magnetik mineral.pdf
-
Upload
faisal-ahmad -
Category
Documents
-
view
35 -
download
9
Transcript of magnetik mineral.pdf
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Metode Geofisika
Metode geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur bumi baik
yang terlihat maupun tidak dengan melakukan pengukuran/pengamatan sifat fisis di
atas permukaan bumi yang berlandaskan atas prinsip-prinsip fisika (Santoso. D,
2002). Metode geofisika mendeteksi adanya perbedaan fisis di dalam bumi seperti
kemagnetan, kepadatan, kekenyalan dan tahanan jenis. Dari pengukuran ini dapat
ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan kondisi di bawah permukaan bumi baik secara
vertikal maupun horizontal. Seperti lapisan tanah dan batuan penyusun lapisan
tersebut. Tujuan utama aplikasi metode geofisika yaitu memperkirakan model bawah
permukaan berdasarkan data hasil observasi.
Metode magnetik (geomagnet) merupakan metode geofisika yang
memanfaatkan sifat kemagnetan bumi. Dalam metode ini, bumi di yakini sebagai
batang magnet raksasa dimana tempat medan magnet bumi dihasilkan. Teramatinya
medan magnet bumi pada bagian bumi tertentu disebut anomali magnet yang di
pengaruhi oleh suseptibilitas batuan dan remanen magnetiknya. Berdasarkan anomali
magnet inilah pendugaan persebaran batuan dapat dipetakan secara vertikal maupun
horizontal. Koreksi pada metode magnetik terdiri dari koreksi harian, koreksi
topografi, dan koreksi medan magnet utama bumi (IGRF). Metode ini didasarkan
pada tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi.
7
Kemampuan suatu batuan/material untuk termagnetisasi tergantung dari
suseptibilitasas masing-masing material. Harga suseptibilitas ini sangat penting dalam
pencarian benda sumber anomali, karena sifatnya yang khas untuk setiap jenis
mineral logam atau mineral non-logam. Nilainya akan semakin besar bila jumlah
kandungan mineral magnetik pada batuan semakin banyak.
2.2 Suseptibilitas Magnetik
Tingkat atau kemampuan suatu benda untuk termagnetisasi ditentukan oleh
suseptibilitas magnetik yang dilambangkan dengan . Hubungan antara intensitas
magnetik, medan magnetik dan suseptibilitas magnetik dituliskan dalam persamaan
sbb :
(2.1)
Suseptibilitas batuan adalah tingkat suatu batuan atau mineral untuk termagnetisasi
oleh medan magnet luar. Besaran ini merupakan parameter awal yang digunakan
dalam metode geomagnetik. Harga pada suatu batuan akan semakin besar apabila
banyak ditemukan mineral-mineral yang bersifat magnetik dalam batuan tersebut.
