Lapsus Os Ulkus Kornea Januar
Transcript of Lapsus Os Ulkus Kornea Januar
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn. MS
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Tanggal Lahir: 07-02-1953
Usia: 62 tahun
Agama: Islam
Nomor Rekam Medis: 068616
Alamat: Kolaka
Tanggal Pemeriksaan:11-06-2015
Tempat Pemeriksaan : RSP UNHAS
ANAMNESIS
Keluhan utama: Penglihatan menurun pada mata kanan
Anamnesis terpimpin: Dialami sejak ± 6 bulan sebelum datang ke poliklinik.
Dirasakan semakin memberat. Saat ini pasien hanya bisa melihat cahaya. Pasien
sering bekerja di lapangan, pasien juga mengeluh matanya sering terkena pasir,
kemudian menjadi merah. Saat itu pasien tidak pergi berobat karena alasan terlalu
sibuk dan pasien hanya membeli obat tetes mata di apotik. Mata gatal ada
sehingga sering digosok. Nyeri ada. Air mata berlebih ada. Kotoran mata berlebih
ada. Sakit kepala tidak ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Pasien
pernah melakukan operasi katarak 6 bulan yang lalu. Riwayat trauma tidak ada,
riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada. riwayat sakit yang sama di dalam
keluarga tidak ada.
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang, Gizi baik, Composmentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi: 83 x/menit
1
Pernafasan: 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-), Edema (-),
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (+) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Mekanisme muskular Ke segala arah
Kornea keruh jernih
Bilik Mata Depan Sulit dievaluasi Kesan normal
Iris Sulit dievaluasi Coklat, kripte (+)
Pupil Sulit dievaluasi Bulat, sentral
Lensa Sulit dievaluasi jernih
Foto Klinis
Foto
Klinis OD
2
Foto klinis OS
2. Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan (+) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Visus
VOD : 1/~
VOS : 6/7,5 F
5. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Kornea Keruh, tampak ulkus di bagian perifer arah jam 10
Jernih
3
Bilik Mata Depan Sulit dievaluasi BMD normal
Iris Sulit dievaluasi Coklat, kripte (+)
Pupil Sulit dievaluasi Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Sulit dievaluasi Jernih
6. Colour Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Slit Lamp
SLOD: Palpebra edema (-), sekret silia (+), konjungtiva hiperemis (+), pada
kornea tampak ulkus di perifer kornea arah jam 10 ukuran 4,8 mm dan hasil
Fluorescein (+), terlihat descemetocele ukuran 0,1 x 0,1 mm arah jam 4 perifer .
BMD sulit dinilai, iris sulit dinilai, pupil sulit dinilai, lensa sulit dinilai
OD Fluorescein (+)
4
SLOS: palpebra edema (-), sekret silia (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea
tampak jernih, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, Refleks
cahaya (+), lensa jernih
10. Oftalmoskopi
FOD: refleks fundus (-) terhalang kekeruhan media refrakta
FOS: refleks fundus (+); papil N.II batas tegas; CDR 0,3; A:V=2:3; retina perifer
dalam batas normal.
11. Pemeriksaan KOH
Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan
RESUME
Dialami sejak ± 6 bulan sebelum datang ke poliklinik. Dirasakan semakin
memberat. Saat ini pasien hanya bisa melihat cahaya. Pasien sering bekerja di
lapangan, pasien juga mengeluh matanya sering terkena pasir, kemudian menjadi
merah. Saat itu pasien tidak pergi berobat karena alasan terlalu sibuk dan pasien
hanya membeli obat tetes mata di apotik. Mata gatal ada sehingga sering digosok.
Nyeri ada. Air mata berlebih ada. Kotoran mata berlebih ada. Sakit kepala tidak
ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Pasien pernah melakukan operasi
katarak 6 bulan yang lalu. Riwayat trauma tidak ada, riwayat hipertensi dan
diabetes tidak ada. riwayat sakit yang sama di dalam keluarga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang, gizi baik,
composmentis. Dari pemeriksaan oftalmologi, Visus VOD: 1/~, VOS: 6/7,5F.
