Macam-macam Peralatan Fitness

10
Membumikan “Mensana in Corpore Sano”: (Kiat menginternalisasikan ungkapan ”Memasyarakatkan Olah Raga dan Mengolahragakan Masyarakat di Iran”) Oleh: A. Hafied A. Gany gany @hafied.org Polisi taman Iran berseragam lengkap dengan senjata genggam di pinggang tersenyum lega minta difoto bersama setelah mengetahui kami orang Indonesia, padahal sehari sebelumnya kami hampir ditangkap temannya karena jalan- jalan subuh bercelana pendek. (Foto: istimewa). ----- Pagi-pagi tanggal 2 November 2008, Bapak SBY, Presiden R.I. melepas arakan ”Jalan Kaki 10.000 langkah di Monas, dengan pernyataan bahwa Pemerintah sangat mendukung kegiatan ini agar dijadikan kebiasaan, karena hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Dimasa-masa pemerintahan yang lalu, banyak di antara kita yang secara rutin mengikuti program-program masal senam kesegaran jasmani, yang marak di masyarakat (pakai musik khusus segala), dengan motto ”Memasyarakatkan Olah Raga dan Mengolahragakan Masyarakat”. Namun gelora ini 1

Transcript of Macam-macam Peralatan Fitness

Page 1: Macam-macam Peralatan Fitness

Membumikan “Mensana in Corpore Sano”:(Kiat menginternalisasikan ungkapan ”Memasyarakatkan Olah Raga dan

Mengolahragakan Masyarakat di Iran”) Oleh:

A. Hafied A. Ganygany @hafied.org

Polisi taman Iran berseragam lengkap dengan senjata genggam di pinggang tersenyum lega minta difoto bersama setelah mengetahui kami orang Indonesia, padahal sehari sebelumnya

kami hampir ditangkap temannya karena jalan-jalan subuh bercelana pendek. (Foto: istimewa).

-----

Pagi-pagi tanggal 2 November 2008, Bapak SBY, Presiden R.I. melepas arakan ”Jalan Kaki 10.000 langkah di Monas, dengan pernyataan bahwa Pemerintah sangat mendukung kegiatan ini agar dijadikan kebiasaan, karena hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

Dimasa-masa pemerintahan yang lalu, banyak di antara kita yang secara rutin mengikuti program-program masal senam kesegaran jasmani, yang marak di masyarakat (pakai musik khusus segala), dengan motto ”Memasyarakatkan Olah Raga dan Mengolahragakan Masyarakat”. Namun gelora ini timbul tenggelam sejalan dengan pasang surutnya entusiasme (kedisiplinan diri?) masyarakat. Timbul pertanyaan apakah gerakan yang timbul tenggelam seperti itu akan memberikan makna yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat? Dapatkah hal ini dilakukan secara berkelanjutan? Bagaimana kiatnya”

Berikut ini, penulis menyajikan suatu reportase (sebagai oleh-oleh dari kunjungan penulis beberapa kali ke Iran) menyangkut kiat pemasyarakatan olah raga sebagai bagian yang melekat dalam kehidupan masyarakat [H@gny].

-----

Pada tanggal 2 November 2008, ketika sedang berselancar menyimak berita-berita pagi dari internet, saya secara samar-samar mendengar dari sebuah siaran radio swasta yang meliput kegiatan Bapak SBY, Presiden RI melepas ”Jalan Kaki 10.000 langkah, dengan pengantar bahwa Pemerintah

1

Page 2: Macam-macam Peralatan Fitness

sangat mendukung kegiatan ini untuk dijadikan kebiasaan karena ini untuk kesejahteraan rakyat.

