Laporan Praktikum Fisiologi III
-
Upload
risky-novita -
Category
Documents
-
view
185 -
download
21
description
Transcript of Laporan Praktikum Fisiologi III
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI III
MODUL PENGINDERAAN
Pembimbing:
Dr. Tommy Harjatno, MS
Disusun oleh: Kelompok 21
Frans Liwang, 0706259154
Hemastia Manuhara H, 0706260370
M. Rizqi Adhi P., 0706259356
Nadira Savrina R, 0706260521
Nia Amerina, 0706259545
Novita Sari, 0706259583
R. M. Ali Fadhly, 0706259684
Shabrina Rizky P, 0706259854
Yulius Leonard, 0706260023
Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJakarta, 2010
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas Laporan
Praktikum Fisiologi III dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak/Ibu staf pengajar di Departemen Fisiologi FKUI, khususnya dr.
Tommy Harjatno, MS selaku pembimbing kelompok 21. Terima kasih pula kami ucapkan
kepada teman-teman sejawat yang telah berbagi ilmunya dan terus memberi semangat kepada
kami.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi
perbaikan ke depannya.
Jakarta, 21 February 2010
TIM PENULIS
DAFTAR ISI
2
Halaman Judul .................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ................................................................................................................. 2
Daftar Isi ............................................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan
A. Tujuan Percobaan Sikap dan Keseimbangan .......................................................... 5
B. Tujuan Percobaan Pendengaran .............................................................................. 5
C. Tujuan Percobaan Pengecapan ................................................................................ 6
Bab II Dasar Teori
A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan ..................................................................... 7
B. Percobaan Pendengaran .........................................................................................11
C. Percobaan Pengecapan ...........................................................................................15
Bab III Metode Percobaan
A.1 Model Kanalis semisirkularis ......................................................................................18
A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis....................................................18
A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan
Badan............................................................................................................................18
A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus .............................................................19
A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan ...........................19
A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh ................................................................20
A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi ..................................................................20
B.1 Percobaan Dengan Audiometri ....................................................................................21
B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne ..................................................................22
B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber.................................................................22
B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach .................................................................23
C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan ..................................................................................24
C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan ..............................................................................25
Bab IV Hasil dan Pembahasan
A.1 Model Kanalis semisirkularis ......................................................................................27
A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis....................................................28
A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan
3
Badan............................................................................................................................29
A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus .............................................................29
A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan ...........................30
A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh ................................................................30
A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi ..................................................................31
B.1 Percobaan Dengan Audiometri ....................................................................................31
B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne ..................................................................33
B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber.................................................................33
B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach .................................................................33
C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan ..................................................................................34
C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan ..............................................................................35
Bab V Penutup...................................................................................................................37
Daftar Pustaka...................................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
4
A. Tujuan Percobaan Sikap dan Keseimbangan
Tujuan Instruksional Umum
1. Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.
2. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.
Tujuan Perilaku Khusus
1.1. Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan
keseimbangan tubuh
1.2 Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahrankan sikap
dan keseimbangan tubuh
2.1 Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh
2.2 Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimf pada Krista ampularis dengan
menggunakan model kanalis semisirkularis
2.3 mendemonstrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh
dengan menggunakan kursi Barany
B. Tujuan Percobaan Pendengaran
Tujuan Instruksional Umum
1. Memahami dasar-dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala
(penala).
2. Memahami dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan
audiometer.
Tujuan Perilaku Khusus
1.1 Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran
1.2 Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran
1.3 Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran
dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala
1.4 Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran
dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala
2.1 Menjelaskan dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan audiometer
2.2 Menjelaskan arti fisiologis intensitas 0 dB pada audiometer
2.3 Mendemontrasikan cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan audiometer
2.4 Menjelaskan kesimpulan audiogram yang diperoleh
5
C. Tujuan Percobaan Pengecapan
Tujuan Instruksional Umum
Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan
Tujuan Perilaku Khusus
1. Mendemonstrasikan hukum Johannes Muller pada faal pengecapan
2. Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk 4 modalitas pengecapan
3. Mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1 modalitas pengecapan
BAB II
DASAR TEORI
6
A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan
Aparatus Vestibuler
Aparatus vestibuler terletak di bagian
telinga dalam dan berfungsi dalam
sensasi keseimbangan serta koordinasi
gerakan kepala, mata, dan postural.