Dari inspeksi OD didapatkan palpebra edema (-). Apparatus lakrimalis:
hiperlakrimasi (+). Silia: sekret (+). Dari inspeksi dan pemeriksaan iluminasi oblik
OD didapatkan konjunctiva hiperemis (+). Kornea keruh, tampak ulkus di bagian
5
perifer arah jam 10. terlihat descematocele ukuran 0,3 x 0,3 mm di arah jam 4
perifer. BMD, iris, pupil, dan lensa sulit dievaluasi. Tes fluorescein OD (+) di
bagian perifer.
DIAGNOSIS KERJA
OS Ulkus Kornea
PENATALAKSANAAN
Topikal
– C. LFX 1 tetes/4 jam/OD
– C. Tobro 1 tetes/4 jam/OD
– C. Hyalub 1 tetes/4 jam/OD
– Renadinac 50 mg 2 x 1
Rencana:
- Pemeriksaan KOH
- Kultur dan sensitivitas antibiotik
- OD USG B-Scan
PROGNOSIS
• Quo ad Vitam: Bonam
• Quo ad Visam : Dubia et Malam
• Quo ad Sanationam : Dubia et Bonam
• Quo ad Comesticam: Dubia et Malam
DISKUSI
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan, pasien
sesuai untuk di diagnosis OS Ulkus Kornea. Dimana pasien mengalami penurunan
visus karena ulkus yang terbentuk. kemudian pasien juga mengalami hiperemis
pada konjungtiva, hiperlakrimasi, dan banyak sekret pada silianya bisa disebabkan
6
oleh infeksi dari debu atau pasir yang masuk ke dalam mata. Pasien juga memiliki
riwayat menggunakan obat tetes mata selama 6 bulan dan tidak menunjukkan
perbaikan.
Kemudian pada pemeriksaan fisis di didapatkan penurunan visus pada
pemeriksaan oftalmologi dimana didapatkan VOD : 1/~, apparatus lakrimalis
didapatkan hiperlakrimasi ada, sekret pada silia ada. Pada inspeksi dan
pemeriksaan iluminasi oblik OD didapatkan konjungtiva hiperemis, kornea keruh,
tampak ulkus di bagian perifer arah jam 10. Terlihat descematocele ukuran 0,1 x
0,1 mm di arah jam 4 perifer, descematocele bisa terbentuk karena ulkus kornea
tidak tertangani dengan cepat dan tepat sehingga ulkus kornea sudah sampai tahap
stadium ulkus aktif.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan slit lamp dan didapatkan hasil
Palpebra edema (-), sekret silia (+), konjungtiva hiperemis (+), pada kornea
tampak ulkus di perifer kornea arah jam 10 ukuran 4,8 mm dan hasil Fluorescein
(+) menunjukkan adanya keratitis atau ulkus pada mata, terlihat juga
descemetocele ukuran 0,1 x 0,1 mm arah jam 4 perifer . BMD sulit dinilai, iris
sulit dinilai, pupil sulit dinilai, lensa sulit dinilai
Untuk mengetahui penyebab pastinya diperlukan pemeriksaan KOH untuk
memastikan karena bakteri atau jamur. Pemeriksaan kultur sensitivitas juga
diperlukan untuk pemberian antibiotik yang tepat untuk infeksi tersebut. Oleh
karena belum dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui spesifik
penyebab infeksinya, terapi yang diberikan merupakan antibiotik spektrum luas.
