Lapsus Miopia-Astigmatis

29
LAPORAN KASUS “MIOPIA-ASTIGMATIS” Patricia Gloria Fernandez S.Ked (1008012009) Pembimbing : dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang 2015

description

tugas

Transcript of Lapsus Miopia-Astigmatis

LAPORAN KASUS“MIOPIA-ASTIGMATIS”

Patricia Gloria Fernandez S.Ked

(1008012009)

Pembimbing : dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN MATARSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

Fakultas KedokteranUniversitas Nusa Cendana

Kupang2015

Pendahuluan

Miopia atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada mata tanpa akomodasi. Astigmatis adalah bentuk kelainan refraksi dimana sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda beda akan terfokus di retina.1,2

Epidemiologi

Prevalensi miopia meningkat di usia sekolah dan dewasa muda. Pada populasi usia pertengahan remaja mencapai 20-25 % dan 25-35 % pada orang dewasa muda di Amerika Serikat dan negara berkembang. Prevalensi miopia mengalami penurunan pada populasi di atas usia 45 tahun, mencapai sekitar 20 % di usia 65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada anak yang kedua orang tuanya menderita miopia adalah sebesar 33-60%. Pada anak yang salah satu orang tuanya menderita miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa anak yang kedua orang tuanya tidak menderita miopia, hanya 6-15% yang menderita miopia3 Prevalensi astigmat adalah sekitar 13 % dari seluruh kelainan refraksi. Pada populasi usia 5 – 17 tahun di Amerika Serikat, didapati 28% menderita astigmat.4

Laporan Kasus

Anamnesis

Identitas Pasien Nama : Ny. NSM Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 35 tahun Pekerjaan : Bidan Agama : Kristen protestas Alamat : Liliba Bangsa/Suku : Indonesia/Sabu

Keluhan Utama

Pengelihatan jarak jauh kabur

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh kabur pada penglihatan jarak jauh maupun dekat kedua mata. Sebelumnya pasien pernah memakai kacamata sejak tahun 2009, namun tidak rutin dipakai, dan sejak pertengahan tahun 2014, kehilangan kacamata sehingga merasa pengelihatan saat ini kabur, dan ingin mengganti kacamata. Pasien mengeluhkan kepala sering sakit, pusing untuk melihat terlalu lama, mata terasa berat, kadang berair. Pasien tidak memiliki keluhan sakit mata lain seperti : mata merah, perih, maupun gatal. Pasien tidak melihat suatu objek yang bergelombang atau melengkung maupun seperti ada bagian yang hilang. Saat ini pasien tidak merasakan demam, mual dan muntah.

Riwayat Penyakit DahuluTahun 2009 pasien pernah memeriksakan matanya dan didiagnosis miopia, dan memakai kacamata lensa sferis negatif (- 0,75), namun tidak digunakan dengan rutin. Penyakit Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), Trauma (-), Glaukoma (-).

Riwayat PengobatanPasien belum mengkonsumsi obat-obatan untuk keluhan yang saat ini dialami pasien.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang sedang mengalami atau memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital :

Tekanan darah 110/80 mmHg Nadi 88 x/menit Suhu 36.50C Frekuensi nafas 22 x/menit

Diagnosis Kerja :Miopia-Astigmatis ODS

Penatalaksanaan :Kacamata (sferis+silinder negatif)

Pembahasan

Fisiologi

Sumber cahaya masuk ke dalam mata melalui kornea. Saat melewati pupil akan terjadi daya akomodasi mata sehingga jumlah cahaya yang masuk dapat diatur banyaknya, selanjutnya cahaya akan dibiaskan oleh lensa ke retina sehingga terbentuk bayangan yang bersifat nyata, terbalik dan diperkecil. Sel-sel batang dan kerucut akan meneruskan sinyal cahaya melalui saraf optik (Nervus II : Nervus optik) menuju otak. Di otak, bayangan yang diterima oleh retina akan dibalik lagi sehingga objek sesuai dengan aslinya.2

Dua faktor berperan dalam derajat refraksi; densitas komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Pada permukaan yang melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan,semakin besar derajat pembiasan dan semakin kuat lensa.1,2

Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan degan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh yang biasa dikenal dengan istilah akomodasi. Akomodasi meningkatkan kekuatan lensa untuk penglihatan dekat. 1,2

Cahaya harus melewati beberapa lapisan retina sebelum mencapai fotoreseptor. Foto transduksi oleh sel retina mengubah rangsangan cahaya menjadi sinyal saraf. Foto transduksi yaitu mekanisme eksitasi, pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor. Ketika menyerap cahaya, molekul fotopigmen berdisosiasi menjadi komponen retinen danopsin, dan bagian retinennya mengalami perubahan bentuk yang mencetuskan aktivitas enzimatik opsin. Melalui serangkaian reaksi, perubahan biokimiawi pada fotopigmen yang diinduksi oleh cahaya ini menimbulkan hiperpolarisasi potensial reseptor yang mempengaruhi pengeluaran zat perantara dari terminal sinaps foto reseptor.1,2

MIOPIA

Miopia merupakan mata dengan daya lensa yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat jatuh di retina.1,2

Etiologi Miopia 1,2,3

Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan dalam sinar didalam mata untuk panjangnya bola mata akibat: Kornea terlau cembung Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan

dibiaskan kuat Bola mata terlalu panjang. Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa jenis miopia seperti : Media refraktif, miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks

bias media penglihatan, seperti pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia refraktif ini, myopia bias atau miopia indeks adalah miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat.

