Lapres Keju - Lucia Dewinta - 13.70.0133 (b4)
-
Upload
praktikumsusu -
Category
Documents
-
view
10 -
download
5
description
Transcript of Lapres Keju - Lucia Dewinta - 13.70.0133 (b4)
1. TOPIK DAN TUJUAN
1.1. TOPIK
Praktikum keju dilakukan pada hari sabtu, 21 Mei 2016. Pada praktikum ini didampingi oleh
dua asisten, yaitu Rr. Panulu, Tjan’ Ivana Chandra dan Graytta Intania. Praktium ini
dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan pada pukul 09.00 hingga pukul 12.00. Pada
praktikum keju ini, susu yang digunakan terdiri dari berbagai macam yaitu susu sapi segar,
susu full cream cair, susu skim cair, susu skim:full cream (1:1), dan susu skim:full cream
(1:2). Pada praktium keju kali ini akan dibuat 2 jenis keju yaitu Ricotta dan Queso Blanco.
Mula-mula susu dipanaskan dan ditambah dengan cuka dan garam lalu didiamkan hingga
menggumpal. Setelah menggumpal, dilakukan pengamatan meliputi pH, tekstur, warna,
aroma, dan rasa.
1.2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum pembuatan keju adalah untuk mengetahui prinsip pembuatan soft cheese
yang berdasarkan koagulasi menggunakan kombinasi asam dan panas, serta untuk
mengetahui pengaruh variasi jenis susu terhadap kualitas soft cheese yang dihasilkan.
2. HASIL PENGAMATAN
2.1 Ricotta Cheese
Data hasil pengamtan pada Ricotta Cheese dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ricotta Cheese
Kel. Bahan pH Tekstur Warna Aroma RasaB1 Susu sapi segar 5 + + + ++++B2 Susu full cream cair 5,5 + + +++ ++B3 Susu skim cair 5,5 ++ +++ + +++B4 Susu skim + full cream (1:1) 4 +++ ++ ++++ ++++B5 Susu skim + full cream (1:2) 5,5 + + + +++
Keterangan:Warna: Rasa:+ : putih + : tidak asin++ : putih kekuningan ++ : kurang asin+++ : kuning +++ : asin++++ : sangat kuning ++++ : sangat asin
Aroma: Tekstur:+ : tidak beraroma + : cair++ : aroma susu ++ : kurang lembut+++ : aroma keju +++ : lembut++++ : sangat beraroma keju ++++ : keras
Dari data hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok menggunaka bahan
yang berbeda-beda dalam pembuatan ricotta cheese. Nilai pH yang dihasilkan berkisar antara 4 – 5,5.
Tekstur yang lembut dihasilkan oleh kelompok B4 yang menggunakan bahan susu skim dan full
cream dengan perbandingan 1:1. Pada parameter warna, warna kuning diperoleh kelompok B3
dengan bahan susu skim cair, sedangkan pada parameter aroma, aroma keju diperoleh kelompok B4
yang menggunakan bahan susu skim dan full cream dengan perbandingan 1:1, aroma susu dan tidak
beraroma dihasilkan oleh kelompok lainnya. Pada parameter rasa, rasa sangat asin diperoleh
kelompok B1 yang menggunakan bahan susu segar dan B4 yang menggunakan bahan susu skim dan
full cream dengan perbandingan 1:1.
