Lingkungan Pengendapan Delta
-
Upload
ferdinand-yesaya-napitupulu -
Category
Documents
-
view
106 -
download
9
description
Transcript of Lingkungan Pengendapan Delta
LINGKUNGAN PENGENDAPAN DELTA
Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai
yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan
pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Elliot, 1986 dalam
Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh
proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta
menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh
proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah didominasi oleh pengaruh
laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi
dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut,
perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang
cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan
dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali
pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta plain,
delta front dan prodelta.
II.1. Delta Plain
Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel yang sudah
ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta dan terdiri atas endapan sungai
yang lebih dominan daripada endapan laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang
didominasi oleh material sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara.Pada
kondisi iklim yang cenderung kering (semi-arid),sedimen yang terbentuk didominasi oleh
lempung dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel pensuplai material
sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk suatu percabangan. Gerusan-gerusan
tersebut biasanya mencapai kedalaman 5-10 meter dan menggerussampai pada sedimen delta
front. Sedimen pada channel tersebut disebut sandy channel dan membentuk distributary channel
yang dicirikan oleh batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi menjadi :
II.1.1. Upper Delta Plain
Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri dari :
a) Endapan distributary channel
Endapan distributary channel terdiri dari endapan braided dan meandering, levee dan endapan
point bar. Endapan distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar
urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang
umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-
lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan levee
alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan
interdistributary channel. Sedimen pada bagian iniberupa pasir halus dan rombakan material
organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.
b) Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain
Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara distributary
channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan
proses akumulasi sedimen lambat. Pada interdistributary channel dan flood plain area terbentuk
suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan. Struktur sedimennya
adalah laminasi yang sejajar dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan
kadang hadir sebagai pengaruh gelombang.
II.1.2. Lower Delta Plain
Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara sungai dengan laut, yaitu
dari low tidemark sampai batas kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini
endapannya meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay,
tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary yang ditinggalkan.
II.2. Delta Front
Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap
dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang pantai dan aksi gelombang.
Delta front terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari
distributary channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk
endapan bar yang berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel tersebut. Pada
penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi butiran mengkasar ke atas
dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari
endapan lepas pantai atau prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang
didominasi batupasir. Endapan tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik. Diantara
bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau lempung pasiran
dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut.
Menurut Coleman (1969) dan Fisher (1969) dalam Galloway (1990), lingkungan pengendapan
delta front dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan dengan karakteristik asosiasi fasies
yang berbeda, yaitu :
a) Subaqueous Levees
Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang berasosiasi dengan active channel
mouth bar. Fasies ini sulit diidentifikasi dan dibedakan dengan fasies lainnya pada endapan delta
masa lampau.
b) Channel
Channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menghalus ke
atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification,
scoure and fill.
c) Distributary Mouth Bar
Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling tinggi dalam sistem
pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui proses
fluvial. Strukur sedimen yang dapat dijumpai antara lain : current ripple, cross bedding dan
massive graded bedding.
d) Distal Bar
Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya ersusun atas pasir halus.
Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara lain : laminasi, perlapisan silang siur tipe
through.
II.3. Prodelta
Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan normal marine shelf
yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan kelanjutan delta front ke arah laut dengan
perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona
lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari
akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas
memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir dari delta front.
Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan
laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-macam sesuai dengan ukuran sedimen dan
kecepatan sedimennya. Struktur deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini,
sedangkan struktur sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-
kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini sedimennya
lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas.
Gambar VII.29 Fisiografi Delta (Allen dan Coadou, 1982)
III. KLASIFIKASI DELTA
Menurut Galloway (1975) dan Serra (1990), berdasarkan proses yang berpengaruhi didalamnya,
delta dapat diklasifikasikan menjadi 3 , yaitu :
III.1. Fluvial Dominated Delta
Ini terjadi jika gelombang, arus pasang surut, dan arus sepanjang pantai lemah, volume sedimen
yang dibawa dari sungai tinggi, maka akan terjadi progradasi yang cepat ka arah laut dan akan
berkembang suatu variasi karakteristik dari lingkungan pengendapan yang didominasi sungai.
• Geometri : channel (delta plain) dan sheet (delta front). Kontinuitas tubuh batupasir jelek
(channel) sampai sedang (distributary mount bar).
