Laporan Praktikum Kuljatumb - Fix
-
Upload
primafauziah -
Category
Documents
-
view
96 -
download
6
Transcript of Laporan Praktikum Kuljatumb - Fix
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN DARI ORGAN DAUN
DAN PLUMULE TANAMAN KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan
Disusun oleh :
Khairunissa Nuril Aulia 140410080013
Fidyaningrum Anandita 140410080035
Prima Nanda Fauziah 140410080036
Dosen :
Dr. Titin Supriatun, M.S.
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran – Jatinangor
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu
contohnya adalah dengan perbanyakan secara vegetatif. Cara perbanyakan
vegetatif umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih cepat tumbuh. Dapat
tumbuhnya bagian terkecil dari tumbuhan menjadi individu baru karena tumbuhan
memiliki sifat mampu untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila
disekitar lingkungan tersebut sesuai. Sifat tumbuhan inilah yang kemudian
mencetuskan suatu metode perbanyakan tumbuhan secara vegetatif, yaitu dengan
kultur jaringan tumbuhan.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk
mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek
tidak mempunyai cadangan makanan. Kultur jaringan terus berkembang dari
mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus
berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Penggunaan
kultur jaringan mempunyai kelebihan, yaitu mampu memproduksi bibit yang
seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat.
Kultur jaringan sering dijadikan salah satu solusi sebagai metode
perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode
penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar.
Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi
nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini menyangkut
pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman
akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga,
pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui
sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan. Umumnya
1
bagian daun dan plumule tumbuhan yang sering diperbanyak dengan metode ini.
Oleh sebab itu, dilakukan kultur jaringan pada bagian daun dan plumule
tumbuhan kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).
1.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui bagian tanaman yang dapat ditanam dalam kultur
Mengetahui kalus yang tumbuh dalam kultur
1.3 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara pertama ini berjudul pembuatan larutan stock, media
tanam, dan sterilisasi dilaksanakan pada :
Waktu Praktikum : Kamis, 14 April 2011
Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultur Jaringan Tumbuhan
2.1.1 Kultur Jaringan Tumbuhan Secara Umum
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur
yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Dasar teori
yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann,
yang menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup
mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan
dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat
bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Supriatun,
2011).
2.1.2 Prinsip Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur
dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut
kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan
tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.
Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai
bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian
tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme
3
baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan
induknya (Gunawan, 1987).
2.1.3 Landasan Kultur Jaringan Tumbuhan
Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari
tanaman, yaitu:
1. Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh
dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengar benar
dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang
pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.
Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang
mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.
2. Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke
kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru
yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi
organ baru.
3. Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk
tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu. Cantohnya
embrioagenikali kompeten cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi
embrio funsional penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau
morfogenetikali tidak mempunyai kemampuan.
2.1.4 Manfaat dan Syarat Kultur Jaringan Tumbuhan
Keuntungan kultur jaringan adalah:
1. Perbanyakan massal
2. Tidak tergantung musim
3. Mendapatkan tanaman yang unggul
4. Mudah ditransportasi
5. Dapat menyimpan plasma nutfah
4
6. Mendapatkan bahan sekunder pada waktu yang relatif cepat
Tumbuhan yang memerlukan kultur jaringan adalah:
1. Tumbuhan yang perkecambahannya rendah
2. Tumbuhan hibrida
3. Tumbuhan tidak berbiji
4. Tumbuhan yang sulit berbiji
Kegunaan kultur jaringan adalah:
1. Perbanyakan klon yang mempunyai sifat unggul
2. Menghemat waktu yang relatif singkat
3. Perbaikan mutu dengan mengubah sifat genetisnya
4. Mendapatkan tanaman yang toleran
5. Mendapatkan tanaman yang bebas virus
2.1.5 Pelaksanaan Kultur Jaringan Tumbuhan
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan
pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri. Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu
istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang
umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro
yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi:
1. Persiapan media,
2. Isolasi bahan tanam (eksplan),
3. Sterilisasi eksplan,
4. Inokulasi eksplan,
5. Aklimatisasi, dan
6. Usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang.
5
Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni:
1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau
seedling.
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan
(sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan
eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan
media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya
eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan
pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding
selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi
somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun
interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman,
yakni: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen
(kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman
haploid
(Muslim, 2010).
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan berbagai prasyarat untuk
mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan membutuhkan nutrisi. Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukup
dan seimbang, antara satu dengan yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam
tanah dan udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan
menjadi dua, yaitu zat-zat organic (C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+.
Ca2+, dan lain-lain). Tumbuhan memerlukan makronutrien dan mikronutrien
dalam tumbuh dan berkembangnya. Makronutrien adalah nutrien berupa nutrisi
6
mineral yang diperlukan tumbuhan dalam konsentrasi yang relatif banyak (sebagai
unsur hara utama), yaitu C, H, O, P, K, N, S, Ca, Fe, Mg.
Adapun mikronutrien adalah nutrien berupa nutrisi mineral yang
diperlukan tumbuhan dalam konsentrasi yang relatif sedikit (unsur hara
pelengkap), yaitu Mn, Mo, Zn, Cu, B, Cl. Makronutrien dan mikronutrien ini
merupakan unsur essensial, karena kehadirannya tidak dapat digantikan oleh
unsur lain. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan
yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.
2.1.6 Media Kultur Jaringan Tumbuhan
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain.
2.1.6.1 Penggolongan Media Kultur Jaringan Tumbuhan
Ada tiga penggolongan media tumbuh, yaitu media padat, media setengah
padat, dan media cair.
1. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, gelatine, agarosa,
dan gelrite. Alasan digunakannya media padat adalah eksplan tidak tahan
terhadap air yang berlebih, eksplan kecil, mudah terlihat, dan bila kesplan
berupa kalus, tidak mudah pecah. Jumlah padatan yang diperlukan antara 7-11
gr per liter atau konsentrasi antara 0,6-10%. Jenis-jenis pemadat agar adalah
agar (bakto agar atau agar bahan kue), gelrite, silika gel, dan gelatin. Bahan
pemadat agar terbuat dari ganggang merah, mengandung polisakarida dan
umum digunakan untuk pemadat media, mudah didapat serta murah.
7
Kekurangan dari media padat adalah adanya kemungkinan pemadat
mengandung zat penghambat pertumbuhan, nutrisi terpolarisasi di permukaan
bawah yang tersentuh media, sehinggga terjadi polarisasi nutrisi, mudah
teroksidasi senyawa fenolik dari eksudat sehingga menyebabkaneksplan
berwarna coklat (browning).
