Laporan Resmi Praktikum Kimia Analisis p3
-
Upload
wigati-nuraeni -
Category
Documents
-
view
162 -
download
5
Transcript of Laporan Resmi Praktikum Kimia Analisis p3
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
PERCOBAAN 3
ARGENTOMETRI
Disusun oleh :
1. Thea Widi Indiani G1F0110112. Iin Solihati G1F0110133. Imroatul Kanza AA. G1F0110174. Wigati Nuraeni G1F0110195. Agustianty Nur H. G1F0110
Asisten : Sofatul Azizah
Hari/Tanggal praktikum : Selasa, 6 November 2012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO2012
PERCOBAAN 3
ARGENTOMETRI
I. Tujuan
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi
pengendapan.
II. Alat dan Bahan
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet tetes, beaker glass,
buret, labu erlenmeyer, pipet volume, batang pengaduk, gelas ukur, statif dan klem,
corong, gelas piala, timbangan, kertas saring, batang pengaduk, dan spatula.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah KCl, indikator
K2CrO4, Vitamin B1 atau Tiamin HCL, AgNO3 0,096 N, akuades, indikator besi (III)
amonium sulfat, amonium tiosianat, asam nitrat encer, asam asetat 6%, KI, dan
indikator eosin.
III. Monografi bahan
1. AgNO3 (Perak Nitrat)
Nama resmi : Argenti nitras
Nama lain : Perak nitrat
RM : AgNO3
BM : 169,87
Perak Nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam gelap di atas silica
gel P selama 4 jam, mengandung tidak dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5 %
AgNO3. Pemerian perak nitrat, berupa hablur; tidak berwarna atau putih; bila
dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organic, menjadi berwarna abu-abu atau
hitam keabu-abuan. pH larutan lebih kurang 5,5.
Kelarutan, sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; agak sukar
larut dalam etanol; mudah larut dalam etanol mendidih; sukar larut dalam eter
(Anonim, 1995).
Kegunaan : sebagai indikator.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
(Anonim, 1995).
2. Kalium Klorida (KCl)
Nama resmi : Kalii Chloridum
Nama lain : Kalium klorida (KCl)
BM 74,55
Kalium Klorida mengandung tidak kuran dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% KCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian Kalium klorida, berupa hablur, bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak
berwarna, atau serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam; stabil di udara; larutan
bereaksi netral terhadap lakmus.
Kelarutan, mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; tidak larut
dalam etanol.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).
3. Natrium Klorida (NaCl)
Nama resmi : Natrii Chloridum
Nama lain : Natrium klorida
RM : NaCl
BM : 58,44
Natrium Klorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat
tambahan.
Pemerian, berupa hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa
asin.
Kelarutan, mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut
dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : sebagai sampel
4. Kalium Iodida (KI)
Nama resmi : KALII IODIDUM
Nama lain : Kalium iodida
RM : KI
BM : 166,00
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,5% KI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian, kalium iodide berupa hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna
atau agak buram dan putih atau serbuk granul putih; agak higroskopik. Larutan
menunjukkan reaksi netral atau basa terhadap lakmus.
Kelarutan, sangat mudah larut dalam air, terlebih larut dalam gliserin; larut dalam
etanol.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).
5. Vitamin B1
Nama resmi : Thiamini Hydrochloridum
Nama lain : Tiamin Hidroklorida
RM : C12H17CIN4OS.HCl
BM : 337,27
Tiamina Hidroklorida mengandung
tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C12H17ClN4OS.HCl, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
Hablur kecil atau serbuk hablur;putih;bau khas
lemah mirip ragi;rasa pahit. Mudah larut dalam air. Sukar larut dalam etanol (95%);
praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzene; larut dalam gliserol. Keasaman-
kebasaan pH larutan 1% b/v 2,7 sampai 3,4.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya. Khasiat dan
penggunaan sebagai antineuritikum ; komponen vitamin B kompleks. pH antara 2,7
dan 3,4.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim,
1995).
