi Daerah

(Kapolda) Aceh, Inspektur Jenderal Polisi rismawan menyatakan dari dulu jika menjelang pemilu, suhu politik di Aceh agak meningkat. ”Kita sudah mengantisipa-si, mempersiapkan untuk ke depan adalah operasi-operasi khusus kepolisian dalam rangka menciptakan kondisi sehingga saat pelaksanaan pemilu itu bisa aman. Saya yakin aman,” tegasnya, usai menghadiri acara ‘deklarasi dan ikrar pemilu damai’ di halaman Mesjid raya baiturrahman, banda Aceh, 12 September silam.

tidak terlihat unsur pimpinan Partai Aceh saat deklarasi dan ikrar dibacakan secara bersama-sama itu. Wakil gubernur Aceh, Muhammad Nazar, ketika ditanya wartawan, menyayangkan tak semua partai politik peserta pemilu ikut kegiatan seremonial yang bertujuan memperkuat perdamaian, tetapi kurang mendapat sam-butan dari masyarakat.

“Saya melihat pasti ada dampaknya. Cuma kita sayangi mestinya harus hadir semua. Ini ada yang tidak hadir, tetapi saya tidak tahu apa pertimbangannya. yang penting saya mengharapkan seluruh partai politik lokal dan nasional harus mencip-takan kecerdasan politik dan demokrasi kepada seluruh rakyat,” ujar Nazar.

untuk menjaga perdamaian abadi di Aceh, partai peserta Pemilu 2009 antara lain berikrar untuk menghormati an-tarsesama peserta pemilu dengan tidak mengintimidasi, memprovokasi, atau melakukan tindakan yang mencederai pe-milu demokratis dan perdamaian di Aceh. Mereka juga menolak segala bentuk tindak kekerasan. Apabila melanggar butir-butir ikrar itu, mereka siap menerima sanksi moral dari masyarakat Aceh.

tapi, kok masih ada teror setelah ikrar damai. Siapa yang bermain? [a]

Karntor Partai SIRA, Bireuen.

Page 28: Majalah ACEHKINI #07

28

bagaimana Anda melihat fenomena teror terhadap partai lokal yang terjadi be-

lakangan?Pembakaran dan teror dilaku-

kan untuk menaikkan popularitas partai-partai yang ada. Pertanyaan mendasar sekarang adalah kalau ada satu partai merasa dirugikan atau dizalimi, sebenarnya itu dizalimi oleh siapa. Kalau dia dizalimi oleh negara, harus jelas siapa aparatur negara yang melakukan itu. Kalau ia dizalimi oleh sesama kontestan peserta pemilu, itu bukan dizalimi namanya. Itu kan persaingan. Jadi, kalau ada dugaan sekarang proses teror terhadap partai politik itu di-lakukan oleh partai politik yang lain, maka menurut saya, itu bukan teror, tapi persaingan. tapi poin penting-nya adalah sampai hari ini tidak ada yang berhasil diungkap dari ber-bagai aksi-aksi teror terhadap partai politik.

Kenapa bisa terjadi seperti itu?Pertama tidak ada Panwaslu. Tapi teror kanmasuk kategori

tindak kriminal?Kalau kehilangan alat kampanye,

apa itu urusan polisi juga. Menurut saya, ini adalah skenario yang tidak disadari oleh pelaku teror, ini bisa mengundang intervensi pemerintah, intervensi militer, dan intervensi polisi dalam proses demokrasi (yang sedang dibangun di Aceh).

teror apapun saya lihat dilaku-kan lebih pada kepentingan untuk menaikkan tingkat kampanye dan populeritas partai politik.

Jika tujuannya untuk menin-gkatkan populeritas, berarti aksi itu dilakukan oleh internal partai sendiri?

Pasti, pasti. Pasti dilakukan oleh internal partai. Karena apa urusan orang lain. Kalau misalnya Partai X menghancurkan Partai y, apa ke-pentingannya. Semua orang sedang sibuk konsolidasi internal, semua orang tidak ada waktu mengurusi rumah orang yang lain, ngak ada waktu ngurusin kebun orang lain karena sibuk ngurusin kebun sen-diri. Jadi logika berpikirnya begitu.

Apa alasannya Anda katakan bahwa itu dilakukan oleh internal partai untuk mencari populeritas?

Kalau kita perhatikan, sekarang tidak ada kampanye politik apapun yang dilakukan oleh partai. tidak ada membangun diskusi tentang partai. Itu tidak ada. yang ada kan pengibaran spanduk. Ini kan persis yang dilakukan golkar tahun 1980-

an, kuningisasi. Semua orang di semua tempat, bicara spanduk. Pen-didikan politik nggak ada.

Kenapa bisa terjadi demikian?Menurut saya, semua orang

di dalam partai kaget ada situasi, katakanlah perubahan daftar calon atau perubahan apapun di tingkat partai. Kemudian membingungkan orang-orang dalam partai itu sen-diri.

Sebelumnya kan tidak pernah terjadi kejadian-kejadian seperti ini?

Kalau kita lihat pengala-man dalam periode sebelumnya, katakanlah periode 1999 misalnya, tidak ada kondisi seperti ini. baru sekali ini terjadi menjelang pemilu di Aceh. Menurut banyak orang, situasi politik Aceh sekarang sangat anomali, sangat tidak jelas.

yang paling penting adalah polisi harus bisa mengumumkan pelaku-pelaku teror sebelum pene-tapan daftar calon tetap. Itu harus dilakukan. tidak hanya teror-teror terhadap partai politik, tapi teror terhadap penyelenggara pemilu saja itu tidak bisa ditindak secara khu-sus oleh polisi. Misalnya ketika ada ancaman kepada anggota KIP.

Apa tidak ada indikasi teror itu dilakukan kelompok yang anti per-damaian seperti diklaim sebagian kalangan?

Selalu kalimatnya adalah kalau ini dizalimi negara, maka harus jelas aparatur negara mana yang melakukan itu. Kalau aparatur negara yang selalu dicurigai misal-nya adalah tentara dan polisi, maka harus bisa dibuktikan itu dilakukan oleh tentara dan polisi.

Jangan karena ketidakberday-aan kita dalam mengendalikan per-sonil partai, ketidakberdayaan kita membangun kampanye humanis pada calon pemilih, kita menyalah-kan orang lain. Menyalahkan lawan di masa lalu. Pertanyaan mendasar saya adalah kita mau berpolitik atau kita mau jadi politisi cengeng.

Apakah ada indikasi akibat per-saingan dalam penetapan caleg?

Jadi tidak hanya soal penetapan

caleg, tapi juga posisi, komposisi, struktur partai dan segala macam, itu juga berkolerasi. Kalau kita bi-cara partai, khusus untuk peserta pemilu karena dia caleg, tetapi ada struktur partai, ada relasi partai dengan kekuatan-kekuatan ekono-mi. Jadi tidak sesederhana melihat karena dia tidak lulus sebagai caleg, dia kemudian merusak partai. Kan tidak seperti itu. Ini suatu proses yang menurut saya juga cukup kuat.tapi, poin penting adalah kalau ini kemudian dituduhkan kepada salah satu kekuatan masa lalu, maka itu harus dibuktikan.

Yang membuktikan siapa?Orang yang mengatakan. Ka-

lau ini upaya-upaya untuk merusak perdamaian, kan harus dibuktikan oleh orang yang menyatakan itu. Apa bentuk merusak perdamaian. Jangan kemudian karena alasan-alasan ketidakmampuan kita, itu ditimpakan kepada orang lain.

Apa yang harus dilakukan poli-si dalam menyikapi aksi teror ini?

Polisi harus bisa memberikan perlindungan dan rasa aman. Itu kan salah satu tugas polisi. Polisi ndak bisa hanya menunggu lapor-an. Kalau perlu polisi menempat-kan personilnya untuk mengawasi kantor-kantor partai politik. tapi masalahnya apakahpartai bersedia menerima itu. yang menarik soal ini hanya terjadi terhadap partai lokal. tidak ada satu partai nasional pun yang katakanlah berafiliasi dengan mantan tentara, bersoal-soal de-ngan kejadian teror. Itu kan tidak ada.Jadi menurut saya, ini hanya tingkat kecengengan berpolitiknya orang Aceh.

Maksudnya?tidak berani melawan dengan te-

gas dan keras, kemudian menyalah-kan orang lain dengan mengatakan kita dizalimi oleh pihak lain. Paling tidak setiap hari surat kabar lokal menulis itu. Padahal selama ini ka-lau kita perhatikan tidak pernah ada satu partai lokal pun yang berbicara soal program politik. Semua diskusi adalah soal kami dizalimi. Jadi ini cara berpolitik cengeng. [a]

Ini Hanya Kecengengan Berpolitik Orang Aceh

Teuku ArdiansyahKetua Badan PengurusKatahati Institute

Page 29: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 29

CHAI

DEE

r M

AHYU

DD

IN —

ACEH

KIN

I

AyAt SuCI MASIH SAyuP tErDENgAr. Hitungan menit imsak tiba. Namun Suadi Sulaiman, calon legislatif (caleg) dari Partai Aceh itu, masih sibuk ‘kursus’ menata situs pertemanan barunya di facebook.com.

“Ajari saya, ini capek saya buat, tapi ti-dak bisa-bisa,” seru caleg untuk Dewan Per-wakilan rakyat Kabupaten (DPrK) Pidie itu pada Misdarul Ihsan, caleg dari Partai Su-ara Independen rakyat Aceh (SIrA). Imsak tiba, pengusaha muda perkebunan pisang asal laweung, Pidie, itu sukses membuat situsnya.

Ihsan sendiri sudah sejak pertenga-han September lalu mengikut jejak Sena-tor barack Hussein Obama, kandidat pres-iden Amerika Serikat dari Partai Demokrat dalam pemilu mendatang. Dia yang juga menggunakan facebook sebagai media kam-panye. Di header situs ia menulis, ‘Misdarul Chek Ihsan for Aceh’s Parlemen 2009.’

Pemuda baru berusia 25 tahun, men-

gaku terjun ke politik untuk membalikkan asumsi politik itu kotor, kejam dan hanya diurus orang tua. Facebook, bagi Direktur radio Citra Pesona ini ladang menjaring pendapat pengguna internet. “Setidaknya bisa memberi solusi bagaimana memban-gun Aceh!” kata caleg untuk Dewan Per-wakilan rakyat Aceh (DPrA) dari daerah pemilihan NAD 7.

Menariknya, sokongan yang diraup dari dunia maya juga berasal dari teman. Ia mengklaim officers yang bakal men-gantarnya ke gedung parlemen terdiri dari fotografer, editor, pemilik media, sampai pegiat informasi teknologi. Sejumlah nama wartawan senior masuk dalam lingkar pe-nyokong.

Hal serupa juga ada di facebook Oki rahmatna tiba, 25 tahun, caleg dari Partai Aceh untuk DPr Kota banda Aceh. Politisi muda ini tak hanya mendapat senda gurau dari rekannya, bahkan ada yang memper-tanyakan program.

“bung Oki, apa yang anda perjuang-

Menjaring Suara dari Dunia Maya. Sejumlah caleg muda terjangkit “Demam Obama’. Facebook, menjadi trend menjaring suara.

kan untuk kebebasan pers?” tanya seorang pengunjung situsnya. Pertanyaan itu tak sempat dijawab. ”Koneksi internetku masih jelek,” dalihnya ketika dikonfirmasi ACEH-KINI, 22 September lalu. bila sudah begini, pertemuan langsung lebih mujarab.

Ia mengaku akan memperjuangkan ke-bebasan pers di parlemen kota. “Selama ini kan DPr Kota banda Aceh masih tidak terbuka dengan wartawan. Nanti harus ada media center,” terang Oki.

Jamak janji para politisi, Oki juga men-gaku menempuh jalur politik untuk melaku-kan perubahan secara langsung. Menu-rutnya, kebebasan politik yang diperoleh masyarakat Aceh usai konflik harus diman-faatkan dengan baik.

“Sudah saatnya orang muda ambil ba-gian, sebagai generasi penggerak peruba-han dalam peta politik di Aceh,” ujar putra almarhum Sofyan Ibrahim tiba, sang juru runding gerakan Aceh Merdeka (gAM) ketika masa Cessation of Hostilities Agree-ment (CoHA).

oleh MAIMUN SALEH dan DASPRIANI YZ

JALAN MENUJU 2009

Page 30: Majalah ACEHKINI #07

30

terlepas ada tidaknya facebook, keterli-batan kaum muda dalam pemilihan umum (Pemilu) 2009 terbilang signifikan. Yarwin Adidarma, Ketua Kelompok Kerja Pencalo-nan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, mayoritas caleg memang berusia an-tara 21 sampai 30 tahun.

Partai lokal, pendaftar caleg muda ter-banyak. Disusul kemudian, partai nasi-onal baru. Dalam persyaratannya memang disebutkan, bahwa batas minimal bakal caleg adalah 21 tahun. ”Mungkin mereka butuh orang-orang yang memiliki seman-gat, makanya dipilih yang muda-muda,” katanya.

yarwin mencatat, setidaknya dari 1.387 caleg yang memperebutkan 69 kursi dewan propinsi, 40 persen di antaranya terbilang caleg usia muda. Menurutnya, kemungki-nan pengurus partai memilih anak muda juga atas pertimbangan idealisme.

Ansharullah, 23 tahun, caleg dari Partai Keadilan Sejatera (PKS), sependapat. bag-inya, inilah waktu kaum muda memberikan sumbangsih untuk daerah. Salah satu cara menata Aceh lebih baik dapat dilakukan dengan menjadi anggota parlemen.

