LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

16
LEGENDA SULTAN DOMAS Pada zaman dahulu kala di Lampung terdapat sebuah dusun yang cukup ramai di pinggir sebuah sungai yang mengalir ke Laut Jawa. Dusun atau kampung itu kini terletak di kota tua Sukadana, Lampung Timur. Pada waktu itu, belum ada jalan raya, apalagi mobil, sepeda motor, atau kendaraan lain. Pohon-pohon yang lebat, Hutan dan jalanan berbatu yang menghiasi kampung tersebut. Rakyat hidup sederhana. Rumah-rumah masih jarang. Mata pencaharian masyarakat kampung masih berladang dan berkebun. Di kampung itu hidup seorang pemuda bernama Domas. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dunia. Karena miskin dan tidak punya harta, Domas sering dihina penduduk kampung sehingga ia jarang keluar dari gubuk peninggalan orang tuanya. Setiap kali keluar tidak hanya cibiran penduduk yang Domas dapatkan, jika sedang sial Domas kerap kali menjadi pelampiasan orang-orang jahat kampung. Tiap hari, kerja Domas ialah memancing ikan di sungai yang tidak jauh dari gubuknya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Ibu Domas sering berpesan kepada Domas untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Oleh karena itu, Domas yang miskin dan yatim piatu itu tidak mau membenci penduduk kampung meski mereka suka menghina dirinya. Seperti hari-hari biasanya, pagi ini Domas pun bersiap untuk mencari ikan di sungai, walau cuaca pada pagi ini

Transcript of LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

Page 1: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

LEGENDA SULTAN DOMAS

Pada zaman dahulu kala di Lampung terdapat sebuah dusun yang cukup ramai di

pinggir sebuah sungai yang mengalir ke Laut Jawa. Dusun atau kampung itu kini

terletak di kota tua Sukadana, Lampung Timur. Pada waktu itu, belum ada jalan

raya, apalagi mobil, sepeda motor, atau kendaraan lain. Pohon-pohon yang lebat,

Hutan dan jalanan berbatu yang menghiasi kampung tersebut. Rakyat hidup

sederhana. Rumah-rumah masih jarang. Mata pencaharian masyarakat kampung

masih berladang dan berkebun. Di kampung itu hidup seorang pemuda bernama

Domas. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dunia. Karena miskin dan tidak punya

harta, Domas sering dihina penduduk kampung sehingga ia jarang keluar dari

gubuk peninggalan orang tuanya. Setiap kali keluar tidak hanya cibiran penduduk

yang Domas dapatkan, jika sedang sial Domas kerap kali menjadi pelampiasan

orang-orang jahat kampung. Tiap hari, kerja Domas ialah memancing ikan di

sungai yang tidak jauh dari gubuknya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Ibu

Domas sering berpesan kepada Domas untuk tidak membalas kejahatan dengan

kejahatan. Oleh karena itu, Domas yang miskin dan yatim piatu itu tidak mau

membenci penduduk kampung meski mereka suka menghina dirinya.

Seperti hari-hari biasanya, pagi ini Domas pun bersiap untuk mencari ikan di

sungai, walau cuaca pada pagi ini agak mendung lain dari biasanya. Setapak demi

setapak ia lalui hutan dengan was-was, kalau-kalau ada binatang buas yang siap

memangsa dirinya. Tetapi dalam hati Domas, ada yang lebih menakutkan

dibanding dari binatang buas itu sendiri yaitu ia lebih khawatir jika ada orang-

orang yang mencoba berbuat jahat pada Domas namun sebelumnya ia menipu

dengan berpura-pura bersikap baik padanya. Ya, manusia seperti itu lebih

menakutkan daripada hewan buas sekalipun. Seburuk-buruk hewan buas, ia tak

pernah berbohong. Namun, manusia yang menikam dari belakang itu lebih buruk

dari hewan buas. Setibanya di tepi sungai, Domas langsung bersiap dengan

tombak yang ia bawa. Agak sulit kali ini Domas mendapatkan ikan, mengingat

cuaca yang tak bersahabat yang sedari pagi hari tadi antara mau hujan dan tidak

hujan. Akhirnya, setelah sekian lama dan lewat perjuangan yang lumayan sulit

Domas pun mendapatkan ikan. Hasilnya tak seperti yang diharapkan Domas.

