lib.unnes.ac.id · SEKOLAH MUSIK TRADISIONAL INDONESIA DI BANDUNG. DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO...
Transcript of lib.unnes.ac.id · SEKOLAH MUSIK TRADISIONAL INDONESIA DI BANDUNG. DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO...
SEKOLAH MUSIK TRADISIONAL INDONESIA
DI BANDUNG
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR
LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
PROYEK AKHIR
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Dosen Pembimbing:
Andi Purnomo, ST, MA
Moch Fathoni Setiawan, ST, MT
Dosen Pembahas:
Diharto, ST, Msi
oleh
Putra Ipha Ramadhan
5112412073
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
When hungry, eat your rice; when tired, close your eyes.
Fools may laugh at me, but wise men will know what I mean.
(Lin-Chi)
Persembahan
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah
SWT saya persembahkan karya saya untuk orang – orang yang
sangat saya sayangi yaitu kedua orang tua saya yang selalu
mendoakan, memberi semangat dan membimbing saya
serta untuk adik saya Cika Rania Alya Putri yang selalu
mendoakan dan memberi saya semangat.
iv
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proyek Akhir
tepat pada waktunya. Penyusun menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan
pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi Proyek Akhir ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penyusun mengharapkan kritik,
saran, dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan Proyek Akhir ini.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Yth:
1. Bapak Teguh Prihanto, ST, MT selaku ketua program studi S1-Teknik Arsitektur
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk
menyelesaikan Proyek Akhir ini dengan baik.
2. Andi Purnomo, ST, MA dan Moch Fathoni Setiawan, ST, MT sebagai dosen
pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, dan bimbingan dengan penuh
kesabaran sehingga Proyek Akhir ini dapat terselesaikan.
3. Bapak/Ibu Dosen program studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ilmu kepada penyusun.
4. Pihak dari di Institut Kesenian Jogjakarta yang bersedia memberi ijin survey
bangunan, terimakasih atas kerjasamanya.
5. Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, cinta, doa dan dorongan
semangat yang senantiasa mengiringi dalam setiap langkah hidup penyusun.
6. Adikku, Cika tersayang yang selalu membantu dan memberi semangat serta doa
sehingga Proyek Akhir ini dapat terselesaikan.
7. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan nasehat demi kelancaran
menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman seperjuangan, yang terkasih, Putri Rizky Rohmadhoni yang senantiasa
mengingatkan akan kewajiban menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-
baiknya.
9. Teman teman Arsitektur Unnes 2012, yang berjuang bersama di bangku kuliah.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga semua bantuan dan amal kebaikan yang diberikan kepada penyusun mendapatkan
imbalan pahala dan keridhoan dari Allah SWT. Penyusun menyadari tugas akhir ini jauh
dari kata sempurna dan sangat banyak kekurangannya, oleh karena kritik dan saran
v
membangun sangat penyusun harapkan demi sempurnanya tugas akhir ini. Harapan dari
penyusun semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis
pada khususnya.
Penyusun,
Putra Ipha Ramadhan
NIM 5112412073
vi
ABSTRAK
Ramadhan, Putra Ipha. 2016. Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia di Bandung
dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing 1 Andi Purnomo, ST, MA, Dosen
Pembimbing2 Moch Fathoni Setiawan, ST, MT.
Kata kunci: Sekolah Musik Tradisional, Bandung, Arsitektur Neo Vernakular.
Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia adalah suatu sekolah seni nonformal untuk
masyarakat yang ingin belajar musik tradisional. Pada saat ini masyarakat lebih mengenal
musik modern yang banyak dipengaruhi budaya luar negeri daripada kesenian musik
tradisional daerah Indonesia. Dengan adanya sekolah musik tradisional daerah Indonesia ini
diharapkan masyarakat bisa belajar musik tradisional, bisa mengenal kesenian musik
tradisional daerah Indonesia sekaligus untuk melestarikan musik tradisional daerah Indonesia.
Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki penduduk yang cukup
banyak dengan jumlah 2.470.802 jiwa. Dengan adanya wadah pembelajaran kesenian musik
tradisional yang memadahi diharapkan dapat menghasilkan generasi pecinta musik tradisional
yang potensial dengan kemampuan bermusik yang baik. Maka perlu adanya sekolah musik
tradisional untuk masyarakat agar dapat mengasah kemampuan sekaligus melestarikan
kesenian musik tradisional salah satunya dengan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia. Tujuan adanya Sekolah Musik Indonesia Adalah sebagai sarana edukasi,
konservasi, dan memfasilitasi media pembelajaran pendidikan seni musik tradisional untuk
masyarakat, serta meningkatkan daya tarik masyarakat terhadap kesenian musik tradisional
daerah Indonesia.
Konsep yang diangkat dalam perancangan dan perencanaan Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia di Kota Bandung dapat menampung kegiatan pendidikan seni musik
tradisional dalam satu kawasan dengan pendekatan desain arsitektur neo vernakular.
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................................. i
Pengesahan .................................................................................................................................................... ii
Pernyataan ............................................................................................. ........................................................ iii
Motto dan Persembahan .......................................................................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................................................................................. v
Abstrak ............................................................................................................................................................ vii
Daftar Isi ......................................................................................................................................................... viii
Daftar Gambar .............................................................................................................................................. xii
Daftar Tabel ................................................................................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ..................................................................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan .......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................................. 3
1.5 Lingkup Pembahasan ...................................................................................................... 3
1.6 Metode Pembahasan........................................................................................................ 3
1.7 Sistematika Pembahasan ............................................................................................... 6
1.8 Alur Pikir .............................................................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................
2.1 Pengertian Sekolah .......................................................................................................... 9
2.2 Pengertian Musik.............................................................................................................. 9
2.3 Pengertian Sekolah Musik............................................................................................. 10
2.4 Musik Tradisional Daerah Indonesia ........................................................................ 11
viii
2.5 Alat Musik Tradisional Indonesia .............................................................................. 14
2.6 Arsitektur Neo Vernakular ........................................................................................... 26
2.6.1 Pengertian Arsitektur Neo Vernakular ...................................................... 26
2.6.2 Ciri-ciri Arsitektur Neo Vernakular ............................................................ 28
2.6.3 Prinsip Desain Arsitektur Neo Vernakular .............................................. 29
2.6.4 Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular .......................................................... 29
2.6.5 Perbandingan Neo Vernakular dengan Regionalisme ......................... 32
2.6.6 Tokoh Arsitek Neo Vernakular ..................................................................... 35
2.6.7 Contoh Bangunan Neo Vernakular .............................................................. 38
2.7 Studi Kasus.......................................................................................................................... 43
2.7.1 Institut Seni Indonesia Yogyakarta ............................................................. 43
2.7.2 Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta .................................................. 51
2.7.3 Senzoku Gakuen College of Music................................................................ 53
2.7.4 House of Music .................................................................................................... 57
BAB III TINJAUAN LOKASI .......................................................................................................................
3.1 Tinjauan Kota Bandung.................................................................................................. 62
3.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ................................................................... 62
3.1.2 Kondisi Topografi ............................................................................................ 63
3.1.3 Kondisi Geologi ................................................................................................. 63
3.1.4 Kondisi Klimatologi ......................................................................................... 64
3.1.5 Kondisi Penduduk............................................................................................ 66
3.1.6 Kondisi Pendidikan ......................................................................................... 66
3.1.7 Kondisi Pariwisata........................................................................................... 67
3.1.8 Musik dan Komunitas di Bandung............................................................. 68
3.1.9 Kriteria Pemilihan Site ................................................................................... 70
3.1.10 Peruntukan Lahan ........................................................................................... 71
3.2 Pendekatan Tapak............................................................................................................ 75
3.2.1 Persyaratan Tapak........................................................................................... 75
3.2.2 Alternatif Tapak................................................................................................ 76
3.3 Site Terpilih ........................................................................................................................ 81
ix
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN................................
4.1 Pendekatan Dasar Perencanaan ................................................................................. 85
4.2 Pendekatan Site................................................................................................................ . 86
4.3 Pendekatan Aspek Fungsional .................................................................................... 87
4.3.1 Pendekatan Material Bangunan ................................................................. 87
4.3.2 Pendekatan Kegiatan Utama........................................................................ 93
4.3.3 Pendekatan Ruang Penunjang .................................................................... 99
4.3.4 Analisis Pelaku .................................................................................................. 101
4.3.5 Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang................................................ 102
4.3.6 Analisis Sirkulasi Kegiatan Pengguna ...................................................... 105
4.3.7 Analisis Sirkulasi Ruang ................................................................................ 106
4.3.8 Pendekatan kebutuhan Ruang .................................................................... 109
4.3.9 Pendekatan Besaran Ruang ......................................................................... 110
4.4 Pendekatan Aspek Keruangan .................................................................................... 113
4.4.1 Ruang kelas........................................................................................................... 113
4.4.2 Concert Hall .......................................................................................................... 116
4.4.3 Studio Musik......................................................................................................... 122
4.4.4 Galeri ....................................................................................................................... 123
4.5 Pendekatan Aspek Struktur dan Konstruksi ......................................................... 124
4.6 Pendekatan Aspek Utilitas ............................................................................................ 127
4.6.1 Sistem Komunikasi ............................................................................................ 127
4.6.2 Sistem Transportasi .......................................................................................... 127
4.6.3 Sistem Energi/Listrik ....................................................................................... 127
4.6.4 Sistem Plumbing ................................................................................................. 128
4.6.5 Sistem Penangkal Petir .................................................................................... 129
4.6.6 Sistem Pemadam Kebakaran ......................................................................... 130
4.7 Pendekatan Aspek Arsitektural .................................................................................. 131
4.7.1 Tampilan Bangunan .......................................................................................... 131
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN .................................................................
5.1 Konsep Dasar Perencanaan .......................................................................................... 133
x
5.2 Konsep Site .......................................................................................................................... 134
5.3 Konsep Bangunan ............................................................................................................. 135
5.3.1 Konsep Massa Bangunan................................................................................. 135
5.3.2 Konsep Gubahan Massa .................................................................................. . 136
5.3.3 Konsep Penekanan Desain.............................................................................. 137
5.3.4 Konsep Ruang Galeri........................................................................................ . 141
5.3.5 Konsep Tata Luar dan Tata Lanskap .......................................................... 143
5.4 Konsep Struktur Bangunan........................................................................................... 144
5.4.1 Sistem Modul .................................................................................................... . 144
5.4.2 Sistem Struktur ................................................................................................. 144
5.5 Konsep Fungsional ........................................................................................................... 145
5.5.1 Konsep Sirkulasi ke Bangunan ................................................................... 145
5.5.2 Konsep Pragram Ruang ................................................................................. 146
5.5.3 Organisasi Ruang ............................................................................................. 149
5.5.4 Sirkulasi Ruang ................................................................................................. 150
5.5.5 Zoning ................................................................................................................... 153
5.6 Konsep Utilitas ................................................................................................................... 158
5.6.1 Sistem Pencahayaan .......................................................................................... 158
5.6.2 Sistem Pengkondisian Udara ......................................................................... 159
5.6.3 Sistem Komunikasi............................................................................................ . 160
5.6.4 Sistem Transportasi........................................................................................... 160
5.6.5 Sistem Elektrikal ................................................................................................. 161
5.6.6 Sistem Plumbing ................................................................................................. 161
5.6.7 Sistem Penangkal Petir..................................................................................... 162
5.6.8 Sistem Perlindungan Bahaya Kebakaran .................................................. 162
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Serune Kalee ....................................................................................................................... 15
Gambar 2.2 : Aramba ............................................................................................................................. .... 15
Gambar 2.3 : Saluang.................................................................................................................................. 16
Gambar 2.4 : Gambus ................................................................................................................................. 16
Gambar 2.5 : Gambus Jambi .................................................................................................................... 16
Gambar 2.6 : Accordion............................................................................................................................ . 17
Gambar 2.7 : Doll ......................................................................................................................................... 17
Gambar 2.8 : Bende..................................................................................................................................... 18
Gambar 2.9 : Gendang Melayu................................................................................................................ 18
Gambar 2.10 : Gendang Panjang............................................................................................................ 18
Gambar 2.11 : Tehyan............................................................................................................................. ... 19
Gambar 2.12 : Angklung ........................................................................................................................... 19
Gambar 2.13 : Gamelan ............................................................................................................................. 19
Gambar 2.14 : Gendang ............................................................................................................................. 20
Gambar 2.15 : Bonang ............................................................................................................................... 20
Gambar 2.16 : Gendang ............................................................................................................................. 20
Gambar 2.17 : Gengceng ........................................................................................................................... 21
Gambar 2.18 : Serunai ........................................................................................................... .................... 21
Gambar 2.19 : Sasando .............................................................................................................................. 21
Gambar 2.20 : Tuma ................................................................................................................................... 22
xii
Gambar 2.21 : Sampe ............................................................................................................................. .... 22
Gambar 2.22 : Japen ............................................................................................................................. ...... 22
Gambar 2.23 : Panting ............................................................................................................................... 23
Gambar 2.24 : Kulintang ........................................................................................................................... 23
Gambar 2.25 : Ganda .................................................................................................................................. 24
Gambar 2.26 : Keso ..................................................................................................................................... 24
Gambar 2.27 : Ladolado ............................................................................................................................ 24
Gambar 2.28 : Kecapi ............................................................................................................................. .... 25
Gambar 2.29 : Nafiri ............................................................................................................................. ...... 25
Gambar 2.30 : FU ......................................................................................................................................... 25
Gambar 2.31 : Tifa ....................................................................................................................................... 26
Gambar 2.32 : Sir Edwin Landseer ....................................................................................................... 36
Gambar 2.33 : Aldo van Eyck .................................................................................................................. 37
Gambar 2.34 : Joseph Esherick............................................................................................................... 37
Gambar 2.35 : Kampus ITB ...................................................................................................................... 38
Gambar 2.36 : Bandara Soekarno Hatta ............................................................................................. 39
Gambar 2.37 : Bandara Minangkabau ................................................................................................. 40
Gambar 2.38 : Bandara Minangkabau ................................................................................................. 41
Gambar 2.39 : Kantor Bupati Kampar ................................................................................................. 42
Gambar 2.40 : Kantor Bupati Kampar ................................................................................................. 43
Gambar 2.41 : Lokasi Kampus ISI ......................................................................................................... 43
xiii
Gambar 2.42 : Sketsa Denah Ruang Jurusan Seni Musik Lantai 1 ............................................ 44
Gambar 2.43 : Sketsa Denah Ruang Jurusan Seni Musik Lantai 2 ............................................ 45
Gambar 2.44 : Sketsa Denah Ruang Jurusan Seni Musik Lantai 3 ............................................ 45
Gambar 2.45 : Sketsa Denah Ruang Jurusan Seni Musik Lantai 4 ............................................ 45
Gambar 2.46 : Auditorium ....................................................................................................................... 47
Gambar 2.47 : Ruang Kelas ...................................................................................................................... 47
Gambar 2.48 : Ruang Dosen .................................................................................................................... 48
Gambar 2.49 : Studio ............................................................................................................................. ..... 48
Gambar 2.50 : Ruang Praktek ................................................................................................................. 49
Gambar 2.51 : Ruang Perkusi ................................................................................................................. 49
Gambar 2.52 : Ruang Gesek ..................................................................................................................... 50
Gambar 2.53 : Ruang Piano ..................................................................................................................... 50
Gambar 2.54 : Ruang Penyimpanan ..................................................................................................... 51
Gambar 2.55 : Concert Hall TBY ............................................................................................................ 52
Gambar 2.56 : Dinding Concert Hall..................................................................................................... 52
Gambar 2.57 : Sistem Utilitas Penunjang Pertunjukan................................................................. 53
Gambar 2.58 : Ruang Pameran TBY ..................................................................................................... 53
Gambar 2.59 : Senzoku Gakuen ............................................................................................................. 54
Gambar 2.60 : Senzoku Gakuen College of Music ........................................................................... 54
Gambar 2.61 : Denah Senzoku Gakuen ............................................................................................... 55
Gambar 2.62 : Sekuen Interior Senzoku Gakuen ............................................................................ 55
xiv
Gambar 2.63 : Sekuen Interior Senzoku Gakuen ............................................................................ 56
Gambar 2.64 : Potongan Senzoku Gakuen ......................................................................................... 56
Gambar 2.65 : House of Music ................................................................................................................ 57
Gambar 2.66 : House of Music ................................................................................................................ 58
Gambar 2.67 : Atrium House of Music ................................................................................................ 59
Gambar 2.68 : Concert Hall House of Music ...................................................................................... 59
Gambar 2.69 : Tampak House of Music .............................................................................................. 60
Gambar 3.1 : Peta Bandung ..................................................................................................................... 62
Gambar 3.2 : Jumlah Wisatawan yang Datang ke Kota Bandung.............................................. 68
Gambar 3.3 : Alternatif Site 1.................................................................................................................. 76
Gambar 3.4 : Alternatif Site 2.................................................................................................................. 77
Gambar 3.5 : Alternatif Site 3.................................................................................................................. 79
Gambar 3.6 : Eksisting Site Terpilih ..................................................................................................... 82
Gambar 3.7 : Potongan Kontur A-A ...................................................................................................... 83
Gambar 3.8 : Potongan Kontur B-B ...................................................................................................... 83
Gambar 4.1 : Lokasi Site............................................................................................................................ 86
Gambar 4.2 : Eksisting Site ...................................................................................................................... 87
Gambar 4.3 : Batu Bata ............................................................................................................................. . 87
Gambar 4.4 : Kayu ....................................................................................................................................... 88
Gambar 4.5 : Batu Alam ............................................................................................................................ 88
Gambar 4.6 : Kaca........................................................................................................................................ 88
xv
Gambar 4.7 : ACP ......................................................................................................................................... 89
Gambar 4.8 : Rockwool ............................................................................................................................ . 89
Gambar 4.9 : Beton Pra Pabrikasi ......................................................................................................... 90
Gambar 4.10 : Logam Pra Pabrikasi ..................................................................................................... 90
Gambar 4.11 : Genteng Tanah Liat ....................................................................................................... 90
Gambar 4.12 : Genteng Aspal.................................................................................................................. 91
Gambar 4.13 : Genteng Metal.................................................................................................................. 91
Gambar 4.14 : Gypsum .............................................................................................................................. 91
Gambar 4.15 : Plafond Akustik............................................................................................................... 92
Gambar 4.16 : Keramik ............................................................................................................................. 92
Gambar 4.17 : Parquet............................................................................................................................. .. 92
Gambar 4.18 : Karpet ............................................................................................................................. .... 92
Gambar 4.19 : Vinyl .................................................................................................................................... 93
Gambar 4.20 : Kursi .................................................................................................................................... 93
Gambar 4.21 : Papan Tulis ....................................................................................................................... 94
Gambar 4.22 : Piano ................................................................................................................................... 94
Gambar 4.23 : Aramba............................................................................................................................... 94
Gambar 4.24 : Gambus .............................................................................................................................. 95
Gambar 4.25 : Doll....................................................................................................................................... 95
Gambar 4.26 : Bende .................................................................................................................................. 95
Gambar 4.27 : Gendang Melayu ............................................................................................................. 96
xvi
Gambar 4.28 : Gendang Panjang............................................................................................................ 96
Gambar 4.29 : Angklung ........................................................................................................................... 96
Gambar 4.30 : Gamelan ............................................................................................................................. 97
Gambar 4.31 : Gendang ............................................................................................................................. 97
Gambar 4.32 : Bonang ............................................................................................................................... 97
Gambar 4.33 : Sampe ............................................................................................................................. .... 98
Gambar 4.34 : Panting ............................................................................................................................... 98
Gambar 4.35 : Kulintang ........................................................................................................................... 98
Gambar 4.36 : Kecapi ............................................................................................................................. .... 99
Gambar 4.37 : Tifa ....................................................................................................................................... 99
Gambar 4.38 : Arena Lingkaran ............................................................................................................. 99
Gambar 4.39 : Arena Bujur Sangkar..................................................................................................... 99
Gambar 4.40 : Transerve Stage .............................................................................................................. 100
Gambar 4.41 : Sudut Pengelilingan 210-220 .................................................................................... 100
Gambar 4.42 : Sudut Pengelilingan 180 ............................................................................................. 100
Gambar 4.43 : Arena Lingkaran ............................................................................................................. 100
Gambar 4.44 : Arena Bujur Sangkar..................................................................................................... 100
Gambar 4.45 : Standar Jarak dan Sudut Pandang ........................................................................... 101
Gambar 4.46 : Langit-Langit Pemantul Bunyi .................................................................................. 115
Gambar 4.47 : Potongan Concert Hall ................................................................................................. 117
Gambar 4.48 : Langit-langit concert hall ........................................................................................... 117
xvii
Gambar 4.49 : Lantai penonton bertingkat di Theatre Port Royal........................................... 118
Gambar 4.50 : Penyebar Marmer di Komplek ruang konser...................................................... 119
Gambar 4.51 : Cacat Akustik ................................................................................................................... 120
Gambar 4.52 : Contoh Ruang Studio Musik....................................................................................... 123
Gambar 4.53 : Pondasi Foot Plat ........................................................................................................... 125
Gambar 4.54 : Pondasi Tiang Pancang ................................................................................................ 125
Gambar 4.55 : Rangkaian Paralel .......................................................................................................... 128
Gambar 4.56 : Sistem dengan Tangki Atap........................................................................................ 129
Gambar 4.57 : Sistem Franklin ............................................................................................................... 130
Gambar 4.58 : Sistem Faraday................................................................................................................ 130
Gambar 4.59 : Pendekatan Gubahan Massa ...................................................................................... 131
Gambar 5.1 : Eksisting Site ...................................................................................................................... 135
Gambar 5.2 : Analisis Arah Orienasi Bangunan .............................................................................. . 136
Gambar 5.3 : Gubaha Massa .................................................................................................................... 137
Gambar 5.4 : Konsep Atap Julang Ngapak ......................................................................................... 138
Gambar 5.5 : Eksterior menggunakan Batu Alam........................................................................... 138
Gambar 5.6 : Eksterior menggunakan ACP ....................................................................................... 138
Gambar 5.7 : Beton Pra Pabrikasi ......................................................................................................... 139
Gambar 5.8 : Plafond Akustik ................................................................................................................. 140
Gambar 5.9 : Rockwool ............................................................................................................................ . 140
Gambar 5.10 : MDF ..................................................................................................................................... 140
xviii
Gambar 5.11 : Gypsum .............................................................................................................................. 141
Gambar 5.12 : Keramik ............................................................................................................................. 141
Gambar 5.13 : Pameran Alat Musik ...................................................................................................... 142
Gambar 5.14 : Koleksi Alat Musik ......................................................................................................... 142
Gambar 5.15 : Ruang Visual di URA ..................................................................................................... 143
Gambar 5.16 : Sketsa Tempat Duduk ................................................................................................. 144
Gambar 5.17 : Modul Kolom ................................................................................................................... 144
Gambar 5.18 : Pondasi Tiang Pancang ................................................................................................ 145
Gambar 5.19 : Rangka Baja ...................................................................................................................... 145
Gambar 5.20 : Analisis klimatologi ....................................................................................................... 153
Gambar 5.21 : Zoning Hasil Analisis Klimatologi ............................................................................ 154
Gambar 5.22 : Analisis Kebisingan ....................................................................................................... 154
Gambar 5.23 : Zoning Hasil Analisis Kebisingan ............................................................................. 155
Gambar 5.24 : Analisis View From Site ............................................................................................... 155
Gambar 5.25 : Zoning Hasil Analisis View From Site .................................................................... 156
Gambar 5.26 : Analisis View To Site..................................................................................................... 156
Gambar 5.27 : Zoning Hasil Analisis View To Site .......................................................................... 157
Gambar 5.28 : Hasil Zoning Akhir ......................................................................................................... 157
Gambar 5.29 : Down Light ....................................................................................................................... 158
Gambar 5.30 : Spot Light .......................................................................................................................... 159
Gambar 5.31 : Track Light........................................................................................................................ 159
xix
Gambar 5.32 : Wall Waasher Light ....................................................................................................... 159
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular ............................................................................. 30
Tabel 2.2 : Perbandingan Neo Vernakular dengan Regionalisme ............................................ 33
Tabel 2.3 : Program Ruang Jurursan Seni Musik............................................................................. 44
Tabel 3.1 : Temperatur rata-rata Kota Bandung ............................................................................. 65
Tabel 3.2 : Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut ijazah tertinggi ........................................... 67
Tabel 3.3 : Sekolah Musik di Bandung................................................................................................. 70
Tabel 4.1 : Aktivitas dan Kebutuhan Ruang Siswa ......................................................................... 102
Tabel 4.2 : Aktivitas dan Kebutuhan Ruang pengajar dan Pimpinan...................................... 103
Tabel 4.3 : Aktivitas dan Kebutuhan Ruang Penunjang ............................................................... 104
Tabel 4.4 : Aktivitas dan Kebutuhan Ruang Utilitas ...................................................................... 104
Tabel 4.5 : Kebutuhan Ruang .................................................................................................................. 109
Tabel 4.6 : Pendekatan Besaran Ruang Utama ................................................................................ 110
Tabel 4.7 : Pendekatan Besaran Ruang Pengelola.......................................................................... 111
Tabel 4.8 : Pendekatan Besaran Ruang Penunjang ........................................................................ 111
Tabel 4.9 : Pendekatan Besaran Ruang Servis ................................................................................. 112
Tabel 5.1 : Besaran Ruang Utama ......................................................................................................... 146
Tabel 5.2 : Jumlah Besaran Ruang Utama .......................................................................................... 147
Tabel 5.3 : Besaran Ruang Pengelola ................................................................................................... 147
Tabel 5.4 : Besaran Ruang Penunjang ................................................................................................. 147
Tabel 5.5 : Besaran Ruang Servis ......................................................................................................... 148
xxi
Tabel 5.6 : Total Luas Ruang ................................................................................................................... 149
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Musik adalah salah satu cabang kesenian yang sudah menjadi bagian hidup
bagi sebagian besar orang, karena melalui musik kita bisa berkespresi, berkarya
dan menyalurkan bakat atau hobi kita. Musik terdiri dari berbagai jenis aliran,
tiap aliran mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadikan musik itu unik dan
beragam. Di Indonesia yang terkenal dengan negara kepulauan dan terdiri dari
berbagai jenis suku dan budaya juga punya jenis musik tradisional dan alat alat
musik yang beragam di tiap daerah. Keberagaman jenis musik tradisonal inilah
yang juga perlu dilestarikan dan dieksplor karena termasuk warisan leluhur
bangsa Indonesia. Akan tetapi, di jaman sekarang ini hampir mayoritas
masyarakat Indonesia lebih mengenal musik modern yang banyak di pengaruhi
oleh budaya barat dan luar negeri daripada musik tradisional asli Indonesia.
Padahal musik tradisional beserta alat alat musik Indonesia sangat beragam dan
sangat potensial untuk dikembangkan. Banyak yang bisa dieksplor dari musik
tradisional untuk bisa menjadi lebih menarik lagi bagi penikmat musik
sehingga bisa mengangkat musik asli Indonesia sendiri. Untuk itu perlu adanya
suatu wadah bagi masyarakat yang tertarik dengan musik sebagai sarana
pelatihan agar bisa meningkatkan skill bermusik sekaligus melestarikan musik
asli Indonesia. Di Bandung, menurut situs kompasiana.com hingga saat ini
terdapat lebih dari 400-an kelompok bermusik dan masih terus bermunculan
kelompok baru. Khusus untuk musik tradisional, tempat yang paling terkenal di
Bandung adalah Saung Angklung Ujo. Di Saung Angklung Ujo, pengunjung
tidak hanya menonton pertunjukan, tetapi terlibat langsung dengan bermain
angklung, melihat pembuatan angklung, belajar memainkan peralatan musik
arumba dan sebagainya. Selain Saung Angklung Ujo, ada juga komunitas
Karinding Sagala Awi. Komunitas ini adalah sebuah wadah atau jembatan bagi
grup anak bangsa yang kreatif dalam pelestarian seni budaya sunda khususnya
1
2
alat musik buhun sunda yang terancam punah keberadaannya. Komunitas yang
berjumlah 5610 orang ini sudah seringtampil mentas di berbagai event seperti
pentas di Car Free Day, Konferensi Asia Afrika, dan masih banyak lagi. Maka
tak heran wisata kesenian musik di Bandung terlihat sangat berkembang.
