LAPORAN PRAKTIKUM RJP

42
BAB I DASAR TEORI 1. Pengertian PPGD B-GELS atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian dan sebagai tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. 2. Tujuan Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (hudak dan gallo,1997). Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian di lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003). Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (Prolonged life support) adalah pengelolahan intensif pasca resusitasi, Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan 1

description

rjp

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

BAB I

DASAR TEORI

1. Pengertian PPGD

B-GELS atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Pertolongan Pertama Pada

Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan

pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian dan

sebagai tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap

memperhatikan kontrol servikal.

2. Tujuan

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera

sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (hudak dan gallo,1997). Tindakan resusitasi

ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian di

lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life support) yang bertujuan

untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).

Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi

yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (Prolonged life support) adalah pengelolahan

intensif pasca resusitasi, Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada

kecepatan dan ketepatan penolongpada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.

Tujuan utama resusitasi kardiopulmonar yaitu melindungi otak secara manual

dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam

daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat sangat

diperlukan dengan segera karena sel – sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak

terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3- 5 menit

(tjokronegoro, 1998). Kerusakan berupa kecacatan atau bahkan kematian.

3. Fase Resusitasi Jantung Paru

1

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Pembagian fase ini dimaksudkan agar memudahkan dalam latihan dan

mengingat tahap yang harus dilakukan. Perlu diperhatikan juga kesiapan penolong,

apakah mampu atau tidak dan lingkungan sekitar, perlu tidaknya menjauhkan pasien

atau penderita dalam lingkungan yang berbahaya. 

a. Fase I : Basic Life Support (BLS), yaitu prosedur pertolongan darurat dalam

mengatasi obstruksi jalan nafas, henti jantung dan bagaimana melakukan RJP

secara benar. Dalam fase ini terdiri dari langkah yang di A (airway), B

(breathing), C (circulation). 

- A (Airway)        : Menjaga jalan nafas tetap terbuka

- B (Breathing)    : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat

- C (Circulation)  : Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung

paru

b. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan

E (EKG).

- D ( drugs )  : Pemberian obat-obatan termasuk cairan.

- E ( EKG ) :Diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk

mengetahui fibrilasi ventrikel. 

c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS,

G (gauge), H (head), I (Intensive care).

- G ( Gauge )  : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita

secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian

mengobatinya.

- H (Head) : Pindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem

saraf dari kerusakan lebih  lanjut akibat terjadinya henti jantung,

sehingga dapat dicegah terjadinya neurologic yang permanen.

-  I (Intensive Care) : Perawatan intensif di ICU, yaitu : trakheostomi,

pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH,

pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika

terjadinya kejang.

Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur

awal pada pasien/korban, yaitu:

2

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

1. Memastikan keamanan lingkungan.  Aman bagi penolong maupun aman bagi

pasien/korban itu sendiri.

2. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong

3. Memastikan kesadaran pasien/korban.  Dalam memastikan pasien/korban dapat

menggunakan metode AVPU :

A –> Alert : memastikan kesadaran korban jika tidak sadar lanjut ke poin V

V –> Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di

telinga korban ( pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau

menyentuh pasien ), jika tidak merespon lanjut ke P

P –> Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah

adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu

dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga

areal diatas mata (supra orbital)

U –> Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak

bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive

4. Meminta pertolongan

Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta

pertolongan dengan cara : berteriak ”tolong !!!!”, pergunakan alat komunikasi

yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah

sakit). Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk

menelpon ambulans dengan memberitahukan :

a. Jumlah korban

b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)

c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( ex: lelaki muda atau ibu tua)

d. Tempat terjadi kegawatan ( alamat yang lengkap)

5. Bebaskan lah korban dari pakaian di daerah dada ( buka kancing baju bagian atas

agar dada terlihat)

Memperbaiki posisi pasien/korban.  Tindakan BHD yang efektif bila

pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada permukaaan yang rata/keras

dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup pasien/korban

3

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh

untuk mencegah cedera/komplikasi.

6. Mengatur posisi penolong. 

Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada saat

memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak

pergerakan.

7. Cek apakah ada tanda-tanda berikut :

a. Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)

b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda

motor)

c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher

8. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada

tulang belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya

karena disini tedapat syaraf-syaraf yg mengatur fungsi vital manusia (bernapas,

denyut jantung)

9. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pemeriksaan lanjut :

A : (AIRWAY) Jalan Nafas

1. Pemeriksaan Jalan Nafas

Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing.

