Laporan Skenario C
description
Transcript of Laporan Skenario C
Skenario
Walaupun tidak jauh dari rumahnya ada Praktek Dokter Keluarga Mandiri, Ibu
Rini ditemani tetangga rumahnya degan cemas membopong anak perempuannya ke
klinik “Merdeka” untuk meminta pertolongan dari dokter Rino. Ibu Rini mengatakan
pada dokter Rino bahwa Leni (anak perempuannya) sebelumnya mengeluh sakit perut,
sudah diberikan obat maag yang biasa dikonsumsi di rumahnya namun sakit perut
semakin menjadi dan kemudian tiba-tiba menjadi lemas seperti ini.
Klinik Merdeka, adalah klinik DOGA yang memiliki 3 Dokter Keluarga, yang
telah memiliki sarana dan prasarana lengkap sesuai dengan persyaratan klinik DOGA
kategori C (minimal). Ibu Rini telah mengenal dokter Rino sebagai dokter yang sering
memberi penyuluhan di Balai Kecamatan dan juga sering berkunjung ke rumah-rumah
yang ada di desa mereka bila ada yang sakit.
Setelah melengkapi persyaratan administratif dan pemeriksaan darah, Leni
dibawa ke ruang periksa dan diperiksa langsung oleh dr. Rino. Sebagai dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan dokter keluarga serta memiliki keterampilan
teknis medis dan pelayanan dalam situasi spesifik, dr. Rino mendiagnosis Leni
menderita usus buntu akut.
Dr. Rino memanggil ibu Rini dan mengatakan Leni harus segera dibawa dan
dirujuk ke RSUD, namun ibu Rini tidak mau dan tetap meminta dr. Rino mengobati di
Klinik Merdeka. Setelah berulang kali Ibu Rini meminta Leni tetap dirawat dan diobati
di Klinik Merdeka, dr. Rino tetap ingin merujuk ke RSUD Mandiri, akhirnya Ibu Rini
setuju.
I. Klarifikasi Istilah
a. Praktek Dokter Keluarga Mandiri : komplemen puskesmas dengan peran
sebagai ujung tombak upaya kesehatan perorangan
dengan sasaran individu/keluarga yang berada
dalam wilayah pelayanannya dimana dokter pada
praktek dokter keluarga mandiri menjalankan
1
profesinya bekerja untuk dirinya sendiri, bukan PNS
atau pegawai dari suatu institusi.
b. Klinik Dokter Keluarga
c. Klinik DOGA Kategori C : satuan organisasi pelayanan kesehatan primer yang
menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga
(minimum).
d. Penyuluhan : bentuk pelayanan promotif dokter keluarga.
e. Kompetensi dan Kewenangan DOGA
f. Keterampilan Teknis Medis
g. Pelayanan dalam Situasi Spesifik
h. RSUD : Badan Layanan Umum adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
lingkup kabupaten berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
i. Usus Buntu Akut : peradangan apendiks vermiformis dengan muka
gejala akut, yang memerlukan pembedahan cepat
dan biasanya ditandai nyeri kuadran abdomen kanan
bawah dengan nyeri tekan lokal dan alih, spasme
otot yang ada di atasnya dan hiperestesia.
j. Dirujuk : upaya melimpahkan wewenang dan tanggung
jawab penanganan suatu kasus penyekit yang sedang
ditangani oleh seorang dokter kepada sokter lainnya
yang sesuai.
k. Persyaratan Administratif
2
II. Identifikasi Masalah
a. Ibu Rini membawa Leni, anak perempuannya, ke klinik Merdeka, klinik
DOGA kategori C (minimal), untuk meminta pertolongan dokter Rino
walaupun tidak jauh dari rumahnya ada Praktek Dokter Keluarga Mandiri.
b. Ibu Rini mengatakan pada dokter Rino, yang dikenal sering memberikan
penyuluhan di Balai Kecamatan bahwa Leni mengeluh sakit perut, sudah
diberi obat yang biasa dikonsumsi, namun perut semakin sakit dan tiba-tiba
menjadi lemas.
c. Setelah mendiagnosis Leni menderita usus buntu akut berdasarkan
kompetensi dan kewenangan dokter keluarga serta keterampilan klinis medis
dan pelayanan dalm situasi spesifik, dokter Rino harus berulang kali
meyakinkan Ibu Rini untuk merujuk Leni ke RSUD Mandiri, sampai ibu
Rini setuju.
III. Analisis Masalah
1. Apa perbedaan PDKM dengan klinik DOGA?
1) PDKM (Kompetensi, Standar Pelayanan, Sarana Prasarana,
cakupan pasien)
2) Klinik DOGA (Kompetensi, Standar Pelayanan, Sarana
Prasarana, cakupan pasien)
2. Bagaimana pembagian kategori klinik DOGA (A,B,C)?
3. Mengapa ibu Rini bersikeras membawa anaknya ke dokter Rino di klinik
DOGA daripada membawanya ke PDKM dekat rumahnya? (Dokter Rino lebih
dipercaya Ibu Rini, apa saja kewajiban DOGA?)
4. Bagaimana bentuk pelayanan klinik DOGA yang holistik dalam kasus ini? Apa
yang seharusnya dilakukan sebagai DOGA di klinik untuk kasus ini? (Konsep
pelayanan kuratif)
5. Bagaimana kompetensi dan kewenangan DOGA serta keterampilan teknis medis
dan pelayanan dalam situasi spesifik menurut standar WHO-WONCA?
(uraikan! Aplikasinya dalam kasus ini?)
3
6. Bagaimana alur rujukan yang seharusnya dilakukan dokter Rino? (Kriteria dan
cara rujukan? Penolakan rujukan? Tipe-tipe Rumah sakit?)
7. Bagaimana komunikasi efektif yang harus dilakukan oleh seorang DOGA agar
dapat membentuk rapport yang baik dengan pasien?
8. Bagaimana pelayanan administratif pada klinik DOGA dan pelayanan
administratif pasien?
9. Apa saja faktor yang memungkinkan ibu Rini sempat tidak mau anaknya dirujuk
ke RSUD? ditinjau dari promotif dan preventif?
IV. Hipotesis
Sistem pelayanan DOGA di klinik kedokteran keluarga dikatakan ideal jika
bersifat holistik (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan berkesinambungan
(rujukan) dengan memperhatikan aspek, yakni dokter, pasien, sistem pelayanan.
V. Sintesis
1. Dokter Keluarga
Dokter keluarga didefinisikan sebagai dokter yang memperoleh pendidikan
lanjutan khusus untuk menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga dengan cakupan
ilmu dan keterampilan yang lebih luas dan lebih dalam sebagai dokter layanan
kesehatan strata pertama.
DK memberikan pelayanan komprehensif meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif dengan penekanan yang besar agar pasiennya tetap sehat. Pada
pendekatan Medifa, menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan
(assesment – targeting – intervention – monitoring) yang sinambung membentuk satu
siklus pelayanan yang terpadu meliputi:
Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Penyusunan program kesehatan spesifik (targeting)
Intervensi proaktif (intervention)
Pemantauan kondisi kesehatan (monitoring)
4
Prinsip DOGA
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran WHO
dan WONCA (World of National College and Academic Association of General
Practitioners / Family Physicians) yang mencantumkan prinsip-prinsip ini dalam
banyak terbitannya. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif.
