Lapsus Ortopedi Nur Arifah - C11110841
-
Upload
nura-reefa -
Category
Documents
-
view
234 -
download
5
description
Transcript of Lapsus Ortopedi Nur Arifah - C11110841
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : SM
Umur : 41 tahun / laki-laki
Masuk : 27 Oktober 2015
No. Rekam Medik : 730811
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
- Anamnesis Terpimpin: dialami sejak 16 jam sebelum dibawa ke Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo akibat kecelakaan lalu lintas.
- Mekanisme trauma : Pasien sedang mengendarai motor, bertabrakan dengan mobil dari
arah depan. Pasien terjatuh ke arah kiri dengan tumpuan di tungkai kiri. Kemudian,
kepala dan sisi kiri dada pasien terbentur di aspal.
- Pasien langsung pingsan setelah kejadian. Tidak ada riwayat mual dan muntah. Riwayat
pengobatan sebelumnya di Rumah Sakit Mamuju.
III. PEMERIKSAAN FISIS
PRIMARY SURVEY
Airway : Bebas
Breathing : RR = 26 x/menit reguler, spontan, tipe thoracoabdominal, hemitoraks
sinistra kesan tertinggal
Circulation : BP = 120/80 mmHg, HR = 98 x/menit, reguler, kuat angkat
Disability : GCS 10 (E3M5V2), pupil isokor, Ø 2.5/2.5 mm, refleks cahaya +/+
Environment : Suhu axilla = 36.7oC
Trauma Score : Respiratory : 3
Usaha bernafas : 1
Blood pressure : 4
1
CRT : 2
GCS : 3
13
SECONDARY SURVEY
Head Region
Inpeksi : Memar di sisi kanan dahi, benjolan di pelipis kiri
Palpasi : Nyeri tekan sulit dievaluasi, tidak ada krepitasi
Thorax Region
Inpeksi : Gerak hemitoraks sinistra kesan tertinggal, tidak ada luka
terbuka, tidak ada deformitas, hematoma di hemitoraks
sinistra
Palpasi : Krepitus tidak ada, nyeri tekan sulit dievaluasi
Perkusi : Asimetris, redup di hemitoraks sinistra
Auskultasi : Suara menafas menurun di hemitoraks sinistra, ronkhi
ada di hemitoraks sinistra
Left Thigh Region
Inpeksi : Deformitas (+), edema (+), hematoma (-), luka (-)
Palpasi : Nyeri tekan sulit dinilai
ROM : Gerak aktif dan pasif tidak dapat dievaluasi karena
penurunan kesadaran
NVD : Sensibilitas dan motorik sulit dievaluasi. Pulsasi dari
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba.
CRT < 2 detik.
2
Leg Length Discrepancy
TLL ALL
Right 77 cm 85 cm
Left 75 cm 83 cm
LLD 2 cm
IV. GAMBARAN KLINIS
3
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
◦ WBC : 12,0 x 103 /mm3
◦ RBC : 4,94 x 106 /mm3
◦ HGB : 11,3 g/dL
◦ HCT : 36 %
◦ PLT : 184 x 10 3 /mm3
◦ HbsAg Non Reactive
◦ SGOT : 149 U/L
◦ SGPT : 61 U/L
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
CT Scan Kepala
4
X-Ray Thorax posisi PA/AP
X-Ray posisi AP/lateral (Left Leg)
5
VII. RESUME
Laki-laki, 41 tahun, masuk RS. Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan utama
penurunan kesadaran sejak 16 jam sebelum masuk RS akibat kecelakaan lalu lintas.
