M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

8
1 MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS FENOMENA UNTUK MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PEBELAJAR I. Kaniawati , Y. R. Tayubi, Hikmat Jurusan pendidikan Fisika FPMIPA UPI Abstrak Telah berhasil dikembangkan suatu model pembelajaran fisika yang kemudian disebut model pembelajaran fisika berbasis fenomena (PFBF). Pengembangan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan model pembelajaran fisika yang sesuai dengan karakteristik dan hakekat ilmu fisika, serta tentu mampu memenuhi tuntutan kompetensi dari dari pembelajaran Fisika. Teori yang melandasi pengembangan model PFBF adalah teori belajar konstruktivistik, dimana strategi yang menonjol dalam pembelajaran konstruktivistik antara lain adalah strategi belajar kolaboratif, mengutamakan aktivitas siswa, mengenal kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan, studi kasus, pemecahan masalah, diskusi, brainstorming, dan simulasi. PFBF merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Model PFBF juga disandarkan pada teori belajar eksperiensial. Menurut teori ini, belajar yang paling baik adalah melalui aktivitas diri sendiri, pengalaman sensoris adalah dasar untuk belajar, dan belajar yang efektif adalah Holistik, dan interdisipliner. Guru diposisikan sabagai pembimbing, fasilitator, dan partner belajar. Metode pengembangan model PFBF adalah R & D melalui langkah-langkah 4- D, yaitu define, design, develop and disseminate. Secara garis besar, model PFBF yang berhasil dikembangkan dicirikan dengan sintaks (fase-fase pembelajaran) yang meliputi: fase mengorientasikan siswa pada fenomena alam (fisis), fase penyajian model fenomena alam, fase penanaman konsep melalui inkuiri dan keterampilan proses sains, dan fase penjelasan fenomena. Untuk melihat efektivitas model PBF dalam mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sain siswa, telah dilakukan ujicoba terbatas tentang penggunaan model dalam pembelajaran fisika di tingkat sekolah menengah atas (SLTA). Metode ujicoba yang digunakan adalah eksperimen semu dengan disain randomized control group pretest-posttest, dimana sebagai kontrol telah digunakan model pembelajaran tradisional. Subyek uji coba adalah para siswa pada salah satu SMA Negeri di kota Bandung. Untuk kepentingan ujicoba ini telah dikembangkan instrumen pengumpul data berupa tes pemahaman konsep dan keterampilan proses sains terkait materi pelajaran yang ditinjau. Efektivitas model pembelajaran dinilai berdasarkan perbandingan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi, <g>, antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji coba menunjukkan bahwa penggunaan model PBF pada pengajaran materi pembiasan cahaya secara signifikan dapat lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Kata kunci : Model pembelajaran berbasis fenomena, penguasaan konsep, keterampilan proses sains.

Transcript of M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

Page 1: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

1

MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS FENOMENA UNTUK MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN

KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PEBELAJAR

I. Kaniawati , Y. R. Tayubi, Hikmat

Jurusan pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Abstrak Telah berhasil dikembangkan suatu model pembelajaran fisika yang kemudian disebut model pembelajaran fisika berbasis fenomena (PFBF). Pengembangan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan model pembelajaran fisika yang sesuai dengan karakteristik dan hakekat ilmu fisika, serta tentu mampu memenuhi tuntutan kompetensi dari dari pembelajaran Fisika. Teori yang melandasi pengembangan model PFBF adalah teori belajar konstruktivistik, dimana strategi yang menonjol dalam pembelajaran konstruktivistik antara lain adalah strategi belajar kolaboratif, mengutamakan aktivitas siswa, mengenal kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan, studi kasus, pemecahan masalah, diskusi, brainstorming, dan simulasi. PFBF merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Model PFBF juga disandarkan pada teori belajar eksperiensial. Menurut teori ini, belajar yang paling baik adalah melalui aktivitas diri sendiri, pengalaman sensoris adalah dasar untuk belajar, dan belajar yang efektif adalah Holistik, dan interdisipliner. Guru diposisikan sabagai pembimbing, fasilitator, dan partner belajar. Metode pengembangan model PFBF adalah R & D melalui langkah-langkah 4-D, yaitu define, design, develop and disseminate. Secara garis besar, model PFBF yang berhasil dikembangkan dicirikan dengan sintaks (fase-fase pembelajaran) yang meliputi: fase mengorientasikan siswa pada fenomena alam (fisis), fase penyajian model fenomena alam, fase penanaman konsep melalui inkuiri dan keterampilan proses sains, dan fase penjelasan fenomena. Untuk melihat efektivitas model PBF dalam mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sain siswa, telah dilakukan ujicoba terbatas tentang penggunaan model dalam pembelajaran fisika di tingkat sekolah menengah atas (SLTA). Metode ujicoba yang digunakan adalah eksperimen semu dengan disain randomized control group pretest-posttest, dimana sebagai kontrol telah digunakan model pembelajaran tradisional. Subyek uji coba adalah para siswa pada salah satu SMA Negeri di kota Bandung. Untuk kepentingan ujicoba ini telah dikembangkan instrumen pengumpul data berupa tes pemahaman konsep dan keterampilan proses sains terkait materi pelajaran yang ditinjau. Efektivitas model pembelajaran dinilai berdasarkan perbandingan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi, <g>, antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji coba menunjukkan bahwa penggunaan model PBF pada pengajaran materi pembiasan cahaya secara signifikan dapat lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Kata kunci : Model pembelajaran berbasis fenomena, penguasaan konsep, keterampilan proses

