LLA MAKALAH
-
Upload
sianipar-mangara-wahyu-charros -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
description
Transcript of LLA MAKALAH
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
e-mail: [email protected]
Pendahuluan
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel
darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang
atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah
diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi),
sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian
kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).
Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum
tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah
putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih
me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu
sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel
darah diharapkan be-reproduksi kembali.
Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada
tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol
(abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah
perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan
dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini
(Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit
infeksi, anemia dan perdarahan.1
Definisi
Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang
1
Mangara Wahyu
Charros
beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna
dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel
normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau
darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan
sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan
banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak
merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi
ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Klasifikasi
Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar :
1. Perjalanan alamiah penyakit : akut dan kronis
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita
dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia
kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga
memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada
yang mencapai 5 tahun.
2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid
Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada
sediaan darah tepi.
• Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut
leukemia limfositik.
• Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil dan
eusinofil, maka disebut leukemia mielositik.
Jumlah leukosit dalam darah
• Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
• Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari
2
normal, terdapat sel-sel abnormal
• Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari
normal, tidak terdapat sel-sel abnormal
Klasifikasi imunologi
Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)-70% common ALL(50%),null
ALL,pre-B ALL
T-ALL(25%)
B-ALL(5%)
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai
antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common
ALL, Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-
ALL merupakan penyakit yang jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai
limfoma agresif(varian Burrkit).
Klasifikasi Morfologi the French-American British (FAB):
L1 : sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nucleoli yang tidak
jelas
L2: sel blas berukuran besar heterogen dengan nucleoli yang jelas dan ratio inti-
sitoplasma yang rendah
L3: sel blas dengan sitoplasma bervakuola basofilik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan tipe L1 paling
sering ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA kecuali sel B mempunyai
ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT), suatu enzim
nuklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan immunoglobulin.
Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat,
diagnosis LLA dicurigai.2
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
berikut:
1.Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis)
3
2.Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien
(diagnosis banding)
3.Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi
dan faktor risiko)
4.Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5.Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik,termasuk upaya pengobatan)
6.Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau
dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak
penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan
penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting,
karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan
dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan
mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah dirasakan meninggi, karenanya
untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali informasi kapan saat pertama pasien
merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk
demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter harus mampu menentukan pernyataan yang
meyakinkan dan tajam dengan menyebut “demam hari ke berapa” dan bukannya “demam sekian
hari”.
Faktor Risiko dan Faktor Prognostik
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari
pasien, keluarganya maupun lingkungan.
4
Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi
seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat
penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga
imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan KGB
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular,
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening
yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen
(mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang
menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih
banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran
kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari
KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi
(masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi
kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
Saluran limfe
Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan batang saluran kanan. Ductus
thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di depan vertebra lumbalis.
Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax menyimpang ke sebelah kiri kolumna
vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena besar di sebelah bawah kiri leher dan
menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu.
5
Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian yang
menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari sebelah
kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam
vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Sewaktu suatu infeksi pembuluh limfe dan kelenjar dapat meradang, yang tampak pada
pembengkakan kelenjar yang sakit atau lipat paha dalam hal sebuah jari tangan atau jari kaki
terkena infeksi.
Fungsi
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.
3. Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah. Saluran limfe
yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.
4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan
penyebaran organism itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian lain tubuh.
5. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk melindungi tubuh
terhadap kelanjutan infeksi.
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening:
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk
perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada
perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi
apakah keras atau kenyal.
Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan
abnormal)
Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan
kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah
terjadinya abses/pernanahan
Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
6
Pemeriksaan system pemubuluh limfe
1. Inspeksi
· Leher, ruang supraklavikuler dan aksila
2. Palpasi
· Submandibula
· Rantai kelenjar servikal anterior dan posterior
· Kelenjar limfe inguinal dan lien
Perhatikan : fiksasi, tekstur, tanda-tanda tumor, perdarahan atau infeksi.
Pembuluh limfe dapat terserang penyakit di mana saja. Seluruh kulit mengandung pembuluh
limfe. Jika meradang, terlihat sebagai garis merah terang, biasa berjalan memanjang. Jika
tersumbat secara akut akan terasa nyeri. Bila kronis, tidak nyeri.