2. Pelayanan yang kontinyu.
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan
tempat tinggalnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hokum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.
Kompetensi DOGA
Dengan melihat pada prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan, maka disusun
kompetensi yang harus dimiliki seorang dokter untuk dapat disebut menjadi dokter
keluarga. Kompetensi dokter keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia tahun 2006 adalah:
1. Kompetensi Dasar
a. Keterampilan komunikasi efektif.
b. Keterampilan klinis dasar.
c. Keterampilan menerapkan dasar-
dasar ilmu biomedis, ilmu klinis,
ilmu perilaku, dan epidemiologi
dalam praktik kedoteran keluarga.
d. Keterampilan pengelolaan
masalah kesehatan pada individu,
keluarga, ataupun masyarakat
dengan cara yang komprehensif,
5
holstik, berkesinambungan,
terkorrdinasi, dan bekerja sama
dalam konteks pelayanan
kesehatan primer.
e. Memanfaatkan, menilai secara
kritis, dan mengelola informasi.
f. Mawas diri dan pengembangan
diri/belajar sepanjang hayat.
g. Etika, moral, dan profesionalisme
dalam praktik.
2. Ilmu dan Keterampilan Klinis
Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah.
b. Penyakit dalam.
c. Kebidanan dan kandugan
d. Kesehatan anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan kelamin
h. Psikiatri
i. Saraf
j. Kedokteran komunitas.
3. Keterampilan Klinis Layanan
Primer Lanjut
a. Keterampilan melakukan “health
screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan
laboratorium lanjut.
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG.
e. BTLS, BCLS, BPLS.
4. Keterampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga.
5. Ilmu dan Keterampilan Klinis
Layanan Primer Cabang Ilmu
Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran
lainnya.
b. Memahami dan menjembatani
pengobatan alternative.
6. Ilmu dan Keterampilan Manajemen
Klinis
Manajemen klinik dokter keluarga.
PAKET PELATIHAN DOKTER
KELUARGA
Paket A:
1. Nilai Sentral Kedokteran
Keluarga
2. Pelayanan Personal, Pelayanan
Berkelanjutan, Pelayanan
Komprehensif
3. Keluarga sebagai suatu unit
pelayanan
6
4. Pelayanan Emergency,
Pelayanan di rumah dan
rerawatan di rumah
5. Pelayanan Palliative/palatif
Paket B:
1. Manajemen SDM
2. Manajemen fasilitas dan utilitas
3. Manajemen Informasi
4. Manajemen Keuangan meliputi
asuransi/managed care
Paket C: Ketrampilan Teknis Medis dan
pelayanan dalam situasi spesifik,
A. Ketrampilan Praktek :
1. Proses Konsultasi
2. Ketrampilan komunikasi
3. Ketrampilan konseling
4. Merubah perilaku
5. Ketrampilan Manajemen
Penyakit
6. Ketrampilan Pelayanan
emergency
B. Common Symtomps:
1. Fatigue
2. Weightloss
3. Fever
4. Dyspepsia
5. Breathlessness
6. Cough
7. Sorethroat
8. Chest pain
9. Diarrhoea
10. Constipation
11. Vomiting
12. Abdominal Pain
13. Skin Rash
14. Backache
15. Joint pain
16. Dizziness
17. Headache
18. Insomnia
19. Persistently Crying Baby
20. Red Eye
C.Kelainan Spesifik
1. Cardiovascular and respiratory
disorders
2. Gastrointestinal disorders
3. Renal and hematological
disorders
4. Psychological disorders
5. Skin Disorders
6. Bone and Joint disorders
7. Nervous System, Eye and Ear
disorders
8. Nutritional, metabolic and
endocrine disorders
Paket D: Kedokteran terapan dalam
bermacam-macam kelompok umur
1. Child and adolescence Health
2. Women’s Health
3. Men’s Health
4. Health of the Working Adult
5. Elder’s Health
6. Public Health
7
Keterampilan Medik
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, penegakan
diagnosis dan diagnosis banding, prognosis, konseling, konsultasi, rujukan, tindak
lanjut, tindakan, pengobatan rasional, dan pembinaan keluarga.
Pada kasus, dr. Rino telah melakukan keterampilan teknis medis, yakni dapat
mendiagnosis apendisitis akut dan dapat melakukan pelayanan dalam situasi spesifik,
yakni dapat merubah perilaku ibu Rini dari yang tidak mau menjadi mau merujuk Leni
ke RSUD Mandiri.
Praktek DOGA
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )
Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter
Keluarga yang terdiri atas komponen :
a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik
Dokter Keluarga (KDK),
b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik
Dokter Spesialis (KDSp),
c) Rumah sakit rujukan,
d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan,
e) Seperangkat peraturan penunjang.
Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan
peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah
ditemukan banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga
yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit
(hospital based).
Pada bentuk pelayanan dokter keluarga ini diselenggarakan di rumah sakit. Untuk
ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter keluarga
8
(departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke rumah sakit,
diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan
pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga
(family clinic).
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua
macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,
merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit
(satellite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak
didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan
rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau
hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga
tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang
memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit
kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri
(solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua
bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga
yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3
orang dokter keluarga. Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu
sistem manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik
dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek
yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang
dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen
sistem informasi yang sama pula. Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih,
akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut (Clark, 1971) :
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar
9
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena waktu praktek
dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan.
Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (teamwork) disatu
pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan
dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan non
medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu, karena
pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin.
Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan
yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada gilirannya akan
menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga
(family practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama
dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter keluarga.
Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, rnenerapkan prinsip-prinsip
pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang diselenggarakanya. Praktek
dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua macam. Pertama, praktek dokter
keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo practice). Kedua praktek dokter keluarga
yang diselenggarakan secara berkelompok (group practice).
Pelayanan pada Praktek Dokter Keluarga
Karakteristik Pelayanan Kedokteran Menyeluruh
1. Jenis pelayanan yang diselenggarakan
Pelayanan kedokteran yang menyeluruh tidak membatasi diri pada satu jenis
pelayanan kedokteran saja, melainkan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran
10
yang dikenal di masyarakat. Untuk ini banyak pembagian jenis pelayanan yang pernah
di kemukakan.
Dua antaranya yang dipandang penting adalah:
a. Ditinjau dari kedudukannya dalam sistem kesehatan.
Jika ditinjau dari kedudukannya dalam sistem kesehatan, pelayanan kedokteran
dibedakan atas tiga macam. Ketiga macam pelayanan tersebut adalah pelayanan
kedokteran tingkat pertama (primary medical care), pelayanan kedokteran tingkat
kedua (secondary medical care), serta pelayanan kedokteran tingkat ketiga (tertiary
medical care). Pelayanan kedokteran menyeluruh adalah pelayanan kedokteran yang
mencakup ketiga tingkat pelayanan kedokteran di atas.
b. Ditinjau dari peranannya dalam mencegah penyakit
Jika ditinjau dari peranannya dalam mencegah penyakit, pelayanan kedokteran
dibedakan atas lima macam (Leavel dan Clark, 1953). Kelima macam pelayanan
kedokteran tersebut adalah peningkatan derajat kesehatan (health promotion),
pencegahan khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan tepat (early
diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat (disability limitation), serta
pemulihan kesehatan (rehabilitation), pelayanan kedokteran menyeluruh adalah
pelayanan kedokteran yang mencakup kelima macam pelayanan kedokteran diatas.