• Litologi dan struktur :
Channel fasies : batupasir dengan cross bedding (through dan plannar), kontak dasar erosi,
rip-up clast/fragmen batubara, sekuen halus ke atas.
Marsh fasies : batubara, batulempung dengan rootles.
Bay fasies : batulempung dengan acak binatang.
Crevasse-splay facies : sekuen kasar ke atas (sortasi baik ke atas).
Distributary mount bar : batupasir dengan cross laimnasi, paralel laminasi.
Bar facies : climbing ripple, mika melimpah, material karbon, struktur deformasi.
Distal bar fasies : batulanau dan batulempung, paralel laminasi, climbing ripple, material
karbon, struktur deformasi, acak binatang.
Prodelta facies : batulempung dengan struktur deformasi.
Refleksi seismik : oblique dan sigmoid clinoform.
Pada bagian ini mempunyai bentuk channel dan sheet dengan kontinuitas tubuh pasir jelek
sampai sedang. Delta yang didominasi sungai dicirikan dengan batupasir dan batulanau yang
masif sampai berlapis baik dan mungkin memperlihatkan graded bedding. Pasir delta front
memperlihatkan banyaknya pengaruh sungai dalam pengendapan distribusi lingkungan mouth
bar. Jumlah bioturbasi bervariasi tergantung pada rata-rata sedimentasi dan ukuran butir dari
suplai sedimen. Variasi pembelokan dalam sistem fluvial biasanya menghasilkan suatu
pengkasaran ke arah atas yang tidak teratur.
Progradasi ke arah laut yang sangat cepat membuat delta tipe ini memiliki sekuen coarsening
upward (mengkasar keatas). Geometri endapan yang dihasilkan dari tipe delta ini yaitu berbentuk
lobate dengan mekanisme akresi lateral yang kuat sehingga menghasilkan lentikuler units.
Batupasir cenderung menjadi lentikuler sampai tabular untuk distributary mount bar, bergradasi
menjadi sand sheets.
III.2. Wave Dominated Delta
Delta yang didominasi gelombang dan biasanya terdiri dari rangkaian fasies yang saling
berhubungan dan mengkasar ke atas secara menerus yang merupakan karakteristik dari pantai
yang dipengaruhi gelombang. Struktur sedimen yang umum dijumpai antara lain : ripple dan
humocky yang merupakan indikator pengendapan yang tinggi.
Pada lingkungan dengan aktivitas gelombang kuat, endapan mount bar secara menerus
mengalami reworked menjadi suatu seri superimposed coastal barriers. Tubuh pasir akan
cenderung paralel terhadap garis pantai berbeda dengan delta dominasi sungai yang mendekati
tegak lurus terhadap pantai.
• Litologi dan struktur sedimen :
a. fasies pantai dan pantai penghalang (barrier beach) dominan.
b. Fasies distributary mount bar termodifikasi/reworked menjadi punggungan pantai.
c. Secara keseluruhan menunjukkan sekuen mengkasar ka atas.
d. Struktur yang dijumpai pada tipe ini adalah perlapisan tipis, paralel laminasi, dan cross
bedding satu arah, struktur flaser, slumps, struktur alga, bioturbasi dengan intensitas tinggi pada
bagian atas dan mudcrack pada shale.
III.3. Tide-Influence Delta
Merupakan area dimana tingkat pasang surut tinggi, sehingga aliran balik (yang terjadi dalam
distributary channel selama kondisi banjir dan surut) kemungkinan akan terjadi sumber energi
utama yang memisah sedimen.
• Geometri : channel dan ridge, kontinuits batupasir berukuran butir kasar-sedang, arah sebaran
tegak lurus panatai.
• Litologi dan struktur :
-Tidal channel dan ridge facies sangat dominan.
-Channel facies : batupasir dengan sortasi baik, herringbone, cross bedding.
-Sekuen yang dijumpai pada delta tipe ini yaitu coarsening upward yang diikuti dengan fining
upward, tanpa batas yang jelas, tergantung pada posisi delta.
Lingkungan ini menunjukkan kombinasi pengaruh dari sungai, gelombang dan proses pasang-
surut. Lingkungan ini mempunyai bentuk geometri channel dan ridge dengan kenampakan
kontinuitas batupasir jelek sampai sedang dengan penyebaran tegak garis pantai. Struktur
sedimen yang umumnya berkembang adalah laminasi dan ripple. Masuknya pasang-surut pada
delta front yang berprogradasi, seperti pada Mahakam juga memeperlihatkan beberapa
pengasaran ke atas. Smith, et al (1990) dalam Allen (1997) telah mendiskripsikan ritme pasang-
surut dengan indikator pasang-surut dalam pasir delta front adalah hearingbone cross bedding.