8
Tabel 2.1 : Sifat magnetik dari sejumlah batuan dan mineral magnetik (Hunt dkk.,
1995)
Batuan/ Mineral Massa Jenis
(103 kg m-3)
Suseptibilitas Magnetik Tc
(0C) Volume (k)
(10-6 SI) Massa ( χ ) (10-8m3kg-1)
Batuan beku Andesite 2,61 170.000 6.500 Basalt 2,99 250-180.000 8,4-6.100 Diorite 2,85 630-130.000 22-4.400 Gabbro 3.03 1.000-90.000 24-30.000 Granite 2,64 0-50.000 0-1.900 Batuan Beku Asam (rata-rata)
2,61 38-82.000 1,4-3.100
Batuan Beku Basa ( rata-rata)
2,79 550-120.000 20-4.400
Batuan Sedimen Lempung 1,70 170-250 Batu Bara 1,35 25 1,9 Gamping 2,11 2-25.000 0,1-1.200 Batu Pasir 2,24 0-20.900 0-931 Batu Sedimen (rata-rata)
2,19 0-50.000 0-2.000
Batuan Malihan Amphibolite 2,96 750 25 Gneiss 2,80 0-25.000 0-900 Quartzite 2,60 4.400 170 Schist 2,6 26-3.600 1-110 Slate 2,79 0-35.000 0-1.00 Batuan Malihan (rata-rata)
2,76 0-73.000 0-2.600
Mineral Magnetik Magnetite(Fe3O4; Ferimagnetik)
5.18 1.000.000-5.700.000
20.000-140.000
575-585
Hematite (Fe2O3;canted antiferomagnetik)
5.26 500-40.000 10-760 675
Maghematite(Fe2O3
; ferimagnetik) 4.90 2.000.000-
2.500.000 40.000-50.000
-600
9
Ilmenite(FeTiO3; antiferomagnetik)
4.72 2.000-3.800.000-
45-80.000 -233
Pyrite(FeS2) 5.02 35-5.000 1-100 Pyrrhotite(Fe7S8; ferimagnetik)
4.62 3.200.000 69.000 320
Goethite(FeOOH; antiferomagnetik)
4.27 1.100-12.000 26.280 -120
Mineral non- magnetik Kuarasa(SiO2) 2.65 -(13-17) -(0.5-0.6) Kalsit(CaCO3) 2.83 -(7.5-39) -(0.3-1.4) Halite(NaCl) 2.17 -(10-16) -(0.48-0.75) Galena(PbS) 7.50 -33 -0.44
2.3 Anomali Magnet
Anomali medan magnet bumi adalah perbedaan nilai medan magnet antara hasil
pengamatan dengan medan magnet teoritis yang biasa disebut IGRF. Berdasarkan
sifat medan magnet bumi dan sifat kemagnetan bahan pembentuk batuan, maka
penyebab bentuk medan anomali yang ditimbulkan oleh benda bergantung pada :
a. Inklinasi medan magnet bumi disekitar benda sebagai sumber anomali
b. Geometri benda tersebut
c. Kecenderungan arah dipol-dipol magnet di dalam benda
d. Orientasi arah dipol-dipol magnet benda sumber anomali terhadap arah medan
magnet bumi.
Volume suatu bahan magnetik dapat dianggap sebagai bagian dari sistem suatu
dipole. Sifatnya sangat bergantung pada peristiwa magnetisasi yang dialaminya dan
keadaaan medan magnet disekitarnya. Penyebaran vektor pada bahan menghasilkan
10
momen dipole persatuan volum atau yang dikenal dengan intensitas magnetisasi
.
Gambar 2.1 : Anomali Magnetik Bahan (Telford,1990)
2.4 Pengolahan Data Magnetik
Untuk memperoleh anomali medan magnet yang diinginkan, maka harus
dilakukan koreksi data terhadap medan magnetik observasi hasil pengukuran pada
setiap stasiun pengukuran yang mencakup koreksi harian dan koreksi IGRF.
a. Koreksi Harian
Koreksi harian merupakan penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat
adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari dalam satu hari. waktu yang
dimaksud disini adalah waktu yang mengacu atau sesuai dengan waktu pengambilan
data di setiap stasiun pengukuran yang akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian
negatif maka koreksi harian dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian,
11
sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan dengan
cara mengurangkan nilai variasi harian. Dapat dituliskan dalam persamaan :
∆T = Tobs ± ∆Tharian (2.2)
b. Koreksi IGRF (International Geomagnetic Reference Field)
Pada dasarnya Data hasil pengukuran medan magnet merupakan kontribusi dari
tiga kompoen dasar yaitu magnet utama bumi, medan magnet luar dan anomali
medan magnet. Nilai medan magnet utama bumi adalah nilai IGRF. Koreksi IGRF
dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan
magnetik total yang telah terkoreksi oleh koreksi harian pada setiap titik pengukuran.