2. Media setengah padat atau semi padat dilakukan pada hampir semua kultur
dengan menggunakan agar atau gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisikuntuk
eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik
yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak
keruh (dari ekstrak rumput laut). Gel ini membuat pengamatan kontaminan
atau perkembangan akar lebih mudah. Gel in juga memiliki kondisi fisik dan
kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada
persiapan media.
3. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat
tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Media ini
seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus
dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada
media perlu dilakukan untuk mendapatkam aerasi dan distribusi larutan hara
yang merata. Macam-macam cara dalam menggunakan media cair adalah (1)
melalui stationer (metode dari Heller), yaitu penyimpanan eksplan pada kertas
yang meresap yang dicelupkan pada media cair. Dapat digunakan
untukmengkultur jaringan yang tidak banyak menggunakan air, antara lain
eksplan apeks atau meristem. (2) melalui cara yang diputar, antara lain rotasi,
putaran peridok, dan shacking. Keuntungan memakai media cair adalah dapat
memperluas hubungan eksplan dengan media, terhindar dari polaritas nutrisi,
meningkatkan respirasi, melarutkan senyawa racun.
2.1.6.2 Komposisi Media Kultur Jaringan Tumbuhan
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda
komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.
8
Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi
unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Marlina,
2004).
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin
pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada
media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT
ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan
antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Soomro, 2003).
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan
parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan
berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun
pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa
dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan,
pembesaran sel, dan perkembangan jaringan (Lyndon, 1990).
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol
kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf (Ma’rufah, 2008). Untuk membuat media dengan jumlah zat
seperti yang ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara
tepat. Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang
dikehendaki. Pada umumnya untuk suatu keperluan, media yang telah dirumuskan
dapat diubah atau diperbarui, dengan mengganti zat-zat tertentu, atau menambah
zat lain. Untuk melakukan perubahan ini diperlukan acuan yang mantap atau
pengalaman (Ma’rufah, 2008).
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller
(1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-
9
LS (1965), Murashige dan Skoog MS (1962) serta woody plant medium-WPM
(Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen media kultur yang lengkap sebagai
berikut :
Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
Hara-hara makro dan mikro.
Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.
Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.
Zat pengatur tumbuh.
Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.
Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.
(Yuniastuti, 2008)
2.1.6.3 Kontaminasi Media Kultur Jaringan Tumbuhan
Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist adalah kontaminasi
mikroba pada kultur (baik bakteri maupun jamur). Dua cara dapat dilakukan untuk
mengurangi kontaminasi kultur, yaitu:
1. Metode fisik
Ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk
mengurangi ukuran populasi mikroba. Cara ini meliputi:
mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu
sebelum mulai kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan
diberi pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti dihindari.
Tabel berikut memperlihatkan populasi organisme mikro pada bunga tomat
yang dipelihara dalam kondisi yang berbeda. Pada saat memulai kultur
jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak akan dikulturkan segera
dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan yang merata untuk
membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk juga membuang
sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan dalam kultur.
Bahan tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit,
10
sampai beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya
dengan membuang jutaan mikroba ke drainase.
2. Metode Kimia
Metode ini dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl).
Kebanyakan lab menggunakan bleach (pemutih) seperti Bayclin, yang
mengandung 4% chlorine tersedia. 25 mL Bayclin yang dibuat menjadi 100
mL dengan penambahan air destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine
tersedia. Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang kecil
pada pH melebihi 8.0 dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi sekitar 6.0
dengan penambahan HCl (Behagel, 1971). Untuk meningkatkan kesuksesan
menggunakan chlorine, langkah berikut semestinya diikutsertakan:
Tambahkan deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa tetes Tween
20 atau Triton. Berikan sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat
dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe
lain. Goyang – goyangkan (agitasi) larutan klorine secara manual atau dengan
menggunakan shaker selama periode disinfestasi. Semua teknik tersebut akan
meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorine. Lama perlakuan dengan
larutan klorin yang diperlukan akan berbeda – beda, tergantung tipe dan
sensitivitas bahan tanaman. Setelah eksplan selesai di sterilisasi, eksplan perlu
dipotong supaya efektif dalam penanaman dan hasil yang diharapkan.
Pemotongan dan penanaman eksplan dilakukan di LAF untuk tetap menjaga
kondisi aseptiknya. Laminar air flow cabinet biasanya disteriliasi permukaan
dengan 70% alkohol (v/v). Meskipun alcohol asam (70% v/v, pH 2.0) mungkin
lebih efektif sebagai desinfektan, jarang digunakan karena memiliki efek
korosif pada permukaan logam. Semua alat dibenamkan pada larutan 70 – 80%
(v/v) ethanol dan dipanasi dengan lampu spiritus sebelum digunakan. Agar
aman, sebaiknya wadah yang mengandung alcohol untuk pemanasan (flaming)
diletakkan pada suatu wadah dengan dasar yang berat. Ini mencegah jatuhnya
wadah alcohol akibat tersenggol secara tidak sengaja yang dapat menyebabkan
kebakaran dalam laminar. Sebagai aturan umum, buanglah alkohol yang tersisa
pada beaker glass setelah melalukan pengkulturan (Anonim1, 2009).
11
2.2 Eksplan Pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Eksplan atau bahan tanam adalah bagian kecil jaringan atau organ yang
diambil/dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Ketepatan dalam
menyiapkan eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi
eksplan (Muslim,2010).
1) Deskripsi varietas tanaman sumber bahan eksplan. Dalam upaya menghasilkan
tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat dilakukan dengan
cara mengkondisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih terkendali,
misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam dalam
pot dan dipelihara secara optimal di dalam green house/net house.
2) Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan. Bagian tanaman yang dapat
dijadikan eksplan adalah ujung akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan
tepung sari. Faktor yang dimiliki eksplan itu sendiri yaitu ukuran, umur
fisiologis, sumber genotip dan sterilitas eksplan yang akan menentukan
berhasil tidaknya pengkulturan eksplan. Ukuran eksplan yang terlalu kecil
mempunyai daya tahan kurang dibandingkan dengan ukuran eksplan yang
lebih besar. Ukuran eksplan yang paling baik adalah antara 0,5 sampai 1 cm,
tetapi hal ini tidak mutlak pada semua eksplan, tergantung pada material
tanaman yang dipakai serta jenis tanaman. Umur fisiologis eksplan
berpengaruh terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman
yang masih muda yang meristematik (sel-selnya masih aktif membelah) lebih
mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga
bagian tanaman yang meristemik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan.