“Sempat dijuluki barometer musik Independen di Indonesia, Kota Bandung
memang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas dalam scene nasional”
(jube, 2008). Dengan melihat data dan fakta tersebut, tentunya kota Bandung
bisa menjadi lokasi strategis untuk mendirikan sekolah musik, dan sebagai
salah satu sentral pelatihan musik tradisional di Indonesia.
1.2. Permasalahan
1.2.1 Permasalahan Umum
Bagaimana merancang sebuah sekolah musik yang menarik, nyaman dan
juga dengan fasilitas lengkap guna menunjang kegiatan di sekolah musik
sehingga masyarakat berminat untuk mempelajari musik tradisional
Indonesia.
1.2.2 Permasalahan Khusus
Permasalahan khusus yang ada adalah bagaimana sekolah musik ini
mampu untuk menampung semua kegiatan bermusik dengan fasilitas yang
memadahi untuk melakukan kegiatan bermusik dengan nyaman.
1.3. Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Memfasilitasi bagi peminat kesenian musik untuk mengasah kemampuan
dan meningkatkan kemampuan untuk menjadi pemusik yang mempunyai
skill bagus dan berkualitas, serta untuk memperkenalkan dan melestarikan
musik asli Indonesia.
1.3.2 Tujuan
(a) Sebagai sarana edukasi
(b) Sebagai sarana pelestarian kesenian musik tradisional asli Indonesia
(c) Mengangkat kembali musik tradisional asli Indonesia
3
(d) Sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan bakat
(e) Daya tarik kota Bandung
1.4. Manfaat
Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia ini diharapkan mampu menjadi
pencetak pemusik pemusik berbakat dan mempunyai skill yang bagus,selain
itu mempu mengenal kesenian musik tradisional asli Indonesia dan
mengangkat kembali kesenian musik asli Indonesia yang mulai ditinggalkan.
1.5. Lingkup Pembahasan
1.5.1 Ruang Lingkup Substansial
Lingkup pembahasan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
Sekolah musik dengan titik berat pada hal-hal yang berkaitan dengan
disiplin ilmu arsitektur, sedangkan hal-hal diluar ke-arsitekturan yang
mempengaruhi, melatar belakangi dan mendasari faktor-faktor
perencanaan akan di batasi, dipertimbangkan dan diasumsikan tanpa
dibahas secara mendalam.
1.5.2 Ruang Lingkup Spasial
Perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia yang terletak di kota Bandung.
1.6. Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan program dasar
perencanaan dan konsep perancangan arsitektur dengan judul Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia di Bandung adalah metode deskriptif. Metode
ini memaparkan, menguraikan, dan menjelaskan mengenai design
requirement (persyaratan desain) dan design determinant (ketentuan desain)
terhadap perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia.
Berdasarkan design requirement dan design determinant inilah nantinya akan
ditelusuri data yang diperlukan. Data yang terkumpul kemudian akan
dianalisa lebih mendalam sesuai dengan kriteria yang akan dibahas. Dari hasil
4
penganalisaan inilah nantinya akan didapat suatu kesimpulan, batasan dan
juga anggapan secara jelas mengenai perencanaan dan perancangan Sekolah
Musik Tradisional Daerah Indonesia.
Hasil kesimpulan keseluruhan nantinya merupakan konsep dasar yang
digunakan dalam perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia sebagai landasan dalam desain grafis arsitektur.
Dalam pengumpulan data, akan diperoleh data yang kemudian akan
dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu:
1.6.1 Data Primer
- Observasi Lapangan
Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di wilayah lokasi dan
tapak perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia dan studi banding.
- Wawancara
Wawancara yang dilakukan dengan pihak pengelola serta berbagai
pihak-pihak yang terkait dalam perencanaan dan perancangan Sekolah
Musik Tradisional Daerah Indonesia.
1.6.2 Data Sekunder
Studi literatur melalui buku dan sumber-sumber tertulis mengenai
perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan studi kasus
perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia.
Berikut ini akan dibahas design requirement dan design determinant yang
berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia :
a. Pemilihan Lokasi dan Tapak
Pembahasan mengenai pemilihan lokasi dan tapak, dilakukan dengan
terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam
penentuan suatu lokasi dan tapak yang layak sebagai perencanaan
5
dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia,
adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Data tata guna lahan/peruntukan lahan pada wilayah perencanaan
dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia.
2) Data potensi fisik geografis, topografi, iklim, persyaratan
bangunan yang dimiliki oleh lokasi dan tapak itu sendiri dan juga
terhadap lingkungan sekitarnya yang menunjang terhadap
perencanaan dan perancangan sebuah Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia.
Setelah memperoleh data dari beberapa alternatif tapak, kemudian
dianalisa dengan menggunakan nilai bobot terhadap kriteria lokasi
dan tapak yang telah ditentukan untuk kemudian memberi scoring
terhadap kriteria x nilai bobot, dan tapak yang terpilih diambil dari
nilai yang terbesar.
b. Program Ruang
Pembahasan mengenai program ruang dilakukan dengan terlebih
dahulu mengumpulkan data yang berkaitan dengan perencanaan dan
perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia, yaitu
dilakukan dengan pengumpulan data mengenai pelaku ruang itu
sendiri beserta kegiatannya, dilakukan dengan observasi lapangan
baik studi kasus maupun dengan studi banding, serta dengan standar
atau literatur perencanaan dan perancangan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia.
Persyaratan ruang yang didapat melalui studi banding dengan
standar perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia, sehingga dari hasil analisa terhadap kebutuhan
dan persyaratan ruang akan diperoleh program ruang yang akan
digunakan pada perencanaan dan perancangan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia.
6
c. Penekanan Desain Arsitektural
Pembahasan mengenai penekanan desain arsitektur dilakukan
dengan observasi lapangan melalui studi banding pada Sekolah
Musik Tradisional Daerah Indonesia lain serta dengan standar atau
literatur mengenai perencanaan dan perancangan yang kaitannya
dengan persyaratan bangunan di Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia.
Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Aspek konstektual pada lokasi dan tapak terpilih dengan
pertimbangan keberadaan bangunan disekitarnya.
2) Literatur atau standar perencanaan dan perancangan Sekolah
Musik Tradisional Daerah Indonesia.
Setelah memperoleh data tersebut, kemudian menganalisa antara
data yang diperoleh dari studi banding dengan standar perencanaan
dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia
Indonesia sehingga akan diperoleh pendekatan arsitektural yang akan
digunakan pada perencanaan dan perancangan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia.
1.7. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar, sistematika dalam penyusunan Landasan Program
Perencanaan dan Perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan sasaran,
manfaat, ruang lingkup, metode pembahasan, sistematika pembahasan,
serta alur bahasan dan alur pikir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tinjauan mengenai Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia, kaitannya dengan pengertian, peraturan perundangan, sistem
pengelolaan, persyaratan teknis, culture, dan studi banding.
7
BAB III TINJAUAN LOKASI
Membahas tentang gambaran umum pemilihan tapak berupa data fisik
dan non fisik, potensi dan kebijakan tata ruang pemilihan tapak,
gambaran khusus berupa data tentang batas wilayah dan karakteristik
tapak terpilih.
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN
Bab ini menjelaskan tentang uraian dasar-dasar pendekatan konsep
perencanaan dan perancangan awal dan analisis mengenai pendekatan
fungsional, pelaku dan aktivitasnya, kebutuhan jenis ruang, hubungan
kelompok ruang, sirkulasi, pendekatan kebutuhan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia pendekatan kontekstual, optimaliasi
lahan, pendekatan besaran ruang, serta analisa pendekatan konsep
perancangan secara kinerja, teknis dan arsitektural.
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Bab ini menjelaskan tentang uraian konsep perencanaan dan
perancangan meliputi beberapa aspek seperti aspek fungsional, pelaku
dan aktivitasnya, kebutuhan jenis ruang, hubungan kelompok ruang,
sirkulasi, kebutuhan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia
dalam aspek kontekstual, optimalisasi lahan, besaran ruang, serta
konsep perancangan secara kinerja, teknis dan arsitektural.
8
1.9.
1.10.
1.11.
1.12.
1.13.
1.14.
1.15.
1.16.
1.17.
1.8. Alur Pikir
Latar Belakang
Aktualita - Banyak peminat kesenian musik yang belum memperoleh kesempatan
memperdalam ilmu bermusiknya. - Sangat kurang sekali antusiasme masyarakat untuk mempelajari musik
tradisional Indoneisa
Urgensi Dibutuhkan wadah yang memfasilitasi para peminat musik untuk belajar dan mengembangkan kemampuan serta melestarikan musik tradisional asli Indonesia.
Originalitas Perencanaan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia Indonesia dengan fasilitas
penunjang yang memadahi dan representatif ditekankan untuk edukasi.
Pengumpulan Data
Studi Pustaka :
- Tinjauan
Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia
- Literatur kesenian musik
Studi Lapangan
Tinjauan tapak
Studi Banding:
- Sekolah
musik yang ada di Indonesia
Analisis Data
Interview:
Pengelola
dan pihak
terkait
Konsep
Desain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sekolah
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta (1976), dalam
Zulkifli (2011), sekolah adalah :
a. Bangunan/lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.
b. Waktu pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran.
Menurut Oxford Dictionary, sekolah adalah :
a. Sebuah institusi untuk mendidik atau memberi pengarahan.
b. Sebuah bangunan yang digunakan untuk kegiatan mengajar.
c. Tempat dimana ujian suatu universitas diadakan.
2.2. Pengertian musik
a. Menurut Buce Fairbairm dalam buku History of Rock & Roll
“Bunyi-bunyian yang ditimbulkan secara sengaja dengan frekuensi
tertentu dan memiliki ritme”.
b. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta,
Jakarta 1976
1. Ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan,
kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan
kesinambungan.
2. Nada yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung
irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-
bunyi itu).
c. New Book of Knowledge, Grolier, Canada 1979
“...music may be defined as the art of organizing sound and
silences into meaningfull patterns. The word “music” comes from
“muse” the bane for the goodness of ancient greek mythology who
9
10
presided over the art and sciences. Music is the one of the oldest of
the art. No civilization in history has been without some form of
music”.
Dari kutipan di atas, dapat diamati bahwa musik merupakan suatu
seni yang berhubungan dengan bunyi-bunyian, disamping itu juga
terlihat bahwa usia musik dalah hampir sama dengan usia
kebudayaan Indonesia. Jadi, musik sebenarnya adalah bagian dari
kehidupan masyarakat Indonesia, seperti halnya kebudayaan yang
menjadi kekayaan masyarakat Indonesia saat ini.
Jika disimpulkan musik sangat erat hubungannya dengan bunyi-
bunyian ataupun suara yang dapat diterima dan dinikmati oleh
menusia melalui pendengaran. Sehingga diciptakan untuk memberi
kepuasan dan kenikmatan pada indera pendengaran manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, musik tidak lagi hanya
sebagai susunan nada-nada yang indah untuk didengarkan, tapi
musik sudah merupakan bentuk pengekspresian diri.
2.3. Pengertian Sekolah Musik
Sekolah Musik menurut Zulkifli, 2011 adalah lembaga atau instansi yang
khusus mempelajari musik dengan aturan di dalamnya dan mempunyai
visi dan misi yang jelas. Sekolah musik itu sendiri terdiri dari beberapa
pelaku, antara lain pelajar dan pengajar. Pelajar adalah murid atau siswa
yang menerima dan menuntut ilmu dalam waktu tertentu dan terikat oleh
instansi/sekolah. Sedangkan pengajar adalah orang, dosen atau guru yang
memberikan ilmu atau pelajaran kepada pelajar/siswa. Pelajar dan
pengajar harus bisa bekerjasama, untuk mendukung kelancaran proses
belajar mengajar, sehingga diharapkan sekolah musik yang bersangkutan
mampu mencetak lulusan yang bisa mengembangkan musik itu sendiri,
baik teori maupun praktek.
11
2.4. Musik Tradisional Daerah Indonesia
Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun
temurun, dipertahankan sebagai sarana hiburan. Tiga komponen yang
saling mempengaruhi di antaranya seniman, musik itu sendiri dan
masyarakat penikmatnya. Berikut ini adalah beberapa jenis musik
tradisional daerah Indonesia menurut Putra, 2014 :
1. Musik Gong Renteng
Seperangkat gamelan gong renteng disebut juga kesenian gamelan
Mbah Bandong. Kesenian tersebut berasal dari desa Lebakwangi
Batukarut kecamatan Pameungpeuk, provinsi Jawa Barat. Fungsi
kesenian ini digunakan khusus untuk upacara Muludan/Maulid Nabi.
Gamelan gong renteng terdiri dari instrumen bonang, saron, kecrek,
beri, goong, dan kendang. Adapun lagu yang dibawa diantaranya lagu
sodom, lagu seserengan, lagu pucung lingkup, dan lagu pangkur.
Bentuk gamelan gong renteng ini sebenarnya merupakan sempalan dari
jenis musik gamelan yang berkembang di Jawa Barat, yang kemudian
diberi nuansa khusus kedaerahan yang kental menjadi ciri khas daerah.
2. Musik Senandung Jolo
Senandung jolo merupakan salah satu musik tradisional yang ada di
provinsi Jambi, terutama yang ada di kecamatan Muara Sabak
Kabupaten Jabuk timur. Senandung Jolo ini biasanya diadakan pada
saat orang turun ke sawah yang sering disebut sebagai manunggal padi.
Pada saat manunggal padi tersebut, para pemuda dan pemudi
mengungkapkan isi hatinya dengan mengucapkan pantun secara
bergantian yang diiringi dengan musik yang terdiri dari alat alat musik
kutilang kayu, biola, gendang satu, gendang dua, serta gong.
3. Musik gaghahanggase
Gaghahanggase adalah salah satu musik tradisional masyarakat
Sangihe Talaud yang sudah lama hidup dan berkembang di kalangan
anak anak. Musik Gaghahanggase merupakanpaduan dari beberapa
jenis alat musik baik yang sifatnya diatonis maupun non diatonis.
12
Masing-masing instrumin yang mendukung musik Gaghahanggase
adalah musik bambu, musik kentel/tunuta, musik seheng, musik tateng
korang, musik tagonggong, musik tambur, musik kalikitong, musik
behongang, dan musik karoncongang/juk kecil. Dalam penyajiannya
musik ini didukung oleh vokal pria maupun wanita, dengan
membawakan lagu lagu daerah maupun lagu nasional.
4. Musik Tradisi Krombi
Musik krombi berasal dari pantai Irian Jaya, berasal dari kata nai
krombi, yang artinya memetik atau mempermainkan. Alat musik
krombi terbuat dari bambu, dimainkan terpadu dengan alat musik
tradisional diantaranya piko, nailavos, fu akuika, karapra, dan tifa.
Fungsi musik ini sebagai hiburan, upacara adat maupun upacara
keagamaan.
5. Musik Tabuh Salimpat
Musik ini merupakan musik tradisional daerah lampung yang hingga
saat ini masih hidup dan berkembang di daerah masyarakat
pendukungnya. Tabuh Salimpat menggunakan alat musik tabuh dan
alat musik petik. Di dalam penampilan musik ini, instrumen yang
paling menonjol adalah instrumen kerenceng dan gambus lunik.
6. Musik Syair Telimaa
Syair Telimaa adalah salah satu syair yang cukup terkenal. Dahulu
syair ini dilantunkan pada saat pesta resmi dan pertemuan pertemuan
kerabat sesepuh Tanah Mandalam di bumi Uncok Kapuas. Isi syair ini
merupakan pesan agar para generasi muda mempertahankan dan
melestarikan nilai kejayaan budaya bangsa nenek moyang.
7. Musik Panting
Musik panting merupakan musik tradisional Kalimantan Selatan.
Musik ini dalam penyajian dahulunya banyak dipentaskan pada malam
hari, dan sekarang sudah dipergunakan untuk menyambut tamu
kehormatan atau sebagai musik hiburan rakyat. Musik tradisional
13
panting terdiri dari instrumen penting itu sendiri, babaun, agung,
marakas, dan talinting.
8. Musik Sasando Gong
Sasando merupakan alat musik khas pulau Rote, Nusa Tenggara
Timur. Sasando gong merupakan jenis alat musik petik yang terdiri
dari sebatang bambu sebagai tempat untuk menyangkutkan kawat
halus untuk dipetik. Sedangkan untuk resonansi bunyi menggunakan
daun lontar yang disusun berbentuk timba atau lontar.
9. Musik Gambang kromong
Gambang Kromong merupakan salah satu Seni musik tradisional
Betawi yang merupakan perpaduan antara musik asli pribumi jawa
yaitu gamelan dan non pribumi yang memiliki nada dasar pentatonis
bercorak Cina. Instrumen gamelan pad agambang kromong terdiri dari:
Gambang kayu, Bonang yang disebut kromong. Selain itu terdapat
Kendang, suling, kecrek serta gong. Sementara untuk instrumen Cina
ada pada alat musik gesek Cina dengan 2 senar yaitu tehyan.
10. Musik Santi Swara dan Laras Madya
Musik ini merupakan salah satu musik tradisional Jawa Tengah. Musik
ini membawakan lagu Shalawatan dengan bentuk lagu jawa yang
bernada slendro dan pelog yang digarap dengan memasukkan unsur
karawitan, yang lazim dinamakan santi swara. Kemudian musik laras
madya bentuknya seperti koor tetembangan yang instrumen
pengiringnya berupa terbang (pokok), ditambahkankendang, kemanak,
dan bogem. Bentuk penyajian kedua musik tersebut diatas hampir
sama, perbedaannya terletak pada materilagu dan kecakepannya.
11. Musik Gong Luang
Musik ini berasal dari Bali, sebuah gamelan yang sifatnya sakral yang
pada umumnya dipergunakan untuk mengiringi upacara kematian
(ngaben). Kata gong artinya mengacu pada nama itu sendiri, dan kata
luang berarti ruang ataupun rong, yang artinya ruang atau bidang unrun
14
yang mengatakan bahwa bidang atau motif ruang-ruang kosong yang
akan diberi motif hiasan lainnya.
12. Musik Karang Dodou
Musik karang dodou adalah musik tradisional khas daerah Tanah
Siang, wilayah Barito Utara, Kalimantan Tengah. Musik karang dodou
merupakan jenis musik yang dapat disaksikan pada saat upacara adat
tertentu, misalnya acara memandikan bayi. Upacara tersebut diberi
nama upacara nambang morua. Dalam musik ini banyak melantunkan
vokal atau lagu lagu yang mengucapkan mantera mantera yang berisi
doa doa kepada Motohara ( Tuhan Yang Maha Esa )
13. Musik Krumpyung
Awal mulanya adala sebutan yang digunakan untuk sebuah instrumen
yang terdiri dari serangkaian alat musik buluh/bambu yang biasanya
disebut dengan nama Angklung. Nama krumpyung ini berasal dari
bunyi instrumen ini sendiri apabila musik ini digerakkan. Kesenian
yang satu ini berasal dari kelurahan Agrowilis, wilayah kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Pencipta kesenian
tersebut adalah Bapak Sumitra dari dusun tersebut yang sudah kami
beritahu diatas.
14. Musik Huda
Musik ini berangkat dari tiga jenis musik tradisional Minangkabau
seperti Dikil Rabaro, Dikil Mundan, dan Salaulaik Dulang. Ketiga
musik ini bernafaskan islam. Alat musik terbang itu sendiri sebenarnya
merupakan alat musik yang berasal dari Jazirah Arab dan sekitarnya
lalu berkembang di Indonesia dalam konteks nuansa islami.
2.5. Alat Musik Tradisional Daerah Indonesia
Alat-alat musik tradisional indonesia memiliki keunikan tersendiri dan
menjadi ciri khas kebudayaan yang ada di Indonesia. Melihat berbagai
macamnya alat musik tradisional indonesia maka bisa dikatakan bahwa
Indonesia sangat kaya dengan harta kebudayaannya. Tidak hanya alat
15
musik tradisional indonesia yang dimiliki akan tetapi rumah adat dan
tarian daerah yang juga sangat berbeda-beda sesuai dengan ciri khas pada
setiap daerah. Dengan kekayaan budaya yang kita miliki seharusnya kita
bangga menjadi bangsa Indonesia, dan sebagai orang indonesia harus
mengetahui seperti apa kebudayaan yang ada di Indonesia, salah satu
contoh dengan mengetahui alat musik tradisional indonesia yang ada saat
ini. Tentunya Indonesia memiliki 33 provinsi yang masing-masing
memiliki alat musik tradisional yang berbeda-beda. Sebenarnya ada
banyak alat musik tradisional indonesia, hanya saja terdapat 33 alat musik
tradisional yang populer dan terkenal pada setiap daerah tersebut. Berikut
adalah Alat-alat musik tradisional Indonesia menurut Supriadi, 2012 :
1. Serune Kalee
Serune kalee berasal dari daerah Aceh yang mempunyai jenis bunyi
Aerofon, alat digunakan dengan cara ditiup dan pada lubang yang
terdapat pada serune kalee berfungsi untuk mengatur nada dengan
menggunakan jari-jari kita.
Gambar 2.1 : Serune Kalee (sumber : Supriadi, 2012)
2. Aramba
Alat musik Aramba ini berasal dari daerah Sumatra Utara yang
memiliki jenis bunyi yakni ideofon, untuk penggunaannya yaitu
dengan cara dipukul dengan memakai pemukul yang khusus.
Gambar 2.2 : Aramba (sumber : Supriadi, 2012)
16
3. Saluang
Alat musik saluang ini berasal dari daerah sumatra barat dengan
mempunyai jenis bunyi yakni aerofon, adapun cara penggunaannya
dengan ditiup dan pada lubang yang ada di alat musik diperuntukkan
sebagai pengatur nada dimana jari-jari tangan sebagai penutup
lubangnya.
Gambar 2.3 : Saluang (sumber : Supriadi, 2012)
4. Gambus
Alat musik yang bernama Gambus ini berasal dari daerah Riau yang
mempunyai jenis bunyi kordofun yang difungsikan dengan cara dipetik
menggunakan jari dan memainkan nada dengan jari.
Gambar 2.4 : Gambus (sumber : Supriadi, 2012)
5. Gambus Jambi
Alat musik Gambus ini juga termasuk berasal dari daerah Jambi yang
mempunyai jenis bunyi Kordofon dengan cara penggunaan lewat
dipetik di bagian senarnya.
Gambar 2.5 : Gambus Jambi (sumber : Supriadi, 2012)
17
6. Accordion
Alat musik Accordion ini berasal pada daerah Sumatera Selatan yang
memiliki jenis bunyi Aerofon, adapun cara penggunaannya dengan
memakai kedua tangan kita, pada tangan yang satu difungsikan sebagai
pengatur alunan suara, sedangkan pada tangan yang kedua digunakan
untuk mengatur nada.
Gambar 2.6 : Accordion (sumber : Supriadi, 2012)
7. Doll
Alat musik doll ini berasal dari daerah Bengkulu yang memiliki jenis
suara berupa Membranofon yang digunakan dengan cara dipukul
memakai alat pemukul. Alat musik Doll dapat dilihat pad gambar 2.7.
Gambar 2.7 : Doll (sumber : Supriadi, 2012)
8. Bende
Alat musik bende ini berasal dari daerah lampung yang memiliki jenis
suara yakni ideofon yang difungsikan menggunakan alat pemukul
khusus untuk memukul alat.
18
Gambar 2.8 : Bende (sumber : Supriadi, 2012)
9. Gendang Melayu
Gendang melayu ini termasuk alat musik yang berasal dari daerah
kepulauan Bangka Belitung yang mempunyai jenis suara
membranofon, adapun cara pemakaian yakni dengan menepuk area
lunak dengan menggunakan telapak tangan kita.
Gambar 2.9 : Gendang Melayu (sumber : Supriadi, 2012)
10. Gendang Panjang
Gendang panjang ini adalah alat musik yang berasal dari kepulauan
Riau yang memiliki jenis bunyi berupa Membranofon yang digunakan
dengan cara menepuk deangan tangan pada bagian yang lunak
gendang.
Gambar 2.10 : Gendang Panjang (sumber : Supriadi, 2012)
19
11. Tehyan
Tehyan berasal dari daerah ibu kota Jakarta yang memiliki jenis suara
kordofon yang digunakan dengan cara digesek menggunakan alat
khusus dibagian dawai atau senarnya sama dengan memainkan biola.
Gambar 2.11 : Tehyan (sumber : Supriadi, 2012)
12. Angklung
Angklung termasuk alat musik yang memiliki jenis suara ideofon yang
berasal dari daerah Jawa barat dengan cara pemakaian yakni dengan
menggetarkan menggunakan tangan kita.
Gambar 2.12 : Angklung (sumber : Supriadi, 2012)
13. Gamelan
Gamelan adalah alat musik tradisional yang berasal dari daerah Jawa
Tengah yang memiliki jenis bunyi berupa ideofon yang digunakan
dengan cara dipukul-pukul dengan alat pemukul khusus.
Gambar 2.13 : Gamelan (sumber : Supriadi, 2012)
20
14. Gendang
Gendang termasuk alat musik yang berasal dari daerah Yogyakarta
yang memiliki jenis bunyi yaitu ideofon, adapun penggunaaanya yakni
dengan cara ditepuk memakai telapak tangan pada bagian lunak
gendang.
Gambar 2.14 : Gendang (sumber : Supriadi, 2012)
15. Bonang
Bonang termasuk alat musik yang berasal dari jawa timur dengan jenis
suara yakni Ideofon yang dipukul dengan pemukul khusus.
Gambar 2.15 : Bonang (sumber : Supriadi, 2012)
16. Gendang
Gendang ini berasal dari daerah banten yang memiliki khas bunyi
berupa membranofon yang digunakan dengan cara menepuknya
memakai telapak tangan.
Gambar 2.16 : Gendang (sumber : Supriadi, 2012)
17. Gengceng
Gengceng ini adalah alat musik yang unik berasal pada daerah Bali
dengan memiliki khas bunyi yakni Ideofon yang diletakkan pada kedua
21
telapak tangan lalu ditepuk sehingga bisa saling berbenturan dan dapat
mengeluarkan suara.
Gambar 2.17 : Gengceng (sumber : Supriadi, 2012)
18. Serunai
Serunai termasuk alat musik yang unik dimana berasal dari Nusa
Tenggara Barat yang berjenis suara Aerofon dengan cara ditiup lalu
nadanya dimainkan dengan menggunakan jari-jari tangan untuk
menutup lubang-lubang pada Serunai.
Gambar 2.18 : Serunai (sumber : Supriadi, 2012)
19. Sasando
Alat musik daerah sasando ini berasal dari daerah Nusa Tenggara
Timur yang berbunyi chordofon yang dipetik dengan hanya
menggunakan jari-jari di senarnya.
Gambar 2.19 : Sasando (sumber : Supriadi, 2012)
22
20. Tuma
Tuma adalah alat musik yang berasal pada daerah Kalimantan Barat
yang berkhas bunyi membranofon dengan cara ditepuk menggunakan
telapak tangan kita.
Gambar 2.20 : Tuma (sumber : Supriadi, 2012)
21. Sampe
Sampe ini termasuk alat musik yang unik dan berasal dari daerah
Kalimantan timur yang memiliki jenis bunyi yakni Kordofon dengan
cara dipetik dibagian senarnya.
Gambar 2.21 : Sampe (sumber : Supriadi, 2012)
22. Japen
Japen ini adalah alat musik yang digemari oleh masrayakat yang ada
didaerah Kalimantan tengah dengan cara dipetik dibagian senarnya dan
akan menghasilkan jenis bunyi Kordofon.
Gambar 2.22 : Japen (sumber : Supriadi, 2012)
23
23. Panting
Panting ini termasuk alat musik yang sangat digemari oleh masyarakat
yang ada di kalimantan selatan dengan jenis suara yang dimiliki yakni
kordofon dengan cara dipetik dibagian senarnya.