DAUR SEDIMEN DELTA
Fasies delta termasuk fasies yang unik terbentuk oleh perulangan banyak sekuen susut delta dan
dapat membentuk endapan yang sangat tebal disebabkan akumulasi endapan dari puluhan
bahkan ratusan individu sekuen delta.Turun naiknya muka air laut yang tidak konstan
menyebabkan siklus penggenangan dan penurunan permukaan air laut yang tidak merata di
setiap bagian sekuen delta meskipun secara lateral jaraknya hanya terpisah beberapa meter.
Perulangan daur susut genang laut dengan ketebalan puluhan meter adalah tipe endapan pantai
dan endapan delta. Hal ini menunjukan bahwa dalam beberapa interval stratigrafi, garis pantai
dapat berpindah puluhan atau ratusan kilometer ke arah depan ataupun ke arah belakang dengan
perubahan lingkungan pengendapan dari lepas pantai ke arah dataran delta (delta plain) maupun
sebaliknya.
Secara umum mekanisme daur progradasi dan peninggalan delta sebagai berikut :
1. Awalnya bagian delta tertentu adalah zona aktif pemasukan sedimen, delta berprogradasi di
atas paparan.
2. Kecepatan progradasi pada saat tertentu akan berkurang akibat delta yang berprogradasi di
atas paparan, meningkatnya jumlah channel dan pengangkutan material sedimennya,
meningkatnya laju penurunannya cekungan ke arah paparan. Hal ini mengakibatkan channel
akan berpindah secara lateral mengikuti kemiringan gradien hidroliknya dengan jarak tertentu
dari delta lama.
3. Pada saat yang sama delta lama mengalami penurunan sehingga gelombang pasang laut
mempengaruhi suplai endapan, dengan diendapkannya endapan genang laut berupa karbonat
atau serpih marine.
4. Berkembangnya endapan batubara tebal yang merupakan lapisan penanda (marker bed)
berakhirnya daur genang laut pada bagian darat delta lama (fluvial delta plain abadonment)
setelah mengalami penurunan maka endapan ini akan tertutup oleh endapan genang laut.
5. Dalam interval waktu tertentu, tempat pengendapan delta dapat kembali berpindah di atas
delta lama dengan terbentuknya endapan susut laut deltaik di atas endapan genang laut
menghasilkan lobate (kuping delta).Mekanisme ini terus berlangsung sehingga terjadi daur
perentangan vertikal (vertikal stacking cycle) yang disusun oleh sistem susut-genang laut
setempat.
Lingkungan Pengendapan Delta
Definisi
Pengertian delta adalah sebuah lingkungan transisional yang dicirikan oleh adanya material
sedimen yang tertransport lewat aliran sungai (channel), kemudian terendapkan pada kondisi di
bawah air (subaqueous), pada tubuh air tenang yang diisi oleh aliran sungai tersebut, sebagian
lagi berada di darat/subaerial (Friedman & Sanders, 1978, vide Serra, 1985). Delta terbentuk di
hampir semua benua di dunia kecuali di Antarika dan Greenland, yang daerahnya tertutup salju),
dimana terdapat pola penyaluran sungai dengan dimensi yang luas dan jumlah material sedimen
yang besar (Boggs, 1987). Pada umumnya, delta akan terbentuk apabila material sedimen dari
daratan yang terangkut lewat sungai dalam jumlah yang besar masuk ke dalam suatu tubuh air
yang tenang (standing body water). Sebagian material yang terendapkan di muara sungai tersebut
terendapkan pada kondisi subaerial (Barrel, 1912 vide Walker 1984). Proses pengendapan pada
delta menghasilkan pola progradasi yang menyebabkan majunya garis pantai. Litologi yang
dihasilkan umumnya mempunyai struktur gradasi normal pada fasies yang berasosiasi dengan
lingkungan laut (marine facies). Dalam pembentukan delta, material sedimen yang dibawa oleh
sungai merupakan faktor pengontrol utama.