sains.

Page 2: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

2

PENDAHULUAN

Dalam rangka merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan nasional, melakukan penyempurnaan kurikulum sains fisika untuk tingkat sekolah menengah umum. Kompetensi sain yang diharapkan, ditekankan pada hal-hal yang dapat menjamin pertumbuhan ketaqwaan dan keimanan terhadap Tuhan YME, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, dan kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah (Depdiknas, 2003).

Reorientasi kurikulum tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia sudah mulai memasuki masa revitalisasi pendidikan sains fisika dengan visi baru. Orientasi pendidikan yang memuja academics achievement seperti yang tercermin pada nilai NEM atau NUN mulai tergeser oleh orientasi baru pendidikan kecakapan hidup (life skills). Pendidikan kita yang semula menganut kurikulum yang sarat isi, bergeser pada kurikulum berbasis kompetensi. Sebagai konsekuensi berikutnya, sekolah dituntut meningkatkan mutu manjemen berbasis sekolah, agar tercipta budaya belajar dan hubungan sinergi dengan masyarakat. Semua ini diharapkan agar pembelajaran fisika di sekolah tidak tercabut dari konteks kehidupan sehari-hari masyarakat, atau agar sekolah tidak menjelma menjadi sosok ”menara gading” yang jauh dari kehidupan sehari-hari.

Agar mata pelajaran fisika dapat benar-benar berperan seperti demikian, maka tak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya. Dan hal ini lah yang hingga kini dirasa masih menjadi persoalan besar dalam pengajaran fisika di SMU.

Fisika adalah bagian dari sains merupakan ilmu dasar yang dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan fenomena-fenomena fisis di alam, dan rangkaian proses sains untuk menjelaskan fenomena-fenomena tersebut. Sesuai dengan sifatnya, maka orientasi pembelajaran fisika lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan skil-skil dasar terakait proses ilmiah, dan pengembangan pola berpikir logis, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip fisika. Jadi sebenarnya pembelajaran fisika lebih diorientasikan pada pemahaman terhadap gejala-gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam dan proses-proses ilmiah yang ditempuh para saintis dalam menyelidiki fenomena-fenomena tersebut. Ada pemikiran bahwa akan lebih tepat jika pembelajaran fisika di kelas dilakukan dengan berbasiskan fenomena. Fenomena yang dimaksud adalah gejala atau kejadian atau peristiwa yang kerap dijumpai siswa dalam kesehariannya, baik yang terjadi di alam maupun yang terjadi pada alat-alat teknologi. Dengan demikian diharapkan mempelajari fisika itu sesuai karakteristik dan asal mula ilmu fisika itu dikembangkan. Disamping itu, dengan cara demikian dapat menyadarkan siswa bahwa fisika itu adalah kehidupan mereka. Tak sedetik pun dari kehidupan mereka yang lepas dari fisika. Gagasan tersebut telah direalisasikan melalui pengembangan model pembelajaran fisika yang kemudian disebut sebagai model pembelajaran Fisika berbasis fenomena (PBF). Dalam prosesnya, pembelajaran berbasis fenomena juga ditekankan pada penemuan konsep oleh siswa selayaknya para ahli menemukan konsep-konsep fisika pada zamannya. Sehingga prosesnya bercirikan student centered, guru sebagai fasilitator, sistem kolaboratif, proses konstruksi pengetahuan oleh siswa, dan pengembangan kompetensi produktif siswa secara aktual. Dengan cara demikian, diharapkan kompetensi-kompetensi yang dituntut dalam kurikulum dapat dikembangkan dengan baik.