Page 2: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

“Setidaknya ini lebih baik daripada aku tidak makan untuk hari ini”, ucap Domas

dalam hati. Langsung ia taruh ikan tersebut ke dalam ember besar yang ia bawa.

Sembari mencari tempat untuk rehat, sambil menggendong kotak berisi ikan yang

ia tangkap tadi ia mengumpulkan kayu bakar untuk digunakannya memanggang

ikan. Tibalah ia pada suatu gubuk kecil. Gubuk itu telah hampir dimakan usia.

Warnanya pudar, hampir tak beratap, hampir tidak jelas mana bagian dalam gubuk

itu dengan bagian luarnya mengingat sama banyaknya dari batu-batu yang

berserakan pada gubuk tersebut. “Aku sudah terbiasa hidup sendiri, mengapa aku

harus takut pada gubuk itu toh tak ada bedanya dengan rumah sendiri, biarlah aku

coba beristirahat sejenak pada gubuk itu”, ucap Domas. Ia letakkan kotak ikan

yang ia gendong ke tanah. Pelan-pelan ia rebahkan tubuhnya ke lantai. Sambil

merenungi nasibnya yang tidak beruntung itu Domas memanggang ikan itu.

“Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, mengapalah nasibku seperti ini, hidup

sebatang kara, sanak saudara tidak ada, tiada pula yang menyayangi dan

mengasihi aku,” keluh Domas sambil menunggu ikanya matang. Tak hanya sekali

dua kali Domas mengeluh seperti itu, hampir setiap malam ia mengadukan

nasibnya kepada Tuhan. Ia berfikir, hanya Tuhanlah sandaran satu-satunya tempat

ia berkeluh-kesah tentang nasibnya itu. Waktu kecil, ibunya sering menasehati

Domas agar ia tidak melupakan Tuhannya. “Sekuat apapun usaha manusia jika

tidak disertai dengan keridhoan Tuhan itu tidak berarti apa-apa Domas”.

Demikianlah bunyi nasihat yang terlintas pada pikiran Domas. Selagi pikiran

Domas terhanyut oleh pikirannya sendiri, dari tempat ia memanggang ikan tadi

tercium bau aroma yang mengundang selera. Aroma ikan bakar ditambah bumbu

masak yang Domas kumpulkan tadi ternyata mengundang sesosok manusia tua

dari dalam gubuk itu keluar. Rambut putih dan jenggot putih panjang terurai,

disertai berjalan dengan menggunakan tongkat tapi yang menandakan ciri khas

dari kakek ini adalah meskipun sudah tua ia dari paras wajahnya masih nampak

kharisma yang kuat, seolah apa yang Domas temui ini seperti bukan kakek-kakek.

Domas tidak sadar bahwa di dalam gubuk itu ada seseorang. Ia kira gubuk ini

merupakan gubuk tua biasa yang tidak mungkin ditinggali oleh manusia apalagi

oleh seorang kakek tua. “Hai, anak muda,” sapa kakek itu kepada Domas. Domas

pun menjawab sapaan kakek tersebut dengan sopan. “Apakah ada yang bisa saya

Page 3: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

bantu kakek,” tanya Domas pada kakek itu. “Boleh aku minta makananmu, nak,”

jawab kakek. Sudah beberapa hari ini kakek belum makan sedikitpun. Tegas si

kakek. Permintaan dari si kakek membuat Domas berfikir dua kali untuk berbagi

makanan dengan si kakek. Jika pada hari biasa mungkin dia akan dengan senang

hati berbagi makanan tetapi hari ini makanan yang dia dapat sangat sedikit

ditambah dia pun dari pagi hari belum makan sedikitpun. Melihat kakek itu

membuat hati Domas luluh. “Ah, biarlah makanan ini aku berikan pada kakek itu

saja toh aku masih bisa menahan lapar untuk hari ini,” ucap Domas dalam hati.

Domas pun menawarkan ikan bakar yang baru selesai ia masak kepada kakek tua

yang baru ia kenal itu. “Terima kasih, nak,” jawab kakek itu kepada Domas.