2. Tata cara pelayanan.
Pelayanan kedokteran menyeluruh tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak
(fragmented) dan ataupun terputus-putus, melainkan diselenggarakan secara terpadu
(integrated) dan berkesinambungan (continuous). Pengertian pelayanan terpadu disini
banyak macamnya. Yang terpenting adalah dari sudut pengorganisasiannya. Dalam arti
pelbagai jenis pelayanan kedokteran yang dikenal, harus berada dalam suatu
pengorganisasian yang utuh.
3. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan
Penyelenggaraan pelayanan kedokteran menyeluruh tidak memusatkan
perhatiannya hanya pada keluhan dan atau masalah kesehatan yang disampaikan
penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya, lengkap dengan
pelbagai faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Adanya perhatian yang bersifat
menyeluruh ini dipandang penting, bukan saja untuk lebih mempertajam diagnosis
11
penyakit, tetapi juga pada waktu mencari jalan keluar untuk mengatasi penyakit
tersebut.
4. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan
Perumusan masalah dan atau penetapan cara penyelesaian masalah kesehatan
yang dihadapi penderita pada pelayanan kedokteran menyeluruh, tidak didekati hanya
dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach).
Sisi yang dimaksudkan disini mencakup bidang yang amat luas sekali. Yang terpenting
diantaranya adalah sisi fisik, mental dan sosial, yang secara keseluruhan disebut dengan
pendekatan holistik (holistic approaches).
Jika diperhatikan keempat karakteristik pelayanan kedokteran menyeluruh
segeralah mudah dipahami bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kedokteran
menyeluruh tersebut tidak lain adalah pelayanan kedokteran yang mencakup semua
jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat, dilaksanakan secara terpadu
dan berkesinambungan, memusatkan perhatiannya kepada pasien sebagai manusia
seutuhnya, serta pendekatan pelayanannya dilakukan secara holistik.
Pelayanan DOGA yang Holistik
1. Upaya Promotif
Adalah upaya dalam pelayanan dokter keluarga yang bertujuan untuk
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pasien dan keluarganya atau upaya untuk
meningkatkan status kesehatan dan menjaganya dari semua kemungkinan-
kemingkinan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan masalah kesehatan.
Secara umum, kegiatan promotif yang sesuai dengan prinsip dokter keluarga, yaitu:
Pendidikan kesehatan harus proaktif, diberikan kepada setiap anggota yang
kontak dengan dokter, setiap kontak ada upaya mengevaluasi masalah kesehatan
anggota.
Penyuluhan lebih mengutamakan ke individu dan keluarga, proaktif melakukan
program pengembangan anggota.
Konsultasi
12
Dr. Rino sering memberikan penyuluhan di Balai Kecamatan dan juga sering
berkunjung ke rumah-rumah masyarakat bila ada yang sakit ini menunjukkan bahwa dr
Rino telah melakukan upaya promotif dengan baik.
2. Upaya Preventif
Adalah upaya untuk mencegah dan menghindari timbulnya penyakit dan
masalah kesehatan lainnya.
Tujuan upaya preventif adalah untuk menghilangkan atau mengurangi resiko,
diagnosis dini, pengobatan cepat, membatasi terjadinya komplikasi, termasuk dalam
upaya ini adalah penyakit iatrogenik dan penyesuaian yang maksimal terhadap
kecacatan.
Ada 3 level dalam upaya preventif / pencegahan, yaitu:
a. Pencegahan primer
Adalah upaya agar suatu gangguan atau penyakit tidak akan timbul sama sekali.
Yang termasuk ke dalam upaya preventif primer adalah health promotion &
spesific protection.
Upaya-upaya pencegahan primer terdiri dari:
- pendidikan untuk mengubah faktor-faktor gaya hidup yang diketahui
berhubungan dengan terjadinya penyakit. Misalnya, kebiasaan merokok,
makan dengan gizi sehat seimbang, mengurangi minum-minum beralkohol,
olahraga.
- Pemberantasan, misalnya upaya pemberatansan nyamuk untuk mencegah
penyakit malaria, DBD.
- Sanitasi, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan limbah dan sampah
industri yang efisien
- Sterilisasi alat-alat bedah dan alat medis lainnya.
- Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi tertentu.
- Pembuatan undang-undang atau peraturan untuk menjamin upaya-upaya
pencegahan primer dilakukan dengan benar
13
b. Pencegahan sekunder
Adalah upaya untuk menemukan secepatnya suatu masalah (penyakit)
sehingga dapat dilaksanakan pengobatan yang segera. Yang termasuk ke dalam
upaya preventif primer adalah early diagnosis & prompt treatment.
Upaya preventif sekunder umumnya dilakukan dengan pemeriksaan-
pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit pada stadium dini, misalnya pada fase
presimtomatik (fase subklinis) sehingga pengobatan dapat dimulai sebelum
proses patologi yang irreversible terjadi.
Pada tingkat keluarga, kegiatan preventif ini dilakukan dengan kunjungan
rumah bagi pasien yang memiliki masalah penyakit tertentu dan kontol terhadap
penyakit, mengetahui potensial hazard, memberi motivasi kepada anggota
keluarga.
c. Pencegahan tersier
Adalah upaya untuk meringankan sebanyak mungkin adanya
ketidakmampuan penderita dan mengurangi terjadinya cacat (kelemahan) akibat
gangguan atau penyakitnya sehingga penderita masih dapat menggunakan sisa
kemampuannya untuk menolong dirinya sendiri.
Upaya pencegahan tersier umumnya dilakukan dengan melakukan proses
disability limitation maupun rehabilitasi, yang memungkinkan pasien diperbaiki
kondisinya ke tingkat yang paling optimal, akibat terjadinya kerusakan atau
perubahan yang irreversible.
3. Upaya Kuratif
Adalah upaya pengobatan atau tatalaksana terhadap suatu penyakit dengan
harapan agar gangguannya cepat sembuh dan sesedikit mungkin menimbulkan
gejala sisa. Upaya ini sebenarnya dapat disamakan dengan upaya preventif
sekunder.
Karakteristik Pelayanan Kedokteran Berkesinambungan
Pengertian pelayanan berkesinambungan ada dua macam, yaitu :
a. Berkesinambungan dalam arti pemenuhan kebutuhan pasien
14
Seseorang yang berada dalam keadaan sehat membutuhkan pelayanan
peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan penyakit. Tetapi apabila telah jatuh sakit
ia membutuhkan pelayanan pengobatan. Sedangkan bagi yang telah sembuh dari
penyakit, mungkin memerlukan pelayanan pemulihan. Kesemua jenis pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan ini harus tersedia secara berkesinambungan.
b. Berkesinambungan dalam arti waktu penyelenggaraan
Pelayanan berkesinambungan yang dimaksudkan disini adalah pelayanan yang
harus tersedia pada setiap saat yang dibutuhkan. Pelayanan kedokteran yang tidak
tersedia pada setiap saat, bukanlah pelayanan kedokteran berkesinambungan.
