Laporan Tutorial 3 Full
-
Upload
haris-mega-prasetyo -
Category
Documents
-
view
216 -
download
5
description
Transcript of Laporan Tutorial 3 Full
LAPORAN TUTORIAL
BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF I
Skenario “Pencabutan Gigi Anak, Skenario II”
Disusun Oleh Kelompok Tutorial 1:
Ketua : Haris Mega Prasetyo (121610101076)
Scriber Papan : Affian Hudatama Putra (121610101081)
Scriber Meja : Hayyu Safira Fuadillah (121610101014)
Anggota :
Inetia Fluidayanti (121610101001)
Yuni Aisyah Puteri (121610101006)
Nazala Zetta Zettira (121610101011)
Gita Putri Kencana (121610101013)
Bimasakti Wahyu Irianto (121610101074)
Primadyta Andri W (121610101086)
Ilvana Ardiwirastuti (121610101099)
Farrahdina Nuri Arini (121610101100)
Prita Sari Mustika Dewi (121610101102)
Nungky Tias Susanti (121610101106)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2014
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahNya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario “Pencabutan Gigi Anak, Skenario II”
dengan baik serta tepat waktu.
Laporan tutorial ini disusun untuk melengkapi tugas tutorial dengan didukung oleh
referensi-referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Laporan ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih jelas dari materi tutorial.
Penulis menyusun laporan tutorial ini melalui berbagai tahap baik dari pencarian bahan,
pembahasan, belajar mandiri, dan lain-lain. Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya
kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. drg. Sulistiyani, M.Kes sebagai tutor yang telah banyak membantu dalam proses
tutorial.
2. Teman-teman anggota tutorial 1.
Semoga laporan tutorial ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Tiada
gading yang tak retak, apabila ada yang kurang sempurna dalam laporan ini, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran pembaca guna perbaikan lebih lanjut pada masa yang akan
datang.
Jember, 14 September 2014
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................... 1
Daftar Isi ......................................................................... 2
Skenario ......................................................................... 3
Step I ......................................................................... 4
Step II ......................................................................... 4
Step III ......................................................................... 4
Step IV ......................................................................... 8
Step V ......................................................................... 9
Step VII ......................................................................... 10
Daftar Pustaka ......................................................................... 44
2
PENCABUTAN GIGI ANAK
SKENARIO II
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun(px) datang ke praktek dokter gigi bersama ayahnya menyampaikan keluhan sebagai berikut . Gigi belakang kanan bawah sering bengkak dan sakit. Sekarang sedang tidak bengkak. Minta untik dicabut gigi tersebut.
Anamnesa: sakit dan bengkak tersebut sudah berulang-ulang, takut disuntik, kadang bernanah dan pecah sendiri. Tidak adak kelainan pembekuan darah dan penyakit sistemik yang lain. Tidak ada alergi terhadap bahan anastesikum topical. Px tidak dapat minum obat berbentuk kapsul dan tablet.
Pemeriksaan intra oral: karies profunda perforasi, mahkota tinggal msetengah, gigi gangrene, tidak ada luksasi.
Pemeriksaan radiografi: bifurkasi perforasi, akar distal gigi 85 nyaris menembus pembungkus enamel gigi 45. (Terlihat pada gambar radiograf)
Berdasarkan hal tersebut dianjurkan untuk dilakukan pencabutan gigi 85 dengan dibantu injeksi anastesi infiltrasi.
Selesai dilakukan pencabutan: diberikan resep untuk menunjang penyembuhan, dengan dosis berdasarkan usia.
(R=kanan)
3
STEP 1 (IDENTIFIKASI KATA KATA SULIT)
1. Pembungkus Enamel : Dental folikel yang pada perkembangannya berdiferensiasi
menjadi enamel pada gigi permanen
2. Bifurkasi Perforasi : Terbukanya atap pulpa yang sudah mencapai bifurkasi (tempat
pertemuan akar)
3. Luksasi : Kegoyangan gigi, dislokasi atau lepasnya gigi dari soketnya
4. Gangren : Kematian pulpa bisa sebagian atau seluruhnya sebagai sistem
pertahanan pulpa dimana pulpa sudah tidak dapat menahan injury atau jejas
STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Apa saja indikasi dan kontra indikasi pencabutan gigi anak?
2. Apa saja hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pencabutan?
3. Mengapa dilakukan pemilihan menggunakan injeksi anastesi infiltrasi?
4. Bagaimana teknik pencabutan gigi pada anak?
5. Apa saja komplikasi pasca pencabutan dan bagaimana penanganannya?
6. Apa pilihan medikasi dan bentuk sediannya?
STEP 3
1. A. INDIKASI
- Karies profunda perforasi yang sudah tidak bisa direstorasi
- Adanya infeksi periapikal
- Gigi tersebut merupakan penyebab abses dento alveolar
- Karies profunda perforasi yang mecapai bifurkasi, timbul eksudasi yang akan mencari
jalan melalui foramen apikal, kalu tidak dicabut bisa menyebabkan abses periapikal
bahkan sampai selulitis
- Jarak benih gigi pengganti sudah dekat
- Gigi karies perforasi bifurkasi yang menembus pembungkus enamel gigi permanen
dapat mengganggu pertumbuhan gigi permanen
- Supernumerary teeth
4
- Impaksi
- Pasien kooperatif
B. KONTRA INDIKASI
- Tidak ditemukan benih gigi permanen
- Gigi yang masih bisa direstorasi
- Resorbsi normal
- Anak yang sedang menderita infeksi di rongga mulutnya
- Kelainan darah
- Anak yang menderita penyakit sistemik (penyakit harus terkontrol baru boleh
dilakukan pencabutan)
2. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pencabutan :
- Anatomi rongga mulut
Pada anak rongga mulut lebih sempit, sehingga lapang pandang lebih terbatas
- Radiografi
Radiografi diperlukan untuk menentukan posisi benih gigi permanen dan tingkat
perkembangan benih gigi
- Psikologi anak
- Instrumen
Untuk pencabutan gigi anak, instrumen yang digunakan lebih kecil
- Anastesi lokal
- Medikasi
- Ukuran gigi permanen
- Jumlah dan posisi akar
- Usia
Usia penting untuk mengetahui fase pergantian gigi
- Oklusi
- Perkembangan lengkung rahang
5
3. Pemilihan penggunaan anastesi lokal infiltrasi:
- Densitas tulang lebih sedikit sehingga memepercepat difus anastesi lokal
- Daya penetrasi cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu
kompak
- Mudah digunakan
- Anastesi topikal digunakan sebagai inisiasi anastesi infiltrasi, agar saat injeksi
jarum tidak sakit
- Pada anak tulang mandibula masih memiliki porositas yang tinggi sehingga
penggunaan anastesi infiltrasi sudah cukup efektif
4. Pada skenario gigi yang dicabut adalah gigi 85 yaitu gigi molar sulung berakar ganda,
maka tekniknya : Gerakan luksasi ke bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga
harushati-hati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan harus pelan-pelan.