”Awalnya saya sempat menolak, tapi karena niat saya begitu kuat untuk bisa

berbuat lebih banyak buat masyarakat, akh-irnya saya memutuskan bersedia menjadi caleg,” kata mahasiswa jurusan Matemati-ka, Fakutas tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-raniry ini.

Menurut Ansharullah, parlemen saat ini bobrok. Anggaran untuk pembangunan Aceh begitu besar, namun sangat sedikit yang dirasakan masyarakat. Ia berjanji, ini akan diubahnya bila menjadi anggota par-lemen kelak.

Dia sadar, tak punya bekal pengalaman politik. Pemilu mendatang, baginya juga ajang menimbun pengalaman. “Kalau terus berpikir tidak mampu, kapan lagi bisa ber-buat? Ini juga ajang misi untuk perubahan,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum, universitas Syiah Kuala, Mawardi Ismail menilai trend masuknya kaum muda dalam kancah poli-tik Aceh adalah sesuatu yang positif. “Saya optimis akan ada perubahan di ranah per-politikan Aceh, dengan hadirnya para caleg yang masih muda-muda ini,” tegasnya.

terbukanya kran buat kaum muda ikut bertarung menuju kursi parlemen, ujar Mawardi, adalah hal positif. Jadi ada ke-naikan grade karena dimana kaum muda sudah mulai berpikir untuk kemaslahatan

umat, tidak lagi berpikir pada hal-hal yang sifatnya kesenangan duniawi semata.

Kehadiran para caleg muda ini akan memberi harapan baru kepada masyara-kat, khususnya para pemilih. “Mungkin saja angka golput (golongan putih) pun bisa tu-run manakala masyarakat mulai menaruh harapan besar pada orang-orang muda ini,” tambah Mawardi optimis.

lisa Agustia, 22 tahun, caleg daerah pe-milihan NAD 8 juga pemula dalam politik. Namun begitu, ia membekali diri ihwal kon-sen isu yang diusungnya. “Saya sudah ikut pendidikan politik pemberdayaan perem-puan,” ujar politisi yang baru tiga bulan si-lam bergabung dengan Partai rakyat Aceh (PrA).

Dia memuja ‘partai anak muda’ itu. Menurutnya, dalam lima program PrA, pemberdayaan perempuan salah satunya. tak sekadar tertulis, tapi juga langsung di-laksanakan. Setidaknya, lisa ditempatkan pada urutan nomor urut dua partai itu.

beda dengan beberapa politisi muda, lisa tidak memperkenalkan dirinya melalui facebook. bukannya dia tak gaul, tapi di kampungnya tidak ada internet. [a]

Seorang Caleg mengikuti tes baca Al-Quran.

CHAI

DEE

r M

AHYU

DD

IN —

ACEH

KIN

I

Page 31: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 31

Pelesir WISATA PERJALANAN ANGIN SEGAR

YO F

AUZA

N -A

CEH

KIN

I

PERJALANAN

Petualangan di NegeriSeribu Sungai.

oleh J VIGNESHVARA

DAlAM tEMArAM, JUKUNg-JUKUNg larung di Martapura. Sampan-sampan mengangkut ragam dagangan. Sungai ini sudah riuhkan mesin kelotok sebelum ayam berkokok. Perahu bermesin itu angkutan umum di sungai yang membelah banjarma-sin. Sungai Martapura menggeliat sebelum binar matahari terlihat di ufuk timur.

Pagi itu, kami menyewa kelotok menuju pasar terapung lokbaintan. Sepanjang per-jalanan terlihat jajaran rumah kayu dengan tiang dipacak ke dasar sungai. Ada juga ban-gunan di atas rakit semisal rumah, mush-

alla, kakus bahkan dermaga. Warga menye-butnya lanting.

Dalam perjalanan yang memakan wak-tu 45 menit, nyaris setiap berpapasan den-gan perahu lain, penumpangnya melambai tangan dan membelah senyum seakan me-nyambut kerabat dari jauh.

Hari mulai terang saat kami tiba. lok-baintan telah ramai. Jual beli berlang sung di atas jukung. Sampan-sampan saling ber-senggolan, saat transaksi berlangsung. Ped-agangnya mayoritas kaum hawa.

Para pedagang mengenakan caping ber-diameter sekitar 70 centimeter, terbuat dari bambu. Warga menyebutnya tanggui. untuk

mencegah jilatan matahari, ibu-ibu itu men-goleskan bedak dingin yang terbuat dari air tumbukan beras pada wajahnya.

Pasar apung ini jenis pasar pagi. Peda-gang menjajakan sayur, buah, beras, min-yak, jajanan, bahkan juga nasi. Mulanya, kami mengamati aktifitas warga dari atap kelotok. Namun, pukis yang dijual seorang ibu membuat kami ingin mencicipi. Kami memesan dua lusin pukis hangat. rasanya enak. Harganya juga terbilang murah hanya rp 7.000.

Menjelang pukul 10.00 WItA, pasar mulai lengang. Selain lokbaintan, juga ada Pasar Kuin. Namun lokbaintan lebih ekso-

Page 32: Majalah ACEHKINI #07

32

ke Kandangan, kota transit sebelum ke lok-sado, dengan jarak tempuh 135 kilometer. Sialnya di wilayah tapin, jalanan macet sepanjang tiga kilometer, akibat ramainya antrean truk pengangkut batu bara.

Semestinya waktu tempuh hanya tiga setengah jam. Inilah jalur satu-satunya pen-ghubung Kalimantan Selatan dengan Kali-mantan timur. Setidaknya 3.000 truk batu bara, lalu lalang sepanjang hari di jalur ini.

Dari Kandangan, perjalanan ke loksado harus menempuh 30 kilometer lagi. tak ada jalan aspal. yang ada hanya jalan setapak, diapit jurang. Kami memilih menaiki sepeda motor. Sayang di tengah jalan hujan. tak ada pilihan, akhirnya kami berjalan kaki persis seperti orang Dayak bepergian.

Namun, keletihan tak terasa dengan melempar pandang ke indahnya panorama puncak pegunungan Meratus di kala senja. belum lagi, saat berpapasan dengan ma-syarakat Dayak di jalan, senyum dan sapa ramah mereka membuat hati riang.

Kami sampai di Desa Kamawakan, diterima langsung Demang udes, yang me-mimpin upacara Aruh ganal, ritual dalam aliran kepercayaan Kaharingan yang dia-nut masyarakat Dayak Meratus. ritual ini dilaksanakan mulai dari senja hingga ma-tahari terbit.

Aruh ganal digelar di balai. Di kawasan loksado, ada 48 balai yang menjadi tempat tinggal sekaligus tempat pelaksanaan ritual kepercayaan. Balai terbesar yaitu Malaris berdaya tampung 40 kepala keluarga.

Posisi balai di tengah, dimana hunian mengelilingi altar yang berada di tengah se-

tis dengan pedagang bertanggui. Perjala-nan ke Pasar Kuin bisa ditempuh dari depan kantor gubernur, lalu menuju arah barat.

banjarmasin dikenal dengan wisata sun-gai. Ada banyak sungai yang mengantar wi-satawan takjub pada kehidupan masyarakat banjar. Salah satunya rumah adat asli yang dapat dijumpai di Marabahan, tepi Sungai barito, sekitar 20 kilometer dari banjarma-sin, ibukota Kalimantan Selatan. Dapat di-tempuh menggunakan kelotok dengan tarif rp 75.000/jam.

Awalnya, banjarmasin dibangun di tepi-an muara Sungai Kuin dan Sungai Alalak, ditandai dengan berdirinya Keraton Kesul-tanan banjarmasin, pertengahan abad 16. Kota ini terletak di persilangan Sungai Mar-tapura dan barito, dikelilingi sungai-sungai besar yang berfungsi penghubung banjar-masin dengan daerah lain di Kalimantan Selatan dan Kalimantan tengah.

Selain Sungai Martapura, di banjar-masin mengalir pula beberapa sungai sep-erti Andai, Kuin, Alalak, Kalayan, dan Pakapuran. Sementara anak sungainya tak terhitung jumlahnya. Sebab itu banjarma-sin dijuluki Negeri Seribu Sungai.

barito yang kesohor itu ibu segala sun-gai, hampir semua sungai merupakan ca-bang dan anak cabangnya. luas muara bari-to mencapai dua kilometer dan panjangnya sekitar 900 kilometer.

Juli 1957, Presiden Soekarno pernah menempuh jalur sungai dari banjarmasin ke Pahandut di Kalimantan Selatan. Pres-iden pertama Indonesia itu menunaikan lawatan kerjanya. Dalam catatan kolonial, sejumlah pejabat belanda juga pernah men-empuh jalur sungai menjalankan misinya.

***

PuAS MENyuSurI SuNgAI-SuNgAI banjarmasin, petualangan, pada awal Agus-tus silam, kami lanjutkan ke pegunungan Meratus. Di rimba raya ini dari selatan sam-pai utara, penduduk asli Kalimantan ting-gal. Kesempatan ini, kami gunakan untuk bertamu ke kawasan loksado.

Kebetulan kunjungan kami bertepatan dengan perayaan Aruh ganal, upacara adat masyarakat Dayak Meratus sebagai luapan syukur setelah panen. “Sebelum upacara ini selesai, pantang masyarakat Dayak memak-an hasil panen mereka,” ujar Demang udes, 75 tahun, pemuka adat Desa Kamawakan.

Perjalanan ke perkampungan Dayak di kawasan loksado ini sangat meletihkan. bagaimana tidak, dari banjarmasin harus

YO F

AUZA

N —

ACEH

KIN

I

Suasana pasar terapung Lokbaintan, Banjarmasin.

Perjalanan membelah hutan menuju Balai Cempaka, hunian Suku Dayak Meratus.

Page 33: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 33

Mengakhiri petualangan, tak lengkap rasanya tanpa membawa pulang buah

tangan. Di banjarmasin, ada banyak kera-jinan anyaman berbahan rotan semisal tas tangan tirai, taplak meja bahkan kap lam-pu.

Sebelum pulang, sempatkan diri anda ke Martapura. Kota kecil ini sangat dikenal dengan berliannya. Pasarnya sangat keso-hor dengan permata. tak cukup cuci mata, singahlah ke Desa Cempaka, Kabupaten banjarbaru. Di sana, anda bisa menyaksi-kan pendulangan intan.

untuk kerabat dan sahabat baik juga anda berikan oleh-oleh kain sasirangan. Konon, pada abad ke-16 motif-motif kain

s a s i r a n g a n d i p e r c a y a dapat meno-lak bala atau memberikan keselamatan pada yang memakainya.

Ada pula kain pamitan, sebab hanya d i k e r j a k a n

bila dipesan. Kain ini biasanya menjadi bah-an kerudung sampai ayunan bayi. Motifnya tinggal pilih lukisan naga atau kembang. Pengrajin juga menerima order motif yang modern. Semua terserah anda.

tutuplah perjalanan dengan mencicipi hidangan setempat. Jangan lupa, santap ikan saluang goreng. Ikan sungai sejenis teri ini pilihan tepat dijadikan cemilan. Ke-cap pula, gabus pepes atau baker dengan

ketupat. Minum pelengkapnya kelapa

bakar. Khasiatnya tak cuma menghangatkan badan, tapi juga mengusir angin. bila tak suka aroma rempah, air kelapa

hangat cukup dit-ambahkan madu.

lengkap sudah p er ja l a n a n. [a]

bagai tempat meletakkan sesajen dan pelak-sanaan ritual. tiap keluarga memiliki dapur sendiri yang dinamakan umbun.

Malam tiba, saat semua tetamu dari ba-lai-balai berdatangan. Kami semua duduk di lantai kayu mengelilingi altar yang telah dihias janur dan sesajen. Sebelum ritual dimulai, semua tamu dijamu hidangan makan malam berupa nasi, tumis buncis, dan gulai ayam. Saya makan cukup lahap.

Malam itu, saya merasa menjadi bagian dari keluarga besar. Sama sekali warga Day-ak tidak menempatkan kami sebagai orang asing. Apalagi beberapa gadis menemani saya bercakap-cakap, walau menggunakan bahasa Indonesia, dialek yang berbeda membuat kami sering memakai bahasa isyarat.

Keramahan mengalir hingga detik akhir kami akan meninggalkan Kamawakan. Ibu tetua adat, memberi kami bekal di jalan; beras yang telah diberkati. Selain itu, ketan yang dimasak di dalam bambu, semuanya ditempatkan dalam wadah anyaman khas Dayak yang sangat apik.

Sebelum kembali ke banjarmasin, petu-alangan kami lanjutkan dengan berarung jeram di Sungai Amandit, yang juga masih di kawasan loksado. Kami menyusuri sun-gai menggunakan rakit.

Jalur yang kami lewati, cukup berse-jarah. Di masa silam, kerajaan-kerajaan kuno Kalimantan Selatan berpusat di seki-tar sungai. Jauh sebelum munculnya Kera-jaan banjar, telah berdiri satu negara suku Dayak Maanyan yang bernama Nan Saru-nai. Pusat negara ini terletak dekat kota Amuntai, yang diapit Sungai tabalong dan balangan, sekarang daerah Kabupaten Hulu Sungai utara.

Kemudian setelah kedatangan emigran

Cuci Mata dengan Permata

Jawa, Mpu Jatmika membangun Negara Dipa, pusatnya di daerah Hujungtanah yang merupakan tempat pertemuan Sungai Am-andit dan Sungai Negara, kini Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

tak mungkin lupa petualangan ini. Sungguh kami terkesima dengan keramah-an masyarakat Kalimantan Selatan. Kagum pula kami pada pelayanan Dinas Pariwisata setempat, yang membantu kami selama per-jalanan dengan mengutus pemandu khusus: Pak udin dan Pak Dian.