Persamaan koreksinya setelah dilakukan :
∆T =( Tobs ± ∆Tharian )± TIGRF (2.3)
c. Pemisahan Anomali Regional-Residual
Pemisahan anomali regional dan residual merupakan tahapan yang sangat
penting dilakukan pada data magnetik. Pemisahan anomali ini disebut juga koreksi
efek regional. Besar anomali magnetik total hasil observasi terdiri atas 2 komponen
yang saling bersuperposisi yaitu komponen anomali regional dan anomali residual.
Data anomali medan magnet yang menjadi target survei selalu bersuperposisi dengan
anomali magnet lain yang bersumber sangat dalam dan luas dibawah permukaan yang
disebut dengan anomali magnet regional (Breiner, 1973). Untuk menginterpretasi
anomali medan magnetik yang menjadi target survei (anomali residual), maka perlu
dilakukan koreksi efek regional atau pemisahan antara anomali magnet regional dan
anomali magnet residual yang menjadi target survei dengan tujuan untuk
12
menghilangkan efek anomali regional dari data anomali magnet total. Dalam
pemisahan anomali magnet regional dan residual digunakan beberapa metode antara
lain graphical smoothing, polynomial fitting, moving averaging, upward
continuation, wavelength filtering, second vertical derivative,dll.
2.5 Kontinuasi Keatas (Upward Continuation)
Medan magnet memenuhi hukum Laplace. Jika harga medan magnet pada suatu
permukaan diketahui maka dapat ditentukan medan magnet di sembarang permukaan
lain apabila tidak ada massa di antara permukaan tersebut. Kontinuasi keatas
merupakan suatu proses medan potensial magnetik suatu data yang terukur diatas
permukaan yang lebih tinggi. Kontinutas ini digunakan untuk memisahkan anomali
regional dan anomali regional (sisa) yang menjadi target survei. Anomali regional
berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan di daerah pengukuran,
dicirikan oleh anomali berfrekuensi rendah. Sedangkan anomali residual yang dikenal
dengan anomali sisa, mengandung informasi geologi setempat yang telah terdeviasi
dari kondisi regionalnya yang biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal.
Konsep dasar dari kontinuasi ke atas berasal dari identitas ketiga teorema green.
Teorema ini menjelaskan bahwa apabila suatu fungsi U adalah harmonik, kontinyu
dan mempunyai turunan yang kontinyu disepanjang daerah R, maka nilai suatu titik
di P di dalam daerah R dapat diketahui. Dirumuskan dalam persamaan sbb :
(2.3)
13
2.6 Polynomial Fitting (Least-Squares Method)
Polynomial fitting atau dapat dikatakan metode kuadrat terkecil
mengasumsikan bahwa permukaan polynomial dapat menggambarkan model bidang
regional yang lebih halus yang dikendalikan oleh orde polynomial. Peta kontur
anomali regional yang dihasilkan sudah cenderung tetap dan tidak mengalami
perubahan ketika orde yang diberikan semakin besar. Pada umumnya polynomial
fitting mencakup bentuk konstan.
2.6.1 Kurva Fitting, Regresi
Data lapangan sering disertai dengan noise. Meskipun parameter kontrol
(variabel independen) semua tetap konstan, hasil resultan (variabel dependen)
bervariasi. Suatu proses kuantitatif yang juga dikenal sebagai regresi atau curve
fitting untuk memperkirakan tren hasil diperlukan. Proses curve fitting yang sesuai
persamaan kurva pendekatan ke data lapangan. Namun, curve fitting dari jenis
tertentu pada umumnya tidak unik untuk satu set data. Oleh karena itu diperlukan
kurva dengan deviasi minimal dari semua titik data yang diinginkan. curve fitting
terbaik dapat diperoleh dengan metode kuardrat terkecil (Least-Squares Method).