Ingatan saya menerawang kemasa-masa pemerintahan yang lalu di mana banyak di antara kita pernah ikut dalam program-program masal senam pagi, senam kesegaran jasmani di kantor, di kelurahan, yang waktu itu pernah marak motto ”Memasyarakatkan Olah Raga dan Mengolahragakan Masyarakat”, yang dipicu oleh ungkapan Latin dari syair Romawi Juvenal 10.367: ”Mensana in Corpore Sano”. Terkadang diterjemahkan dalam bahasa Inggeris; ”A Sound Mind in a Sound Body” atau “A Healthy Mind in a Healthy body”

Sungguh indah dikenang (bagi yang melakukannya secara ikhlas) masa hangat-hangatnya kegiatan tersebut, namun segera timbul tenggelam sejalan dengan pasang surutnya entusiasme (kedisiplinan diri?) masyarakat. Dan terkadang muncul secara impulsif dalam upacara-upacara seremonial (Dengan musik khusus yang sengaja disayembarakan segala) seperti yang beberapa kali dilakukan pemimpin nasional, lalu dalam waktu singkat memudar lagi. Sampai di sini timbul pertanyaan apakah gerakan-gerakan panas-panasan seperti itu akan memberikan makna yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat? Dapatkah hal ini dilakukan secara berkelanjutan? Bagaimana kiatnya”

Saya sementara menarik asumsi dari pembelajaran pasang-surutnya semangat masyarakat berolah raga bahwa pada tahap awal, pembudayaan program pendidikan jasmani yang datang dari eksternalitas individu perlu senantiasa di jaga dan didukung serta dipelihara konsistensinya melalui semacam pemberian insentif kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan merasakannya sebagai kebutuhan dan akhirnya menjadi tuntutan internalitas. Pada gilirannya hal ini secara kumulatif bermuara kepada kesehatan, kebugaran dan kesejahteraan masyarakat.

-----

Pada suatu kesempatan mengikuti acara lokakarya akhir tahun yang diselenggarakan di salah satu hotel dipinggiran Kota Bandung. Begitu rombongan tiba di hotel, banyak teman-teman kami yang hanya menyimpan kopernya, lalu segera beranjak untuk bermain golf menyongsong perjalanan matahari keperaduan. Saya yang relatif tidak menggeluti olah raga ini sejak beberapa dasawarsa belakangan ini, meskipun masih mempunyai serpihan-serpihan selera, hanya sempat melepas lelah di kamar lalu menggeliat menelusuri pojok-pojok hotel, setelah sejenak beristirahat dan mandi sore.

Di salah satu lantai hotel, saya menemukan ruangan fitness yang disediakan secara cuma-cuma untuk penghuni hotel, namun juga menerima orang luar dengan membayar nilai yang menurut ukuran kantong saya (yang menginap di hotel tersebut karena kesempatan ”abidin” alias atas biaya dinas) termasuk besaran yang sulit saya jangkau secara rutin.

Meskipun saya sudah belasan tahun tidak berolah raga, setelah mengintip orang-orang yang datang bergiliran dengan suasana bersemangat, dan juga atas pertimbangan ”mumpung tidak bayar”, akhirnya saya memutuskan untuk bergabung menikmati fasilitas, yang terus terang hanya pernah saya dimakti secara gratis waktu masih menjadi mahasiswa di Inggeris dan di

2

Page 3: Macam-macam Peralatan Fitness

Kanada. Konon di universitas pada waktu itu banyak juga dimanfaatkan untuk karena gaya-gaya-an, latah, ikut-ikutan-an trend, bahkan mencari kecengan. Bagi saya, pada waktu itu ikut berolah raga, murni atas dasar keinginan untuk meningkatkan stamina, namun sekali-sekali melirik keindahan postur badan dara-dara indo bule yang aduhai, menjadikan setiap waktu lowong saya pasti berada di sana. Dan alhamdulillah sekaligus kebugaran badan memang meningkat.

Hal yang serta-merta terpikir pada saat saya mencoba macam-macam peralatan kebugaran yang tersedia (cycling, treadmill, rower, stepper dan banyak lagi yang saya tidak tahu namanya) sambil melantur mengingat masa-masa muda, bahwa alangkah mahalnya karunia kesehatan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita ini. Sambil menggenjot secara pelan, benak saya terus melantur merenung merefleksikan kondisi diri saya yang menjelang senja ini, betapa mahalnya harus dibayar kalau seandainya kita sakit, sementara untuk menjaga stamina seperti yang sedang saya lakukan, juga sangat mahalnya. Memang ada juga kesempatan melirik postur-postur mulus Mojang Periangan, di kiri kanan, namun bagi saya yang kini sudah perpredikat ”pemegang KTP seumur hidup” hampir tidak tergiur lagi. Bagaimana pula dengan masyarakat golongan bawah yang hampir-hampir tidak pernah menginap di hotel berbintang, dan menikmati fasilitas gratis kebugaran jasmani, ali-ali menikmati fasilitas asuransi kesehatan.

