LP Asfiksia.docx

26
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM A. Definisi Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera atau beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis, bradikardi, hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara objektif dapat dinilai dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada bayi dengan asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut WHO tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic Ischaemic Enchepalopaty (HIE), akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (Kosim, 1998; Hidayat, 2008; Hasan, 1985; dan Depkes RI, 2005) Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu, asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura 1

Transcript of LP Asfiksia.docx

Page 1: LP Asfiksia.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur

segera atau beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis,

bradikardi, hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara

objektif dapat dinilai dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia,

hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena

kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti

pengembangan paru. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada bayi

dengan asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut WHO

tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic Ischaemic

Enchepalopaty (HIE), akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan

segera. (Kosim, 1998; Hidayat, 2008; Hasan, 1985; dan Depkes RI, 2005)

Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam

kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan

obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma.

Sementara itu, asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama,

ruptura uteri, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian

obat bius yang terlalu banyak dan pada saat yang tidak tepat, plasenta previa,

solusia plasenta, serta plasenta tua (serotinus) (Nurarif, 2013).

B. Etiologi

Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013) :

1. Faktor ibu

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan

dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut

merupakan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru

lahir (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):

1

Page 2: LP Asfiksia.docx

a. Preeklamsia dan eklamsia

b. Demam selama persalinan

c. Kehamilan postmatur

d. Hipoksia ibu

e. Gangguan aliran darah fetus, meliputi :

f. gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri

g. hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan

h. hipertensi pada penyakit toksemia

i. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini

2. Faktor plasenta

Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen

melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia (Depkes

RI, 2005 dan Nurarif, 2013):

a. Abruptio plasenta

b. Solutio plasenta

c. Plasenta previa

3. Faktor fetus

Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa

didahului tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):

a. Air ketuban bercampur dengan mekonium

b. Lilitan tali pusat

c. Tali pusat pendek atau layu

d. Prolapsus tali pusat

4. Faktor persalinan

Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):

a. Persalinan kala II lama

b. Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan

sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi

5. Faktor neonatus

Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia

(Nurarif, 2013):

2

Page 3: LP Asfiksia.docx

a. Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm

b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, forsep)

c. Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran

pernapasan, hipoplasi paru, dll.

d. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

C. Faktor Resiko

Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor

maternal, plasenta-tali pusat, dan fetus atau neonatus (Volpe, 2001; Aurora, 2004;

dan Levene, 2005) :

a. Kelainan maternal, dapat meliputi hipertensi, peyakit vaskular, diabetes, drug

abuse, penyakit jantung, paru, gangguan susunan saraf pusat, hipotensi,

ruptura uteri, tetani uteri, panggul sempit.

b. Kelainan plasenta dan tali pusat, meliputi infark dan fibrosis plasenta, prolaps

atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus.

c. Kelainan fetus atau neonatus meliputi anemia, hidrops, infeksi, pertumbuhan

janin terhambat, serotinus.

Selain itu, kurangnya kesadaran calon ibu untuk melakukan ANC, status

nutrisi yang rendah, perdarahan saat melahirkan, dan infeksi saat kehamilan juga

merupakan faktor resiko terjadinya asfiksia. Ditambah lagi dengan letak bayi

sungsang dan kelahiran dengan berat bayi kurang dari 2500 gram, maka akan

memperburuk keadaan dan meningkatkan resiko asfiksia (Majeed, 2007 dan

Pitsawong, 2011). Namun sayangnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Ogunlesi dkk (2013) dinyatakan bahwa dari 354 orang responden yang diteliti,

hampir seluruhnya tidak mengetahui faktor resiko terjadinya asfiksia (Ongunlesi,

2013).

3

Page 4: LP Asfiksia.docx

D. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Asfiksia

Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asfiksia pallida dan asfiksia

livida dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai berikut (Nurarif, 2013):

Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan Asfiksia Livida

Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida

Warna Kulit Pucat Kebiru-biruan

Tonus Otot Sudah kurang Masih baik

Reaksi Rangsangan Negatif Positif

Bunyi Jantung Tidak teratur Masih teratur

Prognosis Jelek Lebih baik

Klasifikasi asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif,

2013).

Tabel 2. APGAR score

TandaNilai

0 1 2

A : Appearance (color/warna kulit)

Biru/pucat Tubuh kemerahan, ekstremitas biru

Tubuh dan ekstremitas kemerahan

P : Pulse (heart rate/denyut nadi)

Tidak ada < 100x per menit >100x per menit

G : Grimance (reflek)

Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

A : Activity (tonus otot)

Lumpuh Fleksi lemah Aktif

R : Respiration (usaha bernapas)

Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat

Bayi akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada

pada rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6, dan bayi normal atau

dengan sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif,

2013).