Pasien sedang mengendarai motor, bertabrakan dengan mobil dari arah depan. Pasien
terjatuh ke arah kiri dengan tumpuan di tungkai kiri. Kemudian, kepala dan sisi kiri dada
pasien terbentur di aspal.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan ; Primary survey : RR 26 kali/menit,
hemitoraks sinistra kesan tertinggal, GCS 10 (E3M5V2), Trauma Score 13. Secondary
survey ; Head region : hematom di sisi kanan dahi, edema di pelipis kiri, nyeri tekan sulit
dievaluasi; Thorax region : gerak hemitoraks sinistra kesan tertinggal, hematom di
hemitoraks sinistra, nyeri tekan sulit dievaluasi, bunyi nafas menurun di hemitoraks
sinistra, ronkhi ada di hemitoraks sinistra, redup di hemitoraks sinistra; Left thigh
region : deformitas (+), edema (+), nyeri tekan sulit dinilai, gerak aktif dan pasif tidak
dapat dievaluasi, sensibilitas dan motorik sulit dievaluasi, pulsasi dari arteri dorsalis pedis
dan arteri tibialis posterior teraba, serta CRT < 2 detik.
6
Dari pemeriksaan radiologi, pada foto thorax PA/AP, tampak kontusio pulmo
sinistra dan cardiomegaly dengan dilatation et elongation aortae, dan pada foto femur
sinistra AP/Lateral, tampak fraktur oblique 1/3 media femur sinistra.
VIII. DIAGNOSIS
- Moderate head injury GCS10 (E3M5V2)
- Kontusio paru sinistra
- Closed fraktur 1/3 media femur sinistra
IX. PENATALAKSANAAN
Oksigen 8 liter/menit via non-rebreathing mask
IVFD RL
Analgesik
Pertahankan collar brace hingga GCS 15
Apply skin traksi load 3 kg
Rencana ORIF nailing bila KU optimal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR FEMUR
I. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Ini akibat dari adanya
retakan, akibat terjatuh atau pecahnya lapisan korteks sehingga tulang terenggang baik
secara komplet dan ada pergeseran dari fragmen tulang. Jika kulit diatas fraktur masih utuh
maka disebut fraktur tertutup, jika kulit terhubung dengan dunia luar maka disebut fraktur
terbuka.1
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur
dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.1,2,3
7
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu
Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di
Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalulintas, 249 kasus atau 14,7% nya mengalami
fraktur femur.1
Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan
bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial.
Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya
kesehatan.4
Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular
sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset.
Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya
disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada
daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan
nonunion.4
II. ANATOMI
Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang ini memiliki
karakteristik yaitu:5
Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Ia terpisah dengan
collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi dengan tulang rawan sendi.
Konfigurasi ini memungkinkan area pergerakan yang bebas. Bagian caput mengarah ke
arah medial, ke atas, dan kedepan acetabulum. Fovea adalah lekukan ditengah caput,
dimana ligamentum teres menempel. Collum femur membentuk sudut 1250 dengan
corpus femur. Pengurangan dan pelebaran sudut yang patologis masing – masing disebut
deformitas coxa vara dan coxa valga.
Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya terdapat
trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat trochanter minor. Bagian
anteriornya yang kasar yaitu line trochanteric membatasi pertemuan antara corpus dan
collum. Linea aspera adalah tonjolan yang berjalan secara longitudinal sepanjang
8
permukaan posterior femur, yang terbagi, pada bagian bawah menjadi garis - garis
suprakondilar. Garis suprakondilar medial berakhir pada adductor tubercle.
Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral femur epicondilus
medial. Bagian tersebut menunjang permukaan persendian dengan tibia pada sendi lutut.
Lateral epycondilus lebih menonjol dari medila epycondilus, hal ini untuk mencegah
pergeseran lateral dari patella. Kondilus – kondilus itu didipisahkan bagian posteriornya
dengan sebuah intercondylar notch yang dalam. Femur bawah pada bagian anteriornya
halus untuk berartikulasi dengan bagian posterior patella.5
Gambar 1. Tulang paha, femur, tampak depan, belakang, medial5
9
Gambar 2. Compartement anterior6
Gambar 3. (A) Compartement medial (B) Compartement posterior6
III. ETIOLOGI DAN MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR
Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang maupun gangguan
pada tulang (fraktur patologis). (1,2,3,7,8)
1. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan yang terjadi secara
tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Langsung
o Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor
Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted, displaced
fractures.
Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi.
o Penetrasi: luka tembakan
10
Pola luka bervariasi.
Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah tidak dapat menyebabkan
gangguan pada tulang maupun kerusakan jaringan seperti yang disebabkan
oleh energy tinggi (kecelakaan bermotor) atau kecepatan tinggi (senjata
tembak dan senjata mematikan lainnya).
o Bending: three- or four-point (ski boot injuries)
Obliq yang pendek maupun fraktur transversal dapat timbul, dengan
kemungkinan menghasilkan potongan butterfly.
Timbulnya crush injury.
Pola comminuted dan segmental sangat berhubungan dengan kerekatan
jaringan disekitarnya.
Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom harus diperhatikan
o Fraktur corpus fibula: Akibat dari trauma langsung dari bagian lateral tungkai
bawah.
Tidak langsung
o Mekanisme terpelintir:
Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian rendah merupakan penyebab
utama.
Spiral, tidak ada pergeseran pada bagian fraktur yang memiliki hubungan
yang sedikit terhadap kerusakan jaringan sekitar.
o Fraktur Stres
Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering timbul pada
sambungan antara metafisis dan diafisis, ditandai dengan bagian sklerotik
pada kortexpostero medial.
Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3 tengah, yang
biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang berlebihan.
Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu.
2. Fraktur karena stres berulang:
11
Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang menanggung berat secara
berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet, penari dan anggota militer yang selalu
melakukan latihan. Beban yang berat akan menimbulkan deformitas yang menginisiasi
proses normal dari remodeling tulang, gabungan dari proses reabsropsi tulang dan
pembentukan tulang baru sesuai dengan hukum Wolff’s. Ketika terpajan oleh stress serta
proses deformasi yang berulang dan memanjang, reabsorpsi timbul lebih cepat daripada
penggantian, sehingga meninggalkan daerah yang kosong dan menyebabkan fraktur.
Masalah yang sama timbul pada orang yang sedang dalam pengobatan sehingga
mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi dan penggantian tulang baru.
3. Fraktur Patologi:
Fraktur dapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang melemah akibat perubahan
pada strukturnya (contohnya pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta atau Paget’s
disease) atau sebuah lesi litik (contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).
Gambar 2. Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan mekanisme penyebab: (a) pola spiral
(terputar); (b) pola obliq pendek (kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola
transversal (tertekan). Pola spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali terjadi akibat kecelakaan energi
rendah secara tidak langsung; pola tertarik dan transversal disebabkan kecelakaan energy tinggi secara
langsung. 1
Penyebab dari fraktur femur bisa karena:9
- High-energy trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian atau
tembakan senjata tajam adalah penyebab terbanyak menyebabkan fraktur pada femur
- Low energy trauma menyebabkan fraktur badan femur pada kasus patologik atau
tulang yang mengalami osteoporosis
12
Fraktur spiral biasanya terjadi apabila jatuh dengan posisis kaki melekat erat pada
dasar sambil terjadi puataran yang diteruskan pada femur, fraktur transversal dan oblik
terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.
IV. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur dapat terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu:
a) Klasifikasi etiologis
Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam
tulang, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista tulang,
osteomielitis dan sebagainya.
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.10
b) Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Klasifikasi
fraktur tertutup berdasarkan dari kerusakan jaringan lunak dan adanya mekanisme
perlukaan baik secara langsung maupun tidak langsung adalah seperti berikut :1,2,3
Grade 0 : Fraktur sederhana dengan sedikit atau tanpa kerusakan jaringan lunak.
Grade I : Fraktur dengan abrasi superficial atau memar dikulit dan jaringan
subkutaneus.
Grade II : Fraktur lebih berat dengan kontusio jaringan lunak lebih dalam dan edema.
Grade III: Luka berat dengan ditandai kerusakan jaringan lunak dan ancaman
kompartmen syndrome.