“Wahai kakek, apa yang kamu lakukan di gubuk ini sendirian,” tanya Domas

sambil basa-basi kepada si kakek. Itulah hal yang membuat penasaran Domas.

Apakah kakek memang tinggal digubuk ini, apakah ia seorang pengembara yang

kebetulan singgah di gubuk ini sama seperti dia. Jika kakek tua itu memang

seorang pengembara, Domas ingin bertanya pada kakek itu. Ia penasaran dengan

dunia luar selain dari kampung itu. Maklum, karena sedari kecil Domas belum

melalah buana kedunia luar. Ayahnya sudah meninggal waktu ia masih bayi. Juga

ibunya tidak menceritakan tentang dunia luar dari kampung atau desa tempat

Domas tinggal. “Hahaha, aku memang sudah lama tinggal di gubuk ini, Nak,”

jawab kakek sambil tertawa. Serentak, jawaban si kakek membuat hati Domas

agak sedikit kecewa. Melihat perubahan muka pada pemuda yang telah

menolongnya itu membuat kakek tua menyadari bahwa kiranya anak muda yang

berada di depanya ini mengaharapkan jawaban yang berbeda. Langsung kakek tua

itu mengganti jawaban yang ia ungkapkan. “Aku memang sudah lama tinggal di

sini tetapi aku bukan pemilik gubuk ini, “ jawab kakek kembali. Kiranya diketahui

bahwasanya dahulu, kakek tua itu seorang pengembara yang telah berkelana ke

berbagai tempat di pelosok negeri. Karena sudah tidak tahu lagi tempat mana yang

ingin ia kunjungi ia menemukan gubuk ini dan dijadikannya lah gubuk ini sebagai

tempat tinggalnya. Mengetahui hal itu membuat hati Domas senang sekaligus

kagum pada kakek tua itu. “Hai anak muda, ada hal apa yang membuatmu

bersedih,” tanya kakek tua itu kepada Domas. Sebenernya sudah seelum dari

Domas menginjakkan kaki di gubuk kecil ini, kakek itu sudah lama

Page 4: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

memperhatikan Domas. Hanya ia tak berani bertanya pada anak muda itu. Melihat

raut wajah anak muda yang telah menolongnya ini agak terlihat sedih sewaktu

memasuki gubuk tadi kakek tua itu ingin mencoba menghiburnya sebagai rasa

terima kasihnya karena telah diberi makanan oleh anak muda yang telah

diketahuinya bernama Domas itu. “Tidak ada masalah apa-apa kakek, aku hanya

merenungi nasibku yang tidak beruntung ini”, jawab Domas kepada sang kakek.

Telah diketahui sebelumnya bahwa Domas hidup sebatang kara. Tak hanya itu

yang membuat Domas bersedih hati. Berbagai ejekan, hinaan, cercaan yang

dilontarkan oleh orang-orang kepada Domas. Siksaan berupa fisik pun kerap kali

Domas dapatkan. “Wah, malang benar nasibmu cucu.” Kata kakek mencoba

menghibur Domas. Mulai hari ini kamu akan kakek anggap sebagai cucu kakek

sendiri Domas. Lagipula kamu sudah tidak punya orang tua maupun keluarga lagi.

Mungkin sudah takdir dari langit kamu kita dipertemukan di gubuk ini. Baiklah,

Domas aku akan coba mengajarimu sebuah jurus yang bisa kamu pakai nanti jika

ada orang yang berani menyakitimu. Siapa yang menyakitimu berarti menyakiti

aku juga. Sebenarnya kakek yang ditemui Domas itu merupakan seorang yang

sakti mandraguna yang telah berkeliling hampir ke semua pelosok negeri.