Miopia aksial, myopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata, dibandingkan dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Penegakkan Diagnosa MiopiaAnamnesis 1,3,5

1. Melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan melihat kabur jika pandangan jauh.

2. Sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit.

3. Penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).

4. keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia.

Pemeriksaan oftalmologis 1,5,5

Pada inspeksi status oftalmologis dapat ditemukan : bola mata yang menonjol, bilik mata depan sedikit lebih dalam dari biasanya, dan pupil yang terlihat sedikt lebih dilatasi, dan agak lamban bereaksi.

Pada Pemeriksaan visus atau tajam pengelihatan, didapatkan adanya penurunan visus.

Pemeriksaan oftalmoskopi, Pemeriksaan retinoskopi atau yang dikenal juga dengan

skiaskopi atau shadow test, merupakan suatu cara untuk menemukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasi.

ASTIGMATIS

Astigmatis adalah bentuk kelainan refraksi dimana sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.1,2,5

Etiologi Astigmat1,4,,5

Astigmat terbagi atas dua, astigmat regular dan iregular. Astigmat regular adalah kelainan refraksi/ astigmat yang terjadi akibat kekuatan pembiasan berubah secara teratur dari satu meredian ke meredian berikutnya. Penyebab terjadinya astigmat regular adalah :1. Astigmat korneal sebagai akibat dari kelainan kelengkungan kornea, hal ini merupakan

penyebab tersering dari astigmat.2. Astigmat lentikular. Jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh : kelainan kelengkungan

atau kurvatural lensa, kelainan posisi kemiringan lensa, dan astigmatis akibat kelainan indeks refraksi lensa yang beragam pada setiap meredian.

3. Astigmat Retinal. Terjadi akibat posisi atau kemiringan dari makula.

Astigmat iregular adalah kelainan refraksi/ astigmat yang terjadi akibat tidak adanya dua meredian yang saling tegak lurus, sehingga memberikan perubahan kekuatan refraksi yang berbeda pada setiap meredian. Penyebab terjadinya adalah :1. Astigmat korneal iregular sebagai akibat dari kelainan kelengkungan kornea, dapat

terjadi pada infeksi kornea maupun penyakit lain yang dapat menimbulkan jaringan parut pada kornea.

2. Astigmat indeks iregular, yang terjadi akibat beragam indeks refraksi yang berbeda pada setiap permukaan lensa kristalina, dapat terjadi pada beberapa kasus seiring maturasi katarak.

Penegakkan Diagnosa AstigmatisAnamnesis 1,4,5

Pasien astigmat akan mengeluhkan pengelihatan kabur yang dapat terjadi dalam jarak pandang dekat maupun jauh ke beberapa arahPenderita juga akan mengeluh sakit kepala, kelelahan pada mata. Penderita juga dapat mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Dapat juga ditanyakan ada tidaknya riwayat trauma yang merusak permukaan kornea, yang juga dapat menyebabkan astigmat.

Pemeriksaan oftalmologis 1,4,5

Pada Pemeriksaan visus atau tajam pengelihatan, didapatkan adanya penurunan visus.

Pada pemeriksaan oftalmoskopi, pada astigmat derajat berat dapat ditemukan gambaran diskus optik yang lebih oval.

Pemeriksaan Plasido dilakukan untuk melihat kelengkungan kornea.

Tes Jackson’s cross cylinder dan Test Astigmatic fan

 

Pemeriksaan keratometri. Pemeriksaan retinoskopi atau yang dikenal juga dengan skiaskopi

Patofisiologi 5, 7

Pada saat baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hiperopia, namun saat pertumbuhan, mata menjadi kurang hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi berlanjut, mereka menderita miopia derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada faktor miopigenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada late adolescence.

Permukaan lensa astigmat berbeda dengan permukaan lensa sferis. Lensa sferis mempunyai permukaan kurvatur yang sama dan oleh karena itu ia mempunyai tingkat refraksi yang sama pada setiap meridian. Pada satu lensa astigmat kurvatur bervariasi dari suatu nilai yang terendah ke suatu nilai yang tertinggi, dimana kedua nilai ini terketak pada meridian dengan perbedaan 90 derajat. Oleh karena ini, terdapat perbedaan tingkat refraksi dari suatu meridian dengan satunya lagi sehingga sinar cahaya tidak dapat membentuk suatu titik fokus, tetapi membentuk dua jalur fokus.