2.6.2 Metode Kuadrat Terkecil
Metode kuadrat terkecil mengasumsikan bahwa curve fitting dari jenis tertentu
adalah kurva yang memiliki jumlah dari deviasi kuadrat (eror) dari himpunan data
adalah minimal/kecil. Misalkan titik-titik data (, ( , dimana
adalah variabel independen dan adalah variabel dependen. Curve fitting
14
memiliki deviasi (eror) d dari setiap titik data, yaitu ,
,…, . Menurut metode kuadrat terkecil, kurva
fitting terbaik memiliki
(2.4)
Polinomial adalah salah satu jenis yang paling umum digunakan dalam regresi
kurva, berikut penjelasan lebih lanjut tentang kurva fitting :
a. Kuadrat Terkecil Garis (Least-Squares line)
Metode kuadrat terkecil garis menggunakan garis lurus untuk
mendekati himpunan data (, ( , dimana n . Kurva fitting
terbaik memiliki eror kuadrat terkecil yaitu :
(2.5)
a dan b adalah koefisien yang tidak diketahui, sedangkan dan diberikan. Untuk
mendapatkan eror terkecil maka koefisien a dan b harus menghasilkan nol pada
turunan pertama.
(2.6)
b. Kuadrat Terkecil Parabola (Least-Squares Parabola)
15
Metode ini menggunakan kurva derajat kedua yaitu untuk
mendekati himpunan data (, ( , dimana n Kurva fitting
terbaik memiliki eror kuadrat terkecil yaitu :
(2.7)
a, b dan c adalah koefisien yang tidak diketahui, sedangkan dan diberikan.
Untuk mendapatkan eror terkecil maka koefisien a, b dan c harus menghasilkan nol
pada turunan pertama.
(2.8)
c. Kuadrat Terkecil Derajat ke-m
Metode ini menggunakan polynomial derajat ke-m yaitu
untuk mendekati himpunan data
( , ( , dimana n . Kurva fitting terbaik memiliki
eror kuadrat terkecil yaitu :
(2.9)
16
adalah koefisien yang tidak diketahui, sedangkan dan
diberikan. Untuk mendapatkan eror terkecil maka koefisien harus
menghasilkan nol pada turunan pertama.
…
…
(2.10)
d. Kuadrat Terkecil Regresi Berganda
Regresi berganda memperkirakan hasil yang mungkin akan terpengaruh oleh
lebih dari satu parameter kontrol atau terdapat kemungkinan lebih dari satu variabel
kontrol yang berubah pada saat yang sama. Misalnya, terdapat dua variabel
independen x dan y dan satu variabel dependen z dalam kasus hubungan linier
untuk data yang diberikan
dimana n Kurva fitting terbaik
memiliki eror kuadrat terkecil yaitu :
(2.11)
17
a, b dan c adalah koefisien yang tidak diketahui, sedangkan , dan diberikan.
Untuk mendapatkan eror terkecil maka koefisien a, b dan c harus menghasilkan nol
pada turunan pertama.
(2.12)
2.7 Pemodelan
Pemodelan adalah suatu proses untuk mendapatkan model bawah permukaan
yang diturunkan dari anomali permukaan. Model yang dihasilkan akan
menggambarkan distribusi suseptibilitas dan geometri bendanya dalam kedalaman
yang bervariasi. Dalam pemodelan kedepan, model awal didasarkan pada intuisi
geologi dan geofisika. Secara umum proses yang dilakukan pada pemodelan kedepan
adalah dengan menghitung anomali model dan membandingkannya dengan anomali
hasil pengukuran. Sedangkan, untuk pemodelan inversi parameter dapat dihitung
secara langsung dari anomali hasil pengukuran melalui metode numerik (Blakely,
1995).
18
Gambar 2.2 : Diagram Alir Pemodelan Kedepan Dan Inversi
(modifikasi dari Blakely, 1995)
2.7.1 Pemodelan Sintetik
Pemodelan sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di
daerah penelitian dengan acuan besaran yang diketahui dari studi pustaka. Respon
anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini tidak hanya
19
bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
inklinasi dan deklinasi suatu daerah. Pemodelan sintetik dibuat dalam model 2D dan
3D. pemodelan dilakukan dengan pendekatan bentuk “body” berdasarkan parasnis
(1986). Yaitu berbentuk thin-sheet (tipis) dan thic sheet (tebal).