Manfaat Pelayanan Kedokteran Menyeluruh
Apabila pelayanan kedokteran menyeluruh dapat dilaksanakan dengan baik,
banyak manfaat yang diperoleh. Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran
keluarga tidak hanya untuk mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3
(tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan lain yakni:
Pendayagunaan dokter pasca PTT
Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Menghadapi era globalisasi
Beberapa hal yang menyebabkan pelayanan dokter keluarga tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
1. Tidak adanya regulasi yang mengatur "aturan main" sistem pelayanan kesehatan
yang ada baik klinik maupun puskemas.
2. Kapasitas sumber daya yang masih lemah
3. Pengorganisasian sumber daya manusia yang cukup sulit terhadap dokter
keluarga, karena berbenturan dengan aturan kepegawaian yang ada.
4. Tidak adanya model sistem pembiayaan.
5. Tidak jelasnya pemetaan sasaran pada klinik.
2. PDKM
15
Praktek dokter keluarga mandiri (PDKM) akan menjadi komplemen puskesmas
dengan peran sebagai ujung tombak upaya kesehatan perorangan dengan sasaran
individu/keluarga yang berada dalam wilayah pelayanannya. Kata ”mandiri” dalam
PDKM menyiratkan pengertian ”self employed job” atau dokter yang menjalankan
profesinya di PDKM bekerja untuk dirinya sendiri, bukan PNS atau pegawai dari suatu
institusi.
Wilayah pelayanan didefinisikan sebagai area geografis dari mana pengguna
layanan atau mitra PDKM biasanya datang. Wilayah pelayanan tidak harus sama
dengan wilayah administratif (kecamatan/kota). Penentuannya dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain kondisi geografi, kualitas jalan dan
sistem transportasi, kondisi sarana kesehatan, kesehatan penduduk, dan kegiatan
bisnis/industri. Terdapat 3 model PDKM yang dapat dipilih yaitu Praktik Dokter
Keluarga (PDK), Klinik Kesehatan Keluarga (KKK), dan Jejaring.
Pelayanan di PDKM dapat dilaksanakan dengan baik bila diselenggarakan oleh
suatu tim yang dapat terdiri dari dokter keluarga, perawat, bidan, apoteker/asisten
apoteker, analis laboratorium, dokter gigi, perawat gigi, dan tenaga lain seperti
psikolog, nutrisionist, kader PKK, kader posyandu, PLKB, dan lain-lain. Pengertian tim
tidak berarti harus menjadi staf/pegawai PDKM, dapat saja tenaga kesehatan tersebut
merupakan entitas terpisah yang kemudian saling mengikatkan diri dalam kerja sama
dengan PDKM untuk menghindari tumpang tindih dalam pelayanan kesehatan di satu
wilayah.
Standar Pelayanan PDKM
Idealnya PDKM dapat menyediakan 21 jenis pelayanan dengan mutu dan standar
yang sama pada setiap mitranya, yaitu :
1) penilaian status kesehatan
pribadi
2) program proaktif pengendalian
penyakit/kondisi khusus
3) pendidikan kesehatan
4) imunisasi
5) pemeliharaan kesehatan bayi
dan anak balita
6) pemeliharaan kesehatan anak
usia sekolah
7) pemeliharaan kesehatan wanita
dan kesehatan reproduksi
8) pemeliharaan kesehatan lansia
16
9) pemeriksaan ante dan postnatal
10) konsultasi dan pengobatan
11) peresepan obat
12) tindakan medis (tindakan bedah
kecil, injeksi, resusitasi, dan
persalinan normal)
13) konseling
14) penunjang diagnostik
(laboratorium,
elektrokardiografi,
ultrasonografi, dll)
15) layanan kesehatan gigi dan
mulut
16) rehabilitasi medik
17) kunjungan rumah
18) perawatan di rumah
19) kunjungan ke rumah sakit
20) layanan mendesak/gawat darurat
21) ambulans
3. Klinik DOGA
Persyaratan Klinik Dokter Keluarga
– 24 jam
– Kedaruratan dan kejadian luar biasa
– Pelayanan rawat jalan
– Pelayanan rawat inap sehari
– Bedah minor
– Konseling
– Preventif dan promotif
– Kunjungan ke- dan perawatan di rumah pasien
– Pemeriksaan penunjang
– Penyediaan obat
– Pendidikan, riset, dan pengembangan
Peralatan medis : Rutin, Khusus, Penunjang, Kedaruratan
Peralatan Medis :
1. Rutin
- Termometer
- Tensimeter
- Pengukur berat dan
tinggi badan
- Stetoskop
- Penekan lidah
- Senter/lampu kepala
- Spekulum hidung
2. Khusus:
– Otoskop
17
– Optalmoskop
– Glukometer
3. Penunjang:
– Laboratorium klinik
– EKG
– USG
– Pemeriksa visus
– Pemeriksa buta warna
– Ronsen
4. Kedaruratan
– Oksigen + regulator
– Semprit dari berbagai
ukuran
– Jarum suntik dari
berbagai ukuran
– Perangkat infus
Peralatan non-medis
• Bangunan
• Rekam medis
• Ruangan
– Untuk kegiatan medis
– Untuk kegiatan non-
medis
• Sarana komunikasi
• Sarana administrasi
Klinik kategori A, B dan C mempunyai persyaratan yang sama. Namun ketiganya
bisa dibedakan dari peralatan yang tersedia/fasilitas, luas wilayah dan sumber daya
yang tersedia. Termasuk klinik kategori A apabila lebih lengkap (ideal), B (optimum)
dan C (minimum).
Pada kasus, klinik Merdeka adalah klinik DOGA kategori C (minimal), sehingga
untuk penatalaksanaan apendisitis akut, yakni dengan pembedahan, tidak dapat
dilakukan di klinik Merdeka.
Dalam membentuk suatu klinik dokter keluarga, terdapat beberapa hal esensial
yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer
b. Terletak ditempat strategis (mudah dicapai dengan kendaraan umum)
c. Bangunannya memenuhi syarat untuk pelayanan kesehatan
d. Dilengkapi dengan sarana administratif yang memenuhi syarat
e. Dilengkapi dengan sarana komunikasi
f. Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK
g. Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus
pelatihan khusus pembantu DK
18
4. Sistem Pembiayaan Dokter Keluarga
Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak
macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam.
Pertama, pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang
berobat diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program
asuransi kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak
perlu membayar secara tunai, karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak
ketiga, yang dalam hal ini adalah badan asuransi.
Batasan
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan program asuransi kesehatan (health
insurance) perlulah dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan asuransi (insurance).