Gerakan luksasi diikuti dengangerakan ekstraksi. Bisa juga dengan membagi mahkota
menjadi dua, dan mencabut bagiannya sendiri sendiri. Jangan sampai mengganggu benih
gigi permanen dibawahnya, karena dapat mengganggu pertumbuhan gigi permanen
pengganti.
5. Komplikasi pasca pencabutan :
- Fraktur akar
Jika akar patah maka dapat dibiarkan saja karena akan teresobsi secara alami.
Tetapi bila dilakukan pengambilan harus dengan cara dan teknik yang benar,
karena jika dilakukan secara tidak benar dapat membahayakan benih gigi
permanen yang berada dibawahnya.
- Dry socket
- Perdarahan
- Benih gigi permanen terangkat
Jika benih gigi terangkat harus dilakukan pengembalian posisi, penjahitan soket.
- Masticatory trauma
Luka pada bibir dan mukosa, ulserasi akibat anak menggigit gigit nagian bibir
atau mukosa pipi dalam saat setelah anastesi
6
- Infeksi
Merupakan komplikasi kesehatan yang serius, penangannya adalah dengan resep
antibiotik dan kumur dengan air garam
6. Pilihan medikasi :
Ada 3 jenis obat yaitu
- Analgesik : paracetamol syrup dosis 120mg/5ml, 2/3 sendok takar, 3x sehari
- Antibiotik : amoxcicilin, untuk anak dosis disesuaikan dengan berat badan, bisa
dijadikan puyer. Dosis 20-40mg/kgBB. BB > 20 kg 750-1500 mg
- Antiinflamasi : NSAID; ibuprovern, as. Mefenamat
Penetuan dosis berdasar umur / berat badan :
Rumus :
7
Dosis dewasa x Usia
Usia + 12
STEP 4 (MAPPING)
8
Diagnosa
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
ANAMNESA
Pencabutan gigi anakTeknik anastesi
indikasi
Teknik dan alat pencabutan
Kontra indikasi
Komplikasi post ekstraksi
Penanganan dan Pencegahan
Medikasi
Alat dan bahan anastesi
STEP 5 (LEARNING OBJECTIVE)
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teknik dan alat pencabutan gigi anak.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teknik, alat, dan bahan anastesi pada
anak serta dosisnya.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi pasca anastesi dan pasca
pencabutan.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana anamnesa pada anak.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penulisan resep obat.
9
STEP 6
LO 1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Teknik dan Alat Pencabutan
Gigi Anak.
Instrumen Ekstraksi Untuk Gigi Sulung
Biasanya dokter gigi menggunakan alat instrumentasi ekstraksi gigi anak sama dengan
yang digunakan untuk gigi dewasa. Tetapi banyak juga dokter gigi anak dan oral and
maxilofacial surgeons lebih memilih tang ekstraksi anak-anak yang lebih kecil seperti
no.150S dan 151S, karena beberapa sebab :
1. Ukuran tang nya yang lebih kecil lebih memudahkan untuk masuk dalam kavitas oral dari
pasien anak-anak.
2. Tang ekstraksi yang lebih kecil lebih mudah disembunyikan dalam tangan operator.
3. Bentuk paruh dari tang yang lebih dapat beradaptasi dengan bentuk anatomi gigi sulung.
Berikut merupakan ciri-ciri dari instrumentasi untuk pencabutan gigi anak :
a. Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RA
Untuk insisive central, lateral, caninus maksila gunakan tang #150 SS universal.
Paruh tang ini cenderung mempunyai kontak point daripada flat contact sehingga sesuai
dengan morfologi mahkota gigi sulung dan cukup sempit untuk mencekram mahkota gigi
anterior maksila karena akar gigi maksila anterior bulat, maka gerakan ekstraksi dapat
dimulai terlebih dahulu dari lingual untuk mengekspansi gigi dari soketnya kemudian
baru ke arah bukal dan kemudian bisa dikombinasikan dengn gerakan rotasi.
Untuk gigi molar sulung maksila, gunakan tang #150 SS. Tang diarahkan ke
lingual untuk pertama kali kemudian ke bukal untuk mengekstraksi.
10
Tang untuk rahang atas biasanya berbentuk tang biasa yang lurus antara kepala
dan badang tang tersebut, diantaranya :
- Gigi sulung anterior :
Tang dengan kepala yang lurus dengan badan tang.
- Gigi sulung posterior:
Tang dengan kepala agak membengkok dari badan tang.
- Akar gigi :
Tang dengan kepala tang agak tertekuk dan kedua ujung tang saling bertemu.
11
b. Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RB
Untuk gigi sulung anterior mandibula, gunakan tang #151 universal SS. Paruhnya
mempunyai kontak serupa dengan tang #150. Untuk gigi yang crowded atau
supernumerary, diindikasikan untuk menggunakan tang yang berbeda yang mempunyai
paruh lebih sempit.
Untuk mengekstraksi gigi molar 1 sulung mandibula dapat kita dapat
menggunakan tang #151 SS universal. Sedangkan untuk molar 2 sulung mandibula, kita
dapat menggunakan dua tang yang berbeda tergantung dari posisi perkembangan
premolar 2 dan juga jumlah tulang alveolar di atasnya yang dapat diidentifikasi melalui
radiograf. Tang yang digunakan untuk mengekstraksi gigi molar 2 sulung dapat berupa
tang #151 atau tang #23 (cowhorn).
Tang #151 digunakan jika tidak ada tulang alveolar dan premolar kedua yang
akan erupsi letaknya dekat di bawah molar sulung kedua. Teknik ekstraksi yang
digunakan serupa dengan teknik pencabutan gigi molar 1 sulung mandibula.
Namun tang lain yakni tang #23 cowhorn dapat digunakan jika terdapat tulang
alveolar dan letak gigi premolar 2 tidak begitu dekat dengan gigi molar 2 sulung.
Walaupun penggunaan tang ini sendiri masih menyisakan pro dan kontra, sumber –
sumber yang menyarankan penggunaan tang ini mengungkapkan bahwa walaupun ada
kemungkinan untuk ikut tercabutnya benih gigi premolar 2 permanen, faktanya hanya
sedikit yang mengalami kejadian ini.
