BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar ... - Unsada
Latar Belakan1
-
Upload
oix-ngabrethphiw -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
Transcript of Latar Belakan1
1. ` Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat pada
saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah. Penyakit infeksi ini dapat
menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan untuk terinfeksi penyakit
ini. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian.(DepKes RI 2009).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yg sering terjadi pada anak. Episode
penyakit batuk pilek pada balita di indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun. ISPA
juga menjadi penyebab utama pasien datang berobat ke puskesmas dan 15-30%
kunjungan berobat di rawat jalan da rawat inap rumah sakit disebabkan oleh
ISPA(Dinkes 2009).
Penyebaran penyakit ISPA di Provinsi jawa Barat cukup merata menyerang
anak-anak dan orang dewasa. Menurut kepala dinas kesehatan kab Bandung(achmad
Kustidjadi) Jumlah penderita ISPA di Jawa Barat pada tahun 2012 diperkirakan
mencapai 20.687 kasus. ISPA merupakan penyakit yang angka kejadiannya paling
tinggi di daerah Kab. Bandung. Menurut Pada tanggal (27/1/2013) kepala Dinas
Keshatan Kab. Bandung enyatakan bahwa Angka kejadian Penyakit ISPA terutama
peuneumonia yang menyerang balita mempunyai target nasional untuk penemuan
kasus setiap tahunnya adalah 10% dari setiap tahunnya disetiap wilayah yang ada di
kab. Bandung. Jika melihat dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 3,2
juta, maka estimasi ada 320 ribu balita. Dilihat dari angka tersebut, diperkirakan
kasus Ispa yang diderita balita yang ditemukan di Kabupaten Bandung sebanyak 32
ribu balita tiap tahunnya, dengan target 86% atau 27.250 kasus yang ditemukan dan
perlu segera untuk di obati. Faktor Penyebab penyakit ISPA adalah bakteri seperti
Streptococus pyogenes, Staphylococcus aerus,dan virus sperti mikrovirus,
Adenovirus. Bakteri tersebut muncul pada lingkungan yang kotor, beserta udara yang
cenderung berubah-ubah dan polusi udara yang meninggi.
Pada musim kemarau, banyak ditemukan kasus ISPA terutama pada balita. hal
ini dikarenakan pada musim kemarau masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih
serta Polusi yang semakin meningkat dan menyebabkan penurunan sistem imun
sehingga mempermudah invasi bakteri yang masuk melalui udara yang terkena
polusi. Penting bagi klien untuk mengetahui dan mewaspadai tanda dan gejala ISPA.
Begitupun petugas kesehatan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang tepat saat menangani pasien ISPA untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya penyebaran infeksi kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain, pasien
maupun pengunjung.
Salah satu upaya yang dilakukan bangsa Indonesia adalah mengupayakan
pentingnya menyadari masyarakat dalam menanggulangi penyakit ISPA di Indonesia.
Maka penting bagi para petugas kesehatan untuk menggalakan program dalam
menanggulangi masalah kesehatan tersebut. Untuk itu sebaiknya program
pengendalian kasus ISPA dimulai dari tingkat primer seperti di Puskesmas.
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) khususnya peuneumonia masih
merupakan penyakit utama, penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita.
pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, dan ini
merupakan 30% dan seluruh kematian yg ada (Kanra 1997). Keadaan ini berkaitan
erat degan berbagai kondisi yg melatarbelakangi seperti mal nutrisi , kondisi
lingkungan juga polusi didalam rumah seperti asap, debu, dan sebagainya. Dari hasil
laporan dipuskesmas tahun 2011 jumlah penyakit peneumonia diperkirakan sebanyak
29.852 kasus menyerang anak usia antara 1-4 tahunserta yang ditemukan dan
ditangani sebanyak 22.320 kasus. Adapun lokasi kasus terbanyak terdapat diwilayah
puskesmas margaasih sebanyak 1.739 kasus, puskesmas ciparay 1.125 kasus dan
puskesmas majalaya 1.101 kasus.