Gambar 2.23 : Panting (sumber : Supriadi, 2012)
24. Kulintang
Kulintang ini adalah alat musik yang begitu digemari oleh orang-orang
yang ada di Sulawesi utara, adapun penggunaannya dengan cara
dipukul dengan pemukul yang khusus dan akan mengeluarkan jenis
suara Ideofon.
Gambar 2.24 : Kulintang (sumber : Supriadi, 2012)
25. Ganda
Ganda termasuk alat musik yang berasal pada daerah Sulawesi tengah
yang memiliki jenis suara Membranofon, adapun cara pemakaiannya
dengan menepuk menggunaan telapak tangan pada bagian yang lunak.
24
Gambar 2.25 : Ganda (sumber : Supriadi, 2012)
26. Keso
Keso merupakan alat musik yang berasal di Sulawesi Selatan yang
mempunyai jenis suara Chordofon yang digesek di bagian senar
menggunakan alat yang khusus.
Gambar 2.26 : Keso (sumber : Supriadi, 2012)
27. Ladolado
ladolado termasuk alat musik yang ada di daerah sulawesi tenggara
dengan memiliki jenis bunyi Ideopon yang dipakai dengan cara
dipukul memakai pemukul yang khusus.
Gambar 2.27 : Ladolado (sumber : Supriadi, 2012)
25
28. Kecapi
Kecapi termasuk alat musik yang berada di sulawesi barat yang
mempunyai jenis suara yang khas yakni Kordofon dimana
pemakaiannya dengan cara dipetik di bagian senarnya.
Gambar 2.28 : Kecapi (sumber : Supriadi, 2012)
29. Nafiri
Nafiri merupakan salah satu alat musik yang berasal dari daerah
Maluku yang mengeluarkan suara jenis membranofon dengan cara
ditepuk menggunakan telapak tangan.
Gambar 2.29 : Nafiri (sumber : Supriadi, 2012)
30. FU
FU merupakan alat musik yang banyak ditemukan di maluku utara
dengan mengeluarkan suara yang berjenis Aerofon, adapun
penggunaannya yakni dengan cara meniup serta mengendalikan lewat
telapak tangan yang menjadi pengatur suara.
Gambar 2.30 : FU (sumber : Supriadi, 2012)
26
31. Guoto
Guoto termasuk alat musik yang terkenal di Papua Barat yang
mengeluarkan jenis suara berupa Kordofon dengan cara memetik di
bagian senarnya.
32. Tifa
Tifa ini termasuk alat musik yang mengeluarkan jenis suara
membranofon dimana banyak ditemukan didaerah Papua, adapun
untuk penggunaannya dilakukand dengan cara memukul lewa telapak
tangan.
Gambar 2.31 : Tifa (sumber : Supriadi, 2012
2.6. Arsitektur Neo Vernakular
2.6.1 Pengertian Arsitektur Neo Vernakular
Dalam Zikri, 2016, Arsitektur neo-vernakular, tidak hanya menerapkan
elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern tapi juga
elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak, religi
dan lain-lain.
Bangunan adalah sebuah kebudayaan seni yang terdiri dalam pengulangan
dari jumlah tipe-tipe yang terbatas dan dalam penyesuaiannya terhadap
iklim lokal, material dan adat istiadat. (Leon Krier).
Neo berasal dari bahasa yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti
baru. Jadi neo-vernacular berarti bahasa setempat yang di ucapkan dengan
cara baru, arsitektur neo-vernacular adalah suatu penerapan elemen
27
arsitektur yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik
(konsep, filosopi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal
yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian
sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang
lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi
setempat.
Arsitektur Neo-Vernacular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur
Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang
mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi
perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo-Vernacular merupakan
arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-
kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan
masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan.
“pada intinya arsitektur Neo-Vernacular merupakan perpaduan antara
bangunan modern dengan bangunan bata pada abad 19”
Batu-bata dalam kutipan diatas ditujukan pada pengertian elemen-elemen
arsitektur lokal, baik budaya masyarakat maupun bahan-bahan material
lokal.
Aliran Arsitektur Neo-Vernacular sangat mudah dikenal dan memiliki
kelengkapan berikut ini : hampir selalu beratap bubungan, detrail
terpotong, banyak keindahan dan bata-bata. Bata itu manusiawi, jadi
slogannya begitu manusiawi.
Arsitektur neo-vernakular, banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat
modern namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama
daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur neo-
vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tapi masih
memiliki image daerah setempat walaupun material yang digunakan
adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur neo-
vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang
dikembangkan dalam bentuk modern.
28
2.6.2 Ciri – Ciri Arsitektur Neo Vernakular
Dalam Zikri, 2016, Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya
“language of Post-Modern Architecture” maka dapat dipaparkan ciri-ciri
Arsitektur Neo-Vernacular sebagai berikut :
a. Selalu menggunakan atap bumbungan
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke
tanah sehingga lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen
pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai
elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.
b. Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)
Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian
yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
c. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan
dengan proporsi yang lebih vertikal.
d. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern
dengan ruang terbuka di luar bangunan.
e. Warna-warna yang kuat dan kontras.
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak
ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lelbih
pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas
ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend
akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.
a. Pemakaian atap miring
b. Batu bata sebagai elemen local
c. Susunan masa yang indah.
Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara
unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan
unsur setempat.
Ciri-ciri :
a. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim
29
setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak
denah, detail, struktur dan ornamen).
b. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi
juga elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak
yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep
dan
kriteria perancangan.
c. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip
bangunan vernakular melainkan karya baru (mangutamakan penampilan
visualnya).
2.6.3 Prinsip Desain Arsitektur Neo Vernakular
Dalam Zikri, 2016, Adapun beberapa prinsip-prinsip desain arsitektur
Neo-Vernakular secara terperinci, yaitu :
a. Hubungan Langsung, merupakan pembangunan yang kreatif dan
adaptif
terhadap arsitektur setempat disesuaikan dengan nilai-nilai/fungsi dari
bangunan sekarang.
b. Hubungan Abstrak, meliputi interprestasi ke dalam bentuk bangunan
yang dapat dipakai melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan
arsitektur.
c. Hubungan Lansekap, mencerminkan dan menginterprestasikan
lingkungan seperti kondisi fisik termasuk topografi dan iklim
d. Hubungan Kontemporer, meliputi pemilihan penggunaan teknologi,
bentuk ide yang relevan dengan program konsep arsitektur
e. Hubungan Masa Depan, merupakan pertimbangan mengantisipasi
kondisi yang akan datang.
2.6.4 Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular
Dalam Zikri, 2016, Neo vernakular berbeda dengan tradisional maupun
vernakular, ketiganya memiliki karakteristik dan prinsip yang berbeda.
Berikut adalah perbandingan antara tradisional, vernakular, dan neo
vernakular.
30
Tabel 2.1 : Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular
Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular
Ideologi
Terbentuknya
oleh tradisi yang
diwariskan
secara turun-
temurun,
berdasarkan
kultur dan
kondisi lokal.
Terbentuknya
oleh tradisi turun
temurun tetapi
terdapat
pengaruh dari
luar baik fisik
maupun non
fisik, bentuk
perkembangan
arsitektur
tradisional.
Penerapan elemen
arsitektur yang
sudah ada dan
kemudian sedikit
atau banyaknya
mengalami
pembaruan menuju
suatu karya yang
modern.
Prinsip
Tertutup dari
perubahan
zaman, terpaut
pada satu kultur
kedaerahan dan
mempunyai
peraturan dan
norma-norma
keagamaanyang
kental.
Berkembang
setiap waktu
untuk
merefleksikan
lingkungan,
budaya dan
sejarah dari
daeah dimana
arsitektur
tersebut berada.
Transformasi
dari situasi
kultur homogen
ke situasi yang
lebih heterogen.
Aritektur yang
bertujuan
melestarikan
melestarikan unsur-
unsur lokal yang
telah terbentuk
secara empiris oleh
tradisi dan
mengembangkannya
menjadi suatu
lenggam yang
modern. Kelanjutan
dari arsitektur
vernakular.
Bentuk desain lebih
31
Ide Desain
Lebih
mementingkan
fasad atau
bentuk, ornamen
sebagai suatu
keharusan.
Ornamen sebagai
pelengkap, tidak
meninggalkan
nilai-nilai
setempat tetapi
dapat melayani
aktifitas
masyarakat di
dalam.
modern.
(sumber : Zikri, 2016)
Dalam hal ini, pengertian vernakular arsitektur sering juga disamakan
dengan arsitektur tradisional dan dapat diartikan bahwa secara konotatif
kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma
adat istiadat atau pewaris budaya yang turun temurun dari generasi ke
generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional merupakan hasil seni budaya
tradisional, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup
manusia budaya tradisional, yang mampu memberikan ikatan lahir batin.
Di dunia global, kata tradisional sering digunakan untuk membedakan
dengan modern. Di indonesia, sebutan yang berasal dari kata belanda
“traditionell Architectur”, pada waktu itu istilah ini diberikan untuk
karya-karya arsitektur asli daerah di indonesia, salah satu alasannya adalah
untuk membedakan jenis arsitektur yang timbul dan berkembang dan
merupakan karakteristik suku-suku bangsa di indonesia dari jenis
arsitektur yang tumbuh dan berkembang atas dasar pemikiran dan
perkembangan arsitektur di Eropa, khususnya arsitektur kolonial Belanda.
Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang di indonesia sama artinya
dengan adat, kata adat ini di adopsi dari bahasa Arab. Sehingga seringkali
32
bangunan tradisional disebut dengan “rumah adat”. Pada prinsipnya, baik
di dunia global dan indonesia, kata tradisional diartikan sebagai sesuatu
yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain itu istilah-istilah lain sering bersentuhan arti dan maknanya dengan
vernakular arsitektur yaitu arsitektur rakyat (folk architecture), arsitektur
lokal atau kontekstual (indigenous architecture) bahkan ada juga yang
kemiripan dengan arsitektur alamiah (spontanous architecture). Secara
garis arsitektur rakyat diartikan sebagai arsitektur yang menyimbolkan
budaya suatu suku bangsa dengan beberapa atribut yang melekat
dengannya. Sementara itu, arsitektur lokal atau kontekstual, adalah
arsitektural yang beradaptasi dengan kondisi budaya, geografi, iklim dan
lingkungan, dan arsitektur alamiah adalah arsitektur yang dibangun oleh
satu masyarakat berdasarkan proses alamiah seperti kebutuhan dasar
manusia.
Maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya prinsip asrsitektur Neo-
vernakular adalah melestarikan unsur-unsur lokal sehingga bentuk dan
sistemnya terutama yang berkaitan dengan iklim setempat, seperti
penghawaan, pencahayaan alamiah, antisipasi terhadap regionalisme yang
merupakan aspek mendasar. Dalam pendekatan ini arsitektur Neo
Vernakular yang digunkan adalah arsitektur tradisional aceh.
2.6.5 Perbandingan Neo Vernakular dengan Regionalisme
Dalam Zikri, 2016, Neo vernakular dan regionalisme adalah dua
pendekatan yang berbeda tetapi banyak yang bingung menganai
perbedaannya karena bila tidak didalami, keduanya terlihat sangat mirip.
Berikut adalah perbandingan antara Regionalisme dan Neo Vernakular.
33
Tabel 2.2 : Perbandingan Neo Vernakular dengan Regionalisme
Perbandingan Regionalisme Neo Vernakular
Pengertian
Region adalah daerah dan
isme adalah paham, jadi
faham bersifat kedaerahan.
Neo berarti baru, masa
peralihan dan vernakular
adalah native/asli/bahasa
setempat, jadi peralihan dari
bentuk setempat.
Ideologi
Menciptakan arsitektur
yang kontekstual yang
tanggap terhadap kondisi
lokal dan senantiasa
mengacu pada tradisi,
warisan sejarah serta makna
ruang dan tempat.
Fokus kepada penerapan
elemen arsitektur yang sudah
ada dari hasil vernakular dan
kemudian sedikit atau
banyaknya mengalami
pembaruan menjuru suatu
karya yang modern.
Prinsip
Mengarah pada pemenuhan
kepuasan dan ekspresi jati
diri yang mengacu pada
masa lalu, sekarang dan
masa yang akan datang dan
masih tergantung pada
vernakularisme.
Arsitektur yang bertujuan
melestarikan unsur-unsur lokal
yang telah terbentuk secara
empiris oleh tradisi dan
mengembangkannya menjadi
suatu lenggam yang modern
dan kelanjutan dari arsitektur
vernakular.
34
Konsep
Desain
Masih cenderung hanya
meniru bentuk fisik, ragam
dan gaya-gaya tradisional
yang sudah dimiliki oleh
masyarakat setempat.
Bentuk desain lebih modern
dan mencoba menampilkan
karya baru
kriteria
Menggunakan bahan
bengunan lokal dengan
teknologi modern. Tanggap
dalam mengatasi pada
kondisi iklim setempat
mengacu pada tradisi,
warisan sejarah serta makna
ruang dan tempat. Mencari
makna dan substansi
kultural, bukan gaya/style
sebagai produk akhir
Bentuk bentuk menerapkan
unsur budaya, lingkungan
termasuk iklim setempat
diungkapkan dalam bentuk
fisik arsitektural (tata letak
denah, detail, struktur dan
ornamen) tidak elemen fisik
yang diterapkan dalam bentuk
modern, tetapi juga elemen
nonfisik yaitu budaya pola
pikir, kepercayaan, tata letak
yang mengacu pada makro
kosmos, religius dan lainnya
menjadi konsep dan kriteria
perancangan. Produk pada
bangunan ini tidak murni
menerapkan prinsip-prinsip
bangunan vernakular
melainkan karya baru
(mengutamakan penampilan
visual)
(sumber : Zikri, 2016)
Dalam prinsip perancangan Henri M.P, yang mencoba memadukan
kekuatan-kekuatan lokal berupa arsitektur, budaya, masyarakat dan alam,
dimana pada bangunan yang dirancangnya. Tidak pernah menemukan
suatu karya arsitektur yang dapat mewakili ciri khas budaya san sosial
35
daerah masing-masing, serta mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh
lingkungan di sekitarnya. Dengan teori-teorinya, Henri Maclaine Pont
berusaha untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.
Dalam membangun suatu bangunan, Henri M.P, memegang teguh
beberapa filsafat arsitektur yang menginginkan agar keberadaan bangunan
dapat menjadi bagian dari lingkungan sekitar bangunan tersebut dengan
sangat memperhatikan tentang iklim dan masyarakat sekitar bangunannya.
Sehingga dapat memperhatikan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat
setempat.
Teori Henri M.P, kaidah arsitektur yang pernah ditampilkan pada karya-
karyanya adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan pada faktor budaya dan alam dimana ia membangun
sehingga karya arsitektural merupakan jawaban dari kebutuhan sosial.
2. Pada setiap karya arsitektural harus dapat tercermin adanya hubungan
yang logis antara bangunan dengan lingkungannya.
3. Menggali akar budaya arsitektur klasik, dikaji dan kemudian
dipadukan
dengan arsitektur modern.
Falsafah adaptasi regionalisme yaitu adanya dialog antara tradisional dan
modern. Struktur bangunan dapat berkembang mengikuti teknik dan
metode baru, namun ungkapan arsitektural tetap dalam semangat tempat
dan budaya lokal. Henri M.P, memberikan penekanan pada kesatuan
antara bentuk, fungsi dan kontruksi. Sebagai ungkapan spiritual dari suatu
kelompok masyarakat, maka gaya arsitektur harus mempunyai jawaban
dari kebutuhan sosial masyarakat tersebut.
2.6.6 Tokoh Arsitek Neo Vernakular
a. Sir Edwin Landseer Lutyens
Menurut Zikri, 2016, Sir Edwin Landseer Lutyens lahir di London pada
tahun 1869 dan meninggal tujuh puluh lima tahun kemudian. Gaya
berarsitekturnya mengalami banyak perubahan dari “Art and Craft pada
abad 19, ke gaya lebih klasik pada awal 2000-an, lalu percampuran
36
antara gaya eropa dan Indian di 1920-an. Karya karya Sir Edwin
Landseer Lutyens antara lain adalah British Embassy di Washington,
the Vicecory’s House di New Delhi, Kastil Drogo di Devon, Gereja,
komplek perkantoran, monument , the Cenotaph di Whitehall dan masih
banyak lagi.
Gambar 2.32 : Sir Edwin Landseer Lutyens (sumber : search engine google.com
dengan kata kunci Sir Edwin Landseer Lutyens )
b. Aldo van Eyck
Menurut wikipedia, 2016, Aldo van Eyck lahir pada 16 maret 1918 dan
meninggal pada 14 januari 1999. Aldo van Eyck adalah seorang arsitek
dari Belanda yang paling berpengaruh pada pergerakan arsitektur
Strukturalism. Aldo van Eyck adalah anggota di CIAM dan di tahun
1954 adalah salah satu pendiri dari “Team 10”. Van Eyck belajar di
seluruh eropa dan amerika utara mengemukakan untuk menolak
Functionalism dan menyoroti kurangnya orisinalitas dalam kebanyakan
Post-war Modernism. Posisi Van Eyck sebagai co-editor pada forum
Dutch Magazine membantu mempublikasikan “Team 10” untuk
mengembalikan “humanism within Architectural design. Aldo van
Eyck menerima penghargaan RIBA Royal Gold Medal di tahun 1990.
Karya-karya Aldo van Eyck antara lain Housing for the Elderly di
Amsterdam, Amsterdam Orphanage, Primary School di
Noordoostpolder, Hubertus House di Amsterdam, ESA-ESTEC
restaurant and conference centre di Noordwijk.
37
Gambar 2.33 : Aldo van Eyck (sumber : search engine google.com dengan kata kunci
Aldo Van Eyck)
c. Joseph Esherick
Menurut wikipedia, 2016, Joseph Esherick adalah seorang arsitek dari
Amerika yang lahir pada 28 Desember 1914 di Philadelphia,
Pennsylvania. Joseph Esherick adalah lulusan dari University of
Pennsylvania pada tahun 1937, praktek kerja di San Francisco Bay Area
pada 1953 dan menjadi dosen di University of California selama
beberapa tahun. Joseph Esherick pernah menerima penghargaan AIA
Gold Medal pada tahun 1989. Mewarisi tradisi arsitektur the Bay Area
dari tokoh seperti Bernard Maybeck dan William Wurster, desain
Esherick untuk ratusan rumah selama karirnya memperhatikan regional
traditions, site requirements, dan user needs. Karya-karya Joseph
Esherick antara lain House at Kentwoodlands di California, Cary House,
Bermak house, Garfield School di San Francisco, Flora Lamson Hewlett
Library, Silver Lake Lodge di Utah, Hermitage Condominiums di San
Francisco, dan masih banyak lagi.
Gambar 2.34 : Joseph Esherick (sumber : search engine google.com dengan kata kunci
Joseph Esherick)
38
2.6.7 Contoh Bangunan Neo Vernakular
a. Kampus Institut Teknologi Bandung
Menurut wikipedia, Keunikan kampus ITB Ganesha dengan
bangunan-bangunan lamanya dan kerimbunan pepohonannya, tetap
dapat dinikmati hingga saat ini. Bangunan utama kampus pada masa
kolonial, yakni aula Barat dan aula Timur yang dirancang oleh Ir.
Henri MacLaine Pont merupakan sebuah eksperimen seni bangunan
dalam memadukan langgam arsitektur tradisional nusantara dengan
kemajuan teknik konstruksi modern. Meskipun di beberapa bagian
kampus telah terjadi penambahan dan pembuatan gedung-gedung
baru sebagai bagian dari upaya mengakomodasi kebutuhan baru
dalam kegiatan belajar mengajar. Walaupum dibangun dalam
bermacam gaya, ada beberapa konsep yang masih dipegang teguh
dalam pengembangan kampus ITB sesuai rancangan awal master
plan yang dibuat Ir. Henri Maclaine Pont – arsitek pertama kampus
ini yaitu :
1) Sumbu imajiner poros utara-selatan yang membagi dua kampus
dengan vista ke arah Gunung Tangkuban Perahu.
2) Selasar penghubung bangunan dengan jejeran kolom berbentuk
silinder.
3) Penggunaan batu alam pelapis dinding dan kolom selasar, serta
penutup atap dengan berbentuk “julang ngapak” pada gedung-
gedung yang dibangun di kawasan pelestarian.
4) Fleksibilitas penggunaan ruang/gedung tertentu.
Gambar 2.35 : Kampus ITB (sumber : search engine google.com dengan kata
Kampus ITB)
39
b. Bandara Internasional Soekarno Hatta
Berada di daerah sub urban kota Jakarta dengan kapasitas 9 juta
orang. Dirancang oleh Paul Andreu dari Prancis. Sebagian besar
berkonstruksi tiang dan balok (dari pipa baja) yang diekspose. Unit-
unit dalam terminal dihubungkan dengan selasar terbuka yang sangat
tropikal, sehingga pengunjungnya merasakan udara alami dan sinar
matahari. Unit ruang tunggu menggunakan arsitektur Joglo dalam
dimensi yang lebih besar, namun bentuk maupun sistem
konstruksinya tidak berbeda dari soko guru dan usuk, dudur, takir,
dan lain-lain dari elemen konstruksi Jawa. Penggunaan kayu yang
diterapkan pada kolom-kolom di ruang tunggu memberikan kesan
yang modern namun natural.
Gambar 2.36 : Bandara Internasional Soekarno Hatta (sumber : search engine
google.com dengan kata kunci Bandara Soekarno Hatta)
Pendekatan Pemikiran Rancangan :
Bandara Soekarno Hatta ini merupakan bangunan neo vernakular
yang dengan sangat jelas memperlihatkan konsep asli vernakularnya
seperti pada penggunaan bentuk-bentuk atap joglo dan atap pelana
yang banyak digunakan pada bangunan tradisional Indonesia.
penggunaan material modern yang berkesan natural pada kolom-
kolom bangunan ini dapat diterapkan pada bangunan bandara agar
terlihat kesan kedaerahan namun modern.
40
Selain itu penerapan konsep arsitektur setempat dalam penggunaan
tata ruang yang linear yang dipadu dengan teknologi modern cocok
diterapkan pada bandara, agar dapat terciptanya suatu bangunan
modern yang masih memiliki image daerah, seperti Ulee Gajah pada
sambungan balok-kolom yang saling menembus yang banyak
terdapat pada bangunan tradisional aceh.
c. Bandara Internasional Minangkabau
Gambar 2.37 : Bandara Internasional Minangkabau (sumber : search engine
google.com dengan kata kunci Bandara Minangkabau)
Bangunan ini terletak di provinsi Sumatra Barat yang merupakan
salah satu bangunan neo vernakular. Memiliki fungsi sebagai tempat
lepas landas, mendarat, dan pergerakan di darat pesawat udara,
dengan kapasitas mencapai 1,3 juta, dua kali lipat lebih dari yang
ditargetkan pad atahun 2010 yaitu 622.000 penumpang. Bandar udara
ini merupakan bandar udara pertama dan satu-satunya di dunia yang
memiliki nama suatu suku atau etnik dimana dinamakan sesuai
dengan etnik yang mendiami provinsi Sumatra Barat yaitu
Minangkabau. Bangunan ini sangat lekat sekali dengan budaya
minangkabau.
Bandara ini didesain dengan mengikuti konsep bangunan tradisional
minangkabau yang menggunakan atap gonjong atau bagonjong
dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk
kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai
puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti
41
dengan atap seng. Dengan mengambil bentuk vernakular yang jelas
sekali dipadukan dengan material yang modern menjadikan bandara
Internasional Minangkabau ini terlihat modern namun tetap memiliki
ciri khas daerah Minangkabau yang terletak pada atapnya.
Gambar 2.38 : Bandara Internasional Minangkabau (sumber : search engine
google.com dengan kata kunci Bandara Minangkabau)
Penerapan tema neo vernakular pada Bandara Internasional
Minangkabau ini mengambil konsep vernakular dari rumah
tradisional Padang dengan sangat jelas terdapat pada atap gonjong
atau bagonjong dengan bentuk puncak atapnya runcing yang
menyerupai tanduk kerbau.
d. Kantor Bupati Kabupaten Kampar
Kantor Bupati Kabupaten Kampar berada di kompleks kantor
pemerintah kabupaten Kampar di bukit Candika kota Bangkinang,
daerah ini merupakan kompleks terpadu kantor pemerintahan
kabupaten Kampar yang baru dimana sebelumnya kantor bupati
Kampar berada di jalan SM. Amin. Karena berada di jalan lintas
Sumatra, pemindahan kantor pemerintah ke tempat yang lebih luas
dan berada jauh dari aktivitas perdagangan serta jalan lintas,
pemindahan ini juga bisa memicu perkembangan kota Bangkinang
lebih besar lagi. Tidak terfokus di daerah yang lama saja sehingga
akan menyebabkan kesamarataan kota. Kompleks kantor pemerintah
secara langsung maupun tidak langsung meniru konsep kantor
42
pemerintah di negara malaysia yang semua kantor pemerintah
dibangun di dalam satu kompleks agar lebih mudah untuk segala
urusan.
Gambar 2.39 : Kantor Bupati Kampar (sumber : search engine google.com dengan
kata kunci Kantor Bupati Kampar)
Kantor Bupati Kabupaten Kampar ini berada di kompleks
Perkantoran Pemerintah Kabupaten Kampar. Di sekitar kantor
bupati ini juga terdapat beberapa kantor dinas, kantor DPRD
Kabupaten Kampar dan juga Gedung Olahraga. Kampar sebagai
kabupaten senior yang bukan kabupaten pemekaran cukup berani
juga menganggarkan pembangunan kantor baru.
Kantor baru bupati Kampar ini terlihat megah dengan arsitektur
lokal yang dipadukan dengan arsitektur modern. Di depan kantor
bupati ini juga dilengkapi sebuah kolam renang yang cukup besar.
Penerapan konsep arsitektur neo vernakular dari rumah tradisional
Kampar yang sangat jelas terlihat pada bentuk perabung
(bubungan) atapnya melentik mengarah langit.
43
Gambar 2.40 : Kantor Bupati Kampar (sumber : search engine google.com dengan
kata kunci Kantor Bupati Kampar)
2.7. Studi Kasus
2.7.1 Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Studi pada kampus ISI yogyakarta bertujuan untuk mengetahui gambaran
umum sebuah pendidikan musik, dalam hal ini fasilitas, bentuk dan
tampilan bangunan, pola tatanan masa serta perancangan ruang bangunan
seni musik.
a. Lokasi
Kampus ISI Yogyakarta berada di atas tanah seluas 18 hektar yang
berlokasi di sebelah selatan pusat kota Yoyakarta, tepatnya di Jl.
Parangtritis KM. 6 Sewon, Bantul. Di atas tanah tersebut berdiri
fasilitas umum, pendidikan dan fasilitas penunjang.
Gambar 2.41 : Lokasi kampus ISI (sumber : Google Earth)
44
b. Jurusan Seni Musik ISI Yogyakarta
1. Program Ruang Jurusan Seni Musik
Tabel 2.3 : Program Ruang Jurusan Seni Musik
No Ruang Besaran Ruang
1. Ruang Kuliah 4m x 7m
2. Ruang Studio 3m x 4m
3. Ruang Perkusi 3m x 4m
4. Ruang Gesek 3m x 4m
5. Ruang Praktek 3m x 4m
6. Ruang Piano 2m x 4m
7. Ruang Piano 2 5m x 5m
8. Ruang Dosen ±4m x 7m
9. R. Penyimpanan
Alat Musik
Orkestra
±3m x 7m
10. Auditorium ±20m x 10m
11. Mushola ±3m x 3m
12. Kantin ±2m x 3m
(sumber : data pribadi, 2016)
2. Denah Jurusan Seni Musik
Gambar 2.42 : Sketsa denah ruang jurusan seni musik lantai 1 (sumber
: data pribadi, 2016)
45
Gambar 2.43 : Sketsa denah ruang jurusan seni musik lantai 2 (sumber
: data pribadi, 2016)
Gambar 2.44 : Sketsa denah ruang jurusan seni musik lantai 3 (sumber
: data pribadi, 2016)
Gambar 2.45 : Sketsa denah ruang jurusan seni musik lantai 4 (sumber
: data pribadi, 2016)
46
3. Organisasi Ruang
Main Entrance
Mushola
Ruang Studio Ruang Kuliah Auditorium Ruang Penyimpanan Alat
Musik
R. Piano R. Piano 2 Ruang Dosen
Kantin
R Perkusi Ruang Gesek
Ruang Praktek
4. Hasil Studi Banding di Jurusan Seni Musik Institut Seni
Indonesia Yogyakarta
Dari hasil studi banding ke Institut Seni Indonesia Yogyakarta,
penulis memperoleh data-data tentang kebutuhan ruang dan
besaran ruang yang ada pada gedung jurusan seni musik Institut
Seni Indonesia Yogyakarta. Berikut adalah hasil studi banding
yang dilakukan oleh penulis :
(a) Auditorium
Auditorium jurusan seni musik ini lebih berfungsi sebagai
tempat pertunjukan bagi mahasiswa jurusan seni musik sendiri,
karena jurusan seni musik tidak memiliki concert hall sendiri.