Aceh juga punya banyak potensi wi-sata sungai penuh sejarah, arung jeram, perkampungan dengan adat tradisional. tapi, akankah Dinas Pariwisata Aceh ber-sedia melayani tamu sampai menyediakan pemandu? Dan tak kalah penting, akankah masyarakat Aceh seramah Dayak? Anda pu-nya jawabnya? [a]

Arung jeram dengan menggunakan rakit bambu (bamboo rafting) di sungai Amandit, Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Penjemuran kain batikSasirangan, Banjarmasin.

beragam jenis batu permata buatan Martapura.YO F

AUZA

N -A

CEH

KIN

I

Page 34: Majalah ACEHKINI #07

34

Untaian janur menghiasi tiang-tiang yang terbuat dari bambu, tegak berdiri di tengah bangunan rumah kayu. Rumah itu disebut balai, ditinggali enam keluarga.

Sudah adat Dayak, tinggal bersama sampai ada keluarga yang mampu bangun rumah sendiri.

Malam itu, seratusan warga suku Dayak Meratus penganut kepercayaan kaharingan. Berkumpul di Balai Cempaka, Desa Kamawakan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, warga hendak melakukan upacara Aruh Ganal, tradisi bersyukur selepas panen padi.

Aruh Ganal,

Foto dan Teks: Fauzan Ijazah

Esai Foto

Cara Dayak Bersyukur

ACEHKINI Oktober 200834

Page 35: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 35

Sementara lelaki mempersiapkan ritual, wanita memasak hidangan untuk para tamu. Anak-anak dan remaja sibuk dengan hand phone dan game watch, diselingi senda gurau.

Menjelang pukul 21.00 waktu setempat, makanan mulai dihidangkan dan tetamu siap bersantap. Gulai ayam dan tumis buncis memenuhi piring. Rokok juga diedarkan.

Usai makan, upacara dimulai. Demang Udes, duduk bersila di bawah rangkaian janur. Mulutnya terus melafalkan mantera di atas tumpukan sesaji yang disiapkan kaum hawa.

Lantunan mantera diiringi tabuhan gendang, membuat suasana terasa magis. Kaum lelaki bergantian mengelilingi rangkaian janur sampai matahari terbit. Di tengah modernisasi yang mulai merambah rimba, suku Dayak Meratus terus mempertahankan gurat tradisinya. [a]

“Sebelum upacara ini selesai dilakukan, pantang bagi masyarakat Dayak memakan hasil panen mereka.”

Demang Udes, 75 tahun,Tetua Adat Kamawakan.

35

Page 36: Majalah ACEHKINI #07

36

Page 37: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 37

Nanggroë

DED

EK P

ArTA

—AC

EHKI

NI

Empat kali Idul Fitri dirayakan ribuan korban tsunami di barak. brr masih menebar janji saat usianya hampir berakhir.

oleh RIZa oZ

...usaha pembuktiananak tarmizi yang hilang

berujung pada DNA... hal. 53

Empat Tahun Berharap, Cape’ Dech.

Page 38: Majalah ACEHKINI #07

38

DED

EK P

ArTA

—AC

EHK

INI

Deretan bangunan panggung bercat hijau itu telah berubah rupa. lantai mulai mengeluarkan serbuk. tiang penyangga, kini miring dan mulai lapuk. Namun, 160 keluarga korban gelombang raya masih menempati barak bakoy, Kabupaten Aceh besar. Ingat, bencana tsunami terjadi 26 Desember 2004, hampir empat tahun silam. ”Di sini, tempat penantian terakhir kami,” ujar rosita, 28 tahun, pengungsi asal Kajhu, Aceh besar.

Penghuni barak ini berasal dari Kam-pung Jawa, Jeulingke, lampulo, Kajhu, lamteumen, Kampung Mulia, labui, serta lhok Nga. Ada juga dari Aceh Jaya dan Pulo Aceh. Kebanyakan dari mereka ialah kor-ban tsunami yang sebelumnya mengontrak rumah warga di desa setempat. Ketika barak dibangun, pada masa tanggap darurat awal 2005, para korban ditargetkan hanya dua tahun menetap di sana.

”Ini adalah tempat pembuangan tera-khir setelah semua barak di pinggir kota dibersihkan,” keluh ibu beranak empat itu. Sejak Maret tiga tahun lalu, ia tinggal di barak bakoy. tak ada pilihan baginya selain menanti janji manis yang ditebar para pe-jabat badan rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias (brr NAD-Nias), yaitu akan member-inya rumah baru.

Kehidupan serba prihatin harus tetap dilaluinya. bagi rosita, tinggal di barak tak membuat semangat hidupnya kendur. Hanya saja, dia kelimpungan menjawab pertanyaan yang hampir saban hari diucap-kan anaknya: sampai kapan kita harus ting-gal di barak. Pasalnya, teman mainnya satu persatu meninggalkan barak itu. ”brr janji pada bulan puasa ini kami sudah punya rumah, tapi sampai sekarang belum jelas,”

ungkap rosita saat dikunjungi ACEHKINI, pertengahan September lalu.

Meski begitu, seperti layaknya seorang ibu lain, rosita terus meyakinkan anak-anaknya bahwa esok hari akan ada kehidu-pan yang lebih layak. Walau tak tahu sam-pai kapan, rosita masih menggantung asa di benaknya. untuk meyakinkan mereka menjelang Idul Fitri tiba, rosita telah me-nyiapkan baju baru serta kue racikannya. ”ya tahun ini hari raya keempat kami di sini. Kalau kami orangtua ini tak apa-apalah tinggal lama-lama di barak, tapi anak-anak bagaimana,” katanya, dengan nada sedikit menggugat.

gugatan rosita rasanya tak terlalu ber-lebihan. Sebelumnya, Kepala brr NAD-

Nias, Kuntoro Mangkusubroto, telah beru-langkali menebar janji bak angin surga bagi korban tsunami. Di awal lembaga itu diben-tuk, ia sesumbar soal perumahan akan di-tuntaskan, akhir 2006. Itu pula alasannya, dia membentuk kedeputian perumahan dan permukiman di awal tahun itu guna mengu-rusi hajat hidup para korban tsunami. tapi tahun berlalu, janji tinggal janji.

Alih-alih menyelesaikan pembangunan rumah, data saja masih amburadul, kala itu. belum lagi soal rumah-rumah yang diban-gun lembaga setingkat menteri itu menuai protes karena kualitas jelek. Janji baru pun begitu mudah terucap, seolah tak ada evalu-asi akan kemampuan stafnya yang sebagian khusus didatangkan dari seberang. tapi pembangunan rumah sampai kini belum juga tuntas sehingga ribuan pengungsi ter-paksa harus menggantung harapan.

bukan hanya rosita yang terus ber-harap datangnya kabar mereka meninggal-kan penatnya barak. Zainabon, 45 tahun, juga masih meratapi nasib, menunggu satu kepastian di barak bakoy. Sebelum air laut itu datang, dia menetap di kawasan pantai cermin ulee lheue, banda Aceh. Kini jan-gankan pertapakan rumah, tanah tempat berpijak pondasipun telah menyatu dengan lautan.

Zainabon hidup berdua dengan suamin-ya yang hanya berprofesi sebagai tukang becak. Jangankan untuk menyewa rumah, terkadang suaminya juga tak mampu mengepulkan asap dari dapur barak berno-mor 22. ”Suami saya sudah tua, sudah tidak sanggup lagi cari rezeki. Mana duit kami untuk sewa rumah, kami sabar saja di sini,”

Barak pengungsi korban tsunami di Bakoy, Aceh Besar

Page 39: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 39

DED

EK P

ArTA

—AC

EHK

INI

katanya.Dia mengaku bingung kenapa sampai

sekarang belum mendapat rumah. Padahal sepengetahuannya, banyak rumah bantuan yang telah dibangun untuk korban tsunami. beberapa tetangga yang sebelumnya tinggal di barak itu, telah pindah. berpuluh survei dan verifikasi sudah ia ikuti. Tentu Zaina-bon tak tahu ada duit milyaran rupiah telah dihabiskan untuk mendata mereka. tapi, sampai sekarang kabar pindah ke rumah bantuan belum juga datang.

”rumah bantuan sudah banyak yang siap, tetapi saya nggak tahu kenapa sampai sekarang kami belum dipindahkan, kenapa harus ditahan-tahan,” gumamnya.

Menurut data yang dirilis Pusat Data dan Informasi brr, pertengahan Agustus lalu, jumlah pengungsi yang masih tinggal di barak, lebih 1.400 kepala keluarga. Kat-anya, mereka masih menunggu penyelesa-ian rumah. tetapi, tidak dijelaskan lebih detil menyangkut angka tersebut, apakah semuanya korban tsunami atau ada ”pen-gungsi susupan.”

Koordinator barak bakoy II M Nasir Ib mengungkapkan, terakhir tim verifikasi regional I brr berjanji akan merumah-kan mereka sebelum ramadan tahun ini. Namun janji itu diundur sampai habis leba-ran. Menurutnya, ada juga orang yang tidak berhak mendapatkan bantuan rumah, tapi menetap di barak itu.

Selain itu, banyak juga orang yang ti-dak layak mendapatkan rumah justru lebih duluan pindah. Malah ada juga yang telah dapat rumah masih menetap di barak, dan rumahnya disewakan ke orang lain. ”Ada yang korban konflik juga tinggal di barak ini. Nanti setelah lebaran ini akan ditertib-kan. Setelah itu baru rumah akan dibagi-kan,” ungkapnya.

Kondisi inilah yang membuat banyak orang yang benar-benar jadi korban hingga kini tak dapat rumah. Selain karena masalah itu, status sebagai korban tsunami penyewa juga menyebabkan mereka seperti dinomor-duakan dan tak mendapat prioritas.

Selain di barak bakoy, ada sekitar 129 kepala keluarga korban tsunami lainnya hidup di rumah sementara (shelter). Misal-nya saja Wardiah, 38 tahun. Dia masih ber-kutat pada kehidupan seadanya di pinggiran Krueng Cut, Alue Naga, banda Aceh.

Di bantaran sungai itu masih berjejer puluhan rumah sementara, mirip sangkar burung yang mulai ada setelah bencana itu datang. Alur buatan ini masih tetap men-jadi tempat bermain asyik bagi anak-anak korban tsunami dari Desa Alue Naga, yang jaraknya tak lebih 10 menit perjalanan den-gan kendaraan dari kantor pusat brr.

Kini dinding rumah-rumah kecil itu mulai berubah warna menjadi coklat kelam karena dibakar matahari, disiram hujan, dan saban hari diterpa angin pantai. Pen-

ghuninya berasal dari Dusun Kutaran, Beunot dan Musafir. Mereka tetap setia menunggu realisasi janji brr.

Puluhan, bahkan ratusan, janji telah hilir mudik di telingga Wardiah. Kehidupan ramadan dan lebaran di rumah darurat itu tak lagi ia perdulikan. ”Sudah tiga kali leba-ran di sini, tidak ada yang aneh lagi. Sudah capek kami berharap,” ucapnya pesimis.

Ketidaknyamanan yang selalu dia ke-luhkan sebenarnya adalah sulitnya mencari air bersih. tidak jarang dia harus membeli air dari mobil tangki yang datang seminggu dua kali. Air itu bukan untuk mandi dan mencuci pakaian, tetapi untuk dimasak.

”untuk mandi kami masih pakai air asin. Kalau ada pun paling untuk memba-suh badan baru pakai air tawar, anak-anak juga mandi di sungai,” ungkapnya.

Sayuti, gechik Alue Naga menuturkan, kebanyakan penghuni rumah sementara di bantaran Krueng Cut, pertapakan rumahn-ya telah larut bersama laut. Jumlah mereka sekitar 36 KK dan sisanya menetap di barak tibang, desa tetangga. Dari 400 korban tsu-nami desa itu, baru 205 KK yang telah me-miliki rumah bantuan.

”Sebenarnya mereka semua telah dijatah akan mendapat rumah, tapi belum pasti kapan selesainya, bisa saja setelah lebaran atau akhir tahun nanti,” katanya.

Petinggi brr menyakini pihaknya akan mampu menyelesaikan permasalahan ini Oktober nanti. tentu, ini bukan janji per-tama. Sebelumnya berbilang janji telah di-ingkari. Sikap pengungsi sendiri, ya harus terus berharap seperti kata Wardiah. Sudah empat tahun berharap, capeee dech! [a]

SuryANI tAK SAbAr MENuNgguhasil tes DNA (deoxyribonucleic acid). berkali-kali dia menelepon Anwar yusuf Ajad, menanyakan hasil tes yang dilakukan pertengahan Juli lalu. lagi-lagi, upaya yang ditempuh Suryani dan suaminya, tarmizi, tak membuahkan hasil. tes DNA yang di-lakukan untuk menelusuri jati diri riko Anggara –bocah yang melejit namanya melalui kontes Idola Cilik di rCtI— sejat-

Dan Hasilnya Adalah...tes DNA menunjukkan bahwa tarmizi dan Suryani bukan orangtua riko Anggara. Namun, Suryani bersikukuh. Mereka meminta tes DNA diulang.

oleh FaKhRURRadZIe Gade

ANAK HILANG

Ada yangkorban konflikjuga tinggaldi barak ini

”M Nasir Ib, Koordinator Barak Bakoy II

Page 40: Majalah ACEHKINI #07

40

inya sudah keluar hasilnya pada 8 Agustus silam.