6. Asam Asetat (CH3COOH)
Nama resmi : Acidum Aceticum
Nama lain : Asam Asetat
RM : CH3COOH
BM : 60,05
Asam Asetat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37%
b/b C2H4O2.
Pemerian, asam asetat berupa cairan jernih, tidak berwarna; bau khas; menusuk; rasa
asam yang tajam.
Kelarutan, dapat bercampur dengan air, dengan etanol, dan dengan gliserol.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Anonim,1995).
7. Kalium Tiosianat (KSCN)
RM : KSCN
BM : 97,18
KCNS mengandung tidak kurang dari 99,0% KCNS, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
Pemerian, kalium tiosianat berupa hablur tidak berwarna, meleleh, basah.
Kelarutan, larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak P. Susut
pengeringan tidak lebih dari 0,2%.
Kegunaan : murni pereaksi. Merupakan pereaksi murni, mempunyai BM 97,18
(Anonim,1995).
8. Asam Nitrat Encer
Asam Nitrat (H N O 3) adalah sejenis cairan korosif
yang tak berwarna, dan merupakan asam beracun yang
dapat menyebabkan luka bakar. Cairan tak berwarna
dengan berat jenis 1.522 kg/m³, membeku pada suhu -
42 °C, membentuk kristal-kristal putih, dan mendidih
pada 83 °C.
9. Indikator Kalium Kromat
Nama resmi : Kalii Kromat
Nama lain : kalium kromat
RM : K2CrO4
BM : 194,2
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,larutan jernih. Kegunaan, sebagai
pereaksi. Pemerian : Massa hablur ,berwarna kuning. Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat (Anonim,1995).
10. Indikator Besi (III) Ammonium Sulfat
FeNH4(SO4)2.12H2O; BM 482,18. Kegunaan, sebagai pereaksi (murni
pereaksi) (Anonim,1995).
11. Indikator Eosin
BM : 691,16
RM : C20H6Br4Na2O5
Eosin kekuningan Y;Natrium Tetrabromo Fluoresein; Pemerian, eosin berupa serbuk
atau lempengan merah sampai merah kecoklatan.
Kelarutan, larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (Anonim,1995).
12. Aquades /air suling
Struktur : H-O-H
Nama resmi : Aqua Purificata
Nama lain : Air Murni
RM : H2O
BM : 18,02
Air murni merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.
Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum.
Tidak mengandung zat tambahan lain. Kelarutan : larut dalam etanol dan gliserin.
Kegunaan : sebagai pelarut.
Pemerian, berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Penyimpanan, dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
I. Data pengamatana. Penetapan kadar Kalium Klorida
Perlakuan Pengamatan
50 mg kalium klorida dilarutkan
dalam 25 mL aquades. Ditambahkan
indikator 0,5 mL kalium kromat
Dititrasi dengan larutan perak nitrat
dan diulang sebanyak 3 kali
Volume titran AgNO3
larutan berwarna kuning jernih
Terbentuk endapan merah dalam latar
belakang endapan putih
Labu I: 5,7 mL
Labu II: 5,6 mL
Labu III: 5,4 mL
b. Penetapan kadar Vitamin B1/ Tiamin HCl
Perlakuan Pengamatan
50 mg vitamin B1 dilarutkan dalam 10
mL aquades. Diasamkan dengan
nitrat encer dan ditambahkan 5 mL
AgNO3.
Ditambahkan indikator besi (III)
amonium sulfat
Dititrasi dengan kalium tiosianat dan
diulang sebanyak 3 kali
Volume titran kalium tiosianat
Larutan berwarna putih keruh
Larutan berwarna putih keruh
Terbentuk endapan berwarna merah
Labu I: 7,3 mL
Labu II: 7,1 mL
Labu III: 6,6 mL
c. Penetapan kadar Kalium Iodida
Perlakuan Pengamatan
50 mg Kalium Iodida dilarutkan
dalam 12,5 mL air, ditambahkan 1,5
mL asam asetat 6%, ditambahkan 2
Larutan berwarna merah tanpa
endapan
tetes indikator eosin.