Bila sumbatan ada dapat dibersihkan dengan teknik cross finger ( ibu jari

diletakkan berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban).

Cara melakukan teknik cross finger :

a. Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong

b. Letakkan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari

telunjuk pada gigi seri atas

c. Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut

pasien/korban.

d. Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang

menyumbat jalan nafas.

2. Membuka Jalan Nafas

4

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Pada pasien/korban tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan

epiglotis akan menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan

jalan nafas. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi

(Head tild Chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush

manuver).  

Cara melakukan tehnik Head tilt chin lift.

a. Letakkan tangan pada dahi pasien/korban

b. Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong

c. Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang

pasien/korban

d. Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara

bersamaan sampai kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.

Hal ini dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

Gambar 1. head tilt chin lift

Cara melakukan tehnik jaw thrust manuver

a. Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien/korban

b. Kedua tangan memegang sisi kepala pasien/korban

c. Penolong memegang kedua sisi rahang

5

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

d. Kedua tangan penolong menggerakan rahang ke posisi depan secara

perlahan

e. Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap terbuka

Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut

pada tulang belakang bagian leher pasien.

Gambar 2. jaw thrust manuver

10. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan

napas) dan Breathing (Pernapasan) pasien.

B : ( BREATHING) Bantuan Nafas

Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan

memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2

tahap :

1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas

Dengan cara :

- Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah

gerakan tersebut simetris.

- Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara

nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan

sebagian). 

- Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari

korban

6

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Gambar 3. breathing evaluation

11. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan

pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit). 

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :

a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan

napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah

pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut

(menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan

untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan

rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di

tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

Gambar 4. Cross Finger

7

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan

yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti

di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari

yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-

cairan).

Gambar 5. Finger Sweep

c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan

(edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head

tilt and chin lift atau jaw thrust saja.

12. Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka

dapat dilakukan :

a. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak

tangan daerah diantara tulang scapula di punggung

b. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu

menarik tangan ke arah belakang atas.

8

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Gambar 6. Heimlich Maneuver

c. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara

memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.

    Gambar 7.  Chest Thrust pada ibu hamil dan bayi

Listen :

- Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap

melakukan Look Listen and Feel.

- Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail

tentang nafas bantuan dibawah)

9

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

- Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas

buatan dibawah)

13. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukan permeriksaan nadi karotis yang

terletak di leher (periksa dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah

tenggorokan, lalu gerakkan jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher

(Sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi karotis selama 10 detik.

Gambar 8. Pengecekan nadi karotis

14. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E , figure F

pada bayi), diikuti dengan nafas buatan(figure A,B dan C),ulang sampai 6 kali

siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung.

Gambar 9. Pijat Jantung

10

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

15. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba

lakukan Look Listen and Feel lagi. jika tidak teraba ulangi poin 14.

16. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika

a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi

b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)

c. Bantuan sudah datang

d. Teraba denyut nadi karotis

17. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika

a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi

b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)

c. Bantuan sudah datang

d. Teraba denyut nadi karotis

18. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada

pasien :

a. Denyut nadi >100 kali per menit

b. Telapak tangan basah dingin dan pucat

c. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan

ujung kuku pasien dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa

lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)

19. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat

kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke

jantung

Gambar 10. Shock Position

11

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

20. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock

menghilang

21. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara

menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat

mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)

22. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look

Listen and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

4. Nafas Bantuan

Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan

frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per

menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga

total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).

1. Memberikan bantuan nafas

Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung,

mulut ke stoma    (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas

diberikan sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume

700 ml – 1000 ml (10 ml/kg atau sampai terlihat dada pasien/korban

mengembang. Konsentrasi oksigen yang diberikan 16 – 17 %. Perhatikan respon

pasien.

Prosedurnya :

1) Posisikan diri di samping pasien

2) Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain

sebagai pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan

penyakit – penyakit.

3) Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yang tadi digunakan untuk

head tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak

terbuang lewat hidung).

4) Mata memperhatikan dada pasien

5) Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong

12

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

6) Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah

dada pasien mengembang)

7) Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien

menghembuskan nafas keluar (ekspirasi)

8) Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali

normal

Cara memberikan bantuan pernafasan : 

i. Mulut ke mulut

Merupakan cara yang  cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong

tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan

hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.

Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung.