Pada saat ini batasan asuransi banyak macamnya. Dua antaranya :
1. Asuransi adalah suatu upaya untuk memberikan perlindungan terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi (Breider
and Breadles, 1972)
2. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana si penanggung dengan menerima suatu
premi meningkatkan dirinya untuk memberi ganti rugi kepada si tertanggung yang
mungkin di derita karena terjadinya suatu peristiwa yang mengandung ketidak
pastian dan yang akan mengakibatkan kehilangan, kerugian atau kehilangan suatu
keuntungan (kitab UU Hukum dagang, 1987)
Untuk Indonesia, sekalipun pengertian yang berlaku adalah sesuai dengan
ketentuan KUH Dagang, jadi hanya merupakan suatu perjanjian antara si penanggung
dengan si tertanggung, namun pada akhir-akhir ini mulai timbul banyak pendapat
seyogiyanya pengertian asuransi lebih diperluas. Pengertian asuransi tidak terbatas
hanya pada memberikan perlindungan kepada si penanggung saja, melainkan juga
kepada seluruh anggota masyarakat. Pengertian asuransi yang seperti ini dikenal dengan
nama asuransi sosial (social insurance), yang asuransi kesehatan termasuk ke
dalamnya.
Bentuk-Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
19
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada
saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada
tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan. Ketiga bentuk yang
dimaksud adalah:
1. Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka
yangdilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka
waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang
dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak
ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta,
melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu
jaminan.
2. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan
kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang
dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak
ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan
oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang
dihadapi, jika termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan
biaya dengan besar yang sama. Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula
dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related
group) yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
3. Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka
yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan
penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada
sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan
20
kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang telah
disepakati.
Besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola perhitungan yang
didasarkan pada 2 (dua) ketentuan popok:
Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
pelayan yang dimiliki
Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di
Dokter Keluarga tersebut (Community Rating by Class)
Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan
bila Kantor Cabang telah melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok
seperti di atas.
Penetapan penggolongan Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang
dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan seleksi PPK (credentialing) dan seleksi
kembali PPK (re-credentialing) dengan memperhatihkan indikator-indikator penentu
yakni:
a) Hasil penilaian sarana dan prasarana
b) Ketersediaan tenaga perawat
c) Ketersediaan tenaga administrasi
d) Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
1. Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indikator
(indikator penentu point (1)-(4) point c). Besaran kapitasi yang ditetapkan
adalah maksimal sebesar Rp 6500,00 per jiwa.
2. Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi
minimal 2 (dua) indikator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah
maksimal sebesar Rp 6000,00 per jiwa.
3. Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi
indikator sarana dan prasarana sedangkan indikator penentu lainnya tidak
terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00.
21
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga
untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
1. Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa,
terdiri dari: jasa medis dokter, pelayanan obat dan pelayanan
laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis
dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
2. Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri
dari : jasa medis dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan
laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis
dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah
satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
3. Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa,
terdiri dari : jasa medis dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan
laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp
2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium
sederhana).
Sebagai bentuk evaluasi kinerja serta untuk menangkap aspirasi peserta terhadap
layanan yang diberikan oleh setiap Dokter Keluarga, maka Kantor Cabang
berkewajiban untuk melaksanakan survey kepuasan layanan minimal satu kali setahun.
Setiap Dokter Keluarga berkewajiban mengirimkan laporan kunjungan setiap bulan.
Apabila Dokter Keluarga tidak mengirimkan laporan kunjungan, maka pembayaran
kapitasi dokter tersebut ditunda hingga dikirimkan laaporan yang dimaksud. Jumlah
peserta ideal yang terdaftar di Dokter Keluarga adalah minimal 2000 jiwa per Dokter
Keluarga.
Reaksi Positif Kapitasi
Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi, dengan
menegakkan diagnosis yang tepat dan memberikan pengobatan atau tindakan
yang tepat
Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan promotif dan preventif untuk
mencegah insiden kesakitan
22
Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih dan tidak
kurang, untuk mempertahankan efisiensi operasi dan tetap memegang jumlah
pasien JK sebagai income security.
Reaksi Negatif Kapitasi
Jika kapitasi yang dibayarkan terpisah pisah (parsial) antara pelayanan rawat
jalan primer, rawat jalan rujukan dan rawat inap rujukan dan tanpa diimbangi
dengan insentif yang memadai untuk mengrangi rujukan, fasilitas kesehatan
akan dengan mudah merujuk pasiennya ke spesialis atau merawat di rumah
sakit.
Fasilitas kesehatan dapat mempercepat waktu pelayanan sehingga tersedia
waktu lebih banyak untuk melayani pasien non jaminan atau yang membayar
dengan JPP yang "dinilai" membayar lebih banyak.
Fasilitas kesehatan dapat tidak memberikan pelayanan dengan baik, supaya
kunjungan pasien kapitasi tidak cukup banyak.
Salah satu cara untuk mengevaluasi berbagai reaksi negatif perilaku fasilitas
kesehatan yang mendapatkan pembayaran kapitasi dan yang mendapatkan
pembayaran JPP adalah dengan mengevaluasi utilisasi biaya, status kesehatan
dan kepuasan pasien.
Pengendalian Biaya Kesehatan
Dengan diterapkannya sistem pembayaran pra-upaya, maka telah merupakan
kewajiban bagi penyelenggara pelayanan untuk berupaya mengendalikan biaya
kesehatan (cost containment) yang sebaik-baiknya, sedemikian rupa sehingga resiko
pembiayaan dapat diperkecil. Untuk dapat mengendalikan biaya kesehatan ini, ada
beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan oleh penyelenggara pelayanan. Prinsip
pokok yang dimaksud adalah:
1. Mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit
Prinsip pokok pertama yang harus diperhatikan oleh penyelenggara pelayanan
adalah lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit, bukan pelayanan
penyembuhan penyakit. Apabila prinsip pokok ini dapat diterapkan, pasti akan
besar peranannya dalam upaya mengendalikan biaya kesehatan. Karena
memanglah biaya pelayanan pencegahan penyakit memang jauh lebih murah
23
dari pada biaya pelayanan penyembuhan penyakit. Bentuk-bentuk pelayanan
pencegahan penyakit yang dapat dilakukan banyak macamnya. Yang terpenting
di antaranya ialah melakukan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan
berkala, imunisasi serta pelayanan keluarga berencana.
2. Mencegah pelayanan yang berlebihan
Prinsip pokok yang diperhatikan oleh penyelenggara petayanan adalah
mencegah pelayanan yang berlebihan. Jika memang tidak ada indikasinya,
pemeriksaan penunjang tidak perlu dilakukan. prinsip yang sarna juga berlaku
untuk tindakan dan ataupun pernberian obat. Dengan perkataan lain, pelayanan
kedokteran yang deselenggarakan harus memenuhi serta sesuai standar
pelayanan yang telah ditetapkan.
3. Membatasi konsultasi dan rujukan
Pelayanan konsultasi dan apalagi rujukan, memerlukan biaya tambahan. Untuk
mencegah biaya kesehatan, penyelenggara pelayanan harus berupa untuk
membatai konsultasi atau rujukan. Pelayanan konsultasi atau rujukan tersebut
hanya dilakukan apabila benar-benar diperlukan saja. Apabila ketiga prinsip
diatas dapat diterapkan, manfaatnya bukan saja akan besar dalam memperkecil
risiko biaya penyelenggara pelayanan, tetapi juga badan asuransi kesehatan.
Apabila keadaan yang seperti ini dapat diwujudkan, pada gilirannya juga akan
menguntungkan penyelenggara pelayanan sendiri. Karena sesungguhnyalah
pada program asuransi yang menerapkan sistem pembiayaan praupaya, sering
diterapkan sistem intensif, antara lain dalam bentuk bonus bagi para dokter yang
berhasil menghemat pengeluaran. Dalam keadaan yang seperti ini kedudukan
penyelenggara pelayanan adalah sebagai penjaga gawang (gate keeper) program
asuransi kesehatan.