Sampai di sini saya lalu sangat bersyukur kehadirat Tuhan YME. Yah, begitulah rupanya kehidupan, kita harus pandai-pandai mensyukuri semua pemberian Tuhan, bagaimanapun kecilnya. Kalau tidak, akan menjadi frustrasi atau jatuh sakit. Begitu asyiknya menggenjot sambil membiarkan pikiran berkelana ke masa-masa muda, tidak terasa hari sudah menjelang Magrib. Saya langsung beranjak meninggalkan orang-orang yang asyik menggenjot, dan rupanya tidak terpikir untuk salat Maghrib. Besoknya saya mendapati diri saya masih berbaring di kamar ketika acara lokakarya siap dimulai dengan sekujur badan serasa remuk kecapean.

-----

Pengalaman di finess Center di Bandung ini sudah hampir saya lupakan ketika pada suatu saat beberapa tahun kemudian, saya menapakkan kaki untuk ketiga kalinya di negeri Persia. Pada saat itu, pagi-pagi sesudah salat Subuh kamar saya digedor kawan saya mengajak keluar jalan-jalan pagi menikmati ibu kota provinsi bagian utara Iran (Kota Rast, Provinsi Gilan, di seputar danau Laut Kaspia). Saya tadinya enggan keluar, tapi kawan saya setengah mendesak akhirnya saya segera mengenakan busana dan sepatu biasa, karena tidak membawa pakaian olah raga. Kawan saya rupanya sudah lengap memakai bajukaos, celana pendek dan sepatu olah raga.

Menjelang terang, sambil jalan santai, kami dikejutkan oleh suara sempritan dan teriakan, yang rupanya ditujukan kepada kawan saya oleh seorang polisi Iran yang berseragam lengkap sambil nunjuk-nunjuk bagian bawah badan teman saya. Polisi tersebut mendekat sambil berkata-kata (lebih tepatnya dengan nada kasar, marah, mengumpat) dalam bahasa Parsi, yang pasti tidak kami ketahui sekata-pun, sambil terus menunjuk ke lutut teman saya bergantian dengan isyarat menarik telunjuk miring di leher, seperti

3

Page 4: Macam-macam Peralatan Fitness

isyarat akan memenggal kepala. Dalam suasana kebingungan tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris apalagi bahasa Parsi, hanya kata Indonesia, berulang kali keluar dari mulut kami sambil menunjuk dada seperti berusaha memberitahu bahwa kami ini orang Indonesia dengan bahasa bisu. Rupanya hal ini semakin membuat suasana menjadi runyam, masalahnya dia malah mengulurkan tangan sambil menyebut pasport, pasport berulang-ulang, padahal kami tidak membawa identitas, karena paspor harus ditahan di hotel. Karena komunikasi masih tetap buntu, dia menanya nama hotel lalu menepis nepiskan tangannya seperti mengusir kami kembali ke Hotel Kadus, tempat kami menginap.

Kami ketahui kemudian dari petugas front desk hotel pada waktu mengambil kunci bahwa polisi telah menelepon menegor teman kami yang memakai celana pendek karena tidak menutupi aurat. Bukan hanya perempuan, kalau seorang laki-laki Iran kedapatan memakai celana pendek di tempat umum, pasti akan ditangkap polisi karena tidak menutupi aurat laki-lakinya. Mengetaui hal tersebut, karuan saja kawan saya menjadi pucat, menjelaskan bahwa kami tidak tahu kalau hal ini dilarang dan berjanji tidak akan mengulangi lagi pada hari-hari berikutnya.