Suryani dan tarmizi galau. Keduanya tak sabar mengetahui hasil akhir pencarian anak mereka yang hilang dalam bencana tsunami. berkali-kali pula, Suryani meng-hubungi Anwar dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Aceh. tetap saja, Anwar tak kunjung memberitahu hasilnya. Hingga medio September lalu, Suryani dan tarmizi nmenyambangi kantor KPAID di bilangan Nyak Makam lambhuk. Nah, di markas KPAID inilah, Anwar akhirnya buka kartu.

Anwar menyodorkan tiga lembar ha-sil tes DNA yang ditandatangani Dr. Djaja Surya Atmadja, SpF., PhD., SH, DFM dari bagian Ilmu Kedokteran Forensik Mediko-legal Fakultas Kedokteran universitas In-donesia. Hasil tes DNA itu menyebutkan bahwa tarmizi dan Suryani bukan orangtua biologis riko Anggara. Selama ini, tarmizi dan Suryani menganggap riko merupakan rahmat yani, anak mereka yang hilang saat tsunami menghumbalang Aceh empat ta-hun silam.

Hasil tes itu tak serta merta membuat tarmizi dan Suryani lega. “Saya masih ya-kin bahwa riko itu anak saya,” kata Suryani kepada ACEHKINI setelah mengetahui ha-sil tes DNA.

Pemeriksaan kecocokan kode genetis ini adalah babak lanjutan dari upaya tarmizi – Suryani untuk membuktikan siapa riko sebenarnya. Sebelumnya, Mei silam, mer-eka bertemu riko di studio rCtI.

Meski saat itu riko mengaku bukan anak Aceh, pasangan suami istri asal Neuheun, Aceh besar, ini menyakini bocah itu adalah anak mereka: rahmat. Selain kemiripan wajah, tanda luka di tubuh riko sama persis dengan rahmat.

Namun, tes kecocokan kode genetis yang dilakukan medio J u l i

menunjukkan bahwa Suryani dan tarmiz sama sekali bukan orangtua kandung riko Anggara, bocah berusia 12 tahun. Dalam pemeriksaan DNA itu, Dr Djaja memerik-sa 10 lokus (daerah) short tandem repeats (Str) yang berbeda dalam DNA manusia. tarmizi, Suryani, maupun riko Anggara diambil sampel darah dan lendir di mulut bagian dalam untuk dites DNA.

tes terhadap DNA tarmizi Abdurrah-man dan riko Anggara menunjukkan ada tiga lokus yang sama sekali berbeda atau negatif (eksklusi). Sementara tujuh lokus lagi sesuai. tiga lokus yang tidak sesuai adalah FgA, vWA, dan D7S820. Semen-tara pada Suryani, yang diduga sebagai ibu riko Anggara, menunjukkan ada tujuh lokus yang tidak sesuai. Hanya lokus vWA, D5S818, dan tPOX saja yang sesuai dengan lokus DNA-nya riko Anggara.

Dr Djaja Surya Atmadja mengatakan, seorang pria benar ayah dari seorang anak jika pada setiap lokus DNA yang diperiksa ditemukan keadaan sesuai, yaitu keadaan di mana satu ZDNA anak sama (identik) den-gan salah satu DNA pria tersebut. Namun, seorang pria yang bukan ayah biologis dari seorang anak jika ditemukan dua lokus DNA atau lebih dalam keadaan ekskusi. Ekskusi adalah tidak ada satupun DNA anak yang identik dengan salah satu DNA sang ayah.

begitu juga dengan hasil tes DNA Sury-ani. Dalam tes itu menunjukkan bahwa banyak lokus yang bersifat eksklusi. Hanya tiga saja lokus antara Suryani dan riko yang sesuai. Karenanya, Dr Djaja menyimpul-kan bahwa tarmizi dan Suryani bukanlah orangtua biologis dari riko Anggara.

tentu saja hasil tes DNA ini mengece-wakan Suryani dan tarmizi. bahkan, Sury-ani malah tidak mempercayai hasil itu. bagi Suryani, riko merupakan anak mereka yang hilang saat tsunami menerjang. Keya-kinan Suryani karena ditemukan banyak kemiripan antara rahmat yani dengan riko Anggara.

“Semua tanda khusus rahmat ada sama riko. Kami sudah membuktikannya,” kata Suryani, kecewa. “Demi Allah, riko itu anak kami.”

bukan hanya Suryani yang tak percaya hasil ini. rizky, abang rahmat, juga sulit memercayainya. bagi anak pertama pasan-gan tarmizi dan Suryani ini, riko adalah adiknya. Selain kemiripan wajah dan tiga tanda yang ada pada riko, rizky ternyata masih mengenali satu tanda lagi. “rahmat di jempolnya ada luka,” kata Suryani.

Suryani mengetahui rahmat mempu-nyai luka di jempolnya setelah diberitahu rizky. “Hanya rizky yang tahu rahmat ada luka di jempolnya,” kata Suryani. “Dia luka saat membelah kelapa. Saat luka itu, rah-

mat malah minta abangnya untuk tidak menceritakan pada saya.”

Sebelumnya, Suryani menandai ada tiga luka di tubuh rahmat yang ditemui pada riko. tiga luka itu ada di paha, di atas kening, dan lutut. bahkan, kata Suryani, riko saja tidak terlalu ingat lagi dengan luka yang ada di bagian tubuhnya. Misalnya saat Suryani menanyakan perihal luka di jem-polnya. “riko malah tanya, kenapa

saya tahu ada luka di jempolnya,” kata Suryani.

Melihat banyak kesamaan dan kemiripan antara riko dan rahmat, Suryani masih berniat untuk melakukan tes kode genetik lanjutan. “Seka-rang kami memang pasrah pada Allah. Kalau memang itu anak kami, suatu saat dia akan cari keluargan-ya. tapi, kalau nanti ada biaya, kami akan minta dites DNA ulang,” ujar

Suryani. “tanda-tanda itu yang membuat kami yakin bahwa riko itu adalah rahmat.” [a]

Demi Allah,Riko itu anak kami.

”“

Page 41: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 41

HidupGaya

MODE KULINER HOBI KESEHATAN KECANTIKAN

CHAI

DEE

r M

AHYU

DD

IN —

ACEH

KIN

I “SAyA SuKA tIDAK SAbAr KAlAusudah mengantri,” ujar bedu, seorang pria dalam antrian. ruko itu memang sesak orang sore itu, bahkan walau kursi yang tersedia tak mencukupi, pelanggan bersedia berdiri.

bedu merupakan korban salah jadwal. Dia mendatangi toko itu hari Minggu. tak

oleh daSPRIanI Y ZaMZaMI

Bukan Sekadar Hilangkan Pegal. KESEHATAN

ayal, ia harus bersabar menunggu giliran. “Satu orang dipijat itu bisa makan waktu satu jam,” keluh bedu.

tapi, pemilik ruko punya jurus jitu men-gusir jenuh tamunya. Ia memutar musik. Walhasil, seisi ruang senyap. Walau sesak, tak terdengar riuh orang bercakap. Di kursi semi ranjang dengan bagian kaki tersing-kap, beberapa pria pulas tertidur.

Musik yang terus mengalun bukan sem-

barang musik. Pengelola memilih musik orkestra yang mengandung unsur ‘obat’. “Sengaja kita perdengarkan, ini juga bagian dari terapi,” ujar pemilik ruko. Sementara semerbak bau herbal terus menyeruak dari botol-botol.

***

SAryONO luNglAI. WAJAHNyA, lEbIH

Page 42: Majalah ACEHKINI #07

42

CHAI

DEE

r M

AHYU

DD

IN —

ACEH

KIN

I

renta dari usia. Menahun pria ini menahan sakit akibat gangguan ginjal. Peredaran da-rahnya juga tak lancar. Ia tak pasrah, wa-lau pengobatan medis yang dijalani tidak menunjukkan titik terang.

Suatu hari setahun silam, kerabatnya menyarankan agar beralih ke pengobatan alternatif. bapak tiga anak ini manut saja. Walau ginjalnya terbilang akut, sang teman mengusulkan agar Saryono mencoba pijat intensif.

Ahli akupreser didatangkan dari Jakar-ta untuk mengobatinya. Enam bulan berlalu, pemijatan titik saraf yang dijalaninya mulai menunjukkan hasil. ginjalnya membaik, tu-buhnya kembali bugar. “Awalnya, terapi ru-tin seminggu tiga kali, tapi kemudian kare-na badan saya sudah merasa enak menjadi seminggu sekali saja,” jelas Saryono.

beranjak dari pengalaman itu, Juni si-lam, dia mendirikan panti pijat khusus di jalan Panglima Polem, Peunayong, banda Aceh. bukan sembarang panti, tapi ini panti

pijat refleksi yang terbilang baru di nang-groe Aceh. “Sungguh saya sudah membuk-tikan, ini sangat berguna bagi kesehatan dan kebugaran tubuh,” ujar pria keturunan tionghoa ini, sedikit berpromosi.

Pijat refleksi memang sudah kesohor. tak heran begitu panti yang diberi nama pu-sat pijat refleksi “Rilek’s” hadir di Kutaraja, langsung diserbu masyarakat kelas menen-gah ke atas. bahkan acapkali kursi yang tersedia tak mencukupi karena ramainya pasien. “Saya buka kesempatan untuk orang yang juga membutuhkan,” ujar Saryono pada ACEHKINI, pertengahan September silam.

Pria kelahiran Medan, Sumatera utara, 55 tahun lalu merekrut 11 tenaga pemijat. tim pycesion ini didatangkan khusus dari Jakarta dan Jawa barat. Sebelumnya, me-reka menjalani pelatihan khusus. “Walau muda, mereka pekerja profesional,” jelas Saryono memuji awaknya.

Meski para pelanggannya mayoritas

pejabat atau pengusaha, pria yang sudah 23 tahun menetap di Aceh mengaku mem-buka panti tak semata bisnis. Menurutnya, masyarakat belum banyak mengetahui pijat refleksi. Sementara, pelanggannya paham benar manfaat bagi kesehatan.

bagi Saryono, dipijat bukan hanya un-tuk sekadar menghilangkan rasa pegal dan letih, melainkan mengutamakan kesehatan dan fungsi dari semua organ tubuh. Pijat refleksi akan manjur jika dilakukan pada titik tepat, serta menggunakan teknik yang benar. Sedikit saja meleset, justru bisa ber-dampak sebaliknya.

Terapi refleksi telapak kaki dan tangan sebenarnya telah dikembangkan di Mesir se-jak 2.330 tahun Sebelum Masehi. Masyara-kat dataran China juga telah mengembang-kan pengobatan tradisional ini. Sayangnya, ilmu tersebut tidak disebarluaskan.

Pijat refleksi sendiri sebenarnya ber-tujuan memperlancar peredaran darah serta meningkatkan vitalitas. Dengan be-gitu, secara mekanistis organ tubuh mampu menangkal dan melawan penyakit. tak ha-nya jenis ringan semisal pusing, pegal-pe-gal, dan perut mulas. Penyakit tingkat ting-gipun diyakini lumat seperti ginjal, jantung bahkan kanker.

bedu mengaku tubuhnya kini lebih bugar. Sebelumnya kakinya sering berd-enyut, seperti disuntik. “tapi setelah men-jalani terapi pijat beberapa kali, sudah lebih mendingan, badan pun terasa enak,” katan-ya. Ongkosnya terjangkau, rp 50.000 untuk pemijatan selama satu jam.

Anda ingin coba? Sebaiknya jangan datang hari Sabtu atau Minggu bila malas mengantri. [a]

“ dipijat bukan hanya untuk sekadar menghilangkanrasa pegal dan letih, melainkan

mengutamakan kesehatan dan fungsi dari

semua organ tubuh. Pijat refleksi akan

manjur jika dilakukan pada titik tepat,

serta menggunakan teknik yang benar.

Saryono

Page 43: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 43

Meunara Antara Patung dan Pohon Pinang. Sirup lokal belum mampu menjadi raja di tanah sendiri. Asupan modal dari bank tak tergapai.

BisnisEkonomi &

oleh MAIMUN SALEH dan RIZA OZMArWAN ADAM, 45 tAHuN, rIANg bercampur panik di musim panen. Order terus berdatangan. bahkan salah satu ins-tansi pemerintah propinsi memesan ribuan botol untuk keperluan Idul Fitri.

usahawan sirup asal gampong bak Dilip, Montasik, Aceh besar, ini bingung. Modalnya tak mencukupi. Setidaknya, ia butuh rp 180 juta. Itupun hanya cukup un-tuk produksi 2.000 lusin sirup.

Dengan jumlah pekerja 15 orang ditam-bah pasukan pencuci botol 10 orang, Mar-wan yakin bisa mengejar semua order. be-tapa tidak, 100 lusin bisa dikerjakan dalam tempo tiga hari. “tapi modal itu sulit di-dapat,” kata Marwan.

Melepaskan order, jelas tak mungkin. Apalagi ini musim ‘panen’ bulan ramadhan dan Idul Fitri. Di luar musim panen saja, dia sudah memperoleh pesanan 1.000 lusin sa-ban bulan. Sirup berlebel Meunara ini me-mang sedang melejit.

tak ada saingan asal Aceh, bukan ber-arti ia bisa menaklukkan sirup berlogo pa-tung liberty di kelas sirup murah meriah. CH

AID

EEr

MAH

YUD

DIN

—AC

EHKI

NI

USAHA KECIL

Sirup asal Medan, Sumatera utara ini sudah puluhan tahun menjadi pilihan masyarakat bahkan warung kopi. Warga akrab menye-butnya sirup cap patong.