Sewaktu mudanya dulu ia sering menguji kesaktianya dengan berbagai lawan di

setiap negeri yang ia kunjungi. Kamu beruntung Domas, aku tak terlalu suka

mengangkat orang sebagai muridku. Tapi setelah bertemu kamu, melihat kebaikan

hatimu dan kemalangan nasibmu aku tak hanya mengangkatmu sebagai murid tapi

aku akan memperlakukanmu sebagai cucuku sendiri. “Sini, anak baik aku ajari

kau jurus untuk melindungi diri,” perintah kakek tua itu. Domas pun diajari

beberapa jurus oleh kakek itu. Memang dasar sifat Domas yang tidak ingin

mengecewakan orang yang telah berbuat baik padanya. Maka ia pun dengan

sepenuh hati menerima ajaran dari si kakek. “Terima kasih, kek hari sudah sore

aku mau pamit pulang dulu kek besok atau lusa aku akan kemari lagi

mengunjungi kakek,” ucap Domas kepada kakek. Domas tidak ingin

meninggalkan rumah atau gubuknya itu terlalu lama karena di dalam gubuk

peninggalan orang tuanya itu masih tersimpan kenangan Domas bersama ibunya.

Itulah sebabnya walau Domas ingin pulang meskipun tak ada yang menunggu

kepulangannya di rumah. Setelah pamit kepada kakek itu Domas pun

Page 5: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

meninggalkan gubuk tua itu. Perjalanan pulang Domas terbilang agak panjang

karena harus menelusuri sungai tempat ia biasa menangkap ikan lalu melewati

hutan yang lebat. Dengan was-was, khawatir kalau ada binatang buas Domas pun

melewati hutan. Sesampainya tengah hutan ia mengulangi lagi pelajaran yang

telah diajarkan kakek tadi. Ia tarik nafas, lalu dengan satu dua gerakan ia ayunkan

tangannya. Serentak tak sengaja pukulannya mengenai burung yang kebetulan

lewat. Burung itu langsung terkapar tak berdaya. Beberapa saat kemudian burung

itu mati. Domas tidak menyadari bahwa kakek tadi telah membuka aliran tenaga

dalam saat mengajari Domas. Kaget sekaligus senang ketika Domas menyadari

itu. Dengan begini mungkin akan lebih mudah saat aku menari ikan nanti,

gumamnya. Melihat burung yang mati karena pukulannya membuat perut Domas

berbunyi. Ya, memang dia sampai detik ini belum makan sesuap pun. Ikan hasil

tangkapanya ia berikan kepada kakek tua yang tidak sengaja ia temui tadi.

Akhirnya, Domas pun membawa burung itu untuk ia masak begitu sampai

rumahnya nanti. Begitu tiba di rumahnya ia langsung memasak burung yang

tersebut. Rumah domas tak terlalu berbeda dengan gubuk yang ia temui hari ini.

Yang membedakan hanya di dalam rumah Domas masih bersih dan tertata rapi

walaupun dari luar sama-sama terlihat seperti gubuk tua yang sudah usang. Usai

makan Domas langsung terlelap tidur dengan ditemani nyamuk yang senantiasa

mengigitnya.

Esok harinya, Domas pun ingin mengunjungi kakek itu lagi untuk menepati

janjinya. Dengan lebih dulu menangkap ikan untuk diberikan kepada kakek tua

yang sudah ia anggap sebagai kakek sendiri. Tetapi, kali ini dengan berbekal

ajaran yang telah diberikan oleh si kakek tua itu ia berhasil mendapatkan banyak

ikan. Tentu kali ini ia dan kakek itu tidak akan merasakan kelaparan sama seperti

kemarin dimana ia rela memberikan seluruh makananya pada si kakek. Memang

begitulah sifat Domas yang baik hatinya itu. “Haha Cucu, kamu menepati janjimu

menengok aku kembali,” tawa kakek senang dikunjungi oleh Domas kembali.