7
ULKUS KORNEAA. Pendahuluan
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas permukaan epitel normal yang
berhubungan dengan nekrosis jaringan kornea. (1,8) Ulkus kornea dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau infeksi jamur; hal tersebut dapat terjadi sebagai penyebab
utama ataupun sekunder pada mata, sebagai contoh, abrasi, penggunaan lensa
kontak, atau penggunaan steroid topikal.(2,8)
Ulkus kornea biasanya steril namun ada juga penyebab lain ulkus kornea
seperti infeksi. Ulkus kornea akibat virus terjadi ketika epitel kornea intak. Ulkus
kornea akibat bakteri terjadi apabila ada riwayat trauma sehingga epitel kornea
tidak intak. Dengan semakin terkenalnya penggunaan steroid pada infeksi mata,
ulkus kornea akibat infeksi jamur semakin sering terjadi. (4)
8
Sikatriks akibat ulkus kornea merupakan penyebab utama terjadinya
kebutaan dan gangguan visus di seluruh dunia Kebanyakan gangguan visus dapat
dicegah dengan diagnosis awal dan terapi yang tepat, dengan meminimalkan
faktor predisposisi (3)
Karena potensi untuk mengganggu penglihatan secara permanen atau
perforasi mata, ulkus kornea dianggap kegawatdaruratan pada ilmu penyakit mata.(4)
B. Epidemiologi
Sekitar 25.000 orang di Amerika setiap tahunnya mengalami infeksi
keratitis. Insiden tahunan keratitis mikroba berhubungan dengan penggunaan
kontak lensa yang diperkirakan 2-4 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak
lunak dan 10-20 infeksi per 10.000 pengguna lensa kontak extended-wear. (4)
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya peningkatan resiko terjadinya invasi pada kornea, penggunaan
lensa kontak yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim semi (Maret-Juli).
Dari penelitian ini juga didapatkan insiden terjadinya ulkus kornea meningkat
sampai delapan kali lipat. (4)
C. Anatomi dan Fisiologi
Kornea merupakan jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm dipusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter
horizontalnya sekitar 11.75 mm dan vertikalnya 10.6 mm. Sumber-sumber nutrisi
untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda :
lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtia bulbaris), lapisan
bowman, stroma, membrane descemet, dan lapisan endotel.(3)
9
Para ilmuwan di University of Nottingham telah menemukan lapisan yang
sebelumnya tidak terdeteksi di kornea, lapisan jernih pada bagian depan mata
manusia. Terobosan tersebut diumumkan dalam sebuah penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal akademik Ophthalmology, hal tersebut dapat membantu
ahli bedah untuk meningkatkan hasil pada pasien yang menjalani operasi cangkok
kornea dan transplantasi. (5)
Lapisan baru tersebut diberi nama Dua’s Layer yang diambil dari nama
penemunya yaitu Profesor Harminder Dua. (5)
Gambar 1: Kornea dan Lapisannya
(Dikutip dari kepustakaan 6)
Lapisan kornea
1. Epitel (8)
Terdiri atas 5 lapis sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu
lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Sel paling basal
2. Membran Bowman (8)
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari lapisan
bagian depan stroma.
10
Lapisan ini memiliki daya resistensi terhadap infeksi
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma (8)
Menyusun 90 % ketebalan kornea
Tersusun atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma kornea.
4. Dua’s Layer (5)
Terletak di bagian belakang kornea antara stroma kornea dan membran
Descemet. Meskipun hanya memiliki tebal 15 mikron dari seluruh ketebalan
kornea sekitar 550 mikron atau 0.5mm cukup kuat untuk dapat menahan
satu setengah sampai dua bar tekanan .
5. Membran Descemet (8)
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 mikron.
6. Endotel (8)
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikron. Endotel melekat pada membrane descemet melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea merupakan jaringan avaskuler. Kornea dipersarafi oleh nervus ciliari
anterior yang merupakan cabang nervus ophtalmica dari nervus V. Terbagi
menjadi 3, yaitu stromal, subepitelial, dan intraepitelial.(8)
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
11
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea
berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung
adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi. (3)
D. Etiologi
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolegenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab ulkus
kornea adalah bakteri, jamur, dan virus.(3)
Dikenal 2 bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal (perifer).
Ulkus kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan
infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Stapylococcus aureus,
Haemofilus influnzae.
Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptococcus
alfa hemolitik, Stafilokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeroginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp., Streptokokkus anerobik,
Streptokokkus betahemolitik, Enterobakter hadniae, Proteus sp., Stafilokokkus
epidermidis, infeksi campuran aerogenes dan Moraxella sp.(8)
Banyak bakteri yang bisa menyebabkan uklus kornea, namun bakteri
kelompok Stapylococcus sp., Streptococcus sp. dan Moraxella sp. adalah yang
paling sering dilaporkan di Amerika Serikat. Kebanyakan ulkus kornea adalah
tipe sentral, namun kadang-kadang bisa mengenai bagian perifer dari kornea
(ulkus marginal). (4)
E. Patogenesis dan Patologi
Apabila kerusakan atau cedera pada epitelium telah dimasuki oleh agen-
agen asing, terjadilah sekuel perubahan patologik yang muncul saat
12
perkembangan ulkus kornea dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat
stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus
kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh,
dan terapi yang diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus
kornea dapat menjadi: (8)
a. Ulkus terlokalisir dan sembuh
b. Penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. Menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
1. Patologi Ulkus Kornea yang Terlokalisir
a. Stadium Infiltrasi Progresif (8)
Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorfonuklear
dan/atau limfosit ke epitelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma
jika jaringan ini juga terkena nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung
pada virulensi agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien.
Gambar 2 : Stadium Infiltrasi Progresif
(Dikutip dari kepustakaan 8)
b. Stadium Ulkus Aktif (8)
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epitelium.
Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella
dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman
dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi
ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
13
Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat
iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera
okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion.
Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun
maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.
Gambar 3 : Stadium Ulkus Aktif
(Dikutip dari kepustakaan 8)
c. Stadium Regresi (8)
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan
immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung
oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan
sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epitelium mulai tumbuh pada
sekeliling ulkus.
14
Gambar 4 : Stadium Regresi
(Dikutip dari kepustakaan 8)
d. Stadium Sikatrik. (8)
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epitelium,
jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada
kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epitelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus
sangat superfisial dan hanya merusak epitelium saja, maka akan sembuh tanpa ada
kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman
dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan
nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus
yang lebih dari 1/3 stroma kornea.
Gambar 5 : Stadium Sikatrik
(Dikutip dari kepustakaan 8)
2. Patologi Perforasi Ulkus Kornea
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan
mencapai membrana descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele,
(lihat gambar 6b). Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara
tiba-tiba seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan
15
perforasi, kebocoran humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan
diafragma iris-lensa akan bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada
posisi dan ukuran perforasi. Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris,
dapat terjadi proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma
adheren adalah hasil akhir setelah tejadinya cedera. (8)
(a)
(b)
Gambar 6 : Descemetocele (a. Gambaran diagram) (b. Gambaran klinis)
(Dikutip dari kepustakaan 8)
F. Jenis- Jenis Ulkus Kornea
1. Ulkus Kornea Infeksi
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi yang terjadi sekunder
akibat kerusakan pada epitel kornea. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus
vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah
pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibagian bawah
kamera anterior. (3)
a) Keratitis Bakterial
Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan
bakteri oportunistik (mis: Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis), yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang
cenderung menyebar perlahan dan superfisial. (3)
16
Pasien dengan keratitis bakterial hadir dengan gejala visus menurun,
fotofobia, nyeri pada okular moderate sampai severe, kemerahan, edema. Pada
pemeriksaan slit lamp, temuan penting adalah adanya focal white opacity dalam
stroma kornea dengan defek epitel kornea diatasnya dengan fluorescein. Temuan
lain meliputi edema epitel difus, stroma infiltrasi sekitar ulserasi tersebut, dan
eksudasi mukopurulen. Reaksi anterior chamber dan hipopion mungkin ada. Hal
ini penting untuk menentukan kedalaman dan lokasi dari defek epital dan infiltrasi
stroma. Anterior chamber dievaluasi untuk melihat adanya flare dan hipopion. (10)
Ulkus Kornea Streptococcus Pneumoniae (Pneumokokkus)
Ulkus kornea pneumokokkus biasanya muncul 24-28 jam setelah
inokulasi pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah
ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur
dari tempat infeksi ke sentral kornea. Lapisan superfisial kornea adalah yang
pertama terlihat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering
bening. Biasanya ada hipopion.(3)
Ulkus Kornea Pseudomonasa Aeruginosa
Ulkus pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan
paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Ulkus ini
terlihat gambaran infiltrat kelabu atau kuning pada epitel kornea. Diduga bahwa
virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan produksi
intraselular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan besar
pada stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kologenase, akan tetapi sekarang
disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.(8)
Lesi ulkus yang disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea.