4

Page 5: LP Asfiksia.docx

E. Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi Asfiksia

Asfiksia terjadi jika oksigen terlalu sedikit dan terlalu banyak

karbondioksida dan asam laktat di dalam darah. Konsekuensi dari kondisiini

adalah gagal napas yang akhirnya menyebabkan metabolisme pernapasan bayi

berubah dari aerob menjadi anaerob. Terjadi asidosis metabolik. Bayi yang

5

Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali pusat, presentasi janin

abnormal

Faktor lain : obat-obatan

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat

Paru-paru terisi cairan

Gangguan metabolisme dan perubahan asam basa

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Suplai O2 dalam darah Asidosis respiratorikSuplai O2 dalam paru

Resiko Ketidakseimbangan

Suhu Tubuh

Napas cepat

Apneu

DJJ dan TD

Ketidakefektifan Pola Napas

Janin tidak bereaksi terhadap rangsangan

Gangguan perfusi-ventilasi

Gangguan Pertukaran Gas

Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia

Kerusakan otak

Kematian bayi Resiko Cidera

Proses Keluarga Terhenti

Resiko Sindrom Kematian Bayi

Mendadak

Page 6: LP Asfiksia.docx

mengalami anoksik dapat berada pada empat fase, bergantung pada tingkat

hipoksia intrauterin yang terjadi (Johnson & Taylor, 2004):

1. Hiperventilasi

2. Apnea primer

3. Napas terengah-engah

4. Apnea sekunder atau terminal

Mengkaji pada saat lahir di fase mana bayi berada merupakan hal yang

sulit untuk dilakukan. Merespons dan kemudian mengkaji perkembangan

merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Skor APGAR membantu dalam

membuat keputusan tentang resusitasi, tetapi harus selalu diingat ketika

menghadapi apnea, resusitasi harus dilakukan sebelum menit pertama berlalu

(Johnson & Taylor, 2004).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan diantaranya yaitu (William, 2004) :

1. Analisa Gas Darah (AGD) : pH kurang dari 7,20

2. Penialaian APGAR score, meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas,

tonus otot, dan reflek

3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi

4. Pengkajian spesifik

G. Penatalaksanaan

Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga memerlukan

tindakan yang cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan asfiksia adalah

sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

6

PENILAIAN :Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap

LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik) :1). Jaga bayi tetap hangat, 2). Atur posisi bayi : leher agak ekstensi, 3). Isap lendir, 4). Keringkan dan rangsang taktil, 5). Reposisi

---------------------------------------------------------------------------------------------------Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Page 7: LP Asfiksia.docx

Gambar 2. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir

Pada pertolongan persalinan, setiap petugas perlu mengetahui apakah bayi

mempunyai resiko mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan

ibu dan keluarganya kemungkinan diperlukannya tindakan resusitasi. Akan tetapi,

pada keadaan tanpa faktor resiko pun beberapa bayi dapat mengalami asfiksia.

7

Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik--------------------------------------------------------------------------Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan

teratur

Ya Tidak

Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan

Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas, hentikan ventilasi setelah 20 menit

Konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi meninggal

ASUHAN PASCA RESUSITASI :1. Jaga bayi agar tetap hangat2. Lakukan pemantauan3. Konseling4. Pencatatan

Ya Tidak

VENTILASI :1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20

cm air dalam 30 detik------------------------------------------------------------------------------------------

4. Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya Tidak

Page 8: LP Asfiksia.docx

Oleh karena itu, petugas harus siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan

pertolongan persalinan (Depkes RI, 2005).

Cara mengatasi asfiksia adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008) :

1. Asfiksia ringan APGAR Skor (7-10)

Bayi dibungkus dengan kain hangat

Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudia mulut

Bersihkan badan dan tali pusat

Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukkan ke

dalam inkubator.

2. Asfiksia sedang APGAR Skor (4-6)

Bersihkan jalan napas

Berikan oksigen 2 liter per menit

Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada

reaksi, bantu pernapasan dengan masker (ambubag)

Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium

bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikkan

melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan.

3. Asfiksia berat APGAR Skor (0-3)

Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag

Berikan oksigen aliran 4-5 liter per menit

Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (Endotracheal tube)

Bersihkan jalan napas melalui ETT

Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium

bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

Tahap persiapan resusitasi meliputi (Depkes RI, 2005):

a. Persiapan keluarga

Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi

pada ibu dan bayi sebelum menolong persalinan.

b. Persiapan tempat

Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih, kering,

sebaiknya dekat pemancar panas, dan tidak berangin.