Seperti kemarin, kali ini pun Domas diajari kembali oleh kakek itu. Kali ini

Domas harus pulang lebih awal dari kemarin mengingat perjalanan pulang sangat

jauh ditambah hari ini dia harus menacari kayu bakar karena persediaan kayu

bakar di rumahnya telah habis. Hari ini entah lain dari biasanya, Domas merasa

Page 6: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

tidak enak jika meninggalkan rumah terlalu lama. Setelah usia ia mencari kayu

bakar ia buru-buru pulang. Dan benar ketika domas selesai dari mencari kayu

bakar di hutan, ia kaget mendapatkan gubuknya sudah dibakar orang. Perasaan

Domas yang hidup sebatang kara itu hancur lebur.. “Siapa, siapa yang telah

membakar gubukku. Sungguh tega sekali ia padaku” ucap Domas sambil

menangis tersedu-sedu. Ya, memang dari semenjak awal warga di kampung

Domas memang sudah tidak suka terhadap Domas. Mereka senang melihat

Domas susah. Karena kemaren Domas terlihat bahagia karena bertemu dengan

kakek tua itu tak sengaja dilihat oleh orang kampung Domas. Ia merasa curiga

mengapa Domas terlihat begitu bahagia lalu ia pun membuntuti Domas. Melihat

Domas yang telah menjatuhkan burung dengan sekali pukul orang itu merasa

khawatir kalau-kalau Domas akan balas dendam kepadanya. Dengan penuh

dengki, akhirnya orang itu ingin agar Domas pergi dari kampung ini dengan cara

membakar rumahnya. Ia tahu kebiasaan Domas bahwa padi pagi hari Domas pasti

akan mengambil ikan di sungai yang jaraknya cukup jauh. Ketika Domas

berangkat pagiharinya, orang itu beserta komplotannya bersiap untuk membakar

rumah Domas. Melihat penampakan Domas sudah tak terlihat badan sedikitpun

dan merasa yakin bahwa Domas tak akan kembali untuk mengambil barang yang

tertinggal mereka lalu membakar rumah Domas. Kali ini, perasaan Domas hancur.

Kesedihan ia tak tertahankan. Ia sangat sedih karena tak bisa menjaga satu-

satunya peninggalan orang tuanya yang sangat ia cintai itu. Tak ada yang bisa

menghibur Domas malam ini. Sambil menangis ia berlari menuju hutan yang

lebat. “Oh, Tuhan mengapa nasibku malang begini. Hidup hanya untuk dihina,

bahkan aku tak bisa menjaga pemberian orang tuaku. “ keras-keras Domas

ucapkan. Di tengah hutan ia merenungi nasibnya yang malang itu dan ingin bunuh

diri. Domas sudah tidak tahu lagi arah tujuan hidupnya. Ia sekarang tahu bahwa

kebencian dan kedengkian warga kampungnya begitu dalam pada Domas. Tak

mungkin ia kembali ke kampung itu lagi. Antara hidup segan mati pun tak mau

Domas menjalani malam yang terasa amat panjang Baginya. Ibu Domas tidak

pernah mengajarkan Domas untuk lari dari masalah. Ia mengajarkan kepada

Domas bahwa hidup itu adalah suatu perjuangan maka dari itu dirinya tak boleh

berputus asa. Domas yang sudah tidak punya rumah dan dan malam tinggal di

Page 7: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

bawah atap daun pisang yang ia buat, bermimpi didatangi seorang kakek tua

berjanggut putih panjang terurai. Kakek itu berpesan kepada Domas agar pergi ke

arah Selatan. “Apabila cucu bertemu sebuah sungai besar yang dikelilingi banyak

pohon besar, menetaplah di sana. Jangan lupa membuka ladang untuk ditanami

sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai bekal sehari-hari, “kata kakek dalam

mimpi itu. Setelah mendengar pesan itu, Domas terbangun. Ia mencari kakek tua

itu, tetapi tidak ada. Domas teringat pada kakek tua yang tempo hari ia temui. Pagi

harinya Domas pun mengunjungi gubuk tempat tinggal kakek itu, tatapi kali ini

Domas tidak melihat siapapun yang berada di dalamnya. Ia berpendapat kakek itu

sudah pergi berkelana melanjutkan perjalananya. Kali ini Domas memang benar-

benar sendirian. Kakek yang Domas anggap sebagai keluarga telah meninggalkan

gubuk itu. Domas pun teringat mimpinya semalam, “Aha, boleh jadi kakek itu

memang menyuruh aku untuk pergi berkelana. Ia tahu bahwa aku sudah tidak

mungkin tinggal di kampung ini lagi. Dengan berbekal ajaran dari si kakek

Domas pun mengikuti pesan dalam mimpi itu untuk pergi berkelana

meninggalkan kampung halamanya ini, tekad ia sudah bulat.