Yang termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan
pucuk axial. Bahan tanam dapat diambil dari tanaman dewasa, yaitu pada
bagian pucuk tanaman, daun atau umbi. Untuk eksplan dari daun, digunakan
daun yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan
dengan menyertakan ibu tulang daun, karena pada bagian ini lebih cepat
tumbuh kalus. Apabila bahan tanam (eksplan) berasal dari umbi, biasanya umbi
ditumbuhkan dulu tunasnya. Bagian tunas inilah yang dijadikan sebagai
eksplan, contohnya pada tanaman kentang. Biji dapat pula dijadikan sebagai
12
eksplan. Sebaiknya biji dipilih yang bersertifikat atau dipetik langsung dari
tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan sifatnya. Bagian-bagian
biji seperti embrio atau kotiledon dapat dijadikan sebagai eksplan, misalnya
pada tanaman paprika dan jarak. Atau biji dapat langsung ditanam pada media
agar contohnya biji anggrek.
3) Karakter bagian tanaman sebagai bahan eksplan. Pemilihan bagian tanaman
sebagai bahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada
dasarnya setiap bagian tanaman dapat dijadikan sebagai bahan eksplan, tetapi
dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbangkan
faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya. Bagian tanaman yang
banyak mengandung persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk
pertumbuhan, seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding
dengan bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang
berasal dari akar yang tumbuh di dalam tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah
seperti pucuk atau daun.
(Muthiah,2010)
Gambar 2.1. Eksplan
13
2.3 Kalus Pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel
jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus
pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960.
Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin
dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada
umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro
organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan
nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George &
Sherrington, 1984). Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri
Agrobacterium tumefaciens disebut tumor (Luri,2009).
Gambar 2.2. Kalus
Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang
diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat
memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang
renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari
potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan
kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular,
parenkhim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan
14
provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk
berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat
membentuk plantlet (Luri,2009).
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga
kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang
tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian
dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam
tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-
kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga-jingaan. (karena adanya pigmen
antosianin ini terdapat pada kalus kortek umbi wortel).
Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang
dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany (1977 dalam
Dodds & Roberts, 1983). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus
menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam
pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea,
buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai
contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan
sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat
dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid (Luri,2009).
Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu
penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah
pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk
menutupi luka yang terbuka. Namun pada kasus lain, menurut Kordan (1959
dalam Dodds & Robert, 1983) keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu
dapat menghambat pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh eksogen. Penambahan ZPT tersebut dapat satu macam atau lebih
tergantung dari jenis eksplan yang digunakan. Pembelahan sel di dalam eksplan
dapat terjadi tergantung dari ZPT yang digunakan, seperti auksin, sitokinin,
auksin dan sitokinin, dan ekstrak senyawa organik komplek alamiah.
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus,
jaringan tanaman digolongkan dalam 4 kelompok :
15
1. Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-
garam mineral untuk dapat membentuk kalus seperti umbi artichoke
2. Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam-
garam mineral
3. Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-
garam mineral seperti jaringan kambium
4. Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan garam-garam mineral
seperti parenkim dan xylem akar turnip.
Pada umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga
dari:
1. Umur fisiologi dari jaringan waktu diisolasi
2. Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi
3. Bagian tanaman yang dipakai
4. Jenis tanaman.
Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ
yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis
tanaman yang menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar, monokotil,
gymnospermae, pakis dan moss. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil,
kotiledon dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi
dan menghasilkan kalus. Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang
membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel
dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan perisfer yang membelah terus
menerus sedangkan sel-sel di tengah tetap quiscent. Faktor-faktor yang
menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas di lapisan luar dari jaringan
kalus, adalah :
1. Ketersediaan oksigen yang lebih tinggi
16
2. Keluarnya gas CO2
3. Kesediaan hara yang lebih banyak
4. Penghambat yang bersifat folatik lebih cepat menguap
5. Cahaya
Dalam mempelajari proses pembentukan kalus sebagai akibat perlakuan,
empat lapisan sel yang berbeda dalam wortel yang dikultur pada berbagai media.
Lapisan-lapisan sel yang berbeda terlihat jelas tiga hari setelah kultur terdiri :
1. Lapisan luar dengan sel-sel yang pecah
2. Lapisan kedua terdiri dari dua lapisan sel dorman
3. Lapisan dengan sel yang aktif membelah, terdiri dari 1-6 lapis
4. Lapisan tengah (core) yang sel-selnya tidak membelah.
Induksi kalus dalam jaringan wortel ini, disertai dengan aktifitas enzim-
enzim NAD-diaphorase succinic dehydrogenase dan cytochrome oxidase yang
meningkat. Kenaikan aktifitas enzim terutama dalam lapisan sel yang sedang
membelah. Dalam jaringan ini juga ditemukan aktifitas asam fosfatase. Pada
kultur artichoke, enzim fosfatase diditeksi pada permukaan sel-sel yang tidak
membelah. Menurut hipotesa Yeoman pada tahun 1970, asam fosfatase
berhubungan dengan sel rusak dan enzim ini adalah index autolysis sel. Pada sel
yang rusak tapi tidak pecah di lapisan perisfer, terjadi autolisis dan sel-sel yang
rusak tersebut mengeluarkan persenyawaan yang dapat memacu pembelahan sel
di lapisan berikutnya (Luri,2009).
Eksplan batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen dengan
berbagai macam sel. Kadang-kadang jaringan yang kelihatannya seragam
histologinya, ternyata menghasilkan kalus dengan sel yang mempunyai DNA
yang berbeda yang mencerminkan level ploidi yang berbeda. Begitupun pada
17
kultur akar kalus yang dihasilkan dapat berupa campuran sel dengan tingkat ploidi
yang berbeda.
Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi
sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh
menentukan komposisi kalus. Sel yang jumlahnya paling banyak merupakan sel-
sel yang paling cepat membelah dan sel yang paling sedikit adalah sel yang paling
lambat pertumbuhannya. Media seleksi dapat berdasarkan unsur-unsur hara atau
zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media (Luri,2009).
Sel heterogen berasal dari materi asal yang heterogen pula, atau dapat
terjadi karena massa kultur yang panjang melalui sub kultur yang berkali-kali.