Concert Hall hanya disediakan untuk skala Institut Seni
Indonesia. auditorium jurusan seni musik ini berukuran ±20m
x 10m, tidak terlalu besar namun cukup untuk mementaskan
47
suatu pertunjukan musik skala lokal jurusan seni musik.
Kondisi auditorium bisa dilihat pada gambar 2.46.
Gambar 2.46 : Auditorium (sumber : data pribadi, 2016)
(b) Ruang Kelas
Ruang kelas pada jurusan seni musik ini berukuran 4m x 7m
yang bisa menampung sekitar 40 mahasiswa. Seperti ruang
kelas pada umumnya, di ruang kelas jurusan seni musik ini
memiliki fasilitas papan tulis sebagai media mengajar dan juga
terdapat piano di setiap ruang kelasnya. Dipilih piano sebagai
alat musik yang wajib ada dalam setiap kelas karena piano
dianggap sebagai alat musik yang general.
Gambar 2.47 : Ruang Kelas (sumber : data pribadi, 2016)
(c) Ruang Dosen
Ruang dosen pada jurusan seni musik terlihat seperti ruang
dosen pada umumnya, hanya terdapat meja dan kursi sebagai
elemen pada ruang. Kondisi ruang dosen dapat dilihat pada
gambar 2.48.
48
Gambar 2.48 : Ruang Dosen (sumber : data pribadi, 2016)
(d) Ruang Studio
Tidak seperti studio musik yang biasanya memakai peredam
suara dan tertutup, ruang studio di jurusan seni musik Institut
Seni Indonesia terkesan seperti ruang kelas biasa,
perbedaannya hanya terdapat seperangkat alat musik di
dalamnya yang memang diperuntukkan sebagai media
mahasiswa untuk berlatih dan belajar.
Gambar 2.49 : Ruang Studio (sumber : data pribadi, 2016)
(e) Ruang Praktek
Ruang praktek ini difungsikan sebagai tempat praktek yang
sifatnya personal, jadi ruang ini hanya khusus bagi mahasiswa
yang ingin praktek bermain alat musik secara personal
didampingi oleh dosen. Karena bersifat personal, ruang
praktek ini berdimensi tidak terlalu besar, hanya sekitar 3m x
4m. Pada dinding ruang praktek ini dilapisi gypsum dengan
aksen lubang-lubang yang difungsikan untuk meredam suara,
tetapi tidak terlalu efektif dikarenakan ruang masih tergolong
49
terbuka. Untuk lebih jelas ruang praktek dapat dilihat pada
gambar 2.50.
Gambar 2.50 : Ruang Praktek (sumber : data pribadi, 2016)
(f) Ruang Perkusi
Ruang Perkusi mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai ruang
praktek untuk alat musik perkusi. Sama seperti ruang praktek,
dinding pada ruang perkusi juga dilapisi gypsum dengan akses
lubang yang berfungsi sebagai peredam suara. Dimensi ruang
perkusi ini adalah 3m x 4m.
Gambar 2.51 : Ruang Perkusi (sumber : data pribadi, 2016)
(g) Ruang Gesek
Ruang gesek juga merupakan ruang khusus yang berfungsi
sebagai ruang praktek alat musik gesek. Dimensi ruang gesek
tidak sebesar ruang perkusi karena kebanyakan alat musik
gesek berdimensi kecil tidak sebesar alat musik perkusi. Untuk
lebih jelas dapat diliat pada gambar 2.52.
50
Gambar 2.52 : Ruang Gesek (sumber : data pribadi, 2016)
(h) Ruang Piano
Ruang piano merupakan ruang khusus juga seperti ruang
perkusi dan ruang gesek. Tetapi ruang piano sendiri terbagi
menjadi 2, yaitu ruang piano bagi mahasiswa yang mengambil
konsentrasi alat musik piano dan ruang piano bagi mahasiswa
yang tidak mengambil konsentrasi alat musik piano. dibagi
menjadi 2 ruang karena pada jurusan seni musik di Institut
Seni Indonesia ini mewajibkan bagi seluruh mahasiswa untuk
bisa memainkan lat musik piano. jadi bagi mahasiswa yang
tidak mengambil konsentrasi alat musik piano tetap
diwajibkan untuk belajar memainkan piano. dimensi ruang
piano bagi mahasiswa yang berkontrasi pada alat musik piano
lebih besar daripada ruang piano untuk mahasiswa diluar
konsentrasi alat musik piano.
Gambar 2.53 : Ruang Piano (sumber : data pribadi, 2016)
(i) Ruang Penyimpanan Alat Musik Orkestra
Ruang penyimpanan alat musik orkestra ini berada di samping
auditorium. Ruang ini memang khusus untuk menyimpan alat
51
alat musik orkestra. Namun keadaannya bisa dibilang tidak
standart karena alat alat musik orkestra hanya ditempatkan
pada lemari yang seadanya, padahal seharusnya alat- alat
tersebut disimpan pada tempat khusus dengan pengatur suhu
untuk memastikan kondisi alat alat musik tetap terjaga
kualitasnya.
Gambar 2.54 : Ruang Penyimpanan Alat Orkestra (sumber : data pribadi,
2016)
2.7.2 Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta
Pusat kebudayaan merupakan representasi keberadaan seniman di suatu
kota. Di Yogyakarta, terdapat pusat kebudayaan yang bernama Taman
Budaya Yogyakarta. Berlokasi tidak jauh dari pasar Beringharjo, tepatnya
di jalan Sriwedani, Taman Budaya Yogyakarta selalu diramaikan oleh
berbagai kegiatan para seniman Yogyakarta.
Berdasarkan sejarahnya, Taman Budaya Yogyakarta pertama kali
dibangun di sekitar kawasan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur pada
11 maret 1977. Kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono
IX yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
Saat itu, Taman Budaya Yogyakarta masih menggunakan nama Purna
Budaya. Dahulu tempat ini didedikasikan untuk membina, memelihara,
dan mengembangkan kebudayaan, serta sebagai pusat kesenian masyarakat
Yogyakarta.
Pada tahun 2002 Taman budaya Yogyakarta memasuki babak baru.
Berdasarkan kesepakatan beberapa pihak terkait, akhirnya Taman Budaya
52
Yogyakarta dibangun lagi di sekitar kawasan Benteng Vredeburg. Saat
itulah Taman Budaya Yogyakarta memperkaya visi dan misinya sebagai
kantung kebudayaan dan menjadi salah satu laboratorium seni di
Indonesia.
Taman Budaya Yogyakarta memiliki dua bangunan utama, Concert Hall
Taman Budaya dan Societet Miltair. Gedung Societet Militair yang
bergaya Belanda biasa difungsikan sebagai tempat diskusi sastra,
penyelenggaraan pameran, dan pelatihan. Sedangkan gedung Concert Hall
khusus digunakan untuk keperluan pementasan teater, tari, musik, dan
pertunjukan seni lainnya.
Gambar 2.55 : Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta
Concert Hall pada Taman Budaya Yogyakarta mampu menampung sekitar
500 penonton. Concert Hall ini memiliki fasilitas pendukung yang cukup
lengkap seperti ruang operator, back stage dan juga sistem utilitas untuk
keperluan pertunjukan. Untuk menunjang akustik, dinding pada Concert
Hall Taman budaya Yogyakarta dilapisi papan kayu dengan pemasangan
selang seling menonjol dan tenggelam.
Gambar 2.56 : Dinding concert hall dilapisi papan kayu (sumber : data pribadi, 2016)
53
Gambar 2.57 : sistem utilitas penunjang pertunjukan di Concert Hall TBY (sumber : data
pribadi, 2016)
Selain Concert Hall, di lantai pertama terdapat satu ruang yang cukup luas
berfungsi sebagai ruang pameran. Ruang ini biasa digunakan sebagai
tempat para seniman memamerkan karya-karyanya. Banyak acara-acara
pameran yang sering diadakan pada Taman Budaya Yogyakarta ini, baik
skala regional Yogyakarta maupun skala Nasional.
Gambar 2.58 : Ruang Pameran di Taman Budaya Yogyakarta. (sumber : data pribadi,
2016)
2.7.3 Senzoku Gakuen College of Music, Jepang
Senzoku Gakuen College of Music di Kanagawa, Jepang. Menurut
Khoirunisa, 2016, Senzoku Gakuen College of Music merupakan sekolah
musik yang berdiri sejak tahun 1924 yang menempati area tanah seluas
65.744 m2 dan luas bangunan 5.084 m2 yang baru saja mengalami renovasi
perluasan area dengan bentuk bangunan yang unik. Disamping gedung
vertikal geometris, bersanding sebuah bangunan berbentuk seperti
gelembung dengan warna silver. Bangunan gelembung yang dilapisi oleh
54
7.800 panel stainless steel ini merupakan buah karya dari desainer
Kunihide Oshinomi. Senzoku Gakuen College of Music ini di desain
dengan teknologi kontemporer.
Gambar 2.59 : Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa, 2016)
Gambar 2.60 : Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa, 2016)
Bangunan silver mountain yang berbentuk menyerupai kubah ini memiliki
kerangka yang kuat dan menjadi ciri khas yang mengagumkan dari
kampus Senzoku Gakuen. Dengan struktur 3 lantai, bangunan ini berfungsi
sebagai ruang latihan studio utama. Bangunannya ditopang dengan
struktur beton bertulang di kombinasikan dengan batang stainless steel dan
bentuk cetakan mesh. Ukuran plat stainless steel eksterior sekitar 600mm x
400mm untuk membungkus lapisan luar bangunan. Kemudian, permukaan
kurva yang kompleks tersebut dipasangkan pelat satu per satu untuk
menutup lapisan luar.
55
Gambar 2.61 : Denah Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa, 2016)
Gambar 2.62 : Sekuen Interior Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa,
2016)
56
Gambar 2.63 : Sekuen Interior Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa,
2016)
Di sisi lain gedung vertikal berwarna merah yang disebut juga Red Cliff,
berbentuk persegi panjang adalah kantor sekolah. Di gedung ini juga
terdapat lounge fakultas dan ruang duduk untuk para siswa. Dengan pola
geometris acak, fasadnya dikelilingi oleh gabungan tiga skema warna
merah.
Selain kedua gedung tersebut, ada juga bangunan ketiga yang bentuknya
begitu kecil di area sekolah. Diberi nama Cloud, penampungan cahaya
yang terbuat dari material kaca ini terletak di sisi untuk pejalan kaki utama
kampus. Secara visual Cloud menghubungkan kedua gedung sebelum anda
masuk ke pintu masuk.
Gambar 2.64 : Potongan Senzoku Gakuen College of Music (sumber : Khoirunisa, 2016)
57
Bagian interior, Senzoku Gakuen College of Music masih menampilkan
desain yang memukau. Untuk bangunan silver mountain, foyernya
didesain dramatis bagaikan masuk ke dalam goa.
Di ruang latihan, dindingnya didesain bergelombang untuk menghindari
gema suara. Sementara untuk gedung Red Cliff, interiornya diisi oleh
furnitur berbentuk persegi.
2.7.4 House of Music, Aalborg
House of Music, menurut Architectaria.com, gedung pertunjukan sekaligus
sekolah musik yang berada di kota Aalborg, Denmark ini adalah karya dari
Coop Himmelb(I)au sebuah perusahaan arsitektur dari Austria. Tempat ini
diklaim sebagai salah satu tempat yang paling tenang dan cocok untuk
perhelatan pertunjukan musik simfoni di eropa.tempat ini dibuka dan
diresmikan tanggal 29 maret 2014 oleh Ratu Denmark Margrethe II. Pada
acara pembukaan ini, diselenggarakan pergelaran seni selama 13 hari
berturut-turut, mulai dari konser, pertunjukan seni, film, dan atraksi
kembang api.
Gambar 2.65 : House of Music (sumber : Architectaria.com)
bangunan ini terletak di tepi Limfjord ( aliran air yang menjadi batas kota )
dan dirancang oleh Coop Himmelb(I)au sebagai pusat budaya. Di
bangunan ini terdapat venue untuk konser musik dengan kapasitas
penonton mencapai 1300 orang.
Para arsitek yang terlibat dalam pembangunan proyek ini bekerja sama
dengan konsultan akustik untuk mengembangkan sebuah auditorium yang
besar, sehingga bisa menyajikan pertunjukan akustik yang megah.
58
Bangunan ini didominasi volume yang berbentuk U, dimana di dalamnya
terdapat ruang kelas dan area latihan sebelum mengadakan konser.
Gambar 2.66 : House of Music (sumber : Architectaria.com)
Desainer utama, Wolf D. Prix mengatakan bahwa konsep gedung ini
sangat jelas terlihat dari bentuk luarnya, dimana sebuah sekolah musik
menyatu dengan gedung pertunjukan. Dilihat dari sisi eksternal, bagian
fasadnya memiliki karakter volume boxy, kanopi dengan atap yang
bergelombang, jendela sirkuler, dan kisi-kisi pada dindingnya yang
berperan sebagai glazing, menciptakan efek mengkilat yang menambah
kesan eksklusif bangunan ini. Menurut Prix, desain ini dimaksudkan untuk
mengkombinasikan karakter musik dan arsitektur, sehingga merangsang
kreatifitas siswa untuk terus berkarya.
a. Bagian Bangunan
1. Atrium
Pengunjung yang ingin memasuki bangunan ini harus melewwati
sebuah atrium yang tingginya hampir 5 lantai dengan menapaki
sebuah tangga yang berkelok-kelok hingga ke bagian pusatnya.
Tangga ini menjadi akses bagi pengunjung yang ingin berpindah dari
satu lantai ke lantai yang lain.
59
Gambar 2.67 : Atrium House of Music (sumber : Architectaria.com)
Jendela jendela yang terpasang di dalam interior menawarkan
pemandangan auditorium secara sekilas yang bisa diamati dari ruang
di sekitarnya. Ada juga tiga ruang pertunjukan yang berukuran lebih
kecil dari auditorium dan terletak di bawah serambi.
Pipa-pipa berisi air disalurkan melalui papan pada lantai yang
berfungsi sebagai penghangat ruangan di musim dingin sekaligus
sebagai pendingin ruangan di musim panas. Suhu dan aliran air akan
dikendalikan oleh sistem manajemen bangunan.
2. Concert Hall
Bentuk auditorium yang bergelombang dan sedikit melengkung
terlihat sangat kontras dengan fasad bangunan, yang memiliki karakter
yang sedikit kaku dan tegas. Penataan kursi orkestra pada balkon
disusun sedemikian rupa guna menampilkan performa akustik yang
terbaik. Konsep akustik yang sangat kompleks ini dikembangkan
bekerjasama dengan Tateo Nakajima di Arup.
Gambar 2.68 : Concert Hall House of Music (sumber : Architectaria.com)
60
Struktur desain amorf plester pada dinding dan langit-langitnya dibuat
berdasarkan perhitungan yang tepat oleh ahli dalam bidang akustik
guna memastikan pengunjung bisa menikmati alunan musik dengan
optimal. Concert Hall pada House of Music menjadi salah satu tempat
yang paling tenang dan tempat untuk penyelenggaraan musik simfoni
di eropa dengan penurunan tingkat kebisingan hingga mencapai level
terendah. Berkat kualitas arsitektur yang dipandu dengan teknik
akustik yang baik, tak heran banyak konser-konser besar sudah
mengantri untuk diselenggarakan di balai ini.
3. Serambi
Serambi berfungsi sebagai tempat pertemuan bagi siswa, seniman,
guru, dan pangunjung. Di sini mereka akan disuguhkan pemandangan
bangunan setinggi 5 lantai, balkon, jendela berukuran raksasa, serta
pemandangan Fjord. Dengan konsep seperti ini, tak heran bangunan
ini dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan.
b. Konsep efisiensi energi House of Music
House of Music ini menggunakan konsep efisiensi energi. Seperti
yang sudah disebutkan di atas, bangunan ini tidak menggunakan fan (
kipas angin ) untuk menjaga sirkulasi udara, melainkan dengan
menggunakan pipa-pipa berisi air yang dikontrol suhunya. Dinding
yang terbuat dari beton disekitar concert hall bertindak sebagai
mekanisme penyimpanan tambahan untuk energi termal. Fjord di sini
juga difungsikan sebagai pendingin alami yang tentunya tidak
membutuhkan biaya perawatan.
Gambar 2.69 : Tampak House of Music (sumber : Architectaria.com)
61
Pipa dan ventilasi udara dilengkapi dengan heat exchangers yang
berputar secara otomatis. Sistem ventilasi udara dengan hembusan
angin berintensitas rendah terpasang di bawah kursi di ruang konser.
Udara diekstrak melalui langit-langit di atas sistem pencahayaan
sehingga panas yang dihasilkan tidak akan menaikkan suhu udara di
ruangan ini. Bangunan ini juga dilengkapi dengan sistem manajemen
yang terkontrol guna memastikan tidak ada sistem atau perangkat
yang menyala saat tidak dibutuhkan. Dengan demikian, konsumsi
energi bisa dikurangi.
BAB III TINJAUAN
LOKASI
3.1 Tinjauan Kota Bandung
3.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah
Kota Bandung terletak pada posisi 107º36’ Bujur Timur dan 6º55’
Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Ha.
Perhitungan luasan ini didasarkan pada Peraturan Daerah Kota
Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kota Daerah Tingkat II Bandung sebagai
tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987
tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Daerah Tingkat II Bandung
dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Secara administratif, Kota Bandung berbatasan dengan beberapa
daerah kabupaten/kota lainnya, yaitu:
1. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Bandung Barat;
2. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan
Kota Cimahi;
3. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung; dan
4. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
Gambar 3.1 : Peta Bandung (sumber : search engine google.com
dengan kata kunci Peta Kota Bandung)
62
63
Secara morfologi regional, Kota Bandung terletak di bagian tengah
“Cekungan Bandung”, yang mempunyai dimensi luas 233.000 Ha.
Secara administratif, cekungan ini terletak di lima daerah
administrasi kabupaten/kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan 5
Kecamatan yang termasuk Kabupaten Sumedang.
3.1.2 Kondisi Topografi
Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m di atas permukaan
laut (dpl). Titik tertinggi berada di daerah utara dengan ketinggian
1.050 m dpl, dan titik terendah berada di sebelah selatan dengan
ketinggian 675 m dpl. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan
permukaan tanahnya relatif datar, sedangkan di wilayah kota
bagian utara permukaannya berbukit-bukit. Wilayahnya yang
dikelilingi oleh pegunungan membentuk Kota Bandung menjadi
semacam cekungan (Bandung Basin).
3.1.3 Kondisi Geologi
Keadaan geologis di Kota Bandung dan sekitarnya terdiri atas
lapisan aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis
material di wilayah bagian utara umumnya jenis tanah andosol,
sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas jenis aluvial
kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat
tersebar jenis tanah andosol. Secara geologis Kota Bandung berada
di Cekungan Bandung yang dikelilingi oleh Gunung Berapi yang
masih aktif dan berada di antara tiga daerah sumber gempa bumi
yang saling melingkup, yaitu (i) sumber gempa bumi Sukabumi-
Padalarang-Bandung, (ii) sumber gempa bumi BogorPuncak-
Cianjur, serta (iii) sumber gempa bumi Garut-Tasikmalaya-
Ciamis. Daerah-daerah ini aktif di sepanjang sesar-sesar yang ada,
sehingga menimbulkan gempa tektonik yang sewaktu-waktu dapat
terjadi. Selain itu Kota Bandung yang berpenduduk banyak dan
64
padat serta kerapatan bangunan yang tinggi juga berisiko tinggi
pada berbagai bencana.
3.1.4 Kondisi Klimatologi
Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di
sekitarnya. Namun pada beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan suhu, serta musim hujan yang lebih lama dari
biasanya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, musim hujan
dirasakan lebih lama terjadi di Kota Bandung. Secara alamiah,
Kota Bandung tergolong daerah yang cukup sejuk. Selama tahun
2014 tercatat suhu rata rata tertinggi di kota Bandung mencapai
24,70º C yang terjadi di bulan Oktober. Suhu rata rata terendah di
Kota Bandung pada tahun 2014 adalah 22,50º C yaitu pada bulan
Januari. Kondisi temperatur rata - rata Kota Bandung pada tahun
2014 dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 3.1 : Temperatur rata-rata kota Bandung
Bulan Temperatur (ºC)
max min Rata-rata
Januari 27 20.20 22.50
Februari 27.80 20.20 22.90
Maret 29 20 23.30
April 29.60 20.40 23.70
Mei 29.40 20 23.50
Juni 28.90 19.90 23.50
Juli 28.70 19.30 23
Agustus 29 18.80 23.10
September 30.60 18.30 23.70
Oktober 30.90 19.50 24.20
November 29.60 19.90 23.60
Desember 29.10 20.70 23.70
65
Tahunan 29.10 19.80 23.40
(sumber : BPS kota Bandung)
Curah hujan tertinggi di kota Bandung pada tahun 2014 terjadi di
bulan Maretyaitu sebesar 418,70 mm. Sementara curah hujan
terendah terjadi di bulan September sebesar 0,60 mm. Temperatur
ini dipengaruhi oleh ketinggian dari permukaan laut, lingkungan
pegunungan atau cekungan dan berbagai danau besar yang terletak
di sekitarnya. Namun pengukuran kualitas udara ambien (SO2, CO,
NOx, O3, HC, Pb, dan debu) di beberapa tempat menunjukkan
masih terdapat parameter yang mendekati dan bahkan melebihi
Baku Mutu (BM).
Semakin sedikitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta
meningkatnya pencemaran udara karena aktivitas penduduk
berkontribusi dalam meningkatkan iklim mikro di Kota Bandung.
Aktivitas pencemar yang tergolong besar adalah dari pertumbuhan
jumlah kendaraan. Selain pertumbuhan jumlah kendaraan,
keberadaan jalan Tol Cipularang turut meningkatkan jumlah
kendaraan menuju Kota Bandung. Hasil penelitian Departemen
Teknik Lingkungan ITB, menunjukkan bahwa keberadaan tol
Cipularang telah berimplikasi terhadap kualitas udara di Kota
Bandung. Di titik masuk Kota Bandung seperti gerbang tol Pasteur
dan jembatan Cikapayang, kandungan CO rata-rata pada hari
66
Jumat dan Sabtu meningkat sekitar 38% (di hari normal sekitar
1.800 kg/hari menjadi 2.500 kg/hari pada Jumat dan Sabtu),
sedangkan NOx meningkat 59% dan HC meningkat 50%.
Meningkatnya pencemaran udara di Kota Bandung juga
dipengaruhi oleh tidak terawatnya mesin kendaraan. Data BPLH
Kota Bandung menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji emisi gas
buang kendaraan bermotor, lebih dari 60% kendaraan berbahan
bakar solar tidak memenuhi baku mutu emisi, sementara untuk
yang berbahan bakar bensin berfluktuasi dari sekitar 10% hingga
52%.
3.1.5 Kondisi Penduduk
Kota Bandung menurut data Badan Statistik pada tahun 2014
memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.470.802 jiwa dengan
komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.248.478 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 1.222.324 jiwa.
3.1.6 Kondisi Pendidikan
Manusia yang berkualitas, bermutu serta mampu bersaing dalam
menghadapi jaman merupakan hasil dari proses pendidikan baik
pendidikan formal maupun informalnya berkualitas. Penduduk
yang bermutu akan mampu berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
pembangunan. Berikut adalah data penduduk 10 tahun ke atas
menurut jenis kelamin dan ijazah tertinggi yang dimiliki di kota
Bandung tahun 2014 :
67
Tabel 3.2 : Penduduk 10 tahun ke atas menurut jiazah tertinggi yang dimiliki di
kota Bandung tahun 2014
2014
Ijazah Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki (Jiwa) Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan
Tidak punya ijazah 103252 105380 208632
Tamat SD / MI / Sederajat 188602 243545 432147
Tamat SLTP / MTs / Sederajat 202389 214994 417383
Tamat SMU / MA / Sederajat 289184 238799 527983
Tamat SMKt/ Sederajat 93629 58308 151937
Perguruan Tinggi 163427 162438 325865
Total 1040483 1023464 2063947
(sumber : BPS kota Bandung)
3.1.7 Kondisi Pariwisata
Perbaikan infrastruktur dan fasilitas umum bagi masyarakat kota
Bandung ternyata juga telah meningkatkan daya tarik kota
Bandung bagi wisatawan untuk datang berkunjung ke kota
Bandung. Sejak tahun 2012 tren jumlah wisatawan yang datang ke
kota Bandung menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2012
wisatawan yang datang mencapai 3.354.857 orang dan meningkat
10,92 persen menjadi 3.726.447 orang pada tahun 2013. Kemudian
pada tahun 2014 mengalami peningkatan cukup drastis sebesar
49,01 persen sehingga total wisatawan yang datang mencapai
5.627.421 orang. Selain tempat hiburan yang menjadi tujuan
wisata, seperti Trans Studio Bandung dan kebun binatang
Bandung, juga menjadi tujuan wisata adalah lokasi kuliner dan
belanja yang tersebar di berbagai sudut kota Bandung.
68
Gambar 3.2 : jumlah wisatawan yang datang ke kota Bandung tahun 2010 –
2014 (sumber : Data statistik daerah kota Bandung)
3.1.8 Musik dan Komunitas di Bandung
Di Bandung, hampir semua kategori wisata terdapat disini, hanya
pantai saja yang tidak ada. Mungkin harus ke Pangandaran atau
Pelabuhan Ratu untuk objek pantai yang paling dekat. Selain itu,
hampir semua jenis wisata bisa dilakukan di Bandung, termasuk
Desa Wisata Urban, Creative Tourism, Youth Tourism dan Music
Tourism.
Apabila kita focus kepada Music tourism hal ini juga berkaitan
dengan Special Interest Tourism yang sangat spesifik. Music
tourism di Bandung berbicara mengenai seni pertunjukan, produk
yang berupa karya seni music, sastra, gambar (grafis maupun
manual) dan yang paling penting adalah manusia sebagai
penggerak ide atau bias disebut dengan komunitas di dalamnya.
Untuk komunitas di Bandung, yang paling vital adalah komunitas
music Ujungberung. Mereka layak disebut sebagai salah satu
penggerak wisata di Bandung. Mereka secara militant bergerak
melalui kegiatan seni, contoh yang paling mudah adalah membuat
acara musik berskala kota, tetapi mampu menarik pengunjung dari
berbagai daerah di Indonesia, dari luar Pulau Jawa bahkan
69
beberapa dating dari negara tetangga. Pertunjukan music berskala
kota rutin setiap tahun dan diadakan tidak dengan satu kali
penyelengaraan saja. Dalam satu tahun bahkan terdapat beberapa
agenda event music besar, contohnya : Bandung Berisik, Bandung
Deathfest, Cimahi Bergetar, Hellprint Festival, dan yang paling
baru adalah Mari Berdanska. Beberapa acara yang disebutkan tadi
adalah sebagian dari event besar penyelenggaraan musik dari
kategori music indie di Bandung, belum ditambah dengan puluhan
event music berskala kecil (gigs). Untuk acara pertunjukan music
berskala besar biasanya mampu mendatangkan penonton diatas
10.000 orang. Hal tersebut tercatat hanya dari genre
Rock/Metal/Punk dan Ska/Reggae saja, belum termasuk genre
musik lain seperti pop, seni musik tradisional, dan yang lainnya.
