luqathah

20
BAB I PENDAHULUAN Luqathah secara bahasa bisa disebutkan dengan 4 sebutan menurut Ibnu Malik, seorang ahli ilmu nahwu (grammar bahasa arab). Pertama : ( ة اط ق ل) Luqaathah, yaitu dengan memanjangkan huruf qaaf. Kedua, ( ة ط ق ل) Luqthah, yaitu dengan mendhammahkan huruf laam dan mensukunkan huruf qaaf. Ketiga, ( طة ق ل) Luqathah, sebagaimana yang akan kita pakai dalam kuliah ini. Keempat, [ ط ق ل] Laqath. Secara bahasa adalah sesuatu yang ditemukan. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran : Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman 1

Transcript of luqathah

Page 1: luqathah

BAB I

PENDAHULUAN

Luqathah secara bahasa bisa disebutkan dengan 4 sebutan menurut Ibnu Malik,

seorang ahli ilmu nahwu (grammar bahasa arab).

Pertama : (لقاطة) Luqaathah, yaitu dengan memanjangkan huruf qaaf.

Kedua, (لقطة) Luqthah, yaitu dengan mendhammahkan huruf laam dan

mensukunkan huruf qaaf.

Ketiga, (لقطة) Luqathah, sebagaimana yang akan kita pakai dalam kuliah ini.

Keempat, [لقط] Laqath.

Secara bahasa adalah sesuatu yang ditemukan. Sebagaimana disebutkan di

dalam Al-Quran :

Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh

dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta

tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. Al-Qashash : 8)

Sedangkan secara syar'i di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj disebutkan

adalah : segala benda yang ditemukan di tempat yang tidak dikuasai seseorang,

baik berbentuk harta mapun barang, yang hilang dari pemiliknya, karena lengah

atau terjatuh, dimana barang itu bukan milik kafir harbi, sedangkan orang yang

menemukannya tidak mengenal siapa pemiliknya".

Dengan definisi di atas, maka bila suatu benda ditemukan di dalam area

dimiliki oleh seseorang, bukan termasuk luqathah.

Bisa dikatakan bahwa Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya

dan ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari

1

Page 2: luqathah

pemiliknya, para ulama berbeda pendapat tentang tindakan / sikap yang harus

dilakukan.

Secara lugas dalam hadis diterangkan bahwa barang temuan adalah milik

seseorang yang terpisah dari orang tersebut. Barang temuan dalam bahasa Arab

(Bahasa Fuqaha) disebut al-Luqathah, menurut bahasa (etimologi) artinya ialah

sesuatu yang ditemikan atau didapat.

Menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri bahwa al-Luqathah ialah nama untuk

barang yang ditemukan.

a. Sedangkan menurut istilah (etimologi) yang dimaksud dengan al-Luqathah

sebagaimana yang dita’rifkan oleh para ulama sebagai berikut:

Muhamad al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa al-Luqathah ialah:

“Sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang

menemukan tidak mengetahui mustahiqnya”.

b. Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh Umairah berpendapat, bahwa

yang dimaksud dengan al-Luqathah ialah:

“Sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus semerbak ditemukan di

daerah harby, tidak terpelihara dan tidak dilarang karena kekuatannya, yang

menemukan tidak mengetahui pemilik barang tersebut”.

c. Al-Imam Taqiy al-Din Abii Bakr Muhammad al-Husaini bahwa al-Luqathah

menurut syara’ ialah:

Pengambilan harta yang mulia sebab tersia-siakan untuk dipeliharanya atau

dimilikinya setelah diumumkan”

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2

Page 3: luqathah

A. Hukum Pengambilan Barang Temuan

Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada

kondisi tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengmbilan barang temuan

antara lain sebagai berikut:

a. Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila

orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-

benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan

berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil

oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

b. Sunnat, sunnat mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang

tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda

temuan itu dengan sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambilpun

barang –barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.

c. Makruh, bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian kemudian

masih ragu-ragu apakah dia akan mampu memelira benda-benda tersebut.

d. Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia

mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul

bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang tersebut.