2.7.2 Pemodelan Kedepan
Prinsip dasar pemodelan kedepan (forward modeling) adalah untuk
memperoleh data dari model dengan menghitung respon teoritis dan distribusi sifat
fisis dari tubuh sumber anomali.
Gambar 2.3 : Gambaran teknik forward modeling data magnetik
(Inversi Geofisika, H. Grandis)
2.7.3 Pemodelan Inversi
Pemodelan inversi sering dikatakan sebagai kebalikan dari pemodelan kedepan
karena dalam pemodelan inversi parameter model diperoleh langsung dari data.
Menke (1984) mendefinisikan teori inversi sebagai satu kesatuan metode matematika
dan statistika untuk memperoleh informasi yang berguna mengenai suatu sistem
fisika berdasarkan observasi terhadap sistem tersebut. Sistem fisika yang dimaksud
disini adalah fenomena yang kita tinjau, hasil observasi terhadap sistem adalah data,
20
sedangkan informasi yang ingin diperoleh dari data adalah model atau parameter
model.
Teknik pemodelan inversi yakni dengan cara memodifikasi parameter sehingga
diperoleh kecocokan antara data perhitungan dan data lapangan. Berikut bagan
singkat pemodelan inversi.
Gambar 2.4 : Bagan Teknik Pemodelan Inversi
Pemodelan inversi sering juga disebut sebagai data fitting karena dalam proses
pemodelan tersebut dicari parameter yang menghasilkan respon fit dengan data
pengamatan. Kesesuaian antara respon model dengan data pengamatan dinyatakan
Parameter Model
Forward Modeling
Data Perhitungan
Modifikasi parameter model
Solusi / Model
Data Lapangan
FIT ??
21
oleh suatu fungsi objektif yang harus diminimumkan. Proses pencarian fungsi
objektif tersebut berasosiasi dengan proses pencarian model optimum. Seperti yang
telah dijelaskan dalam Kalkulus bahwa jika suatu fungsi mencapai minimum, maka
turunannya terhadap variabel yang belum diketahui di titik minimum tersebut
berharga nol. Karakteristik inilah yang digunakan dalam pencarian parameter model.
Dalam masalah inversi, kita selalu berhubungan dengan parameter model (M)
dan jumlah data (N) yang mana jumlah dari masing-masing akan menentukan
klasifikasi permasalahan inversi dan cara penyelesaiannya, jika jumlah model
parameter lebih sedikit dibandingkan data lapangan ( M < N), maka disebut dengan
overdetermined, dan cara penyelesaiannya menggunakan pencocokan (best fit)
terhadap data lapangan.
2.7.4 Teori Inversi Data Magnetik 3D
Dalam pembahasan berikut, grid pengukuran bersesuain dengan titik tengah
prisma yang terletak dipermukaan (z=0) maka jumlah data adalah
dan jumlah parameter model adalah dimana
masing-masing adalah jumlah grid dalam arah . Dengan menggunakan data
dipermukaan maka inversi linier purely under_determined (N<M) yang
meminimumkan “norm” model menghasilkan model kemagnetan prisma me yang
dapat berfungsi sebagai sumber eqivalen 3D. Data pada ketinggian tertentu (z>0)
22
diperoleh sebagai hasil kali sumber eqivalen 3D tersebut dengan matriks kernel untuk
kontinuasi ke atas Gu sebagai berikut :
Gu me (2.13)
Alternatif lain untuk proses kontinuasi adalah filtering menggunakan fast fourier
transform (FFT), meskipun untuk itu diperlukan cakupan data yang sangat luas.