Fraktur terbuka (compound fracture)
13
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari
luar).10
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.10
c) Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :10
i. Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Gambar 3. Klasifikasi fraktur menurut lokalisasi. (A)Fraktur diafisis, (B)Fraktur metafisis,
(C)Dislokasi dan fraktur, (D)Fraktur intra-artikule.10
ii. Konfigurasi
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
14
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur
vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis.
Gambar 4. Klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi. (A)Transversal, (B)Oblik, (C)Spiral,
(D)Kupu-kupu, (E)Komunitif, (F)Segmental, (G)Depresi.10
iii. Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
15
Gambar 5. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur (A)Transversal, (B)Oblik,
(C)Segmental, (D)Spiral dan segmental, (E)Komunitif, (F)Segmental, (G)Depresi10
iv. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a) Bersampingan
b) Angulasi
c) Rotasi
d) Distraksi
e) Over-riding
f) Impaksi
Gambar 6. Klasifikasi fraktur sesuai fragmen10
V. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu
16
pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, patella, ataupun
acetabulum. Umur pasien dan mekanisma cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat
cedera yang ringan bisa dicurigai lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan yang
merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari
cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.10
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:10
1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
c) Pemeriksaan Lokal10
1. Inspeksi (Look)
Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu
utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur cedera terbuka.
2. Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah
keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
3. Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
4. Pemeriksaan neurologis (NVD)
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
17
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :10,11
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos:1
- Two views - Sebuah fraktur atau dislokasi tidak dapat terlihat hanya dari satu posisi
foto X- ray dan setidaknya dibutuhkan dua posisi (anteroposterior dan lateral) yang
harus diambil.
- Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang dapat fraktur dan
mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin terjadi kecuali tulang lainnya juga
rusak, atau sendi dislokasi. Keduanya, sendi atas dan bawah fraktur harus diambil
pada film x-ray.
18
- Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat membingungkan
dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari ekstremitas yang tidak terluka diperlukan
untuk perbandingan.
- Two injuries – cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu
level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting dilakukan foto x-ray pelvis
dan spine.
- Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi segera setelah
cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua minggu kemudian dapat
menunjukkan adanya lesi. Contoh umum adalah undisplaced fraktur ujung distal
klavikula, scaphoid, neck femur dan maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan
cedera fiseal yang tidak berpindah dimanapun terjadi.
CT-Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi,
dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat
khusus.12,13
Gambar 7. CT Scan fraktur femur12
MRI
MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan jaringan
lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot,
tulang rawan, dan tulang.13,14
19
Gambar 8. MRI femur14
VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif :8,15
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
: Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
20
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi
kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu beban tersebut
mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan
pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit
melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
o Mengurangi nyeri akibat spasme otot
o Memperbaiki dan mencegah deformitas
o Immobilisasi
o Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
o Mengencangkan pada perlekatannya.
2. Terapi operatif 8,15
ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Indikasi ORIF :
o Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
o Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
o Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
o Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi
Fasciotomy3
Adanya bukti terjadinya kompartemen syndrome yang merupakan indikasi untuk
dilakukan fasciotomy pada semua empat otot kompartemen tungkai bawah
21
(anterior, lateral, superfisial dan deep posterior) melalui satu atau beberapa teknik
insisi. Setelah operasi fiksasi fraktur, pembukaan fasia tidak boleh
reapproximated.
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi ada 2 jenis, yaitu komplikasi dini dan komplikasi
lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh darah
besar, trauma saraf, tromboemboli, dan infeksi. Sedangkan yang termasuk kompliksai
lanjut adalah delayed union, non union, malunion, kaku sendi otot, dan refraktur. 1,15
o Malunion: Hal ini termasuk deformitas yang tidak sesuai dengan posisi anatominya.
o Nonunion: Hal ini terkait dengan cedera - berkecepatan tinggi, fraktur terbuka
(terutama Gustilo grade III), infeksi, fiksasi yang tidak adekuat dan fraktur yang pada
awalnya mengalami pergeseran.
o Dapat terjadi infeksi.