Aparatus ini terletak di dalam suatu
sistem yang terdiri atas tabung tulang
dan ruangan yang terletak di tulang
temporal yang disebut dengan labirin tulang. Di antara sistem ini terdapat tabung membran
dan ruangan yang disebut labirin membran. Labirin membran inilah yang merupakan bagian
fungsional dari aparatus vestibuler.
Labirin membran terdiri dari koklea (duktus koklearis), 3 kanalis semisirkular, dan 2
ruang besar, utrikulus dan sakulus. Koklea merupakan organ sensorik mayor untuk
pendengaran dan berperan sedikit dalam keseimbangan. Sedangkan ketiga kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus merupakan bagian dari mekanisme keseimbangan.
Seperti koklea, semua komponen aparatus vestibuler mengandung endolimfe dan
dikelilingi oleh perilimfe. Juga seperti organ Corti, aparatus ini mengandung sel rambut yang
berespon terhadap deformasi mekanik akibat gerakan spesifik endolimfe. Reseptor vestibuler
juga dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi seperti sel rambut auditorik
bergantung kepada arah gerakan cairan. Namun, tidak seperti sistem auditori kebanyakan
informasi yang diterima oleh aparatus vestibuler tidak mencapai level kesadaran.
Makula
Makula terletak di permukaan dalam setiap utrikulus dan sakulus. Makula utrikulus
terletak di bagian horizontal pada permukaan inferior utrikulus dan berperan penting dalam
penentuan orientasi kepala ketika kepala tegak. Sedangkan makula sakulus terletak di bagian
vetikal dan berperan dalam menentukan orientasi kepala ketika seseorang berbaring. Setiap
makula dilapisi oleh lapisan gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat yang
disebut statokonia. Makula juga mengandung ribuan sel rambut yang silianya terproyeksi
hingga lapisan gelatinosa. Basis dan bagian samping sel rambut ini bersinaps dengan ujung
sensorik saraf vestibular.
7
Kinosilia
Setiap sel rambut memiliki silium kecil yang
disebut dengan stereosilia dan satu silium besar yang
disebut kinosilium. Kinosilum selalu terletak di satu sisi
dan stereosilia di belakangnya berbaris menuju sisi
seberangnya dan semakin lama semakin pendek. Setiap
stereosilia berhubungan dengan stereosilia di dekatnya
melalui tautan filamen kecil antar stereosilia. Akibat
perlekatan ini, ketika stereocilia dan kinosilium membengkok ke arah kinosilium, tautan
filamen ini menarik stereocilia ke arah luar badan sel.
Hal tersebut membuka beberapa ratus kanal cairan di membran sel neuronal di sekitar
dasar stereocilia dan kanal-kanal ini mampu mengonduksi sejumlah besar ion positif. Oleh
sebab itu, ion positif masuk ke dalam sel dari cairan endolimfatik yang mengelilingi sel lalu
menyebabkan depolarisasi reseptor di membran. Sebaliknya, pembengkokan stereocilia ke
arah sebaliknya menurunkan regangan tautan lalu menutup kanal ion dan menyebabkan
hiperpolarisasi reseptor.
Dalam keadaan normal, serat saraf yang berasal dari sel rambut mentransmisikan
impuls dalam kisaran 100 per detik. Ketika stereocilia membengkok ke arah kinocilium,
kecepatan penghantaran impuls meningkat hingga beberapa ratus per detik. Oleh sebab itu,
saat orientasi kepala berubah sejumlah sinyal ditransmisikan ke otak untuk mengontrol
keseimbangan.