Dititrasi dengan AgNO3 dan diulang
sebanyak 3 kali
Volume titran AgNO3
Larutan berwarna putih dan terbentuk
endapan merah
Labu I: 2,7 mL
Labu II: 2,15 mL
Labu III: 2,5 mL
II. PerhitunganA. Pembakuan AgNO3 0,1 N
Replikasi Volume titran1 2,95 ml2 3,1 ml3 2,8 ml
1. V1 . M1 = V2 . M2
2,95 . M1 = 5 . 8,5 .10-2
M1 = 0,144 2. V1 . M1 = V2 . M2
3,1 . M1 = 5 . 8,5 .10-2
M1 = 0,137 3. V1 . M1 = V2 . M2
2,8 . M1 = 5 . 8,5 .10-2
M1 = 0,151
x = M 1+M 2+M 3
3
=0,144+0,137+0,151
3=0,144 M
B. Pembakuan Kalium Tiosianat 0,1 N
Replikasi Volume AgNO3
1 30,5 ml2 30,7 ml3 31,0 ml
1. V1 . M1 = V2 . M2
30,5 . M1 = 0,144 . 25
M1 = 0,1182. V1 . M1 = V2 . M2
30,7 . M1 = 0,144 . 25M1 = 0,117
3. V1 . M1 = V2 . M2
31,0 . M1 = 0,144 . 25M1 = 0,116
x = M 1+M 2+M 3
3
=0,118+0,117+0,116
3 = =0,117 M
C. Penetapan kadar Kalium Klorida ( Metode Mohr )
Replikasi ml titran N titran1 5,7 0,1442 5,6 0,1443 5,4 0,144
1. Kadar 1 = mLtitran x N titran x BE
mg sampel x 100 %
=5,7 x 0,1 x74,5
50 x 100%
=122,3 %
2. Kadar 2 = mLtitran x N titran x BE
mg sampel x 100 %
=5,6 x 0,1 x74,5
50 x 100%
=120,2 %
3. Kadar 3 = mLtitran x N titran x BE
mg sampel x 100 %
=5,4 x0,1 x74,5
50 x 100%
=115,9 %
x = K 1+K 2+K 3
3
=122,3+120,2+115,9
3
=119,47 % bb
X x d [ ( x−x )] d2
122,3 119,47 2,83 8,008
120,2 119,47 0,73 0,532
115,9 119,47 3,57 12,744
∑ = 7,13 ∑ = 21,284
d=∑ d
n=
7,133
=2,37
SD=√∑ d2
n−1=√ 21,284
2=3,26
Jadi,kadar Kalium klorida adalah 119,47 % ± 3,26
D. Penetapan kadar Tiamin HCL ( metode Volhard )
Replikasi ml titran N titran1 7,3 0,1172 7,1 0,1173 6,6 0,117
1. Kadar 1 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5x 0,114 )−(7,3 x0,117)
50 x 327,36 x 100%
=53,62%
2. Kadar 2 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5 x 0,114 )−(7,1 x 0,117)
50 x 327,36 x 100%
=68,94%
3. Kadar 3 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5x 0,114 )−(6,6 x0,117 )
50 x 327,36 x 100%
=107,24%
x = K 1+K 2+K 3
3
=53,62+68,94+107,24
3
=76,6 % bb
X x d [ ( x−x )] d2
53,62 76,6 22,98 528
68,94 76,6 7,66 58,6
107,24 76,6 30,64 938,8
∑ =61,28 ∑ = 1525,4
d=∑ d
n=
61,283
=20,42
SD=√∑ d2
n−1=√ 1525,4
2=27,6
Jadi,kadar Tiamin HCl adalah 76,6 % ± 27,6
E. Penetapan kadar Kalium Iodida ( metode Faljans )
Replikasi ml titran N titran1 2,7 0,1442 2,15 0,1443 2,5 0,144
1. Kadar 1 = mLtitran x N titr an x BE
mg sampel x 100 %
=2,7 x0,1 x116
50 x 100%
=129,081 %
2. Kadar 2 = mLtitran x N titran x BE
mg sampel x 100 %
=2,15 x 0,1 x 116
50 x 100%
=102,787 %
3. Kadar 1 = mLtitran x N titran x BE
mg sampel x 100 %
=2,5 x 0,1 x 116
50 x 100%
=119,520 %
x = K 1+K 2+K 3
3
=129,081+102,787+119,520
3
=117,129 % bb
X x d [ ( x−x )] d2
129,081 117,129 11,952 142,85
102,787 117,129 14,342 205,69
119,520 117,129 2,391 5,71
∑ = 28,685 ∑ = 354,25
d=∑ d
n=
354,253
=118,08
SD=√∑ d2
n−1=√ 118,08
2=7,68
Jadi,kadar Kalium Iodida adalah 117,129% ± 7,68
V. Pembahasan
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990)
Titrasi argentometri adalah jenis titrasi dimana hasil reaksi titrasinya yaitu endapan
dan ion kompleks (garam yang sukar mengion), proses titrasi ini menggunakan larutan Perak
nitrat sebagai larutan standar. Dalam titrasi argentometri dikenal beberapa metode
berdasarkan pada indikator yang digunakan yaitu metode Mohr ( pembentukan endapan