Gambar Delta Mississippi
Pembentukan delta dikontrol oleh interaksi yang rumit antara berbagai faktor yang
berasal/bersifat fluviatil, proses di laut dan kondisi lingkungan pengendapan. Faktor-faktor
tersebut meliputi iklim, pelepasan air, muatan sedimen, proses yang terjadi di mulut sungai,
gelombang (wave), pasang surut (tide), arus, angin, luas shelf, dan lereng (slope), tektonik, dan
geometri cekungan penerima (receiving basin) akan mengontrol distribusi, orientasi, dan
geometri internal endapan delta (Wright et al., 1974, vide Walker, 1984).
Hanya beberapa proses saja yang tergolong sangat penting dalam mengontrol geometri, proses
internal yang bersifat progradasi pada delta (progradational framework) serta kecenderungan
arah penyebaran (trend) delta, yaitu : pasokan sedimen, tingkat energi gelombang, dan tingkat
energi pasang surut (Galloway, 1975; Galloway & Hobday, 1983 vide Boggs, 1987). Ketiga
faktor inilah yang nantinya akan sangat berperan dalam penggolongan delta ke dalam tiga tipe
dasar delta yang sangat fundamental yaitu (1) fluvial-dominated, (2) tide-dominated, dan (3)
wave-dominated (Boggs, 1987). Adanya dominasi diantara salah satu faktor pengontrol tersebut
akan mempengaruhi geometri delta yang terbentuk. Menurut Curray (1969) delta memiliki
beberapa bentuk yang umum, yaitu :
1. Birdfoot : Bentuk delta yang menyerupai kaki burung
2. Lobate : Bentuk delta seperti cuping
3. Cuspate : Bentuk delta yang menyerupai huruf (v)
4. Arcuate : Bentuk delta yang membundar
5. Estuarine : Bentuk delta tidak dapat berkembang dengan sempurna
Klasifikasi Delta menurut Galloway (1975) Vide Serra (1985)
Klasifikasi Delta
Klasifikasi merupakan suatu usaha pengelompokkan berdasarkan kesamaan sifat, fisik yang
dapat teramati (Tabel 4.1). Dalam hal klasifikasi delta, ada beberapa klasifikasi yang sering
digunakan. Klasifikasi delta yang sering digunakan adalah klasifikasi menurut Galloway, 1975
dan klasifikasi menurut Fisher, 1969
Dalam klasifikasi Galloway (1975) ditampilkan beberapa contoh delta di dunia yang mewakili
tipikal proses yang relatif dominan bekerja membentuk setiap tipikal delta, sebagai contoh
fluvial dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk elongate contohnya adalah Delta
Missisipi, kemudian tide dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk estuarine
contohnya Delta Gangga- Brahmaputra, selanjutnya wave dominated delta akan menghasilkan
delta yang berbentuk cuspate contohnya Delta San Fransisco. Namun, pada dasarnya setiap
delta yang terdapat di dunia tidaklah murni dihasilkan oleh dominasi salah satu faktor pengontrol
di atas, namun lebih merupakan hasil interaksi antara dua atau bahkan tiga faktor pengontrol,
sebagai contoh Delta Mahakam dan Delta Ebro yang berbentuk lobate yang dihasilkan utamanya
dari proses fluvial dan tidal dengan sedikit pengaruh gelombang (wave),
Selain klasifikasi menurut Galloway, juga terdapat klasifikasi menurut Fisher (1969). Dalam
klasifikasi ini, Fisher menyimpulkan bahwa proses pembentukan delta dipengaruhi oleh dua
faktor pengontrol utama yaitu proses fluvial dan pasokan sedimen, serta proses asal laut (marine
processes). Berdasarkan dominasi salah satu faktor tersebut, Fisher dalam klasifikasinya
membagi delta menjadi dua kelompok yaitu delta yang bersifat high constructive, apabila proses
fluvial dan pasokan sedimen yang dominan mengontrol pembentukan delta dan delta yang
bersifat high desctructive apabila proses asal laut yang lebih dominan. Pada gambar klasifikasi
Fisher dapat dilihat beberapa geometri delta berdasarkan proses dominan yang
mengontrolnya menurut Fisher et al., (1969)
Klasifikasi Delta menurut Fisher et Al., 1969 Vide Elliot (1982).
Sublingkungan Pengendapan Delta
Secara garis besar delta di bagi menjadi beberapa sublingkungan antara lain ;
1. Delta Plain
Merupakan bagian delta yang berada pada bagian lowland yang tersusun atas active channel dan
abandoned channel .yang dipisahkan oleh lingkungan perairan dangkal dan merupakan
permukaan yang muncul atau hampir muncul. Delta Plain dicirikan oleh suatu distributaries dan
interdistributaries area. Proses sedimentasi utama di delta plain adalah arus sungai, walaupun
arus tidal juga muncul. Pada daerah dengan iklim lembab, Delta plain mungkin
mengandung komponen organik penting (gambut yang kemudian menjadi batubara).