Ulkus kornea sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea karena
pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada
awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat
hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat
dan eksudat mungkin berwana hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan
P.Aeruginosa. Ulkus kornea pseudomonas biasanya berhubungan erat dengan
penggunaan lensa kontak lunak – terutama lensa jenis extended-wear. (,3)
17
Ulkus Kornea Moraxella Liquefaciens
M. liquefaciens menimbulkan ulkus lonjong indolen yang umumnya
mengenai kornea bagian bawah dan meluas ke bagian dalam stroma selang
beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada, hanya sedikit dan kornea
sekitarnya umumnya bening. Ulkus M. Liquefaciens hampir selalu terjadi pada
pasien peminum alkohol, diabetes atau dengan penyakit imunosupresi lainnya. (3)
Gambar 7. Ulkus kornea akibat infeksi bakteri.
(Dikutip dari kepustakaan 9)
b. Keratitis Jamur
Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea jamur hanya timbul bila stroma
kornea kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak – suatu peristiwa
yang masih mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan
pemakaian lensa kontak lunak. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat
dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid
yang tidak tepat. Setelah 5 hari ruda paksa atau 3 minggu kemudian pasien akan
merasa sakit hebat pada mata dan silau. (3)
Ulkus jamur indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit
(umumnya menginfiltrasi tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama).
Lesi utama, dan juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel disertai reaksi
bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering dijumpai. (3)
18
Gambar 8. Keratitis Akibat Infeksi Jamur
(Dikutip dari kepustakaan 9)
c. Keratitis Virus
Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan
rekurens. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan
penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk keratitis
epitelialnya merupakan kelainan mata yang sebanding dengan herpes
labialis, yang memiliki ciri – ciri immunologik dan patologik sama,
demikian pula waktu terjadinya. Perbedaan satu – satunya adalah bahwa
perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kornea
yang avaskuler menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lokasi lesi.
Infeksi okular Herpes Simpleks Virus (HSV) pada pejamu
immunokompeten biasanya sembuh sendiri pada pejamu yang lemah
imun, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal
perjalanannya dapat kronik dan merusak.(3)
Pasien dengan infeksi HSV hadir dengan onset yang cepat, nyeri
unilateral dan kemerahan, lakrimasi, serta sensitif terhadap cahaya.
Diagnosis Infeksi HSV terutama didasarkan pada temuan klinis. Penyakit
ini dimulai sebagai sebuah tanda keratitis pada epitel kemudian terjadi
ulserasi pada epitel dengan terminasi. Sensitivitas kornea mungkin akan
menurun . Bentuk neurotropik penyakit HSV dapat mengakibatkan
19
jaringan parut kornea. Dalam stroma lesi berbentuk bulat, berisi lingkaran
cairan. Jaringan parut dapat berkembang pada tahap selanjutnya dengan
berkurangnya ketebalan stroma dan penipisan kornea. (9)
Studi serologik menunjukkan bahwa hamper semua orang dewasa
pernah terpajan virus ini walaupun tidak sampai menimbulkan gejala
klinis penyakit. Sesudah infeksi primer, virus ini menetap secara laten di
ganglion trigeminum. Faktor – faktor yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit ini, termasuk lokasinya, masih perlu diungkapkan. Kebanyakan
infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1 (penyebab herpes
labialis), tetapi pada beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan
disebabkan oleh HSV tipe 2 (penyebab herpes genitalis) lesi kornea yang
ditimbulkan oleh kedua jenis ini tidak dapat dibedakan. (3)
Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi
kulit mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan
pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan banyak jenis sel
20
jaringan, misalnya sel HeLa dan terbentuk plak-plak khas. Namun pada
kebanyakan kasus, diagnosis dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan
ulkus dendritik atau geografik khas dan sensasi kornea yang sangat
menurun, bahkan sampai hilang sama sekali. Metode PCR digunakan
untuk identifikasi HSV dari jaringan dan cairan, juga dari sel-sel epitel
kornea secara akurat. (3)
Keratitis Virus Varicella-Zoster
Infeksi virus varicella-zoster VZV terjadi dalam dua bentuk yaitu
primer (varicella) dan rekurens (herpes zoster). Pada varicella jarang
terjadi manifestasi di mata, pada zoster oftalmik sering. Pada varicella
(cacar air) lesi mata umumnya berupa lesi cacar di palpebrae dan tepian
palpebrae. (3)
Berbeda dari keratitis HSV rekurens yang umumnya hanya
mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak
awal terjadinya. Lesi epitelnya amorf dan bebercak, sesekali terdapat
pseudodendrit linear yang agak mirip dendrit-sejati pada keratitis HSV.