berwarna), metode Volhard(penentuan zat warna yang mudah larut) dan metode
fajans(indicator adsorpsi) tetapi ada satu metode yang tidak menggunakan indicator yaitu
metode Guy lussac. Larutan perak nitrat harus dilindungi dari cahaya matahari, dan paling
baik disimpan dalam botol coklat. Hal ini dikarenakan perak nitrat mudah terurai atau
terdekomposisi oleh cahaya.
AgNO3 (aq) Ag2O (s) + HNO3(aq)
(Rivai, 1995).
Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya
didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (Skogg,1965)
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik
akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator
adsorbsi (Riskan,2010)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan
indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu
AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena
warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+. Titrasi Mohr terbatas untuk larutan
dengan nilai pH antara 6 – 10.
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan
dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang
terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH↔Ag2O+H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan
galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990).
b.Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag,
membentuk endapan putih
Ag+(aq) + SCN-
(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang
sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+
(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa
lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang
digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-
(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid
yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1986)
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula
indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan
krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar, 1990).
d.Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada
larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut menurut reaksi:
Ag2+ + 2CN- Ag(CN)2-
Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan
endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Secara
teoritis pada titik akhir kadar ion pera 1,38x10-8, tetapi pengendapan telah terjadi sebelum
titik ekuivalen. Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila
pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan serta tidak dapat
dilakukan pada keadaan larutan amoni alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks
Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan larutan kalium iodida
sehingga kekeruhan yang terjadi disebabkan oleh terbentuknya perak iodida. Cara seperti ini
disebut Oeniges (Mursyid dan Rohman, 2006).
a. Pembuatan dan pembakuan larutan perak nitrat 0,1 N
Hal yang dilakukan pertama kali dalam pembuatan larutan perak nitrat 0,1 N adalah menyiapkan labu ukur yang sudah dibersihkan sebelumnya. Selanjutnya ambil AgNO3 dan timbang dengan seksama sebanyak 8,5 gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades hingga larut, selanjutnya di diencerkan hingga volume larutan mencapai 500 ml. Lalu dikocok perlahan dengan cara membolak-balikkan labu ukur hingga larutan di dalam labu homogen.