Domas pun meninggalkan kampung halamanya menuju tempat yang disebutkan

kakek tua dalam mimpi itu. Ia terus berjalan ke arah Selatan. Masuk kampung

keluar kampung, masuk hutan keluar hutan. Berhari-hari ia melakukan perjalanan

dan sering menghadapi berbagai gangguan. Kadang-kadang ia bertemu dengan

binatang buas seperti harimau, buaya, dan ular. Akan tetapi, ia sudah bertekad

meninggalkan kampungnya. Dengan ajaran ilmu dari kakek itu ia dengan mudah

mengatasi binatang-binatang buas selama perjalanan. Beruntung ia sering melatih

apa yang diajarkan kakek itu selama perjalanan. Gangguan seperti binatang buas

sudah tidak berarti baginya. Bahkan ada beberapa hewan buas yang menjadi

kawannya karena sifat welas asih Domas yang tak tega membunuh hewan

tersebut. Setelah berjalan berbulan-bulan, akhirnya sampailah Domas di sebuah

hutan lebat. Di hutan itu ada sebuah sungai besar, airnya sangat jernih, iaknya

banyak. Domas tercengang! Tiba-tiba ia ingat pesan kakek tua dalam mimpinya

dulu. Tanpa berpikir lama, Domas memutuskan untuk tinggal di tepi sungai yang

sekarang bernama way sekampung. Berhari-hari ia mengumpulkan kayu untuk

membuat gubuk. Setelah itu, ia pun menebang pohon untuk dibuat ladang. Hati

Page 8: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

Domas semakin tenteram. Di sungai itu banyak terdapat ikan yang bisa didapat

dengan mudah. Karena tidak ada pekerjaan lain, Domas sering melakukan semedi

atau bertapa. Waktu pun berlalu dengan cepat. Pada suatu hari, saat bertapa selesai

bertapa ia melihat seorang kakek yang kelihatan tidak asing baginya. Dan benar

saja setelah Domas perhatikan baik-baik kakek itu ialah kakek yang Domas temui

sekitar sepuluh tahun silam. Domas tidak sadar bahwa dalam perjalananya itu ia

telah menghabiskan banyak bulan bahkan tahun yang ia lalui. Ia sangat gembira

melihat kakek tua yang ia anggap sebagai kakek sendiri ternyata masih hidup.

Kakek itupun sangat senang bertemu dengan Domas. “Domas cucuku, baik-

baikkah engkau di sini,” tanya kakek dengan gembira. “Aku sangat baik kek, aku

sudah mencari kakek sejauh ini. Akhirnya kita dipertemukan juga di sini kakek, “.

Domas pun meneritakan kejadian yang ia alami waktu gubuk tempat tinggalnya

dibakar sampai perjalanan ia sampai ke sini. Kakek tua itu mendengarkan dengan

penuh perhatian. Melihat kesabaran dan keluruhan Domas kakek tua itu merasa

kagum terhadap Domas. Sungguh pemuda seperti Domas sudah jarang ada di

dunia ini. Banyak pemuda yang diberi cobaan dan kebanyakan dari mereka tak

tahan dengan cobaan yang dialami. Banyak juga pemuda yang diberi ilmu yang

tinggi tapi ia menjadi angkuh. Lain dengan Domas, ia diberi cobaan yang besar,

hidup sendirian tetapi ia tidak menyerah. Ia memiliki ilmu yang kuajarkan walau

Cuma sedikit tapi ia mempergunakannya ke jalan yang benar. Ia tidak menyakiti

yang lemah malah sebaliknya ia menolong yang lemah dan memaafkan musuh

yang memusuhinya. Sifat kepribadian Domas membuat sang kakek ingin

memberikan semua ilmu yang ia punya kepada Domas. Akhirnya, Domas diberi

sebuah buku berisi ilmu kesaktian yang dibuat kakek itu selama perjalanan

hidupnya sebagai warisannya kelak untuk muridnya. Beruntung ia memiliki murid

seperti Domas, ia pun dengan senang hati memberinya. Domas juga diberi sebilah

pedang dan tongkat kayu berbentuk ular oleh kakek tua itu. Dengan mengucapkan

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Domas menerima semua pemberian itu

dan akan menggunakannya dengan baik untuk membantu orang yang memerlukan

pertolongan dan orang yang tertimpa musibah.