-----

Kesokan harinya sesudah salat Subuh, kami keluar lagi dengan busana yang sudah rapih menutupi aurat, menelusuri jalan yang kami lewati kemarinnya. Ketika berpapasan dengan polisi yang mau menangkap kami kemarinnya, dia sambil senyum lebar mengacungkan kedua jempol jarinya sambil mengatakan Indonesia, good. Polisi tersebut mendekat seolah bermaksud berbincang-bincang, tapi dia hanya terus mengacungkan jempol menunjuk lutut kawan saja mengatakan good sambil berlalu.

Beberapa saat kemudian, kami melihal orang bergerombol (wanita memakai busana hitam berkerudung bersepatu kets, yang lelaki mengenakan training pack dan sepatu kets) berjalan menuju ke arah yang sama. Dalam suasana keheranan dan penuh tanda tanya, meskipun hari masih gelap, kami memutuskan bergabung mengikuti mereka berjalan menuju arah yang sama sampai ke sebuah taman yang cukup luas, di mana sudah terlihat orang ramai hiruk pikuk laksana pasar ikan di Indonesia.

Setelah sampai baru kami ketahui bahwa lapangan tersebut adalah tempat fitness di taman terbuka dengan peralatan yang tertanam mati pada jarak-jarak tertentu. Kami tidak serta-merta ikut mencoba alat-alat fitness yang tersedia (sekitar 20 macam berwarna oranye kombinasi kuning) dalam kondisi terpelihara secara prima), setelah mengamati orang-orang, dan merasa aman, barulah kami mulai mencoba-coba alat fitness tersebut satu persatu, sambil siap-siap merogoh dompet, kalau-kalau nanti disuruh bayar karena kami sama sekali tidak bisa bertanya meskipun ada pusat informasi di pintu masuk taman yang dijaga polisi.

-----

4

Page 5: Macam-macam Peralatan Fitness

Pada saat suasana pagi belum terang, kami masih bebas mencoba peralatan fitness yang ada tanpa menarik perhatian orang-orang sekitar (Foto: Istimewa).

Menjelang terang, kami benar-benar sempat merasa risih, rupanya diam-diam hampir seluruh mata orang yang hilir mudik tertuju kepada kami menyadari bahwa kami adalah orang asing yang belum pernah terlihat di sana sebelumnya. Kami sempat befikir untuk nyelinap meninggalkan mereka. Ternyata mereka adalah komunitas kota yang sudah saling kenal dan hampir setiap pukul 5:30 pagi bertemu di sana sambil berolah raga bersama sekitar satu jam. Terkadang mereka berkerumun memandang kami laksana menonton penjual obat di Pecenongan lalu beranjak pergi. Banyak yang menyapa, China? China? Sambil menunjuk kami dengan bahasa bisu.

Begitu kami menyebut Indonesia, mereka serta merta hampir bersamaan mengatakan Alhamdulillah, Indonesia, Moslem! Spontan suasana spontan berubah menjadi sangat bersahabat.

Seorang wanita muda berbusana muslim hitam yang belum kami kenal, tanpa sedikitpun merasa risih menggunakan salah satu alat fitness bersama kawan saya. (Foto: Gany)

Malahan Seorang wanita muda berbusana muslim hitam yang belum kami kenal, tanpa sedikitpun merasa risih menggunakan salah satu alat fitness bersama kawan saya. Justru kawan saya yang berbalik merasa lebih risi khawatir kalau-kalau hal itu terlarang. Kami mendapat isyarat OK dari salah

5

Page 6: Macam-macam Peralatan Fitness

seorang mereka, baru kawan saya merasa lega dan menikmati berparner fitness dengan wanita muda Iran tanpa khawatir ditangkap polisi.

Sementara itu, seorang laki-laki setengah baya menunjuk-nunjuk ke tanah di depan saya sambil bergegas pergi. Beberapa menit kemudian orang tersebut kembali tergopoh-gopoh dengan nafas terengah-engah menarik tangan seseorang mengenakan kaos kuning mendekat kepada kami, sambil menunjuk dada orang tersebut dan berkata ”Inglis”. Sesaat kemudian kami menjadi sangat lega; rupanya orang yang diperkenalkan tersebut adalah seorang guru Bahasa Inggeris untuk siswa SMP di dekat tempat tersebut. Hampir sejam kami mengobrol dengan orang tersebut – memperkenalkan diri dengan nama Mr. Ebadi (40 tahun) – sampai orang-orang sudah pada pulang semua. Mr. Ebadi sempat memberikan alamat rumahnya dan mengajak kami berkunjung untuk dijamu ala kuliner Iran katanya. Pada waktu kami mau berpisah, seorang polisi berseragam dan bersenjata lengkap datang mendekat, kemudian minta diajak berfoto bersama dan bersalaman, setelah kami diperkenalkan oleh Mr. Ebadi kepadanya.