Kadang-kadang timbul keratitis disiformis dan menyerupai keratitis
disiformis HSV. Kehilangan sensasi kornea, dengan resiko terjadinya
keratitis neurotropik, selalu merupakan ciri yang mencolok dan sering
menetap berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh. (3)
Gambar 10. Keratitis Akibat Infeksi Virus
(Dikutip dari kepustakaan 9)
21
d. Keratitis Acanthamoeba
Achantamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
Achantamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi ini
juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air
atau tanah yang tercemar. (3)
Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural, tetapi seringkali hanya
ditemukan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea.(3)
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas
media khusus.Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik
menampakkan adanya bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dari
kotak lensa kontak harus dibiakkan. Sering bentuk amuba dapat ditemukan
pada larutan kotak penyimpanan lensa kontak. (3)
Gambar 11. Keratitis Acanthamoeba
(Dikutip dari kepustakaan 9)
22
2. Ulkus Kornea Non - Infeksi
Ulkus Marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer
kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen
vaskular. (3)
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat nyeri.
Ulkus ini timbulnya sekunder akibat konjungtivitis bakteri akut atau kronik,
terutama blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang akibat konjungtivitis
Koch-Weeks (Haemophilus aegyptius). Walaupun demikian, ulkus ini bukan
suatu proses infeksi dan pada kerokan tidak terdapat bakteri penyebab. Ulkus ini
timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus
bereaksi dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea. (3)
Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi atau hipopion. Penyebab dari ulkus mooren belum
diketahui namun diduga autoimun. 60-80 % kasus unilateral dan ditandai dengan
penggalian (excavation) limbus dan kornea perifer, yang nyeri dan progresif dan
sering berakibat kehilangan mata. Ulkus ini tidak responsif dengan antibiotik
maupun kortikosteroid. Dilakukan eksisi konjungtiva limbus dan keratoplasti
tektonik lamelar. Terapi imuopsupresif sistemik sering diperlukan untuk
mengontrol penyakit tahap menengah atau lanjut. (3)
23
Ulkus Kornea Akibat Defesiensi Vitamin A
Ulkus kornea yang khas pada avitaminosis A terletak disentral dan
bilateral, berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea
disekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (karenanya disebut “keratomalacia”)
juga sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva mengalami keratinisasi, yang
terlihat sebagai bercak Bitot. Bercak bitot adalah daerah berbuih, berbentuk baji
pada konjungtiva, biasanya pada sisi temporal, dengan dasar bajinya pada limbus
dan apeksnya meluas kearah kantus lateralis. Ulserasi kornea akibat avitaminosis
A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di
saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. (3)
G. Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu
nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit
dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya
agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotofobia pada
penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi
pembuluh darah adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf
kornea. Fotofobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan
tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotofobia umunnya
menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus
bakteri purulen. (3)
H. Diagnosis
24
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah: (3)
1. Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya riwayat cidera
superfisial. Benda asing dan abrasi merupakan dua lesi kornea yang paling
umum. Adanya riwayat penyakit kornea juga mempunyai makna. Ulkus
kornea juga memberikan gejala mata merah ringan hingga berat, fotofobia,
penglihatan menurun disertai sekret. Perlu juga ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal karena kortikosteroid mungkin telah dipakai dan
dapat menjadi predisposisi bagi penyakit bakteri, jamur, atau virus.(3)
2. Pemeriksaan fisis
Pemakaian slit lamp penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar.
Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan cahaya
di atas kornea. Dengan cara ini terlihat daerah kasar yang menandakan
adanya defek epitel(3)
3. Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein
Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada
kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein
akan berwarna hijau ditengahnya. (3)
Pewarnaan gram dan KOH
Biasanya kokus gram positif, stafilokokkus aureus dan streptokok
pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak
ulkus yang supuratif.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus dengan
menggunakan larutan KOH. (3)
Kultur
25
Kultur bakteri biasanya dilakukan pada semua kasus pada saat
kunjungan pertama. Kultur untuk jamur, acanthamoeba, atau virus
dapat dikerjakan bila gambaran klinis nya khas atau bila tidak ada
respon terhadap terapi infeksi bakteri. (3)
I. Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya pada ulkus kornea adalah dengan sikloplegi,
antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat member obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotik, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum
ulkus diobati sebagai berikut: (1)
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebagai inkubator.
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
Kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Debridemen sangat membantu penyembuhan
Antibiotik yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan
berat.
a. Ulkus Kornea Bakterial
Terapi dimulai secara intensif, pengobatan agresif dengan
fluoroquinolones generasi keempat sambil menunggu hasil laboratorium. Dosis
diberikan setiap 30 menit untuk enam jam pertama, diikuti dengan pemberian
per jam. Sikloplegik sangat baik untuk kenyamanan pasien dan untuk
mencegah terjadinya sinekia. (9)
Menghindari Steroid. Terutama pada fase awal. Pengobatan kortikosteroid
dapat mengahambat secara signifikan pembentukan epitelisasi pada kornea.
Setelah kornea telah mengalami epitelisasi dan organisme memberikan respon
yang baik terhadap antibiotik (biasanya setelah 72 jam pengobatan), steroid
26
dapat diberikan sebagai terapi untuk mengendalikan peradangan persisten dan
mengurangi kerusakan jaringan. Namun, hasil studi menunjukan bahwa ulkus
kornea dengan terapi kortikosteroid topikal ajuvan tidak memperbaiki
penglihatan dalam 3 bulan. (9)
b. Ulkus Kornea Virus (9)
Diberikan antivirus. Untuk ulkus epitel, pengobatan yang diberikan adalah
antivirus topikal, khususnya trifluridine tetes (sembilan kali sehari) atau
gansiklovir gel (lima kali sehari). Antivirus topikal sebaiknya tidak digunakan
selama lebih dari 10 sampai 14 hari karena dapat membunuh sel normal dan
menyebabkan toksik pada kornea. Selain itu, antivirus lisan seperti acyclovir,
valacyclovir, dan famciclovir dapat mempercepat penyembuhan.
Steroid hanya diberikan pada keratitis stroma. Perawatan untuk stroma
keratitis adalah pemberian steroid topikal. Selain itu, pasien biasanya diberikan
antivirus sebagai profilaksis untuk mencegah terulangnya defek pada epitel
saat pasien menggunakan steroid. Namun, kontraindikasi steroid pada keratitis
epitel yaitu steroid dapat membantu virus untuk bereplikasi. Sebaliknya,
antiviral topikal yang diresepkan untuk ulkus epitel yang kontraindikasi pada
stroma keratitis karena tidak efektif (tidak ada virus hidup) dan bisa
menyebabkan keracunan.
Pengobatan lebih kompleks pada pasien dengan keratitis herpetic
necrotizing, di mana kedua virus hidup dan respon imun yang hadir.. Mata
dengan keratitis virus rentan terhadap superinfeksi maka dapat menggunakan
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri. Selain itu, untuk pasien
yang immunocompromised atau memiliki penyakit penglihatan yang berulang
diberikan dosis rendah asiklovir oral atau valacyclovir secara signifikan
mengurangi risiko kekambuhan.
c. Ulkus Kornea Jamur (9)
Natamycin topikal 5 % atau amfoterisin topikal B 0,15 % adalah terapi lini
pertama untuk gejala dicurigai keratitis. Natamycin merupakan anti jamur yang
di yang disetujui olef FDA. Natamycin ini meresap ke kornea deengan baik
27
setelah pemberian topikal dan obat pilihan untuk keratitis jamur. Amfoterisin
B, karena banyak toksisitas diberikan sebagai pengobatan lini kedua untuk
Natamycin . Dosis yang disarankan adalah 1 mg /kg / hari intravena atau
topikal pada 0,15 % menjadi 0,3 % larutan setiap 30 sampai 60 menit. Efek
sampng dapat mencakup toksisitas ginjal, sakit kepala, demam, menggigil dan
anorexia. Seperti halnya untuk kebanyakan cedera segmen anterior dan infeksi.