Perubahan yang terjadi dapat merupakan :
1. Aberasi kromosom
2. endo-reduplikasi yang menghasilkan poloploidi
3. Amplifikasi gen, jumlah gen untuk suatu sifat tertentu per genome haploid
bertambah
4. Hilangnya suatu gen (deletion)
5. Mutasi gen
6. Transposisi urutan DNA (DNA sequences transposition).
Kecepatan perubahan-perubahan dalam kromosom ini, tergantung juga
dari macam media yang digunakan, serta jenis tanamannya. Ketidakstabilan
kromosom ini menyulitkan aplikasi kultur kalus untuk perbanyakan maupun
untuk produksi bahan-bahan/persenyawaan sekunder. Sebaliknya ketidak-stabilan
tersebut dapat dipergunakan dalam seleksi dan pemuliaan invitro, untuk
memperoleh sifat-sifat baru yang menguntungkan seperti resistensi terhadap
penyakit, hilangnya morfologi yang memang tidak diinginkan seperti duri atau
warna pada bunga.
18
Kalus yang tumbuh secara invivo pada batang tanaman biasanya disebut
dengan tumor, ciri-ciri tumor adalah sebagai berikut :
1. Terjadi penyakit yang infeksinya melalui luka (Crown gall disease)
2. Jaringan tumor yang terjadi dapat tumbuh terus, walaupun penyebabnya
yang berupa bakteri Agrobacterium tumefacien telah dihilangkan
3. Tumor ini bila ditumbuhkan pada media buatan tidak memerlukan auksin
maupun sitokinin. Ketidaktergantungan jaringan tanaman untuk tumbuh
dan terus membelah disebut habituation.
Massa kultur yang ditumbuhkan terlalu lama dalam media yang tetap,
akan menyebabkan terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air
dapat terjadi karena selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media
menguapkan air dari masa ke masa. Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara,
kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang
menghambat pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk menjaga kehidupan dan
perbanyakan yang berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu disubkulturkan
(Luri,2009).
Street (1969 dalam Dodds & Robert 1983) menyarankan massa sel yang
dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau seberat 20-
100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur
sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat
untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus. Massa
kalus ada 2 macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila massa
kalus remah maka pemindahan kalus cukup dilakukan dengan menyendok kalus
dengan spatula atau skapel langsung disubkultur ke media baru. Namun bila kalus
kompak mesti dipindah ke petridish steril untuk dipotong-potong dengan skapel
baru disubkultur ke media baru. Kalus yang sudah mengalami nekrosis
(pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak akan tumbuh dengan
baik (Luri,2009).
19
Gambar 2.3. Pertumbuhan Kalus menjadi Tanaman
2.4 Daun Pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang,
umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai
penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan
organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena
tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan
energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia (Anonim3,
2011). Daun merupakan modifikasi dari batang, merupakan bagian tubuh
tumbuhan yang paling banyak mengandung klorofil sehingga kegiatan fotosintesis
paling banyak berlangsung di daun (Anonim4, 2000).
Bentuk daun sangat beragam, namun biasanya berupa helaian, bisa tipis
atau tebal. Gambaran dua dimensi daun digunakan sebagai pembeda bagi bentuk-
bentuk daun. Bentuk dasar daun membulat, dengan variasi cuping menjari atau
menjadi elips dan memanjang. Bentuk ekstremnya bisa meruncing panjang. Daun
20
juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya pada kaktus), dan berakibat daun
kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik. Daun tumbuhan sukulen atau
xerofit juga dapat mengalami peralihan fungsi menjadi organ penyimpan air.
Daun tua telah kehilangan klorofil sebagai bagian dari penuaan. Warna hijau pada
daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil adalah senyawa pigmen
yang berperan dalam menyeleksi panjang gelombang cahaya yang energinya
diambil dalam fotosintesis. Sebenarnya daun juga memiliki pigmen lain, misalnya
karoten (berwarna jingga), xantofil (berwarna kuning), dan antosianin (berwarna
merah, biru, atau ungu, tergantung derajat keasaman). Daun tua kehilangan
klorofil sehingga warnanya berubah menjadi kuning atau merah (dapat dilihat
dengan jelas pada daun yang gugur).
Fungsi daun adalah sebagai berikut:
1. Tempat terjadinya fotosintesis. Pada tumbuhan dikotil, terjadinya
fotosintesis di jaringan parenkim palisade. sedangkan pada tumbuhan
monokotil, fotosintesis terjadi pada jaringan spons.
2. Sebagai organ pernapasan. Di daun terdapat stomata yang befungsi sebagai
organ respirasi (lihat keterangan di bawah pada Anatomi Daun).
3. Tempat terjadinya transpirasi. Tempat terjadinya gutasi.
4. Alat perkembangbiakkan vegetatif. Misalnya pada tanaman cocor bebek
(tunas daun).
(Anonim3, 2011)
Anatomi daun dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar daun, ada epidermis atas dan
epidermis bawah, untuk mencegah penguapan yang terlalu besar, lapisan
epidermis dilapisi oleh lapisan kutikula. Pada epidermis terdapat
stoma/mulut daun, stoma berguna untuk tempat berlangsungnya pertukaran gas
dari dan ke luar tubuh tumbuhan.
21
2. Parenkim/Mesofil Daun
Parenkim daun terdiri dari 2 lapisan sel, yakni palisade (jaringan pagar)
dan spons (jaringan bunga karang), keduanya mengandung kloroplast. Jaringan
pagar sel-selnya rapat sedang jaringan bunga karang sel-selnya agak renggang,
sehingga masih terdapat ruang-ruang antar sel. Kegiatan fotosintesis lebih aktif
pada jaringan pagar karena kloroplastnya lebih banyak daripada jaringan bunga
karang.
3. Jaringan Pembuluh
Jaringan pembuluh daun merupakan lanjutan dari jaringan batang, terdapat
di dalam tulang daun dan urat-urat daun.
Gambar 2.4. Penampang Daun
(Anonim4, 2000)
Namun, secara khusus anatomi daun adalah sebagai berikut :
1. Epidermis. Jaringan ini terbagi menjadi epidermis atas dan epidermis
bawah, berfungsi melindungi jaringan yang terdapat di bawahnya.
2. Jaringan mesofil. Jaringan Tiang, jaringan ini mengandung banyak
kloroplas yang berfungsi dalam proses pembuatan makanan
22
3. Jaringan bunga karang. Disebut juga jaringan spons karena lebih berongga
bila dibandingkan dengan jaringan palisade, berfungsi sebagai tempat
menyimpan cadangan makanan.