Manfaat
Apabila sistem pembiayaan program asuransi kesehatan dalam bentuk praupaya ini
dapat diselenggarakan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang
dimaksud secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1. Manfaat penerapan program asuransi kesehatan
24
Karena pembiayaan pra-upaya adalah cara pembayaran pada program asuransi
kesehatan, maka pada penerapan cara pembiayaan pra-upaya ini sekaligus juga
akan memperoleh manfaat dari penerapan program asuransi. Manfaat penerapan
program asuransi kesehatan tersebut banyak macamnya. Beberapa diantaranya
yang dipandang cukup penting adalah :
a. Dapat membebaskan peserta dari kesulitan menyediakan dana tunai.
Pada program asuransi kesehatan telah ada jaminan biaya kesehatan, maka
para peserta tidak perlu harus menyediakan dana tunai pada setiap kali
berobat. Dengan demikian jika kebetulan peserta membutuhkan pelayanan
kesehatanl akan terbebas dari kesulitan menyediakan dana tunai.
b. Biaya kesehatan dapat dikendalikan.
Dengan progran asuransi kesehatan, apalagi jika dikelola oleh pemerintah
dapat mengendalikan biaya kesehatan. Pengendalian yang dimaksud ialah
antara lain dengan ditetapkannya pelbagai peraturan pembatas tentang
jenis pelayanan dan atau yang dapat dimanfaatkan oleh peserta. Dengan
adanya pembatasan yang seperti ini, penggunaan pelayanan kesehatan
yang berlebihan akan dapat dihindari yang jika berhasil dilaksanakan,
pada gilirannya akan mampu mengendalikan biaya kesehatan.
c. Mutu pelayanan dapat dijaga.
Keuntungan lain dari program asuransi kesehatan ialah dapat
meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan yarg dimaksud ialah antara
lain dengan dilaksanakannya penilaian secara berkala pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan. Dengan dilakukannya penilaian berkala ini yang
merupakan bagian dari Program Menjaga Mutu (Quality Assurance
Program) akan dapat dicegah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
tidak bermutu.
d. Data kesehatan lebih tersedia.
Pelaksanaan program asuransi kesehatan membutuhkan antara lain
tersedianya data kesehatan yang lengkap yang diperlukan untuk
merencanakan dan ataupun menilai kegiatan yang dilakukan. Data ini
dapat pula dimanfaatkan untuk pekerjaan perencanaan dan ataupun
penilaian perbagai program kesehatan lainnya.
25
2. Manfaat penerapan sistem pembiayaan pra-upaya
Manfaat yang dimaksudkan disini banyak macamnya. Yang terpenting
diantaranya adalah :
a. Dapat dicegah kenaikan biaya kesehatan
Pencegahan yang dimaksudkan disini terjadi karena penggunaan
pelayanan kesehatan yang berlebihan akan dapat dihindari. Karena
memanglah apabila hal ini sampai terjadi, justru akan merugikan pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan sendiri.
b. Mendorong pelayanan pencegahan penyakit
Agar penyelenggara pelayanan tidak sampai rugi, haruslah di upayakan
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang seminimal mungkin. Keadaan
yang seperti ini dapat terwujud antara lain jika tidak banyak peserta yang
jatuh sakit. Untuk ini banyak upaya yang dilakukan. Salah satu
diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang amat penting adalah
menyelenggarakan pelayanan pencegahan penyakit, yang apabila dapat
dilakukan dalam jangka panjang akan menguntungkan banyak pihak,
tidak hanya penyelenggara pelayanan tetapi juga peserta sendiri.
c. Menjamin penghasilan penyelenggara pelayanan
Dengan diterapkannya pembiayaan secara pra-upaya, penyelenggara
pelayanan akan memperoleh penghasilan yang lebih mantap, karena
besarnya dana yang diterima tidak ditentukan oleh jumlah kunjungan
yang memang sering bervariasi, melainkan berdasarkan jumlah peserta
yang ditanggung, yang jumlahnya memang tetap untuk satu jangka
waktu tertentu. Keadaan yang seperti ini tentu akan menguntungkan
penyelenggara pelayanan, karena dengan penghasilan yang lebih tetap
tersebut, dapat dilakukan perencanaan pengeluaranyang lebih sesuai
dengan kemampuan.
Hanya saja sekalipun pembiayaan secara pra-upaya ini menjanjikan banyak
keuntungan, bukan berarti pelaksanaannya luput dari masalah. Salah satu
masalah yang banyak dibicarakan adalah yang menyangkut mutu
pelayanan. Untuk mencegah tidak sampai rugi, penyelenggara pelayanan
sering memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan
26
ataupun dengan mutu yang rendah, yang kesemuanya ini tentu akan
merugikan peserta
5. Sistem Rujukan
Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal
afiat sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut.
Demikian pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum
dapat dibagi dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan
sakit parah (severe).
Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan
yang berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih.
Namun sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan
pelayanan yang sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.
Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary Health Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit
ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau
promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi
sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini
bersifat pelayanan kesehatan dasar (Basic Health Services) atau juga merupakan
pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan
ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling,
dan balkesmas.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (Secondary Health Services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat
yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C
dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (Tertiary Health Services)
27
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis.
Contoh di Indonesia : rumah sakit tipe A dan B.
Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan
tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu
pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang
sesuai.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh
wilayah administrasi. Tujuan sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan
dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu.
1. Rujukan Medis
Merupakan bentuk pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk masalah
kedokteran. Tujuannya adalah untuk mengatasi problem kesehatan, khususnya
kedokteran serta memulihkan status kesehatan pasien.
Jenis-jenis rujukan medis :
Rujukan Pasien
Merupakan penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang
mampu ke strata yang lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
Rujukan Ilmu Pengetahuan
28
Merupakan pengiriman dokter atau tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata
pelayanan kesehatan yang lebih mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya,
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium
Merupakan bahan pengiriman bahan-bahan laboratorium dari strata pelayan kesehatan
yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu, atau sebaliknya untuk tindak lanjut.
2. Rujukan Kesehatan
Merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk kesehatan
masyarakat. Dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah
penyakit yang ada di masyarakat.
Rujukan pada pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik khusus.
Karakteristik yang dimaksud adalah:
a. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pada rujukan pelayanan dokter keluarga
tidak bersifat total, tetapi hanya untuk masalah penyakit yang sedang ditanggulangi
saja. Sedangkan masalah penyakit lainnya atau kesehatan pasien secara keseluruhan,
tetap berada di tangan dokter keluarga.
b. Dalam melakukan rujukan pasien dalam pelayanan dokter keluarga, pertimbangan
tidak hanya atas dasar keadaan penyakit pasien saja, tetapi keadaan sosial ekonomi
keluarga secara keseluruhan.
c. Tujuan rujukan pada pelayanan dokter keluarga tidak terbatas hanya pada
penyembuhan penyakit dan ataupun pemulihan status kesehatan saja, tetapi juga
peningkatan derajat kesehatan dan ataupun pencegahan penyakit.