Kontinuasi keatas dilakukan pada sejumlah level ketinggian yang lebih besar
daripada jumlah prisma dalam arah vertikal. Dengan demikian, gabungan data
dipermukaan dan hasil kontinuasi ke atas menghasilkan data dengan jumlah yang
lebih besar daripada jumlah parameter model (N > M). permasalaha inversinya
bersifat over_determined (menke, 1984) sehingga solusi inversinya dinyatakan oleh :
GT G ]-1 GT d (2.14)
Dimana matriks kernel G pada persamaan diatas sudah melibatkan keseluruhan data
atau data dalam ruang 3D. untuk menghindari ketidakstabilan inversi matriks yang
mendekati singular maka dilakukan minimisasi “norm” model melalui penggunaan
faktor redaman 0 < λ < 1 sehingga persamaan diatas menjadi :
= D [ D GT G D + λ I ]-1 D GT d (2.15)
Dimana matriks D adalah matriks diagonal (M x M) dengan elemen-elemen
Disamping itu penyelesaian persamaan di atas dilakukan dengan melakukan teknik
Singular Value Decomposition (Press dkk., 1987). Dan nilai singular lebih kecil dari
23
10-6 kali nilai singular maksimum diabaikan dan solusi dikontrol sepenuhnya oleh
faktor redaman (λ).
2.7.5 Resolusi Vertikal Data Magnetik
Jika ditinjau suatu model 3D yang dibangun oleh himpunan prisma tegak
dengan intensitas magnetisasi tiap prisma homogen maka vektor data magnet d (di,i
=1, 2,…, N) adalah hasil transformasi linier vektor intensitas magnetisasi tiap prisma
m (m, I = 1, 2,…, M) dengan matriks kernel G (N x M) sebagai berikut :
d = G m (2.16)
setiap elemen matriks kernel adalah respons satu prisma dengan intensitas
magnetisasi satu satuan sehingga merupakan fungsi geometri yang merepresentasikan
posisi relative prisma terhadap titik observasi dalam ruang 3 D, uraian persamaan di
atas menghasilkan :
Secara eksplisit, persamaan di atas menunjukkan bahwa data adalah penjumlahan
parameter fisis yang diberi bobot matriks kernel. Harga fungsi pembobotan tersebut
berkurang terhadap kedalaman yang merupakan jarak terhadap arah vertikal antara
sumber anomali dengan titik observasi di permukaan bumi, hal ini disebabkan karena
matriks kernel merupakan fungsi yang berbanding terbalik dengan jarak.
Analisis terhadap spektrum nilai singular matriks kernel menunjukkan bahwa
data magnetik pada beberapa level ketinggian yang berbeda mengandung informasi
24
yang lebih lengkap mengenai variasi intensitas magnetisasi terhadap kedalaman. Oleh
karena itu inversi yang dilakukan terhadap data pada ruang 3D sebagai fungsi (x, y, z)
dapat menghasilkan model dengan resolusi vertikal yang lebih baik.
Pemodelan inversi data magnetik 3D menggunakan data pada beberapa level
ketinggian menghasilkan model dengan resolusi vertikal yang lebih baik sehingga
kedalaman sumber anomali juga dapat diperkirakan secara lebih baik.
2.8 Program Inversi Mag3D
Program inversi mag3D merupakan program perpustakaan yang digunakan
untuk pemodelan kedepan (forward modeling) dan pemodelan inversi data
magnetik.Dikembangkan di bawah proyek penelitian consortium research project
Joint/Cooperative Inversion of Geophysical and Geological Data at the University of
British Columbia (UBC) Geophysical Inversion Facility in the Department of
Geophysics and Astronomy, Vancouver, BC, Canada.