8

Page 9: LP Asfiksia.docx

c. Persiapan alat resusitasi

Alat yang digunakan meliputi :

1) Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi

2) Kain ke 2 : untuk membungkus bayi

3) Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi

4) Alat pengisap lendir DeLee

5) Tabung dan sungkup

6) Kotak alat resusitasi

7) Handscun

8) Stopwatch atau jam tangan

d. Persiapan diri

Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan APD sebelum

menolong persalinan. Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi

bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap. Selain itu, resusitasi juga

dilakukan jika air ketuban bercampur dengan mekonium. Dalam manajemen

asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah

suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali. Pada setiap tahapan

manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat

keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan (Depkes RI, 2005).

Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia

diberikan asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan

perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai

dengan hasil resusitasi, meliputi (Depkes RI, 2005 dan Agarwal, 2008):

1) Bila resusitasi berhasil

Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu

memindahkan bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat.

Kemudian lakukan monitoring tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan

juga pemeriksaan analisa gas darah, kadar gula darah, hematokrit, dan

kadar kalsium.

Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI,

menjaga kehangatan bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care, dan

9

Page 10: LP Asfiksia.docx

jelaskan kepada ibu bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir.

Selain itu, selalu monitor warna kulit, suhu, dan respirasi rate minimal

pada dua jam pertama, serta lakukan pencatatan atau dokumentasi.

2) Bila perlu rujukan

Bayi perlu rujukan jika :

a) RR < 30x per menit, atau > 60x per menit

b) Adanya tarikan dinding dada

c) Bayi merintih (ada bunyi napas saat ekspirasi) atau megap-megap (ada

bunyi napas saat inspirasi)

d) Tubuh bayi pucat atau kebiruan

e) Bayi lemas

Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap

kali selesai melakukan tindakan.

3) Bila resusitasi tidak berhasil

a) Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral kepada

keluarga yang kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis.

Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan

perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa

ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan makanan bergizi.

b) Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan nifas.

c) Lakukan pencatatan atau dokumentasi

Ada beberapa hal yang tidak dianjurkan dilakukan terhadap bayi dengan

asfiksia. Berikut adalah tindakan-tindakan yang sebaiknya dihindari saat

melakukan pertolongan kepada bayi dengan asfiksia beserta akibat yang

ditimbulkannya (Depkes RI, 2001) :

Tabel 3. Tindakan yang Tidak Dianjurkan dan Akibat yang MungkinDitimbulkannya

Tindakan Akibat

Menepuk bokong Trauma dan melukai

Menekan rongga dada Fraktur, pneumototaks, gawat napas, kematian

10

Page 11: LP Asfiksia.docx

Menekankan paha ke perut bayi Ruptura hepar atau lien, perdarahan

Mendilatasi sfingter ani Robek atau luka pada sfingter

Kompres dingin atau panas Hipotermi, luka bakar

Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka atau tubuh bayi

Hipotermi

Berdasarkan penelitian oleh Berglund dkk (2008) dinyatakan bahwa

kepatuhan terhadap protap penatalaksanaan atau manajemen asfiksia bayi baru

lahir masih rendah dan harus ditingkatkan, terutama menyangkut tindakan

ventilasi. Pendokumentasian juga harus diperbaiki agar tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan (Berglund, 2008).

Penatalaksanaan dari sisi medikamentosa dapat dilakukan dengan

(Depkes RI, 2005 dan IAI, 2012):

1) Cairan penambah volume darah

Cairan diberikan jika bayi terlihat pucat, kehilangan darah, dan atau

tidak memberikan respon yang memuaskan terhadap resusitasi. Cairan yang

dipakai dapat berupa garam fisiologis (dianjurkan), ringer laktat, dan dapat

juga berupa darah O-negatif dengan dosis 10 ml/kgBB/5-10 menit melalui

jalur vena umbilikalis.

2) Epinefrin

Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi tekanan positif) 30 detik dan

VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak memberikan hasil positif sehingga

frekuensi jantung tetap > 60 kali per menit. Dosis yang diberikan sebanyak

0,1 s.d. 0,3 ml/kgBB melalui rute IV dengan pengenceran 1 : 10.000 dan

diberikan secepat mungkin.