Karena berdasarkan data yg didapat dari Dinas Kesehatan Kab. Bandung, salah
satu wilayah yang angka kejadian ISPA tersering dan termasuk kategori wilayah yg
angka kejadian ISPA nya tinggi salah satunya yaitu Majalaya dengan angka kejadian
1.101 kasus. Majalaya terkenal akan Perindustriannya yang banyak menghasilkan
devisa Negara. Perindustrian dimajalaya sangat berkembang pesat dengan berdirinya
pabrik- pabrik tekstil yang memenuhi jalanan dimajalaya. Tetapi seiring berkembang
pesatnya pabrik-pabrik dimajalaya tidak akan pernah luput dari limbah dan
pencemaran polusi perindustrian yg jika kita lihat dampaknya sangat berbahaya bagi
kesehatan. Limbah dan Pencemaran Polusi tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan
dan sangat bahaya ketika hidung atau organ pernapasa kontak langsung dengan
polusi. Selain bau, Polusi mengandung zat-zat sisa yang sangat berbahaya jika di
hirup. Setelah Penulis menelusuri Majalaya dan penulis mendapatkan data bahwa
angka kejadian ISPA diwilayah tersebut sangatlah tinggi. Terutama di daerah
Wangisagara majalaya. Angka kejadian ISPA nya sangatlah tinggi dengan angka
kejadian 2346 pada Anak dan 3205 pada orang dewasa dan total keseluruhan 5551
angka kejadian ISPA pertahunnya. Mengingat Kejadian ISPA yang banyak terjadi di
masyarakat, khususnya di daerah Wangisagara dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu selain pencemaran polusi yang dikarenakan lokasi penelitian berdekatan
dengan pabrik yang setiap harinya menghasilkan limbah Industri, juga iklim cuaca
yang saat ini sedang mengalami iklim yg beubah-ubah, berikut faktor lingkungan dan
perilaku, serta pengetahuan masyarakat juga dapat mempengaruhi tingkat angka
kejadian ISPA. Pentingnya pencegahan untuk terhindar dari penyakit dapat dilakukan
dengan pemberian informasi dan pengetahuan tentang penyakit ISPA tersebut
sehingga masyarakat dapat melakukan pola hidup bersih dan sehat.
Bedasarkan uraian diatas, dan fenomena yang terjadi di masyarakat, peneliti
tertarik meneliti tentang TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP
DAMPAK DARI PENCEMARAN POLUSI DENGAN MENINGKATNYA
ANGKA KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA ANAK DI DESA
WANGISAGARA KECAMATAN MAJALAYA KAB. BANDUNG.
2. Identifikasi masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan Ibu terhadap penyakit ISPA ?
2. Bagaimana Dampak dari Polusi terhadap pernapasan ?
3. Bagaimana tenaga Kesahatan menanggulangi penyakit ISPA?
3. Tujuan
3.1 Tujuan umum
Melakukan diagnosis komunitas di Desa Dukuh Kec Ibun
3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik masyarakat di Desa Dukuh Kec. Ibun .
2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai ISPA.
3. Mengetahui Dampak dari Polusi terhadap Pernapasan.
4. Manfaat
4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat melakukan diagnosis komunitas
2. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik masyarakat di Desa Dukuh Kec.
Ibun
3. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat pengetahuan Ibu di Desa Dukuh
mengenai ISPA
4. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa besar bahaya polusi terhadap
pernapasan.
4.2 Manfaat Bagi Puskesmas
Puskesmas dapat meningkatkan tindakan pelyanan preventif dan intervensi
terhadap ISPA di masyarakat Kecamatan.
4.3 Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Universitas Bale Bandung
Fakultas Kesehatan Universitas Bale Bandung dapat melayani masyarakat
melalui penerapan dari program pendidikan ilmu kesehatan komunitas serta
meningkatkan kemampuan mahasiswanya di bidang kesehatan khususnya kepedulian
serta pengabdian pada masyarakat. selain itu, manfaat penelitian ini dapat menambah
referensi untuk adik tingkat yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
4.4 Manfaat Bagi Komunitas
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran komunitas mengenai ISPA,
pencegahan, dan intervensi.