Infeksi, leukemia dan limfoma merangsang dan melibatkan system ini. Bila menemukan
limfadenopati difus, carilah adanya splenomegali. Kemudian carilah tanda-tanda perdarahan atau
rendahnya jumlah trombosit, petekia dan ekimosis.
Pemeriksaan Hepar
Palpasi Hepar:
Letakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar
dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam
dengan lembut.
Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit
kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar
Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol
Perkusi hepar
Digunakan patokan 2 garis, yaitu:
1) Garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus
aorta
2) Garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus
7
Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari
kedua garis tersebut. ( 1/3 – ½ ). Harus pula dicatat : Konsistensi, tepi, permukaan dan
terdapatnya nyeri tekan
Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan:
1) Limpa seperti lidah menggantung ke bawah
2) Ikut bergeerak pada pernapasan
Mempunyai insura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa
diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri
dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik
VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah
sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama.
Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.4
Pemeriksaan Tanda Vital
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu :
Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Rata-rata pernapasan normal pada anak :
1. <2 bulan : < 60/mnt
2. 2-12 bulan : < 50/mnt
3. 1-5 tahun : < 40/mnt
4. 6-8 tahun : < 30
Tekanan nadi normal pada anak :
1. 2-12 bulan: <160/mnt
2. 1-2 tahun : < 120/ mnt
3. 2-8 tahun : <110 / mnt
8
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker
ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil
Diagnosis Banding
Limfoma non Hodgkin
Umur median pasien limfoma non Hodgkin adalah 5o tahun. Klasifikasinya berada
dalamkeadaan transisi, didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna
9
dalamkelenjar limfe. Klasifikasi ini membagi limfoma menurut jenis nodular dan jenis difus,dimana pada
jenis difur tidak terjadi agregasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidangimunologi dan
fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit sebagai sel B atau sel T,memberikan klasifikasi
yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin seperti yang tercermindalam klasifikasi oleh Lukes dan
Collins.
Pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan kecuali jika mereka simtomatik.
Pengobatandan hasil bergantung pada usia, status perfoma mereka, ada atau tidak adanya
gejala, penenvan stadium, dan histologi. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringah
limfoidterkait mukosa MALT, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan
infeksiHelicobacteq pylori dan memberi respons pada aktibiotik. Bila pengobatan diindikasikanuntuk limf6a
derajat rendah gunakan agan pengalkil seperti klorambulsil sebagai agentunggal,atau kombinasi
kemoterapi dengan siklofosfamid, vinkristin, dan prednisom.Limf6a Burkit dan imunoblastik merupakan
limfoma derajat tinggi dan mempunyaikecenderungan mengenai SSP. Ini jug meruakan daerah yang sering
terkena pada pashenrelaps dengan penyakit stadium IV Bersama daerah lain yang sebelumnya
terkena. Pasien inimemerlukan kemoterapi multiobat yang agresif, mencakup kemoterapi
intratekal.Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa
pengobatan,liofoma ini berespons terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Pengobatan
standar yang membandingkan kombinasi
adalahCHOP, cyclophosphamif, Andriamycin, vincristine,dan prednison. Antibodi mooklonal
juga dipelajari untuk penggunaan potensialnya padalimfoma. Agen kemoterapi yang umum digunakan
pada keganasan hematologi.Sering didapatkan menyerang lambung dan usus halus, keadbn ini
ditandai dengan gejalayang mirip dengan gejala ulkus peptikum, anore.5
Idiopatik Trombositopenia Purpura
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang
menetap (angka trombosit daraf perifer kurang dari 150.000/ µL) akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit menyebabkan dekstruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotelial terutama di limpa.
Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak ( 2-8 thn), sembuh dalam 6
bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih dari 6 bulan,
sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.
10
Patogenesis ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG)
menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem
retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap
tempat-tempat antigen pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk
trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam.
Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi
sekitar lima kali normal. ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75% pasien, episode
tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa.
Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim
terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).Untungnya, angka
morbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat rendah.
Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek dan
diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan ITP
sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin dan turunannya.
Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita ITP yang diinduksi obat.
Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan lab antara lain Hitung trombosit
( <100000/mm3), sediaan hapus darah tepi ( megatrombosit sering ditemukan ), waktu
perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang ( peningkatan
megakaryosit dan agranuler / tidak mengandung trombosit ), pemeriksaan Imunoglobulin
( PAIgG ).
Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh spontan; keadaan berat
kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan atau tanpa transfusi darah keadaan sangat gawat
( perdarahan otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV biasa dalam dosis tinggi : 0,4gr /
kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES. Pada ITP kronik adalah pemberian
kortikosteroid selama 6 bulan ( azatioprin, siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd
prednison dan obat imunosupresif.6
11
Diagnosis Kerja
12
Gambaran LLA (L1): infiltrasi sumsum
tulang oleh limfoblas immatur
Gambaran LLA sel T(L2) : infiltrasi sumsum tulang
oleh limfoblas dengan berbagai ukuran. Tidak ditemui
adanya prekursor mmyeloid atae erytroid. Tidak
ditemui megakariosit.
Pembagian LLA menurut sistem klasifikasi Frenc-American-British (FAB) berdasarkan atas
morfologi:
L1 : Limfoblast kecil, sitoplasma sedikit, dan nucleolus yang mencolok. L1 merupakan
kasus LLA terbesar pada anak, mencakup 85%.
L2 : Sel limfoblas lebih besar daripada L1. Gambaran sel menunjukkan adanya
heterogenitas ukuran dengan nukleolus yang menonjol serta sitoplasma yang banyak. L2
merupakan 14% kasus LLA pada anak
L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik. Terdapat vakuola pada sitoplasma dan
menyerupai gambaran limfoma Burkitt. L3 mencakup 1% kasus LLA pada anak.
ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan:
a. Anamnesis
Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah sakit, sering demam,
perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi.
b. Hitung darah lengkap (CBC) anak dengan
CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosa
memiliki prognosis paling baik ; jumlah lethosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis
kurang baik pada anak sembarang umur.
c. Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP
d. Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum
e. Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis
f. Pemindahan tulang atau survei kerangka – mengkaji keterlibatan tulang
g. Pemindahan ginjal, hati dan limpa – mengkaji infiltrasi leukemik
13
Gambaran LLA sel B (L3): limfoblast yang
besar, sitoplasma basofilik dan terdapat
vakuol
h. Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan6
Epidemiologi.
Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15
tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada
perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk
berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko
20% untuk berkembang menjadi LLA.7
Etiologi
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan
sindroma predisposisi genetic lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.
Faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah :
1). Radiasi ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mempunyai resiko
relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA.
2). Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan
kromosom dan leukemia.
3). Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia diatas 60 tahun.
4). Obat kemoterapi.
5). Infeksi pada virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3.
6). Pasien dengan sindrom Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai resiko yang meningkat untuk
menjadi LLA
Patogenesis
14
Kelainan sitogenik yang sering ditemukan pada LLA adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%)
dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). kedua kelainan sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9,22)(q34;q11)]
yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-transcriptase
polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara
enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur
transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.
Kelainan yang lain yaitu -7,+8, dan karotipe hipodiploid berhubungan dengan prognosis
yang buruk; sedangkan t(10;11) dan karotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis
baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen
supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progesi siklus sel, misalnya
p16(INKA4) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi, dan penyusunan
kembali gen (gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan
15
ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi.Kelainan yang
melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.
Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan(atau
mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia,
radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada kanmker
mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah
mengalami kerusakan genetic(yaitu tumor bersifat monoclonal). Pendapat ini telah terbukti pada
sebagian besar tumor yang dianalisis. Klonalitas tumor mudah dinilai pada perempuan yang
bersifat heterozigot untuk berbagai penanda terkait-X polimorfik, sperti enzim glukosa-6-fosfat
dehidrogenase atau restriction fragment length polymorphism terkait-X.
· Tiga kelas gen regulatorik normal-protoonkogen yang mendorong pertumubuhan gen
penekan kanker (tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan; dan gen yang
mengatur kematian sel terencana (programmed cell death) atau apoptosis—mutan protoonkogen
disebut onkogen. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan trasnoformasi sel walaupun
pasangan/padanan normalnya ada. Sebaliknya, kedua alel normal pada gen penekan tumor harus
mengalami kerusakan sebelum transformasi dapat berlangsung sehingga kelompok gen ini
kadang-kadang disebut sebagai onkogen resesif. Gen yang mengendalikan apoptosis mungkin
dominan,seperti potoonlogen, atau berpreilaku sebagai gen penekan tumor.
· Selain ketiga kelas gen yang disebutkan di atas, katehori gen keempat, yaitu gen yang
mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki
DNA memengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan
memengaruhi kemampuan organism memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk
protoonkogen, gen penekan tumor, dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen
yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi
neoplastik,.
· Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun
genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbahan
berlebihan, sifat invasive local, dan kemampuan metastasis jauh, sifat ini diperoleh secara
bertahap, suatu fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molecular progreso ini
terjadi akibat akumulasi kelainan genetic yang apda sebagian kasus dipermudah oleh adanya
16
gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetic yang mempermudah tumor progression
melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen yang mengendalikan
angiogenesis, invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal
yang membatasi pembelahan sel
Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu
memperbaharui diri secara tidak terhingga, menimbulkan prekusor hematopoietic berdiferensiasi
buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada
pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, perkembangan uniseluler
dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menumakan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari
pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka. Penentuan
pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada perempuan
heterozigot merupakan metode sensitive lain dalam prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel
blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga mengakibatkan
infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ dan
menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.
Genetika molecular mengenal beberapa mekanisme genetic pada leukemogenesis, seperti:
1. Disregulasi proto-onkogen seluler oleh jukstaposisinya terhadap elemen pengatur pada gen
jaringan(missal, diseregulasi c-myc oleh gen Ig pada ALL sel-B dengan t[8;14], t[8;22], atau
t[2;8].
2. Fusi gen pada taut translokasi yang membangkitkan protein chimeric dengan mengubah
isis(missal, fusi protein E2A-PBX1 pada kromosom Philadelphia-leukemia positif).
3. Aktivasi gen yang mencegah kematian sel yang terprogram(apoptosis; ekspresi BCL-2).
4. Hilangnya fungsi gen supresor pada tumor(missal, retinoblastoma dan gen p53)t6gy6g.
Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologik, imunologi, dan genetic
sel induk leukemia. Diagnosis psati biasanya didasarkan atas pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang. Gambaran sitologik sel induk amat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal,
sehingga tidak ada klasifikasi morfologik yang memuaskan. Sistem FAB, membedakan tiga
subtype morfologik L1, L2, dan L3. Pada lomfoblas L1 umum nya kecil dengan sedikit
sitoplasma; pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitplasma lebih banyak, bentuk inti
irregular, dan nucleoli nyata; dan sel L3 mempunyai kromatin inti homogeny dan berbintik halis,
17
nucleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang
subjektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetic yang
sedikit, hanya subtype L3 yang mempunyai arti klinis.
Klasifikasi LLA bergantung kepada kombinasigambaran sitologik, imunologik, dan
kariotip. Dengan antibody monoclonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait
dengan galur sel dan antigen sitoplasma, maka imunotipe dapat ditntukan pada kebanyakan
kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor-B; lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor-T;
dan 1% dari sel B yang relative matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostic maupun
terapeutik.8
Gambaran klinis
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan
gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, perdarahan. Demam atau infeksi yang
jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga
pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan :
Anemia : mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
Anoreksia
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)
Demam, banyak keringat (gejala hipermetabolisme)
Infeksi mulut, saluran nafas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis. Penyebab yang paling
sering adalah stafilokokus, streptokosus dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai
spesies jamur.
Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.
Hepatomegali
Splenomegali
Limfadenopati
Massa dimediastinum (sering pada LLA sel T)
18
Leukemia system syaraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intracranial),
perubahan dalam status mental, kelumpuhan syaraf otak terutama saraf VI dan VII,
kelainan neurologik fokal
Keterlibatan organ lain : testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil
Gambaran laboratorium
Leukemia limfoblastik akut prekurisr sel-B.
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnosis LLA,
klasifikasi prognosis dan perencanaan terapi yang tepat,yaitu :
Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan hapus darah tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis.
Hiperleukositosis(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi
200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada
hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung
trombosit kurang dari 25.000/mm3.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga
semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa
untuk analisi histologik, sitogenetik, dan immunophenotyping. Hapus sumsum tulang
tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada
LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka
19
supresi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi
penting untuk evaluasi gambaran etiologi.
Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada hapus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang
tidak dapat membedakan LLA dari leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA,
pewarnan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif.
Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
precursor granuolostik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna
untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Perwarnaan fosfatase asam
akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang
positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh
limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan immunoperoksidase atau flow cytometry.
Imunofenotipe
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan kalsifikasi LLA. Reagen yang dipakai
untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:
1. Untuk sel prekursor B:CD10(common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22,
cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT.
2. Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT.