Penggunaan cowhorn ini sendiri disebabkan karakteristik morfologi gigi molar 2
sulung mandibula yang konvergen pada 1/3 tengah akar yang berbeda dengan gigi molar
12
1 sulung dimana konvergen pada 1/3 apikal akar. Sebagai tambahan, akar mesial
mempunyai groove yang mengalir ke aspek mesial dan groove yang serupa juga terdapaat
di aspek distal. Sifat ini membuat gigi molar 2 sulung kontraindikasi dengan gerakan
rotasi sehingga untuk ekstraksinya kita dapat menariknya melalui dimensi vertikal yang
diakomodasi dengan baik oleh tang cowhorn. Paruh tang cowhorn diletakkan pada
bifurkasi molar 2 sulung, kemudian digerakkan ke arah lingual selanjutnya ke bukal.
Berbeda dengan tang untuk rahang atas, pada tang untuk rahang bawah rata rata
kepalanya membentuk sudut 90° terhadap badannya sehingga terlihat seperti bengkok,
diantaranya :
- Gigi sulung anterior:
Tang dengan kepala yang sedikit runcing penyerupai capit pada ujungnya.
- Gigi sulung posterior :
13
Tang dengan kepala yang sedikit membulat dibanding tang anterior dan ujungnya terdapat takik.
- Akar gigi :
Tang untuk akar ini menyerupai tang untuk gigi posterior namun tidak memiliki takik pada ujungnya,
dan kedua ujung tang ini saling bertemu.
- Berikut adalah gambar dari tang #23 (cowhorn)
14
Selain instrumen tang, dalam ekstraksi gigi untuk anak anak juga menggunakan
alat bantu seperti bend atau elevator, dan beberapa instrumen standar untuk pemeriksaan
seperti :
- Kaca mulut
- Sonde
- Pinset
- Injektor
- Ekskavator
- Cotton roll
- Betadine cane yg diisi betadin
- Dan lain lain.
Gambar :
Beberapa alat yang harus dipersiapkan sebelum pencabutan gigi pada anak
Tata Cara Pencabutan Gigi Sulung
1. Posisi Operator
15
Dengan pengenalan sistem “four handed dentistry”, operator harus melakukan
ekstraksi dalam posisi duduk, setelah mengambil posisi yang benar tergantung pada
kuadran mana dia bekerja.
Kuadran kanan dan kiri maksila serta kuadran kiri mandibula ( Regio V, VI, VII) :
Operator berada pada posisi di depan sampai ke samping pasien (arah jam 7 sampai arah
jam 9)
Kuadran kanan mandibula (Regio VIII) : operator pada posisi di belakang sampai
di samping pasien (arah jam 9 sampai jam 11)
Armamentarium ekstraksi dan posisi operator (Sumber: textbook of pedodontic Shoba Tandon, 2008)
2. Teknik Pencabutan gigi
Gigi Anterior Maksilla :
Bagian melintang dari akar gigi ini membulat. Gaya pertama diberikan ke arah
apikal kemudian tekanan ringan ke arah lingual. Tekanan yang sedikit ini melebarkan
tulang gingival bagian lingual. Gaya berikutnya adalah gerakan berlawanan arah jarum
16
jam yang melonggarkan gigi dengan gerakan yang melepaskan. Kemudian, diteruskan
dengan gaya ke arah labial, yang akan melepaskan gigi dari soketnya. (Shoba Tandon,
2008)
Gigi anterior maksilla memiliki akar tunggal yang cenderung conical. Hal ini
menyebabkan gigi cenderung memiliki resiko fraktur rendah dan mendukung gerakan
rotasi. Tang A no 1 digunakan untuk ekstraksi gigi anterior maksilla.
Gigi Anterior Mandibula :
Bagian melintang dari akar gigi ini adalah oval. Setelah gaya inisial pada apikal
gigi, arah gaya berikutnya adalah ke arah labial dalam satu gerakan. Setelah gigi terasa
longgar dari soketnya, gerakan berlawanan arah jarum jam mengeluarkan gigi dari
soketnya.
Gigi anterior mandibula memiliki akar tunggal. Hal ini menyebabkan seorang
dokter gigi harus berhati-hati dalam menggerakkan tang agar jangan sampai mengganggu
gigi yang berdekatan karena akan mudah sekali menjadi untuk menjadi goyang. Hal ini
17
juga menyebabkan dokter gigi dapat menggunakan gerakan rotasi dan sedikit gerakan ke
arah labial dan lingual dapat melepaskan gigi dari soketnya.
Gigi Molar sulung Maksilla :
Karena akar palatal melengkung, gerakan untuk pencabutan gigi diarahkan ke
palatal dengan tekanan ringan. Tekanan ringan diaplikasikan dengan tujuan agar tidak
sampai mematahkan akar palatal yang melengkung. Kemudian diteruskan dalam satu
gaya ke arah bukal, gigi menjadi longgar dan gerakan berlawanan arah jarum jam
mengeluarkan gigi dari soketnya.
Gigi molar maksilla berbeda dengan gigi permanen. Ketinggian konturnya lebih
dekat ke cementoenamel junction dan akarnya lebih divergen dan diameternya lebih
kecil. Karena struktur akar melemah saat erupsi gigi permanen, sering terjadi fraktur akar
saat pencabutan gigi maksilla. Hal lain yang harus diperhatikan adalah hubungan antara
molar sulung dengan mahkota premolar yang akan tumbuh. Apabila akar mengelilingi
mahkota premolar, bukan mustahil premolar ikut tercabut bersama molar sulung.
18
Setelah perlekatan epithelial dipisahkan, elevator 301 lurus digunakan untuk
luksasi gigi dan ekstraksi diselesaikan dengan tang universal maksilla no 150S.
Gigi Molar sulung Mandibula :
Potongan melintang dari akar gigi ini adalah datar dalam arah mesiodistal dan
berbentuk lonjong. Gerakan rotasi merupakan kontra indikasi. Gaya inisial pertama
adalah tekanan ringan ke arah lingual, semudian diteruskan dalam satu gaya ke bukal
sampai gigi melonggar dari soketnya. Setelah itu, gerakan rotasi berlawanan arah jarum
jam mengeluarkan gigi dari soketnya..
Pada pencabutan gigi molar mandibula, dokter gigi harus memberikan support
oleh tangan yang tidak melakukan ekstraksi pada mandibula pasien supaya tidak terjadi
19
cedera sendi temporo mandibular. Setelah luxasi dengan elevator lurus no 301, tang no
151S digunakan untuk mengekstraksi gigi.
Lo 2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Teknik, Alat dan Bahan Anastesi
pada Anak serta Dosisnya.