2. Meningkatkan kesehatan komunitas dalam jangka panjang.
5. Kerangka Pemikiran/ Kerangka Konsep
ISPA adalah penyakit infeksi yg menyerang pada saluran pernafasan bagian
atas(DinKes 2009). Angka kejadian ISPA yang sangat tinggi juga menyebabkan
Angka kematian Bayi.
Beberapa faktor yg menyebabkan tingginya angka kejadian ISPA dilihat dari faktor-
faktor Keseatan diantaranya adalah presdisposisi, Pendukung, dan Penguat.
5.1 Faktor Presdisposisi
faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku dan tindakan pada diri seseorang
atau masyarakat(Notoadmojo 2005). Faktor ini digunakan untuk menggambarkan
fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda. faktor- faktor ini terdiri dari :
5.1.1 Pengetahuan
Berdasarkan sumber dari Departemen Pendidikan Nasional, pengetahuan menurut
Notoadmojo (2007) adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. pengetahuan merupakan segala
sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek
tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat,
mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan
bertindak.
5.1.2 Pendidikan
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses
pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena
didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah
hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya
memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).
Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena
akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta
pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003),
5.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan Adalah Sekumpulan atau sekelompok tugas dan tanggung jawab dimana
pekerjaan tersebut dilakukan dalam kuun waktu terrentu. Pekerjaan berkaitan erat
dengan proses pertanggung jawaban dan kewajiban.
5.1.4 Sikap
"Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010)
Berbagai batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa rnanifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Selain itu sikap juga dapat berupa
penilaian atau pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek, misalnya dalam hal
ini adalah masalah kesehatan termasuk penyakit. Setelah seseorang mengetahui
stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus
atau objek kesehatan tersebut.
5.2 Faktor Pendukung
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat untuk berperilaku. Syafrudin
(2009) mengemukakan hambatan paling besar dirasakan dalam rangka pencapaian
tujuan untuk mewujudkan hidup sehat bagi masyarakat adalah faktor pendukung yang
terdiri dari :
Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdiri
dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek
dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi
campak pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi campak pada bayi tidak
hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi campak melainkan ibu
tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi campak.
Syarifudin (2009), meskipun kesadaran dan pengetahun masyarakat sudah tinggi
tentang kesehatan, namun praktek (practice) tentang kesehatan atau perilaku hidup
sehat masih rendah. Setelah dilakukan pengkajian oleh organisasi kesehatan sedunia
(WHO), terutama di negara-negara berkembang ternyata faktor pendukung atau
sarana dan prasarana tidak mendukung untuk masyarakat berperilaku hidup sehat.
Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat
pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainya.
Notoatmodjo (2003), seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat
pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tau atau belum tau
manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh
dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya.
5.3 Faktor Pendukung
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku tetapi tidak melakukannya, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor :
5.3.1 Dampak Pencemaran polusi
Pelayanan Fasilitas Kesehatan
Definisi Operasional
No Variabel Pengertian
Skala
Peng-
ukuran
Alat
Ukur
Kriteria
PenilaianNilai
1. Tingkat
Pengetahuan
Ibu terhadap
penyakit
ISPA pada
anak
Informasi yang
seorang ibu
ketahui tentang
ISPA dari
mulai
pengertian
ISPA,cara
pencegahan
ISPA,
Pengobatan,
serta apa yg
menjadi faktor
penyebab
penyakit ISPA
Oridinal Kuesion
er
Jika
Jawaban
Responde
n >80%
Benar
Jika
Jawaban
Responde
n 60-70%
Benar
Jika
Jawaban
Responde
n <50%
Baik
Cuku
p
Buruk
Benar
2. Dampak dari
pencemaran
Polusi
Apakah ada
dampak dari
pencemaran
polusi terhadap
penyakit Ispa.