2.2 Queso Blanco Cheese
Data hasil pengamatan pada percobaan pembuatan Queso Blanco Cheese dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Queso Blanco Cheese
Kel Bahan pH Tekstur Warna Aroma RasaB1 Susu sapi segar 5,5 +++ + + +++B2 Susu full cream cair 6 +++ ++ ++++ ++++B3 Susu skim cair 6 +++ ++ ++++ +++B4 Susu skim + full cream (1:1) 5,5 ++ ++ +++ ++B5 Susu skim + full cream (1:2) 6 +++ ++ +++ ++
Keterangan:Warna: Rasa:+ : putih + : tidak asin++ : putih kekuningan ++ : kurang asin+++ : kuning +++ : asin++++ : sangat kuning ++++ : sangat asin
Aroma: Tekstur:+ : tidak beraroma + : cair++ : aroma susu ++ : kurang lembut+++ : aroma keju +++ : lembut++++ : sangat beraroma keju ++++ : keras
Dari data hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok menggunaka bahan
yang berbeda-beda dalam pembuatan Queso Blanco Cheese. Nilai pH yang dihasilkan berkisar antara
5,5 – 6. Tekstur yang kurang lembut dihasilkan oleh kelompok B4 yang menggunakan bahan susu
skim dan full cream dengan perbandingan 1:1, sedangkan tekstur yang lebut dihasilkan oleh
kelompok lainnya. Pada parameter warna, warna putih diperoleh kelompok B1 dengan bahan susu
sapi segar dan warna putih kekuningan dihasilkan oleh kelompok lainnya, sedangkan pada parameter
aroma, sangat beraroma keju diperoleh kelompok B2 dan B3 yang menggunakan bahansusu full
cream cair dan susu skim, aroma keju dan tidak beraroma dihasilkan oleh kelompok lainnya. Pada
parameter rasa, rasa sangat asin diperoleh kelompok B2 yang menggunakan bahan susu full cream
cair, rasa asin dan kurang asin diperoleh kelompok lainnya.
3. PEMBAHASAN
Keju merupakan produk olahan susu yang dibuat dari curd susu sapi maupun hewan lainnya.
Menurut Ramkant (2006) di dalam Dhuol (2013), keju merupakan produk berbasis keju yang
dibuat dengan cara mengkoagulasi kasein dengan bantuan enzim rennet atau dengan bantuk
mikroorganisme asam laktat sehingga terbentuk curd. Pada praktikum dengan topik “Keju”
ini, praktikan membuat dua jenis keju, yaitu keju ricotta dan keju queso blanco. Keju yang
dibuat dalam praktikum kali ini tergolong soft cheese karena menggunakan asam dalam
konsentrasi rendah, kandungan airnya relatif tinggi serta tidak melibatkan fermentasi oleh
bakteri maupun molds (Potter, 1978). Prinsip pembuatan keju adalah dengan menambahkan
koagulan protein kedalam susu sehingga protein akan terkoagulasi dan menangkap lemak,
laktosa, mineral, dan air, membentuk curd (Potter, 1987). Curd yang terbentuk kemudian
ditambahkan garam untuk menguatkan curd tersebut sehingga didapatkan curd yang keras
yang disebut dengan keju (Kosikowski, 1977). Ada beberapa teknik pembuatan keju, salah
satunya adalah dengan teknik direct acidification atau pengasaman langsung. Metode
pembuatan keju dengan teknik tersebut dapat menghasilkan keju yang lunak dan berwarna
putih, yang dapat dikonsumsi secara langsung tnapa proses pematangan atau ripening
(Sumarmono & Suhartati, 2012).
Pada praktikum kali ini, akan dibuat 2 jenis keju yaitu ricotta cheese dan queso blanco
cheese. Menurut Potter (1987), kedua jenis keju tersebut termasuk ke dalam soft cheese
dikarenakan menggunakan asam dalam konsentrasi yang rendah, dan memiliki kandungan air
yang relatif tinggi serta tidak melibatkan fermentasi oleh bakteri maupun molds. Irvine
(1985) menambahkan bahwa ricotta dan queso blanco fresco merupakan keju yang tergolong
ke dalam kelompok keju segar (fresh/unripened), yaitu keju yang tidak mengalami proses
pematangan. Keju jenis ini adalah netral, tidak begitu asin, dan berbentuk seperti krim. Selain
itu, kedua jenis keju tersebut tidak terlalu awet karena mengandung lebih dari 70% air.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jenis dan variasi keju, yaitu:
1. Derajat keasaman susu pada proses pembuatan curd.
2. Jenis mikroorganisme yang digunakan.
3. Komposisi nutrisi susu yang digunakan dalam proses pembuatan keju.
4. Semakin tinggi kadar lemak dalam susu, keju yang dihasilkan akan semakin lembut,
harum, dan menarik. Sebaliknya, bila kadar lemak dalam bahan baku susu rendah, akan
dihasilkan keju yang keras dan berwarna pucat.