Penatalaksanaan Kacamata maupun lensa kontak

Astigmat KeratotomyAdalah suatu metode insisi untuk mengurangi astigmat korneal. Dilakukan pemotongan melintang atau arcuate untuk meratakan permukaan meredian kornea yang lebih runcing, dan dilakukan coupling. Ratio coupling bergantung pada, panjang insisi, jenis insisi, kedalaman insisi, dan lokasi insisi.

LASIK (Laser- In-Situ-Keratomielusis)Lasik merupakan metode terbaru dalam operasi mata. Pada Lasik digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong flap secara sirkuler pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam kornea. Kornea diperbaiki dengan sianr laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.

PRK (Photo Refractive Keratectomy)Tindakan ini sama dengan LASIK namun yang membedakan adalah pada lasik lapisan epithelium dari kornea tidak diangkat seluruhnya hanya dilakukan reposisi begitu juga dengan flapping pada LASIK. Pada PRK lapisan epithelium diangkat seluruhnya dengan fungsi untuk mengurangi kekuatan pembiasan cahaya oleh kornea namun tindakan tersebut sering memberikan kekurangan dalam tindakan karena sering dijumpai over koreksi bahkan under koreksi, selain itu proses reepitelisasi pada PRK pun lebih lama sehingga tindakan tersebut sudah jarang digunakan.

Telah dilaporkan sebuah kasus miopia-astigmatis pada wanita usia 35 tahun. Pasien ini didiagnosis miopia astigmatis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis.

Gejala klinis berupa penglihatan kabur pada jarak jauh maupun dekat kedua mata. Pasien mengeluhkan kepala sering sakit, pusing melihat terlalu lama, mata terasa berat, kadang berair. Pasien tidak memiliki keluhan sakit mata lain seperti: mata merah, perih, maupun gatal. Pasien tidak melihat suatu objek yang bergelombang atau melengkung maupun seperti ada bagian yang hilang.

Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan khusus untuk astigmat, seperti : Pemeriksaan Plasido, Tes Jackson’s cross cylinder, Test Astigmatic fan, pemeriksaan keratometri, maupun retinoskopi, karena ketersediaan alat. Namun dengan pemeriksaan refraksi subyektif, dari pemeriksaan visus sederhana dan koreksi, didapatkan penegakan diagnosis dan Penatalaksanaan yang tepat.

Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu pemberian kacamata lensa sferis-silinder negatif. Bagi orang-orang yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau kontak lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia –astigmat dan kesehatan secara umum dapat melakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau pilihan ketiga. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada myopia dan astigmat, seperti Astigmat Keratotomy, LASIK (Laser- In-Situ-Keratomielusis), dan PRK (Photo Refractive Keratectomy). Prognosis pada pasien ini, baik apabila kacamata digunakan dengan teratur.

Kesimpulan

Sidarta, Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Cetakan ke 3. Jakarta : FKUI.2013. 29, 64 – 83. Riodan-Eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury General Op htalmology. Susanto D, editors. 14th ed.

Jakarta: EGC; 2012. 382-395. American Optometric Association (AOA). 2009. OPTOMETRIC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE:

CARE OF THE PATIENT WITH MYOPIA. AOA Consensus Panel on Care of the Patient with Myopia, AOA Clinical Guidelines Coordinating Committee. Diakses dari : http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf. [Pada tanggal 27 Februari 2015].

Kaimbo Wa Kaimbo, D. Departement Of Ophthalmology, University of Kinshasa, DR Congo. Astigmatism- Defenition, Etiology, Classification, Diagnosis and Non-Surgical Treatment. 59-74 Diakses dari : http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/29985.pdf [Pada tanggal 27 Februari 2015].

Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publisher; 2007 p 19-49, 548-556

Helveston, EM. Molinari, A. Subrayan, V. Chawla, R ORBIS International. Vision and Refraction. April 2010. 7-14, 35-41. Diakses dari : http://www.cybersight.org/data/1/rec_docs/3267_Vision_and_Refraction.pdf [Pada tanggal 28 Februari 2015]

Seyed-Farzad, M. Tahvildari, M. Hadi, ZM. Eye Research Centre, Farabi Eye Hospital, Tehran University of Medical Sciences Iran. Physiology of Astigmatism. Astigmatism-Optics, Physiology and Management. 3-14. Diakses dari : . http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/29982.pdf [Pada tanggal 28 Februari 2015]

Anderson, NJ. Davis, EA. Hardten,DR. American Academy of Ophthalmology. Clinical Update. Refractive Surgery for Myopia, Myopic Astigmatism, and Mixed Astigmatism. 2003. 1-29. Diakses dari : http://www.aao.org/vp/edu/refract/v1m1/refractive_management_v1m1.pdf [Pada tanggal : 28 Februari 2015]

Villegas, EA. Alcon Encarna, Artal, P. Minimum amount of astigmatism that should be corrected. J Cataract Refract Surg 2014; 40: 13-19.

Kanski, JJ. Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach Seventh Edition. China: Elsevier; 2011. 245-7

hgi

Daftar Pustaka