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara pada satu
bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal aatau suntikan tanpa menghilangkan
kesadaran. Teknik anastesi lokal merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam perawatan
pasien anak. Ketentuan umur, anastesi topikal, teknik injeki dan analgetik dapat membantu
pasien mendapatkan pengalaman positif selama mendapatkan anastesi lokal.
Teknik Injeksi Anastesi:
• Sebelumnya gunakan “topikal anestesi”
– Mukosa harus kering, agar tidak menyebar.
– Biarkan kontak selama ± 4 menit sebelum injeksi.
– Pilih yang tidak mengiritasi jaringan / mukosa.
– Bentuk : spray, salep, pelet perhatikan cara pemakaian.
• Pilih jarum : tajam dan halus dengan bevel pendek, sebaiknya “disposable”.
• Pada jaringan kendor mukosa ditarik dulu.
Pada jaringan padat mukosa ditekan dulu.
Teknik infiltrasi :
Mengeluarkan obat ke dalam jaringan pelan-pelan.
Bila lebih 1 gigi R.A belokkan arah jarum lebih horisontal.
Regio Palatinal foramen palatinus mayus (terdapat sekitar garis yang menghubungkan molar R.A yang terakhir tumbuh).
Bila anestesi incisivus R.A. berikan labial dulu, baru palatinalnya, melalui papila interdental.
Penambahan vaso konstriktor dengan konsentrasi serendah mungkin (mis : 2 % Lidocain + £ 1 : 100.000 adr).
20
Gejala-gejala yang timbul terangkan pada penderita! (rasa kaku, kesemutan, bengkak).
Tunggu sampai waktunya cukup (± 5 menit)
Bila setelah M.A (5 menit) bibir bawah belum ada tanda-tanda tebal maka anastesi diulangi
Aspirasi.
Anestesi Topikal
Anestesi topikal digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada saat insersi
jarum ke membran mukosa. Selain itu, interaksi operator dengan anak untuk mengalihkan
perhatian mereka dan meningkatkan sugestibilitas mereka terhadap kecemasan dapat
mengurangi kekurangan dari anestesi topical. Anastesi topical efektif pada permukaan
jaringan (kedalaman 2-3 mm).
Bahan anastesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut :
1. Menurut bentuknya : Cairan, salep, gel
2. Menurut penggunaannya : Spray, dioleskan, ditempelkan
3. Menurut bahan obatnya : Chlor Etil, Xylestesin Ointment, Xylocain Oitment, Xylocain
Spray
4. Anastesi topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan konsentrasi > 20 %, lidokain
tersedia dalam bentuk cairan atau salep > 5 % dan dalam bentuk spray dengan
konsentrasi > 10%.
Cara melakukan anastesi topikal adalah :
1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi topikal.
2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik (Gambar 5) ± 15 detik
(tergantung petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif.
3. Pasien bayi dapat menggunakan syring tanpa jarum untuk mengoleskan topikal aplikasi
(Gambar 6)
21
4. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2 menit, agar obat
bekerja efektif. Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian anastesi topikal adalah
kegagalan operator untuk memberikan waktu yang cukup bagi bahan anastesi topikal
untuk menghasilkan efek yang maksimum.
Gambar 5. Gunakan cotton bud untuk mengoleskan topikal anastesi pada area yang akan disuntik
Gambar 6. Aplikasi topical anastesi dengan syringe tanpa jarum
Anestesi topical yang disarankan untuk digunakan yaitu benzocaine yang memiliki
rasa yang nyaman bagi anak-anak jumlah yang berlebihan dihindari pada pemberian anestesi
topical.
2.6 Anestesi Lokal
Persiapan pemberian lokal anestesi
1. Sebagian negara mempunyai hukum yang mengharuskan izin tertulis dari orang tua
(Informed Concent) sebelum melakukan anastesi pada pasien anak.
2. Anak bertoleransi lebih baik terhadap anastesi lokal setelah diberi makan ± 2 jam
22
3. Penjelasan lokal anastesi tergantung usia pasien anak, teknik penanganan tingkah laku
anak yang dapat dilakukan, misalnya TSD (Gambar 2-4) modelling.
Gambar: Instrumen dapat diperlihatkan pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukan menggunakan kaca agar anak
dapat melihat prosedur penyuntikan (kanan)menggunakan kaca agar anak dapat melihat prosedur penyuntikan
1. Instrumen yang akan dipakai, sebaiknya jangan diletakkan di atas meja. Letakkan pada
tempat yang tidak terlihat oleh anak dan diambil saat akan digunakan. Jangan mengisi
jarum suntik di depan pasien, dapat menyebabkan rasa takut dan cemas.
2. Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk dengan jarum
(disuntik) dan terasa sakit sedikit, tidak boleh dibohongi. Instrumen dapat diperlihatkan
pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukanmenggunakan kaca agar anak dapat melihat
prosedur penyuntikan (kanan) Selama penyuntikan, asisten memegang tangan anak, agar
anak tidak bergerak
23
Gambar 4 : Kombinasi perawatan dengan audioanalgesik
Gambar 3 : Selama penyuntikan, asisten memegang tangan anak, agar anaktidak bergerak
3. Rasa sakit ketika penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan dengan cara sebagai berikut:
a. Memakai jarum yang kecil dan tajam
b. Pada daerah masuknya jarum dapat dilakukan anastesi topikal lebih dahulu. Misalnya
dengan 5 % xylocaine (lidocaine oitmen)
c. Jaringan lunak yang bergerak dapat ditegangkan sebelum penusukan jarum
d. Deposit anastetikum perlahan, deposit yang cepat cenderung menambah rasa sakit.
Jika lebih dari satu gigi maksila yang akan dianastesi, operator dapat menyuntikkan
anastesi awal, kemudian merubah arah jarum menjadi posisi yang lebih horizontal,
bertahap memajukan jarum dan mendeposit anastetikum.
e. Penekanan dengan jari beberapa detik pada daerah injeksi dapat membantu
pengurangan rasa sakit.
f. Jaringan diregangkan jika longgar dan di masase jika padat (pada palatal). Gunanya
untuk membantu menghasilkan derajat anastesi yang maksimum dan mengurangi rasa
sakit ketika jarum ditusukan.
5. Aspirasi dilakukan untuk mencegah masuknya anastetikum dalam pembuluh darah, juga
mencegah reaksi toksis, alergi dan hipersensitifitas.