4. Berkas pembuluh angkut. Terdiri dari xilem atau pembuluh kayu dan
floem atau pembuluh tapis, pada tumbuhan dikotil keduanya dipisahkan
oleh kambium. Pada akar, Xilem berfungsi mengangkut air dan mineral
menuju daun. Pada batang, xilem berfungsi sebagai sponsor penegak
tumbuhan. Floem berfungsi mentransfor hasil fotosintesis dari daun ke
seluruh bagian tumbuhan.
5. Stomata. Stoma (jamak: stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma
mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis,
mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Stoma ibarat hidung kita
dimana stoma mengambil CO2 dari udara dan mengeluarkan O2,
sedangkan hidung mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Stoma terletak
di epidermis bawah. Selain stoma, tumbuhan tingkat tinggi juga bernafas
melalui lentisel yang terletak pada batang.
2.5 Plumula Pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Gambar 2.5. Penampang Biji
(Anonim5, 2000)
23
Plumula merupakan bakal calon batang yang tumbuh selama masa
perkecambahan. Fungsinya adalah sebagai bagian tanaman yang akan mengalami
perkembangan ke atas untuk membentuk batang dan daun (Anonim4, 2010).
Plumula adalah bakal daun-mangrove yang terletak di bagian paling ujung,
pasangan daun teratas. Kalau saja Anda jeli, dalam setiap kali program
penanaman mangrove selesai dilakukan, di saat daun-daun bibit mangrove mulai
layu dan merontokkan dedaunannya, Plumula inilah yang masih hijau, hidup dan
tetap bertahan. Plumula, memang ditakdirkan sebagai pasangan daun terakhir,
sekaligus indikator bagi hidupnya bibit-bibit mangrove yang telah ditanam.
Plumula adalah juga bakal daun yang bertugas menyelamatkan daya regenerasi
mangrove agar keberadaannya terus bisa bertahan dan tetap eksis di muka bumi
ini (Anonim6, 2008).
2.3 Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Kacang merah berasal dari daerah neotropical dengan sedikitnya dua pusat
domestikasi: Amerika Tengah (Mexico, Guatemala) untuk yang berbiji kecil dan
Amerika Selatan (sebagian besar Negara Peru) untuk yang berbiji besar. Di waktu
post-Columbian, kacang merah tersebar di seluruh Amerika. Orang-orang Spanyol
membawa benih ke seberang Pasifik menuju Filipina dan dari sana ke Asia,
terutama Jawa dan Myanmar, dan ke Mauritius (Nofiani, 2011).
Pembudidayaan tanaman kacang merah di Indonesia telah meluas ke
berbagai daerah. Pada umumnya, kacang merah ditanam pada musim kemarau,
karena pada musim penghujan tanaman akan londot. Hal ini di karenakan terlalu
banyak air yang diserap. Pada musim kemarau pun penyiraman tanaman juga
harus diperhatikan, misalnya penyiraman 2 hari sekali.
2.3.1 Morfologi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Kacang merah ada yang berupa tanaman semak yang tegak dan ada yang
merambat di para-para. Kacang merah dapat mencapai tinggi sekitar 3,5 - 4,5
meter, tumbuhnya memerlukan penyangga. Pengembangbiakannya dapat
24
dilakukan dengan bijinya dan juga diperlukan tanah yang baik. Kacang merah
akan dapat tumbuh baik di daerah basah atau dingin pada ketinggian 1400-2000
meter dari permukaan laut dan dipanen 6 bulan setelah penanaman.
Tanaman kacang merah ini biasanya tumbuh melilit pada batang bambu.
Daun majemuk, beranak daun tiga, daun berbentuk jorong. Perbungaan tandan di
ketiak dengan panjang hingga 15 cm, dengan banyak buku dan bunga. Sayap
bunga berwarna putih kekuningan atau ungu sedangkan lunasnya berwarna putih
atau kadang-kadang berwarna lain. Polong lonjong, pipih, berkulit keras bila tua,
pada umumnya melengkung kadang-kadang dengan bentuk mengait pada bagian
atasnya, berisi 4-5 biji. Bentuk, ukuran dan warna biji beragam, ada yang
berbentuk mengginjal, membelah ketupat atau membundar. Warna seragam atau
loreng, putih, hijau, kuning, coklat, merah, hitam atau ungu. sering terdapat garis
melintang yang keluar dari hilum.
Kacang merah dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu kacang merah
yang tumbuhnya kerdil dan kacang merah yang tumbuh memanjang. Warna
bijinya merah dan bertotol-totol merah tua. Buahnya berwarna kuning, jika masih
muda berwarna hijau dan kadang-kadang berwarna merah. Jika sudah tua berubah
menguning, mengering, dan siap panen. Buahnya yang berbentuk polong
memanjang, hanya sedikit lebih panjang bila dibandingkan dengan buncis. Dalam
satu polong ada 2-3 biji kacang merah. Bentuk kacang merah yang masih utuh
sama dengan kacang buncis, baik daun, bunga maupun bentuk polongnya.
Kacang merah akan berbunga pada panjang hari 9-18 jam dan untuk tipe
berhari pendek memerlukan panjang hari terendah antara 11-12,3 jam untuk
inisiasi bunga. Temperatur optimum antara 16 hingga 27 ° C. Curah hujan normal
tahunan adalah 900-1500 mm tetapi dapat toleran dengan sedikitnya 500-600 mm
dalam satu musim penanaman. Kacang ini tumbuh di dataran rendah tropis dan
area subtropis tetapi dapat tumbuh hingga ketinggian 2000-2500 m. Kacang
merah menyukai lahan beraerasi dan berdrainase baik dengan pH 6,0-6,8.
Beberapa kultivar tahan terhadap lahan asam dengan pH serendah-rendahnya 4,4.
25
2.3.2 Klasifikasi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Kingdom Plant
Divisio Spermatophyta
Sub divisio Angiospermae
Clas Dicotyledonae
Sub Clas Calyciflorae
Ordo Rosales (Leguminales)
Famili Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili Papilionoideae
Genus Phaseolus
Spesies Phaseolus vulgaris L.
2.3.3 Kandungan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Pada umumnya kacang merah sering dikonsumsi oleh masyrakat
pedesaan, karena pada musim kemarau para petani lebih memilih menamam
kacang merah daripada tanamamn yang lain karena lebih efisien. Selain itu
penanamannya juga tidak terlalu sulit. Asal kita sabar dan terampil dalam
merawatnya kita akan dapat hasil yang memuaskan.
Kacang merah memiliki kandungan gizi yang sangat baik, hal ini sangat
menguntungkan bagi kesehatan tubuh manusia apalagi jika diolah secara baik dan
benar. Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati, karbohidrat
kompleks, serat, vitamin B, folasin, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Folasin
adalah zat gizi esensial yang mampu mengurangi resiko kerusakan pada pembuluh
darah. Kacang merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dengan syarat
struktur tanahnya gembur. Struktur tanah yang gembur dapat mempermudah akar
tanaman menjalar mencari sumber hara yang terkandung dalam tanah. Tanah yang
paling sesuai untuk penanaman kacang merah ini yaitu tanah gembur, subur, baik
salirannya dan pH 5,5 – 6,8.
Kacang merah tergolong makanan nabati kelompok kacang polong
(legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan
26
kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean,
kacang adzuki (kacang merah kecil), dan kidney bean (kacang merah besar).
Kandungan nutrisi kacang merah juga luar biasa kaya. Kacang merah kaya akan
asam folat, kalsium, karbohidrat kompleks, serat, dan protein yang tergolong
tinggi. Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang
merah membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kadar indeks
glikemik kacang merah juga termasuk rendah sehingga menguntungkan penderita
diabetes dan menurunkan risiko timbulnya diabetes.
Kandungan protein dan profil asam amino dalam 100 gr kacang merah
(kidney bean) dari yang terbanyak adalah asam glutamat (1323 mg), asam aspartat
(1049 mg), leucine (693 mg), lysine (595 mg), arginine (537 mg), serine (472
mg), phenylalanine (469 mg), valine (454 mg), isoleucine (383 mg), proline (368
mg), threonine (365 mg), alanine (364 mg), glycine (339 mg), dan lain-lain
sisanya di bawah 300 mg.
Gambar 2.2. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
27
2.3.4 Manfaat Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Kacang merah biasa dikonsumsi ketika sudah benar-benar masak berupa
kacang kering. Di Indonesia, kacang merah kering umumnya dimasak menjadi
bubur, sup atau campuran sayur, nasi tim atau es. Kacang merah juga sering
dimasak menjadi selai manis yang digunakan sebagai pengisi beberapa kue seperti
bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki, donat isi, dan lain-lain.
Melihat berbagai kandungan nutrisi kacang merah diatas, maka dapat
diuraikan berbagai manfaatnya, yaitu :
o Mencegah kolesterol jahat dan memperlancar pencernaan (anti sembelit).
Kandungan fibernya yang tinggi difermentasi dalam usus besar dan
menghasilkan asam-asam lemak rantai-pendek, yang dapat menghambat
sintesis kolesterol hati. Belum lagi kandungan Omega-3 dan Omega-6 juga
akan sangat membantu;
o Mencegah resiko diabetes karena kandungan karbohidrat kompleknya
berglikemik indek rendah dan termasuk lamban cerna;
o Membantu pematangan sel darah merah, membantu sintesa DNA dan RNA,
serta menurunkan level homosistein dalam pembuluh arteri (sehingga
mengurangi resiko penyakit jantung) dengan kandungan folat dan vitamin
B6;
o Membantu program diet karena fibernya akan membuat Anda merasa
kenyang dan kalorinya juga sangat rendah. Apalagi kandungan protein
nabatinya akan bermanfaat untuk perkembangan massa otot tubuh;
o Menjaga fungsi sistem syaraf, metabolisme karbohidrat, dan mencegah
penyakit beri-beri dengan kandungan thiamin;
o Membantu proses metabolisme asam amino, asam lemak, lipid,
glukoneogenesis, sintesis neurotransmitter, sintesis histamine, sintesis dan
fungsi haemoglobin serta menjaga kesehatan kulit dengan kandungan
vitamin B6;
o Membantu proses pembekuan darah pada luka
28
o Membantu pembentukan komponen utama sel-sel darah merah,
pembentukan enzim, pembentukan tulang, mencegah resiko anemia (darah
rendah) dengan kandungan zat mineral zinc, besi, dan tembaga
(Anonim2, 2011)
29
BAB III
ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA
3.1 Alat Praktikum
Alumunium Foil, Botol Kultur, Bunsen, LAFC Lengkap, Petridish, Pinset
Kecil dan Besar, Pisau Pemes, Spidol dan Tissu.
3.2 Bahan
Agrept dan Dithane, Alkohol 70%, Akuades Steril, Chlorox (Sunclin),
Eksplan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), dan Spirtus
3.3 Cara kerja
a. Penanaman Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
b. Persiapan eksplan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
c. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
Eksplan di sterilakan dengan cara direndam pada air yang diberi
detergen slama 10 menit
Dibilas akuades 3 kali
Kemudian direndam pada alkohol 70% selama 3 menit
Selanjutnya direndam dengan chlorox (sunclin) selama 3 menit,
Lalu masukan ke dlm LAF, UV selama 30 menit.
Kemudian eksplan dicuci dengan akuades di LAF kmudian tanam
eksplan dengan menanam bagian daun dan plumula tanaman yang
telah disiapkan.
d. Penanaman eksplan
Membuka alumunium foil penutup botol media kultur.
30
Mengambil eksplan (daun atau plumule) dan menanamnya di
media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu
dibakar diatas api.
Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api
untuk menghindari kontaminasi.
e. Pemeliharaan
Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan
cahayanya.
Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus untuk mencegah
kontaminasi.