o Dapat terjadi kekakuan pada lutut dan/atau pergelangan kaki.
o Kerusakan hardware: Kerusakan nail dan locking screw tergantung pada ukuran nail
yang digunakan dan jenis logamnya. Reamed nail yang lebih besar memiliki cross
screw yang lebih besar; insidens kerusakan nail dan screw lebih besar pada
undreamed nail yang memanfaatkan locking screw dengan diameteter- kecil.
o Nekrosis akibat suhu dari diafisis tibia dengan reaming merupakan hal yang tidak
biasa dan merupakan komplikasi yang serius. Risiko meningkat dengan penggunaan
reamer yang tumpul dan reaming dengan kontrol tourniquet.
o Reflex simpatik distrofi: Hal ini merupakan hal yang paling umum terjadi pada
pasien yang tidak bisa menggunakan bear weight early dan dengan imobilisasi cast
yang lama. Hal ini ditandai dengan nyeri dan bengkak yang diikuti oleh atrofi
ekstremitas. Tanda-tanda radiografi adalah demineralisasi bercak-bercak pada kaki
dan distal tibia serta pergelangan kaki equinovarus. Hal tersebut diobati dengan
stoking kompresi elastis, weight bearing, blok simpatis, dan orthoses kaki, disertai
dengan terapi fisik yang agresif.
o Kompartemen syndrome: Kompartemen anterior merupakan kompartemen yang
paling sering terkena. Tekanan tertinggi terjadi pada saat reduksi terbuka atau
22
tertutup. Hal ini memerlukan fasiotomi. Kematian otot terjadi setelah 6 sampai 8 jam.
Kompartemen syndrome deep posterior mungkin terlewatkan karena tidak
terkenanya kompartemen superficial diatasnya, dan menyebabkan claw toes.
o Cedera neurovaskular: Cedera vascular jarang terjadi kecuali jika cedera
berkecepatan tinggi, adanya pergeseran nyata, sering pada fraktur terbuka. Hal ini
mungkin memerlukan saphenous vein interposition graft. Nervus peroneal komunis
rentan terhadap cedera langsung pada fibula proksimal serta fraktur dengan angulasi
varus yang signifikan. Traksi yang berlebihan dapat mengakibatkan cedera pada
saraf, dan cetakan cast/ padding yang tidak adekuat dapat mengakibatkan
neurapraksia.
o Dapat terjadi emboli lemak.
o Deformitas claw toes. Hal ini terkait dengan jaringan parut pada tendon ekstensor
atau iskemia dari posterior otot kompartemen.
VIII. PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai
terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen
tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.10
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
2. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula. In: Court-Brown,
Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th Edition. UK: Lippincott Williams &
Wilkins. 2006. p. 1868-76.
3. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 4th Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 464-75.
4. Harry J. Griffiths, M.D. Basic Bone Radiology. Associate Proffesor of Radiology and
Orthopedics. The University of Rochester Medical Center Roschester, New York. 1997. Page
23 - 29
5. Omar Faiz, David Moffat. Anatomy at Glance. Cardiff University, 2002. Page 93.
6. Thompson, John C. Thigh/Hip: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy. 2th
Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 250-3, 266-8.
7. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer. 2006. 59-60.
8. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition. Philadelphia; Saunder
Elsevier. 2012. p. 315-6.
9. James Beaty, Kaser, R james.Rockwood and Wilkins Fracture in Children 7th ed.2010.
10. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif Watampone, Jakarta,
2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
24
11. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States. 2007.
Page 408-410
12. AO Foundation. Open Complete Articular Multifragmentary Distal Femoral Fracture. [online].
2009. [Cited October 31]. Available from http://www2.aofoundation.org
13. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Fracture. [online]. 2009. [Cited October
31]. Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00392
14. Adnan, M. Tulang dan Sendi dalam: Diktat Radiologi IV. Bursa Buku Kedokteran Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1983. Hal 2.
15. Nalyagam S. Fracture Hip/Thigh. In: Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 859-60.
25