3. Untuk sel B:kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22.
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid
yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari
antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini
jarang dan perjalanan penyakitnya buruk.
Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan
dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi
t(8;14), t(2 ;8), dan t(8 ;22) hanya ditemukan pada LLA sel B dan kelainan kromosom ini
menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8.
Beberapa kelainan sitogenik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom
20
Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronis dapat juga
ditemukan <5% LMA dewasa dan 20-30% LLA dewasa.
Biologi molekular
Tehnik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk mendeteksi
t(12;22) yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Tehnik ini juga harus dilakukan
untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.
Pemeriksaan lainnya
Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravascular diseminata jarang
terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama pada pasien
dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi
lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau
tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi
masih kontroversi. Definisi keterlibatan susuna saraf pusat (SSP) adalah ditemukan lebih
dari 5 leukosit/mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen sel yang
disentrifugasi.9
Komplikasi
Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk berrespon
terhadap kemoterapi.
tumor lysis syndrome
gagal ginjal
sepsis (adanya mikroorganisme dalam darah atau jaringan lain)
perdarahan
thrombosis
typhilitis
neurophaty (gangguan fungsional pada sistem saraf tepi)
21
encephalophaty (penyakit degeneratif pada otak)
seizure (kejang)
keganasan sekunder
short stature
kekurangan hormon pertumbuhan
Kematian juga dapat terjadi. Biasanya akibat dari infeksi yang tak terkontrol lagi ataupun
perdarahan yang luar biasa. Bahkan bisa juga terjadi sekalipun telah diterapi dengan
produk darah yang benar dan kemoterapi yang tepat.
Penatalaksanaan
1. Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar HB kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda-
tanda DIC dapat diberikan Heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah sicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sistostatika. Selain sitostatika yang lama (6-markaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai juga yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitaostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada penberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi
skunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm pemberian harus hati-
hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat yang suci hama)
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah
sel leukemia cukup rendah, imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang
terbaru masih dalam pengembangan).
6. Transplantasi sumsum tulang sebagai terapi.
22
Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti
anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa
dilakukan dengan cara single ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:
1. Chemotherapy/intrathecal medications
2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan
3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)
4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik
5. Transfusi sel darah merah atau platelet.
Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah
kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada
pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah
penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita
dengan monitor yang komprehensive.
Modalitas yang digunakan dalam penanganan kanker ada 3 jenis, yaitu kemoterapi,
radiasi, dan operasi. Pada leukemia, modalitas yang digunakan adalah kemoterapi yang
memakan waktu lebih kurang 2-3 tahun. Diawali dengan fase induksi, suatu fase yang sangat
intensif, guna menggempur atau menghancurkan sel-sel blast yang ada. Sukses atau tidaknya
penggempuran dapat diketahui melalui pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang kedua, yang
dilakukan pada akhir fase induksi. Penggempuran dinyatakan sukses bila jumlah sel blast
dinyatakan berkurang sampai batas normal yang ditentukan. Keadaan ini disebut juga sebagai
remisi.
Setelah remisi tercapai, baru masuk ke fase berikutnya, yaitu fase profilaksis susunan
saraf pusat. Fase ini bertujuan untuk mengejar sel-sel blast yang mungkin lari ke otak.
Pengejaran dapat dilakukan melalui pemberian obat kemoterapi atau radiasi. Setelah semua
prosedur pada fase ini selesai, baru masuk ke fase berikutnya, yaitu fase pemeliharaan. Berbeda
dengan 2 fase sebelumnya, fase ini pasien tidak diharuskan untuk menginap di rumah sakit lagi.
Obat kemoterapi masih tetap diberikan sebagai pemeliharaan jangka panjang yakni dengan 6-
merkaptopurin tiap hari atau metotreksat seminggu sekali. Terapi ini bertujuan untuk
23
memperpanjang disease-free survival terutama pada anak, sedangkan pada dewasa angka relaps
tetap tinggi. Untuk obat-obat yang diberikan secara infus atau melalui ruang yang terletak di
antara 2 ruas tulang belakang bagian bawah (intratekal), pasien cukup masuk ke ruang rawat
sehari atau singkat. Lagi pula, selain obat-obat tersebut di atas, obat-obat lainnya adalah obat
yang pemberiannya cukup diminum saja. Fase ini berlangsung hingga masa 2-3 tahun itu
tercapai.
Sebelum diberikan kemoterapi ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan pada pasien.