Nominal Kuesion
er
Jika
Responde
n
mengetahu
i dan
merasakan
adanya
dampak
dari polusi
Jika
Responde
n
mengetahu
i tetapi
tidak
merasakan
dampak
dri polusi
Baik
Cuku
p
6 Metode Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah Para Ibu yg merupakan masyarakat dari
Dwsa wangisagara mengenai penyakit ISPA Periode Mei-Juni 2012 dengan Metode
Penelitian Deskriptip kuantitatif. Deskriptif kuantitatif yaitu suatu metode penelitian
untuk mengetahui Gambaran tentang suatu keadaan atau suatu fenomena yang sedang
dihadapi pada saat situasi sekarang (Arikunto, 2010). Penelitian ini dilakukan karena
adanya dampak dari pencemaran polusi terhadap tingkat angka kejadian penyakit Ispa
pada balita serta kurangnya pengetahuan ibu terhadap penyakit ISPA.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu :
Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari Kantor Kepala Desa
Wangisagara mengenai Jumlah Warganya.
6.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapat langsung dari responden. Dalam penelitian
ini pengambilan data dilakukan dengan memberikan sejumlah daftar pertanyaan
(kuesioner) mengenai Penyakit ISPA kepada responden.
6.2 Studi literatur
Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data menggunakan buku atau
referensi sebagai penunjang penelitian, dengan melengkapi atau mencari data-data
yang dibutuhkan dari literatur, referensi, majalah, makalah, dan yang lainnya,
sehingga peneliti memperoleh data-data tertulis melalui telaah bacaan yang ada
kaitannya dengan masalah penelitian.
7 Variable Penelitian
Variabel adalah hal-hal yang menjadi objek peneliti yang diterapkan dalam suatu
kegiatan penelitian yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun
kualitatif (Arikunto. 2002). Variabel yg digunakan yaitu variabel bebas yg
dicantumkan dalam penelitian ini adalah variabel Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap
dampak dari pencemaran Polusi dan variabel terikat nya adalah meningkatnya angka
kejadian ISPA pada Anak.
8 Populasi dan Sample
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila sseorang ingin
menelitisemua elemen yg berada didalam wilayah penelitia (Arikunto2010) .
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah ibu yg memiliki balita serta
dengan kehadiran balita yg sedang terjangkit Ataupun Memiliki riwayat
penyakit ISPA.
Sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti (Arikunto, 2002). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan. Perhitungan
sampel untuk populasi yang lebih kecil dari 10000 menurut Notoatmodjo (2002)
adalah sebagai berikut :
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila sseorang
ingin menelitisemua elemen yg berada didalam wilayah penelitia
(Arikunto2010). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah ibu
yg memiliki balita serta dengan kehadiran balita yg sedang
terjangkit Ataupun Memiliki riwayat penyakit ISPA.
Sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti (Arikunto, 2002).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampel
bertujuan. Perhitungan sampel untuk populasi yang lebih kecil
dari 10000 menurut Notoatmodjo (2002) adalah sebagai berikut :
n= ___N___
1+N(d)²
Dimana :
n = besar sampel
N = besar obyek penelitian dalam populasi
d = tingkat kepercayaan/ketetapan yang di inginkan =
10%=0,10
Selanjutnya dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan
berdasarkan teknik purposive sample yaitu mengambil subjek
bukan atas strata,random tetapi berdasarkan atas adanya tujuan
tertentu, karena adanya beberapa pertimbangan,yaitu
keterbatasan waktu,tenaga ,dan dana. Maka besar sampel yang
diambil sesuai jumlah populasi yang ada adalah :
n= ___N___
1+N(d)²
n= ___38___
1+38 (0,1)²
n= ___38___
1+0,38
n= ___38__
1,38
n= 27,54
n= 28
Jadi, besar jumlah yang akan dijadikan sampel pada penelitian
ini adalah sebanyak 28 Ibu.