Kanalis semisirkularis
Ketiga kanalis semisirkularis pada setiap aparatus vestibuler (dikenal dengan nama
kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral/horizontal) mengalami pelebaran pada
setiap ujungnya yang dikenal dengan nama ampulla dan berisi cairan yang dikenal dengan
nama endolimfe. Aliran cairan ini dari duktus yang satu ke duktus yang lain melewati
ampullanya mengeksitasi organ sensorik di dalam ampulla.
Gambar berikut menunjukkan adanya sebuah krista kecil bernama krista ampularis pada
setiap ampula. Di bagian atas krista ini terdapat massa gelatinosa longgar yang disebut
dengan kupula. Ketika kepala mulai berotasi ke arah tertentu, momen inersia dari cairan di
satu atau lebih kanalis semisirkularis akan menyebabkan cairan tetap di tempat sementara
8
duktus berotasi seiring dengan gerakan kepala. Hal tersebut menyebabkan cairan mengalir
dari duktus
melalui
ampulla dan
membengkokkan kupula ke satu arah.
Terdapat sejumlah sel rambut di krista ampularis yang silianya terproyeksi ke dalam
kupula. Kinosilia dari sel rambut ini diorientasikan ke arah yang sama di dalam kupula dan
pembengkokan kupula ke arah yang sama menyebabkan depolarisasi sel rambut sementara
pembengkokan ke arah sebaliknya menyebabkan hiperpolarisasi. Kemudian dari sel rambut
sejumlah sinyal dikirim melalui saraf vestibuler ke sistem saraf pusat.
Peran Organ Otolit
Organ otolit menyediakan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi
dan juga mendeteksi perubahan dalam gerakan lurus. Organ otolit diperankan oleh utrikulus
dan sakulus, berupa organ seperti kantung yang terletak di antara ruang tulang antara kanalis
semisirkularis dan koklea. Kristal kalsium karbonat yang terdapat di lapisan gelatinosa
membuat lapisan tersebut berat dan memiliki momen inersia lebih besar dibandingkan cairan
di sekelilingnya.
Ketika kita mengangkat kepala pada arah apapun selain vertikal, sel rambut akan
bengkok ke arah kepala karena ada gaya gravitasi yang menekan lapisan gelatinosa.
Pembengkokan ini akan menyebabkan depolarisasi atau hiperpolarisasi reseptor bergantung
pada arah gerakan kepala.
Sel rambut utrikulus juga dapat berubah apaila ada gerakan linear horizontal. Ketika
kita berjalan lurus ke depan, membran otolit yang berat pertama-tama akan bergerak ke
belakang endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang besar. Sel rambut kemudian akan
membengkok ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala. Saat kita menjaga kecepatan
dan gaya jalan kita, lapisan gelatinosa akan segera akan bergerak seiring dengan laju kepala
sehingga sel rambut tidak lagi membengkok. Ketika kita berhenti berjalan, lapisan otolit tetap
bergerak ke depan untuk beberapa saat sehingga sel rambut terdorong ke depan. Sel rambut
9
di utrikulus hanya mendeteksi akselerasi dan deselerasi horizontal namun tidak memberi
informasi mengenai pergerakan di garis lurus pada kecepatan tetap.
Fungsi sakulu mirip dengan utrikulus kecuali responnya selektif pada mengangkat
kepala menjadi tegak dari posisi horizontal (misal bangun tidur) dan untuk akselerasi dan
deselerasi linear vertikal (misal melompat). Sinyal yang berasal dari komponen vestibuler
dibawa oleh saraf vestibulokoklear ke nuklei vestibuler, sebuah kumpulan badan sel nerunal
di batang otak, kemudian ke serebelum. Di serebelum informasi vestibuler diintegrasikan
dengan input dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk: (1) menjaga keseimbangan
dan postur yang diinginkan , (2) mengontrol otot ekstraorbita supaya mata tetap terfiksasi di
tempat yang sama walaupun kepala berputar, dan (3) merasakan gerakan dan orientasi.1,4
B. Percobaan Pendengaran
Pendengaran
Mendengar adalah sebuah proses persepsi neural terhadap energi bunyi yang meliputi
dua aspek, yaitu identifikasi dan lokalisasi bunyi. Gelombang bunyi dihasilkan oleh adanya
getaran/ vibrasi pada udara yang menghasilkan daerah bertekanan tinggi dan rendah. Daerah
bertekanan tinggi disebabkan oleh kompresi molekul udara, sebaliknya daerah bertekanan
rendah disebabkan oleh perpencaran molekul udara. Segala sesuatu yang dapat menghasilkan
perubahan pola molekul udara seperti di atas disebut sebagai sumber bunyi.