Sejak menerima pemberian itu, Domas diberi tambahan nama dengan sebutan

Sultan, dan nama lengkapnya menjadi Sultan Domas. Karena perkembangan

Page 9: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

zaman, sekitar tempat Sultan Domas bertempat tinggal sering dikunjungi orang.

Ada yang mencari kayu bahan bangunan rumah, ada yang mencari ikan di sungai,

ada pula yang mencari rotan dan mereka semua denga Sultan Domas di tengah

hutan. Pada mulanya mereka merasa takut dengan Sultan Domas. Akan tetapi,

lama kelamaan mereka tahu bahwa orang yang berada sendirian di tengah hutan

itu orang baik. Berkali-kali para pencari ikan ditolong oleh Sultan Domas ketika

mereka diserang oleh buaya-buaya penunggu sungai. Orang yang diganggu

binatang buas dalam hutan pun ditolong oleh Sultan Domas tanpa imbalan jasa.

Meskipun demikian, tidak semua orang yang ditolong Sultan Domas mau

menerima pertolongan itu dengan ikhlas. Di antara mereka ada yang berniat jahat,

walaupun pernah dibantu Sultan Domas. Apalagi mereka tahu bahwa Sultan

Domas mempunyai ilmu yang sakti serta sebilah pedang dan tongkat kayu yang

sangat bagus. Pada suatu hari, ketika Sultan Domas mencari ikan di hulu Sungai

Way Sekampung, datanglah lima orang berwajah seram ke pondoknya. Ternyata,

mereka sudah lama mengintip dan menunggu Sultan Domas pergi dari pondok.

Semua barang milik Sultan Domas diambil, termasuk sebilah pedang dan tongkat

kayu. Setelah mendapatkan semua yang diinginkan, mereka bermaksud

meninggalkan pondok Sultan Domas dan membakar pondok. Akan tetapi, setiap

kali mereka akan membakar pondok, api tidak bisa hidup. Akhirnya, niat untuk

membakar pondok dibatalkan. Mereka segera pergi, tetapi di depan pintu pondok

mereka terhenti karena ada seekor ular besar yang mengeluarkan semburan

berhawa panas. Mereka panik dan membuka dinding bagian belakang pondok.

Akan tetapi, di sana juga ada seekor buaya besar yang siap menerkam. Dengan

perasaan takut, kelima orang itu terkepung di dalam pondok sampai Sultan Domas

pulang. Sultan Domas tidak terkejut ketika melihat orang-orang jahat itu di dalam

pondok. Bahkan, dengan ramah ia menyapa kelima orang yang sedang ketakutan

itu. Mereka tidak bisa berbicara, mulut serasa terkunci. Sultan Domas memberi

salam satu per satu kepada kelima orang itu. Aneh bin ajaib, kelima orang yang

bermaksud jahat itu bisa membuka mulut. Sultan Domas hanya tersenyum dan

mengajak mereka bermalam di pondoknya. Karena hari sudah menjelang malam

dan karena takut, mereka menerima tawaran itu. Malam itu baru Sultan Domas

tahu kalau di sekitar hutan tempat tinggalnya ada perkampungan yang bisa dicapai

Page 10: LEGENDA SULTAN DOMAS.docx

dengan berjalan kaki selama satu hari. Setelah kelima orang itu pulang,

tersebarlah di seluruh daerah bahwa di pinggir sungai dalam hutan Way

Sekampung ada orang sakti yang amat baik sifatnya. Menurut cerita orang tua,

banyak orang ingin membuka ladang di sekitar tempat tinggal Sultan Domas

dahulu. Lama kelamaan, tempat itu menjadi perkampungan. Sultan Domas pun

diangkat menjadi pemimpin. Sampai sekarang legenda Sultan Domas masih

dikenal masyarakat. Bahkan, makam Sultan Domas yang ada di pinggir sungai

Way Sekampung dianggap keramat. Banyak orang melakukan semedi meminta

petunjuk lewat makam Sultan Domas, yang terletak di Desa Sidomukti,

Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Tengah. Sungai dipinggir makam

itu sering banjir. Anehnya jika Sungai Way Sekampung banjir besar, makam itu

tidak pernah tenggelam sementara tempat-tempat disekitarnya digenangi air

sungai.