Mr. Ebadi si guru Bahasa Inggeris (berbaju kuning) mengajak kami berfoto bersama dengan temannya yang memperkenalkannya kepada kami (kanan berkostum biru). Foto: Istimewa

-----

Kami benar-benar sangat beruntung dipertemukan dengan Mr. Ebadi, karena dari beliau kami mendapat banyak sekali keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ”pemasyarakatan olah raga dan pengolahragaan masyarakat di Iran”. Dari penjelasan yang kami terima dari Mr. Ebadi, ternyata semua peralatan olah raga yang jumlah dan kondisinya yang sangat memadai disediakan secara cuma-cuma oleh Pemerintah Kota untuk tiap-tiap kelompok penduduk kelipatan 500.000 jiwa. Alat tersebut dipasang di tanam dengan cor beton secara permanen di taman, dan dipelihara secara baik oleh pemerintah kota serta dijaga keamanannya oleh Polisi. Setiap orang bebas memakai fasilitas tersebut secara cuma-cuma kapanpun mereka mau. Namun waktu yang disepakati bersama oleh komunitas pemakai adalah antara pukul 5:30 selepas salat subuh sampai pkl 6:30 pagi setelah matahari mulai menanjak.

6

Page 7: Macam-macam Peralatan Fitness

Saya sempat mencoba dan mengambil gambar semua jenis peralatan olah raga – buatan swiss, tapi sudah diassembling secara nasional untuk kebutuhan masysrakat di Iran – dan tidak berhenti berdecak kagum, karena semua peralatan tersebut tidak kalah dengan yang pernah mengagumkan saya di salah satu hotel berbintang empat dipinggiran Bandung beberapa tahun sebelum – itupun disediakan secara eksklusif untuk orang berduit yang mampu membayar.

Salah satu di antara sekitar 20-an peralatan fitness yang sempat saya ambil gambarnya. Yang ini katanya untuk kebugaran anggota badan bagian atas (Foto: Gany)

-----

Sambil tertegun memandang ibu-ibu mulai yang remaja, setengah baya sampai ke ibu-ibu di atas umur 50 tahunan, berjalan kencang atau sambil menggenjot bergelantungan pada peralatan yang seperti semacam ayunan, untuk kebugaran otot kaki dan tangan, pikiran saya menerawang jauh ke tanah air memikirkan program senam kesegaran jasmani yang pernah sesaat menjamur menjadi primadona masyarakat di tanah air kita. Tidak terecuali program anjuran pemerintah untuk bersepeda santai, jalan 10.000 langkah, senam taichi, dan sebagainya. Malahan beberapa kabupaten sempat mengharuskan pegawainya bersepeda ke kantor dengan dalih, untuk kebugaran jasmani, penghematan dan keprihatianan nasional. Masalahnya sekarang, adalah bagaimana supaya program tersebut dapat berkelanjutan tanpa setiap kali mengalami pasang surut lalu memudar.

Tentu kita tidak bisa meniru secara gegabah pengalaman negara lain, tapi paling tidak, apa yang disajikan pada reportase ini bisa menjadi bahan renungan untuk mewujudkan obsesi kesegaran dan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat seperti yang diamanatkan kata bijak syair Romawi, yang tersebut dalam judul laporan ini. Namun demikian, sebagai insan yang beragama, kita tidak bisa memisahkan kesehatan rohani dan jasmani lahir-bathin, keduanya harus di latih secara berimbang, sambil selanjutnya bertaqwa menentikan Rakhmat dan Hidayah dari Sang Maha Pencipta Semoga Rakyat dan Bangsa Indonesia senantiasa mendapatkan perlindungan dari Tuhan Y.M.E. – Amiien. (H@gny, 10 November’08)

7