Hingga saat ini di Kota Bandung terdapat lebih dari 400-an
kelompok bermusik dan masih terus bermunculan kelompok baru.
Khusus untuk perkembangan komunitas musik di Ujungberung
pada tahun 2007 sedikitnya terdapat 165 band yang khusus
beraliran Deathmetal, belum termasuk band yang beraliran lain.
Secara umum penikmat musik independen tersebut diperkirakan
mencapai 40.000 dan 20.000 diantaranya terlibat aktif dalam
komunitas musik Ujungberung yang sudah menyebar di pelosok
kota Bandung. Khusus untuk musik tradisional, tempat yang paling
terkenal di Bandung adalah Saung Angklung Ujo. Di Saung
Angklung Ujo, pengunjung tidak hanya menonton pertunjukan,
tetapi terlibat langsung dengan bermain angklung, melihat
pembuatan angklung, belajar memainkan peralatan musik arumba
dan sebagainya. Selain Saung Angklung Ujo, ada juga komunitas
Karinding Sagala Awi. Komunitas ini adalah sebuah wadah atau
jembatan bagi grup anak bangsa yang kreatif dalam pelestarian
seni budaya sunda khususnya alat musik buhun sunda yang
terancam punah keberadaannya. Komunitas yang berjumlah 5610
70
orang ini sudah seringtampil mentas di berbagai event seperti
pentas di Car Free Day, Konferensi Asia Afrika, dan masih banyak
lagi.
Tabel 3.3 : Sekolah Musik di Bandung
No. Nama Sekolah Alamat
1.
Sekolah Tinggi Musik
Bandung
Jl. Lamping No.16 Cipaganti,
Bandung
2.
Purwacaraka Music Studio
Jl. Sriwijaya No.44 BKR,
Bandung
3.
Sinfonia Music School
Jl. Lembah Sarimadu Barat
No.7 Sarijadi, Bandung
4. Sakura Music Jl. Cihampelas No.19
5. Braga Music Jl. Purnawatman No.9
6. Georama Music
Jl. Sukawangi No.7
7. Irama Musik Jl. R.E Martadinata No.75
8.
Irama Majesty
Jl. Lemahnendeut
2/Suryasumentri No.97 Majesty,
Bandung.
9. Yamaha Music School Jl. Purnawarman
(Sumber : Haryanto, 2014)
3.1.9 Kriteria Pemilihan Site
Untuk menentukan site yang akan dijadikan lahan bangunan
sekolah musik tradisional daerah Indonesia perlu diperhatikan
kriteria-kriteria yang diperlukan, antara lain sebagai berikut:
a. Site berada di daerah yang berdekatan dengan area pendidikan,
fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran, dan
71
permukiman penduduk dengan sarana dan prasarana yang baik
dan memadahi.
b. Pencapaian menuju site harus mudah dan baik.
c. Luas site harus mampu menampung semua aktivitas yang ada
di Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia.
d. Kondisi Fisik lokasi yang harus mendukung perencanaan dan
perancangan bangunan serta mendukung kegiatan yang ada di
Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia.
e. Memiliki jaringan infrastruktur yang memadahi.
f. Site memiliki tingkat kebisingan yang tidak terlalu tinggi.
g. Site memiliki keamanan lingkungan.
3.1.10 Peruntukan Lahan
a. Zona Sarana Pelayanan Umum
Zona sarana pelayanan umum meliputi :
1. Sub Zona SPU Pendidikan
2. Sub Zona SPU Kesehatan
3. Sub Zona SPU Peribadatan
4. Sub Zona SPU Olahraga
5. Sub Zona SPU Transportasi
6. Sub Zona Sosial Budaya
Berdasarkan zonasi pada peraturan pemerintah kota Bandung
tentang rencana detail tata dan peraturan zonasi kota Bandung
tahun 2015, Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia yang
akan didesain oleh penulis termasuk dalam zona sarana
pelayanan umum yang termasuk ke dalam sarana pelayanan
umum pendidikan.
b. Sub Wilayah Kota
Berdasarkan hasil survei di kota Bandung telah didapatkan tiga
alternatif lahan yang salah satunya akan dijadikan site utama
untuk Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia berdasarkan
hasil penilaian. Tiga alternatif lahan tersebut masing masing
72
berada pada Sub Wilayah Kota Bojonagara, Tegalega, dan
Karees. Berikut adalah sub zona sarana pelayanan umum
pendidikan pada masing masing Sub wilayah Kota yang akan
menjadi site utama Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia
:
1) SWK Bojonagara
Sub zona sarana pelayanan umum pendidikan pada SWK
Bojonagara seluas kurang lebih 99,32 hektar dengan sebaran
yaitu :
1) Blok Kebon Jeruk Kecamatan Andir;
2) Blok Ciroyom Kecamatan Andir;
3) Blok Dunguscariang Kecamatan Andir;
4) Blok Arjuna Kecamatan Cicendo;
5) Blok Garuda Kecamatan Andir;
6) Blok Maleber Kecamatan Andir;
7) Blok Pasirkaliki Kecamatan Cicendo;
8) Blok Pamoyanan Kecamatan Cicendo;
9) Blok Sukabungah Kecamatan Sukajadi;
10) Blok Pajajaran Kecamatan Cicendo;
11) Blok Cempaka Kecamatan Andir;
12) Blok Husein Sastranegara Kecamatan Cicendo;
13) Blok Sukaraja Kecamatan Cicendo;
14) Blok Sukawarna Kecamatan Sukajadi;
15) Blok Pasteur Kecamatan Sukajadi;
16) Blok Cipedes Kecamatan Sukajadi;
17) Blok Sukagalih Kecamatan Sukajadi;
18) Blok Sukarasa Kecamatan Sukasari;
19) Blok Sarijadi Kecamatan Sukasari;
20) Blok Gegerkalong Kecamatan Sukasari; dan
21) Blok Isola Kecamatan Sukasari.
73
Lahan alternatif pertama untuk SWK Bojonagara berada di
Blok Pajajaran kecamatan Cicendo (poin ke 10)
2) SWK Tegalega
Sub zona pelayanan umum pendidikan pada SWK Tegalega
seluas kurang lebih 16,98 hektar dengan sebaran yaitu :
1) Blok Babakan Kecamatan Babakan Ciparay;
2) Blok Babakan Ciparay Kecamatan Babakan Ciparay;
3) Blok Babakan Tarogong Kecamatan Bojongloa Kaler;
4) Blok Caringan Kecamatan Bandung Kulon;
5) Blok Cibadak Kecamatan Astana Anyar;
6) Blok Cibaduyut Kidul Kecamatan Bojongloa Kidul;
7) Blok Cibaduyut Wetan Kecamatan Bojongloa Kidul;
8) Blok Cibuntu Kecamatan Bandung Kulon;
9) Blok Cigondewah Kaler Kecamatan Bandung Kulon;
10) Blok Cigondewah Kidul Kecamatan Bandung Kulon;
11) Blok Cigondewah Rahayu Kecamatan Bandung Kulon;
12) Blok Cijerah Kecamatan Bandung Kulon;
13) Blok Cirangrang Kecamatan Babakan Ciparay;
14) Blok Gempolsari Kecamatan Bandung Kulon;
15) Blok Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler;
16) Blok Karanganyar Kecamatan Astana Anyar;
17) Blok Kebonlega Kecamatan Bojongloa Kidul;
18) Blok Kopo Kecamatan Bojongloa Kaler;
19) Blok Margahayu Utara Kecamatan Babakan Ciparay;
20) Blok Margasuka Kecamatan Babakan Ciparay;
21) Blok Mekarwangi Kecamatan Bojongloa Kidul;
22) Blok Nyengseret Kecamatan Astana Anyar;
23) Blok Panjunan Kecamatan Astana Anyar;
24) Blok Pelindung Hewan Kecamatan Astana Anyar;
25) Blok Situ Saeur Kecamatan Bojongloa Kidul;
26) Blok Sukaasih Kecamatan Bojongloa Kaler;
27) Blok Sukahaji Kecamatan Babakan Ciparay;
28) Blok Warungmuncang Kecamatan Bandung Kulon;
74
29) Blok Cibaduyut Wetan Kecamatan Bojongloa Kidul;
30) Blok Sukahaji Kecamatan Babakan Ciparay; dan
31) Blok Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler.
Lahan alternatif kedua untuk SWK Tegalega berada di Blok
Cibadak Kecamatan Astana Anyar (poin ke 5)
3) SWK Karees
Sub zona pelayanan umum pendidikan pada SWK Karees
seluas kurang lebih 58,04 hektar dengan sebaran yaitu :
1) Blok Ciseureuh Kecamatan Regol;
2) Blok Kebonwaru Kecamatan Batununggal;
3) Blok Kacapiring Kecamatan Batununggal;
4) Blok Maleer Kecamatan Batununggal;
5) Blok Samoja Kecamatan Batununggal;
6) Blok Cibangkong Kecamatan Batununggal;
7) Blok Ciateul Kecamatan Regol;
8) Blok Pungkur Kecamatan Regol;
9) Blok Cigereleng Kecamatan Regol;
10) Blok Sukapura Kecamatan Kiaracondong;
11) Blok Turangga Kecamatan Lengkong;
12) Blok Lingkar Selatan Kecamatan Lengkong;
13) Blok Balonggede Kecamatan Regol;
14) Blok Pasirluyu Kecamatan Regol;
15) Blok Burangrang Kecamatan Lengkong;
16) Blok Cikawao Kecamatan Lengkong;
17) Blok Gumuruh Kecamatan Batununggal;
18) Blok Binong Kecamatan Batununggal;
19) Blok Kebongedang Kecamatan Batununggal;
20) Blok Cijagra Kecamatan Lengkong;
21) Blok Malabar Kecamatan Lengkong;
22) Blok Paledang Kecamatan Lengkong;
23) Blok Kebonjayanti Kecamatan Kiaracondong;
24) Blok Kebonkangkung Kecamatan Kiaracondong;
25) Blok Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong;
75
26) Blok Cicaheum Kecamatan
Kiaracondong;dan
27) Blok Babakansari Kecamatan Kiaracondong.
Lahan alternatif ketiga untuk SWK Karees berada di Blok
Balonggede Kecamatan Regol (poin ke 13)
3.2 Pendekatan Tapak
3.2.1 Persyaratan Tapak
Untuk menentukan lokasi Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia,
maka perlu diperhatikan sifat atau karakteristik kegiatan-kegiatan yang ada
pada bangunan tersebut yang bersifat pendidikan dan sarana hiburan.
Pengguna yang terdiri dari lapisan masyarakat umum yang mempunyai
minat terhadap musik tradisional Indonesia. untuk menentukan lokasi
perlu diperhatikan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Dari segi aksesibilitas (bobot 20)
1) Lokasi harus mempertimbangkan kemudahan berkaitan dengan kualitas
jalan.
2) Faktor keamanan terhadap kecelakaan dan arus sirkulasi kendaraan
dengan pencapaian yang tidak mengganggu tapak.
b. Dari segi peruntukan lahan/tata guna lahan (bobot 20)
1) Sebagai bangunan yang bersifat pendidikan.
2) Berada di lokasi yang tata guna lahannya diperuntukkan untuk fasilitas
pendidikan.
c. Dari segi lingkungan (bobot 20)
1) Sosial kemasyarakatan di lingkungan yang sudah dinilai baik
2) Tingkat kriminalitas rendah pada lokasi tersebut
3) Kebersihan yang sudah terjamin oleh Dinas Kebersihan.
d. Dari segi utilitas kota (bobot 15)
1) Lokasi harus memiliki kelengkapan infrastruktur kota, yaitu jaringan air
bersih, listrik dan pembuangan air kotor untuk menunjang kegiatan
bangunan.
e. Dari segi daya tarik lokasi (view) (bobot 15)
1) Bangunan ini bersifat pendidikan dan hiburan yang harus menampilkan
identitas bangunan sebagai daya tarik khusus yang didukung
lingkungan sekitar.
f. Kondisi topografi dan luas lahan (bobot 10)
1) Bangunan ini memerlukan lahan yang relatif luas serta memungkinkan
keluar masuk kendaraan, baik besar maupun kecil yang mengangkut
pengguna bangunan maupun barang.
2) Kontur permukaan lahan datar/sedikit landai
76
3.2.2 Alternatif Tapak
a. Alternatif Tapak 1
Gambar 3.3 : Alternatif site 1 (sumber : google earth)
Lokasi : Jl. Dr. Djunjunan, Bandung
Tata Guna Lahan : SWK Bojonagara
Lingkungan : -Kawasan padat
-Area Perdagangan, Permukiman dan Pendidikan
-Berseberangan dengan Bandung Trade Center
Batas Site Utara : Jl. Babakan Jeruk III A
Selatan : Jl. Dr. Djunjunan
Timur : Pertokoan
Barat : Pertokoan
Kondisi Eksisting : Lahan Kosong (Mei 2016)
Kondisi Tapak : Datar
Potensi Sekitar : -Berseberangan dengan Bandung Trade Center.
-Dekat dengan area jasa perdagangan dan jasa serta
permukiman
-Terletak di Jalan utama dan akses langsung ke TOL
Pasteur
77
a. Alternatif Tapak 2
Gambar 3.4 : Alternatif site 2 (sumber : google earth)
Lokasi : Jl. Jendral Sudirman, Bandung
Tata Guna Lahan : SWK Tegalega
Lingkungan : -Lalu lintas ramai
-Area Perdagangan, jasa dan Pendidikan
Batas Site Utara : Jl. Jendral Sudirman
Selatan : Area Perdagangan dan Permukiman
78
Timur : Pertokoan
Barat : Pertokoan
Kondisi Eksisting : Lahan Kosong (Mei 2016)
Kondisi Tapak : Datar
Potensi Sekitar : -Tidak terlalu jauh dari Alun-alun Bandung dan pusat
kota
-Dekat dengan area jasa perdagangan
-terletak di Jalan Jendral Sudirman yang merupakan
jalan utama kota Bandung dengan lalu lintas ramai
satu arah.
79
b. Alternatif Tapak 3
Gambar 3.5 : Alternatif site 3 (sumber : goole earth)
Lokasi : Jl. Dewi Sartika, Bandung
Tata Guna Lahan : SWK Karees
Lingkungan : -Kawasan padat
-Area Perdagangan dan Pendidikan
-Bersebelahan dengan SMP 43 Bandung
Batas Site Utara : Jl. Dewi Sartika
Selatan : SMP 43 Bandung
Timur : Jl. Balonggede
Barat : Jl. Dewi Sartika
Kondisi Eksisting : Lahan Kosong digunakan untuk area parkir (Mei 2016)
Kondisi Tapak : Datar
Potensi Sekitar : -Sangat Dekat dengan Alun-alun Bandung dan pusat
kota, ±250m.
-Dekat dengan area jasa perdagangan dan jasa
-terletak di kawasan padat yang terbilang sangat dekat
dengan pusat kota dan area shopping center.
80
81
3.3 Site Terpilih
Berdasarkan hasil skoring maka terpilih alternatif site 3 yang akan menjadi lahan
dalam perencanaan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia.
Berikut adalah data dari site terpilih:
Luas : ±10.200m2
Lokasi : Jalan Dewi Sartika
Tata Guna Lahan : SWK Karees
KDB : 80%
Lingkungan :-kawasan padat
-area perdagangan dan pendidikan
-bersebelahan dengan SMP 43 Bandung
Batas Site
Utara : Jl. Dewi Sartika
Selatan : SMP 43 Bandung
Timur : Jl. Balonggede
Barat : Jl. Dewi Sartika
Kondisi Eksisting : Lahan kosong digunakan untuk lahan parkir (Mei 2016)
Kondisi Tapak : Datar
Potensi Sekitar : -Sangat Dekat dengan Alun-alun Bandung dan pusat
kota, ±250m.
-Dekat dengan area jasa perdagangan dan jasa
-terletak di kawasan padat yang terbilang sangat dekat
dengan pusat kota dan area shopping center.
82
Gambar 3.6 : Eksisting Site terpilih (sumber : Anali
83
Gambar 3.7 : Potongan Kontur A-A (sumber : Google EartGh,a2m0b1a6r) 3.8 : Potongan Kontur B-B (sumber : Google Earth, 20
84
BAB IV
PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
4.1 Pendekatan Dasar Perencanaan
Pendekatan dasar perencanaan dimaksudkan sebagai acuan dalam menyusun
landasan program perencanaan dan perancangan “Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia di kota Bandung” akan lebih mendekati kelayakan dalam
memenuhi persyaratan pembangunan sebuah bangunan sekolah musik tradisional di
kota Bandung.
Dasar pendekatan yang diperlukan adalah:
a. Pendekatan Aspek Fungsional
Pendekatan fungsional berisi pada analisis pelaku, analisis aktivitas dan
kebutuhan ruang, analisis sirkulasi kegiatan pengguna, analisis studi ruang dan
kelompok aktivitas, pendekatan struktur organisasi tata pengelola, analisis
sirkulasi ruang, pendekatan kebutuhan ruang, pendekatan kegiatan utama,
pendekatan ruang penunjang, pendekatan besaran ruang.
b. Pendekatan Aspek Keruangan
Pendekatan aspek keruangan berisi pada pendekatan pola sirkulasi ruang,
pendekatan formasi, pendekatan sistem pencahayaan, pendekatan penghawaan
dan pendekatan akustik.
c. Pendekatan Aspek Struktur dan Konstruksi
Pendekatan aspek struktur dan konstruksi berisi jenis-jenis struktur dan
konstruksi yang mungkin dapat digunakan pada perencanaan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia dan sesuai dengan jenis tanah yang ada pada site
terpilih.
d. Pendekatan Aspek Utilitas
Pendekatan aspek utilitas berisi pada pendekatan sistem komunikasi, pendekatan
sistem transportasi, pendekatan sitem elektrikal, pendekatan sistem plumbing,
pendekatan sistem penangkal petir, pendekatan sistem pemadam kebakaran.
85
86
e. Pendekatan Aspek Arsitektural
Pendekatan aspek arsitektural berisi pada pendekatan eksterior, pendekatan
interior, pendekatan bahan material bangunan.
4.2 Pendekatan Site
Site terpilih untuk perencanaan bangunan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia di kota Bandung berada di Jalan Dewi Sartika, Kelurahan Balong Gede,
Kecamatan Regol, Bandung yang termasuk ke dalam SWK Karees. Dengan total
luas site ±10.200m2.
Batasan Site
Utara : Jl. Dewi Sartika
Selatan : SMP 43 Bandung
Timur : Jl. Balonggede
Barat : Jl. Dewi Sartika
Gambar 4.1 : Lokasi Site (sumber : Google Earth)
87
Gambar 4.2 : Eksisting Site (sumber : Analisis Pribadi, 2016)
4.3 Pendekatan Aspek Fungsional
Pendekatan aspek fungsional merupakan upaya untuk mendapatkan fungsi dan
kebutuhan bangunan Sekolah Musik. Maka perlu adanya pemenuhan fungsi dengan
beberapa analisis dan pendekatan berdasarkan standart arsitektur. Analisis tersebut
menjadi acuan dasar bagi perancangan dan perencanaan bangunan.
4.3.1 Pendekatan Material bangunan
Bahan material bangunan disini adalah bahan-bahan yang mungkin diaplikasikan
pada bangunan Sekolah Musik
a. Penutup Dinding
1) Batu Bata
Gambar 4.3 : Batu Bata (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci batu bata)
Batu bata merupakan bahan bangunan konstruksi sebagai dinding. Kelebihan
menggunakan dinding batu bata adalah pemasangan relatif lebih cepat, tidak
membutuhkan waktu lama dan proses yang rumit. Sedangkan kekurangannya
adalah mudah menyerap air sehingga sering menyebabkan tembok menjadi
lembab dan dalam pengerjaan yang tidak sesuai bisa menimbulkan keretakan.
88
2) Kayu
Gambar 4.4 : Kayu (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci kayu)
Kayu adalah bahan produk alam yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (pohon-
pohonan/trees) dan termasuk vegetasi alam. Pada pekerjaan sipil kayu digunakan
sebagai salah satu bahan material atau bahan bangunan. Dimana kayu ini
merupakan bahan bangunan yang banyak disukai orang atas pertimbangan
tampilan maupun kekuatan. Dilihat dari aspek kekuatan, kayu ini cukup kuat dan
kaku, walaupun tidak sekuat material bahan bangunan baja atau beton, selain
mudah dikerjakan dengan cara disambung dengan alat sambung kayu, mudah di
daur ulang dan juga kayu merupakan bahan material yang ramah lingkungan.
3) Batu Alam
Gambar 4.5 : Batu Alam (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci batu alam)
Tujuan pemakaian batuan alam adalah agar tampilan bangunan tidak kaku,
massif, ramah dan segar. Selain itu, pemilihan jenis batuan alam sebagai elemen
bangunan bisa menyeimbangkan komposisi suatu bangunan secara keseluruhan
4) Kaca
Gambar 4.6 : Kaca (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci kaca)
89
Aplikasi kaca pada bangunan, saat ini bukan hanya sekedar sebagai jendela dan
pintu yang berfungsi untuk menghantarkan cahaya matahari ke dalam ruangan.
Juga bukan untuk sekedar menyelimuti gedung-gedung tinggi, namun
penggunaan kaca kini lebih berkembang dalam dunia bangunan. Karena kaca
adalah material yang mempunyai nilai estetika, baik untuk eksterior maupun
interior.
5) ACP
Gambar 4.7 : ACP (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci ACP)
Alumunium Composite panel banyak digunakan sebagai panel pelapis dinding
dari suatu bangunan baik di in door maupun out door, selain untuk aplikasi
dinding Alumunium Composite Panel juga dapat di gunakan dalam
berbagaimacam aplikasi salah satunya sebagai perangkat interior dan exterior.
6) Rockwool
Gambar 4.8 : Rockwool (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci rockwool)
Rock wool menyediakan berbagai keuntungan, termasuk tahan api dan kedap
suara. Karena serat yang tidak mudah terbakar dan memiliki titik leleh yang
ekstrim lebih dari 2.150 derajat F, isolasi rockwool bertindak sebagai penghalang
api. Karakteristik tahan apinya dapat menunda penyebaran api, yang bisa
menambahkan menit berharga untuk melarikan diri saat kebakaran. Rock juga
menolak air, anti membusuk dan jamur, termasuk berbagai jenis pertumbuhan
bakteri. Karena menolak air, rockwool tidak akan melemah atau kendur. Isi dari
rockwool padat, sehingga mengurangi aliran udara dan transmisi gelombang
suara.
90
7) Beton Pra Pabrikasi
Gambar 4.9 : Beton Pra Pabrikasi (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci beton
pra pabrikasi)
Beton pra pabrikasi mempunyai fungsi sebagai dinding pagar peredam
kebisingan. Sifatnya yang mampu meredam kebisingan ini tentunya cocok untuk
digunakan sebagai pagar luar bangunan Sekolah musik yang menuntut tingkat
kebisingan rendah.
8) Logam Pra Pabrikasi
Gambar 4.10 : Logam Pra Pabrikasi (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci
logam pra pabrikasi)
Logam pra pabrikasi mempunyai fungsi yang sama dengan beton pra pabrikasi
yaitu sebagai dinding pagar peredam kebisingan. Bedanya hanya pada bahan
dasar dari logam.
b. Penutup Atap dan Plafond
1) Genteng Tanah liat
Gambar 4.11 : Genteng Tanah Liat (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci
genteng tanah liat)
Genteng tanah liat relatif mempunyai harga yang murah, beban genteng ringan.
Sedangkan kekurangannya adalah mudah berlumut dan berjamur, serta kurang
kuat apabila dipijak.
91
2) Genteng Aspal
Gambar 4.12 : Genteng Aspal (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci genteng
aspal)
Atap aspal (bitumen) kuat dan tidak mudah pecah. Struktur bahan dasar bitumen
diproses dengan teknik penekanan dan pemanasan tinggi sehingga atap jenis ini
lebih fleksibel, kuat, dan tidak mudah patah. Agar tidak licin, permukaannya
diberi lapisan resin dan bertekstur yang fungsinya sebagai pencegah bocor serta
rembesan air yang muncul dari badan atap.
3) Genteng Metal
Gambar 4.13 : Genteng Metal (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci genteng
metal)
Genteng metal mempunyai kelebihan yaitu mudah dipasang dan cepat,
mempunyai bentang yang lebar sehingg bisa menghemat. Dilapisi bahan anti
karat. Kekurangannya adalah berbunyi berisik saat hujan.
4) Gypsum
Gambar 4.14 : Gypsum (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci gypsum)
Gypsum bisa berfungsi macam-macam, bisa sebagai konstruksi plafond,
pembuatan dinding sekat, sebagai ornamen dan hiasan.
92
5) Plafond Akustik
Gambar 4.15 : Plafond Akustik (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci plafond
akustik)
Plafond akustik digunakan sebagai penutup bagian atas dalam ruang yang
mempunyai fungsi sebagai peredam yang tahan pada batas ambang kebisingan
tertentu.
c. Penutup Lantai
1) Keramik
Gambar 4.16 : Keramik (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci keramik)
Keramik adalah bahan bangunan yang bisa digunakan sebagai finishing ruang,
penutup lantai, penutup dinding, pelapis meja dapur dan sebagai elemen estetika.
2) Parquet
Gambar 4.17 : Parquet (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci parquet)
Fungsi Parquet sebagai penutup lantai mempunyai kelebihan mampu mengatasi
masalah cuaca dalam ruangan, dan dapat menahan kelembaban di ruang ber-AC.
3) Karpet
Gambar 4.18 : Karpet (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci karpet)
93
Karpet adalah bahan penutup lantai yang mempunyai kelebihan bisa meredam
bunyi. Tentunya dengan sifat karpet ini cocok digunakan sebagai penutup lantai
di bangunan Sekolah Musik.
4) Vinyl
Gambar 4.19 : Vinyl (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci vinyl)
Sebagai penutup lantai, vynil mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih
mudah dipasang, dapat meredam suara dan benturan, stabil terhadap suhu,
motifnya bervariatif, dilengkapi dengan teknologi anti rayap dan anti air.
4.3.2 Pendekatan Kegiatan Utama
Adapun perhitungan kegiatan utama berdasarkan dimensi elemen ruang yang akan
digunakan, adalah sebagai berikut :
a. Ruang Kelas
1) Kursi
Gambar 4.20 : Kursi (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci dimensi kursi
kuliah)
Kursi yang mungkin digunakan adalah model kursi lipat dengan dimensi
0,58m x 0,86
94
2) Papan Tulis
Gambar 4.21 : Papan Tulis (sumber : Arifah, 2015)
Papan tulis dengan sirkulasi manusia dengan dimensi 1m x 2,7m
3) Upright Piano
Gambar 4.22 : Piano (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci dimensi upright
piano)
Tiap kelas memiliki sebuah upright piano dengan dimensi 1.53m x 0,61m
b. Ruang Studio dan Ruang Praktek
Ruang Studio dan Ruang Praktek dihitung berdasarkan dimensi jenis alat musik
yang mungkin ditempatkan di dalam ruang yang membutuhkan sirkulasi cukup
besar dan dimensi pengguna.
1) Aramba
Gambar 4.23 : Aramba (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
aramba)
Alat musik aramba mempunyai diameter 60cm sampai dengan 90cm.
95
2) Gambus
Gambar 4.24 : Gambus (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
gambus)
Alat musik gambus mempunyai dimensi kurang lebih 1,02m x 0,25m x 0,11m
3) Doll
Gambar 4.25 : Doll (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik doll)
Dimensi alat musik doll mempunyai diameter sekitar 40cm sampai 70cm
dengan tinggi bervariasi
4) Bende
Gambar 4.26 : Bende (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
bende)
Alat musik bende mempunyai diameter 40cm sampai 60cm dengan tebal
kurang lebih 10cm sampai 20cm
96
5) Gendang Melayu
Gambar 4.27 : Gendang Melayu (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat
musik gendang melayu)
Gendang melayu mempunyai diameter 20cm sampai 40 cm.