Untuk melakukan pemodelan kedepan dan pemodelan inversi 3 dimensi data
magnet software Mag3D terdiri atas tiga program utama yaitu :
a. MAGFOR3D : melakukan pemodelan kedepan (forward modeling)
b. MAGSENN3D : menghitung sensitivitas dan bobot kedalaman
c. MAGINV3D : melakukan inversi data magnetik 3 dimensi
d. MAGPRE3D : mengalikan sensitivity file oleh model untuk memperoleh data
prediksi (predicted data)
25
Diagram alur penginversian 3D data magnetik menggunakan program mag3D sbb:
Mulai
Input Data
- Data Observasi - Data Mesh
Model kontras suseptibilitas awal bawah permukaan
Criteria error <<
5%
YA
Model kontras suseptibilitas 3D
Perhitungan inversi berdasarkan fungsi
objektif Update model kontras suseptibilitas bawah
permukaan
TIDAK
26
Gambar 2.5 : Diagram alur penginversian 3D data magnetik menggunakan
program Mag3D
2.9 Batuan dan Mineral
2.9.1 Batuan
Batuan merupakan bahan padat bentukan alam yang umumnya tersusun oleh
kumpulan atau kombinasi dari satu macam mineral atau lebih. Batuan yang terbentuk
oleh berbagai jenis dan susunan mineral dibagi menjadi tiga jenis yaitu batuan beku,
batuan sedimen (batuan endapan) dan batuan malihan (Badan Geologi,2011)
a. Batuan Beku merupakan batuan yang terbentuk dari proses
pembekuan/pengkristalan magma dalam perjalanannya menuju permukaan
bumi,
b. Batuan Sedimen (batuan endapan) merupakan batuan yang terbentuk dari
proses pengendapan hasil perombakan/pelapukan batuan lain akibat air, es,
angin,dsb yang kemudian mengalamai proses diagenesa/pembatuan.
Sedangkan,
c. Batuan Malihan merupakan batuan yang terbentuk akibat adanya perubahan
batuan asal (batuan beku atau batuan sedimen) baik perubahan struktur
maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan atau temperature
yang sangat tinggi sehingga terbentuklah batuan baru.
2.9.2 Mineral
Mineral adalah bahan padat homogen bersifat anorganik yang terbentuk secara
ilmiah, memiliki cirri-ciri khas dan komposisi kimiawi tertentu serta tersusun oleh
27
ato-atom yang memperlihatkan bentuk Kristal yang khusus. Mineral dibagi menjadi 2
jenis yakni mineral logam dan mineral no-logam.
2.10 Kemagnetan Batuan dan Mineral
Setiap jenis batuan dan mineral di bumi memiliki sifat dan karakteristik
tertentu. sifat dan karakteristik dalam medan magnet dimanifestasikan dalam
parameter suseptibilitas batuan atau mineral (. Dengan adanya perbedaan dan sifat
khusus inilah yang menjadi prinsip dasar eksplorasi geomagnetik. berdasarkan sifat-
sifat kemagnetan batuan dan mineral dikelompokkan menjadi :
a. Diamagnetik
Diamagnetik merupakan salah satu bentuk magnet yang cukup lemah. Suatu
jenis bahan (batuan dan mineral) tergolong jenis diamagnetik jika memiliki nilai
suseptiblitas magnetik negatif ( sehingga magnetisasi yang diimbas
dalam bahan oleh medan magnet akan berlawan arah dengan medan magnetik..