Pembakuan perak nitrat dilakukan dengan menimbang Natrium Klorida P lebih kurang 125 mg yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 100-120o C. Natrium Klorida harus dikeringkan terlebih dahulu karena Natrium klorida bersifat sedikit higroskopik dan untuk kerja yang teliti perlu dipanaskan 250 – 350 ˚C selama 1 - 2 jam dan kemudian didiamkan mendingin dalam desikator. Untuk kerja yang teliti, serbuk tersebut harus dikeringkan pada suhu 500 – 600 ˚C kemudian dibiarkan mendingin dalam eksikator. Untuk kerja sehari - hari dengan kesalahan 0,1 % tidak diperlukan pemanasan tinggi dan cukup pada suhu 110 – 120 ˚C ( Fatah, 1982 ). Selanjutnya Natrium Klorida dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dilarutkan dalam 25 ml air kemudian tambahkan indikator kalium kromat 5% sebanyak 1 ml lalu dititrasi dengan perak nitrat 0,1 N hingga larutan yang sebelumnya
berwarna kuning menjadi warna coklat merah lemah. Prosedur diatas dilakukan sebanyak 3 kali sehingga didapat normalitas larutan baku perak nitrat sebesar 0,144 N yang dihitung menggunakan rumus:
Normalitas AgNO3 = mg NaCl
ml AgNO3 x BE NaCl
Reaksi yang terjadi : Ag+ + Cl- AgCl (s)
2 Ag+ + CrO4 Ag2CrO4 (s)
(Gandjar, 2009).
Fungsinya dalam percobaan ini yaitu sebagai larutan standar untuk
penetapan kadar klorida dan iodida dalam sampel. Standarisasi larutan AgNO3
dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis
argentometri. Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing
merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Larutan kemudian berubah
menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator. Penambahan
AgNO3 dilakuikan sampai titik akhir titrasi yaitu titik dimana indikator berubah
warna. Indicator yang digunakan adalah kalium kromat. Sehingga titik akhir titrasi
didapat saat indicator berubah warna menjadi warna merah dengan adanya
kelebihan ion Ag+. Reaksi yang terjadi :
Ag+ + Cl- AgCl
2Ag+ + CrO4- Ag2CrO4
b. Pembuatan dan pembakuan Kalium Tianat
Langkah pertama dalam percobaan pembakuan Kalium Tiosianat 0,1 N adalah membuat larutan baku Kalium Tiosianat yaitu dengan menimbang kalium Tiosianat sebanyak 3,8 gram kemudian dimasukkan ke dalam beker glass kecil untuk pengenceran sementara, untuk mempermudah pengenceran. Selanjutnya di masukkan ke dalam Labu ukur 500 ml, ditambah sampai mencapai batas garis, seanjutnya di kocok perlahan, dengan membolak balikan labu ukur hingga homogen.
Pembakuan kalium tiosianat dilakukan dengan langkah awal adalah menimbang 25 ml perak nitrat 0,1 N sebagai larutan standar karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi.yang di takar saksama, lalu di masukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan diencerkan dengan 50 mL air. Selanjutnya menambahkan 1 mL asam nitrat dan terakhir dititrasi dengan menggunakan larutan kalium tiosianat dan besi (III) ammonium sulfat sebagai indicator hingga terjadi perubahan warna coklat merah, Kalium tiosianat bereaksi dengan perak nitrat dalam reaksi asam nitrat menurut reaksi :
AgNO3 + CNS AgCNS + NO3
Karena asam nitrat pekat akan menghambat pembentukan kompleks besi (III) tiosianat, maka larutan asam nitrat yang ditambahkan pada reaksi kalium tiosianat dengan perak nitrat harus asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Asam nitrat juga harus bebas dari nitrit, karena asam nitrat dengan tiosianatmembentuk warna merah. Titik akhir ditunjukan dengan indicator besi (III) ammonium sulfat yang berwarna merah dengan kelebihan ion tiosianat. Suhu arutan supaya dijaga dibawah 250 C sebab warna merah dari besi tiosianat pada suhu tinggi warnanya menjadi pucat ( Fatah, 1982).
Tirasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan dari percobaan tersebut warna coklat merah yang dihasilkan volume titrannya sebnyak 30,5 : 30,7 : dan 31 mL.
c. Penetapan Kadar Kalium Klorida (Metode Mohr)
Pada praktikum kali ini ± 50 mg sampel dilarutkan dalam 25 ml akuades kemudian
dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,144 N dengan menggunakan indikator KCrO4 0,5 ml
hingga pertama kali terbentuk endapan warna merah dalam latar belakang endapan putih.