5. Temperatur, kandungan lembab dalam proses produksi.
6. Lama proses pematangan keju (Novidia, 2003).
Tahap-tahap pembuatan keju menurut Kosikowski (1982), yaitu :
Pasteurisasi susu
Proses pasteurisasi dilakukan untuk membunuh bakteri patogen dalam susu yang
berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Proses pasteurisasi pada praktikum ini
dilakukan pada suhu 80˚C selama 2 menit. Suhu pasteurisasi yang digunakan tidak boleh
melebihi 80˚C, karena jika suhunya terlalu tinggi dapat menghasilkan curd yang terlalu
lunak pada hasil akhirnya.
Pengasaman susu
Proses pengasaman dilakukan dengan menambahkan jus lemon, asam tartrat, atau asam
cuka seperti yang digunakan dalam praktikum ini. Proses pengasaman juga dapat
dilakukan dengan menambahkan bakteri Streptococcus lactis yang dapat memproduksi
asam laktat dalam susu.
Penggumpalan atau koagulasi susu
Tahap penggumpalan terjadi setelah tahap pengasaman. Asam cuka yang ditambahkan
berfungsi untuk menggumpalkan susu. Proses penggumpalan menghasilkan curd dan
whey.Curd yang terbentuk masih dalam keadaan lunak seperti gel.
Tahap pemisahan curd dengan whey
Curd yang terbentuk dari proses penggumpalan kemudian di pisahkan dengan whey-nya,
dengan cara penyaringan. Pada praktikum ini proses pemisahan dilakukan dengan
penyaringan menggunakan kain saring. Pada proses penyaringan curd akan tertinggal
dalam media saring sehingga dapat dipisahkan dengan whey-nya.
Pengolahan curd
Pengolahan curd meliputi penambahan garam, kapang, atau jamur, serta proses
pengolahan lainnya seperti pengepressan, pemanasan, pengadonan, dan penarikan untuk
menghasilkan bermacam-macam jenis keju.
Pematangan keju (ripening)
Proses pematangan dilakukan dengan menyimpan keju dalam waktu dan kondisi tertentu.
Proses pematangan dapat merubah komposisi curd sehingga dihasilkan keju dengan rasa,
aroma, dan tekstur yang spesifik.
Perbedaan proses produksi keju Queso Blanco dan keju Ricotta sendiri terdapat pada proses
pembuatannya. Keju Queso Blanco dibuat dengan cara memanaskan susu terlebih dahulu,
lalu ditambahkan dengan garam, dan ditambahkan cuka yang sebelumnya telah diencerkan 2x
volumenya. Sedangkan pada pembuatan keju Ricotta, susu dipanaskan terlebih dahulu,
kemudian cuka yang tidak diencerkan ditambahkan ke dalam susu terlebih dahulu, kemudian
diberi penambahan garam. Pada prose pembuatan keju Ricotta juga ditunggu 2 jam terlebih
dahulu setelah curd terbentuk. Selain pada proses dan lama pengendapan curd, perbedaan
lain terdapat pada pH keju yang dihasilkan. Untuk pH queso blanco biasanya lebih rendah
daripada pH ricotta. pH keju ricotta berkisar 5,6-5,8 sedangkan pH keju queso blanco
berkisar antara 5,2-5,5 (Fox et, al., 2004).
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini meliputi parameter pH, tekstur, warna,
aroma, dan rasa. Hal ini sesuai dengan teori Purnawarman, dkk (2012) yang menyatakan
bahwa keju yang baik ditentukan oleh kualitas organoleptiknya yaitu kualitas yang dinilai
dengan menggunakan indera seperti tekstur, warna, aroma dan rasa. Hal ini akan berpengaruh
terhadap kesukaan masyarakat terhadap keju. Oleh karena itu, penelitian tentang kualitas keju
yang dihasilkan dengan menggunakan ekstrak rennet abomasum domba lokal yang telah
mengalami penyimpanan perlu dilakukan.