Gambar 11. Pemberian nafas dari mulut ke mulut

ii. Mulut ke hidung

Bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan,misalnya pasien/korban

mengalami trismus atau luka berat. Penolong sebaiknya menutup mulut

pasien/korban pada saat memberikan bantuan nafas. 

iii. Mulut ke stoma

13

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau

mengalami laringotomi.

Gambar 12. Pernafasan mulut ke stoma.

iv. Mulut ke masker

Teknik mulut ke masker lebih efektif dan lebih aman dibanding cara-cara

pernapasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker yang digunakan

mempunyai katup satu arah sehingga cairan maupun udara ekspirasi yang

keluar dari korban kecil kemungkinannya mengenai penolong. Masker

menutupi hidung dan mulut korban, sehingga tidak ada kontak/hubungan

langsung antara penolong dengan korban.

Gambar 13.Mulut ke masker

5. Pijat Jantung

Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke

seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak

teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan

pada algortima di atas)

C : (CIRCULATION)  bantuan sirkulasi

14

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Prosedur pijat jantung :

1. Posisikan diri di samping pasien.

2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest (tepat ditengah-tengah

dada)

Gambar 14. Posisi Tangan di dada Pasien

3. Posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar

          Gambar 15. Posisi tangan tegak lurus

15

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

4. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul

(hip joint)

5. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)

Gambar 16. Cara kompres dada

6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal

(seperti gambar kanan atas)

7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan

menghitung dapat dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :

Satu Dua Tiga Empat Lima SATU

Satu Dua Tiga Empat Lima DUA

Satu Dua Tiga Empat Lima TIGA

Satu Dua Tiga Empat Lima EMPAT

Satu Dua Tiga Empat Lima LIMA

8. Prinsip pijat jantung adalah :

a. Push deep

b. Push hard

c. Push fast

d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)

e. Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak

boleh diinterupsi).

16

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

D : (DEFIBRILATION)  terapi listrik 

Terapi dengan memberikan energi listrik dilakukan pada pasien/korban yang

penyebab henti jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah

ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi. Pada penggunaan orang awam tersedia AED.

Penilai ulang :

Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali : 

1. Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan

ratio 30 : 2 

2. Jika ada nafas dan denyut  jantung teraba letakkan korban pada posisi  sisi

mantap

3. Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas

sebanyak 12 kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat. 

6. Perlindungan Diri Penolong

Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus

senantiasa memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan

karena lingkungan, maupun karena bahaya yang disebabkan karena pemberian

pertolongan.

Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :

1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan

penolong dan pasien

2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan

napas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk

melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban

3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan

pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan

kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.

7. Airway Management (Pemeliharaan jalan napas) dengan Alat

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan

sempurna dan fasilitas tersedia.

17

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Peralatan dapat berupa :

a. Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),

pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.

Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan

nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang

yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar

Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,

menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan

b. Pengisapan benda cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan

dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk

mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring

maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu

berupa : laringoskop, alat pengisap dan alat penjepit.

d. Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi

Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal

tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk

petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau

trakeostomi.

e. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal

terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.

Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.

Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)

18

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

8. Spesifik Penolong yang dapat Memberikan RJP

1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)

Untuk orang awam yang tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang

dilakukan.

2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer)

Harus memberikan kompresi dada untuk pasien SCA ( sudden cardiac arrest )

dan dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan 30 : 2.

3. Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider)

Resusitasi yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang

lemas ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami

penurunan kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada

sebanyak 30 kali dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang

tidak  responsif atau tidak bernafas, asumsi SCA (Sudden Cardiac Arrest) selalu

dilakukan.

9. RJP pada situasi khusus

1. Tenggelam

Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah.

Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya

derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas,

secepat mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP

selama 5 siklus barulah seorang penolong mengaktifkan sistem emergensi.

Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak

direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta

memperlambat RJP.

2. Hipotermi

Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai

pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi

unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45

19

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat

hipotermi.

Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak

ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi

hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian

basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat.

10. Posisi sisi mantap (Recovery Position)

Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal

dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan

mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan

miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan

badan.

11. Pedoman Resusitas Jantung Paru

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima

tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini

adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara

Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.

1. Bukan lagi ABC, melainkan CAB

AHA 2010 (new)

“A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend

the initiation of chest compression before ventilation.”

AHA 2005 (old)

“The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for

normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles

of 30 chest compressions and 2 breaths.”

Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:

Airway, Breathing, Ciculation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas,

bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah

Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya

20

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir

(neonatus), karena penyebab tersering  pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan

diri dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan

untuk yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa

biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri

korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus menerima

kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas. 

2. Tidak ada lagi Look, Listen, and Feel

AHA 2010 (new)

“Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for

assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider

briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs

of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer

opens the victim’s airway and delivers 2 breaths.”

AHA 2005 (old)

“Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the

airway was opened.”

Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah

Bertindak bukan Menilai. Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak

sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda.

Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan

pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban

tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan

waktu. 

3. Tidak ada lagi Resque Breath

AHA 2010 (new)

“Beginning CPR with 30 compressions rather than  2 ventilations leads to

a shorter delay to first compression”

Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua

kali setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen,

and Feel). Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita

21

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi

dada.

4. Kompresi dada lebih dalam lagi

AHA 2010 (new)“The adult sternum should be depressed at least 2 inches

(5 cm)”

AHA 2005 (old)

“The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4

to 5 cm).”

Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 ½ –

2 inchi (4 – 5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan

kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm).

5. Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA 2010 (new)

“It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform

chest compressions at a rate of at least 100x/min.”

AHA 2005 (old)

“Compress at a rate of about 100x/min.”

AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada

sekitar 100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk

kompresi dada minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi

membutuhkan waktu 18 detik.

6. Hands only CPR

AHA 2010 (new)

“Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves

survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no

bystander CPR.”

AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun

2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih

melakukan Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan

mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak

terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan

22

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada

saran sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih

baik daripada tidak berbuat sama sekali.

7. Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)

AHA 2010 (new)

“Check for response while looking at the patient to determine if breathing is

absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only

gasping.”

AHA 2005 (old)

“Activated the emergency response system after finding an unresponsive

victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for

breathing or abnormal breathing.”

Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta

pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang

untuk memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah

dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada

nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.

8. Jangan berhenti kompresi dada

AHA 2010 (new)

“The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and

duration of interruptions in chest compressions may improve clinically

meaningful outcomes in cardiac arrest patients.”

Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke

otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti

terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah

kembali. AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita

bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai

keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut

ke mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip

Push Hard, Push Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption

masih ditekankan disini. Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation. 

23

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

9. Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure

AHA 2010 (new)

“The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.”

AHA 2005 (old)

“Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it

usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.”

Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan

nafas yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah

dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan

tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran

sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah

terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang

tidak terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.

10. Pemberian Precordial Thump

AHA 2010 (new)

24

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

“The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital

cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with

witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator

is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock

delivery.”

AHA 2005 (old)

“No recommendation was provided previously.”

Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat

mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan

tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil

mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau

kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat

banyak laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian

precordial thump seperti fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan

bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada korban dewasa dan anak-anak.

Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada

pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila

defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting

adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian RJP atau

defibrilasi. 

25

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

BAB II

PERTANYAAN DAN JAWABAN

PERTANYAAN

1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan

RJP ?

2. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai seseorang mengalami pingsan

setelah kecelakaan lalulintas ? Jelaskan.

3. Apa yang anda lakukan pada saat menjumpai seseoranf mengalami peristiwa

tertelan gigi tiruan jembatan? Jelaskan.

4. Apa gunanya metode back blow di bidang kedokteran gigi ?

5. Apa gunanya metode Heimlich Manuever di bidang kedokteran gigi ?

6. Apa gunanya metode Chest thrust di bidang kedokteran gigi ?

JAWABAN

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi memerlukan pengetahuan PPGD dan RJP

agar mahasiswa tersebut dapat memberikan pertolongan pertama apabila

terdapat kejadian yang tak terduga seperti pada saat ada pasien yang akan

dilakukan tindakan perawatan gigi namun tiba-tiba tidak sadarkan diri , pada

saat itu otomatis kita akan melakukan tindakakan PPGD dan RJP , sehingga

dapat memberikan pertolongan agar dapat mengembalikan fungsi jantung dan

sistem pernafasan secara sementara sampai adanya pertolongan lanjutan yang

lebih intensif untuk pasien tersebut serta ketika kita sedang berada di jalan atau

ditempat-tempat lain ketika ada seseorang yang mengalami kecelakaan atau

tidak sadar maka kita sebagai tenaga medis, kita mampu memberikan

pertolongan pertama dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.39

tahun 2007, dijelaskan bahwa salah satu lingkup kerja dokter gigi adalah

memberikan pelayanan darurat (Basic Emergency Care) yang terdiri dari BLS.

Selain itu, BLS ini sangat diperlukan di area pre-hospital maupun intra hospital.