Page 3: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

3

Untuk melihat efektivitas model PFBF dalam mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa, maka telah dilakukan uji coba terbatas tentang penggunaan model PFBF dalam pembelajaran Fisika di SMU. Materi pelajaran yang ditinjau adalah Fluida Statis dan Kalor. Efektivitas model pembelajaran yang diuji ditentukan berdasarkan perbandingan rata-rata skor gain yang dinormalisasi, <g>, dengan model pembanding. Paper ini memaparkan hasil-hasil studi eksperimen tentang penggunaan model PFBF dalam pembelajaran Fisika tersebut. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam pengembangan model PFBF adalah R & D melalui langkah-langkah 4-D, yaitu define, design, develop and disseminate (Thiagarajan, 1974). Dari langkah-langkah 4-D ini, tiga langkah pertama adalah pengembangan model PFBF yang dilakukan diawal proses penelitian. Selanjutnya, model pembelajaran PFBF yang telah diuji coba, mengalami tahap develop lanjutan untuk penyempurnaannya. Selanjutnya akan mengalami tahap disseminate.

Pada tahap ujicoba model digunakan metode penelitian eksperimen semu dengan dua kelas perlakuan yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model PFBF sebagai kelas eksperimen dan kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model tradisional sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Dengan desain ini, mula-mula terhadap kedua kelompok dilakukan tes awal, kemudian kedua kelompok dikenakan perlakuan pembelajaran yang berbeda, dan setelah itu dilakukan tes akhir.

Subyek uji coba adalah siswa-siswi pada dua SMA Negeri di provinsi Jawa Barat tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari lima kelas. Sampel penelitian adalah masing-masing dua kelas pada tiap SMA, yang dipilih secara cluster random sampling. Untuk keperluan pengumpulan data, telah dikonstruk instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep kalor dan tes keterampilan proses sains (KPS) terkait materi Fluida Statis. Kedua tes merupakan tes obyektif berbentuk tes pilihan ganda. Tes pemahaman konsep mencakup indikator-indikator translasi, interpretasi dan ekstrapolasi, sedangkan tes KPS mencakup indikator-indikator mengamati, memprediksi, mengklasifikasi, menginterpretasi, mengkomunikasikan, merencanakan percobaan, dan mengaplikasi konsep.

Efektivitas penggunaan model PBF ditentukan berdasarkan perbandingan <g> antara yang diperoleh kelas eksperimen dengan yang diperoleh kelas kontrol. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan <g> lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Morgendoller, 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintaks model pembelajaran fisika berbasis fenomena (PFBF) yang berhasil dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sintaks model PBF yang dikembangkan

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Guru

Fase 1 � Melakukan apersepsi

Page 4: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

0.48

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Eksperimen

<g>

Tahapan Pembelajaran

Orientasi siswa pada fenomena

Fase 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Fase 3 Membimbing penyelidikan individu atau kelompok secara inkuiri

Fase 4 Menyajikan hasil penyelidikan

Fase 5 menganalisis dan mengevaluasi penjelasan fenomena yang disajikan di fase 1.

Perbandingan rata-rata skor gain yang dinormalisasi dari kedua kelompok ditunjukkan

oleh Gambar 1.

0.48

0.29

Eksperimen Kontrol

kelas

Eksperimen

Kontrol

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Guru

Orientasi siswa pada � Memotivasi siswa untuk fokus pada pembelajaran

� Menyajikan fenomena alam � Menjelaskan tujuan dan kompetensi yang

hendak dicapai melalui pembelajaran

Mengorganisasi siswa

� Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok kecil

� Menyajikan model dari fenomena alam yang ditinjau

� Melakukan demonstrasi untuk mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang tercakup dalam fenomena (pengantar ke arah penyelidikan)

� Membagikan LKS � Memberikan penjelasan mengenai hal

yang perlu diperhatikan dalam proses penyelidikan

Membimbing penyelidikan individu atau kelompok

� Membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan secara inkuiri melalui panduan LKS

Menyajikan hasil � Mengkomunikasikan hasil penyelidikan

kelompok � Membimbing siswa untuk diskusi dan

tanya jawab tentang hasil penyelidikan

menganalisis dan penjelasan

fenomena yang disajikan

� Meminta siswa untuk menjelaskan fenomena yang disajikan di fase 1.