Jenis-jenis rujukan kesehatan adalah :
Rujukan Tenaga
Merupakan pengiriman dokter/tenaga kesehatan dari strata pelayanan kesehatan yang
lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi
masalah kesehatan yang ada di masyarakat atau sebaliknya, untuk pendidikan dan
latihan.
Rujukan Sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/ non medis dari strata pelayanan kesehatan yg
lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi
masalah kesehatan di masyarakat, atau sebaliknya untuk tindak lanjut.
29
Rujukan Operasional
Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan
kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan
eksternal.
Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk
Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan
rujukan Kesehatan.
Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok
gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi
puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
Tata cara rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan
rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka,
seperti dokter ahli tertentu.
Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan
dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang
30
memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan
penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap
mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan
diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat
pengobatan atau yang lainnya.
Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib
memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar
keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih
sesuai.
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
31
Sistem rujukan adalah mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata
pelayanan dengan strata pelayanan kesehatan lain.
Adapun sistem rujukan di Indonesia, dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI
No. 32 tahun 1972 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti unit yang berkemampuan kurang
kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya.
32
Pembagian wewenang dan tanggungjawab
Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita
sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan
selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya
Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka
waktu pelimpahan dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan
tidak ikut campur.
Jika upaya penanggulangan diberikan di tempat rujukan dan kondisi ibu
telah memungkinkan, segera kembalikan klien ke tempat fasilitas pelayanan asalnya
dengan terlebih dahulu memberi hal-hal berikut :
1. Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya
penanggulangannya.
2. Nasihat yang perlu diperhatikan.
3. Pengantar tertulis ke fasilitas pelayanan kesehatan mengenai kondisi pasien,
upaya penanggulangan yang telah diberikan dan saran- saran.
Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien
saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan
laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas
yang lebih rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara
fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat.
Tipe Rumah Sakit
33
Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Di Indonesia, Rumah
Sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), terutama upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab Rumah Sakit
mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang berarti bahwa pelayanan Rumah
Sakit bahwa pelayanan Rumah Sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat tinggal
hanya bersifat spesifik atau spesialistik, sedangkan pelayanan yang bersifat non
spesialistik atau pelayanan dasar harus dilakuka di Puskesmas.
Berdasarkan fugsi dan tugas dari Rumah Sakit, Ada beberapa pembagian tipe-tipe
Rumah Sakit berdasarkan kemampuan sebuah Rumah Sakit dalam memberikan
pelayanan medis kepada para pasiennya, yaitu:
1) Rumah Sakit Tipe A
Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran
Spesialis dan Subspesialis luas sehingga oleh pemerintah ditetapkan sebagai tempat
rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau biasa juga disebut sebagai Rumah Sakit
Pusat.
2) Rumah Sakit Tipe B
Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokteran
Spesialis dan Subspesialis terbatas. Rumah Sakit ini didirikan di setiap Ibukota Propinsi
yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit tingkat Kabupaten.
3) Rumah Sakit Tipe C
Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan pelayanan Kedokeran
Spesialis terbatas. Rumah Sakit tipe C ini didirikan di setiap Ibukota Kabupaten
(Regency hospital) yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.
4) Rumah Sakit Tipe D
Merupakan Rumah Sakit yang hanya bersifat transisi dengan hanya memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan Kedokteran Umum dan gigi. Rumah sakit
tipe C ini mampu menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas.
5) Rumah Sakit Tipe E
34
Merupakan Rumah Sakit Khusus (special hospital) yang hanya mampu
menyalenggarakan satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja, misal: Rumah Sakit
Kusta, Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Ibu
dan Anak, dan lain-lain.
Berdasarkan skenario bila menghadapi keadaan darurat seperti appendisitis akut
rujukan dapat dilakukan melalui telepon. Kasus ini dapat dirujuk ke Rumah Sakit tipe
C/D, tergantung ketersediaannya di daerah tersebut. Bentuk rujukan yang ideal adalah
menemani sendiri pasien pada waktu memperoleh pelayanan rujukan.
6. Komunikasi Efektif
Komunikasi Efektif untuk Merujuk Pasien
Hal-hal yang perlu dikemukakan antara lain :
1. Alasan merujuk pasien
2. Tujuan dan manfaat rujukan tersebut (prognosis pasien)
3. Dampak / resiko bila pasien tidak segera dirujuk
4. Kunjungan ulang pasien (setelah dirujuk)
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Terdapat tiga faktor dalam komunikasi interpersonal untuk menumbuhkan hubungan
interpersonal yang baik, yaitu percaya, sikap suportif dan terbuka (Rahmat J, 1993).
1. a. Evaluasi
Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain yaitu dengan cara memuji atau
mengecam. Dalam mengevaluasi, kita seringkali mempersoalkan nilai dan motif orang
lain. Bila kita menyebutkan kelemahan dan kekurangan orang lain, maka kita akan
melahirkan sikap defensif. Pada evaluasi, kita sering menggunakan kata sifat (salah,
ngawur, bodoh). Kita sering mengevaluasi pada gagasan dan kinerja orang lain, bukan
pada diri sendiri.
b. Deskripsi
35
Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi anda tanpa menilai. Pada
deskripsi, biasanya kita menggunakan kata kerja. Deskripsi dapat terjadi ketika kita
sedang mengevaluasi orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai diri
mereka.
2. a. Kontrol
Kontrol artinya berusaha untuk mengendalikan bahkan cenderung ingin
mengubah orang lain dari sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan kontrol juga
berarti ingin menentu¬kan sikap, pendapat dan tindakan orang lain sesuai dengan yang
kita inginkan. Itu berarti kita tidak menerima sikap, pendapat dan tindakan orang lain.
Sehingga kalau terjadi kontrol orang lain terhadap kita, maka kita ada perasaan
menolaknya.
b. Orientasi Masalah
Orientasi masalah berarti mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama
mencari pemecahan masalah. Kita mengajak orang lain bersama-sama untuk
menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.
3. a. Strategi
Strategi adalah penggunaan cara untuk mempengaruhi orang lain. Kita
menggunakan strategi apabila orang menduga kita mempunyai motif tersembunyi. Kita
berkomunikasi dengan ”udang di balik batu”. Apabila orang lain tahu kita melaku¬kan
strategi, maka ia akan menjadi defensif.
b. Spontanitas
Spontanitas artinya sikap jujur, apa adanya dan dianggap tidak memiliki motif
yang terpendam. Apabila kita melaku¬kan spontanitas, maka kita mempunyai iklim
suportif.
4. a. Netralitas
Netralitas berarti sikap impersonal dan memperlakukan orang lain tidak sebagai
persona, melainkan sebagai obyek. Ber¬sikap netral bukanlah bersifat obyektif,
36
melainkan menunjuk¬kan sikap acuh tak acuh dan tidak menghiraukan kelebihan orang
lain.
b. Empati
Empati artinya memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi
kita, sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi
orang lain yang mengalami emosi. Tanpa empati, orang seakan-akan menjadi mesin
yang hampa perasaan dan tanpa perhatian. Dengan empati, kita akan menumbuhkan
iklim yang suportif.