Percobaan ini dilakukan 3 kali replikasi. Replikasi pertama diperoleh ml titran = 5,7 ml
sehingga kadar KCl = 122,3%, replikasi ke 2 diperoleh ml titran = 5,6 ml sehingga kadar KCl
= 120,2%, dan replikasi ke 3 diperoleh ml titran = 5,4 ml sehingga kadar KCl = 115,9%. Dari
ketiga replikasi tersebut didapat kadar KCl rata-rata yaitu sebesar 119,47%.
Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan
indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan
ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk
endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada
pH dengan kisaran 7-10 disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh
sebab itu jika pH dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan
mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi
ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal
ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka
endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi
pengamatan titik akhir titrasi.
Gambar setelah ditritasi
d. Penetapan kadar vitamin B1
Penetapan kadar vitamin B1/Tiamin HCl menggunakan metode Volhard. Pada metode
Volhard indikator yang digunakan adalah besi (III) amonium sulfat dengan kalium
tiosianat(KSCN) sebagai titrannya.Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang
sampel dengan seksama kurang lebih seberat 50mg kemudian diencerkan/filarutkan dalam
10ml akuades. Fungsi dari penambahan air (aquadest) adalah digunakan sebagai pelarut,
karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun dan mempunyai koefisien suhu muai rendah.
Larutan selanjutnya diasamkan dengan asam nitrat encer. Fungsi penambahan asam nitrat ini
adalah untuk memberikan suasana asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan
dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat,
oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.Kemudian
ditambahkan 6,5 mL AgNO3 0,117 N. Fungsi penambahan AgNO3 adalah sebagai penghasil
ion Ag- yang akan bereaksi dengan titran. Setelah penambahan AgNO3 ini, akan terbentuk
endapan perak klorida berwarna putih yang disebabkan reaksi antara ion Ag+ dari AgNO3
dengan ion Cl- dari vitamin B1 (C12H17CIN4OS.HCl).
Reaksi : Ag+ + Cl- AgCl↓
Endapan yang terjadi kemudian disaring dan dicuci dengan air sampai tidak
mengandung klorida. Hal ini bertujuan untuk memperoleh ion Ag+ murni yang nantinya akan
bereaksi dengan titran. Larutan tanpa endapan kemudian dititrasi dengan kalium tiosianat
0,144 N menggunakan indicator besi (III) ammonium sulfat. Perak nitrat standar berlebih
yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan
titrasi kembali dengan tiosianat baku.
Titrasi dilakukan sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan
Ag, membentuk endapan putih.
Reaksi : Ag+(aq) + SCN-
(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang
sangat kuat warnanya (merah)
Reaksi: SCN-(aq) + Fe3+
(aq) ↔ FeSCN2+(aq) yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak
berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+
berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan
Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan
endapan AgX (Gandjar, 2010).
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-
(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya
melemah (warna berkurang).
Volume titran yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat yang selanjutnya digunakan dalam
perhitungan. Pada praktikum metode Volhard ini terjadi kesalahan yang cukup fatal karena
tidak dilakukan penyaringan terhadap endapan yang pertama terbentuk sehingga yang
dititrasi adalah larutan yang masih terdappat endapan perak klorida, bukan larutan Ag+. Hal
ini akan mempengaruhi terhadap penetapan kadar. Percobaan dilakukan 3 kali replikasi,
dengan volume titran yang dibutuhkan berturut-turut adalah 7,3 ml, 7,1 ml, dan 6,6 ml.
1. Kadar 1 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5x 0,114 )−(7,3 x0,117)
50 x 327,36 x 100%
=53,62%
2. Kadar 2 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5 x 0,114 )−(7,1 x 0,117)
50 x 327,36 x 100%
=68,94%
3. Kadar 3 = (V AgNO 3 x N AgNO 3 )−(V KCSN x N KCSN )
mg sampel x BE x 100 %
=(6,5x 0,114 )−(6,6 x0,117 )
50 x 327,36 x 100%
=107,24%
x = K 1+K 2+K 3
3
=53,62+68,94+107,24
3
=76,6 % bb
X x d [ ( x−x )] d2
53,62 76,6 22,98 528
68,94 76,6 7,66 58,6
107,24 76,6 30,64 938,8
∑ =61,28 ∑ = 1525,4
d=∑ d
n=
61,283
=20,42
SD=√∑ d2
n−1=√ 1525,4
2=27,6
Jadi,kadar Tiamin HCl adalah 76,6 % ± 27,6
Berdasarkan literature (Anonim, 1995) tiamin hidroklorida mengandung tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C12H17CIN4OS.HCl, dihitung terhadap zat anhidrat.