Pada hasil pengamatan pH, pada ricotta memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan
pH queso blanco. pH yang dihasilkan ricotta cheese berkisar antara 4-5,5, sedangkan pH
queso blanco berkisar antara 5,5-6, hal ini sesuai karena pH queso blanco lebih tinggi
dibandingkan dengan ricotta, karena pada queso blanco menggunakan asam cuka dengan
pengenceran sedangkan ricotta menggunakan asam cuka tanpa adanya pengenceran.Pada
proses pembentukan curd selain asam dan garam, suhu juga berperan dalam proses
pembentukan curd, sehingga proses penambahan asam cuka dan garam yang berlebih tidak
perlu dilakukan karena akan merusak karakteristik keju terutama rasa. Proses pembentukan
curd dapat terbentuk dengan mengkombinasikan penambahan asam dan suhu yang tidak
terlalu tinggi (Kosikowski, 1992). Namun hal tersebut tidak sesuai dengan teori dari Fox et al
(2004), bahwa seharusnya pH keju ricotta berkisar 5,6-5,8. Pada praktikum ini, dihasilkan pH
keju ricotta yang cenderung terlalu rendah. Menurut Kosikowski (1982) di dalam El-Sheikh
(2010) ricotta cheese memiliki pH berkisar 5 karena jenis keju ini memiliki kandungan air
yang cukup banyak. Selain itu, ricotta cheese merupakan salah satu produk keju yang
memiliki flavor yang tingan dan sering digunakna untuk meningkatkan flavor pada salad.
Sedangkan menurut (Fox et al, 2004) pH queso blanco berkisar 5,2-5,5. Bainanu (1992)
menambahkan, ketika pHnya lebih dari 5,3 maka mutu keju sudah mulai menurun. Selain itu,
pH curd yang terlalu rendah akan menghasilkan tekstur keju yang mudah hancur, sedangkan
pH curd yang terlalu tinggi akan menjadikan keju lebih elastis. Hal ini terjadi karena pada
bahan yang digunakan memiliki pH yang berbeda-beda sehingga ketikan ditambahkan asam
cuka, pH yang dicapai akan bervariasi, sedangkan jika asam cuka yang ditambahkan
berdasarkan kisaran pH yang ditentukan maka pH keju akan seragam, dan curd keju dapat
terbentuk sempurna karena pH atau jumlah asam yang ditambahkan sesuai dengan
standarnya.Menurut Sumarmono & Suhartati (2012).
Pada hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa queso blanco memiliki tekstur yang lebih
keras dibandingkan dengan tekstur keju ricotta. Komposisi susu berkaitan dengan rasio
lemak dan protein dalam susu yang digunakan, yaitu semakin banyak protein maka semakin
keras, sedangkan semakin banyak kandungan lemak maka semakin lembut (Rehm et.al.,
1995). Tekstur queso blanco yang dihasilkan dalam praktikum ini memiliki tekstur yang
keras karena dalam pembuatannya ditambahkan garam dalam jumlah yang banyak, lebih
banyak dari pada penambahan garam pada pembuatan keju ricotta.
Salah satu tujuan penambahan garam dalam pembuatan keju menurut Kosikowski (1977),
adalah agar terjadi dehidrasi lebih lanjut (sineresis) pada keju dari whey yang masih tersisa,
sehingga penambahan garam akan menyebabkan pengerasan pada curd. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa penambahan garam berlebih pada proses pembuatan keju queso blanco
pada praktikum ini menjadi penyebab dihasilkannya keju yang keras. Sedangkan menurut
Carr (1992), tekstur keju dipengaruhi oleh kelembapan atau kadar air dalam bahan pembuat
keju. Carr mengungkapkan bahwa semakin rendah kadar air dalam bahan, maka keju yang
dihasilkan akan semakin keras begitupula sebaliknya. Dapat dilihat keju yang memiliki
tekstur keras berbahan dasar susu sapi segar dan skim cair yang memiliki kadar air tinggi.
Namun sebelum susu diasamkan, terlebih dahulu dilakukan proses pemanasan/pasteurisasi
susu sehingga kadar air dalam susu banyak yang teruapkan. Teruapkannya sebagian besar
kadar air akan membuat keju yang dihasilkan bertekstur keras.
Pada parameter warna, warna yang dihasilkan queso blanco rata-rata adalah warna putih
kekuningan dan ricotta cheese berkisar dari warna putih hingga kuning. Menurut Novidia
(2003) warna keju alami adalah dari putih hingga kekuningan. Warna ini bergantung pada
lama proses pemasakan yang dikombinasi dengan lemak yang terkandung dalam susu.