5. a. Superioritas
Superioritas artinya kita menunjukkan sikap lebih tinggi atau lebih baik dibanding
orang lain karena status atau kekuasaan atau kekayaan atau kemampuan intelektual
(dalam istilah Islam disebut Takabur). Superioritas akan melahirkan iklim defensif.
b. Persamaan
Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan
demokratis. Dalam sikap persamaan, kita tidak mempertegas perbedaan. Maksudnya
status boleh jadi berbeda tetapi komunikasi kita tidak vertikal, kita tidak meng¬gurui
tetapi berkomunikasi pada tingkat yang sama. Dengan persamaan, kita
mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan (Dalam
istilah Islam disebut Tawadlu’). Kalau kita senantiasa dapat menciptakan persamaan
maka akan timbul iklim yang suportif.
6. a. Kepastian
Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan
melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat.
Bersikap kepastian cenderung mengarah ke iklim defensif.
b. Provisionalisme
Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk
mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan yaitu siap untuk mengakui
dan mengoreksi kesalahan yang kita perbuat, karena itu wajar juga kalau suatu saat
37
pendapat dan keyakinan kita bisa berubah. ”Provisonal” dalam bahasa Inggris, artinya
bersifat sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap.
Komunikasi Dokter-Pasien dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Hubungan dokter dan pasien telah disadari merupakan bagian penting dalam
aspek mutu pelayanan kesehatan dengan semakin disadarinya pentingnya suara pasien
sebagai pelanggan pelayanan kesehatan. Komunikasi dokter dan pasien telah terbukti
membawa pengaruh pada kepatuhan pengobatan, meningkatkan kepuasan pasien dan
akhirnya akan membawa manfaat bagi keluaran pengobatan.
Saat ini diketahui bahwa terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam
mengambil keputusan terapi terhadap pasien, yaitu: pendekatan paternalistik, berbagi
dan informatif (konsumeris). Masing-masing memiliki implikasi yang berbeda dalam
peran dokter terhadap pasien dalam hal mengkomunikasikan informasi dan untuk tipe,
jumlah dan arus informasi diantara keduanya.
Dokter yang menggunakan pendekatan informatif terhadap pasien mengacu
pada suatu peran yang lebih aktif dalam menemukan masalah pasien dan menentukan
terapi yang tepat. Tipe murni peran dokter dalam pendekatan tipe ini meliputi
kesediaaan informasi penelitian yang relevan mengenai pilihan terapi beserta
keuntungan dan risiko terapi sehingga pasien dapat membuat keputusan yang jelas.
Pendekatan ini memberikan pertukaran informasi yang membantu dokter memahami
pasien dan meyakinkan bahwa pasien diberikan informasi pilihan terapi beserta risiko
dan keuntungannya. Hal tersebut juga memudahkan pasien untuk mengetahui apakah
mereka merasa bahwa mereka dapat membangun suatu hubungan kepercayaan dengan
dokternya.
Kerjasama Dokter Dengan Sejawat Menurut KKI
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harus merujuk pasien pada sejawat lain untuk
mendapatkan saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima
rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan
terapi dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu
38
dokter penerima rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan
persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan
mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.
Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat
menyampaikan kepada pasien kemungkinan untuk dirujuk kepada sejawat lain karena
alasan kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih
rawat. Pada saat meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi
penjelasan tentang alasan, tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh
usaha ditujukan untuk kepentingan pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan
dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter penanggung jawab utama.
Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan
segala informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis
serta bersifat rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang
pasien yang diketahui sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang
memeriksa harus menginformasikan kepada dokter pasien tersebut tentang hasil
pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting lainnya demi kepentingan pasien.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis kelamin, ras,
kecacatan, agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang
dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat. Seorang dokter tidak dibenarkan
mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan turunnya kredibilitas
sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter memberi komentar tentang
suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara langsung.
3. Bekerjasama dalam tim
Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.
Apabila bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :
a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawab
b. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan
yang diberikan
c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota tim
d. Memelihara hubungan profesional dengan pasien
39
e. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim
f. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien
g. Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta
menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan
kekurangan tim
h. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka
dan sportif.
4. Memimpin tim
Dalam memimpin sebuah tim, seorang dokter harus memasti¬kan bahwa :
a. Anggota tim telah mengacu pada seluruh acuan yang ber¬kaitan dengan pelaksanaan
dan pelayanan kedokteran
b. Anggota tim telah memenuhi kebutuhan pelayanan pasien
c. Anggota tim telah memahami tanggung jawab individu dan tanggung jawab tim
untuk keselamatan pasien. Selanjutnya, secara terbuka dan bijak mencatat serta
mendiskusikan permasalahan yang dihadapi
d. Acuan dari profesi lain dipertimbangkan untuk kepentingan pasien
e. Setiap asuhan pasien telah terkoordinasi secara benar, dan setiap pasien harus tahu
siapa yang harus dihubungi apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran
f. Pengaturan dan pertanggungjawaban pembiayaan sudah ter¬sedia
g. Pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari audit standar pelayanan kedokteran
dan audit pelaksanaan tim dijalankan secara berkala dan setiap kekurangan harus
diselesaikan segera
h. Sistem sudah disiapkan agar koordinasi untuk mengatasi setiap permasalahan dalam
kinerja, perilaku atau keselamatan anggota tim dapat tercapai
i. Selalu mempertahankan dan meningkatkan praktek kedokteran yang benar dan baik.
5. Mengatur dokter pengganti
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti
serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter
pengganti. Dokter pengganti harus diinformasikan kepada pasien.
40
Dokter harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan,
pengalaman, pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter
pengganti. Dokter pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang
digantikan atau ketua tim dalam asuhan medis.
6. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerja pada institusi pelayanan/ pendidikan kedokteran harus
mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.
Dokter penanggung jawab tim harus memastikan bahwa pasien atau keluarga
pasien mengetahui informasi tentang diri pasien akan disampaikan kepada seluruh
anggota tim yang akan memberi perawatan. Jika pasien menolak penyampaian
informasi tersebut, dokter penanggung jawab tim harus menjelaskan kepada pasien
keuntungan bertukar informasi dalam pelayanan kedokteran.
Jika seorang pasien belum dirujuk dari dokter umum kepada dokter spesialis,
dokter spesialis tersebut harus menanyakan kepastian pasien tersebut untuk
memberitahu dokter umumnya sebelum memulai terapi, kecuali dalam keadaan gawat
darurat atau saat keadaan yang tidak memungkinkan. Jika dokter spesialis tersebut tidak
memberitahu dokter umum yang merawat pasien tersebut, dokter spesialis tersebut
harus bertanggung jawab untuk menyediakan atau merencanakan semua kebutuhan
perawatan.
Pada kasus, dr.Rino telah melakukan komunikasi yang baik sehingga ibu Rini
yang tadinya tidak bersedia menjadi bersedia untuk membawa/ merujuk anaknya ke
RSUD Mandiri, yakni rumah sakit yang lebih berkompetensi dalam menangani kasus
apendisitis di daerah tersebut.
41
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni, Arlinda Sari. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga. USU Digital Library :
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Azrul Azwar, 1997, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga, Ed.2, IDI,
Jakarta.
http://www.dinkes.palembang.go.id/?nmodul=berita&bhsnyo=id&bid=136
42