Nada sebuah bunyi ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran, semakin tinggi pula nadanya. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang bunyi
dengan frekuensi antara 20 Hz hingga 20000 Hz.
Intensitas atau kebisingan sebuah bunyi ditentukan oleh amplitudo gelombang bunyi.
Semakin tinggi amplitude gelombang suara, semakin tinggi pula tingkat kebisingannya.
Warna nada/ timbre ditentukan oleh nada tambahannya (overtone). Garpu tala
mempunyai warna nada yang murni (tidak memiliki nada tambahan), namun sebagian besar
bunyi yang biasa kita dengar adalah bunyi yang memiliki nada tambahan yang beraneka
ragam. Itulah sebabnya bunyi piano dan gitar berbeda walaupun sedang memainkan nada
yang sama.
Telinga
10
Telinga adalah organ yang berperan dalam proses mendengar. Reseptor bunyi terletak di
telinga bagian dalam yang terisi dengan cairan. Untuk mencapai telinga bagian dalam,
gelombang bunyi harus melewati proses kehilangan energi bunyi saat gelombang bunyi
berpindah dari udara ke cairan. Proses inilah yang dikompensasi oleh telinga luar dan tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna, meatus auditorius eksternal, dan membran timpani. Pinna
(daun telinga) mengumpulkan gelombang suara dan mengarahkannya ke meatus auditorius
eksternal. Masuknya gelombang bunyi ke liang telinga dijaga oleh rambut-rambut halus dan
juga serumen yang dihasilkan oleh kulit yang melapisi liang telinga untuk mencegah partikel
asing masuk dan merusak membran timpani.
Membran timpani merupakan pintu menuju telinga bagian tengah. Ketika gendang
telinga terkena gelombang bunyi, maka gendang telinga bergetar; daerah bertekanan tinggi
dari gelombang bunyi menyebabkan membran timpani mencekung ke dalam dan sebaliknya
daerah bertekanan rendah dari gelombang bunyi menyebabkan membran timpani
memcembung ke luar. Agar dapat bergerak bebas, tekanan udara di dalam dan di luar
membran timpani harus sama, dan hal ini diatur oleh adanya tuba eustasius yang
menghubungkan telinga bagian tengah dengan faring sehingga tekanan udara di telinga
bagian tengah dapat menyamai tekanan udara luar.
Telinga bagian tengah terdiri dari tulang-tulang pendengaran maleus, inkus, dan
stapes. Maleus melekat pada membran timpani sementara stapes melekat pada jendela oval
dari telinga bagian dalam. Telinga bagian tengah berfungsi menyampaikan getaran yang
dihasilkan oleh membran timpani ke telinga bagian dalam yang berisi cairan. Ketika
gelombang bunyi harus berpindah dari udara ke cairan, maka energi bunyinya akan
berkurang. Oleh karena itu, ketiga tulang pendengaran pada telinga bagian tengah berfungsi
mengamplifikasi gelombang bunyi sehingga mampu menghasilkan gelombang pada cairan
koklea. Fungsi tersebut dimungkinkan melalui dua cara:
Akibat luas permukaan membran timpani yang lebih besar dibanding jendela oval, maka
terjadi peningkatan tekanan ketika gelombang suara merambat dari membran timpani ke
jendela oval (tekanan = energi/luas permukaan).
Mekanisme pengungkit (lever action) oleh tulang-tulang pendengaran juga menghasilkan
keuntungan mekanik.