Sedangkan hasil yang diperoleh adalah 104,2%. Hasil ini kurang sesuai namun cukup
mendekati.
e. Penetapan kadar Kalium Iodida
1. Penetapan Kadar Kalium Iodida
Penetapan kadar kalium iodida menggunakan metode Fajans. Hal yang
dilakukan pertama kali adalah menimbang kalium iodida kurang lebih sebanyak 50
mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml air. Fungsi penambahan air adalah digunakan
sebagai pelarut untuk melarutkan sampel, karena mudah diperoleh, murah, tidak
beracun dan mempunyai koefisien suhu muai rendah (Tutus, 2010). Kemudian
ditambahkan 1,5 mL asam asetat 6%. Asam asetat 6% dibuat dengan cara menimbang
asam asetat sebanyak 6 gram kemudian di add sampai 100 ml dengan aquades.
Kemudian dititrasi dengan perak nitrat 0, 144 N dan ditambahkan 2 tetes indicator
eosin yang merupakan indikator adsorpsi hingga warna endapan yang terbentuk
berubah menjadi merah. Fungsi penambahan AgNO3 adalah sebagai penghasil ion Ag-
yang akan bereaksi dengan titran. Lalu replikasi sebanyak 3 kali.
Titrasi yang dilakukan pada penetapan kadar kalium iodida, menggunakan
indikator eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2-8 dan eosin
digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam
asetat digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena
indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan
larutan yang terlalu asam. Pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan
akuades dan asam asetat adalah tidak berwarna. Ketika ditambahkan indikator eosin
yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna orange. Saat dititrasi menggunakan
AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini
terbentuk karena reaksi antara ion I- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-
kelamaan warnanya berubah dari orange menjadi merah muda akibat dari penyerapan
ion l- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid dan menghasilkan endapan berwarna
merah.
Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + I-
(aq) ↔ AgI(s)↓ (putih)
Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan
yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan
titrant (ion Ag+) (Khopkar,1990).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan
dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap
ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan
I- juga negatif, maka I- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid
tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang
titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi
dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang
negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi
netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap
oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion I- dan
menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya
berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih (Harjadi,1990).
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak
diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator
adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak
terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat
(Harjadi,1990).
Berdasarkan literature kalium iodide mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 101,5% KI (Anonim, 1995). Sedangkan berdasarkan hasil percobaan,
didapatkan kadar Kalium Iodida sebesar 117,29 % . Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
kadar Kalium Iodida berdasarkan percobaan tidak sesuai dengan literature. Hal ini dapat
disebabkan karena kurang telitinya saat melakukan langkah kerja dan pengamatan.
VI. Kesimpulan Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4
metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans, Liebig.
Kadar Kalium klorida sebesar 119,47 % ± 3,26
Kadar Vitamin B1 sebesar 76,6 % ± 27,6
Kadar Kalium iodida sebesar 117,129% ± 7,68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim, 2012, Praktikum Argentometri Metode Mohr, http://landasanteori.blogspot.com/2012/03/praktikum-argentometri-metode-mohr.html, diakses pada tanggal 16 November 2012
Fatah A.M, dan Achmad Mursyidi. 1982. Volumetri dan Gravimetri . UGM Press:
Yogyakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis
Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia bekerja
sama Pustaka Pelajar
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida: Sounders College Publishing
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Penerbit UI Press.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia
Riskan. 2010. Argentometri. http:// http://riskan.wordpress.com diakses pada 15
November 2012
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.Jakarta :
Erlangga
Shevla, G. 1990. Analisis Organik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers
Gandjar, I.G. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada