Lapsus Skoliosis Dr Buy

download Lapsus Skoliosis Dr Buy

of 10

description

555

Transcript of Lapsus Skoliosis Dr Buy

Laporan KasusKoreksi skoliosis dan stabilisasi posterior pada pasien Idiopathic adolescent scoliosis

Oleh : dr.zulfakhriPembimbing : dr.Buyung Hartiyo Laksono SpAn

Anestesiologi dan Terapi IntensifFakultas Kedokteran Universitas BrawijayaMalangKasus PasienIdentitiasNama : nn.SUmur: 21 thTinggi badan / berat badan : 130 cm /32 kgDiagnosa : Idiopathic adolescent scoliosis Th 2-6 dan Th 9- L2Tindakan : Koreksi skoliosis dan stabilisasi posterior

A : alergi -, alergi obat -, makanan-,M: Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatanP : Riwayat asma -, HT-, DM-, jantung-, pasien post op thoracotomy dan aterior release dissectomy 2 minggu sebelumnyaL : pasien direncanakan puasa 6 jam preopE : Pasien mengeluh tubuh tidak bisa berdiri lurus dan tidak bisa tinggi sejak kecil

PreoperasiPemeriksaan Fisik :B1 : Spontan, paten , Rh-/-, wh -/- dengan didapatkan suara paru kiri menurun, RR 18-20x/-, sat 94 % room airB2 : HKM, T 120/70 N 85-90x/- s1 s2 single , murmur -, gallop B3 : GCS 456B4 : Pu + spontan , kesan cukupB5 : BU+ N, soeflB6 : ed -/- , defisit neurologis + ( kaki kiri motoris turun)Laboratorium :DL: 11/14990/34.0/426000SE: 131/4,28/109FH: dbnAlb: 3,73GDS: 105BGA : 7,36/33,4/79,5/19.0/-6.6/95,3%Spirometri : FEV 1/ FVC = 0,78/0,83 = 93% (tidak ada gangguan obstruksi)Diagnosis: retriksi sedang tidak ada gangguan obstruksi resiko operasi berat

Kesan : ASA 3 adolescent idiopathic scoliosis, defisit neurologis , retriksi sedangSikap : - SITA Puasa 6 jam preop IVFD RL 70 cc/ jam selama puasa Sedia darah PRC 2 labu Post op Back up ICU + Ventilator Pasien akan kami evaluasi ulang

Persiapan wake up test yang dilakukan pada pasien ini dilakukan KIE tentang prosedur tersebut 1 hari sebelumnya dan dikonfirmasi ulang pagi hari sebelum operasi. Pasien mendapatkan premedikasi Metoclopramide 10 mg IV dan ranitidine 50 mg IV 2 jam sebelum jadwal operasi.Induksi dan intubasi oral sleep apneu dikerjakan dengan midazolam 2 mg, propofol 70 mg iv dan fentanyl 75 ug serta vecuronium 0,1 mg/kgBB. Balance anesthesia terpelihara dengan syringe fentanyl (50 ug/jam) dan O2+ N2O + sevoflurane (1%) serta analgesik . Koreksi tulang belakang dan instrumentasi dilakukan oleh operator kemudian dilanjutkan dengan Wake-up test. Sevoflurane dihentikan 20 menit sebelum Wake-up test dilakukan. Wake-up test dapat dikerjakan dengan lancar dan pasien tidak dapat menggerakkan kedua kakinya dengan perintah . Kedalaman anesthesia diperdalam menggunakan propofol 40 mg/iv dan pemeliharaan anestesi dilanjutkan dengan O2 + N2O + Sevoflurane 1 vol%. Operasi berjalan relatif stabil dengan total durasi operasi 5 jam Kondisi pasien pasca operasi relatif stabil selama di ruang pemulihan sadar, dengan skor aldrete sebesar 9. Paska operasi pasien dipindahkan ke ruang ICU untuk tindakan observasi. Pemeriksaan post operative menunjukkan tidak ada kejadian-kejadian intraoperatif yang diingat oleh pasien. Satu hari kemudian pasien pindah ke ruangan.Kondisi fungsi motoris dan sensoris pasien post operasi:KetinggianMotorisSensoris

DextraSinistraDextraSinistra

L20011

L30011

L40011

L50011

S10011

Kondisipasien saat tindakan:

Gambar 2. Hemodinamik pasien durante tindakan dan observasi

PEMBAHASANKoreksi skoliosis pada umumnya memerlukan pendekatan anterior dan (torakotomi/ laparotomi) untuk membebaskan vertebra dan kemudian diikuti pendekatan posterior pada posisi prone untuk menempatkan alat Harrington dan Cotrel-Dubousset. Insidensi defisit motoris tanpa monitoring medulla spinalis diperkirakan antara 3,7% hingga 6,9 %. Insidensi tersebut dapat dikurangi dengan monitoring intraoperatif hingga 0,5%. Metode yang tersedia untuk memonitor integritas fungsi medulla spinalis meliputi tes klonus ankle, wake-up tes Stagnara, Somatosensory evoked potentials (SSEP) and Motor Evoked Potentials (MEP) (Hoda, 2004).Paraplegia merupakan komplikasi yang paling ditakutkan dalam operasi spinal. Oleh karena itu sangat penting untuk mendeteksi spinal injury sedini mungkin. Wake-up test memonitor fungsi motoris volunter ketika vertebra ditraksi dan diinstumentasi. Kelebihan wake-up test adalah relatif mudah dikerjakan dan tidak membutuhkan instumentasi rumit. Wake-up test dianggap pemeriksaan gold-standart untuk monitoring spinal, namun kelemahannya adalah tidak dapat memperkirakan onset iskemia, tidak dapat mengidentifikasi injury saraf terisolasi, dan perubahan-perubahan subtle. (Grottke, 2004).Metode yang saat ini secara luas digunakan adalah electrophysiological monitoring (somatosensory evoked potentials, spinal evoked potentials, and motor evoked potentials) dan clinical monitoring (the wake-up test) [1-4]. Wake-up test merupakan tes sederhana, ekonomis, dan relatif akurat karena dapat memonitor kerusakan medulla spinalis perioperatif. Wake-up test tidak memerlukan peralatan atau tenaga tambahan, ekonomis, dan mudah dikerjakan. Efek samping Wake-up test dapat diminimalisir dengan penjelasan awal yang baik, penggunaaan jenis dan dosis obat yang sesuai, dan anestesia yang cermat. Wake-up test memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, dan paling sering digunakan (Seol, 2012). Wake-up test memerlukan obat anestesi yang memberikan recovery cepat dan kembalinya kognitif secara cepat untuk memungkinkan pemeriksaan segera. Selama pemeriksaan ini, pasien diminta untuk menggenggam tangan anesthesiologist dan menggerakkan kaki pasien untuk kemudian anestesi dilanjutkan. Oleh karena ada kemungkinan pasien bangun selama prosedur ini, maka setiap pasien harus diberikan penjelasan sebelumnya (Grottke, 2004).Berbagai teknik anestesi telah digunakan untuk Wake-up test misalkan anesthesia berbasis inhalasi, infus propofol, atau midazolam (Bajwa, 2013). Balance anesthesia pada pasien ini dapat terpelihara dengan syringe fentanyl (1 ug/kgBB/jam) dan N2O+ O2-sevoflurane (1,2%vol). Analgesik fentanyl syringe juga dapat menjaga anestesia durante operasi. Sevoflurane dihentikan dan diberikan fentanyl 25ug 5 menit sebelum Wake-up test dilakukan. Wake-up test dapat dikerjakan dengan lancar. Setelah dipastikan wakeup test berhasil, kedalaman anesthesia diperdalam menggunakan propofol 40 mg/iv dan pemeliharaan anestesi dilanjutkan dengan N2O+O2-Sevoflurane 0,6 %vol. Vecuronium hanya digunakan pada saat laringoskopi dan intubasi. Pemeriksaan post operative menunjukkan tidak ada kejadian-kejadian intraoperatif yang diingat oleh pasien, termasuk proses Wake-up test yang telah dilakukan.

KESIMPULANWake-up test intraoperatif merupakan metode sederhana, ekonomis, dan efektif dalam menilai fungsi motoris pada operasi koreksi skoliosis. Laporan kasus ini mendiskusikan penggunaan dexmedetomidine dan sevoflurane serta fentanyl sebagai alternative pilihan untuk menghasilkan balance anesthesia selama operasi koreksi skoliosis pada pasien perempuan 21 tahun dengan wake-up test intraoperatif. Persiapan preoperatif dan wake-up test pada pasien ini dilakukan dalam satu hari sebelum operasi. Prosedur wake-up test intraoperatif dapat dilakukan dengan lancer pada pasien tersebut. Pemeriksaan post operative menunjukkan tidak ada kejadian-kejadian intraoperatif yang diingat oleh pasien, termasuk proses Wake-up test yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Bekker, A, Dexmedetomidine For Neurological Surgery. Neurosurgery 57 [ONS Suppl 1]:ONS-1ONS-10, 2005 http://anesthesia.ucsf.edu/neuroanesthesia/residents/respdf/ Dexmedetomidine_neurosurgery.pdfHoda, M.Q. et Zafar, S.U., 2004, Anaesthesia for surgical correction of Scoliosis with Spinal Cord Monitoring - a case series, Department of Anaesthesia, Aga Khan University Hospital, Karachi. JPMA 54:565;2004Grottke, O et al, 2004, Intraoperative Wake-Up Test and Postoperative Emergence in Patients Undergoing Spinal Surgery: A Comparison of Intravenous and Inhaled A nesthetic Techniques Using Short-Acting Anesthetics. Anesth Analg 2004;99:15217Crabb, I., 2003, Anaesthesia For Spinal Surgery. Anaesthesia And Intensive Care Medicine. The Medicine Publishing Company LtdSeol, TK, et al., 2012, Bispectral index and their relation with consciousness of the patients who receive desflurane or sevoflurane anesthesia during wake-up test for spinal surgery for correction. Department of Anesthesiology and Pain Medicine, Hanyang University College of Medicine, Seoul, Korea. Korean J Anesthesiol 2012 January 62(1): 13-18 http://dx.doi.org/10.4097/kjae.2012.62.1.13 Bajwa, SJ. et Kulshrestha, A., 2013, Spine Surgeries: Challenging Aspects and Implications for Anaesthesia, J Spine Neurosurg, http://dx.doi.org/10.4172/2325-9701.1000114 Penney, R, 2010, Use of Dexmedetomidine and Ketamine Infusions During Scoliosis Repair Surgery With Somatosensory and Motor-Evoked Potential Monitoring: A Case Report. AANA Journal December 2010 Vol. 78, No.6 www.aana.com/aanajournalonline.aspx