f. Pengamatan selama 45 hari, meliputi
Saat muncul akar,tunas,daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Pertumbuhan Daun dan Plumule
No Hari Ke -
Terjadi Pertumbuhan Kalus (√) pada botol /
Tidak terjadi pertumbuhan (-) pada Botol
Ket.1
(D)
2
(D)
3
(D)
4
(P)
5
(D)
6
(D)
7
(P)
1 0 - - - - - - -
2 1 - - - - - - -
3 2 - - - - - - -
4 3 - - - - - - -
5 4 - - - - - - -
6 5 - - - - - - -
7 6 - - - - - - -
8 7 - - - - - - -
9 8 - - - - - - -
10 9 - - - - - - -
11 10 √ - - √ - - √
12 11 √√ - - √√ - - √√
13 12 √√ - - √√ - - √√
14 13 √√ - - √√ - - √√
15 14 √√ - - √√ - - √√
16 15 √√ - - √√ - - √√
17 16 √√ - - √√ - - √√
18 17 √√ - - √√ - - √√
19 18 √√√ - - √√√ - - √√√
20 19 √√√ - - √√√ - - √√√
32
21 20 √√√ - - √√√ - - √√√
22 21 √√√ - - √√√ - - √√√
23 22 √√√ - - √√√ - - √√√
24 23 √√√ - - √√√ - - √√√
25 24 √√√ - - √√√ - - √√√
26 25 √√√ - - √√√ - - √√√
27 26 √√√ - - √√√ - - √√√
28 27 √√√ - - √√√ - - √√√
29 28 √√√ - - √√√ - - √√√
30 29 √√√ - - √√√ - - √√√
31 30 √√√ √ - √√√ - - √√√
32 31 √√√ √ - √√√ - - √√√
33 32 √√√ √ - √√√ - - √√√
34 33 √√√ √√ - √√√ - - √√√
35 34 √√√ √√ - √√√ - - √√√
36 35 √√√ √√ - √√√ - - √√√
37 36 √√√ √√ - √√√ - - √√√
38 37 √√√ √√ - √√√ - - √√√
39 38 √√√ √√ - √√√ - - √√√
40 39 √√√ √√ - √√√ - - √√√
41 40 √√√ √√ - √√√ - - √√√
42 41 √√√ √√ - √√√ - - √√√
43 42 √√√ √√ - √√√ - - √√√
44 43 √√√ √√ - √√√ √ - √√√
45 44 √√√ √√ - √√√ √ - √√√
46 45 √√√ √√ - √√√ √ - √√√
*Catatan : D = Daun, P = Plumule
(Waktu pengamatan : 14 April 2011 s.d 28 Mei 2011)
Keterangan : (√) : Muncul Kalus
(√√) : Kalus Banyak
(√√√) : Kalus Sangat Banyak
33
4.2 Pembahasan
Praktikum kultur jaringan tumbuhan ini bertujuan untuk mengetahui
bagian tanaman yang dapat ditanam dalam kultur dan mengetahui kalus yang
tumbuh dalam kultur. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium dalam keadaan
steril untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada bagian tanaman yang akan
dikulturkan.
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur
yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap
(Supriatun,2011). Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan
tumbuhan secara vegetatif. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi.
Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak
karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena
itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang
sama persis dengan induknya (Gunawan, 1987).
Tanaman Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) digunakan sebagai objek
pada praktikum kultur jaringan tumbuhan ini. Hal ini disebabkan karena kacang
merah merupakan tanaman yang mudah didapatkan dan memiliki kemampuan
totipotensi yang cukup tinggi karena tanaman ini memiliki karakteristik hidup
yang kuat.
Pada umumnya kacang merah sering dikonsumsi oleh masyrakat
pedesaan, karena pada musim kemarau para petani lebih memilih menamam
kacang merah daripada tanamamn yang lain karena lebih efisien. Selain itu
penanamannya juga tidak terlalu sulit.
Kacang merah tergolong makanan nabati kelompok kacang polong
(legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan
kacang uci. Kacang merah akan berbunga pada panjang hari 9-18 jam dan untuk
tipe berhari pendek memerlukan panjang hari terendah antara 11-12,3 jam untuk
34
inisiasi bunga. Temperatur optimum antara 16 hingga 27 ° C. Curah hujan normal
tahunan adalah 900-1500 mm tetapi dapat toleran dengan sedikitnya 500-600 mm
dalam satu musim penanaman. Kacang ini tumbuh di dataran rendah tropis dan
area subtropis tetapi dapat tumbuh hingga ketinggian 2000-2500 m. Kacang
merah menyukai lahan beraerasi dan berdrainase baik dengan pH 6,0-6,8.
Beberapa kultivar tahan terhadap lahan asam dengan pH serendah-rendahnya 4,4.
Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung.
Syarat-syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang
sesuai, keadaan yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang
sesuai. Komposisi media yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi
keberhasilan dari kultur jaringan.
Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah eksplan tanaman
kacang merah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu bagian dari plumula dan daun yang
masih muda yaitu bagian bawah yang merupakan jaringan meristematik atau
jaringan yang masih terus aktif membelah. Hal ini mengacu pada salah satu
konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan
harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan plumula dan bagian bawah dari
daun yang masih muda ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih
juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif
membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan
sel yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.
Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan
memotong-motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan deterjen selama
10 menit yang merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi
dari bakteri selama proses penanaman dan pengembangan kultur kacang merah
(Phaseolus vulgaris L.). Setelah di rendam selama 10 menit, eksplan diangkat dan
dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah itu eksplan kembali direndam
dalam alkohol 70% selama 3 menit dan kemudian di rendam ke dalam chlorox
(sunclin) selama 3 menit dan dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah
disterilisasi dengan chlorox bagian dari eksplan yang bersentuhan atau berkontak
langsung dengan chlorox harus dihilangkan karena bagian-bagian yang berkontak
35
langsung dengan chlorox sel-selnya akan mati dan tidak akan tumbuh jika
dikulturkan.
Dalam media untuk menumbuhkan eksplan kacang tanah (Phaseolus
vulgaris L.) terlebih dahulu ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol
Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori
hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur jaringan yaitu sebagai
hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses
morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis
dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman. Dalam hal ini IBA
berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan dalam aktivitas kultur jaringan,
BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel,
proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong
pembentukan klorofil pada kalus.
Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum
terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai
sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah
diri secara terus menerus (Santoso dan Nursandi, 2001).
Pada praktikum terdapat eksplan yang memunculkan kalus, yaitu KPF 1,
KPF 2, KPF 4, KPF 5 dan KPF 7. Eksplan yang pertama kali memunculkan kalus,
yaitu eksplan KPF 1, KPF 4 dan KPF 7. KPF 1 merupakan eksplan yang berasal
dari daun muda kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), sedangkan KPF 4 dan 7
merupakan eksplan yang berasal dari plumula kacang tanah (Phaseolus vulgaris
L.). kalus pada KPF 1,4 dan 7 muncul pada hari ke – 10, dan kalus menjadi
semakin lama semakin banyak hingga hari ke – 45. Pada hari ke- 30, eksplan daun
kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu KPF 2 mulai memunculkan kalus dan
kalus semakin bertambah hingga hari ke– 45. Namun kalus yang muncul tidak
sebanyak seperti eksplan KPF 1, KPF 4 dan KPF 7. Kemudian pada hari ke- 43,
eksplan daun kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.) KPF 5 memunculkan kalus
dan kalus semakin bertambah hingga hari ke- 45. Namun, kalus yang muncul pada
KPF 5 tidak sebanyak pertumbuhan kalus pada KPF 1, KPF 2, KPF 4, dan KPF 7.