6. Waktu untuk menentukan anastesi berjalan ± 5 menit dan dijelaskan sebelumnya kepada
anak bahwa nantinya akan terasa gejala parastesi seperti mati rasa, bengkak, kebas,
kesemutan atau gatal. Dijelaskan agar anak tidak takut, tidak kaget, tidak bingung atau
merasa aneh. Pencabutan sebaiknya dilakukan setelah 5 menit. Jika tanda parastesi tidak
terjadi, anastesi kemungkinan gagal sehingga harus diulang kembali.
7. Vasokontristor sebaiknya digunakan dengan konsentrasi kecil, misalnya xylocaine 2 %
dan epinephrine 1 : 100.000.
24
2.7 Bahan Anastesi (Anastetikum)
Sejumlah anastetikum yang ada dapat bekerja 10 menit – 6 jam, dikenal dengan bahan
Long Acting. Namun anastesi lokal dengan masa kerja panjang (seperti bupivakain) tidak
direkomendasikan untuk pasien anak terutama dengan gangguan mental. Hal ini berkaitan
dengan masa kerja yang panjang karena dapat menambah resiko injuri pada jaringan lunak.
Bahan yang sering digunakan sebagai anastetikum adalah lidocaine dan epinephrine
(adrenaline). Lidocaine 2 % dan epinephrine 1 : 80.000 merupakan pilihan utama (kecuali
bila ada alergi). Anastetikum tanpa adrenalin kurang efektif dibandingkan dengan adrenalin.
Epinephrin dapat menurunkan perdarahan pada regio injeksi.
Contoh bahan anastetikum :
1. Lidocaine (Xylocaine) HCl 2 % dengan epinephrine 1 : 100.000
2. 2. Mepicaine (Carbocaine) HCl 2 % dengan levanordefrin (Neo-cobefrin) 1 : 20.000.
3. Prilocaine (Citanest Forte) HCl 4 % dengan epinephrine 1 : 200.000
4. Hal yang penting bagi drg ketika akan menganastesi pasien anak adalah dosis.
Dosis yang diperkenankan adalah berdasarkan berat badan anak (tabel).
Tabel 1 : Dosis anastesi lokal maksimum yang direkomendasikan (Malamed)
25
Pemilihan syringe dan jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum
suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental
Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan superpendek (10 mm).
Petunjuk :
1. Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus menggunakan syringe
sesuai standar ADA.
2. Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang tipis,
jarum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
3. Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya jarum.
26
4. Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relative pendek,
dipasangkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai (disposable) untuk menjamin
ketajaman dan sterilisasinya. Penggunaan jarum berulang dapat sebagai transfer penyakit.
5. Citojet dapat digunakan untuk injeksi intraligamen (Gambar 1).
Anestesi Lokal Teknik Infiltrasi
Teknik anestesi infiltrasi lokal merupakan teknik dengan mendepositkan larutan
anestesi lokal di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas
pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi.
Teknik ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang bawah. Daya
penetrasinya pada anak cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu
kompak.
Tahap melaksanakan infiltrasi anastesi :
1. Keringkan mukosa dan aplikasikan bahan topikal anastesi selama 2 menit
2. Bersihkan kelebihan bahan topikal anastesi
3. Tarik mukosa
27
4. Untuk mengalihkan perhatian anak, drg dapat menekan bibir dengan tekanan ringan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk sehingga mukosa yang akan disuntik terlihat.
5. Masukkan jarum, jika menyentuh tulang tarik jarum keluar sedikit
6. Aspirasi
7. Suntikan bahan anastetikum 0,5 – 1,0 cc secara perlahan (15-30 detik)
Teknik Anestesi Infiltrasi Rahang Atas dan Rahang Bawah
1. Teknik Infiltrasi Labial pada Area Gigi Anterior Maksila
Regio anterior maksila dipersarafi oleh cabang nervus alveolar anteriosuperior maksila.
a. Tarik jaringan untuk menentukan tempat injeksi
b. Bevel jarum dihadapkan parallel terhadap tulang
c. Masukkan jarum berukuran 30-gauge atau 10 mm pada mucobuccal fold, pada anak
dibuat lebih dekat ke margin gingiva dibandingkan pasien dewasa dan anastetikum
dideposit dekat ke tulang alveolar menuju apeks gigi
d. Masukkan jarum sesuai kedalaman apeks akar, pada gigi sulung kedalaman jarum
lebih dangkal dibandingkan dengan gigi permanen
e. Bevel jarum harus mengarah pada tulang periosteum, lalu aspirasi
f. Injeksikan cairan anestesi lokal perlahan
g. Tarik jarum dan aplikasikan kassa 2x2 sengan tekanan untuk hemostasis
28
Gambar 12. Teknik anastesi supraperiosteal. Injeksi dekat tulang alveolar menuju apeks gigi.
Gambar 13. Posisi jarum
Gambar 14. Posisi jarum untuk anastesi kaninus
2. Teknik Anestesi Infiltrasi Bukal Maksila / Mandibula
Persarafan pada gigi molar sulung dan permanen berasal dari nervus alveolar posterior
superior dan nervus alveolar superior tengah mempersarafi akar mesiobukal dari gigi
molar sulung dan tetap, serta gigi premolar. Teknik anestesi ini menggunakan tahap 1- 6
29
yang dijelaskan pada teknik anestesi infiltrasi, dengan jarum yang digunakan berukuran
27-gauge, cairan anastetsi dideposit pada sulkus bukal ± 2 cc (Gambar 7a dan 7b) untuk
pencabutan molar satu sulung. Sambil jarum ditarik, dideposit kembali anastestikum 0,2
cc untuk memperoleh efek maksimum. Bukal infiltrasi 0,5 – 1,0 cc cukup untuk
menganastesi jaringan lunak sekitar gigi yang akan dicabut.
Gambar 15. Posisi jarum untuk anastesi gigi molar sulung atas
2.8 ANESTESI BLOK
Anestesi blok : Hilangnya rasa sakit pada suatu daerah tertentu karena pemberian
anestesi pada pusat saraf.
Indikasi :
1. Pencabutan gigi molar sulung yang akarnya belum teresorpsi
2. Pencabutan molar tetap
30
Gambar: Injeksi bukal infiltrasi pada
region molar atas susu
Gambar: Bukal infiltrasi pada molar dua bawah sulung
Teknik Blok Anestesi Rahang Atas pada Gigi Sulung
Teknik yang dapat dilakukan, terutama ketika infiltrasi tidak mungkin diberikan
karena infeksi lokal, dan menghasilkan analgesia yang dalam pada gigi sulung rahang atas
atau gigi molar permanen. Ini menghasilkan blok pada posterior dan seringkali pada bagian
tengah nervus superior yang memasuki bagian posterior rahang atas pada fossa
infratemporalis. Bagaimana pun juga, tidak sama dengan teknik posterior superior nerve
block, teknik ini tidak memiliki resiko merusak vaskularisasi plexus pterygoid dengan
formasi hematoma untuk tingkatan lebih lanjutnya.