Dimana :
n = besar sampel
N = besar obyek penelitian dalam populasi
d = tingkat kepercayaan/ketetapan yang di inginkan = 10%=0,10
Selanjutnya dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan berdasarkan teknik
purposive sample yaitu mengambil subjek bukan atas strata,random tetapi
berdasarkan atas adanya tujuan tertentu, karena adanya beberapa pertimbangan,yaitu
keterbatasan waktu,tenaga ,dan dana. Maka besar sampel yang diambil sesuai jumlah
populasi yang ada adalah :
n= ___N___
1+N(d)²
n= ___38___
1+38 (0,1)²
n= ___38___
1+0,38
n= ___38__
1,38
n= 27,54
n= 28
Jadi, besar jumlah yang akan dijadikan sampel pada penelitian ini adalah
sebanyak 28 Ibu.
9Alat dan Teknik Pengumpulan Data
9.1. Alat pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan angket
atau kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh inlormasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya,
atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010)_ Jenis kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner tertutup yaitu dimana setiap pertanyaan disediakan pilihan
jawaban, dan responden harus menjawab dngan memlilh salah satu jawaban yg
telah disediakan.
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan pada
penelitian ini dengan menggunakan untuk mengukur pengetahuan dalam penelitian
ini dengan menggunakan Skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian
atau gedgar sosial (Riduwan, 2002). Untuk menentukan penskalaan dengan metode
ini responden diminta agar memberikan respon dalam 5 macam kategori pernyataan
yaitu: Sangat Setuju (S), Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (LS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Karena pengukuran data dalam penelitian ini berdasarkan dari
apa yang dilihat dan diketahui oleh responden, untuk meminima lisasir kesalahan
maka setiap pernyataan dalam angket dibuat sesederhana mungkin untuk
memudahkan responden dan menentukan pilihan jawaban yang dianggap paling
sesuai.
Penyebaran angket dilakukan sendiri oleh peneliti yang berakses
dari mahasiswa.
10 Teknik pengumpulan data
10.1 Teknik pengumpulan data peneliti jabarkan sebagai berikut :
10.1.1 Penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan mengunjungi langsung
tempat yang dijadikan objek penelitian.
10.1.2 Peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan peneliti
kepada responden.
10.1.3 Peneliti menjelaskan isi kuesioner yang telah di siapkan sebelunmya,
kemudian responden diberi kesempatan bertanya mengenai hal yang
tidak dipahami. Setelah responden menyetujui untuk ikut berperan serta dalam
penelitian, responden diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan responden.
10.1.4 Kuesioner kemudian diberikan kepada responden, sambil menerangkan
bahwa kuesioner tersebut akan diambil Kembali oleh peneliti pada keesokan
harinya.
10.1.5 Berdasarkan kemampuan peneliti dan dilihat dari waktu, tenaga dan dana
maka penelitian berupa pembagian kuesioner dan pengambilan
Kembali kuesioner akan dilaksanakan selama 3 hari.
11 Uji Instrument
Kuesioner yang baik meniiliki 2 ciri utama yang harus dipenuhi
yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2010), maka diperlukan uji validitas dan
reliabilitas instrumen untuk mengukur keandalan dan kesesuaian kuesioner.
Uji validitas dan reliability akan dilakukan terhadap 20 orang di …… dengan
criteria responden yang hampir sama dengan masalah yang akan di teliti.
12. Uji validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketetapan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya (Arikunto, 2010). Suatu
test atau instrunlen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila alat pengukur menjalankan fungsi ukuranya yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Validitas suatu item pernyataan ditujukan dengan nilai keefisienan
validitas yang dihitung dengan menggunakan rumus korelasi item
total terkoreksi (correcte(l item - total corelatiort) karena skala pengukuran
kuesioner berupa skala Iikert yang dirumuskan sehagai berikut :
r x y=N ¿¿¿
(Arikunto,2010 )
Dimana :
rxy = koefisien validasi
X = Skor item ke –i
Y = Total skor dari setiap item yang di koreksi
N = Jumlah responden
Semua item dikatakan valid jika nilai koefisien validitasnya lebih
dan' atau sama dengan 0,300 ( Kaplan 1993 dalam Azwar 2011).