Gambut merupakan kemenerusan dari paleosol ke arah downdip (terletak pada
bidang kronostratigrafi yang sama) yang mewakili suatu periode panjang terbatasnya
influks sedimen klastik.
Kemudian Delta Plain Di bagi lagi menjadi 2 yaitu
- Upper Delta Plain
Merupakan bagian delta yang berada di atas area pengaruh pasang surut (tidal) dan laut yang
signifikan (pengaruh laut sangat kecil).
- Lower Delta Plain
Sublingkungan ini terletak pada interaksi antara sungai dan laut yang terbentang mulai dari batas
surutnya muka air laut yang paling rendah hingga batas maksimal air laut pada saat pasang.
Bagian-bagian sand deposit pada sistem Delta (Coleman & Prior, 1982)
2. Delta Front
Delta front merupakan sublingkungan dengan energi tinggi, dimana sedimen secara konstan
dirombak oleh arus pasang surut (tidal), arus laut sepanjang pantai (marine longshore current)
dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter atau kurang). Endapan pada delta front meliputi sheet
sand delta front, distributary mouth bar, endapan river-mouth tidal, near shore, longshore, dan
endapan stream mouth bar. Delta front terdiri dari zona pantai dangkal yang berbatasan dengan
delta plain
Delta front ditunjukkan oleh suatu sikuen yang coarsening upward berskala besar yang merekam
perubahan fasies vertikal ke arah atas dari sedimen offshore berukuran halus atau fasies prodelta
ke fasies shoreline yang biasanya didominasi batupasir. Sikuen ini dihasilkan oleh progradasi
delta front dan mungkin terpotong oleh sikuen fluvial distibutary channel atau tidal distributary
channel saat progradasi berlanjut (Serra, 1985).
3. Pro Delta
Prodelta merupakan lingkungan transisi antara delta front dan endapan marine shelf. Merupakan
bagian dari delta di bawah kedalaman efektif erosi gelombang, terletak di luar delta front dan
menurun ke lantai cekungan sehingga tidak ada pengaruh gelombang dan pasang surut dimana
terjadi akumulasi mud, umumnya dengan sedikit bioturbasi . Sedimen yang ditemukan pada
bagian delta ini tersusun oleh material sedimen berukuran paling halus yang terendapkan
dari suspensi.
Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing structure. Seringkali dijumpai cangkang
organisme bentonik yang tersebar luas, mengindikasikan tidak adanya pengaruh fluvial (Davis,
1983). Endapan prodelta terdiri dari marine dan lacustrine mud yang terakumulasi dilandas laut
(seaward). Endapan ini berada di bawah efek gelombang, pasang surut dan arus sungai.
Morfologi Delta Mahakam secara keseluruhan (Modifikasi Allen & Chamber, 1998)
Referensi :
- Allen, G.P., Laurier, D., Thouvenin, J.M., 1976, Sediment Distribution Pattern In The Modern
Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association, Proceedings 5th Annual Convention
Jakarta, p 159-178.
- Bachtiar, A., et.al., 1999, Geological Study on Semberah Block, Final Report. PT Intibumi
Sarana Makmur (GDA Group)
- Fisher, W.L., Brown, L.F., Scott, A.J., and McGowen, J.H., 1969. Delta System in The
Exploration for Oil & Gas. A research Colloquium, Bureau of Economic Geology, University of
Texas at Austin, Austin, Texas.
- Galloway, W.E., 1983, Depositional System and Sequence in The Exploration for Sandstone
and Stratigraphic Traps, Springer – Verlag, New York, USA.
- Koesoemadinata, R.P., 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. ITB, Bandung.
Lingkungan pengendapan peralihan antara lain :
1 LAGUN
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan
dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan
relatif sejajar dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan
dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar,
misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan
kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990).
Gambar 1. Skema rekonstruksi geomorfik lingkungan lagun dan sekitarnya (Einsele)
Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang
energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga
akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal
delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu didalam
lagun atau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut agak
kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang
besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah
tersebut
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga
material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai
batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai
muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh material
marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over)
yang berukuran pasir dan lebih kasar.
Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada batulempung
abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus (batulempung Formasi
Lidah di Kendang Timur), gelembur-gelombang dengan beberapa internal
small scale cross lamination yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur
bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran ( siltstone ) yang
bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut
ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian
sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-laminatio
2 DELTA
Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan sebagian
besar bentuknya tidak beraturan. Bila dibandingkan dengan Delta yang
pertama kali dinyatakan oleh Herodotus pada sungai nil. Ada istilah lain dari
Delta adalah seperti yang dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya (Allen,
1994) adalah “ Discrette shoreline proturberance formed when a river enters
an ocean or other large body of water ”.
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen
fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan
sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama
mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor
tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim,
kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta,
sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi
aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa
jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan
sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut.
Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat
dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)
(Gambar VII.20), yaitu:
1. Non Alluvial Delta
a. Pyroklastik delta
b. Lava delta
2. Alluvial Delta
a. River Delta
Pembentukannya dari deposit sungai tunggal.
b. Braidplain Delta
Pembentukannya dari sistem deposit aliran
“teranyam”
c. Alluvial fan Delta
Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki
gunung yang luas yang dibawa air.
d. Scree-apron deltas
Terbentuk ketika endapan scree memasuki air.
Gambar 2 Klasifikasi Delta didasarkan pada sumber endapannya
(Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)
Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian utama, yaitu :
1. Delta plain. Front Delta
3. Prodelta
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya
terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan
bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta
yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal.
Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang
yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial
distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5–30 m. Pada distributaries
channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat
baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai
bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses
cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka
sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan
kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-
material dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan
didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang
diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai bar.
Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai
reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen &
Coadou, 1982).
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau
sering disebut pula sebagai delta front slope . Endapan prodelta biasanya
dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada
daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir.
Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah
distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi
halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada shelf -mud
deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan shelf -mud
deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data
runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).
3 ESTUARIN
Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang
bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980)
mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of
water which has a free connection with the open sea and within which sea
water is measurably diluted with fresh water derived from land drainage”.
Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume
air pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk
estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas,
yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut
lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai.
Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah, yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas
berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini.
2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh
water dan air asin secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water
lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)
Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas
berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara fresh
water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin. Sedangkan
fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih
mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian). Friendman &
Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan bahwa pada fluvial
estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil (<160mg/l)
dibanding pada sungai yang membentuk delta.
Gambar 3. Skema system lingkungan pengendapan estuarin yang sangat dipengaruhi gelombang
(Dalrymple, 1992)
Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu :
1. Mikrotidal estuarin
2. Mesotidal estuarin
3. Makrotidal estuarin
Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering ditandai
dengan kemampuan disharge dari sungai untuk menahan arus tidal yang
masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-kadang pada saat disharge
sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai. Pada
mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding pada
mikrotidal, khususnya ini terjadi pada sungai bagian bawah. Pada makrotidal
estuarin sering ditemukan funnel shaped dan linier tidal sand ridges . Arus
tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta endapan suspensi
umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal pada daerah batas
estuarin (Reading, 1978).
Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan alas
biasanya berupa lapisan erosional hasil scour pada mulut sungai. Hal ini
berbeda dengan endapan delta yang umumnya progadational yang sering
menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah estuarin yang sangat
dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat sulit dibedakan dengan
daerah lingkungan pengendapan tidal, untuk membedakannya harus didapat
informasi dan runtunan endapan secara lengkap (Nichols, 1999).
4 TIDAL FLAT
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang
laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai
mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo yang besar
umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang sangat besar/luas.
Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya
hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut
mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20
cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara beberapa kilometer sampai
25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi
rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga
zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal
Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut
yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona
ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut,
sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir
(sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal .
Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari
sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini
sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering.
Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah
sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam
sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini
biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut
yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah
perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga
merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan
suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar
dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada batas
pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah
disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat
menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal
didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan
struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan
adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah (Reading,
1978)
Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi.
Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat
dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang
ditutupi oleh endapan marsh garam, dengan perselingan antara lempung
dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah
beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya
ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan
bedload di sepanjang alur sungainya.
Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh
arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat),
pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang
diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal
flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan penghalusan ke
atas sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut rendah (subtidal) ke
lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan intertidal bagian atas).