Maxillary zygomatic buttress dipalpasi dengan jari penunjuk
Sebagian besar larutan analgesik lokal dimasukkan dari distal butress
31
Pertama kali dimasukkan, larutan analgesik akan bekerja pada aspek distal rahang atas
jari penunjuk. Pasien sebaiknya diminta untuk mengoklusikan rahang pada stase ini. Hal ini
dilakukan untuk mencegah processus coronoideus pada rahang bawah memblok pergerakan
distal dari jari.
Blok molar rahang atas. Sebagian besar larutan lokal analgesik dimasukkan ke bawah mukosa di mukosa
distal sampai zygomatic buttress (A). Larutan analgesik kemudian bekerja sepanjang aspek distal rahang atas
sampai fossa infratemporalis (B) dan memblok bagian posterior superior dental nerves (PSDN)
Teknik Blok Anestesi Rahang Bawah
Teknik :
1. Bidang oklusi rahang bawah disejajarkan dengan lantai.
2. Telunjuk letakkan pada permukaan oklusal gigi molar supaya menyentuh sudut oklusal.
32
3. Kuku menghadap ke lidah, temukan trigonum retromolar, kemudian kuku sandarkan pada
linea oblique interna
4. Tusukan jarum di dekat ujung jari, tabung suntik terletak antara m1 dan m2 pada sisi
yang berlawanan.
5. Bila sudah menyentuh tulang, tarik sedikit, tabung disejajarkan bidang oklusal sisi yang
akan dianestesi. Keluarkan obat anestesi kurang lebih 0,5 cc untuk menganestesi N.
Lingualis. Kemudian tabung suntik kembalikan pada posisi semula, terletak antara gigi C
dan M1. Arahkan ke bawah bidang oklusi, mencapai foramen mandibula. Bila sudah
menyentuh tulang, aspirasi lalu dikeluarkan 1 cc untuk menganestesi N. alveolaris
interior.
Untuk menganestesi bagian bukal, dilakukan anestesi infiltrasi, yaitu 0,5 cc untuk
menganestesi N.buksinatorius. Efek anestesi terlihat setelah lima menit, dengan
teranestesinya daerah mukosa pipi, anterior lidah dan bibir pada sisi yang dianestesi.
33
Lo 3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Pasca Anastesi dan
Pasca Pencabutan.
Komplikasi Anastesi
Komplikasi Lokal
1.Kegagalan Mendapatkan Efek Anastesi
Kegagalan ini disebabkan oleh kesalahan teknik yang menyebabkan jumlah larutan yang
didepositkan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan larutan anastesi terdeposit ke
pembuluh darah. Tidak melakukan penyuntikan pada daerah radang dan pemberian obat dengan
komposisi kimia yang berbeda menyebabkan terjadinya kegagalan efek anastesi ini.
Efek anastesi pada setiap individu berbeda. Pada pasien yang peka dengan larutan
anastesi lokal, maka dengan sedikit anastesi saja dapat memberikan efek yang kuat pada daerah
yang luas. Sedangkan pada pasien yang kurang peka maka dibutuhkan waktu dan larutan yang
lebih banyak.
2. Sakit Selama dan Setelah Penyuntikan
Pengontrolan rasa sakit sangat dibutuhkan, oleh karena itu teknik penyuntikan harus
dilakukan secara tepat, penggunaan jarum suntik yang tajam dan mendeponir larutan secara
perlahan dapat mengurangi rasa sakit. Selain itu pemberian anastesi topikal juga diperlukan
untuk mengurangi rasa sakit selama penyutikan.
3. Infeksi
Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan
pada saat penyuntikan. Untuk menghindari terjadinya infeksi alat harus benar benar steril dan
teknik aseptik dilakukan dengan benar.
4. Trismus
Trismus merupakan kesulitan membuka mulut yang disebabkan oleh salah satunya yaitu
penyuntikan pada pterygoid medial diamna kerusakan pembuluh darah menyebabkan infeksi
atau hematom.
5. Hematoma
34
Hematoma dapat terjadi apabila jarum suntik tidak sengaja mengenai pembuluh darah.
Apabila kemungkinan akan terjadi infeksi maka harus segera diberi antibiotik.
6. Masticatory Trauma
Pada pasien anak-anak sikap kooperatif dan kurangnya pengetahuan bahwa daerah
teranastesi akan menghilangkan sensasi beberapa waktu menyebabkan anak anak menggigit
mukosa mulutnya hingga terjadi ulcer, apabila hal ini terjadi maka dapat ditanggulangi dengan
dengan menggunakan air salin hangat untuk membersihkan luka dan mengurangi
pembengkakan. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotik dan untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgesik.
7. Parastesis
Parastesis merupakan bertahannya efek anastesi dalam jangka watu lama. Hal ini
disebabkan karena trauma pada saraf yang terkena jarum. Pemberian obat-obatan dan
termoterapi dapat mengurangi gejala ini. Bila pemulihan tidak terjadi maka harus dirujuk ke
spesialis saraf.
Komplikasi Sistemik
1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi ditentukan oleh tingginya reaksi paien dalam menerima obat
anastesi dengan dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria,
angiodema, dan syok anafilaktik. Reaksi alergi dapat berkurang dengan pemberian
antihistamin namum biasanya dapat pulih dengan sendirinya. Pada kasus yang lebih
parah dapat disuntikkan larutan adrenalin 0,1 % 1 ml. Secara intramuskular.
2. Overdosis
Komplikasi ini yang paling sering terjadi pada pasien anak-anak karena berat
badan yang berbeda. Penanganan nya diatasi tergantung pada efek yang terjadi seperti
pusing, cemas, bingung, pandangan ganda, tinitus, kebas atau nyeri pada sirkum oral.
Selanjutnya diikuti ejang-kejang, tidak sadar, kesulitan bernapas, bahkan menyebabkan
35
gangguan fungsi jantung dan susunan saraf pusta. Setelah ditangani pasien dapat dirujuk
ke rumah sakit.
Komplikasi Pencabutan Gigi Anak
Komplikasi pencabutan gigi anak dapat terjadi saat pencabutan maupun post pencabutan. Berikut adalah komplikasi yang mungkin terjadi selama dan setelah pencabutan gigi anak:
1. Fraktur
Gigi anak-anak mudah sekali terjadi fraktur karena gigi kecil dan juga masih rapuh, tidak hanya gigi anak-anak yang rentan fraktur, melainkan tulang rahang yang masih belum kompak juga menjadi rentan terjadinya fraktur. Berikut jenis-jenis fraktur yang mungkin terjadi pada anak-anak.