3) Natrium bikarbonat

Hanya diberikan jika dicurigai terjadinya asidosis metabolik atau

terbukti sudah terjadi asidosis metabolik. Dosis pemberian yaitu sebanyak 2

mEq/kgBB (larutan 4,2%) melalui jalur vena umbilikus dengan kecepatan < 1

mEq/kgBB/menit. Natrium bikarbonat tidak boleh diberikan jika ventilasi

masih belum adekuat.

11

Page 12: LP Asfiksia.docx

Penelitian yang dilakukan oleh Gregorio dkk (2011) menyatakan bahwa

ternyata kafein dapat digunakan untuk penanganan apneu pada bayi baru lahir

prematur sehubungan dengan belum matangnya sistem saraf pada bayi

tersebut. Dinyatakan bahwa kafein memiliki toksisitas yang rendah dan waktu

paruh yang panjang. Beberapa penelitian juga melaporkan beberapa

kemungkinan menarik dari efek yang dihasilkan oleh kafein, seperti efek

perlindungan kafein terhadap otak dan paru-paru (Gregorio, 2011).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Gathwala dkk (2010) menyatakan

bahwa pemberian magnesium dalam dosis tertentu kepada bayi dengan

asfiksia berat dapat memberikan perlindungan terhadap sistem saraf bayi. Ion

magnesium mempunyai reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang dapat

melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut akibat asfiksia (Gathwala, 2010).

H. Komplikasi

Komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada bayi, diantaranya adalah

sebagai berikut (Karlsson, 2008) :

1) Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

2) Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan

paru, edema paru

3) Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos

4) Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH, anuria atau oliguria (< 1 ml/kg/jam)

untuk 24 jam atau lebih dan kreatinin serum > 100 mmol/L

5) Hematologi : DIC

6) Hepar : aspartate amino transferase > 100 U/L, atau alanine amino transferase

> 100 U/L sejak minggu pertama kelahiran

Komplikasi yang khas pada asfiksia neonatorum yaitu Enselopati Neonatal

atau Hipoksik Iskemik Enselopati yang merupakan sindroma klinis berupa

gangguan fungsi neurologis pada hari-hari awal kehidupan bayi aterm (Moster,

2002). Penelitian yang dilakukan oleh Azzopardi dkk (2009) serta penelitian oleh

Wintermark dkk (2011) menyatakan bahwa meskipun induksi hipotermia sedang

selama 72 jam pada bayi dengan asfiksia neonatorum tidak secara signifikan

12

Page 13: LP Asfiksia.docx

mengurangi tingkat kematian maupun cacat berat, tetapi menghasilkan pengaruh

baik terhadap sistem saraf pada bayi yang selamat (Azzopardi, 2009 dan

Wintermark, 2011).

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Hal-hal yang dikaji pada bayi baru lahir dengan asfiksia setelah tindakan

resusitasi meliputi (Carpenito, 2007 dan Mansjoer, 2000) :

a. Sirkulasi

Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110-180 kali per menit. Tekanan

darah 60-80 mmHg sistolik dan 40-45 mmHg diastolik

1) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas

maksimal tepat di kiri dari mediasternum pada ruang intercostae III/IV

2) Mur-mur biasanya terjadi pada selama beberapa jam pertama

kehidupan

3) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena

b. Eleminasi

Dapat berkemih saat lahir

c. Makanan atau cairan (status nutrisi)

1) Berat badan : 2500-4000 gram

2) Panjang badan : 44-45 cm

3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai dengan gestasi

d. Neurosensori

1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas

2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30

menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).

Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma)

3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemia, atau efek nekrotik)

e. Pernapasan

1) APGAR score optimal : antara 7 s.d. 10

13

Page 14: LP Asfiksia.docx

2) Rentang RR normal dari 30-60 kali per menit, pola periodik dapat

terlihat

3) Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silidrik

thorax : kertilago xifoid menonjol umum terjadi

f. Keamanan

Suhu normal pada 36,5 s.d. 37,5 0C. Ada verniks (jumlah dan distribusi

tergantung pada usia gestasi

g. Kulit

Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan kulit pada tangan atau kakai dapat

terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang

menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau

perubahan warna herliquin, petekie pada kepala atau wajah (dapat

menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau

tanda nukhal), bercak portuine, telengiektasis ( kelopak mata, antara alis

dan mata, atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung

bawah dan bokong) dapat terlihat.Abrasi kulit kepala mungkin ada

(penampakan elektroda internal)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain yaitu