Semakin lama waktu pemeraman dan semakin kaya kandungan susunya, maka warna kejunya
akan semakin keemasan atau kekuningan dari hasil pengamatan warna yang dihasilkan.
Sedangkan menurut USDA (2008), warna keju queso blanco seharusnya berwarna putih
hingga putih kekuningan. Hal ini dapat terjadi karena proses pembentukan curd yang kurang
sempurna sehingga saat proses pemisahaan curd dengan whey tidak berjalan sempurna. Whey
memiliki warna kuning sehingga dapat menjadi penyebab dihasilkannya keju queso blanco
yang berwarna kuning (Kosikowski, 1992).
Warna kuning juga dapat terbentuk akibat proses pengasaman yang menggunakan asam
terlalu banyak, sehingga banyak kalsium yang keluar dari curd dan ikut terbuang bersama
dengan whey. Banyaknya kalsium yang hilang menyebabkan warna putih dalam keju menjadi
berkurang sehingga warna kuning dari lemak dalam keju menjadi dominan dan menghasilkan
keju dengan warna kuning (Geantaresa & Supriyanti, 2010). Menurut teori Bennion &
Hughes (1975), perbedaan warna pada keju yang dihasilkan ini berasal dari susu yang
digunakan. Warna putih gading pada susu disebabkan karena koloid terdispersi kasein dan
kalsium fosfat. Sedangkan adanya warna kekuningan pada susu disebabkan karena
keberadaan dua pigmen penghasil warna kuning, yaitu riboflavin dan karoten.
Dari hasil pengamatan parameter aroma keju, pada praktikum ini aroma keju queso blanco
relatif lebih kuat dibanding aroma keju ricotta. Namun pada bahan susu sapi segar, baik
ricotta maupun queso blanco memiliki aroma yang sama yaitu aroma susu. Menurut Irvine &
Hill (1985), apabila dalam pembuatan keju tidak dilakukan penambahan flavor, maka flavor
keju akan tetap sama dengan bahan awalnya yaitu susu.Hal ini tidak sesuai dengan hasil
praktikum dimana dihasilkan aroma keju. Pembentukan aroma dan rasa pada keju merupakan
fenomena yang kompleks. Komponen volatile penting dalam aroma keju yaitu asam asam
lemak, aldehid, keton, alkohol, amine, ester, hidrogen sulfida, dan sulfida-sulfida
(Purnawarman dkk., 2012). Aroma dan rasa dari keju dipengaruhi oleh tingkat kematangan
keju itu sendiri. Semakin lama pematangan keju, maka aroma yang dihasilkan akan semakin
beraroma keju dan rasa yang dihasilkan juga akan semakin berasa keju (Carr,1992).
Pada parameter rasa, rasa yang dihasilkan pada praktikum ini relatif asin baik pada keju
ricotta maupun queso blanco. Rasa asin dapat dihasilkan karena adanya penambahan garam
yang digunakan untuk membentu curd. Menurut Potter (1987), rasa asin yang disebabkan
oleh penambahan garam dapat menurun karena kandungan garam sebagian akan terlarut
dalam whey agar dapat mudah dipisahkan dengan curd. Oleh karena itu kandungan garam
dalam keju menurun karena ikut mengalir keluar bersama whey ketika proses pemisahan.
Rasa asin yang dihasilkan merupakan dampak dari pemberian garam karena menurut Sukotjo
(2003) garam berfungsi dalam pembentukan cita rasa keju. Ditambahkan pula oleh Carr
(1992) bahwa semakin lama pemeraman maka rasa yang ditimbulkan akan semakin asin dan
semakin berasa keju.
4. KESIMPULAN
Keju adalah produk olahan susu yang dibuat dari curd susu sapi maupun hewan lainnya.
Ricotta cheese dan queso blanco cheesetermasuk ke dalam soft cheese.
Pembuatan soft cheese menggunakan asam konsentrasi rendah, kandungan air tinggi, dan
tidak melibatkan fermentasi.
Perbedaan keju ricotta dan queso blanco adalah pada proses pembuatannya dan pH keju.
Kualitas dan jenis susu akan mempengaruhi karakteristik keju akhir yang dihasilkan.