Fraktur mahkota gigi yang akan dijabut
Fraktur pada mahkota ini dapat terjadi pada gigi sulung dengan karies besar atau gigi dengan restorasi besar. kondisi ini dapat diatasi dengan evaluasi fraktur melalui radiologi dan tindakan pencabutan pada sisa gigi, tindakan pembelahan bifurkasi ataupun pembukaan flap dapat dilakukan dalam mengevaluasi sisa gigi yang fraktur.
Fraktur pada tulang alveolar
Fraktur tulang alveolar disebabkan terjepitnya tulang alveolar diatara tang cabut s gigi biasanya meninggalkan serpihan fraktur/ fragmen tulang dan sisi tajam. Serpihan fraktur tulang alveolar dapat diambil setelah pencabutan, sedangkan sisi tajam tulang alveolar yang tajam dihaluskan terlebih dahulu kemudian dilakukan penjahitan bila diperlukan kontro pendarahan.
Fraktur terhadap gigi antagonis atau gigi sebelahnya
Komplikasi ini terjadi apabila gigi sebelahnya merupakan jembatan, atau karies besar, restorasi besar, overhanging, dan goyang. Apabila gigi antagonis ataupun sebelahnya ini pada arah pencabutan atau bahkan digunakan tumpuan pencabutan maka fraktur terhadap gigi sebelahnya sangat memungkinan. Penanganan kondisi tersebut dapat dilakukan evaluasi rongga mulut sebelum tindakan pencabutan. Dan perbaikan gigi sebelahnya atauoun pelepasan jembatan sebelum pencabutan.
Fraktur akar gigi
Akar gigi sulung mengalami resorpsi interne karena aktivitas osteoklas benih gigi permanen dibawahnya. Proses resorpsi akar gigi sulung ini tidak sama-sama pada masing-masing akar sehingga terjadinya fraktur akar sangat memungkina selama proses luksasi pencabutan. Akar yang tertinggal dapat dibiarkan pada kondisinya bila susah dicabut dan akar belum terinfeksi. Akar tersebtu akan naik
36
kepermukaan selama perjalanan waktu atau justru akan teressorpsi fisiologi oleh tubuh, tetapi kondisi ini perlu dilakukan observasi selama akar gigi masih didalam tulang rahang. Apabila diduga telah terinfeksi ataupun terjadi pendarahan dan posisi akar sulit dijangkau, dapat dilakukan pembukaan flap.
fraktur mandibula.
Fraktur tulang rahang sering terjadi akibat tekanan pencabutan yang terlalu besar. terutama pada tulang rahang bawah. Apabila terjadi kondisi tersebut dikembalikan dislokasi ataupu asimetri akibat fraktur kemudian diikat ekstraoral dan dilakukan rujukan pada spesialis bedah mulut.
2. Disklokasi
Dislokasi benih gigi permanen dibawahnya
Karena gigi sulung akarnya divergen dan mencengkram benih gigi permanen dibawahnya, seringkali terjadi benih gigi permanen tersebut ikut tercabut selama proses pencabutan atau berpindah posisi karena pencabutan. Maka benih gigi terbut harus dikembalikan atau direposisi pada tempat semula dan dilakukan penjahitan.
Dislokasi TMJ
Dislokasi ini sering terjadi pada pasien dengan rekuren dislokasi tmj sehingga tmj mudah berubah dari tempatnya. Dislokasi ini bila mampu dapat dilakukan reposisi langsung pada mandibulanya.
3. Pendarahan Berlebihan
Pendarahan dapat terjadi karena faktor sistemik ataupun faktor teknik. Pendarahan berlebih karena kondisi sistemik seperti riwayat penyakit sistemik hematologi penanganan dilakukan dengan melakukan rujuan ke dokter ahli. Untuk itu anamnesa awal merupakan tahap penting dalam menggali informasi terkait kondisi sistemik. Apabila pendarahan disebabkan oleh robeknya vena besar maka harus dilakukan klep pada vena tersebut. Jika pendarahan karena kapiler local dapat diatasi dengan obat adrenalin (epinefri), lidokain atau pehacain diresapkan di tampon dan ditekan ke soket. Obat ini menyebabkan vasokontriksi kapiler darah. Tindakan menghisap-hisap soket pasca pencabutan dapat menyebabkan pendarahan karena benang-benang fibrin yang terbentuk di ujung kapiler selalu pecah karena tindakan tersebut.
37
Lo 4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Bagaimana Anamnesa Pada Anak.
Anamnesa merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara dokter dengan pasien secara langsung atau tidak langsung.
A. Social History
1. - Nama (termasuk nama singkat atau nama kecil)
- Alamat
- Sekolah
Dokter gigi harus memanggil dengan nama yang disukainya agar tercipta hubungan yang
lebih akrab antara pasien anak dan dokter gigi.
Jawaban yang diberikan segera memberi petunjuk terhadap karakter dan pikiran anak.
Jika ia dapat menjawab dengan mudah dan bersahabat hal itu menunjukkan bahwa ia senang dan
santai. Tetapi jika ia menolak atau bahkan tidak menjawab sama sekali, itu menunjukkan bahwa
ia malu, cemas, atau melawan.
2. -Saudara laki-laki atau perempuan
-Binatang peliharaan
-Kegiatan yang disukai di rumah atau sekolah
Pertanyaan sederhana tentang rumah dan sekolah adaah cara umum untuk berkomunikasi
dengan anak. Selain itu jawabannya dapat menggali lebih jauh minat dan lingkungan rumah
anak.
3. Pekerjaan Ibu
Yang paling sering terjadi, ibulah yang membawa anak pada kunjungan pertama ke
dokter gigi. Bila ada kesulitan mengantar anak ke dokter gigi karena pekerjaan ibu maka harus
dipertimbangkan pada rencana perawatan berikutnya, khususnya bila diperlukan perawatan yang
lama.
38
4. Pekerjaan Ayah
Untuk menggolongkan keluarga menurut status sosial, berdasar pada pekerjaan ayah.
Dengan mengetahui pekerjaan ayah yang mana berperan sebagai kepala keluarga maka dapat
dilakukan penaksiran terhadap sikap keluarga tentang perawatan gigi.