Pasien harus bebas infeksi dengan melakukan pencegahan. Pasien yang hiperleukositosis harus
dilakukan leukoferesis atau pemberian prednison selama 7 hari atau vinkristin sebelum terapi
remisi induksi dimulai. Asam urat, fosfat dan kalsium juga harus dalam kisaran normal guna
mencegah akumulasi asam urat. Obat-obat kemoterapi tidak bisa diprogram hanya menyerang
sel-sel kanker saja. Semua sel yang baik dan aktif pun juga diserangnya. Hal ini bisa terlihat dari
hasil pemeriksaan darah tepi yang dilakukan setelah pelaksanaan kemoterapi. Kadar leukosit
yang tadinya normal, setelah kemoterapi bisa berubah menjadi rendah bahkan sampai mencapai
jumlah yang tidak memungkinkan untuk melakukan penyerangan bila musuh datang. Keadaan
ini dapat menyebabkan proses kemoterapi ditunda sampai jumlah leukosit mencapai kadar yang
aman untuk kemoterapi dapat dilanjutkan kembali. Bila kemoterapi tetap dilakukan, ada
kemungkinan besar pasien akan mengalami infeksi yang berat mengingat tingkat infeksi di
negara kita yang masih tinggi. Untuk mengantisipasinya, dokter biasanya akan melakukan
pemantauan melalui pemeriksaan darah tepi. Rambut yang rontok setelah pemberian obat
kemoterapi tertentu juga merupakan hasil dari "kebodohan" obat kemoterapi tersebut. Kebotakan
ini bersifat reversibel, maksudnya jika obat kemoterapi bersangkutan dihentikan rambut akan
tumbuh kembali. Obat-obat kemoterapi juga mempunyai efek samping terhadap organ-organ,
seperti hati dan ginjal. Jika suatu saat terjadi gangguan pada fungsi organ-organ tersebut, dokter
akan mengurangi dosis atau bahkan menunda pemberian kemoterapi. Oleh karena itu, pasien dan
keluarga harus siap secara fisik dan mental sebelum menerima kemoterapi agar kemoterapi dapat
diberikan sesuai dengan jadwal. Biasakan untuk memperhatikan kebersihan, apakah itu
kebersihan tubuh si kecil, makanannya, lingkungan di sekitarnya, dan lain-lain. Minta bantuan
kepada keluarga yang hendak menjenguk agar tidak datang secara beramai-ramai dalam waktu
yang bersamaan, kemudian masuk ke dalam ruangan dimana si kecil di rawat.
24
Sel-sel leukemia dapat menyebar hingga ke meninges, walaupun mereka tidak bisa
diidentifikasi di cairan cerebrospinal. Definisi keterlibatan Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah bila
ditemukan lebih dari 5 leukosit/mL cairan cerebrospinal dengan morfologi sel blas pada
soesimen sel yang disentrifugasi. Sel ini selamat dari kemotherapi sistemik oleh karena penetrasi
obat yang lemah ke blood-brain barrier. Radiasi kranial 2400 rad dalam dosis terbagi (200
rad/kali) dapat mencegah leukemia SSP tetapi menghasilkan efek samping neuropsychologic.
Oleh karena itu, pasien dengan resiko rendah-sedang biasanya menerima kemotherapi
metotreksat intratekal atau radiasi kranial saja untuk mencegah keterlibatan SSP. Metode lain
yakni dengan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti
metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.
Kebanyakan pasien dengan T-Cell ALL mengalami relaps dalam 3-4 tahun jika
diperlakukan dengan suatu rejimen standard. Oleh karena itu perlu pengobatan yang lebih
intensif, 50% atau lebih banyak pasien ini mencapai remisi jangka panjang. Target terapi adalah
untuk mengembangkan ilmu pengobatan yang memanfaatkan karakteristik yang unik dari
leukemia sel T. Sebagai suatu contoh dari pendekatan ini, antibodi monoclonal terhadap
permukaan T-cell-associated antigens dapat dikonjukasikan ke immunotoxins. Kompleks
Antibody-Immunotoxin kemudian akan diikat oleh limfoblast T, lalu akan menyebabkan
endositosis, dan membunuh sel itu. Pilihan lainnya adalah dengan melakukan transplantasi
sumsum tulang alogenik apabila terjadi kasus relaps, hiperleukositosis atau gagal mencapai
remisi komplit dalam waktu 4 minggu.10
Prognosis
Kebanyakan pasien LLA dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi
saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama.
Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15 – 20 tahun dengan
faktor prognostik baik lainnya.
Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%
Faktor prognostik untuk lamanya remisi LLA dewasa
25
Pencegahan
Penting melakukan deteksi dini pada leukimia akut yaitu dengan mewaspadai adanya
pendarahan, demam berkepanjangan tanpa diketahui sebabnya, adanya benjolan tanpa nyeri.
Pengobatan leukimia berlangsung lama, menyakitkan, menimbulkan berbagai efek
samping, dan mahal. Pasien dan keluarga hendaknya diberikan penjelasan yang komprehensif
terhadap penyakit dan perlu dimotivasi agar berobat dengan teratur sesuai dengan petunjuk
medis.
Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari
sumsumtulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi
adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel
leukosit.Leukos i t da lam darah berp lor i fe ras i secara t idak te ra tur dan t idak te r
kenda l i danfungsinyapun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi
lain dari se l darah normal
juga te rganggu h ingga menimbulkan ge ja la l eukemia yang d ikena ldalam klinik.
26
Klasifikasi besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis. Apabila populasisel
abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut. Sedangkan leukemia
yang bersel matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia akut dapat dibagi menjadi
leukemiamyelositik akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut(LLA). Pada leukemia
kronis mencakup dua tipe utama yaitu Leukemia granulositik (myelositik) kronik
(CML ) dan leukemia limfositik kronik ( CLL ). Akut Leukemia Limfoblastik ( ALL )
merupakan kanker paling umum yang terjadi padaanak-anak. Tetapi LLA dapat berefek
pada semua umur. Insidennya paling sering usia 2-10 tahun. Insiden tertinggi umur 3-5 tahun.
Insiden turun bersamaan dengan peningkatanumur. Lebih sering mengenai laki – laki daripada
perempuan.
Faktor penyebab te r jad inya ALL sebagian besar t idak d ike tahui , t e tap i
d icur iga idisebabkan oleh faktor genetik, radioaktif, virus dan senyawa kimia.
Diagnosa d i tegakkan berdasarkan anamnesa , pemer iksaan f i s ik dan pe
mer iksaan penunjamg. Pemeriksaan penunjang umumnya berupa apusan darah tepi dan
pemeriksaan sumsum tulang.
Daftar Pustaka
1. S a t e , K a r e n . 2 0 0 7 . Acute Lymphoblastic Leukemia.Available
from :www.emedicine.comdiakses 4 Februari 2008
2. Anonymous. 2007. Acute Lymphoblastic Leukemia-Sign and Symptoms.
Availblefrom : www.uscfhealth.org diakses 4 Februari 2008
3. Anonymous. 2007.Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia : Treatment.
Available from :www.cancer.govdiakses 4 Februari 2008
4. Eder, Michelle L, Amy D. Y, Peter W. Wittmann dan Eric D. Kodish.
2007. Improving Informed Consent: Suggestions From Parents of Children
With Leukemia. J Am Ped.Vol. 119
5. Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young
adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.
27
6. le Viseur C, Hotfilder M, Bomken S, Wilson K, Röttgers S, Schrauder A, et al.
In childhood acute lymphoblastic leukemia, blasts at different stages of
immunophenotypic maturation have stem cell properties. Cancer Cell. Jul 8
2008;14(1):47-58.
7. Hong D, Gupta R, Ancliff P, Atzberger A, Brown J, Soneji S, et al. Initiating and
cancer-propagating cells in TEL-AML1-associated childhood leukemia. Science.
Jan 18 2008;319(5861):336-9.
8. [Best Evidence] Pui CH, Campana D, Pei D, Bowman WP, Sandlund JT, Kaste
SC, et al. Treating childhood acute lymphoblastic leukemia without cranial
irradiation. N Engl J Med. Jun 25 2009;360(26):2730-41
9. de Labarthe A, Rousselot P, Huguet-Rigal F, Delabesse E, Witz F, Maury S, et al.
Imatinib combined with induction or consolidation chemotherapy in patients with
de novo Philadelphia chromosome-positive acute lymphoblastic leukemia: results
of the GRAAPH-2003 study. Blood. Feb 15 2007;109(4):1408-13.
10. Pui CH, Robison LL, Look AT. Acute lymphoblastic leukaemia. Lancet. Mar 22
2008;371(9617):1030-43.
.
28