6) Gendang Panjang
Gambar 4.28 : Gendang Panjang (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci
gendang panjang)
Gendnag panjang mempunyai tinggi sekitar 53cm dengan diameter sekitar
15cm sampai 30cm.
7) Angklung
Gambar 4.29 : Angklung(sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
angklung)
Angklung mempunyai berbagai jenis dan ukuran, diambil ukuran terbesarnya
mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 30cm sampai 50cm
dan tinggi menyesuaikan.
97
8) Gamelan
Gambar 4.30 : Gamelan (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
gamelan)
Gamelan sesuai jenis dan karakterstiknya memiliki ukuran sendiri dimana
rata-rata ukuran panjang gamelan berkisar antara 150cm hingga 230cm.
Sedangkan lebar gamelan berkisar antara 25cm hingga 85cm.
9) Gendang
Gambar 4.31 : Gendang (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
gendang)
Ukuran panjang gendang sekitar 35cm sampai 45cm dan mempunyai
diameter sekitar 10cm sampai 20cm
10) Bonang
Gambar 4.32 : Bonang (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
bonang)
Bonang mampunyai dimensi panjang 1m sampai 1,5m dan lebar 50cm sampai
60cm.
98
11) Sampe
Gambar 4.33 : Sampe (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
sampe)
Alat musik sampe mempunyai panjang 1m sampai 1,25m dan lebar sekitar
15cm sampai 30cm.
12) Panting
Gambar 4.34 : Panting (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
panting)
Panting mempunyai panjang sekitar 1m dan lebar sekitar 25cm.
13) Kulintang
Gambar 4.35 : Kulintang (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
kulintang)
Kulintang memiliki panjang sekitar 1m sampai 1,5m dan lebar 50cm sampai
70cm.
99
14) Kecapi
Gambar 4.36 : Kecapi (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik
kecapi)
Alat musik kecapi memiliki panjang sekiat 1m sampai 1,25m dan lebar 20cm
sampai 30cm.
15) Tifa
Gambar 4.37 : Tifa (sumber : search engine Google.com dengan kata kunci alat musik tifa)
Tifa mempunyai panjang sekitar 80cm sampai 1m dan memiliki diameter
15cm sampai 20cm.
4.3.3 Pendekatan Ruang Penunjang
a. Concert Hall
Adapun bentuk dasar tempat pertunukan seni musik atau konser musik (Ham
Roderick, Theatre Planing, Architecturral Press, 1972) yang cocok untuk ruang
pertunjukan di sekolah musik Indonesia adalah:
1) Arena (sudut mengelilingi 360º)
Gambar 4.38 : Arena Lingkaran Gambar 4.39 : Arena Bujur Sangkar
(sumber : Ham Roderick, 1972) (sumber : Ham Roderick, 1972)
100100100
2) Transerve Stage
Gambar 4.40 : Transerve Stage
(sumber : Ham Roderick, 1972)
3) Sudut Pengelilingan 210º-220º
Gambar 4.41 : Sudut Pengelilingan 210º-220º
(sumber : Ham Roderick, 1972)
4) Sudut Pengelilingan 180º
Gambar 4.42 : Sudut Pengelilingan 180º
(sumber : Ham Roderick, 1972)
5) Sudut Pengelilingan 90º dan tanpa sudut pengelilingan
Gambar 4.43 : Arena Lingkaran Gambar 4.44 : Arena Bujur Sangkar
(sumber : Ham Roderick, 1972) (sumber : Ham Roderick, 1972)
101101101
b. Ruang Pameran
Ruang pameran memiliki fungsi untuk memamerkan koleksi dari alat – alat
musik tradisional yang dimiliki oleh Sekolah Musik Indonesia serta koleksi
prestasi dalam bidang musik yang pernah dicapai oleh sekolah musik Indonesia
beserta dokumentasi. Pameran adalah berhubungan dengan sudut pandang
manusia yang biasanya 54º atau 27º dari ketinggian dapat disesuaikan terhadap
objek yang dipamerkan.
Gambar 4.45 : Standar jarak dan sudut pandang untuk ruang pamer dalam grafis (sumber :
Neufert, 1991)
4.3.4 Analisis Pelaku
Analisis pelaku untuk memperoleh macam kegiatan berdasarkan aktivitas pelaku
yang berlangsung di dalam Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia. adalah:
a. Siswa
Siswa yang melakukan kegiatan belajar/praktek alat musik di Sekolah Musik
Indonesia dari beragam tingkatan usia dan kelas. Sekolah Musik Tradisional
Daerah Indonesia ini akan menampung sebanyak 180 siswa dan 30 siswa tiap
ruang kelasnya. Jumlah 30 dianggap ideal, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu
sedikit. Hal ini dimaksudkan agar siswa bisa lebih memahami apa yang diajarkan
oleh pengajar dan pengajar tidak terlalu berat beban mengajarnya dengan jumlah
siswa yang tidak terlalu banyak.
b. Pengunjung
Pengunjung berasal dari kalangan masyarakat umum yang ingin menonton
apabila diadakan pertunjukan musik atau pameran di Sekolah Musik Tradisional
102102102
Daerah Indonesia ini. dari data yang diperoleh, dalam event-event musik berskala
besar, penonton yang datang bisa mencapai 10.000 orang. Untuk kapasitas di
concert hall akan mengacu pada hasil studi banding di Concert Hall Taman
Budaya Yogyakarta yaitu 500 orang dan akan disesuaikan dengan kondisi luasan
lahan.
c. Pengajar
Guru yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam bidang musik,
khususnya musik tradisional Indonesia sebagai tenaga pengajar untuk
mendampingi siswa dalam prosen belajar musik tradisional Indonesia.
Dibutuhkan pengajar minimal 1 orang pengajar mampu menguasai 2 alat musik
agar pengajar di Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia ini ringan dalam
mengajar.
d. Pimpinan
Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia adalah Badan Usaha Swata yang
dimiliki oleh perseorangan/ swasta bukan pemerintah membutuhkan seorang
pimpinan untuk memimpin guna keberlangsungan kegiatan di dalam sekolah
musik tradisional daerah Indonesia ini.
e. Karyawan
Seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab khusus semisal penjaga
dan petugas perawatan alat musik, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan
petugas perawatan gedung.
4.3.5 Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang
Analisis aktivitas untuk memperoleh kebutuhan Ruang berdasarkan aktivitas pelaku
yang berlangsung di Sekolah Musik Tradisinal Indonesia.
Tabel 4.1 : Aktivitas dan kebutuhan ruang siswa
Aktivitas Jenis Ruang Persyaratan Ruang Karakter Ruang
Belajar Ruang Kelas Cukup cahaya publik
Ada ventilasi
Praktek Ruang Studio kedap suara publik
Cukup cahaya
103103103
Praktek alat musik
tertentu
Ruang Gesek
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Ruang Piano
Akustik ruang bagus publik
Cukup cahaya
Mempertunjukkan /
memamerkan
karya
Concert hall
Galeri
Cukup cahaya publik
Akustik ruang bagus
Buang air Kamar mandi Bersih dan nyaman privat
Beribadah dan istirahat Mushola
Kantin
Bersih dan nyaman publik
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 4.2 : Aktivitas dan kebutuhan ruang pengajar dan pimpinan
aktivitas Jenis ruang Persyaratan ruang Karakter ruang
Mengajar (bagi
pengajar)
Ruang kelas Cukup cahaya publik
Ada ventilasi
Mengajar alat musik
(bagi pengajar)
Ruang praktek alat
musik
Akustik ruang bagus publik
Cukup cahaya
Menilai / menonton
pertunjukan atau
pameran
Concert Hall
Galeri
Akustik bagus publik
Cukup cahaya
Bekerja (bagi pimpinan)
Ruang pimpinan Nyaman Semi publik
Cukup cahaya
Bersih
Bekerja (bagi
pengajar)
Ruang pengajar Nyaman Semi publik
104104104
Cukup cahaya
bersih
Beribadah dan
istirahat
Mushola
kantin
Bersih dan nyaman publik
Buang air Kamar mandi Bersih dan nyaman privat
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 4.3 : Aktivitas dan kebutuhan ruang Penunjang
aktivitas Jenis ruang Persyaratan ruang Karakter ruang
Menyimpan alat
musik
Ruang penyimpanan Bersih dan tidak
lembab
Servis
Menjaga keamanan Ruang keamanan Bersih dan nyaman Privat
Buang air bagi
pengunjung
Kamar mandi umum Bersih dan nyaman Privat
Beribadah dan
istirahat bagi
pengunjung
Mushola
Kantin
Bersih dan nyaman publik
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 4.4 : Aktivitas dan kebutuhan ruang utilitas
aktivitas Jenis ruang Persyaratan ruang Karakter ruang
Tempat penyimpanan
AHU
Ruang AHU Bersih dan ventilasi
baik
Servis
Menyimpan pipa-pipa
penyimpanan
Ruang plumbing Bersih Servis
Efisiensi tinggi
Menyimpan pompa Ruang pompa Bersih Servis
105105105
Akses rendah
Mengontrol dan
memperbaiki
Ruang mekanikal
elektrikal
Bersih dan berada
pad area servis
Servis
Menyambung
Komunikasi Telepon
Ruang Kontrol Bersih Servis
Ventilasi baik
Sumber : Analisis, 2016
4.3.6 Analisis Sirkulasi Kegiatan Pengguna
a. Siswa
Datang Drop Off
Parkir
Masuk Ke
Dalam
Bangunan
Belajar Parkir Pulang
b. Pengelola/Pengajar
Datang Drop Off
Parkir
Masuk Ke
Dalam
Bangunan
Bekerja Parkir Pulang
c. Pengunjung
Datang Drop Off
Parkir
Masuk Ke
Dalam
Bangunan
Menonton
pertunjukan/
Pameran
Parkir Pulang
106106106
4.3.7 Analisis Sirkulasi Ruang
Berikut ini adalah sirkulasi ruang yang ada di Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia tiap pengguna:
a. Alur sirkulasi ruang siswa
Ruang Kelas
ME
Parkir
Ruang Studio
Ruang Gesek
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Kamar Mandi/WC
Mushola Kantin
Ruang Piano
Hall
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
107107107
Kamar Mandi/WC Mushola
Kantin
b. Alur sirkulasi ruang Pengajar & Pengelola
Ruang Kelas
ME Ruang Studio
Ruang Gesek
Parkir
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Hall
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
108108108
c. Alur sirkulasi ruang Pegawai Operasional Servis
Ruang Kelas
ME
Hall
Parkir
Ruang Studio
Ruang Gesek
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Kamar Mandi/WC
Mushola Kantin
Ruang
Penyimpanan
Ruang Mekanikal
Elektrikal
Ruang AHU
Ruang Plumbing
Ruang ME
Ruang PABX
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
109109109
Kamar Mandi/WC Mushola
Kantin
d. Alur sirkulasi ruang Pegawai Keamanan
Ruang Kelas
ME Ruang Studio
Ruang Gesek
Hall
Parkir
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Ruang
Penyimpanan
Ruang Mekanikal
Elektrikal
Ruang AHU
Ruang Plumbing
Ruang ME
Ruang PABX
Pos Jaga
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
4.3.8 Pendekatan Kebutuhan Ruang
Berdasarkan analisis pelaku dan kegiatan, maka didapatkan kebutuhan ruang berikut
pengelompokan berdasarkan fungsinya
Tabel 4.5 : Kebutuhan Ruang
Kelompok Kegiatan Nama Ruang
Kelompok Kegiatan
Utama
Ruang Kelas
Ruang Studio
Ruang Gesek
Ruang Tiup
110110110
Ruang Perkusi
Ruang Piano
Kelompok Kegiatan
Pengelola
Ruang Pimpinan
Ruang Staff/Pengajar
Ruang Rapat
Kelompok Kegiatan
Penunjang
Hall
Concert Hall
Galeri
Perpustakaan
Kelompok Kegiatan Servis
Mushola
Kamar Mandi/WC
Ruang Penyimpanan
Ruang AHU
Ruang Plumbing
Ruang ME
Ruang Kontrol
Ruang Pompa
Pos Jaga
Sumber : Analisis, 2016
4.3.9 Pendekatan Besaran Ruang
Tabel 4.6 : Pendekatan Besaran Ruang Utama
No. Jenis Ruang Kapasitas Standar (m2) Sumber
1. Ruang kelas 30 siswa 1 Pengajar
1 Papan Tulis 1 Piano
2 Rak Loker
0.31 2
2.7 0.93 0.12
A
2. Ruang Studio 5 Siswa 1 Pengajar
5 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
1,65 (5) 2.7
A
3. Ruang Gesek 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik
0.31 2
0,5
A
111111111
1 Papan Tulis 12.7
4. Ruang Tiup 2 siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
0,5 2.7
A
5. Ruang Perkusi 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2 1
2.7
A
6. Ruang Piano 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
3,7 2.7
A
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 4.7 : Pendekatan Besaran Ruang Pengelola
No. Jenis Ruang Kap. (org) Standar (m2) Sumber
1. Ruang Pimpinan 1 20 DA
2. Ruang
Staff/Pengajar
17 4.5
DA
3. Ruang Rapat 20 2 DA
4. Ruang Tamu 1 12 DA
5. Resepsionis 3 4,5 DA
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 4.8 : Pendekatan Besaran Ruang Penunjang
No. Jenis Ruang Kap. (org) Standar (m2) Sumber
1. Hall 50 2 A
2. Concert Hall Ruang tunggu
Panggung Area Penonton
R. latian R. sound control
R. ganti
40
850 25 4 25
2
1.05
2 6 4
A
TP TP TP A
3. Galeri 150 2 A
4. Perpustakaan Ruang Staff Rak Buku
Loker
Ruang Baca
2
2000 buku 80 80
4.5
1m2 / 100 buku
1
1.5
DA
DA
A
DA Sumber : Analisis, 2016
112112112
Tabel 4.9 : Pendekatan Besaran Ruang Servis
No. Jenis Ruang Kap (org) Standar (m2) Jumlah
1. Mushola R. sholat T. wudhu
30
1.03
25% dari luas r.sholat
DA
DA
2. Toilet Perempuan Toilet
Wastafel Toilet Laki-laki
Toilet Wastafel
Urinoir
15 15
15
15 20
2,7 0,48
2,7
0,48 0,18
DA DA
DA
DA
DA
3. Ruang
Penyimpanan
1 21 A
4. Ruang PABX - 8 S
5. Ruang AHU - 20 S
6. Ruang ME - 8 S
7. Ruang Plumbing - 20 S
8. Pos Jaga 2 4 S
9. Ruang Genset - 20/unit S
10. Tempat Sampah - 12
11. Parkir Pengelola Mobil Motor
20
20
15
2
DA
DA
12. Parkir Siswa/ Pengunjung
Mobil
Motor
50
165
15 2
DA DA
Sumber : Analisis, 2016
Keterangan :
DA : Erenst Neufert, Architec’s Data
TSS : Josp De Chire and John Hand Book, Time server standart for building
A : Analisis dan Studi Banding
TP : Theater Planning
TD : Theater Design
H : Hotel and Planning Design
S : Asumsi
113113113
4.4 Pendekatan Aspek Keruangan
Ruang utama adalah ruang-ruang vital yang memerlukan perhatian dan ruangan
khusus. Oleh karena itu ada beberapa persyaratan utama yang harus dipenuhi agar
dapat memenuhi fungsinya. Adapun ruang-ruang utama dapat diuraikan sebagai
berikut:
4.4.1 Ruang Kelas
Ruang kelas terbagi menjadi ruang kelas instrumen dan ruang kelas vokal.
Secara umum persyaratan yang harus dipenuhi oleh ruang kelas antara lain:
a. Pendekatan Teknis
1) Pencahayaan
Intensitas dan jenis penerangan pada tiap jenis ruang secara umum harus
disesuaikan dengan kebutuhan tiap jenis kegiatan yang ada pada tiap
ruang. Untuk ruang kelas mengunakan cahaya alami pada siang hari dan
cahaya buatan pada sore hari. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
beban pencahayaan buatan dan beban energi pada siang hari. Oleh karena
itu diperlukan bukaan secukupnya untuk keperluan cahaya tanpa
mengabaikan penggunaan sunscreen untuk menghindari kondisi termal
yang berlebihan ataupun discomfort glare/jendela harus benar-benar
diperhitungkan.
Seperti menggunakan material kaca tembus pandang. Disamping itu,
bukaan-bukaan tersebut sebisa mungkin harus dihadapkan kearah utara
atau selatan. Penyimpanan dari ketentuan ini harus ada penyelesaian
sedemikian rupa, seperti pemberian penyaring untuk menghindari sinar
matahari masuk langsung ke dalam ruang. Sehingga tidak mengganggu
aktivitas di dalam ruangan. Namun, pengggunaan bukaan ini berpa kaca
bening, dengan tidak ada celah sehingga udara dan suara dari luar tidak
bisa masuk.
Penempatan titik lampu untuk penerangan buatan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Diperhitungkan terhadap bidang kerja pada tiap ruang yang bervariasi
antara 0.75 m sampai 1.50 m
114114114
b) Kemudahan penjangkauan dalam rangka pemeliharaan dan
penggantian komponen yang rusak.
2) Penghawaan
Penghawaan ruangan, apabila tidak disyaratkan lain, menggunakan
sistem penghawaan silang. Letak dan ukuran lubang penghawaan harus
dipertimbangkan berdasarkan kegiatan, terutama posisi orang yang ada
dalam ruang. Udara kotor sebagai akibat kegiatan dalam ruang harus
dinetralisir sebelum dibuang keluar ruang. Udara yang keluar dari salah
satu ruangan, diupayakan tidak masuk ke ruangan yang lain walaupun
bau dan kandungan materinya tidak berbahaya bagi kesehatan. Namun,
pada ruangan ini menggunakan penghawaan buatan yaitu AC.
Penggunaan penghawaan buatan disesuaikan dengan tuntutan akustik
ruang yang memerlukan ketenangan tanpa gangguan suara dari luar.
Dengan dasar itu, maka bukaan ruang tidak ada, sehingga tidak mungkin
untuk mengandalkan sirkulasi udara dengan penghawaan alami.
3) Akustik
Secara umum desain ruang harus dibuat sedemikian rupa sehingga
tercapai akustik ruang yang baik tanpa bantuan alat pengeras maupun
peredam suara. Suara bising timbul dalam ruangan tertentu harus dapat
ditolak sedemikian rupa sehingga tidak menjalar ke ruangan lain. Dalam
hal-hal tertentu yang mengharuskan digunakannya material pengontrol
akustik, diupayakan menggunakan bahan akustik yang relatif murah
harganya, mudah pelaksanaannya dan murah pemeliharaannya. Namun,
pada ruang tertentu seperti ruang kelas musik, persyaratan akustik yang
harus dipenuhi adalah dengan adanya sound proofing pada ruang agar
suara yang dihasilkan terdengar dengan baik di dalam ruangan dan
penyebaran suara yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Selain
itu, agar suara tidak terdengar dari luar, yang dapat mengganggu aktivitas
di kelas lainnya.
115115115
langit-langit pemantul bunyi
sederet panel panel dalam ruang
kuliah dengan 350tempat duduk
di universitas Montreal.
Gambar 4.46 : Langit-langit pemantul bunyi (sumber : Zulkifli, 2011)
Disamping itu, persyaratan untuk mendapatkan kondisi akustik yang baik
adalah:
1) Tingkat tekanan suara yang cukup.
2) Tingkat tekanan suara merata.
3) Waktu dengung yang optimum.
4) Bebas dari bising yang mengganggu.
b. Syarat Tambahan
Pada kelas vokal minor, sekeliling dinding dalamnya dipasang cermin yang
fungsinya supaya mahasiswa yang bernyanyi dapat melatih ekspresi
wajah/mimik dengan baik maupun koreografi. Pada kelas vokal mayor, kelas
mayor ini digunakan untuk paduan suara. Adapun syarat syarat yang harus
dipenuhi adalah:
1) Barisan kelompok paduan suara diatur menurut alternatif tatanan paduan
suara.
2) Ruang yang cukup luas agar anggota paduan suara dapat duduk dan
berdiri tanpa berdesakan.
3) Tersedianya alat musik pengiring untuk paduan suara, berupa piano atau
keyboard.
c. Syarat Psikologis Arsitektural:
1) Normal scale (skala langit-langit/plafond dengan ketinggian manusia)
2) Suhu dan temperatur yang pas untuk menciptakan suasana belajar yang
kondusif.
3) Akustik ruangan sangat terpengaruh oleh bentuk ruang kelas.
116116116
4) Penataan ruang kelas disesuaikan dengan jenis ruang
kelas(vokal/instrumen), dan antar ruang dihubungkan oleh koridor.
5) Ruang harus memiliki lantai yang rata dan pintu dengan lebar minimal
180 cm supaya alat-alat musik dapat dikeluar masukkan dengan leluasa,
terutama piano.
6) Ukuran ruang disesuaikan dengan jumlah murid dengan perhitungan 6-7
m2 per orang, termasuk sirkulasi, ruang musik stand dan alat musik yang
dimainkan. Untuk kelas vokal 4-5 m2 per orang. (setyowati, 2003).
7) Tinggi plafond/langit-langit tergantung jumlah murid (luas ruangan).
Tinggi plafond yang dipakai biasanya 4,5-5,5 m. Tetapi untuk kelas vokal
tinggi plafond bisa diperkecil.
4.4.2 Concert Hall
Concert Hall merupakan tempat pertunjukan konser musik, oleh karena itu
sebuah concert hall harus mampu digunakan lebih dari satu jenis aliran musik.
Maka pendekatan akustik yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan akustik
umum.
Secara umum, merancang sebuah concert hall adalah upaya untuk
menyeimbangkan antara kebutuhan artistik, performance dan komersial serta
persyaratan ruang yang sifatnya khusus. Adapun persyaratan ruang yang harus
dipenuhi antara lain:
a. Syarat Teknis
1) Pencahayaan
Pencahayaan yang dipakai adalah pencahayaan buatan. Tingkat iluminasi
cahaya di panggung lebih kuat, dengan maksud bahwa panggung menjadi
pusat orientasi
2) Akustik
Tiap-tiap bagian, bahkan elemen dari ruang tertutup seperti concert hall
akan sangat berpengaruh bagi kondisi atau peampilan akustik pada ruang
tersebut sehingga diharapkan persyaratan akustik disini tidak membatasi
kreatifitas dan kebebasan perancang dalam mendesain. Dalam hal ini
masalah akustik dapat dipecahkan melalui beberapa cara, yaitu:
117117117
a) Kekerasan suara
Untuk mempertahankan kekerasan bunyi, dapat diatasi dengan:
1) Concert hall dirancang posisi penonton berada sedekat mungkin
dengan sumber suara untuk mengurangi jarakyang harus
ditempuh oleh gelombang suara.
Gambar 4.47 : Potongan Concert Hall (sumber : Zulkifli, 2011)
2) Sumber suara sebaiknya dinaikkan agar sebanyak mungkin
terdengar oleh penonton, sehingga penonton dapat mendengarkan
bunyi langsung tanpa pemantulan. Hal ini akan mendukung
kekerasan bunyi.
Gambar 4.48 : Langit-langit concert hall dikelilingi pemantul bunyi (sumber :
Zulkifli, 2011)
3) Lantai penonton dibuat dengan kemiringan yang cukup. Karena
bunyi/suara akan mudah mengalir dalam sudut datang yang
miring. Aturan perbandingannya dibuat agar memberikan garis
pandang yang nyaman bagi penonton dan aliran bunyi yang
memuaskan. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
a) Menaikkan titik tujuan pandang.
b) Mengurangi selisih jarak antara sudut pandang penonton
dengan tinggi kepala penonton yang berada di depannya.
118118118
c) Pandangan selang-seling agar penonton yang berada di
belakang dapat melihat di antara kepala penonton yang berada
di depannya.
d) Sumber bunyi sebaikknya dikelilingi oleh permukaan-
permukaan pemantul suara.
e) Permukaan pemantul bunyi yang sejajar, terutama dengan
jarak dekat harus dihindari, agar pemantulan bunyi tidak
kacau.
f) Daerah penonton yang lebar harus dihindari dan juga
penggunaan lorong antar tempat duduk longitudinal pada
concert hall. Hal ini akan menambah jarak tempuh suara.
g) Pemantulan suara tambahan atau peralatan elektrik juga
disediakan untuk menambah kekuatan gelombang bunyi juga
memberikan pantulan bunyi ke panggung.
h) Luas lantai dan volume auditorium harus dijaga agar cukup
kecil, sehingga jrak yang harus ditempuh bunyi langsung dan
bunyi pantul lebih pendek.
Gambar 4.49 : lantai penonton bertingkat di theatre Port Royal dengan 800 tempat duduk, memungkinkan banyak bunyi langsung ke penonton, (Doeloe, 1972 dalam Zulkifli, 2011)
i) Difusi suara merata dalam ruang
Hal yang paling penting dalam pengadaan difusi ruang adalah
penempatan permukaan yang tidak teratur dalam ruang
dengan jumlah banyak. Selain itu, pemakaian material
119119119
penyerap dan pemantul bunyi akan sangat membantu untuk
mencapai efek akustik yang baik.
Gambar 4.50 : Penyebar marmer di kompleks ruang konser di Groote Zaal
of Rotterdam, (doeloe, 1972 dalam Zulkifli, 2011)
j) Eliminasi terhadap cacat akustik
Untuk mendapatkan hasil akustik yang baik, maka perlu untuk
mengeliminir cacat akustik berupa:
a) Gema, yang dapat diatasi dengan menggunakan bahan
penyerap suara, seperti papan serat (fiber board), plesteran
lembut (soft plasters), mineral wols, selimut isolasi,
acoustic space units, ubin geocoustics, zonolite, rock
wool, karpet, dan lain-lain, terutama pada penonton.
Selain itu dapat juga menghindari pemakaian pemantul
suara secara berlebihan.
b) Pemusatan bunyi (hot spot), yaitu pemusatan bunyi yang
dikarenakan jalannya pemantulan suara yang memusat.
Dapat diatasi dengan cara meniadakan dinding-dinding
cekung yang besar dan tidak terputus terutama yang
mempunyai jari-jari kelengkungan yang besar atau
melapisinya dengan bahan penyerap bunyi yang efisien.
c) Coupled Space, yaitu ruang yang berhubungan secara
akustik. Hal ini dapat diatasi dengan pemisah secara
akustik (dalam pemilihan material), memberikan nilai RT
yang hampir sama pada ruangan.
120120120
d) Distorsi, dapat dihindari dengan cara mengoptimalkan
kualitas penyerapan suara secara proporsional pada
frekuensi-frekuensi yang berpengaruh.
e) Resonansi ruang, yang kemudian dapat disebut sebagai
fluter echo.
f) Bayangan bunyi, diatasi dengan cara pemasangan speaker
dengan time delayed, ataupun dengan proporsi ruang yang
tepat.
Gambar 4.51 : Cacat akustik dalam auditorium: 1. Gema. 2.
Pemantulan dengan waktu tunda yang panjang, 3. Bayang-banyang
bunyi, 4. Pemusatan bunyi, (neufert, 1989 dalam Zulkifli, 2011)
g) Menghindari bising dan getaran lingkungan.
Untuk menghindari kebisingan yang tidak diharapkan
dapat dilakukan sesuai dengan karakter dan penyebab
kebisingan. Berikut sumber bising dan cara
penangkalannya:
(1) Site Planning
(a) Pengaturan massa yang tepat.
(b) Pemilihan lahan yang tepat.
(2) Rancangan Arsitektural
(a) Zoning dan organisasi ruang yang memisahkan
antar daerah bising dan tidak bising.
(b) Insulasi bukaan dan posisi bukaan.
(c) Melakukan penyerapan bunyi.
121121121
b. Syarat Tambahan
(3) Rancangan mekanikal dan elektrikal
(a) Pemilihan mesin yang relatif tidak bising.
(b) Mesin dengan getaran tinggi diletakkan di bawah
dengan struktur terpisah anti getar.
(c) Pipa-pipa utilitas dirancang agar tidak
menimbulkan getaran.