Sering pekerjaan ayah dapat ditentukan sewaktu menanyakan pekerjaan ibu. Akan tetapi
kadang-kadang tidak dibenarkan untuk menanyakan hal ini karena dianggap kurang etis. Maka
dari itu di sini keterangan tentang pekerjaan ayah dapat diketahui pada pertemuan selanjutnya,
atau mungkin dapat dikorek dengan memberikan pertanyaan umpan terhadap pasien anak seperti
“ingin jadi apa kalau sudah besar nanti?” Karena biasanya anak terinspirasi oleh karir
orangtuanya.
B. Dental History
1. Keluhan Saat Itu
Apakah pasien datang karena keluhan tertentu?
Jika tidak, apa alasan kedatangannya?
Misalnya: -Pemeriksaan rutin
- Dianjurkan pergi ke dokter gigi setelah ada pemeriksaan gigi di
sekolah
Informasi tentang alasan kedatangan dan keluhan pasien sangat penting untuk
penegakan diagnosa dan rencana perawatan.
2. Riwayat Keluhan (jika ada)
Jika keluhannya sakit gigi maka carilah keterangan berikut:
1. Lokasi?
2. Rasa sakit?
3. Kapan mulai sakit?
4. Apakah sakit terus menerus?
39
5. Apakah sakit putus-putus?
6. Jika sakit terputus-putus, berapa lama berlangsungnya?
7. Apakah ditimbulkan oleh rangsang panas, dingin, minuman, rasa
manis, atau sewaktu makan?
8. Apakah rasa sakit menyebabkan anak terbangun pada waktu
malam?
9. Apakah rasa sakit berkurang dengna pemberian analgesia?
Gejala-gejala sakit gigi memberi indikasi macam kelainan pulpa.
Misalnya rasa sakit yang terputus putus dengan jangka waktu pendek yang
disebabkan oleh rangsang panas, dingin, atau manis mengindikasikan kelainan yang
terjadi pada pulpa adalah Hiperemia pulpa.
Rasa sakit yang spontan, berat, membuat anak tidak bisa tidur mengindikasikan
ada kelainan berupa pulpitis akut dan abses.
Perlu diingat bahwa gejala yang digambarkan anak atau orangtua biasanya samar-
samar dan kurang mempunyai nilai diagnostik.
3.Riwayat kesehatan gigi yang lalu:
Apakah perawatan gigi pasien yang telah lalu dilakukan secara teratur atau tidak?
Apakah pasien sudah pernah diberikan perawatan gigi di tempat lain sebelumnya?
Jika iya, mengapa orangtua pasien mengganti dokter gigi?
Apakah anak pernah mengalami sesuatu dengan perawatan gigi sebelumnya?
Jika iya, perawatan apakah yang terjadi gangguan pada pasien anak?
Penambalan
Pencabutan
Analgesia lokal
Analgesia umum
Keterangan perawatan gigi yang lalu menunjukkan sikap orangtua.
Jika anak dibawa ke dokter gigi baru karena tidak bisa bekerja sama dengna
dokter gigi yang lama maka alasan seperti ini perlu ditelusuri dengan teliti dengan
40
memberi tahu anak bahwa dokter gigi itu menarik dan simpatik dan ia pasti akan mencari
jalan untuk mengatasi masalah
Sewaktu menanyai anak tentang pengalaman analgesia lokal yang lalu sebaiknya
ditanyakan pertanyaan “apakah gigimu tidak mengganggu tidurmu?” Jangan bertanya
“apakah gigimu disuntik?” karena pertanyaan tersebut dapat membuat anak takut.
Hal serupa juga dapat ditanyakan pada kasus anestesi umum yaitu seperti “apakah
kamu tertidur?”, pertanyaan seperti itu akan lebih baik daripada pertanyaan “apakah
kamu diberi gas?”
4.Sikap anak terhadap perawatan
Setiap sikap yang tidak menyenangkan selama perawatan harus diperhatikan dalam
rencana perawatan mendatang.
Telusuri setiap bentuk perawatan, dengan mengabaikan sikap anak terhadap perawatan
tersebut menunjukkan kurangnya perhatian pada perasaan anak yang tentunya tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip penanganan pasien yang baik.
Sikap anak terhadap perawatan yang lampau dapat dikatahui dari reaksinya terhadap
pertanyaan sederhana seperti ”apakah kamu merasa enak?”
5. Sikap orang tua terhadap perawatan gigi
Sikap dan harapan orangtua terhadap perawatan gigi sangat berbeda.
Rencana perawatan yang diluar harapan sebaiknya jangan dilakukan sebelum
menjelaskan dan menimbang keuntungannya.
Hal ini dapat diantisipasi bahwa beberapa orang tua tidak akan menerima hasilnya,
misalnya perawatan konservasi gigi geligi susu atau perawatan pencegahan.
C. Medical History
Yaitu tentang ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita yang sekiranya dapat
mempengaruhi perawatan seperti berikut:
41
Penyakit jantung kongenital
Demam rematik
Kelainan darah
Penyakit saluran napas
Asma
Hepatitits
Penyakit gastrointestinal
Penyakit tulang atau sendi
Penyakit diabetes atau endokrin lain
Penyakit kulit
Kelainan kongenital
Dsb
Adanya penyakit-penyakit tersebut akan dapat mempengaruhi rencana perawatan dan
pertimbangan-pertimbangan yang akan diambil nantinya.
42
Lo 5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Penulisan Resep Obat.
Untuk menulis sebuah Resep, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:1. Nama, alamat, nomor izin paktek dari Dokter, Dokter Gigi, atau Dokter Hewan.2. Tanggal penulisan Resep (inscription).3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan Resep, nama setiap obat atau komposisi obat
(Invocatio).4. Aturan pakai obat (signature).5. Tanda tangan/paraf Dokter penulis Resep (Subscriptio).6. Resep ditulis dalam bahasa latin karena bahasa latin tidak mengalami banyak perubahan
kata dan singkatannya tidak mudah dipahami oleh pasien sehingga pasien tidak kaget bila ada rahasia yang harus disembunyikan(seperti obat untuk penyakit yang parah).
43
DAFTAR PUSTAKA
Andlaw RJ, Rock WP. 1992. Perawatan Gigi Anak, Alih bahasa: Agus Djaya. Jakarta: Widya
Medika
Donald, mc Ralph, Avery Rdavid Dean, Jeffrey. 2004. Dentistry for Child and Adolesecent.
USA: Elsevier
E. Gellin Milton. 1973. Extraction Procedures for Child. Dental Clinics of America.
Vol 17 No. 1
J.A. Baart, H. S. S. Brand. 2008. Local Anastesia in Dentistry. United Kindom: Wiley Blackwell
Pinkham,JR. 1988. Pediatric Dentistry: Infancy through Adolescence. London: Mosby
44