13. Uji reliabilitas
Dalam penelitian ini dilakukan juga up reliabilitas yaitu untuk
mengetahui sejauhmana tingkat konsistensi dari item kuesioner dalam setiap
dimensi variabel yang dicker. Kuesioner dinyatakan reliabel artinya yaitu hasil
pengukuran tetap konsisten, meskipun diujicobakan pada objek yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Azwar, 2011).
Untuk mengukur reliabilitas secara statistik digunakan koefisien
reliabilitas alpha cornbach yang dirumuskan sebagai berikut :
α= [[ kk−1 ]−[ 1−∑
s
2 j
s2 x ]( Azwar,2011 )
Dimana :
a Koetisien reliabilitas alpha
K : banyaknya item pernyataan
s j : Varians skor setiap item
sex : Varians skor total
Sekumpulan pernyataan untuk mengukur suatu variabel dikatakan
reliabel dan berhasil mengukur variabel yang kita ukur jika koefisien
reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700 (Kaplan 1993 dalam Azwar
2011).
14. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
14.1 Teknik pengolahan data
14.1.2 Editing
Pada tahap editing peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang
ada.
14.1.2 Koding
Koding merupakan suatu metode untuk mengkonversikan data
yang dikumpulkan selama penelitian di dalam simbol yang cocok
untuk keperluan analisis. Koding butir jawaban untuk pernyataan sikap
dengan skala likert dengan nilai untuk pernyataan positif dan negatif adalah
1,2,3,4.
14.1.3 Pemindahan data
Yaitu memindahan data dan hasil pengkodean ke dalam master tabel
14.1.4 Tabulasi
Yaitu memindahkan data dari master tabel ke dalam tabel
ataupun diagram.
15. Teknik analisa data
Teknik yang digunakan dalam analisa aspek sikap adalah dengan skala
likert. Skoring untuk jawaban respon pada aspek sikap, jika pernyataan positil
yaitu : SS (4), S (3), TS (2), STS (1). Sedangkan pernyataan negatif yaitu :
SS (1), S (2), TS (3), STS (4). Setelah setiap item diberi nilai, kemudian
dilakukan tabulasi dan dimasukan dalam rumus sebagai berikut :
T = 50 + 10 [ X−XS ]
( Azwar,2011 )
Dimana :
T = Skor standar yang digunakan dalam Skala Likert
X = Skor responden pada skalapengetahuan yang Hendon
diubah menjadi skor - T
X = Mean skor dalam kelompok
S = Standar deviasi skor kelompok
Untuk menentukan kategori sikap, maka dicari nilai median T, bila
a. T > X = maka sikap responden dikategorikan positif (Favorable)
b. T < X maka sikap responden dikategorikan negatif (Unfavorable)
Setelah diperoleh kriteria untuk respon pengetahuan kemudian
kategori di atas dihitung dengan rumus presentase :
P = fn
x 100 %
( Arikunto,2010)
Dimana :
P = presentase
f == frekuensi kategori tertentu
n = jumlah responden
Setelah dilakukan pengolahan data, kemudian diinterpretasikan
dengan menggunakan skala :
0% = Tidak seorangpun responden
10/10- 19% = Sangat sedikit responden
20%; - 39% = Sebagian kecil responden
40% - 59% =Sebagian responden
60% - 79% = Sebagian besar responden
80%-99% = Hampir seluruh responden
100% = Seluruh responden
7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian di Laksanakan di Desa Dukuh Kecamatan Ibun Kab Bandung,
tepatnya di pemukiman warga setempat. Waktu di Laksanakan yaitu mulai 23 Maret
sampai dengan 16 Juni 2013.