(Nurarif, 2013 dan NANDA, 2009) :

a. Gangguan pertukaran gas b.d. ventilasi-perfusi

b. Ketidakefektifan pola napas b.d. hipoventilasi, kerusakan neurologis

c. Resiko keterlambatan perkembangan, faktor resiko berupa kekurangan

oksigen ke otak

d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh, faktor resiko berupa pemajanan

suhu lingkungan yang ekstrem, umur dan berat badan ekstrem.

e. Resiko cidera, faktor resiko berupa hipoksia jaringan

f. Resiko infeksi, faktor resiko berupa pertahan tubuh primer tidak adekuat

g. Resiko sindrom kematian bayi mendadak, faktor resiko berupa

prematuritas organ

14

Page 15: LP Asfiksia.docx

3. Prioritas Masalah

Diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas adalah ketidakefektifan

pola napas b.d. hipoventilasi dan kerusakan neurologis.

15

Page 16: LP Asfiksia.docx

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Agarwal R, Ashish J, Ashok K, Deorari, Vinod KP. 2008. Post-Resuscitation Management of Asphyxiated Neonates. Indian Journal of Pediatrics : 75; 175-80.

Aurora S, Snyder EY. 2004. Perinatal Asphyxia. In : Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR eds. Manual of Neonatal Care 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 536-55.

Azzopardi DV, Brenda S, David E, Leight D, Henry LH, Edmund J, et al. 2009. Moderate Hypothermia to Treat Perinatal Asphyxial Encephalopathy. The New England Journal of Medicine : 361 (14); 1349-58.

Berglund S, Mikael N, Charlotta G, Hans P, Sven C. 2008. Neonatal Resuscitation After Severe Asphyxia – A Critical Evaluation of 177 Swedish Cases. Acta Pediatric : 97; 714-9.

Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.

Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan RI. 2001. Standar Pelayanan Kebidanan, Buku 1. Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta : Depkes RI.

Gathwala G, Khera A, Singh J, Balhara B. 2010. Magnesium for Neuroprotection in Birth Asphyxia. Jornal of Pediatric Neurosciences : (5); 102-4.

Gregorio HO, Rojas DM, Villanueva D, Jaime HB, Bonilla XS, Gonzales LT, et al. 2011. Caffeine Therapy for Apnoea of Prematurity : Pharmacological Treatment. African Jornal of Pharmacy and Pharmacology : 5(4); 564-71.

Hasan R, Alatas H. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI.

Hidayat AAA. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

16

Page 17: LP Asfiksia.docx

Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. Informasi Sesialite Obat Indonesia volume 47. Jakarta : ISFI Penerbitan.

Johnson R, Taylor W. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC.

Karlsson M. 2008. On Evaluation of Organ Damage in Perinatal Asphyxia : an Experimental and Clinical Studi. Stockholm : Departemen of Clinical Science and Education Sodersjukhuset.

Kosim MS. 1998. Asfiksia Neonatorum dalam Kumpulan Makalah Pelatihan Dokter Spesialis Anak dalam Bidang NICU untuk RSU Kelas B Tingkat Nasional. Semarang : IAI.

Levene M, Evans DJ. 2005. Hypoxic-Ischemic Brain Injury. In : Rennie JM eds. Roberton’s Textbook of Neonatologi 4th ed. Philadelphia : Elsevier Limited; 1128-48.

Majeed R, Yasmeen M, Farrukh M, Naheed PS, Uzma DMR. 2007. Risk Factor of Birth Asphyxia. J Ayub Med Coll Abbottabad : 19(3); 67-71.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier.

Moster D, Lie RT, Markestad T. 2002. Joint Association of Apgar Scores and Early Neonatal Symptoms with Minor Disabilities at School Age. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal Ed : 86; 16-21.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Ongunlesi TA, Fetuga MB, Adekanmbi AF. 2013. Mother’s Knowladge About Birth Asphyxia : The Need to Do More!. Nigerian Journal of Clinical Practice : 16(1); 31-6.

Pitsawong C, Prisana P. 2011. Risk Factors Associated with Birth Asphyxia in Phramongkutklao Hospital. Thai J of Obstertrics and Gynaecology : 19; 165-71.

Volpe JJ. 2001. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy. In : Volpe JJ eds. Neurologi of the newborn 4th ed. Philadelphia : WB. Saunders Co; 217-394.

William MG. 2004. Perinatal Asphyxia. Clin Evid : 12; 1-2.

17

Page 18: LP Asfiksia.docx

Wintermark P, Hansen A, Gregas MC, Soul J, Lebrecque M, Robertson RL, et al. 2011. Brain Perfusion in Asphyxiated Nerborns Treated with Therapeutic Hypothermia. Am J Neuroradiol : 32; 2023-29.

18