Pada dasarnya semua material adalah diamagnetik karena adanya orbital elektron
yang tidak seimbang yang menghasilkan dipole magnetik dalam bahan yang akan
berlawanan arah dengan medan magnet eksternal. Banyak elemen dan senyawa yang
menunjukkan sifat diamagnetik,contohnya : perak, zink (seng), bismuth,dll
b. Paramagnetik
Bahan paramagnetik merupakan bahan yang memiliki medan magnet atomik
masing-masing atom atau molekul tidak sama dengan nol tetapi resultan medan
magnet atomik total seluruh atom atau molekul dalam bahan adalah nol (Halliday &
28
Resnick, 1989). Jika diberi medan magnet luar maka elektron-elektronnya akan
berusaha sedemikian sehingga resultan medan magnet atomiknya searah dengan
medan magnet luar. Pada bahan paramagnetik, efek diamagnetik dapat muncul tetapi
pengaruhnya sangat kecil. Bahan paramagnetik ini memiliki nilai suseptibilitas
positif yang mempunyai kisaran suseptibilitas antara sampai Efek
kemagnetan dapat hilang bila medan magnet eksternal dihilangkan dan temperatur
mempengaruhi efek paramagnetik (curie law). Contoh bahan yang memiliki sifat
paramagnetik adalah alumunium, magnesium, litium, natrium, kalium,dll
c. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang memiliki resultan medan atomik besar
dan memiliki nilai suseptibilitas positif dan sangat besar. suseptibilitas (kerengtanan)
yang besar untuk medan magnet luar menunjukkan bahwa bahan memiliki daya tarik
yang kuat untuk medan magnet dan mampu mempertahankan sifat magnetik mereka
setelah medan magnet eksternal dihilangkan. Hubungan antara magnetisasi dan
magnet eksternal tidak linier. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang
tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan
memberikan medan magnetik sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh
suatu atom semakin besar. contoh bahan ferromagnetik misalnya : besi, baja, besi
silikon, kobalt, nikel dll. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada
temperatur yang disebut temperatur currie (temperatur currie untuk besi lemah adalah
770°C dan untuk baja adalah 1043°C (Kraus. J.D, 1970).
29
d. Antiferromagnetik
Antiferromagnetik merupakan tipe magnetik dimana dipole-dipole magnet akan
berorientasi dalam arah yang berlawanan dengan medan magnet luar sehingga tidak
ada momen magnetik total. Nilai suseptibilitasnya sangat kecil mendekati substansi
paramagnetik. material yang memiliki sifat kemagnetan seperti ini salah satunya
adalah hematite (Telford, 1976).
e. Ferrimagnetik
Pada bahan yang memiliki sifat ferrimagnetik, dipole yang berdekatan memiliki
arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan
ferrimagnetik memiliki nilai suseptibilitas tinggi tetapi lebih rendah jika
dibandingkan dengan bahan ferromagnetik. Beberapa contoh bahan ferrimagnetik
adalah ferriete dan magnetit. Dalam aplikasi modern ferriete lebih banyak
dimanfaatkan dibandingkan semua jenis bahan magnetik, karena selain daripada sifat
magnetiknya juga karena bahan ini merupakan isolator yang baik. (omar, 1993).
2.11 Bijih Besi
Bijih merupakan sejenis batuan yang mengandung mineral baik logam maupun
non-logam yang sangat penting. Besi merupakan logam yang paling banyak dijumpai
di alam. Seperti yang telah kita ketahui bahwa besi merupakan unsur yang paling
banyak membentuk bumi.Kebanyakan besi ditemukan terdapat dalam batuan dan
30
tanah sebagai oksida besi yang disebut bijih besi. Besi adalah logam yang dihasilkan
dari bijih besi yang telah diekstrak. Bijih besi jarang dijumpai dalam keadaan bebas,
biasanya bijih besi ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Misalnya,
berupa Magnetite, Hematite, Limonite, dan Siderite. Pyrite, Pyrhotite, Marcasite, dan
Chamosite. (M. L. Jensen & A. M. Bafeman,1981)
2.11.1 Besi Primer (Ore Deposite)
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berkaitan erat dengan
adanya pristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat aktifitas tektonik tebentuklah sesar,
stuktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magnetism
(intrusi magma menerobos batuan tua). Akibat adanya kontak magmatik ini maka
terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan replacement (penggantian)
pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya.
2.11.2 Besi Sekunder (Endapan Placer)
Terbentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi secara
alamiah akibat adanya gravitasi dan dibantu oleh adanya pergerakan media cair, padat
dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-mineral tersebut bergantung pada
tingkat kebebasan dari sumber berat jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya
pelapukan dan mekanismenya. Jenis cebakan ini terbentuk kebanyakan pada umur
tersier dan masa kini, berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat
karena tererosi serta berkadar rendah.
31