Sirup rasa raspberry produksi Pt Kur-nia inilah raja sirup di Aceh. Menariknya, untuk menaklukkan saingan, belakangan cap patong mengeluarkan edisi berhadiah. bagi yang beruntung langsung mendapat rp 500 ribu, bila ada kode tertentu di balik tutup botol.

tak hanya itu sirup asal propinsi te-tangga. Pohon Pinang, juga akrab di lidah masyarakat Aceh. Pt Majujaya yang menge-luarkan sirup ini mengandalkan citarasa marquisa dari brastagi.

untuk kelas sirup asam, ada pula sirup AbC produksi Heinz AbC Indonesia yang sudah duluan merambah pasar di Aceh. Soal harga, sirup berasa jeruk asal Kera wang ini hanya beda ribuan rupiah saja. Maka ter-himpitlah Meunara.

rahmad, seorang pedagang di pasar Peunayong, banda Aceh, mengakui tinggi-nya pemintaan sirup di bulan ramadhan. Pembeli dalam skala terbesar menurutnya memang instansi pemerintah dan swasta.

“Mereka beli perlusin untuk dibagikan pada anak buahnya, kalau untuk dinas se perti itu biasanya sirup yang harganya murah seperti cap patong, dan kalau beli dalam jumlah banyak harganya juga pasti jauh lebih murah,” ungkapnya.

Sudah hukum pasar, meningkatnya permintaan harga menanjak. rahmad me-nyatakan kenaikan harga dadakan di musim ini bisa mencapai 20 persen. Dia memberi contoh salah satu merek sirup biasanya di-jual rp 18.000 perbotol, kini naik menjadi rp 20.000.

Pasar memang sulit diduga, menjelang dan saat bulan ramadhan persaingan sirup murah meriah memang kentara. Menurut rahmad, sirup berkualitas terbaik memang bukan pilihan pembeli di musim ini. tapi menjelang lebaran kondisi berbalik, sirup elit menjadi incaran.

“Kalau bulan puasa paling sirupnya yang biasa-biasa saja, tapi kalau sudah dekat lebaran paling banyak laku sirup yang har-ganya lumayan tinggi, seperti sirup marqui-sa, strawberry, lechi, anggur dan macam-macam,” jelas rahmad.

Menurut dia, sirup lokal memang be-

Page 44: Majalah ACEHKINI #07

44

ATAS

: CH

AID

EEr

MAH

YUD

DIN

—AC

EHKI

NI;

BAW

AH: D

OKUM

EN/M

EUN

ArA

lum tenar. tak banyak diminati juga sebab tampilan kurang menarik. Selain itu, rasa yang masih kalah dengan produk sirup su-dah duluan masuk pasar. “ya yang namanya sirup itu kan tergantung pembeli, kalau ekonominya rendah pasti beli yang lebih murah,” katanya.

Marwan sadar benar soal pentingnya tampilan. Sebab itu, ia telah menyolek logo yang dulunya besar, kini diperkecil. Selain itu, ia juga meluncurkan kemasan tak hanya kotak juga ada yang menyerupai tas jinjing.

Selain tampilan, kini ia berfokus mem-perlebar wilayah distribusi. Sebelumnya, hanya sekitar Aceh besar, kini sudah me-rambah banda Aceh. Sirupnya kini bisa dijumpai di pasar Aceh, Peunayong, ulee Kareng dan pasar lambaro. “Sudah ada di pasaran 4.000 botol, ada sekitar 1.000 lagi di rumah,” katanya. “Harganya tidak mahal cuma rp 10.000 ribu saja.”

Sebelum tsunami, Meunara sempat ber-jaya. Sirup ini bahkan sempat merambah Sigli dan Meulaboh. tapi tsunami mereguk 5.040 botol sirupnya di pasar. belum lagi saat konflik, nyali ciut akibat sering dipalak

orang bersenjata saat mendistribusikan si-rup. Walhasil, modalnya tak kembali. Akhir cerita, Meunara rubuh, tak terlihat lagi di pasar. “Waktu konflik sudah mati beberapa kali,” kenangnya.

Selepas konflik dan gelombang raya, sepetak tanahnya di Krueng raya, Aceh besar, laku terjual seharga rp 35 juta. Ia kembali membangun Meunara. Kembali merangkak, penjualan hanya mengandal-kan pesanan toko distributor yang kini su-dah mencapai 10 toko pemasoknya. Semua dikerjakannya tanpa ada suntikan bantuan dana baik dari NgO yang banyak bertebar-an di Aceh pascatsunami atau badan reha-bilitasi dan rekonstruksi (brr) NAD-Nias.

Kini, usahanya mulai tumbuh. untuk meyakinkan pembeli, tahun ini, sampul Meunara sudah menempel lebel halal dari Majelis Permusyawaratan ulama. Ia juga sudah mendapat sederet surat izin dari pemerintah. Tak tertinggal, sertifikat ‘ke-amanan pangan’ dari balai Pengawasan Obat dan Makanan. bahkan ia juga rajin mengikuti berbagai pelatihan.

Kisah usahawan ini terbilang unik. Mar-wan sama sekali tak punya pengetahuan khusus soal sirup. Mulanya, dia membuka warung kopi di Simpang Pocut baren, ban-da Aceh, sekitar tahun 1993 sampai 1997. Namun, warungnya gulung tikar.

Saat krisis ekonomi melanda Indonesia, dia kembali membuka warung kopi di kam-pungnya. Kala itu, sirup langka dan harga tinggi. Ide membuat sirup muncul setelah membaca komposisi di sampul salah satu sirup produksi Medan.

tak sekedar membaca, Marwan langsung uji coba. Hasil, menggembirakan. Sejak itu,

untuk memenuhi permintaan pelanggan, dia menggunakan sirup produksi sendiri. Seorang pemilik warung kopi setempat ka-get, karena warung Marwan menyediakan sirup. tapi, Marwan tidak membocorkan bahwa sirup itu karyanya.

Singkat cerita, tetangganya itu menjadi pelanggan pertama Marwan. Waktu itu, sirupnya tak bermerek. bahkan hanya bertu-tup dari plastik yang dililitkan karet. lamat-lamat, sirup karya Marwan menjadi buah bibir pemilik warung kopi se-kecamatan.

Mujur, enam bulan setelah uji cobanya, pemerintah memberi pinjaman modal rp 7,5 juta. Modal itu diraup lewat program Pemberdayaan Ekonomi rakyat (PEr), era pemerintahan Abdullah Puteh. uangnya, dipakai membeli dandang dan bahan baku. Marwan ingat benar, kala itu harga sirupnya hanya rp 50 ribu perlusin. Pekerjanya-pun tak seramai sekarang, hanya anak dan istrinya saja.

Delapan tahun berlalu, Meunara telah kembali. Marwan tak lagi berfikir meng-hidupkan usahanya, tapi bagaimana me-nguasai pasar sirup di Aceh. Sayang, dia terganjal minimnya modal.

beragam bank sudah ia ajukan kredit, tapi hasilnya nihil. bank menilai usahanya tidak bonafit. Cara menolakpun beragam, termasuk sulitnya menembus proses admin-istrasi bank. “Paling cuma berani dia kasih rp 10 juta saja. Jumlah itu, untuk mengan-tar barang saja tidak cukup,” keluhnya. [a]

Marwan Adam, di Pasar Murah, Ulee Kareng.

Karyawan pencuci botol sirup Meunara.

Waktu itu, sirupnya tak bermerek.Bahkan hanyabertu tup dari plastik yang dililitkan karet.

Page 45: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 45

BudayaSeni &

TRADISI SASTRA ADAT MUSIK FILM

UPIN

DAN

IPIN

.COM

.MY

Istimewa Lebaran Bareng Upin dan Ipin. Selain kocak, serial Upin dan Ipin bisa dijadikan film edukasi bagi anak-anak.

PErbINCANgAN Itu tErJADI DI MEJA makan usai pengumuman datangnya bulan suci ramadan. “Kalian berdua pun kena puase,” kata Opah.

“Hah, puase?” sergah upin, terkejut. tangannya berusaha menyentuh adik kem-barnya, Ipin, yang lahap menyantap paha ayam goreng. Seketika, Ipin berujar, “Oh, boleh-boleh, boleh.” Dia terus melahap ayam goreng kesukaannya. Sementara upin, ma-sih bingung mendengar pernyataan Opah.

“Puase itu apa, Opah?” tanya upin.

oleh FAKHRURRADZIE GADE Dengan sabar, Opah menjelaskan pengertian puasa. Namun, Ipin terkejut saat Opah menyebutkan bahwa puasa tidak bo-leh makan dan minum mulai dari fajar sam-pai magrib.

“Hah, tak boleh makan?” sergah Ipin, masih dengan ayam goreng di tangannya. “Matilaaah,” lanjut Ipin.

Perbincangan di meja makan terus ber-lanjut. upin belum puas dengan penjela-san yang diberikan Opah dan Kak roes, kakaknya. upin dengan lugunya lantas bertanya kenapa mereka harus berpuasa. Sekali lagi, Opah dengan bijak menjelaskan

bahwa orang Islam diharuskan berpuasa di bulan suci ramadan untuk menunaikan perintah Allah.

“berpuasa itu tuhan suruh, supaya kita tahu bagaimana rasanya orang miskin dan mereka yang kelaparan,” kata Opah.

tak puas, upin protes. Menurut upin, mereka belum wajib berpuasa karena masih kecil. “Iyalah, kecil-kecil haruslah belajar puase,” jawab Opah.

Perbincangan tadi merupakan adegan dalam film animasi tiga dimensi, Upin dan Ipin, yang diproduksi les’ Copaque, Malay-sia. Pada bulan Ramadan ini, film animasi itu ditayangkan saban Jumat, Sabtu, dan Minggu di tV9.

upin dan Ipin adalah serial animasi yang bercerita tentang kakak-beradik kem-bar berusia lima tahun. Ini pengalaman per-tama mereka melaksanakan puasa di bulan ramadan. Ceritanya disajikan sederhana dalam bentuk komik dengan nuansa kocak.

Dalam film 12 episode itu, Opah (diali-hsuarakan oleh Hajjah Ainon) dan ros (Ida Shaheera) memberikan petuah dan nasihat kepada upin dan Ipin (Nur Fathiah). Ni-lai-nilai kebajikan yang ditanamkan Opah dan Kak Ros dalam film ini sangat mudah dimengerti anak-anak. Adegan dan dialog disaji dengan kocak dan sederhana. Selain bercerita soal puasa, film Upin dan Ipin juga menyampaikan pesan-pesan edukasi dan nilai moral kepada anak-anak.

Pesan sosial, agama, dan moral yang disampaikan upin dan Ipin sangat kaya. Dalam hampir semua scene, Opah dan Kak roes memberi nasihat kepada dua kakak-beradik kembar ini. lihat saja misalnya saat Fizi mencoba mempengaruhi upin dan Ipin. Saat itu, Fizi bilang bahwa dirinya mendapat satu ringgit dari puasa setengah hari yang dilakoninya.

Mendengar “provokasi” Fizi, upin dan Ipin seakan hendak mengajukan protes pada Opah. “Opah. Kawan upin kan, dia puase satu hari dapat seringgit... Jadi Opah, pahamlah Opah,” kata upin, malu-malu. “tapi kata kawan Ipin, dia puasa setengah hari ke. boleh ke Opah?” timpal Ipin.

FILM

Page 46: Majalah ACEHKINI #07

46

LES’

COP

AQUE

PrO

DUC

TION

SD

N B

HD

Kesempatan ini digunakan Opah untuk menjelaskan bahwa puasa dilakukan den-gan ikhlas, tanpa mengharap pemberian uang. boleh-boleh saja, kata Opah, anak-anak semisal upin dan Ipin berpuasa seten-gah hari. tapi apa salahnya belajar untuk berpuasa sehari penuh. Penjelasan Opah ini membuat dua kakak-beradik yang lugu ini merasa malu dan akhirnya mereka bertekad untuk berpuasa penuh selama sebulan ra-madan.

Atau misalnya, saat upin, Ipin, Mei Mei, dan rajoo –empat bocah berbeda etnis dan agama—bermain di halaman rumah Opah. usai bermain, upin dan Ipin kelelahan. rajoo (Kannan) yang kalah, mengajak upin dan Ipin untuk membeli minuman dan makanan. Hampir saja dua kakak-beradik ini terbujuk ajakan rajoo, sebelum akhirnya dicegah Mei Mei (yap Ee Jean).

“Hei, kamu berdua kan puasa?” sergah Mei Mei, teman upin dan Ipin yang beretnis tionghoa.

Seketika upin dan Ipin mengangguk.“Alah, tak ape, orang tak tau,” kata ra-

joo, keturunan India.“betol, betol, betol,” angguk Ipin, den-

gan gaya khasnya.“tak boleh, yu punya tuhan tau. Nanti

ya, yu punya tuhan malah, mana boleh main-main,” kata Mei Mei, dalam logat tionghoa yang kental.

rajoo, upin dan Ipin pun akhirnya mem-batalkan niat mereka membeli minuman.

***

FIlM uPIN DAN IPIN INI SArAtdengan nilai edukasi, sehingga layak men-jadi hadiah bagi putra-putri Anda saat bu-lan ramadan dan Idul Fitri. les’ Copaque Production merampungkan produksi film animasi upin dan Ipin pada Agustus 2007. Sebulan kemudian, film ini diputar di Chan-nel 9, satu televisi swasta Malaysia.