Kedua cara di atas menyebabkan amplifikasi/ penguatan gelombang bunyi hingga sebesar 20
kali lipat saat mencapai jendela oval, sehingga cukup kuat untuk menghasilkan gelombang
pada cairan koklea.
11
Koklea yang bentuknya seperti rumah
siput, terletak di dasar tulang temporal.
Ketika gulungan koklea dibuka, maka
dapat terlihat adanya tiga kompartemen
berisi cairan di dalam tabung koklea.
Kompartemen bagian tengah koklea
disebut dengan duktus koklearis atau skala
media yang terisi oleh endolimfe.
Sementara itu kompartemen bagian atas
disebut dengan skala vestibuli dan bagian bawah disebut dengan skala timpani. Kedua
kompartemen itu terisi dengan perilimfe. Duktus koklearis membentang sepanjang saluran
koklea namun tidak mencapai ujung buntunya, sehingga skala vestibuli dan skala timpani
mempunyai saluran penghubung yang disebut dengan helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan
dengan telinga bagian tengah oleh jendela oval, sementara itu skala timpani dipisahkan
dengan telinga bagian tengah oleh jendela bundar. Duktus koklearis dipisahkan dengan skala
vestibuli oleh membran vestibularis dan dipisahkan dengan skala timpani oleh membran
basilar. Membran basilar sangat penting karena memuat organ Corti yang merupakan organ
indera pada pendengaran.
Organ Corti mengandung sel-sel rambut yang merupakan reseptor bunyi. Sekitar
16.000 sel rambut berderet di sepanjang membran basilar: satu lapis sel rambut dalam dan
tiga lapis sel rambut luar. Dari masing-masing sel rambut keluar sekitar 100 rambut yang
disebut stereosilia. Stereosilia ini akan bergerak ketika cairan koklea bergerak dan
mendorong sel rambut untuk menghasilkan sinyal neural.
Ketika tulang stapes menghantarkan getaran yang mendorong jendela oval, maka
timbul gelombang tekanan pada skala vestibuli. Karena cairan tidak dapat dimampatkan
(incompressible) maka tekanan ditiadakan melalui dua cara:
Pergeseran jendela bundar
Defleksi membran basilar
Penerimaan bunyi (fungsi pendengaran)
ditentukan oleh gerakan naik-turun membran
12
basilar akibat adanya gelombang tekanan yang melewati membran vestibuli dan mencapai
membran basilar.
Sel rambut dalam dan luar mempunyai fungsi yang berbeda. Sel rambut dalam
merubah energi mekanik dari bunyi menejadi impuls elektrik yang menyampaikan pesan
auditorik ke korteks serebri. Karena stereosilia berhubungan langsung dengan membran
tektorial yang kaku, maka ketika terdapat gelombang tekanan yang melewatinya, stereosilia
harus bergerak maju dan mundur sehingga menyebabkan membuka dan menutupnya kanal
ion pada sel rambut, sehingga terjadi depolarisasi dan hiperpolarisasi dari reseptor potensial
pada frekuensi yang sama dengan stimulus bunyi.
Sel rambut dalam berkomunikasi via sinaps kimiawi dengan ujung serat saraf aferen
yang membentuk saraf auditorik/ koklear. Ketika sel rambut dalam mengalami depolarisasi,
maka produksi neurotransmitter meningkat, menyebabkan peningkatan letupan saraf aferen.
Hal yang sebaliknya terjadi ketika sel rambut dalam mengalami hiperpolarisasi.
Sementara itu, sel rambut luar tidak mengirim sinyal neural ke otak. Sel rambut luar
meningkatkan respon sel rambut dalam terhadap stimulus melalui kemampuan khususnya
yang disebut dengan elektromotilitas.