B. Rukun-rukun Al-Luqathah

Rukun-rukun dalam al-Luqathah ada dua, yaitu orang yang mengambil

(yang menemukan) dan benda-benda atau barang-barang yang diambil.

C. Macam-macam benda yang diperoleh

Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia,

macam-macam benda temuan itu adalah sebagai berikut:

1. Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam

waktu yang lama.

2. Benda-benda yang tidak tahan lama, yaitu benda-benda yang tidak dapat

disimpan dalam waktu yang lama.

3

Page 4: luqathah

3. Benda-benda yang memerlukan perawatan, seperti padi harus dikeringkan

dan lain-lain.

4. Benda-benda yang memerlukan perbelanjaan, seperti binatang ternak.

D. Kewajiban Orang Yang Menemukan Barang Temuan

Orang yang menemukan barang wajib mengenal ciri-cirinya dan

jumlahnya kemudian mempersaksikan kepada orang yang adil, lalu ia menjaganya

dan mengumumkan kepada khalayak selama setahun. Jika pemiliknya

mengumumkan di berbagai media beserta ciri-cirinya, maka pihak penemu (harus)

mengembalikannya kepada pemiliknya, meski sudah lewat setahun. Jika tidak,

maka boleh dimanfa’atkan oleh penemu.

Dari Suwaid bin Ghaflah, ia bercerita : Saya pernah berjumpa Ubay bin

Ka’ab, ia berkata, Saya pernah menemukan sebuah kantong berisi (uang) seratus

Dinar, kemudian saya datang kepada Nabi saw (menyampaikan penemuan ini),

kemudian Beliau bersabda, “Umumkan selama setahun”. Lalu saya umumkan ia,

ternyata saya tidak mendapati orang yang mengenal kantong ini. Kemudian saya

datang (lagi) kepada Beliau, lalu Beliau bersabda, “Umumkanlah ia selama

setahun”. Kemudian saya umumkan ia selama setahun, namun saya tidak

menjumpai (pemiliknya). Kemudian saya datang (lagi) kepada Beliau untuk

ketiga kalinya, lantas Beliau bersabda, “Jaga dan simpanlah isinya, jumlahnya,

dan talinya. Jika suatu saat pemiliknya datang (menanyakannya), (maka

serahkanlah). Jika tidak, boleh kau manfaatkan”. Kemudian saya manfa’atkan.

Lalu saya (Suwaid) berjumpa (lagi) dengan Ubay di Mekkah, maka ia berkata,

“Saya tidak tahu, (beliau suruh menjaganya selama) tiga tahun atau satu tahun.”

Dari ‘Iyadh bin Hammar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa

mendapatkan barang temuan, maka hendaklah persaksikan kepada seorang atau

dua orang yang adil, kemudian janganlah ia mengubahnya dan jangan (pula)

menyembunyikan(nya). Jika pemiliknya datang (kepadanya), maka dialah yang

lebih berhak memilikinya. Jika tidak, maka barang temuan itu adalah harta Allah

yang Dia berikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”

Ketentuan dalam hadis memberikan arahan kepada penemu barang/

sesuatu yang bukan miliknya untuk melakukan hal berikut:

4

Page 5: luqathah

1. Ketika menemukan sesuatu yanng bukan milik sendiri, maka penemu,

untuk sementara wajib memelihara dan menyimpannya, sampai batas

waktu tertentu atau sampai pemiliknya datang untuk mengambilnya.

2. Penemu wajib memberitahukan atau mengumumkan bahwa ada barang

yang ditemukannya. Caranya: yang pertama adalah mengenali atau

mengamati tanda-tanda yang membedakan dengan barang lain dan

mengamati jenis dan ukurannya. Setelah itu, dengan mengumumkan

kemasan (tempat) dan pengikatnya. Dengan hanya memberi tahu kemasan

atau tempatnya saja, orang yang mengaku pemilik dapat dimintai

keterangannya mengenai barangnya yang hilang. Hal ini mungkin untuk

menjaga jatuhnya barang tersebut kepada yang bukan pemiliknya.