Perbedaan pertumbuhan kalus ini disebabkam oleh perbedaan keadaan pada
36
masing - masing eksplan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
seperti tidak meratanya nutrisi yang terdapat pada media masing – masing eksplan
dan juga dapat dikarenakan perbedaan kondisi awal dari eksplan kacang tanah
(Phaseolus vulgaris L.).
Pada penanaman eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), 2 eksplan
kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu KPF 3 dan KPF 6 tidak mengalami
pertumbuhan kalus. Hal ini dikarenakan eksplan dan media tersebut
terkontaminasi oleh jamur. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa
berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi sebagian botol kultur.
Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media
mengandung gula, vitamin, dan mineral. Pada media ditumbuhi jamur ditandai
dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat
bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter
munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu
hal yang sangat umum terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini
dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang digunakan keadaannya
tidak normal, media dan suplemen media yang beragam, penggunaan bahan
sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan kacang tanah
(Phaseolus vulgaris L.) diperoleh bahwa semua eksplan belum mampu
membentuk akar, dan tunas, namun beberapa eksplan ada yang mampu
membentuk kalus. Kalus adalah sekumpulan sel yang belum terdeferensiasi
menjadi akar atau batang. Tidak mampunya eksplan membentuk akar dan tunas
disebabkan karena terjadinya kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam,
keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminannya dan penyebab adanya
bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media atau eksplan. Kontaminan
terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada media yang
mengandung gula, vitamin, dan mineral.
37
Pada penanaman eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.) tidak ada
yang membentuk akar, tunas, dan daun. Oleh karena itu untuk mencegah atau
menghindari terjadinya kontaminasi pada eksplan dan media yaitu dengan cara
menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman
dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunakan
alkohol. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan
terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan
beberapa hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini,
komponen media yang paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT)
berupa BAP dan IBA. BAP merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi
untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas adventif. Sedangkan IBA
berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah eksplan ditanam, botol-
botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya dan
kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan
dipengaruhi oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian
tanaman yang diambil. Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda
yang sedang tumbuh aktif. Hal ini karena jaringan muda mempunyai daya
regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah, dan relatif sedikit
mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase
pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil,
pembungaan tidak terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan
rangsangan pembungaan. Sedangakan pada fase dewasa tanaman sudah mampu
berbunga. Ukuran tanaman yang besar memungkinkan terjadinya kontaminan
daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan dengan teknik sterilisasi
eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu dapat berupa
ujung akar, tunas atau daun muda.
Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau
partikel lain yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh
oleh praktikan dapat mengakibatkan kontaminasi.
38
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan
diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing
eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas,
tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat
dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti
kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,
komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang
dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik
kultur jaringan yang digunakan sama.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kultur jaringan tumbuhan dilakukan pada daun dan plumula kacang
tanah (Phaseolus vulgaris L.).
2. Pada kultur jaringan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), dari 7
eksplan yang telah ditanam tidak ada yang tumbuh akar, tunas, dan
daun. Namun terdapat 5 eksplan (KPF1,2,4,5, dan 7) yang tumbuh
kalus. Pertumbuhan kalus terbaik terdapat pada eksplan daun (KPF 1)
dan eksplan plumula (KPF 4 dan 7).
3. Eksplan yang terkontaminasi, yaitu eksplan daun KPF 3 dan 6
disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan tanam maupun karena
faktor lingkungan sekitar saat penanaman.
4. Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa
pada permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun
berwarna kehitaman sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri
akan terlihat adanya lendir di sekitar eksplan.
5. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat
dilakukan sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang
digunakan serta melakukan penyemprotan dengan spirtus saat kontak
langsung dengan eksplan.
5.2 Saran
Untuk menghindari kegagalan dalam penanaman kultur kacang tanah
(Phaseolus vulgaris L.), sebaiknya bagi praktikan harus lebih memperhatikan
untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu sendiri,
sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin.
40
a. Sebaiknya alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga
benar-benar steril.
b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.
c. Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang
masih muda (meristem) yang masih aktif membelah.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Laporan Praktikum: Pelaksanaan Kultur Jaringan Tanaman.
http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/10/laporan-praktikum-
pelaksanaan-kultur.html. Diakses 21 Mei 2011.
Anonim2. 2011. Kacang Merah/Phaseolus vulgaris. http://sayursayurku.word
press.com/2011/02/20/kacang-merahphaseolus-vulgaris/. Diakses 22 Mei
2011.
Anonim3. 2011. Daun. http://id.wikipedia.org/wiki/Daun. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim4. 2000. Daun. http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/
Praweda/Biologi/0053%20Bio%202-2e.htm. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim5. 2000. Petumbuhan Pada Tumbuhan. http://bebas.ui.ac.id/v12/
sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0054%20Bio%202-
3a.htm. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim6. 2010. Fungsi Plumula dan Fungsi Radikula pada Kacang Hijau.
http://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20100728062123AACD70M . Diakses 28 Mei 2011.
Gunawan, LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Hal. 252. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Luri, Sepdian. 2009. Kultur kalus.
http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/kultur-kalus_15.html.
Diakses pada 28 Mei 2011.
Lyndon RF. 1990. Plant Development; The Cellular Basis. London. Unwin
Hyman Ltd. Hal. 37-41.
Marlina, N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk
konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6.
42
Ma’rufah, Dewi. 2008. Laporan Praktikum Kultur Jaringan. http://marufah.
blog.uns.ac.id/files/2010/05/laporan-praktikum-kultur-jaringan-dewi.pdf.
Diakses 21 Mei 2011
Muslim, Ahmadi. 2010. Kultur Jaringan Tumbuhan. http://mediakultur
jaringan.blogspot.com/2010/12/kultur-jaringan-tumbuhan.html. Diakses
21 Mei 2011
Nofiani, Nurul S. 2011. Pengaruh Jenis Media Air Perendaman dan Intensitas
Cahaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tanaman Kacang Merah. http://
nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/laporan-penelitian-biologi.html. .
Diakses 22 Mei 2011.
Santoso, Untung dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Unibraw
Press. Malang.
Soomro, R, Yasmin S, Aleem R. 2003. In vitro propagation of Rosa indica.
Pakistan Journal of Biological Sciences 6(9):826-830.
Yuniastuti, Endang. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan . UNS
Press. Surakarta.
43
LAMPIRAN
44
Kultur Jaringan Tumbuhan yang Tumbuh Paling Baik
45