� Memberikan koreksi dan penguatan konsep� Melakukan refleksi materi yang telah

disampaikan

rata skor gain yang dinormalisasi dari kedua kelompok ditunjukkan

4

Eksperimen

Memotivasi siswa untuk fokus pada

Menjelaskan tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai melalui pembelajaran Mengorganisasikan siswa kedalam

Menyajikan model dari fenomena alam

Melakukan demonstrasi untuk mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi

konsep yang tercakup dalam fenomena (pengantar ke arah penyelidikan)

Memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses

Membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan secara inkuiri melalui

Mengkomunikasikan hasil penyelidikan

Membimbing siswa untuk diskusi dan tanya jawab tentang hasil penyelidikan

Meminta siswa untuk menjelaskan fenomena yang disajikan di fase 1. Memberikan koreksi dan penguatan konsep Melakukan refleksi materi yang telah

rata skor gain yang dinormalisasi dari kedua kelompok ditunjukkan

Page 5: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

0.76

0.34

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

Translasi

<g>

Gambar 1. Diagram batang

dinormalisasi Berdasarkan Gambar 1 rata

adalah sebesar 0,48 dengan kategori sedang, sedangkan nilai ratadinormalisasi untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,29 dalam ketegori rendah. Ratayang dinormalisasi untuk kelas eksperimen lebih besar dari pada ratadinormalisasi untuk kelas kontrol, berarti peningkatan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. mendapat pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Fisika berbasis fenomena mengalami peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran tradisional.

Signifikansi perbedaan peningkatan pemahaman konsekelas kontrol diperoleh melalui pengolahan statistik untuk uji hipotesis. penelitian dilakukan dengan menggunakan berdistribusi normal dan variansnya hodiperoleh hasil t hitung dan t tabel

Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis

t hitung 3,46

Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh nilai

1,69 untuk derajat kebebasan 30 (df=32hitung dengan t tabel menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Fisika berbasis fenomena secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran tradisional.

Perbandingan peningkatan pemahaman konsep yangdijabarkan dalam setiap indikator pemahaman konsep, yaitu indikator translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. Rata-rata skor gain yang dinormalisasi berdasarkan indikator pemahaman konsep untuk kelompok eksperimen dan kontrol

0.4

0.47

0.27

0.44

Interpretasi Ekstrapolasi

Eksperimen

Kontrol

atang perbandingan rata-rata skor gain yang dinormalisasi

Berdasarkan Gambar 1 rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen adalah sebesar 0,48 dengan kategori sedang, sedangkan nilai rata-dinormalisasi untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,29 dalam ketegori rendah. Ratayang dinormalisasi untuk kelas eksperimen lebih besar dari pada ratadinormalisasi untuk kelas kontrol, berarti peningkatan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bamendapat pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Fisika berbasis fenomena mengalami peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat

Signifikansi perbedaan peningkatan pemahaman konsep anatara kelas eksperimen dengan kelas kontrol diperoleh melalui pengolahan statistik untuk uji hipotesis. penelitian dilakukan dengan menggunakan t-test satu pihak, karena data <g> kedua kelompok berdistribusi normal dan variansnya homogen. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan,

tabel seperti ditunjukan pada Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis t – test

t tabel Kesimpulan1,69 H0 ditolak

Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh nilai thitung sebesar 3,46 dan t1,69 untuk derajat kebebasan 30 (df=32-2) dan tingkat kepercayaan 0,95. Perbandingan antara

menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel

penerapan model pembelajaran Fisika berbasis fenomena secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran

Perbandingan peningkatan pemahaman konsep yang dicapai kedua kelompok dapat dijabarkan dalam setiap indikator pemahaman konsep, yaitu indikator translasi, interpretasi dan

rata skor gain yang dinormalisasi berdasarkan indikator pemahaman konsep untuk kelompok eksperimen dan kontrol ditunjukan oleh Gambar 2.

5

Eksperimen

rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen -rata skor gain yang

dinormalisasi untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,29 dalam ketegori rendah. Rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas kontrol, berarti peningkatan pemahaman konsep siswa kelas

Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Fisika berbasis fenomena mengalami peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat

p anatara kelas eksperimen dengan kelas kontrol diperoleh melalui pengolahan statistik untuk uji hipotesis. Pengujian hipotesis

satu pihak, karena data <g> kedua kelompok mogen. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan,

Kesimpulan

sebesar 3,46 dan ttabel sebesar 2) dan tingkat kepercayaan 0,95. Perbandingan antara t

tabel yang berarti bahwa penerapan model pembelajaran Fisika berbasis fenomena secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran

dicapai kedua kelompok dapat dijabarkan dalam setiap indikator pemahaman konsep, yaitu indikator translasi, interpretasi dan

rata skor gain yang dinormalisasi berdasarkan indikator pemahaman konsep

Page 6: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

6

0.53

0.25

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

Eksperimen Kontrol

<g>

Gambar 2. Diagram Batang Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain yang Dinormalisasi Per Tipe Kemampuan Pemahaman

Rata-rata skor gain yang dinormalisasi yang dicapai kelas eksperimen lebih tinggi dibanding yang dicapai kelas kontrol baik pada setiap indikator pemahaman konsep yaitu tranlasi (menerjemahkan), interpretasi (menafsirkan), dan ekstrapolasi (meramalkan). Dari tiga indikator pemahaman konsep yang ditinjau, kelas eksperimen mengalami peningkatan yang paling signifikan pada aspek translasi dan terendah pada indikator interpretasi.

Perbandingan rata-rata skor gain yang dinormalisasi KPS yang dicapai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditunjukan pada Gambar 3. Gambar 3. Diagram Batang Perbandingan Peningkatan KPS antara Kelas eksperimen dan kelas kontrol

Dari diagram di atas rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen adalah sebesar 0.53 dengan katergori sedang, sedangkan rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas kontrol adalah sebesar 0.25 dalam ketegori rendah. Rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata skor gain yang dinormalisasi untuk kelas kontrol, berarti peningkatan keterampilan proses sains yang dicapai siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan yang dicapai siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis fenomena dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statik dibandingkan penerapan model pembelajaran tradisional.

Signifikansi perbedaan peningkatan keterampilan proses sains antara kedua kelompok diperoleh melalui pengolahan statistik untuk uji hipotesis. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan t-test satu pihak, karena data <g> kedua kelompok berdistribusi normal dan bariansinya homogen. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, diperoleh hasil t hitung dan t tabel seperti ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis t – test

t hitung t tabel Kesimpulan

Page 7: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

8.52 Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh nilai

untuk derajat kebebasan 34 dan tingkat kepercayaan 0,95. tabel menunjukkan bahwa t hitung

pembelajaran fisika berbasis fenomena secara signifikan dapat lebih keterampilan proses sains diba

Perbandingan peningkatan keterampilan proses sains atas indicator-indikator keterampilan proses sains yaitu keterampilan proses mengamati, klasifikasi, interpretasi, prediksi, aplikasi, komunikasi, dan merencanakan percobaan. skor gain yang dinormalisasi eksperimen dan kontrol ditunjukan Gambar 4. Diagram Batang Keterampilan Proses Sains

Hanya satu dari tujuh indikator keterampilan proses sains yang ditinjau, peningkatan yang dicapai kelas eksperimen lebih kecil dibanding kelas kontrol yaitu pada indikator aplikasi. Artinya rata-rata peningkatan setiap indikator keterampilan proses yang dieksperimen lebih tinggi dibanding yang dicapai kontrol. KESIMPULAN

Telah dikembangkan model pembelajaran fisika yang dipandang cocok dengan karakteristik ilmu Fisika, yang diberi nama model pembelajaran berbasis fenomena (PFBF). Sintaks model PFBF meliputi : fase mengorientasikan siswa pada fenomena, fase penyajian model fenomena, fase penanaman konsep melalui inkuiri dan keterampilan proses sains, dan fase penjelasan fenomena Dari hasil uji terbatas penggunaan model dalam pembelajaran

2.03 H0 ditolak

Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh nilai thitung sebesar 8,52 dan untuk derajat kebebasan 34 dan tingkat kepercayaan 0,95. Perbandingan antara

hitung lebih besar dari t tabel yang berarti bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis fenomena secara signifikan dapat lebih efektif dalam keterampilan proses sains dibandingkan penerapan model pembelajaran tradisional.

eningkatan keterampilan proses sains siswa dapat diketerampilan proses sains yaitu keterampilan proses mengamati, ediksi, aplikasi, komunikasi, dan merencanakan percobaan.

ang dinormalisasi untuk setiap indikator keterampilan proses sains untuk kelompok eksperimen dan kontrol ditunjukan pada Gambar 4.

Diagram Batang Perbandingan Peningkatan Tiap IndikatorKeterampilan Proses Sains

Hanya satu dari tujuh indikator keterampilan proses sains yang ditinjau, peningkatan yang dicapai kelas eksperimen lebih kecil dibanding kelas kontrol yaitu pada indikator aplikasi.

rata peningkatan setiap indikator keterampilan proses yang dieksperimen lebih tinggi dibanding yang dicapai kontrol.

Telah dikembangkan model pembelajaran fisika yang dipandang cocok dengan karakteristik ilmu Fisika, yang diberi nama model pembelajaran berbasis fenomena (PFBF).

s model PFBF meliputi : fase mengorientasikan siswa pada fenomena, fase penyajian model fenomena, fase penanaman konsep melalui inkuiri dan keterampilan proses sains, dan fase penjelasan fenomena Dari hasil uji terbatas penggunaan model dalam pembelajaran

7

sebesar 8,52 dan ttabel sebesar 2,03 Perbandingan antara t hitung dengan t

yang berarti bahwa penerapan model efektif dalam meningkatkan

model pembelajaran tradisional. dapat dijabarkan lebih lanjur

keterampilan proses sains yaitu keterampilan proses mengamati, ediksi, aplikasi, komunikasi, dan merencanakan percobaan. Rata-rata

indikator keterampilan proses sains untuk kelompok

Indikator

Hanya satu dari tujuh indikator keterampilan proses sains yang ditinjau, peningkatan yang dicapai kelas eksperimen lebih kecil dibanding kelas kontrol yaitu pada indikator aplikasi.

rata peningkatan setiap indikator keterampilan proses yang dicapai oleh kelas

Telah dikembangkan model pembelajaran fisika yang dipandang cocok dengan karakteristik ilmu Fisika, yang diberi nama model pembelajaran berbasis fenomena (PFBF).

s model PFBF meliputi : fase mengorientasikan siswa pada fenomena, fase penyajian model fenomena, fase penanaman konsep melalui inkuiri dan keterampilan proses sains, dan fase penjelasan fenomena Dari hasil uji terbatas penggunaan model dalam pembelajaran fisika,

Page 8: M P F B F M P KONSEP DAN K P S P

8

didapatkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis fenomena secara signifikan dapat menghasilkan <g> pemahaman konsep Kalor dan <g> keterampilan proses sains siswa terkait materi Fluida Statis dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran tradisional. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model PFBF dapat lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan KPS siswa dibanding penggunaan model pembelajaran tradisional.

DAFTAR PUSTAKA Ajeyalemi, D. A. (1993). Teacher Strategies Used by Exemplary STS Teachers. What

Research Says to The Science Teaching, VII. Washington DC : National Science Teachers Association.

Depdiknas, (2003). Kurikulum 2004 : standar kompetensi, mata pelajaran Fisika, Sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, Jakarta : Depsiknas.

Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, [online]. accessed on [1 Juni 2008]

. (1999). Keterampilan Proses Sains. Tinjauan Kritis dari Teori ke Praktis. Bandung :

dirjen pendidikan dasar dan menengah Mergendoller, J. R., & Thomas, J. W. (2000). Managing Project Based Learning : Principles

from The Field. Novato, CA : Buck Institute for Education.

Ogilvie, C. (2000). Effectiveness of Different Course Components in Driving Gains in Conceptual Understanding. [online]. Tersedia : http://torrseal.mit.edu/effedtech/pdf/ogilvie.pdf [24 juni 2009]

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Thiagarajan, S., Semmel, D. S., Semmel, M. (1974). Instructional developement for training

teachers of exceptional children. A Source Book. Blomington; central for innovation on teaching the handicapped.