Film ini mendapat sambutan hangat dari publik Malaysia. tak hanya berjaya di nega-ranya, film ini melebarkan sayap di negeri jiran, Indonesia. ramadan tahun lalu, upin dan Ipin menyapa penonton TVRI. Namun ramadan tahun ini, upin menyapa penik-mat TPI. bahkan di banda Aceh, upin dan Ipin dijual bebas penjual cakram padat ba-jakan di pinggir jalan. tak hanya itu, upin dan Ipin juga dengan mudah bisa diunduh di Internet, termasuk situs resminya. les’ Copaque juga sudah memproduksi upin dan Ipin dalam versi bahasa turki.

Direktur Kreatif dan Pemasaran les’ Co-paque Mohd Nizam Abdul razak yakin ani-masi upin dan Ipin yang mengangkat nilai tradisi dan budaya Malaysia akan mendapat sambutan hangat dari publik, tak hanya di Malaysia tapi juga bagi penyuka film ani-masi di belahan dunia.

“Serial film animasi terkenal, seperti

animasi Doraemon dari Jepang, semuanya mengangkat tema budaya lokal, ketimbang budaya internasional. Kami percaya bisa melakukan hal yang sama dengan karya kami,” kata Mohd Nizam seperti dikutip In.Tech.

Nizam tak sesumbar. Selepas dirilis dan ditayangkan di TV9, serial upin dan Ipin memperoleh penghargaan Film Animasi terbaik pada Kuala lumpur International Film Festival 2007. Sukses dengan upin dan Ipin I, les’ Copaque merilis upin dan Ipin Season Dua: Setahun Kemudian. Film kedua ini diproduksi dalam enam episode, masing-masing berdurasi lima menit.

Sesi ini mengisahkan upin dan Ipin telah duduk di bangku sekolah dasar. lagi-lagi, tema besar yang diangkat soal pen-galaman puasa dua anak kembar ini. Di be-berapa bagian, les’ Copaque menyisip tema soal budaya Malaysia, seperti pada Episode 9 yang berjudul Adat.

“Kami akan meningkatkan staf menjadi 100 orang akhir tahun ini, karena kami akan mengerjakan animasi ‘Pada Zaman Dahulu’ dan merampungkan keseluruhan 52 serial upin dan Ipin,” kata Nizam. Sukses upin dan Ipin juga membuat rumah produksi

les’ Copaque merilis animasi “geng: Se-buah Petualangan”. Pemeran utama tetap si bocah kembar lugu: upin dan Ipin, Kak ros, dan teman-teman mereka.

Pembuatan animasi tiga dimensi upin dan Ipin terinspirasi film animasi Toy Story yang diproduksi Disney-Pixar pada 1995 si-lam. “Ini benar-benar menginspirasi kami karena diproduksi saat tidak ada orang yang percaya tentang film animasi tiga dimensi,” kata Safwan, tim kreatif les’ Copaque.

Penghargaan yang diperoleh film Upin dan Ipin mendongkrak reputasi rumah produksi Les’ Copaque. “Kami memulai film berdurasi pendek ini tahun lalu sebagai tes penerimaan pasar lokal dan untuk mengu-kur bagaimana reaksi terhadap kemampuan cara bercerita kami,” tambah Safwan.

Managing Director les’ Copaque burhanuddin Md. radzi mengatakan, sam-butan publik Malaysia terhadap upin dan Ipin luar biasa. “bagus sekali, karena anak di sini maupun di Indonesia merindukan ani-masi yang bisa mereka pahami dan mencer-itakan kehidupan mereka sehari-hari,” kata burhanuddin kepada ACEHKINI.

respon pasar ini membuat les’ Copaque akan memproduksi upin dan Ipin sebanyak 52 episode. Pada lebaran pertama ini, upin dan Ipin episode 13 sampai 18 akan kembali diluncurkan.

Serial upin dan Ipin memberi nuansa baru dalam dunia film animasi Melayu. Apalagi, temanya tidak mengekor sukses film animasi versi Nickelodeon atau Disney, yang sebenarnya tak pantas ditonton anak-anak. Film animasi Nick dan Disney keban-yakan mengangkat soal kekerasan, perkela-hian, dan bahkan disajikan dengan bahasa yang sama sekali tak mendidik. Dan upin & Ipin menyuguhkan warna lain: toleransi dan sarat pesan moral. [a]

Page 47: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 47

FrEE

-WID

ESCr

EEN

-WAL

LPAP

ErS.

NET

FILM

Memburu ‘Sang Serigala’. tiga wartawan kembali ke bosnia lima tahun setelah perang usai, untuk meliput sebuah seremoni. Misi mereka berubah: memburu ‘sang serigala’, si penjagal paling dicari, saat CIA tak berhasil meringkusnya.

rENtEtAN tEMbAKAN, lEDAKAN membahana, orang-orang bertumbangan dan gedung-gedung rontok. Dua pria berla-ri an, mengikuti orang-orang bersenjata yang memuntahkan peluru di antara puing gerbong kereta api. Seorang dari pria itu me megang kamera, rekannya membimb-ing agar mengabadikan setiap momen me-negangkan, yang nyaris merenggut nyawa mereka.

Kedua pria itu ialah Simon Hunt (rich-ard gere), seorang jurnalis perang, dan Duck (terrence Howard), kameraman setia. Mereka sedang meliput perang saudara di Somalia. Selama sembilan tahun keduanya memasuki zona perang mulai bosnia hingga Irak, dari Somalia sampai El Salvador, untuk merekam momen-momen eksklusif guna di-tonton publik Amerika. Penghargaan Emmy pun telah diraih Simon.

Suatu hari pada musim dingin tahun 1994 di wilayah Polje, bosnia, semuanya berubah. Saat liputan live, Simon membuat kesalahan fatal. Ketika menjawab pertanya-an penyiar dari studio, emosinya bangkit dan dia mulai meracau tak karuan. liputan langsung segera diakhiri, tapi masih sempat terdengar suara Simon meninggi: “Orang-orang dibunuh di sini, kaum perempuan di-perkosa, anak-anak dibantai.”

Sejak itu, karirnya hancur. Simon lan-tas menghilang dari dunia pertelevisian

Amerika. Kehidupannya tak menentu. Ia coba bertahan sebagai jurnalis lepas, dan menjual hasil liputannya untuk kantor be-rita atau stasiun televisi negara-negara ke-cil. Sedangkan Duck pulang ke Amerika, naik pangkat jadi reporter. Hidupnya ma-pan. “Aku mendapat apa yang diinginkan semua orang: dunia kapital, makan malam dengan kalangan elit dan jet kelas pertama,” ujar Duck.

lima tahun telah berlalu usai insiden Polje. Musim gugur tahun 2000, Duck yang didampingi Franklin Harris (James brolin) dan benjamin Strauss (Jesse Eisenberg), kem bali ke bosnia, untuk liputan peringat-an berakhirnya perang paling berdarah di Eropa yang terjadi pada abad 20. Franklin adalah penyiar yang mewawancarai Simon saat ia “bikin ulah.” Sedangkan benjamin jurnalis muda sok tahu baru lulus universi-tas Oxford, tetapi belum punya pengalaman lapangan.

Wajah Sarajevo yang pernah dilumat perang jahanam masih menyisakan luka men dalam. Dinding-dinding gedung tetap dibiarkan berlubang, akibat bekas terjang-an peluru. Keluar ibukota bosnia itu, terli-hat grafiti besar-besar yang ditulis pada din-ding puing bangunan. Aroma perang masih terasa meski lima tahun telah berakhir. Ke-curigaan terhadap pendatang tetap tinggi. belum lagi para penjahat perang yang masih berkeliaran.

Setelah bereuni dengan rekan-rekan

oleh NURDIN HASAN jurnalis di lobi hotel, Duck masuk kamar. Dia terperanjat bukan kepalang, karena di dalam kamarnya sudah ada Simon. Sahabat lamanya itu berusaha meyakinkan Duck bahwa dia punya informasi lokasi penjahat nomor satu di balik aksi pembantaian Mus-lim bosnia semasa perang dulu: radoslav boghdanovic (ljubomir Kerekes), yang se-dang diburu banyak pihak. Penjahat perang ini dijuluki The Fox, sang serigala.

Setelah berdebat cukup lama, Duck dan benjamin akhirnya setuju mengikuti Si-mon memburu The Fox. Simon yakin bisa mendapatkan interview eksklusif dari bu-ronan yang dihargai uS$5 juta. Perburuan ini membawa ketiganya ke Montenegro, di mana The Fox diyakini bersembunyi. Mere-ka pergi ke sana dan bertemu seorang petu-gas Perserikatan bangsa-bangsa (Pbb) asal India, Eknath bharwani, yang sama sekali tak tahu latar belakang boghdanovic.

Konflik mulai menajam dengan ada-nya kecurigaan permainan di antara Pbb, NAtO, Pengadilan Kejahatan Perang di Den Haag, dan CIA dan kerahasiaan keberadaan penjahat perang yang disembunyikan. trio jurnalis mengalami hal pelik ketika mereka memburu boghdanovic. Perburuan jadi ti-dak mudah karena ada pihak yang berusaha melindungi The Fox dengan alasan pribadi.

Keselamatan Simon, Duck dan benjamin pun sempat terancam akibat misi berbaha-ya. Pihak berwenang setempat dan orang-orang yang melindungi The Fox mengira

Page 48: Majalah ACEHKINI #07

48

FrEE

-WID

ESCr

EEN

-WAL

LPAP

ErS.

NET

Simon dan kawan-kawannya adalah agen CIA yang berusaha melacak tempat persem-bunyian sang serigala. Apalagi, benjamin sambil bercanda sempat memperkenalkan diri pada seorang penunjak jalan sebagai agen CIA. Dan yang lebih parah lagi, Simon ternyata tak menceritakan alasan sesung-guhnya dia memburu The Fox.

Mereka sempat ditangkap dan nyaris di-bunuh dekat gubuk kawasan berbukit. tiba-tiba pasukan khusus datang menyelamat-kan ketiga jurnalis, sementara The Fox dan pengikutnya seperti sengaja dibiarkan lolos. Mereka dideportasi keluar dari bosnia. Saat pesawat siap-siap take off, ketiganya kabur dari basis militer NAtO dan kembali ke misi utama: memburu sang serigala.

“Only the most ridiculous parts of this story are true, hanya bagian paling konyol dari film ini yang kisah nyata,” tulis sang sutradara, richard Sephard, di awal cerita. Memang banyak kelucuan ditemui dalam film, yang terinspirasi dari kisah nyata lima jurnalis Amerika. Mereka ingin mewawan-carai radovan Karadzic, bekas Presiden Serbia-bosnia yang dituduh sebagai penja-hat perang karena pembantaian etnis Mus-lim bosnia dalam perang 1992-1995.

Departemen luar Negeri Amerika Seri-kat berjanji memberi hadiah uS$5 juta bagi siapa saja yang berhasil menangkap Karadzic. Dia diyakini bersembunyi di Ser-bia atau Montenegro bersama panglima perang, Jenderal ratko Mladic. Karadzic di-dakwa Mahkamah Kejahatan Perang Pbb di Den Haag, Juli 1995, karena mengesahkan penembakan warga sipil selama pengepung-an 43 bulan atas Sarajevo.

Dia juga dituduh melakukan pemusnah-an suku bangsa untuk kedua kalinya, empat bulan kemudian karena menjadi otak pem-bantaian 8.000 Muslim setelah pasukan Mladic menguasai “daerah aman” Pbb, Sre-brenica, di bosnia timur. Karadzic bersem-bunyi sejak 1997, dua tahun setelah campur tangan militer NAtO mengakhiri perang.

Petualangan dan penyamaran Karadzic akhirnya terbongkar juga setelah para petu-gas keamanan menguntit anggota keluar-ganya –yang diyakini membantu persembu-nyiannya. Pada Senin malam, 21 Juli silam, dia diringkus di Serbia, dalam sebuah bus umum. Selama dalam penyamaran –ber-jenggot putih lebat dengan rambut panjang kuncir– Karadzic menggunakan nama pal-su: Dragan Dabic David, seorang ahli peng-obatan alternatif.

***

SAAt SyutINg FIlM yANg JugAdikenal Spring Break in Sarajevo, gere sempat mengutarakan keinginannya untuk bertemu Karadzic. tapi sudah pasti hal itu tak mungkin kendati dia berperan sebagai jurnalis pemburu Karadzic. “Film kami tak menampilkan tokoh Karadzic. Kami memfiksikan seorang penjahat perang yang mereka (para wartawan) kejar,” ungkap She-pard, sang sutradara.

The Hunting Party –yang diproduksi akhir tahun 2007— mengajukan sebuah pertanyaan menggugat: mengapa ada pen-

jahat-penjahat perang dan mereka tak juga berhasil ditangkap, meski katanya akan dir-ingkus. Ada saat dimana penonton dibawa hanyut oleh akting gere dan Howard. Mis-alnya saja adegan alasan sebenarnya Simon memburu The Fox. Juga pertemuan dua sa-habat setelah sekian lama berpisah.

Scene demi scene seolah ditata rapi se-hingga tetap ada pertanyaan sampai film benar-benar berakhir. Sayangnya ending te rasa klise dan dangkal. tetapi, secara ke-seluruhan, alur cerita sudah logis dan latar belakang karakter kokoh, seolah penonton menyaksikan sebuah film dokumenter. Satu hal yang sedikit mengganggu dan konyol mungkin adalah kehadiran tokoh benja-min.