26

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

2. Jika diketahui terdapat orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas pada

langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengecek kesadaran orang tersebut

dengan menggunakan metode AVPU. Kemudian mengecek pernafasan, pupil

mata dan denyut nadi. Kemudian jika pasien tersebut positif tidak sadarkan diri

maka dilakukan tindakan lanjutan yaitu RJP (Resositasi Jantung Paru).

Kemudian jika pasien tidak sadar dan tak dapat bernafas maka dapat dilakukan

prosedur pernafasan buatan atau pernafasan bantuan atau prosedur lainnya.

Namun sebelum melakukan hal tersebut, perlu diketahui bahwa kita harus

meminta ijin terlebih dahulu pada keluarga yang ada ditempat. Dan segera

menghubungi tim medis seperti ambulance.

3. Yang harus saya lakukan ketika saya menemukan gigi tiruan pasien yang

tertelan, maka saya akan melakukan tindakan pengecekan langsung dengan cara

cross-finger untuk membuka mulut, menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari

telunjuk tangan yang digunakan untuk chinlift, ibu jari mendorong rahang atas

ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Kemudian lihatlah benda

yang tersangkut tersebut, aabila masih dapat dijangkau dengan jari maka boleh

diambil sebisanya saja atau menggunakan metode black blow maneuver atau

heimlich maneuver jika gigi tiruan sudah tertelan mencapai abdomen.

4. Metode Back Blow diperlukan dalam dunia Kedokteran Gigi jika tiba-tiba

terdapat seorang pasien yang tersedak (gigi tiruan tertelan dan lain sebagainya),

sehingga jalan nafas dapat terbuka kembali setelah dilakukan metode tersebut.

5. Hemlich Manuever dilakukan jika Back Blow Manuever tidak berhasil

mengeluarkan benda yang tertelan. Metode heimlich maneuver dilakukan

penekanan pada ulu hati dan dilakukan apabila benda padat sudah tertelan sudah

sampai pada abdomen. Serta pertolongan ini dilakukan untuk membebaskan

jalan napas ketika terjadi henti napas pada bayi, anak, dan orang dewasa untuk

korban sadar dan tidak sadar.

6. Metode Chest Trust hampir sama dengan metode Hemlich, namun dari metode

ini terdapat perbedaan pada bagian penekanan dada yaitu pada bagian atas, dan

tindakan ini hanya dilakukan pada orang hamil, obesitas dan anak bayi.

27

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

Perlakuan ini untuk dapat membuka jalan nafas atau membebaskan nafas yang

tadinya terdapat hambatan tertentu.

28

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

BAB III

KESIMPULAN

RJP atau resusitasi kardiopulmonal adalah tindakan yang dilakukan pada orang

yang mengalami gangguan transport oksigenasi, baik yang diakibatkan karena

pernapasan berhenti maupun gangguan sistem sirkulasi.

RJP yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah RJP dengan prosedur standar

CAB, yaitu Circulation, Airway dan Breathing

RJP diberikan pada kondisi tertentu seperti henti jantung dan henti nafas, henti

nafas tanpa henti jantung atau henti jantung tanpa ditandai dengan henti nafas.

Gangguan transport oksigen karena berhentinya pernapasan diatasi dengan

melakukan  manouvere-manouver antara lain : membebaskan jalan napas, memeriksa

pernapasan, memberikan pijat jantung dan napas buatan dan pemeriksaan nadi karotis.

  Mahasiswa kedokteran gigi penting sekali memiliki pengetahuan tentang

PPGD dan RGP karena suatu saat ketika menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak

sadarkan diri ataupun dalam kondisi gawat darurat dan membutuhkan pertolongan

pertama, kita dapat langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan

jiwa pasien sebelum akhirnya diberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan korban.

29

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM RJP

DAFTAR PUSTAKA

Dobson, Michael B; alih bahasa, Adji Dharma. 1994. Penuntun Praktis Anestesi (at the

district hospital).Penerbit buku kedokteran  EGC. Jakarta.

Guyton and Hall. 2005. Text Book Medical Physiology. Elseiver Saunders: New York.

Parnaadji,Rahardyan,dkk.2012.Petunjuk Praktikum Fisiolog Blok Sistem Tubuh II Edisi

II.Jember : FKG Universitas Jember

Indriana,Tecky,dkk.2012. Petunjk Praktikum Fisiologi Blok Sistem Tubuh II Edisi

IV.Jember : FKG Universitas Jember

30