3. Apabila pemiliknya datang dan ia dapat menyebutkan tanda atau ciri-ciri

barang tersebut dengan pas dan sesuai dengan yang ditemukan, maka

penemu harus menyerahkannya kepada orang tersebut.

4. Jika pemiliknya tidakk datang juga, waktu maksimal untuk

mengumumkannya selama satu tahun. Setelah satu tahun tidak ada yang

mengaku sebagai pemilik, maka penemu dapat memanfaatkannya untuk

dirinya atau orang lain.

E. Dhallah Berupa Kambing dan Unta

Barangsiapa mendapatkan dhallah (barang temuan) berupa kambing, maka

hendaklah diamankan dan diumumkan, manakala diketahui pemiliknya maka

hendaklah diserahkan kambing termaksud kepadanya. Jika tidak, maka ambillah

ia sebagai miliknya. Dan, siapa saja yang menemukan dhallah berupa unta, maka

tidak halal baginya untuk mengambilnya, karena tidak dikhawatirkannya

(tersesat).

Dari Zaid bin Khalid al-Juhanni ra, ia bercerita: Ada orang Arab badwi

datang menemui Nabi saw, lalu bertanya kepadanya tentang barang temuannya.

Maka beliau menjawab, “Umumkanlah ia selama setahun, lalu perhatikanlah

bejana yang ada padanya dan tali pengikatnya. Kemudian jika datang (kepadamu)

seorang yang mengabarkan kepadamu tentang barang tersebut, (maka serahkanlah

ia kepadanya). Dan, jika tidak, maka hendaklah kamu memanfaatkan ia.” Ia

5

Page 6: luqathah

bertanya, “Ya Rasulullah, lalu (bagaimana) barang temuan berupa kambing?”

Maka jawab Beliau, “Untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala.” Ia

bertanya (lagi), ”Bagaimana tentang barang temua berupa unta?” Maka raut wajah

Nabi saw berubah, lalu Rasulullah bersabda, “Mengapa kamu menanyakan unta?

Ada bersamanya terompahnya dan memiliki perut, ia mendatangi air dan

memakan rerumputan.”

F. Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan Dan Barang Yang Sepele

Barangsiapa yang mendapatkan makanan di tengah jalan, maka boleh

dimakan, dan barang siapa menemukan sesuatu yang sepele yang tidak berkaitan

erat dengan jiwa orang lain, maka boleh dipungut dan halal dimilikinya.

Dari Anas ra ia berkata: Nabi saw pernah melewati sebiji tamar di (tengah) jalan,

lalu beliau bersabda, “Kalaulah sekiranya aku tidak khawatirkan sebiji tamar itu

termasuk tamar shadaqah, niscaya aku memakannya.”

G. (Barang Temuan) Di Kawasan Tanah Haram

Adapun luqathah (barang temuan) di daerah tanah haram, maka tidak

boleh dipungutnya kecuali dengan maksud hendak diumumkan kepada khalayak

hingga diketahui siapa pemiliknya. Dan, tidak boleh memilikinya meskipun sudah

melewati setahun lamanya mengumumkannya, tidak seperti luqathah di daerah

lainnya; berdasarkan hadits:

Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Mekkah, yaitu tidak halal bagi

seorang pun sebelumku dan tidak halal (pula) bagi seorang pun sepeninggalku;

dan sesungguhnya dihalalkan untukku hanya sesaat di siang hari. Tidak boleh

dicabut rumputnya, tidak boleh dipotong pohonnya, tidak boleh membuat lari

binatang buruannya, dan tidak boleh (pula) mengamankan barang temuannya

kecuali untuk seorang yang akan mengumumkan.”

H. Al-Ja’alah

6

Page 7: luqathah

Bagi seseorang yang kehilangan sesuatu yang berharga menurut

pendapatnya, tentu akan berupaya (berusaha) menemukan kembali benda-

bendanya yan hilang, salah satu cara mencari benda-benda yang hilang dan boleh

menurut para ulama adalah dengan pengumuman, baik melalui media cetak

maupun elektronik, pengumuman ini biasanya dibarengi dengan imbalan

(diberikan imbalan) bagi penemunya sebagai perangsang atau daya tarik.

Arti ja’alah menurut logat, ialah nama bagi pemberian kepada seseorang

karena mengerjakan sesuatu pekerjaan.

Arti ja’alah menurut istilah, ialah pemberian upah tertentu bagi orang

yang mengembalikan barang yang hilang.

Al-Ja’alah dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang mesti diberikan

sebagai pengganti suatu pekerjaan dan padanya terdapat suatu jaminan, meskipun

jaminan itu tidak dinyatakan, al-Ja’alah dapat diartikan pula sebagai upah mencari

benda-benda yang hilang.

Syarat-syarat al-Ja’alah

Secara esensial pada al-Ja’alah disyaratkan supaya nyata (jelas), maka

syarat-syarat jelasnya al-Ja’alah adalah sebagai berikut:

a. Kalimat atau lafazh yang menunjukkan izin pekerjaan, yang merupakan

syarat atau tuntutan dengan tukaran tertentu. Bila seseorang mengerjakan

perbuatan, tetapi tanpa seizin orang yang menyuruh (yang punya barang),

maka baginya tidak ada (tidak memperoleh) suatu apapun, jika barang itu

ditemukan.

b. Keadaan al-Ja’alah itu hendaklah ditentukan, uang atau barang, sebelum

seseorang mengerjakan pekerjaan itu.

BAB III

7

Page 8: luqathah

PEMBAHASAN

A. Yang Harus Dilakukan Bila Menemukan Barang Hilang

1. Al-Hanafiyah mengatakan disunnahkan untuk menyimpannya barang itu

bilang barang itu diyakini akan aman bila ditangan anda untuk nantinya

diserahkan kepada pemiliknya. Tapi bila tidak akan aman, maka sebaiknya

tidak diambil. Sedangkan bila mengambilnya dengan niat untuk dimiliki

sendiri, maka hukumnya haram.

2. Al-Malikiyah mengatakan bila seseorang tahu bahwa dirinya suka

berkhianat atas hata oang yang ada padanya, maka haram baginya untuk

menyimpannya.

3. Asy-Syafi`iyyah berkata bahwa bila dirinya adalah orang yang amanah,

maka disunnahkan untuk menyimpannya untuk dikembalikan kepada

pemiliknya. Karena dengan menyimpannya berarti ikut menjaganya dari

kehilangan.

4. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ra. mengatakan bahwa yang utama

adalah meninggalkan harta itu dan tidak menyimpannya.

B. Kewajiban Bagi Orang Yang Menemukan Barang Hilang

Islam mewajibkan bagi orang yang menemukan barang hilang untuk

mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa penngumuman itu berlaku

selama satu tahun. Hal itu berdasarkan perintah Rasulullah SAW ,”Umumkanlah

selama masa waktu setahun”.

Pengumuman itu di masa Rasulullah SAW dilakukan di pintu-pintu masjid

dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang seperti pasar, tempat resepsi dan

sebagainya.

8

Page 9: luqathah

C. Bila Tidak Ada Yang Mengakui

Bila telah lewat masa waktu setahun tapi tidak ada yang datang

mengakuinya, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bolehlah

bagi penemu untuk memiliki harta itu bila memang telah berusaha mengumumkan

barang temua itu selama setahun lamanya dan tidak ada seorangpun yang

mengakuinya. Hal ini berlaku umum, baik penemu itu miskin ataupun kaya.

Pendapat ini didukung oleh Imam Malik ra., Imam Asy-Syafi`i ra. dan

Imam Ahmad bin Hanbal ra. Sedangkan Imam Abu Hanifah ra. mengatakan

hanya boleh dilakukan bila penemunya orang miskin dan sangat membutuhkan

saja.

Tapi bila suatu saat pemiliknya datang dan telah cocok bukti-bukti

kepemilikannya, maka barang itu harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Bila

harta temuan itu telah habis, maka dia wajib menggantinya.

Namun para ulama juga mengatakan bila barang tersebut adala barang

yang tidak bernilai, maka tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya, apalagi

bila untuk mengembalikan atau mengumumkannya membutuhkan biaya yang jauh

lebih mahal.

Misalnya yang hilang adalah peniti, jarum atau sikat gigi. Barang-barang

itu secara umum termasuk kategori haqir, yaitu sesuatu yang tidak ada nilainya,

asal tidak terbuat dari emas murni 24 karat dan beratnya mencapai 1/2 Kg.

D. Hikmah dalam Luqathah (Barang Temuan)

Hikmah dalam barang temuan merujuk kepada pahala besar dari Allah di

hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat apa pun, kecuali

orangyang datang kepada Allah dengan hati yang baik yang didapatkan oleh orang

yang memungut barang temuan itu. Ditambah lagi hal itu akan mengingatkan

9

Page 10: luqathah

sesc-orang untuk bersyukur atas perbuatan baik dan memegang teguh amanah

sampai pada batas waktu yang ditentukan oleh syara.

Macam luqathah ada dua, luqathah yang berupa harta yang terjatuh dan

tidak diketahui pemiliknya, dan luqathah yang berupa hewan seperti onta, sapi,

dan kambing. Apabila seseorang memungut atau mengambil luqathah, maka yang

wajib dilakukannya adalah menyiarkan atau mengumumkannya. Sebagaimana

yang diriwayatkan dari Rasulullah bahwa ketika ditanya mengenai luqathah,

beliau bersabda, "Siarkanlah selama satu tahun."

Batas waktu penyiaran berbeda dengan berbedanya barang yang

ditemukan. Apabila suatu barang nilainya mencapai sepuluh dirham lcbih, maka

penyiarannya selama satu tahun. Apabila suatu barang nilainya kurang dari itu,

maka disiarkan beberapa hari sebagaimana layaknya.

Hasan bin Ziad meriwayatkan dari Abu Hanifah r.a. bahwa ia berkata,

"Penyiaran adalab berdasarkan jumlah atau risiko dari harta. Apabila seratus dan

sepadannya, maka menyiarkannya selama satu tahun. Apabila sepuluh atau

sepadannya, maka menyiarkannya selama satu bulan. Apabila tiga dan

sepadannya, maka menyiarkannya selama seminggu atau sepuluh hari. Apabila

satu dirham atau sepadannya, maka menyiarkannya selama satu hari. Apabila

berupa buah-buahan atau barang pecah-belah, maka hendaknya

menyedekahkannya. Dan, adanya penyempur-naan masa penyiaran apabila barang

tersebut tidak mudah rusak. Namun, apabila takut akan terjadinya kerusakan,

maka masa penyiaran tidak usah disempurnakan dan barang tersebut

disedekabkan saja."

Apabila luqathah atau barang yang ditemukan itu berupa hewan dan

memerlukan nafkah untuk merawatnya, maka apabila penafkahan terhadap

binatang tersebut atas perintah seorang hakim, maka hal itu dianggap sebagai

utang bagi pemiliknya. Apabila penafkahan tersebut bukan atas perintah dari

hakim, maka hal itu menjadi amalan suka rela. Dan, yang lebih baik adalah

melimpahkan masalah tersebut kepada hakim.

10

Page 11: luqathah

Apabila luqathah tersebut berupa hewan yang dapat diman-faatkan dengan

jalan menyewakannya, maka diperintahkan agar menyewakannya dan hasil

sewanya dijadikan sebagai biaya penafkahan. Namun, apabila luqathah tersebut

berupa hewan yang tidak dapat dimanfaatkan dengan jalan disewakan, dan

khawatir apabila memberikan nafkah kepadanya akan memerlukan biaya yang

sebanding dengan harganya, maka agar menjual-nya kemudian menyimpan

uangnya.

Dan, bagi orang yang memungut agar menjaga luqathah dengan

memberikan nafkah sebagaimana seorang penjual {luqathah) menjaga harganya.

Apabila terdapat halangan atas pem-berian nafkah, maka hakim supaya

menjualnya dan mcngganti biaya penafkahan. Demikianlah, dan mengenai

permasalahan hukum selebihnya telah disebutkan dalam cabang fiqih, maka

lihatlah kembali jika menginginkan tambahan.

11

Page 12: luqathah

BAB IV

PENUTUP

Hamba yang shalih jika menemukan barang milik orang lain, maka dia akan

berpegang kepada hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan masalah ini. Di

antaranya adalah:

1. Mengumumkan, Jika Menemukan Anak yang Hilang

Sebab, jika hal ini tidak dilakukan, bisa-bisa orang yang menemukan

anak kecil itu kemudian mengklaim bahwa anak itu adalah budaknya.

2. Tidak Menggunakan Barang Temuan, Sebelum Memenuhi Syarat-Syarat

Pengumuman Barang Tersebut dan Kepemilikannya

Imam Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, bahwa

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melindungi (menyimpan) barang temuan, maka dia adalah

sesat, selama dia tidak mengenalkan (mengumumkan) barang tersebut”.

Disebutkan pula dalam riwayat yang sama, bahwa pernah ada

seseorang yang datang menghadap Nabi SAW untuk menanyakan kepada

Beliau perihal barang temuan (luqathah). Beliau kemudian bersabda,

"Umumkan wadah dan isinya dan juga tali yang dipakai untuk mengikatnya.

Umumkan selama satu tahun. Jika kemudian pemiliknya datang kepadamu

(untuk memintanya), maka berikanlah kepadanya. Namun jika pemiliknya

tidak juga datang, maka silakan saja engkau ambil barang tersebut."

3. Tidak Menyembunyikan Barang Temuan dari Pemiliknya, Setelah Dia

Mengetahui

Kedua hal di atas adalah haram. Sebab, memanfaatkan barang temuan

sebelum diumumkan kepada khalayak umum dan menyembunyikannya dari

pemiliknya setelah tahu siapa pemiliknya, adalah bagian dari tindakan makan

harta manusia dengan cara yang batil.

12

Page 13: luqathah

4. Tidak Memerah Susu Ternak, Tanpa Izin Pemiliknya180

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar 2$£, bahwa Rasulullah

bersabda,

"Janganlah salah seorang di antara kalian memerah binatang ternak orang

lain, kecuali dengan izin darinya. Adakah salah seorang di antara kalian

ingin jika kamar makannya didatangi, kemudian lemari makannya

dipecahkan (dibuka), lalu makanannya diambil? Sesungguhnya ambing

(kelenjar berbentuk kantong yang berputing dua atau lebih-ed) susu pada

binatang ternak mereka itu menyimpan makanan untuk mereka. Maka,

janganlah salah seorang di antara kalian memerah susu binatang ternak

orang lain tanpa izin dari pemiliknya."

13

Page 14: luqathah

DAFTAR PUSTAKA

Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi. Indahnya Syariat Islam. 2006. Jakarta : Gema Insani.

Ahmad Sarwat, Lc. Fiqih Muamalat. 2009. Jakarta : Grasindo.

Salman Nashif Ad-Dahduh. Buku Pintar Muslim : Panduan Kesempurnaan dan Kesuksesan Hidup. 2004. Jakarta : Gramedia.

http://tempatilmu.blogspot.com/2010/10/pengertian-luqathah.html

14