Setelah kabur dari markas militer NAtO, ketiga jurnalis langsung atur strategi mer-ingkus The Fox, yang masih suka berburu. lazimnya seorang pemburu tak mungkin dikawal banyak bodyguard. Sebab kalau banyak pengawal, binatang buruan pasti kabur. boghdanovic juga begitu. Dia hanya dijaga oleh seorang pengawal. tanpa banyak perlawanan, dia diringkus saat pelarian ber-akhir di tepi sungai curam.

“Saya akan kasih kalian uang tunai uS$5 juta,” tantang boghdanovic, merayu ideal isme ketiga jurnalis. Dia tetap ang-kuh sambil membanggakan diri karena tak mungkin diserahkan ke pengadilan kejahat-an perang. Simon mendorong The Fox sam-pai terjatuh. Dia dimasukkan dalam bagasi mobil. De ngan tangan terikat ke belakang, sang serigala dicampakkan di tengah pasar Polje. [a]

Page 49: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 49

SainsD

EDEK

PAr

TA —

ACEH

KIN

I

oleh MaIMUn Saleh

PrIA bErAMbut CEPAK Itu INAP DI balai belakangan rumah sewa Irwandi yu-suf di lampriet, banda Aceh. rencananya, dia ingin membicarakan soal helikopter mi-liknya. Pria itu, hendak meminta bantuan gubernur. Namun ajudan Irwandi hanya menjawab, “tidak ada anggaran.”

Warga Desa lhee Meunasah, gampong Aree, Pidie, itu tak lantas menyerah. ber-ulang kali dalam berbagai kesempatan dia menjelaskan pada sang ajudan, “Saya tidak minta uang tapi minta pembinaan skill.”

Pembinaan skill yang diharapkan Syari-

fuddin M Jamil, pria yang ngotot bertemu Irwandi itu memang ganjil, berkaitan de-ngan proses pembuatan capung besi. Ia gagal pula meyakinkan sang ajudan bahwa saat ini sedang membuat helikopter. “Aju-dannya bilang saya harus buktikan dulu,” kata Syarifuddin ihwal upayanya bertemu orang nomor satu di Aceh, Februari silam.

Syarifuddin M Jamil, pekerja bengkel itu, akhirnya menyerah. Irwandi tak ber-hasil ditemui. Ironisnya, ia sudah sepekan menanti. Walau begitu ia tak patah arang. baginya tak ada pilihan selain kembali ke beureunuen, Pidie, melanjutkan pembu at-an helikopter.

Capung Metic Bertenaga Hijet.

Soal heli, Syarifuddin tak membual. Se-jak tiga tahun lalu, dia sudah memulai pem-buatannya. rangkanya telah selesai. ben-tuknya menyerupai helikopter jelis PuMA, buatan Amerika. Pria kelahiran 30 tahun silam itu, merakit rangka dari besi yang sering digunakan untuk ranjang.

Heli yang diberi nama Aneuk glueh ini panjangnya lima meter, lebar 1,20 meter. Dirancang berpenumpang empat orang, tapi pria yang hanya menyelesaikan pendi-dikan sampai SMP ini mengubahnya hanya berkursi untuk pilot saja. “Saya bawa sendiri sebab orang tidak berani naik,” katanya saat ditemui ACEHKINI, akhir Agustus lalu.

PENDIDIKAN INOVASI BUKU

Page 50: Majalah ACEHKINI #07

50

untuk mengangkat Aneuk glueh yang memiliki bobot 300 kilogram ini, Syarifud-din memasang sepasang mesin mobil Dai-hatsu Hijet 1000 bekas yang dibelinya se-harga rp 1,5 juta, persis di bagian belakang ruang pilot. tapi akibat tak cukup duit, dia baru memasang satu.

Mesin Hijet itulah yang bakal meng-gerakkan baling-baling ganda. Kelak, kipas gergasi yang terbuat dari fiber, dipasang di ekor dan kepala capung. Di ekor, gerdang yang juga dari mobil bekas, sudah terpacak menanti baling-baling. Syarifuddin, butuh satu gerdang lagi untuk di bagian depan.

Dari ruang pilot bagian bawah, telah melintang sebilah besi. Walau tak meling-kar, fungsinya persis stiur mobil. bedanya,

arah roda dikendalikan dengan kaki. untuk mengendalikan baling-baling, dipasang besi ver-tikal menyerupai tuas. Agar putaran baling-bal-ing bergerak selaras an-tara depan dan belakang, digunakan rotor di ujung gerdang.

uniknya pengontrol daya sembur ener gi yang dimunculkan mesin, di-gunakan speedo-meter yang bi- a s a digunakan sepeda motor yamaha. Di ruang kemudi juga telah ada tombol untuk meng-hidup dan mematikan mesin. “Heli metic, semua difungsikan tidak manual,” kata Syarifuddin tersenyum.

Aneuk glueh disimpan di bengkel Pasir Murni, Meunasah baro yaman, hanya seki-tar lima meter dari lintasan banda Aceh-Medan. tak jelas kapan rangka itu akan diuji coba. Menurut Syarifuddin, bila semua per-lengkapan telah ada, dia hanya butuh waktu sebulan lagi untuk menyelesaikan proyek impiannya itu. Masalahnya, hingga kini ia masih kekurangan satu mesin, gerdang dan baling-baling. Syarifuddin memperkirakan ia masih butuh rp 10 juta lagi.

Sejauh ini, Aneuk glueh sama sekali tak tersentuh sedekah siapapun. untuk meng-galang dana, Syarifuddin tak bergerilya di instansi pemerintah dengan segepok pro-posal. Ia justru memilih ke Malaysia, negara yang diyakini ‘tambang uang’. tak hanya nekat modalnya, tapi juga kemahiran utak-atik mesin.

untungnya di Stasion tujuh, Syah Alam, ada warga sekampungnya yang sudah dulu-an merantau. Di sana ia tak hanya numpang tinggal, tetapi juga bekerja di bengkel se-lama sebulan. “Di situ gajinya 600 ringgit,” kenangnya.

Mengumpulkan uang awal tahun 2005, dilanjutkan di kawasan taman Sara di Sungai Pencala. lagi-lagi menjadi teknisi bengkel. lima bulan bekerja di bengkel terakhir, dia kembali ke Aceh. “Saya bawa pulang uang dari Malaysia bersih sekitar rp 13 juta,” kata Syarifuddin. “Habis semua untuk heli.”

***

MEMbuAt HElIKOPtEr bErtENAgA mesin mobil seperti dilakukan Syarifud-din, bukan mimpi siang bolong. usaha se-rupa pernah dilakukan mahasiswa Fakultas Fisika universitas bayero di Kono, Nigeria, tahun lalu.

Muhammad Abdullahi, 24 tahun, men-ciptakan helikopter bermesin mobil Honda Civic bekas. Mesin berkuatan 133hp mampu menerbangkan helikopter setinggi dua me-ter. Muhammad membutuhkan waktu dela-

p a n bulan untuk merakit heli sepanjang 12 me- ter, tinggi 7 meter dan lebar lima meter itu.

Helikopter Muhammad berkapasitas empat penumpang. Kursinya terbilang nya-man, dia memasangkan kursi mobil sedan toyota. Muhammad sudah menerbangkan heli itu enam kali.

tapi Muhammad sedikit lebih berun-tung. Walau tak didukung pemerintah, na-mun ayahnya yang berprofesi sebagai dosen di universitas yang sama, mendukungnya dengan menyuntik bantuan dana.

bila Muhammad yang menyusun konsep helinya dengan membaca buku dan berse-lancar di internet, Syarifuddin justru hanya mengandalkan penglihatan. Ceritanya, pria ini sering melihat helikopter wara-wari di langit Aceh setelah tsunami menerjang. Agar tak hilang di ingatan, ia menggambar-kannya di kertas. “Kalau baca buku, saya nol,” kata Syarifuddin. “Kalau suruh terang-kan heli ini saya mengerti.”

Niat membuat helikopter sendiri sudah muncul sejak duduk bangku sekolah dasar. Seusia itu, dia telah mencopot mesin mobil mainan. lalu, dipasangkan di helikopter mainan yang dibuatnya sendiri dari pelepah rumbia.

tahun 1990, keseriusan Syarifuddin membuat heli sudah terlihat. Walau masih menimba ilmu di bangku sekolah menen-gah pertama, sepulang sekolah ia bekerja di kilang padi. uangnya ditabung untuk membeli mesin mobil kijang. Namun, ia tak punya cukup nyali melanjutkan proses pem-buatan rangka. “Waktu itu kan DOM (Dae-rah Operasi Militer, red), saya takut dituduh macam-macam,” kata nya.

Enam tahun kemudian, Syarifuddin kembali membeli mesin mobil bekas. Sa-yang sejarah berulang, keinginannya ter-paksa kembali harus dipendam. Kondisi ke-amanan menciutkan nyalinya. Mesin mobil yang sudah dibeli terpaksa dijual kembali.

Inilah usahanya yang terakhir. bagi warga sekitar, Aneuk glueh merupakan bukti kegilaan Syarifuddin. Warga berang-gapan heli itu tidak bakal terbang. bahkan ia sering mendapat celaan. “Saya sering di-bilang gila,” katanya. “tapi saya jawab, saya memang gila, gila ilmu.” [a] D

EDEK

PAr

TA —

ACEH

KIN

I

Page 51: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 51

AFP/

DAYL

IFE.

COM

BUKU

Menjejak Tasawuf di Serambi. Kisah tentang tasawuf Aceh yang ditulis ulang dari rangkuman-rangkuman yang berserak. tasawuf Aceh beragam pandangan, menjejaknya dalam riwayat yang kabur.

MEMbACA JuDulNyA SAJA, buKu INI sepertinya tidak untuk semua kalangan. ‘tasawuf Aceh’ mungkin ditulis untuk kaum intelektual atau awam yang coba memahami asal-usul tasawuf di Aceh.

tasawuf beragam makna, susah menca-ri pengertiannya. Sehat Ihsan Shadiqin coba mengumpulkan beberapa pengertian yang tercerai dan dirangkainya. tapi, pengertian tasawuf tidak pernah berakhir dengan kes-epakatan para ahli.

Setidaknya ada beberapa pengertian yang dituangkan, di antaranya adalah ta-sawuf menurut Abu al-Wafa’ al-ganimi al-taftazani. bahwa tasawuf adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk mening-katkan jiwa seorang manusia secara moral lewat latihan tertentu. Kadang juga untuk menyatakan pemenuhan fana dalam reali-tas tertinggi serta pengetahuan tentang-Nya secara intuitif, tidak secara rasional.

Hasilnya adalah sebuah kebahagian ro-haniah, yang secara kasat mata dan haki-katnya sulit diungkapkan kata-kata, sebab karakternya adalah abstrak, intuitif dan subjektif. tasawuf juga lebih menekankan pada pengekangan diri dari materialisme duniawi.

Menjejak tasawuf di bumi Serambi ma-sih tak pasti. Di bagian awal buku, Prof Dr Ahmad Daudy MA, guru besar pemikiran Islam di Aceh, malah menulis ‘Tak Ada Sufi

di Aceh’. Sufi adalah kaum pengamal ta-sawuf.

Dalam pandangannya, beberapa ulama besar di Aceh yang didakwa sebagai sufi seperti Hamzah Fansuri yang terkenal den-gan syair “Perahu”, sesungguhnya adalah seorang pemikir filsafat tasawuf. Hamzah hanya menerjemahkan pemikiran para sufi ke dalam bahasa Melayu, pengalaman spriritualnya sendiri tidak ada.

buku ini kemudian menggiring pem-baca pada jejak-jejak tasawuf di Aceh, yang kemudian ambil bagian –kendati tak begitu kentara— dalam kehidupan beragama dan pengaruhnya pada masa Kerajaan Aceh du-lunya.

Tersebutlah peran sufi dalam penye-baran agama Islam di Nusantara pada um-umnya dan Aceh secara khusus. tasawuf di Aceh selalu terkait erat dengan syair-syair Hamzah Fansuri, sastrawan sufi asal Barus yang hidup pada abad ke-16. Syair-syair dari Hamzah juga dituangkan dalam buku ber-sama sejarah kehidupannya.

Pertentangan tentang tasawuf di Aceh kemudian muncul. Pandangan-pandangan Hamzah ditentang oleh Nuruddin ar-ra-niry, ulama berpengaruh yang kemudian diangkat sebagai Mufti Kerajaan Aceh oleh Iskandar tsani, menantu Iskandar Muda yang meninggal pada 1636.

Entah terkait politik perebutan penga-ruh sultan atau tidak, ar-raniry yang juga ulama sufi mengeluarkan fatwa bahwa

pengikut paham Wujudiyah adalah kafir dan halal dibunuh. Wujudiyah atau Wih-datul Wujud adalah aliran bersatunya ruh manusia dengan tuhan.

Celakanya, ar-raniry juga menyatakan kitab-kitab Hamzah Fansuri dan muridnya, Syamsuddin as-Sumatrani, menjadi dasar ajaran kaum Wujudiyah. Padahal Syamsud-din sendiri sebelumnya adalah Mufti Kera-jaan Aceh masa Sultan Iskandar Muda.

Konon masa itulah kitab-kitab karan-gan Hamzah dan Syamsuddin dicari dan dibakar di depan Masjid raya yang agung, bahkan ada juga pengikutnya yang dibunuh karena fatwa kafir.