Siklopegik harus diberikan untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Selain
terapi standar untuk keratitis jamur yaitu Vorikonazol (topikal dan oral) juga
telah berhasil digunakan.
Debridemen mekanis dari kornea yang epitel dapat membantu dalam
penetrasi topikal obat ke stroma sambil mengambil spesimen untuk
histopatologi dan evaluasi. Terapi penetrasi keratoplasty sering diperlukan
untuk mengembalikan gangguan visus karena jaringan parut kornea. Meskipun
terapi farmakologis maksimal, transplantasi awal selama penyakit aktif
mungkin diperlukan untuk yang mengalami perforasi atau yang mendekati
terjadinya perforasi.
J. Komplikasi
Komplikasi ulkus kornea antara lain: (8)
1. Iridosiklitis toksik : seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen
karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.
2. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat yang
fibrinous pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).
3. Descemetocele : Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen yang
menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet, yang dapat
menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat tekanan
intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang
disebut dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang
mengancam dan sering kali menimbulkan nyeri hebat.
4. Perforasi ulkus kornea : tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin atau spasme
otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam menjadi
28
perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri berkurang dan
pasien merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk:
- Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.
- Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul karena
adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba. Anterior
capsular katarak: terbentuk saat terjadi kontak antara lensa dan ulkus
pada saat perforasi pada area pupillary. Fistula kornea : terbentuk saat
perforasi pada area pupillary tidak diikuti oleh iris dan dibatasi oleh
epitelium yang membuat jalan secara cepat. Terjadinya kebocoran
aqueous secara terus menerus melalui fistula ini.
- Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang berkembang
karena penyebaran infeksi secara intraokular.
- Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau
perdarahan koroid yang muncul pada beberapa pasien karena
terjadinya penurunan tekanan bola mata secara mendadak.
5. Jaringan parut kornea: Merupakan hasil akhir dari penyembuhan ulkus
kornea. Jaringan parut kornea menyebankan gangguan penglihatan secara
permanen mulai dari penurunan penglihatan ringan sampai dengan buta
total. Tergantung pada gambaran klinis dari ulkus kornea, jaringan parut
mungkin dapat seperti nebula, makula, leukoma, kerectesia (ektatik
sikatrik), lekoma adheren atau staphyloma.
K. Prognosis
Banyak orang yang sembuh sempurna dari ulkus kornea atau infeksi, atau
mereka hanya mendapatkan perubahan minimal dalam penglihatan. Akan tetapi,
ulkus kornea atau infeksi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang kepada
kornea dan mempengaruhi penglihatan. (10)
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang G.K, Amman J. et al. Ophtalmology: A Short Textbook. Germany.
2010. p127-42
30
2. Khaw P T, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4 th ed. London.
BMJ books.p10-1
3. Biswell R. Kornea. In : Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P.
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2009
4. Mills T.J. corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview#a0199
5. New Human Cornea Layer Discovered. Bioscience Technology. Dalam
http://www.biosciencetechnology.com/news/2013/06/new-human -cornea-
layer-discovered
6. Prostak Sergio. Scientist Discover Previosly Undetected Layer in Human
Eyes Dua’s Layer. Dalam :
http://www.sci-news.com/othersciences/anthropology/article01151-
human-eye-duas-layer.html.2013
7. Jhanji Vishal et Al. Management of chorneal Perforation. Survey of
Ophtalmology Volume 56. Elsevier. 2011
8. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Age
International: New Delhi. 2007. Pg. 89-126
9. Bowling Ernest et All. The Corneal Atlas. Review of Optometry. Alcon.
2012
10. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of
Medicine NIH National Institutes of Health. In :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm
31