Susu full cream memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Prinsip pembuatan keju adalah pasteurisasi susu, pengasaman susu, penggumpalan,
pemisahan whey, pengolahan curd dan pematangan keju.
Pasteurisasi merupakan metode pemanasan yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme pathogen.
Penambahan cuka bertujuan untuk menggumpalkan kasein susu.
Garam berfungsi dalam membantu pengeluaran protein (whey) dari koagulan, mengatur
kadar air dan keasaman keju, pematangan dan pembentukan cita rasa keju.
Susu full creammengandung lemak yang cukup tinggi sehinggaakan membuat tekstur keju
semakin lembut.
Semakin rendah kandungan air dalam bahan baku maka tekstur keju akan semakin keras.
Kadar garam yang tinggi dan pH keju yang rendah akan menghasilkan warna yang lebih
pucat (putih).
Aroma dan rasa dari keju dipengaruhi oleh tingkat kematangan keju dan lama pemeraman.
Semarang, 30 Mei 2016
Praktikan, Asisten Dosen,
Lusia Dewinta MP Rr. Panulu
13.70.0133
5. DAFTAR PUSTAKA
Baianu, I. C. 1992. Physical Chemistry of Food Processes Volume 1 – Fundamental Aspects. Chapman & Hall Inc. New York.
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods Sixth edition. Macmillan Publishing Co., Inc. USA.
Carr, Sandy. (1992). Pocket Cheese Book. Mitchell Beazley Publishers. New York
Dhuol, K., Hamid, O. (2013). Physicochemical and sensory characteristics of white soft cheese made from different levels of Cassava powder (Manihot esculenta). International Journal of Curent Research and Academic Review.
El-Sheikh., Farrag, A. Ahmed, Z. (2010). Ricotta Cheese from Whey Protein Concentrate. Journal of American Science
Fox, Patrick F; Paul L.H; McSweeney; Timothy M Cogan; and Timothy P Guine. (2004). Cheese, Chemistry, Physics, and Microbiology. Third edition. Volume 2 Major cheese group. Elsevier Academic Press.
Geantaresa, E. dan Supriyanti, F.M.T. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesentroides. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. 1(1): 38-43.
Irvine, D.M. & A.R. Hill. (1985). Cheese Technology. Pergamon. Oxford.
Kosikowski, F. 1982. Cheese and Fermented Milk Foods 2nd Edition.Edwards Brothers Inc. Michigan.
Kosikowski, F.V., & V.V. Mistry. (1997). Cheese and Fermented Milk Foods. Volume 1:Origins and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski.
Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat Minggu. Jakarta.
Potter, N. (1978). Food Science 3rd Edition. CBS Publisher & Distributors. New Delhi.
Purnawarman, Trioso, Chairun Nisa, dan Karunia Maghfiroh. Pengaruh Waktu Penyimpanan Ekstrak Rennet Abomasum Domba Lokal terhadap Kualitas Keju. Jurnal Sains Terapan II Vol.2 (1): 50-67.
Rehm, H. J. & G. Reed. 1995. Biotechnology Second, Completely Revised Edition. VCH Publisherrs Inc. New York, USA.
Sukotjo, Setiarti. 2003. Proses Pembuatan Keju Lunak. Institut Teknologi Indonesia. Fakultas Teknologi Pertanian.
Sumarmono, J. dan Suhartati, M. 2012. Yield dan Komposisi Keju Lunak (Soft Cheese) dari Susu Sapi yang Dibuat dengan Teknik Derect Acidification Menggunakan Ekstrak Buah Lokal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1(3).
USDA. 2008. Commercial Item Description Cheese, Queso Blanco. http://www.ams.usda.gov/AMSv1.0/getfile?dDocName=STELDEV3006741. Diakses pada tanggal 26 Mei 2016 pukul 17:12.
6. LAMPIRAN
6.1 Foto
6.1.1.Queso Blanco Cheese
Queso Blanco B1 Queso Blanco B2 Queso Blanco B3
Queso Blanco B4 Queso Blanco B5
6.1.2.Ricotta Cheese
Ricotta B1 Ricotta B2 Ricotta B3
6.2. Laporan Sementara
6.3. Jurnal