1) Ukuran pintu setidaknya lebar 240 cm dan tinggi 420 cm, dengan semua
pintu yang mengarah ke dan dari panggung memiliki ukuran lebar yang
tidak biasa. Pintu yang mengarah ke auditorium harus solid, tanpa ada
jendela untuk menghindari kebocoran cahaya. Pintu harus dapat dibuka
dan ditutup tanpa suara.
2) Tempat duduk penonton diatur agar semua penonton dapat melihat ke
panggung tanpa saling menghalangi dan memiliki sirkulasi yang cukup
supaya orang yang berjalan tidak mengganggu orang yang duduk.
3) Tiap pemusik membutuhkan tiap lantai sekitar 1,1 m2 sampai 1,4 m2 dan
tiap anggota paduan suara membutuhkan 0,3 m2 sampai 0,4 m2.
4) Panggung orkestra tidak boleh terlalu dalam atau terlalu lebar.
Kedalaman maksimum sekitar 9 m dan lebar maksimum 18 m untuk
daerah orkestra saja. Kedalaman yang ditambahkan untuk anggota
paduan suara tidak boleh melebihi sekitar 3 m di bagian belakang atau
salah satu sisi.
5) Hubungan letak antara panggung dan instalasi organ harus dekat.
6) Panggung orkestra harus mempunyai jalan masuk horizontal dan vertikal
yang bagus ke gudang instrumen untuk penyerahan instrumen secara
cepat.
c. Syarat Penunjang
Persyaratan penunjang adalah:
1) Peralatan panggung (mekanikal, elektrikal, lighting, dan sistem lainnya).
2) Sistem sirkulasi panggung dan area penonton.
3) Utilitas concert hall
122122122
4) Fire protection, hal ini sangat perlu diperhatikan, mengingat elemen
interior akustik cenderung rentan terhadap bahaya kebakaran.
d. Syarat Psikologis/Arsitektural
Syarat bangunan dengan nilai estetika yang tinggi sehingga mampu menarik
perhatian.
4.4.3 Studio Musik
Studio musik yang dimaksud adalah studio musik yang digunakan untuk berlatih
dan studio musik rekaman. Secara umum tidak terdapat perbedaan antara
keduanya, yang membedakan hanyalah pada studio rekaman terdapat peralatan
musik untuk merekam dalam bentuk pita besar/master rekaman.
a. Persyaratan Teknis
1) Pencahayaan
Sepenuhnya menggunakan cahaya buatan, karena ruang studio ini
merupakan ruang tanpa bukaan/jendela dengan alasan tuntutan akustik
ruang.
2) Penghawaan
Dipakai penghawaan buatan, karena ruang studio ini tidak
memungkinkan cross ventilation
3) Akustik
a. Ruang ini dibuat tanpa bukaan, untuk menghindari suara dari luar
masuk ke studio dan sebaliknya.
b. Membutuhkan sound proofing yang baik.
c. Adanya ruang perantara untuk menambah perlindungan akustik
ruang.
d. Ukuran dan bentuk studio yang optimum harus diadakan.
e. Derajat difusi yang tinggi harus dijamin.
f. Karakteristik dengung harus ideal.
g. Cacat akustik harus ditiadakan.
h. Bising dan getaran harus diminimalisir.
123123123
4) Ruang Penunjang
Ruang penunjang yang ada adalah ruang controller studio yang mengatur
suara di dalam studio sendiri dan berisi peralatan.
b. Syarat Psikologis/Arsitektural
1) Intimate scale, yang dapat diciptakan dengan membuat atap perseptual
yang terbentuk oleh sistempencahayaan.
2) Dimensi terkecil tidak boleh kurang dari 2,4 m2
3) Tenang, hal ini adalah tuntutan membuat suasana ruang yang dingin dan
kalem sehingga pengguna dapat berkonsentrasi dengan baik.
Gambar 4.52 : Contoh ruang studio musik (setyowati, 2003 dalam Zulkifli, 2011)
4.4.4 Galeri
Galeri yang dimaksud adalah ruang pamer sekaligus sebuah memorabilia dan
tempat penyimpanan koleksi alat-alat musik yang memiliki nilai historis.
a. Persyaratan Teknis
1) Benda-benda koleksi harus benar benar terlindung dari kerusakan baik
alami maupun buatan.
2) Display hendaknya dapat dilihat tanpa kesulitan.
124124124
3) Pencahayaan dapat merupakan paduan alami dengan buatan yang diatur
sehingga benda pamer dapat terlihat dengan baik. Sirkulasi linier lebih
pas untuk ruang pamer.
b. Syarat Psikologis
1) Normal scale, sehingga tercipta suasana yang uniti antara pengunjung
dengan benda pamer.
2) Sirkulasi yang lenggang.
4.5 Pendekatan Aspek Struktur dan Konstruksi
Terdapat 3 bagian sistem Struktur pada bangunan yaitu:
a. Sub Structure
Struktur bagian bawah bangunan terdiri dari pondasi dan tanah pendukung
pondasi. Pondasi berfungsi untuk mendukung seluruh beban bangunan dan
meneruskan beban bangunan tersebut kedalam tanah dibawahnya. Suatu
sistem pondasi harus dapat menjamin, harus mampu mendukung beban
bangunan diatasnya, termasuk haya-gaya luar seperti gaya angin, gempa, dll.
Untuk itu pondasi haruslah kuat, stabil, aman, agar tidak mengalami
penurunan dan tidak mengalami pematahan. Oleh karena itu perlu
diperhatikan kriteria dalam pemilihan pondasi yaitu berat bangunan yang
harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, beban mati serta beban-
beban lain dan beban yang diakibatkan gaya-gaya ekstrnal, jenis tanah dan
daya dukung tanah.
Berdasarkan kriteria sistem pondasi diatas, maka sistem sub struktur yang
direkomendasikan adalah:
1. Foot Plat
Pondasi foot plat digunakan pada kondisi tanah dengan daya dukung
tanah antara 1,5 – 2,00 kg/cm2. Pondasi Foot Plat ini biasanya digunakan
untuk bangunan gedung 2 sampai 4 lantai, dengan kondisi tanah yang
baik dan stabil.
125125125
Gambar 4.53 : Pondasi Foot Plat (sumber : struktur konstruksi 3, 2013 dalam Arifah,
2015)
2. Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu
menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap
lenturan. Pondasi tiang pancang digunakan pada tanah lembek, tanah
berawa, dengan kondisi daya dukung tanah kecil, kondisi sir tanah tinggi
dan tanah keras pada posisi sangat dalam.
Gambar 4.54 : Pondasi Tiang Pancang (sumber : struktur konstruksi 3, 2013 dalam
Arifah, 2015)
b. Mid Structure
Mid Structure adalah struktur bagian tengah bangunan yang terdiri atas,
struktur rangka kaku (ring frame structure) dan struktur dinding rangka geser
(frame shear wal structure)
c. Upper Structure
Upper Structure adalah struktur bangunan yang berada di atas permukaan
tanah atau pada bagian ini dapat berupa sistem konvensional untuk grid
dengan bentang kecil, dan sistem struktur advance seperti Shell Structure,
Space Frame, Folded Plate, Cable untuk bangunan dengan bentang lebar.
126126126
Berdasarkan kriteria sistem struktur diatas, maka sistem upper Structure yang
direkomendasikan adalah:
1) Baja Konvensional
Kuda-kuda ini banyak dipergunakan pada bangunan dengan bentang
atap yang lebar, misalnya gedung pertemuan, aula, atau pabrik. Baja
konvensional ini mempergunakan baja profil yang cukup tebal. Cukup
banyak jenis profil yang tersedia di pasaran, misal profil C, profil I,
profil H, profil siku, atau bentuk lain seperti pipa dan persegi. Jarak di
antara kuda-kuda bisa cukup jauh, yaitu antara 4-5m. Di atas kuda-
kuda ini barulah dipasang usuk yang biasanya menggunakan kanal C
yang mirip dengan profil baja ringan. di atas usuk biasanya langsung
dipasang atap metal (spandeck) atau asbes. Bila ingin mempergunakan
genteng bisa saja. Kanal C tersebut berfungsi sebagai gording, dan
ditambahi lagi usuk dan reng dari kayu di atasnya.
2) Space Frame
Space Frame adalah suatu rangka ruang yang terbuat dari bahan
pipa besi berikut conus, hexagon dan baut baja yang dihubungkan
satu dengan lainnya dengan ball joint / bola baja sebagai
mediatornya. Ball joint ini dapat terbuat dari baja padat atau stainless
steel.
3) Shell Structure
Shell structure atau Cangkang adalah bentuk struktural berdimensi tiga
yang kaku dan tipis serta mempunyai permukaan lengkung. Permukaan
cangkang dapat mempunyai bentuk sembarang. Bentuk yang umum
adalah permukaan yang berasal dari kurva yang diputar terhadap satu
sumbu (misalnya, permukaan bola, elips, kerucut, parabola).
4) Folded Plate
Pelat atau Folded Plate adalah structure planar kaku yang secara khas
terbuat dari material monolith yang tingginya kecil (tipis) dibandingkan
dengan dimensi-dimensi lainnya. Beban yang umum pada pelat
mempunyai sifat banyak arah. Pelat dapat ditumpu di seluruh tepinya atau
127127127
hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom atau campuran antara
tumpuan menerus dan titik). Pelat ini terbuat dari material padat, homogen
yang memiliki sifat sama di segala arah. Dengan membentuk lipatan kaku
pada suatu sistem struktur yang bekerja secara efisien untuk menyalurkan
beban sehingga memungkinkan dicapainya bentang-bentang lebar di
antara tumpuan-tumpuan yang direncanakan.
4.6 Pendekatan Aspek Utilitas
4.6.1 Sistem Komunikasi
Terdapat dua jenis sistem komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Internal, yang menuntut fasilitas-fasilitas seperti
intercom untuk komunikasi individual dua arah, speaker/sound system,
local area network (LAN) yang merupakan sistem komunikasi data
berkecepatan tinggi untuk pertukaraninformasi mengingat banyaknya
kelompok kegiatan.
b. Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi dari dalam ke luar
bangunan dapat berupa telepon, faximile, PABX untuk mengkontrol
hubungan keluar dan masuk.
4.6.2 Sistem Transportasi
Jaringan transportasi yang digunakan untuk menghubungkan antara lantai satu
dengan lantai lainnya adalah:
a. Tangga, dapat digunakan untuk berpindah.
b. Lift, membantu anak tunadaksa dalam melakukan pergerakan dari lantai
satu ke lantai yang lainnya.
c. Ram, dapat digunakan sebagai alat transportasi dalam bangunan maupun
luar bangunan
4.6.3 Sistem Energi/Listrik
Penggunaan jaringan listrik dengan sistem rangkaian paralel agar hemat
energi. Sistem rangkaian paralel adalah salah satu rangkaian listrik yang
disusun secara berderet (paralel). Rangkaian listrik paralel adalah suatu
rangkaian listrik, di mana semua input komponen satu sama lain tersusun
128128128
paralel. Hal ini menyebabkan biaya yang lebih banyak (kabel penghubung
yang diperlukan lebih banyak). Selain kelemahan tersebut, susunan paralel
memiliki kelebihan tertentu dibandingkan susunan seri. Adapun
kelebihannya adalah jika salah satu komponen dicabut atau rusak, maka
komponen yang lain tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
Menggunakan genset sebagai alternatif ketika listrik PLN padam. Atas dasar
pertimbangan keamanan, banyak hal yang perlu diperhatikan seperti
penempatan jarinagn terpisah.
Gambar 4.55 : Rangkaian Paralel (sumber : wikiwand, 2015 dalam Arifah, 2015)
4.6.4 Sistem Plumbing
a. Jaringan Air Bersih
Apabila sistem sambungan langsung oleh berbagai alasan tidak dapat
diterapkan, sebagai gantinya banyak sekali digunakan sistem tangki atap,
terutama di negara Amerika Serikat dan Jepang. Dalam sistem ini, air
ditampung lebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai
terendah bangunan atau dibawah muka tanah) kemudian dipompakan ke
suatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi
bangunan.
Apabila tekanan air dalam pipa utama cukup besar, air dapat langsung
dialirkan ke dalam tangki atap tanpa disimpan dalam tangki bawah dan
dipompa. Dalam keadaan demikian ketinggian lantai atas yang dapat dilayani
akan tergantung pada besarnya tekanan air dalam pipa utama.
129129129
Gambar 4.56 : Sistem dengan tangki atap (sumber : Elsita Octarina, 2015 dalam Arifah, 2015)
b. Sistem Jaringan Air Kotor
Pembuangan air kotor yang berasal dari bangunan meliputi air hujan yang
langsung dibuang ke saluran kota. Sedangkan air kotor dari pengguna bangunan,
yang berasal dari lavatory di saring dan diolah menggunakan saluran
pengolahan limbah atau sawage treatment.
4.6.5 Sistem Penangkal Petir
Berdasarkan teknologi penangkal petir terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Penangkal Petir Konvensional
1) Sistem franklin. Sistem paling sederhana jenisnya dan hampir tidak ada
perubahan dari pertama dibuat oleh Franklin. Tipe ini menggunakan
jalur kabel tunggal untuk menyalurkan arus listrik yang diterima tombak
penangkal petir ke tanah.
2) Sistem Faraday. Sistem yang memodifikasi sistem franklin yang
semula 2 Jalur Kabel Tunggal menjadi Banyak Jalur Penurunan Kabel
atau Jalur Multiple. Jalur yang melintang sedemikian rupa
menyerupai sangkar karena itu disebut Sangkar Faraday.
130130130
Gambar 4.57 : Sistem Franklin Gambar 4.58 : Sistem Faraday
(sumber : Arifah, 2015) (sumber : Arifah, 2015)
b. Penangkal Petir Elektrostatis. Berbeda dengan penangkal petir
konvensional yang bersifat pasif, Penangkal Petir Elektrostastis
memodifikasi cara kerja penangkal petir menjadi aktif. Dikatakan aktif
karena instalatir, ujung terminal penangkal petir ditinggikan dalam jarak
tertentu sehingga penangkal petir dapat dikatakan seakan menjemput petir.
Fungsinya memberikan perlindungan yang lebih besar dan berbentuk
seperti payung dalam radius. Oleh karena itu disebut juga Penangkal
Petir Radius.
4.6.6 Sistem Pemadam Kebakaran
Keamanan dan pencegahan bahaya kebakaran sangat penting pada
bangunan Kids Art Studio. Beberapa sistem alarm kebakaran yang terdiri
atas:
a. Otomatis
1) Smoke detector, alat sensor terhadap timbulnya asap berlebihan.
2) Thermal control, alat sensor terhadap panas/peningkatan suhu.
b. Manual
Menggunakan alat push bottom box, dengan cara menekan tombol yang
ada di setiap ruangan bila terjadi kebakaran.
Dan alat pemadam kebakaran terdiri atas:
1) Hydrant box, menggunakan jaringan pipa bertegangan tinggi yang
disambung dengan selang.
2) Fire extinguisher, merupakan tabung karbidioksida portable untuk
memadamkan api secara manual oleh manusia. Di tempatkan pada titik-
titik strategis agar mudah dijangkau dan dikenali serta rungan-ruangan
131131131
yang memiliki resiko kebakaran tinggi.
3) Sprinkler gas, digunakan untuk menanggulangi kebakaran pada ruang-
ruang yang memakai peralatan elektronik
4.7 Pendekatan Aspek Arsitektural
4.7.1 Tampilan Bangunan
Tampilan Bangunan merupakan salah satu unsur yang penting dari sebuah
bangunan, karena tampilan bangunan yang mengekspresikan bentuk fasad
bangunan untuk menyampaikan makna atau pesan dan ide ke dalam bentuk
yang ditampilkan. Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia merupakan
bangunan untuk kegiatan belajar musik tradisional, oleh karena itu didesain
bangunan yang dapat mencerminkan bangunan pendidikan yang nyaman,
aman, menyenangkan dengan fasad yang menarik.
Karena merupakan Sekolah Musik Tradisional Daerah Indonesia dan juga
menggunakan pendekatan arsitektur neo vernakular, fasad bangunan
menggunakan aksen aksen regional yang mencerminkan arsitektur neo
vernakular dipadukan dengan material modern yang sesuai. Aksen aksen
regional tersebut dipadukan dengan transformasi bentuk geometris yang
dimodifikasi seingga sesuai dengan konsep Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia.
Gambar 4.59 : Pendekatan Gubahan Massa (sumber : Analisis, 2016)
132132132
Bentuk bentuk geometris juga diadaptasikan ke dalam bentukan denah maupun
atap dari perencanaan dan perancangan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia ini dengan menyelaraskan juga ke konsep arsitektur neo vernakular.
a. Denah
1) Persegi 2) Persegi Panjang
3) Lingkaran
b. Atap
1) Limasan 2) Pelana
3) Dak/Balok
BAB V
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
SEKOLAH MUSIK TRADISIONAL INDONESIA
Konsep dasar yang digunakan untuk landasan perencanaan bangunan Sekolah
Musik Tradisional Indonesia di Bandung adalah sebagai berikut:
a. Sekolah Musik Tradisional Indonesia adalah bangunan publik yang
mengutamakan fungsi bangunan sebagai bangunan sekolah seni musik untuk
masyarakat dengan kelengkapan fasilitas dan utilitas, hubungan antar ruang,
dan juga sirkulasi namun tetap memperhatikan aspek arsitektur bangunan yang
baik untuk pengguna bangunan.
b. Memiliki citra dinamis regional yang sesuai dengan visi utama sekolah musik
tradisional guna mengangkat kesenian tradisional Indonesia.
c. Penampilan bangunan dinamis regional, modern dan fungsional untuk siswa
akan mendukung proses kegiatan belajar musik tradisional dan dapat membuat
pengguna bangunan merasa nyaman dan aman berada di dalam bangunan.
d. Sebagai bangunan sekolah non- formal, sekolah musik tradisional Indonesia
mempunyai fasilitas penunjang seperti perpustakaan, Concert Hall, dan
galeri/ruang pameran.
5.1 Konsep Dasar Perencanaan
Konsep dasar perencanaan dimaksudkan sebagai acuan dalam menyusun
landasan program perencanaan dan perancangan arsitektur Sekolah Musik
Tradisional Indonesia di kota Bandung. Dengan adanya konsep dasar
perencanaan ini diharapkan dalam perancangan Sekolah Musik Tradisional di
kota Bandung akan lebih mendekati konsep penekanan desain.
Dasar pendekatan yang diperlukan adalah:
a. Konsep aspek fungsional
133
134134134
b. Konsep aspek keruangan
c. Konsep aspek struktur dan konstruksi
d. Konsep aspek utilitas bangunan
e. Konsep aspek arsitektural
Konsep dasar perancangan ini merupakan landasan pokok dalam proses desain
fisik Sekolah Musik Tradisional dengan pendekatan desain arsitektur neo
vernakular, sehingga perancangan bangunan tersebut tidak menyimpang dari
kriteria yang telah ditetapkan.
Pendekatan dasar yang digunakan untuk landasan perencanaan bangunan
Sekolah Musik Indonesia di kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Sekolah Musik Tradisional Indonesia adalah bangunan publik yang
mengutamakan fungsi bangunan sebagai bangunan sekolah seni musik untuk
masyarakat dengan kelengkapan fasilitas dan utilitas, hubungan antar ruang,
dan juga sirkulasi namun tetap memperhatikan aspek arsitektur bangunan
yang baik untuk pengguna bangunan.
b. Memiliki citra dinamis regional yang sesuai dengan visi utama sekolah
musik tradisional guna mengangkat kesenian tradisional Indonesia.
c. Penampilan bangunan dinamis regional, modern dan fungsional untuk siswa
akan mendukung proses kegiatan belajar musik tradisional dan dapat
membuat pengguna bangunan merasa nyaman dan aman berada di dalam
bangunan.
d. Sebagai bangunan sekolah non- formal, sekolah musik tradisional Indonesia
mempunyai fasilitas penunjang seperti perpustakaan, Concert Hall, dan
galeri/ruang pameran.
5.2 Konsep Site
Lokasi site Sekolah Musik Indonesia berada di jalan Dewi Sartika, kelurahan
Balong Gede, kecamatan Regol, Bandung yang termasuk ke dalam SWK
Karees, dengan total luas site ±10.200m2 dengan KDB 80%. Kondisi kontur
relatif datar dan memiliki kondisi udara yang tidak terlalu panas walaupun dekat
dengan pusat kota. Lokasi site di dalam kelurahan Balong Gede merupakan
135135135
daerah strategis karena hanya berjarak ±250m dari pusat kota dengan berbagai
kelengkapan fasilitas yang ada tentunya menjadi nilai tambah tersendiri untuk
pemilihan lokasi Sekolah Musik Tradisional Indonesia.
Gambar 5.1 : Eksisting Site (sumber : Analisis Pribadi, 2016)
5.3 Konsep Bangunan
5.3.1 Konsep Massa Bangunan
Massa bangunan menghadap ke Barat dengan perletakan bangunan
memanjang dari utara ke selatan dimaksudkan supaya bangunan mendapatkan
pencahayaan alami yang memadahi sari sinar matahari. Dengan menentukan
arah orientasi bangunan, terdapat beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Kondisi lingkungan, sangat berpengaruh pada arah orientasi karena
dengan memperhatikan kondisi lingkungan tapak bangunan yang
dirancang, maka akan tercipta keselarasan lingkungan dalam satu
kawasan.
b. Kondisi klimatologis, berpengaruh pada tingkat pencahayaan bangunan,
yang didasarkan pada sirkulasi dan arah edar matahari.
c. Terhadap tapak bangunan, dengan mempertimbangkan pencapaian utama
maka orientasi bangunan dihadapkan pada jalan utama.
136136136
Gambar 5.2 : Analisis Arah Orientasi Bangunan (sumber : Analisis Pribadi,
2016)
5.3.2 Konsep Gubahan Massa
Sekolah Musik Tradisional Indonesia merupakan bangunan untuk siswa
belajar dan menampilkan karya mereka, sehingga untuk gubahan massa
hendaknya perlu dipertimbangkan bentuk yang sesuai untuk bangunan
kesenian khususnya tradisional Indonesia dengan tetap mengutamakan
kenyamanan dan keamanan bangunan. Dengan menggunakan pendekatan
arsitektur neo vernakular, bentuk massa bangunan Sekolah Musik mengambil
analogi kesenian tradisional Indonesia dan melakukan transformasi bentuk
untuk mendapatkan gubahan massa. Massa bangunan mengikuti
pengelompokan kegiatan Sekolah Musik Tradisional Indonesia, dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Area kegiatan utama, digunakan untuk kegiatan pembelajaran musik
tradisional di Sekolah Musik Tradisional.
b. Area kegiatan pengelola, digunakan untuk kegiatan pengelola.
c. Area kegiatan penunjang, digunakan untuk kegiatan penunjang.
d. Area kegiatan servis, digunakan untuk area pelayanan.
137137137
Gambar 5.3 : Gubahan Massa (sumber : Analisis, 2016)
Gambar diatas adalah merupakan gubahan massa rencana untuk bangunan
utama yaitu ruang kelas, studio, ruang praktek serta ruang pengajar dan
pengelola. Garis nada tradisional khas sunda dijadikan elemen estetis pada
fasad bangunan dengan bentukan atap julang ngapak yang merupakan
bentukan atap rumah tradisional sunda. Bahan ACP juga digunakan
sebagai bahan pelapis pada fasad bangunan dikombinasikan dengan
material kayu dan kaca. Material kayu digunakan untuk memperkuat
desain neo vernacular pada bangunan selain bentukan atap julang ngapak.
5.3.3 Konsep Penekanan Desain
Penekanan desain dari Sekolah Musik Tradisional Indonesia adalah fungsi
ruang dengan pendekatan arsitektur neo vernakular. Dengan pendekatan
arsitektur neo vernakular dapat diadaptasikan pada bagian di dalam dan di
luar bangunan Sekolah Musik Tradisional Indonesia. Pendekatan ini dapat
diadaptasi dan diaplikasikan tanpa mengurangi fungsi ruangnya. Berikut
adalah konsep dari Sekolah Musik Tradisional Indonesia :
a. Konsep Eksterior
Eksterior Sekolah Musik Tradisional Indonesia menggunakan aksen
aksen regional dengan material modern yang sesuai dengan fungsinya
sehingga bisa tercipta eksterior yang fungsional dengan tenpa
menghilangkan konsep arsitektur neo vernakular.
1) Atap
Untuk penutup atap menggunakan atap julang ngapak yang
merupakan atap rumah tradisional sunda seperti yang ada pada
kampus ITB dengan bahan penutup atap genteng bitumen.
138138138
Gambar 5.4 : Konsep Atap Julang Ngapak (sumber : search engine google.com
dengan kata kunci atap tradisional sunda julang ngapak)
2) Fasad bangunan
Fasad bangunan sekolah musik menggunakan gabungan material
tradisional dan modern. Kesan tradisional dan alami didapati pada
penggunaan material dasar kayu dan batu alam, seperti pada kolom
kampus ITB yang menggunakan batu alam sebagai pelapisnya.
sedangkan kesan modern ditampilkan dengan penggunaan material
ACP dan kaca.
Gambar 5.5 : Eksterior menggunakan bahan batu alam seperti di kampus ITB
(sumber : Analisis, 2016)
Gambar 5.6 : Eksterior menggunakan bahan ACP seperti pada bangunan kantor
bupati Kampar (sumber : Analisis, 2016)
139139139
Bangunan sekolah musik yang akan direncanakan menggunaan bahan
ACP sebagai pelapis fasad seperti pada bangunan kantor Bupati
Kampar.
3) Pagar Barier
Untuk meredam kebisingan dari luar tapak, pada rencana sekolah
musik akan menggunakan pagar barier dari beton di sekeliling site.
Gambar 5.7 : Beton Pra pabrikasi sebagai pagar barier peredam kebisingan
(sumber : Analisis, 2016)
b. Konsep Interior
Interior pada bangunan Sekolah Musik Tradisional ini menekankan pada
fungsi ruang karena Sekolah Musik membutuhkan persyaratan ruang
khusus terurama untuk ruang studio dan ruang praktek dan juga concert
hall dengan tetap memperhatikan konsep arsitektur neo vernakular.
1) Langit-langit
Langit-langit untuk ruang yang membutuhkan kualitas suara yang
baik seperti ruang studio, ruang praktek dan juga concert hall,
menggunakan material plafond akustik, sedangkan untuk ruang kelas,
ruang pengelola dan ruang penunjang lainnya menggunakan gypsum
board biasa.
140140140
Gambar 5.8 : plafond akustik (sumber : search engine google.com dengan kata
kunci plafond akustik)
2) Dinding
Untuk ruang studio dan concert hall menggunakan pelapis dinding
rockwool yang berfungsi sebagai peredam suara dan juga dilapisi
dengan Medium Density Fiberboard sebagai pelapis permukaan.
Gambar 5.9 : rockwool (sumber : search engine google.com dengan kata kunci
rockwool)
Gambar 5.10 : Medium Density Fiberboard sebagai pelapis dinding concert hall
(sumber : Analisis, 2016)
Penggunaan Pelapis bermaterial MDF ( medium Density Fiberboard)
(gambar....) seperti yang diterapkan di bangunan concert hall Taman
Budaya Yogyakarta akan diaplikasikan untuk ruang studio dan
concert hall pada rencana bangunan sekolah musik.
141141141
Gambar 5.11 : Gypsum sebagai pelapis dinding ruang praktek (sumber : Analisis,
2016)
Sedangkan untuk ruang praktek menggunakan pelapis gypsum
sebagai peredam seperti yang diterapkan pada ruang praktek di
jurusan seni musik Institut Seni Indonesia Yogyakarta (gambar...)
yang coba diaplikasikan ke dalam rencana bangunan sekolah musik.
3) Lantai
Untuk penutup lantai secara umum menggunakan bahan keramik
namun untuk ruang studio, ruang praktek dan juga concert hall
menggunakan tambahan karpet sebagai pelapis yang berfungsi
meredam suara.