Kisah tentang bagaimana tindakan seorang sufi terhadap sufi lain di Aceh, men-jadi kontroversi seorang ar-raniry yang menimbulkan perdebatan para ahli pemikir tasawuf sampai sekarang.

lainnya adalah kisah-kisah bagaimana para ulama di Aceh abad modern men-genang tasawuf lewat tarekat-tarekat yang lahir di dayah-dayah yang menyebar di seluruh Aceh. Perlahan tasawuf jarang ter-dengar di Aceh. tenggelam bersama arus modernisasi yang tercipta zaman.

buku ini enak dibaca sambil merenung dan berpikir. bahasanya bagus bagi in-telektual dan bukan bacaan anak-anak atau masyarakat awam. Sehat Ihsan, si penulis, mampu merangkum bagian pemikiran-pe-mikiran tentang tasawuf Aceh dalam se-buah narasi yang disajikan kembali dengan baik.

tak ada yang baru–temuan baru—ten-tang tasawuf Aceh dalam buku ini. Semuan-ya kisah lama yang bisa dibaca pada buku-buku yang menjadi daftar pustakanya. Salah satunya adalah buku karya Abdul Hadi WW, yang berjudul ‘tasawuf yang tertin-das’ (sebuah kajian tentang karya Hamzah Fansuri).

Sehat Ihsan, penulis muda di Aceh, telah memulai dengan baik. Dia telah men-coba berbagi dengan kita tentang tasawuf di Aceh. Kendati tak untuk semua kalangan, tapi minimal buku ini akan menjadi refer-ensi bagi pemikir, mahasiswa dan yang in-gin tahu tentang awal mula tasawuf. [a]

Judul buku:Tasawuf Aceh

Penulis:Sehat Ihsan Shadiqin

Penerbit:Bandar Publishing

2008xxviii + 200 halaman

oleh ADI WARSIDI

Para darwis memainkan Sema, di Istanbul, Juli 2007. darwis adalah sebutan untuk ahli sufi.

Page 52: Majalah ACEHKINI #07

52

FACE

BOOK

/PEr

EMPU

AN K

EUM

ALA

BUKU

Mendekap Keumala. Merekonstruksi kembali sosok Keulamahayati, laksamana ternama dari nanggroe. Wilayah yang dikabarkan pernah jaya di masa raja-raja.

DAPAtKAH KEMAtIAN OrANgtercinta membelokkan jalan kehidupan se orang perempuan? Menjadikan sebuah ketegaran untuk membela kaumnya, para janda? Kendati tak begitu drastis, perubah-an itu telah ditorehkan Endang Moerdopo, penulis asal Jogjakarta dalam novelnya, Perempuan Keumala.

Novelnya berkisah tentang Keumala-hayati, laksamana perempuan pertama Kerajaan Aceh, yang hidup pada abad ke-16. Ia menjadi pemimpin armada laut Selat Malaka setelah kehilangan kakanda ter-cinta. Novel ini mengangkat sebuah fakta (mungkin) sejarah yang pernah berlaku di tanah Aceh, dicampur bersama fiksi dalam sebuah perenungan yang dalam.

Keumala, perempuan itu, sempat meng-enyam indahnya cinta, dan kemudian roboh secara psikologis, setelah perang mengambil cintanya. Dia tak lama larut, hingga bangkit memimpin sambil menyingkirkan fitnah yang mendera dari kaum iri dan pengejar dirham di lingkaran istana.

Endang, sang penulis sedang berkisah tentang cinta, dendang kematian, hingga nasihat serta rekonstruksi sebuah bangsa digambarkan besar, tapi tak pernah sepi dirudung perang. bahkan bangsa yang ma-sai oleh pertikaian tak kunjung henti dalam

tubuhnya sendiri. Kisah berawal saat Keumala masih rema-

ja. Dia hidup dalam suka dan cinta ketika mengikuti pendidikan militer di Kutaraja. Cerita mengalir indah dalam dialog-dialog panjang tentang perkawanan para sahabat. Sampai kemudian Keumala melengkapkan kebahagiaan saat berjodoh dengan tuanku Mahmuddin, si abang kelas yang menaruh hati pada mata indahnya.

Dengan cantelan naratif yang mengalir kuat sejak lembar awal, Perempuan Keum-ala bergerak cepat. Membawa pembaca me-nelusuri eksotisme nanggroe dalam perang laut yang dipimpin langsung Sang Sultan Aceh Alaiddin riayat Syah dengan Pangli-ma laot Selat Malaka, tuanku Mahmuddin, suami Keumala.

Perang bersama Portugis di laut Haru, Selat Malaka, tak digambarkan detail. tapi disitulah kisah hidup Keumala direkatkan pada jalan perang. tuanku Mahmuddin sya-hid saat membela Sultan. Keumala janda.

Sultan membebaskan Keumala dari duka, dia dinobatkan untuk mengganti sua-minya sebagai Panglima laot Selat Malaka. Iri muncul dari petinggi istana lainnya. lalu kisah diceritakan sebagai konflik dalam kerajaan, merebut simpati sultan.

Nanggroe adalah perang yang nyaris abadi sejak lama. Keumala menjadi keper-cayaan sultan dan lahirlah Armada Inong balee yang dipimpinnya sendiri. Pasukan-nya semua beranggotakan para janda yang suaminya meninggal bersama Mahmuddin.

Jadilah laksamana Keumalahayati se-bagai perempuan perkasa yang memimpin perang, menghibur para janda, berlatih ber-sama, menghitung strategi sampai kepada mengirimkan mata-mata untuk menelusuri pedagang-pedagang curang di sepanjang Selat Malaka.

Penulis mengakhiri kisah dengan perke-lahian melawan pedagang dari belanda. Cornelis de Houtman, orang yang dalam se jarah disebut sebagai belanda pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Jawa. Dia mati setelahnya di tangan Keumala dalam sebuah “pesta satu lawan satu” di laut Krueng raya.

Perempuan Keumala menjadi penting karena inilah novel sejarah yang menulis tentang laksamana perempuan pertama dan juga terakhir di Aceh. Konon dialah satu-satunya laksamana perempuan di du-nia. Endang menyuguhkan fiksi yang di-campur kisah sejarah di dalamnya. Mem-bacanya adalah membaca perempuan Aceh yang gagah perkasa.

Alur cerita pas, tapi penulis sedikit ber-pretensi ketika menjadikan Keumala tokoh yang berani menghadapi segala tantangan. Pengecutnya digambarkan manusiawi dan magis, dan hanya sedikit, ketika anaknya diculik. Dia diguna-gunai dengan mantra tapak tuan dan setelah lepas, Keumala me-lesat tanpa cacat.

lainnya, Perempuan Keumala menyu-guhkan dialog-dialog yang kadang panjang dan membosankan. Percakapannya kurang makna, berlebihan dideskripsi alam dengan laut dan daratannya, tokoh dengan pakaian dan lakonnya serta suasana yang dibuat-buat, kadang terbaca tak indah lagi.

tapi apapun, Endang telah menulisnya buat nanggroe, sebagai bahan renungan generasi depan. bahwa perempuan Keum-ala pernah ada dalam bingkai pikiran kita. Merawatnya adalah tradisi, mengingatkan perempuan kita, telah jaya sejak silam, dalam fiksi ataupun nyata. [a]

Judul buku:Perempuan Keumala

Penulis:Endang Moerdopo

Penerbit:PT Grasindo, 2008

Halaman:xii + 350

oleh ADI WARSIDI

Agus Nuramal PMTOH saat membuka acara peluncuran novel Perempuan Keumala.

Page 53: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 53

FiguraSelebritas dan Dokter

KEINgINAN NIKEN AStrI FEbrIANtI,18 tahun, menjadi artis dangdut ibukota tercapai sudah. Kontes Dangdut Indonesia (KDI 5) tPI, mengantarnya ke ambang tenar. tapi justru itu membuatnya bingung memilih; karier atau melanjutkan studi.

“Niken maunya sih melanjutkan kuliah,” katanya saat rehat usai konser di Taman Ratu Safiatuddin, banda Aceh, akhir Agustus lalu. Di konser yang dihadiri ribuan penggemarnya, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 lhokseumawe ini melantunkan empat tembang: Cindai, Pergi tanpa retak, Joget berhibur dan gula-gula.

Soal studi, obsesi Niken tak seujung jari. Putri sulung pasangan Sulaiman A. Nyakman dan Nuraini ini ingin menjadi dokter. Ia memilih universitas terbesar di Indonesia untuk menimba ilmu. “Niken berusaha bisa kuliah di Fakultas Kedokteran uI (universitas Indonesia —red),” ujar belia yang pernah jadi duta wisata Aceh ini.

Sayangnya, keinginan itu harus tertunda. Maklum sebagai artis dangdut pendatang baru kesibukannya bertubi-tubi. bulan lalu, ia sibuk mentas di Makasar, bandung dan Surabaya bersama para finalis KDI lain. “Sekarang ikut pembuatan album bersama,” katanya.

Saking padatnya agenda, Niken mengaku terpaksa menjalani ibadah puasa di Jakarta. tetapi, ia kukuh di awal bulan suci ramadhan pulang ke Aceh walau hanya beberapa hari saja.

Ada lagi yang masih menggelayut di pikiran Cut Nyak Niken, apalagi kalau bukan album solonya. Ia sudah berencana merilis album. “tapi itu nanti belum tahu kapan,” katanya. Kalau tahun depan album keluar, rencana jadi dokter tertunda lagi dong. [a]

oleh MAIMUN SALEH

DED

EK P

ArTA

-ACE

HKI

NI

Page 54: Majalah ACEHKINI #07

54

Mimpi Jadi PutriWalau tak dinobatkan jadi Putri Indonesia ke-13, Shinta Alvionita tak patah arang. Justeru rasa bangga sedang menyeli-muti siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 lhokseumawe itu. “Saya seperti bermimpi jadi finalis,” ujar putri sulung pasangan Asmadi dan Suryana.

Selepas jadi finalis Putri Indonesia, kini Shinta memilih fokus sekolah. target-nya, fakultas kedokteran selepas menang-galkan seragam pelajarnya. Namun, ia bertekad akan ikut even serupa kelak. “Sekarang persiapkan diri dulu sampai matang,” katanya pada ACEHKINI yang menemuinya di lhokseumawe, akhir Agustus silam.

Menurut Suryana, persiapan pu-trinya serba darurat. Dari Aceh, ia hanya membekali Shinta pakaian adat. terpaksa saat di Jakarta sembari menanti buah hati dikarantina sepekan di Hotel Nikko, ia terpaksa berburu pakaian sesuai pesanan panitia. “yang pakai busana muslim hanya Shinta seorang,” kata gadis yang bercita-cita ingin jadi dokter itu.

Aktris muda yang satu ini begitu iden-tik dengan angka tiga. Sebelum memainkan peran Zainab dalam film komedi produksi Dhien Keramik Production, ia sebenarnya hanya pelantun lipsing. “Setelah tiga lagu, kemudian diajak untuk main komedi itu,” kata Chairunnisa.

Ayah Doe, sutradara film bertajuk Zain-ab, mencium talenta pada bungsu Muham-mad Daud dan Husna ini. Doe memilih Nisa jadi pemeran utama dalam film terbarunya setelah Empang Breuh itu.

gadis yang masih berusia 15 tahun ini tak langsung bisa melakon di depan ka-mera. Sebelum tombol rekam dipencet ka-meramen, Doe menggembleng siswi kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 lhokseumawe ini dengan plot, dialog bah-kan ekspresi.

Tiga Kali Ulang“Alhamdulillah, paling banyak hanya tiga

kali ulang syuting,” kata Nisa, saat ditemui ACEHKINI di rumahnya di teumpok tengoh, lhokseumawe, akhir Agustus lalu. Dalam melakonkan peran Zainab, Nisa mengaku ke-walahan menghafal dialog. tapi, teratasi den-gan latihan.

Dunia peran memang pengalaman perta-ma Nisa. Dara manis ini lebih mahir menari. Sejak di bangku SMP, ia sudah aktif di sangar Pocut Merah Insen, binaan walikota lhok-seumawe.

Kini saat VCD filmnya laris di pasar, Nisa justru sering digurau teman sekolahnya. Maklum industri film Aceh belum mampu menyingkirkan film-film layar lebar dari Amerika. Apalagi sinetron yang kadung merasuki di hati remaja Aceh. “Dis-epelekan karena artis Aceh,” kata Nisa. “tapi ada juga yang dukung.” [a]

Penari sanggar Cut Meutia ini men-gaku miskin persiapan untuk melam-paui 38 finalis lain, termasuk teknik melenggang di catwalk. begitupun soal wawasan, Shinta takluk. Modalnya hanya beberapa buku pengetahuan pemberian sang ibu.

Sementara finalis lain, mayori-tas sedang menyelesaikan studi doktoral di luar negeri. “bahkan ada yang tidak pandai bahasa Indonesia tapi lancar bahasa Inggris,” kenang Shinta, satu-satunya finalis yang masih mengenyam pendidikan tingkat menengah.

Satu yang tak bisa dilupakan Shinta; pengala-man dalam karan-tina. Sebab di sana ia mendapat sederet pengeta-huan baru dari urusan sosial, narkotika, pari-wisata sampai urusan perem-puan. gurunya sederet nama peja-bat tinggi negara. “Di antaranya ada menteri pemberdayaan perempuan Meuthia Hatta,” ujar Shinta. [a]

oleh IMRAN MA

oleh IMRAN MA

IMrA

N M

A -A

CEH

KIN

I; D

OK P

rIBA

DI

Page 55: Majalah ACEHKINI #07

ACEHKINI Oktober 2008 55

Page 56: Majalah ACEHKINI #07

56