Gambar 5.12 : Keramik dan karpet sebagai penutup lantai (sumber : Analisis,
2016)
5.3.4 Konsep Ruang Galeri
Ruang galeri merupakan adalah salah satu ruang sebagai daya tarik
pengunjung untuk mengunjungi kawasan Sekolah Musik Tradisional Daerah
Indonesia yang tidak ditemui di dalam sekolah musik lain. Konsep galeri
adalah untuk sarana edukasi. Edukasi diperoleh dari pengenalan koleksi alat
alat musik tradisional daerah Indonesia beserta sejarahnya.
142142142
Gambar 5.13 : Pameran alat musik (sumber : sindonews.com)
Selain alat musik, di dalam galeri juga menampilkan manekin yang
menggunakan pakaian tradisional khas daerah Indonesia yang terlihat sedang
memainkan alat musik tradisional agar terlihat menarik bagi pengunjung
yang melihat.
Gambar 5.14: koleksi alat musik tradisional Indonesia dengan manekin yang menggunakan
pakaian adat daerah Jawa yang terlihat sedang memainkan alat musik di Museo de la Musica
Etnica de Busot di negara Spanyol. (sumber : beritalamongan.com)
Di dalam galeri juga terdapat ruang visual interaktif yang merupakan ruang
dimana terdapat layar interaktif yang di dalamnya memuat informasi
mengenai alat musik dan kesenian musik tradisional Indonesia yang
ditampilkan secara visual agar pengunjung dapat mengetahui sejarah
kesenian musik tradisional daerah Indonesia
143143143
Gambar 5.15 : Ruang Visual di URA Singapura (sumber : ura.gov.sg)
Gambar di atas merupakan ruang visual yang ada di dalam gedung Urban
Redevelopment Authority Singapura. Ruang seperti inilah yang akan
diadaptasikan ke dalam Galeri yang ada di rencana bangunan Sekolah Musik
Tradisional Daerah Indonesia sebagai ruang visual interaktif yang akan
menampilkan segala informasi mengenai kesenian musik tradisional daerah
Indonesia.
5.3.5 Konsep Tata Luar dan Tata Lanskap
Konsep tata ruag luar bangunan Sekolah Musik Tradisional Indonesia
didesain deangan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang terjadi antara
bangunan dan ruang luar. Ruang luar selain digunakan sebagai ruang publik
juga dimanfaatkan sebagai kelas outdoor untuk siswa yang ingin belajar alat
musik dengan suasana santai.
Konsep pola tata penghijauan dan lanskap mempengaruhi tampilan suasana
bangunan Sekolah Musik Tradisional Indonesia. konsep penataannya adalah
dengan menyesuaikannya dengan konsep bangunan secara umum, yaitu
dengan pendekatan arsitektur neo vernakular.
144144144
Gambar 5.16 : Sketsa Tempat duduk dan bersantai outdoor (sumber : Analisis, 2016)
Selain itu elemen lanskap juga ditambahkan dengan bangku dan meja yang
digunakan untuk bersantai pad ataman sekaligus sebagai ruang terbuka untuk
berkegiatan belajar supaya siswa tidak jenuh belajar di dalam ruang kelas.
5.4 Konsep Struktur Bangunan
5.5.1 Sistem Modul
Sistem modul yang digunakan yaitu berupa bentuk modul berupa grid yang
disesuaikan dengan bentuk bangunan dan menggunakan bentuk kolom
menyesuaikan konsep bangunan keseluruhan dengan tetap
mempertimbangkan aspek keselamatan dan keamanan bangunan.
Gambar 5.17 : Modul kolom (sumber : Arifah, 2015)
5.5.2 Sistem Struktur
Sistem struktur yang akan digunakan bangunan Sekolah Musik Tradisional
Indonesia adalah:
145145145
a. Sub Structure
Struktur bangunan Sekolah Musik Tradisional Indonesia menggunakan
pondasi tiang pancang. Menggunakan pondasi tiang pancang karena
konsep dari bangunan akan memiliki 3 sampai 4 lantai.
Gambar 5.18 : Pondasi Tiang Pancang (sumber : Google.com, 2016)
b. Upper Structure
Struktur bangunan Sekolah Musik Indonesia menggunakan struktur atap
baja ringan dengan pertimbangan lebih ringan, fleksibel, dan cenderung
tahan lama.
Gambar 5.19 : Rangka Baja (sumber : Google.com, 2016)
5.5 Konsep Fungsional
5.5.1 Konsep Sirkulasi ke Bangunan
Konsep sirkulasi ruang luar pada Sekolah Musik Tradisional Indonesia
meliputi pergerakan pengguna dalam mencapai bangunan
146146146
Parkir Entrance Entrance Bangunan
Drop Off
Konsep sirkulasi ruang luar yang dipilih adalah pencapaian langsung karena
kondisi site yang memungkinkan untuk pencapaian site secara langsung.
5.5.2 Konsep Program Ruang
Tabel 5.1 : Besaran Ruang Utama
No. Jenis Ruang Kapasitas Standar (m2) Sumber Luas (m2)
1. Ruang kelas 30 siswa 1 Pengajar
1 Papan Tulis 1 Piano
2 Rak Loker
0.31 2
2.7 0.93 0.12
A
14,93
2. Ruang Studio 5 Siswa 1 Pengajar
5 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
1,65 (5) 2.7
A
7,9
3. Ruang Gesek 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2 1
2.7
A
6,32
4. Ruang Tiup 2 siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2 1
2.7
A
6,32
5. Ruang Perkusi 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2 1
2.7
A
7,32
6. Ruang Piano 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
3,7 2.7
A
12,72
Jumlah 55,51
Sirkulasi 30% 16,653
Total 72,163
Sumber : Analisis, 2016
147147147
Tabel 5.2 : Jumlah Besaran Ruang Utama
No. Jenis Ruang Kapasitas Standart (m2) Jumlah Ruang Jml Luas (m2)
1.
Ruang kelas
30 siswa 1 Pengajar
1 Papan Tulis 1 Piano
2 Rak Loker
0.31 2
2.7 0.93 0.12
6
324
2.
Ruang Studio
5 Siswa 1 Pengajar
5 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
1,65 (5) 2.7
6
324
3.
Ruang Gesek
2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
0,5 2.7
6
324
4.
Ruang Tiup
2 siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
0,5 2.7
6
324
5.
Ruang Perkusi
2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2 1
2.7
6
324
6. Ruang Piano 2 Siswa 1 Pengajar
2 Alat Musik 1 Papan Tulis
0.31 2
3,7 2.7
6
324
Jumlah 1944
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 5.3 : Besaran Ruang Pengelola
No. Jenis Ruang Kap. (org) Standar (m2) Sumber Luas (m2)
1. Ruang Pimpinan 1 20 DA 54
2. Ruang
Staff/Pengajar
17 4.5
DA
108
3. Ruang Rapat 20 2 DA 54
Jumlah 216
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 5.4 : Besaran Ruang Penunjang
No. Jenis Ruang Kap. (org) Standar (m2) Sumber Luas (m2)
1. Lobby 50 12 A 144
148148148
2. Concert Hall
Ruang tunggu Panggung
Area Penonton R. latian
R. sound control R. ganti
40
850
25 4
25
2
1.05
2 6 4
A
TP
TP TP A
144 288 576 54 72 72
3. Galeri 150 2 A 288
4. Kafe 100 288 A 288
4. Perpustakaan Ruang Staff Rak Buku
Loker
Ruang Baca
2
2000 buku 80 80
4.5
1m2 / 100 buku
1
1.5
DA
DA
A
DA
108
Jumlah 1984
Sumber : Analisis, 2016
Tabel 5.5 : Besaran Ruang Servis
No. Jenis Ruang Kap (org) Standar (m2) Jumlah Luas (m2)
1. Mushola R. sholat T. wudhu
30
1.03
25% dari luas r.sholat
DA
DA
42,4
2. Toilet Perempuan Toilet
Wastafel Toilet Laki-laki
Toilet Wastafel
Urinoir
15 15
15
15 20
2,7
0,48
2,7
0,48 0,18
DA DA
DA
DA
DA
40,5 7,2
40,5
7,2 3,6
3. Ruang
Penyimpanan
1 21 A 36
5. Ruang AHU - 20 S 18
6. Ruang Panel - 8 S 9
7. Ruang Plumbing - 8 S 9
8. Pos Jaga 2 4 S 8
9. Ruang Genset - 20/unit S 18
10. Ruang Kontrol - 9 9
Jumlah 338,5
Sumber : Analisis, 2016
149149149
Tabel 5.6 : Total Luas Ruang
No. Kelompok Ruang Luas (m2)
1. Ruang Utama 1944
2. Ruang Pengelola 216
3. Ruang Penunjang 1984
4. Ruang Servis 338,5
Total 4482,5
Sumber : Analisis, 2016
Keterangan :
DA : Erenst Neufert, Architec’s Data
TSS : Josp De Chire and John Hand Book, Time server standart for building
A : Analisis dan Studi Banding
TP : Theater Planning
TD : Theater Design
H : Hotel and Planning Design
S : Asumsi
5.5.3 Organisasi Ruang
Organisasi ruang pada Sekolah Musik Tradisional Indonesia di kelompokkan
menjadi beberapa zona yaitu zona privat (zona pengelola dan zona servis),
zona publik (zona penerima, zona parkir dan zona servis), dan zona semi
publik (zona belajar dan zona penunjang).
150150150
Concert Hall
Galeri
Perpustakaan
Ruang Mushola
Ruang Toilet
Ruang
Penyimpanan
Ruang PABX
Ruang AHU
Ruang ME
Ruang Genset
Ruang Plumbing
ME
Parkir Pos Jaga
Drop Off
ME Bangunan
Ruang Studio Ruang Kelas
Ruang Gesek Ruang Tiup
Ruang Perkusi Ruang Piano
Ruang Pimpinan Ruang
Staff/Pengajar
Ruang Rapar Ruang Tamu
: Ruang Utama
:Ruang Pengelola
: Ruang Penunjang
: Ruang Servis
: Erat
: Kurang Erat
5.5.4 Sirkulasi Ruang
Sirkulasi ruang Sekolah Musik Tradisional Indonesia dibedakan dan
disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing yaitu :
151151151
Kamar Mandi/WC Mushola
Kantin
a. Alur sirkulasi ruang siswa
Ruang Kelas
ME
Parkir
Ruang Studio
Ruang Gesek
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Kamar Mandi/WC
Mushola Kantin
Ruang Piano
Hall
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
b. Alur sirkulasi ruang Pengajar & Pengelola
Ruang Kelas
ME Ruang Studio
Ruang Gesek
Parkir
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Hall
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
152152152
c. Alur sirkulasi ruang Pegawai Operasional Servis
Ruang Kelas
ME
Hall
Parkir
Ruang Studio
Ruang Gesek
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Kamar Mandi/WC
Mushola Kantin
Ruang
Penyimpanan
Ruang Mekanikal
Elektrikal
Ruang AHU
Ruang Plumbing
Ruang ME
Ruang PABX
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
153153153
\\
Kamar Mandi/WC Mushola
Kantin
d. Alur sirkulasi ruang Pegawai Keamanan
Ruang Kelas
ME Ruang Studio
Ruang Gesek
Hall
Parkir
Ruang Perkusi
Ruang Tiup
Ruang Piano
Ruang Pengelola
Ruang Penunjang
Concert Hall Galeri
Perpustakaan
Ruang
Penyimpanan
Ruang Mekanikal
Elektrikal
Ruang AHU
Ruang Plumbing
Ruang ME
Ruang PABX
Pos Jaga
Keterangan:
Erat
Kurang Erat
5.5.5 Zoning
a. Klimatologi
Gambar 5.20 : Analisis klimatologi (sumber : Analisis, 2016)
154154154
Dalam menentukan orientasi bangunan terkait dengan kondisi klimatologi
pada area sekitar tapak terpilih harus memperhatikan arah edar matahari
yaitu dari timur ke barat untuk menentukan bukaan untuk cahaya
matahari dapat masuk ke dalam ruang sebagai pencahayaan alami dan
juga arah angin dari barat ke timur sebagai pertimbangan untuk
menentukan orientasi bukaan untuk penghawaan alami.
Dari hasil analisa klimatologi diperoleh zoning sebagai berikut:
Gambar 5.21 : Zoning hasil analisis klimatologi (sumber : Analisis, 2016)
b. Kebisingan
Lokasi site yang berada pada kawasan padat menjadi tantangan tersendiri
dari aspek kebisingan, apalagi bangunan rencana sekolah musik sangat
menuntut kondisi yang nyaman dan minim kebisingan yang ditimbulkan
dari aktivitas di luar tapak. Untuk itu perlu adanya analisa kebisingan
guna menentukan zonasi yang tepat di dalam tapak.
Gambar 5.22 : Analisis kebisingan (sumber : Analisis, 2016)
155155155
Pada daerah yang berwarna merah seperti yang ditunjukkan pada
gambar.. merupakan zona paling bising karena berada tepat berada
bersebelahan dengan jalan Dewi Sartika yang merupakan akses lalu lintas
menuju pusat kota dan area perdagangan di daerah pusat kota menjadikan
jalan dewi sartika sebagai jalan dengan aktivitas lalu lintas baik
kendaraan bermotor maupun pejalan kaki yang padat.
Dari hasil analisa kebisingan diperoleh zonasi sebagai berikut:
Gambar 5.23 : Zoning hasil analisis kebisingan (sumber : Analisis, 2016)
c. View From Site
Berada di dekat pusat kota menjadikan tapak terpilih mempunyai
kelebihan dalam aspek view from site, hanya berjarak ±250m dari alun
alun kota Bandung dan berada di area bisnis perdagangan bisa
dimanfaatkan sebagai arah orientasi bangunan sekolah musik ke luar
tapak.
Gambar 5.24 : Analisis View From Site (sumber : Analisis, 2016)
156156156
Pada sisi barat memperoleh skor tertinggi karena view langsung ke arah
area jalan dewi sartika yang merupakan pusat bisnis perdagangan,
sedangkan arah utara memperoleh view ke arah alun-alun kota Bandung
yang hanya berjarak ±250m dari lokasi tapak. Skor terendah pada sisi
timur dan selatan karena merupakan daerah permukiman dan sisi selatan
merupakan area SMP 43 Bandung.
Dari hasil analisa view from site diperoleh zonasi sebagai berikut:
Gambar 5.25 : Zoning hasil analisis view from site (sumber : Analisis, 2016)
d. View to site
Sebuah bangunan Sekolah Musik harus memiliki penampilan yang
menarik yang bisa dilihat dari luar tapak sebagai daya tarik bangunan
yang akan menuntun pengunjung untuk berkunjung ke sekolah musik,
tentunya penampilan yang menrik juga harus didukung dengan potensi
arah pandang orang dari luar tapak menuju tapak. Untuk itu diperlukan
analisa view to site guna menentukan zonasi area sekolah musik.
Gambar 5.26 : Analisis View To Site (sumber : Analisis, 2016)
157157157
Pada sisi barat memperoleh skor tertinggi karena berada pada kawasan
padat lalu lintas sehingga persentase view to site sangat besar. Untuk sisi
utara sedikit lebih kecil skor yang didapat karena merupakan area lalu
lintas cukup padat, begitu juga pada sisi timur. Untuk sisi selatan karena
berbatasan langsung dengan SMP 43 Bandung tentunya view to site
sangat kurang.
Dari hasil analisa view to site diperoleh zonasi sebagai berikut:
Gambar 5.27 : Zoning hasil analisis view to site (sumber : Analisis, 2016)
e. Hasil Zoning
Dari analisa klimatologi, kebisingan, view from site dan view to site
dapat disimpulkan bahwa zoning untuk kawasan sekolah musik
tradisional daerah Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar 5.28 : Hasil Zoning Akhir (sumber : Analisis, 2016)
158158158
Untuk daerah utara, barat laut, dan barat di sisi bagian luar, digunakan
sebagai zona ruang penunjang seperti concert hall, galeri dan
perpustakaan. Sedangkan untuk sisi tengah dan barat sisi bagian dalam
digunakan sebagai zona ruang utama atau zona pembelajaran yang
membutuhkan kondisi yang tenang nyaman, serta tingkat kebisingan yang
minim. Untuk zona pengelola ditempatkan pada sisi timur bagian dalam
sampai timur laut. Sedangkan area servis ditempatkan pada sisi timur luar
sampai selatan.
5.6 Konsep Utilitas
5.6.1 Sistem Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami
Pemanfaatan sinar matahari dapat dilakukan dengan perletakan dan desain
bukaan yang tepat, penanaman, pemilihan dan perletakan vegetasi dengan
tepat serta penggunaan kaca reflektif dan tinted glass atau material
bangunan lain yang sesuai yang dapat mengatasi panas yang ditimbulkan
sekaligus sebagai elemen estetika.
b. Pencahayaan buatan, digunakan pada ruang-ruang tertentu seperti ruang
pameran, ruang pertunjukan, dan ruang yang sesuai dan membantu ruang
yang pencahayaan alaminya masih kurang. Berikut adalah pencahayaan
buatan:
1) Pencahayaan langsung :
a) Untuk ruang kelas, ruang studio dan ruang praktek menggunakan
pencahayaan langsung jenis down light, penggunaan down light
karena sesuai dengan fungsi ruang yang membutuhkan
pencahayaan yang baik untuk menunjang proses pembelajaran.
Gambar 5.29 : Down Light (sumber : search engine google.com dengan kata
kunci down light)
159159159
b) Untuk ruang concert hall menggunakan down light sebagai
pencahayaan utama dipadukan dengan spot light untuk bagian
panggung untuk menunjang kegiatan pertunjukan.
Gambar 5.30 : Spot Light (sumber : search engine google.com dengan kata
kunci spot light)
c) Ruang galeri merupakan ruang yang membutuhkan pencahayaan
khusus untuk menunjang kegiatan pameran. Jenis pencahayaan
yang digunakan adalah down light sebagai pencahayaan utama.
Sedangkan untuk pencahayaan khusus untuk pameran
menggunakan spot light dan track light.
Gambar 5.31 : Track Light dan Spot Light (sumber : search engine google.com
dengan kata kunci Track light/Spot Light)
d) Sedangkan untuk eksterior untuk kebutuhan estetika menggunakan
jenis pencahayaan wall washer light.
Gambar 5.32 : Wall Washer Light (sumber : search engine google.com dengan
kata kunci wall washer light)
5.6.2 Sistem Pengkondisian Udara
Penghawaan yang akan digunakan untuk bangunan Sekolah Musik
Tradisional Indonesia sebagai berikut:
160160160
a. Penghawaan mekanis
Sistem penghawaan mekanis digunakan pada ruang-ruang tertentu seperti
kamar mandi, dapur, ruang genset, ruang pompa, ruang instalasi air.
b. Penghawaan alami
Untuk mendapatkan penghawaan alami ruang kelas, ruang pengajar dan
pengelola, ruang servis, dan ruang penunjang lainnya yang ideal adalah
dengan menyediakan bukaan/ventilasi.
c. Penghawaan Buatan
AC window untuk pelayanan ruang yang kecil dan AC central untuk
pelayanan yang besar.
Chiller AHU Control Panel
Ruang-ruang kegiatan
utama, ruang
pengelola dan ruang
penunjang
(Skema Penghawaan Buatan)
5.6.3 Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi yang digunakan pada Sekolah Musik Tradisional
Indonesia ada dua jenis sistem komunikasi, yaitu komunikasi internal, seperti
intercom untuk komunikasi individu dua arah, speaker / sound system, local
area network (LAN). Serta komunikasi eksternal, yaitu komunikasi dari
dalam keluar bangunan dapat berupa telepon, faximile, PABX untuk
mengkontrol hubungan keluar masuk.
5.6.4 Sistem Transportasi
Jaringan transportasi yang digunakan pada bangunan Sekolah Musik
Indonesia adalah tangga, lift, dan ram. Tangga yang digunakan harus dapat
dilewati minimal oleh dua orang bersama-sama (tangga lebar bersih minimal
120cm). Sedangkan lift yang digunakan adalah lift penumpang dengan
kapasitas 16 orang atau 3000 lbs. Lift dengan tipe MRL (machine room less)
161161161
yaitu lift tanpa ruang mesin yang menggunakan motor magnet permanen
lebih kecil, sehingga menghemat ruang.
5.6.5 Sistem Elektrikal
Sistem elektrikal pada Sekolah Musik Tradisional Indonesia ini menggunakan
listrik yang bersumber dari PT. PLN dengan tenaga cadangan dari genset jika
aliran listrik dari PLN terputus. Perletakan genset dalam hal ini memerlukan
suatu perhatian khusus karena sifat genset yang cenderung berisik,
menimbulkan polusi udara dan bau bahan bakar dan getaran yang
ditimbulkan pada saat generator bekerja.
PLN Trafo
PLN
Auto
Switch
Main
Distributor
Panel
Sub Panel
Sub Panel
Sub Panel
(Skema Sistem Ekeltrikal)
5.6.6 Sistem Plumbing
Sistem plumbing terdiri dari jaringan air bersih dan jaringan air kotor. Pada
Sekolah Musik Tradisional Indonesia meliputi peralatan untuk penyediaan air
bersih dan pembuangan air kotor.
Air bersih yang digunakan bersumber dari air sumur artesis dan PDAM.
Kebutuhan air bersih ini digunakan untuk kebutuhan MCK, kebutuhan
berwudhu, kebutuhan penyiraman tanaman, dan lain sebagainya. Sistem
distribusi air bersih pada bangunan Sekolah Musik ini dibagi menjadi 2 yaitu
untuk di dalam bangunan dan di luar bangunan. Pada distribusi air bersih di
dalam bangunan menggunakan sistem tangki dengan menggunakan pompa
untuk menaikkan air ke atas bangunan dan distribusi air bersih di luar
bangunan menggunakan pompa khusus yang disalurkan ke Hydrant Pillar
yang hanya bekerja kala kran Hydrant Pillar dibuka saat terjadi bahaya
kebakaran.
162162162
Untuk limbah air kotor masuk langsung diarahkan ke saluran pembuangan
kota.
Sumur
artesis
PDAM
Ground
water
tank
Roof
Pompa Tank
Ruang-ruang
(Skema Sistem Plumbing Dalam Ruang)
Sumur
artesis
PDAM
Ground
water
tank
Pompa
Hydrant
Pillar
(Skema Sistem Plumbing Luar Ruang)
5.6.7 Sistem Penangkal Petir
Sistem penangkal petir menggunakan penangkal petir elektrostatis (radius)
mengingat bangunan yang akan dirancang merupakan bangunan bertingkat
dan cukup luas. Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi
sebagian sistem panangkal petir radioaktif, yakni menambah muatan pada
ujung finial / splitzer agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar.
Prinsip kerja penangkal peti adalah : saat muatan listrik negatif di bagian
bawah awan suadah tercukupi, maka muatan listrik positif di tanah akan
segera tertarik. Muatan listrik kemudian segera merambat naik melalui kabel
konduktor, menuju ke ujung batang penangkal petir.
5.6.8 Sistem Perlindungan Bahaya Kebakaran.
Untuk pendeteksian terhadap api pada Sekolah Musik Tradisional
menggunakan heat+smoke detector. Pemadaman api di dalam bangunan
menggunakan 2 alat pemadam kebakaran otomatis dan manual. Alat
pemadam kebakaran otomatis aktif di dalam bangunan yaitu Sprinkler dan
alat pemadam kebakaran manual di dalam bangunan yaitu Hydrant Box dan
Fire Extinguisher (tabung pemadam kebakaran).
163163163
Sedangkan pemadaman api di luar bangunan menggunakan alat pemadam
kebakaran manual yaitu Hydrant Pillar.
Api
Api
Heat Detector
Smoke Detector
Sistem alarm Sistem start
Alat pemadam
kebakaran
otomatis aktif
(sprinkler)
Alat pemadam
kebakaran manual
(Hydrant Box dan
Fire Extinguisher
(Skema Sistem Perlindungan Kebakaran di Dalam Ruang)
Api Hydrant Pillar
(Skema Sistem Perlindungan Kebakaran di Luar Ruang)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faritsi, Irfan. 2013. 31 Museum Pamerkan Alat Musik Tradisional di Bandung.
(Online). (http://photo.sindonews.com/view/2758/31-museum-pamerkan-
alat-musik-tradisional-di-bandung , diakses 17 Juni 2016),
Arifah, Siti Nur. 2014. Kids Art Studio Di Kota Semarang. Tugas Akhir. Fakultas
Teknik: Universitas Negeri Semarang.
Architectaria. 2014. House of Music di Aalborg karya Coop Himmelb(l)au: Saat
Alunan Musik Berpadu Dengan Seni Arsitektur Tinggi. (Online).
(http://architectaria.com/house-of-music-di-aalborg-karya-coop-
himmelblau-saat-alunan-musik-berpadu-dengan-seni-arsitektur-tinggi.html
, diakses 25 April 2016).
Destinasibdg. 2015. Komunitas Karinding Sagala Awi, Peduli dengan
Kebudayaan Sunda. (Online).
(http://www.destinasibandung.co.id/komunitas-karinding-sagala-awi-
peduli-dengan-kebudayaan-sunda.html# , diakses 16 Juni 2016).
Doelle, Leslie L dan Prasetio, Lea. 1985. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga
Ibo, Ahmad. 2016. Taman Budaya Yogyakarta: Laboratorium Seni di Yogyakarta.
(Online). (http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/taman-budaya-yogyakarta-
laboratorium-seni-di-yogyakarta , diakses 10 Mei 2016).
Khoirunisa, Isnaini. 2016. Arsitektur Unik Sekolah Musik di Kanagawa Jepang.
(Online). (http://www.rumah.com/berita-
properti/2016/3/118961/arsitektur-unik-sekolah-musik-di-kanagawa-
jepang , diakses 25 April 2016).
Putra, Febrianto. 2014. 14 Jenis Jenis Musik Tradisional Nusantara. (Online).
(http://www.febrian.web.id/2014/03/14-jenis-jenis-musik-tradisional.html
, diakses 24 April 2016).
Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi Pada
Bangunan. Yogyakarta: Andi
Ness, Carol. 2008. The Architecture of Joseph Esherick Finally Gets Its Due.
(Online).
(http://www.berkeley.edu/news/berkeleyan/2008/11/05_esherick.shtml ,
diakses 10 Mei 2016).
Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek (Jilid 1). Jakarta: Erlangga
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek (Jilid 2). Jakarta: Erlangga
Nursaidah, 2014. Sejarah dan Teori Arsitektur II ( Arsitek Pada Periode Modern,
Post Modern, dan Dekonstruksi Serta Perkembangan Arsitektur Modern di
Barat & Timur). Tugas I. Program Studi Arsitektur : Universitas Syiah
Kuala.
Ramadhan, Indra Pongo. 2015. Musik, Bandung, dan Tourism. (Online).
(http://www.kompasiana.com/dontstoppongo/musik-bandung-dan-
tourism_54f5f67fa3331184108b45a0 , diakses 2 Mei 2016).
Skyline Team. 2011. New Look for Singapore City Gallery. (Online).
(https://www.ura.gov.sg/skyline/skyline11/skyline11-02/html/p08.html ,
diakses 17 Juni 2016).
Supriadi, Bambang. 2012. Alat Musik Tradisional Nusantara Lengkap 33
Propinsi. (Online). (http://anaktebidah.blogspot.co.id/2012/03/alat-musik-
tradisional-nusantara.html , diakses 24 April 2016).
Zikri, Ahlul. 2016. Arsitektur Neo Vernakular. (Online).
(http://ahluldesigners.blogspot.co.id/2012/08/arsitektur-neo-vernakular-
a.html , diakses 24 April 2016).
Zulkifli, Muhammad. 2011. Sekolah Musik Kontemporer di Malang (Tema :
Kompleksitas Geometri Yang Ambigu). Tugas Akhir. Fakultas Sains dan
Teknologi : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Wage, H.A. 1979. “Eijk, Pieter Nicolas van (1887-1954). Dalam Biografisch
Woordenboek van Nederland
Wikipedia, 2016. Aldo van Eyck. (Online).
(https://en.wikipedia.org/wiki/Aldo_van_Eyck , diakses 10 Mei 2016).
Wikipedia, 2016. Joseph Esherick. (Online).
(https://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Esherick_(architect) , diakses 10 Mei 2016).