Diskriminasi Nada
Diskriminasi nada tergantung pada bentuk dan sifat dari membran basilar yang sempit
dan kaku pada ujung yang berdekatan dengan jendela oval, dan lebar dan fleksibel pada
ujung yang berdekatan dengan helikotrema. Setiap frekuensi menghasilkan getaran pada
daerah spesifik di sepanjang membran. Nada berfrekuensi tinggi menghasilkan getaran
maksimal pada ujung membran yang berdekatan dengan jendela oval, sementara nada
berfrekuensi rendah menghasilkan getaran maksimal pada ujung membran yang berdekatan
dengan helikotrema.
Nada tambahan dalam berbagai frekuensi menyebabkan beberapa daerah pada
membran basilar bergetar sekaligus, namun tidak sekuat nada murni/ nada dasar, sehingga
sistem saraf pusat dapat membedakan warna nada (timbre) bunyi atau disebut dengan
diskriminasi warna nada.
Diskriminasi Kebisingan
Diskriminasi kebisingan/ intensitas tergantung pada amplitudo getaran. Bunyi yang
lebih keras/ bising menyebabkan getaran yang lebih hebat pada membran timpani sehingga
13
menyebabkan gerakan membran basilar dengan amplitudo yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
bunyi yang sangat bising dapat menyebabkan vibrasi yang tidak terkontrol dari membran
basilar sehingga sel rambut dapat hilang secara permanen dan menyebabkan kehilangan
pendengaran parsial.
Korteks Auditorik
Setiap daerah pada membran basilar berhubungan dengan daerah spesifik pada
korteks auditorik, sehingga setiap daerah pada korteks auditorik hanya dapat dirangsang oleh
nada tertentu yang sesuai.
Saraf aferen yang mengangkut sinyal auditorik berjalan melalui batang otak dan
nukleus genikulatum medial di thalamus. Batang otak menggunakan input auditorik untuk
kewaspadaan dan nukleus genikulatum medial mensortir dan melanjutkan sinyal ke pusat
yang lebih tinggi. Sinyal auditorik dari masing-masing telingan ditransmisikan ke kedua
lobus temporal karena sebagian serat saraf bersilangan di batang otak.
Korteks auditorik primer berfungsi membedakan berbagai bunyi, sementara korteks auditorik
dengan orde yang lebih tinggi di sekitarnya mengintegrasikan bunyi-bunyi yang terpisah
menjadi pola yang koheren dan berarti.
Efek masking
Efek masking adalah menurunnya kemampuan seseorang untuk mendengar suara
akibat tertutup oleh suara lainnya. Contohnya mendengar suara kucing akan lebih sulit pada
saat kita berada di jalan raya dibandingkan dengan di ruangan audiovisual yang sepi.
Masking adalah selisih dari intensitas suara yang diperlukan untuk mendengar pada saat
adanya masker dengan saat tidak terdapat masker. Misalkan suara kucing sebesar 10dB
mampu didengar pada ruangan sepi, sementara itu diperlukan suara kucing sebesar 30dB agar
dapat terdengar pada jalan raya. Maka, efek masking adalah sebesar 20dB. Efek masking
terjadi akibat adanya masa refraktori atau istirahat dari reseptor pendengaran yang
terstimulasi oleh stimulus sebelumnya, sehingga tidak mampu mendengar suara dengan
intensitas yang sama besar.
Pemeriksaan Rinne, Weber, dan Scwabach
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan menggunakan penala. Terdapat 3
macam tes yang dapat dilakukan yaitu tes rinne, weber, dan scwabach. Tes rinne merupakan
14
pemeriksaan yang berperan dalam membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara
pada satu orang. Tes Weber berperan dalam menilai adanya lateralisasi dari satu orang
melalui konduksi tulang. Sementara itu tes scwabach membandingkan konduksi tulang dari
pemeriksa dengan orang yang diperiksa. Ketiga tes ini mampu menilai apakah terdapat
gangguan tuli konduktif atau gangguan tuli sensorineural pada seseorang.
C. Percobaan Pengecapan
Aspek Histologi Pengecapan
Masing-masing taste buds dibentuk oleh empat tipe sel, yaitu sel basal, sel tipe 1, sel
tipe 2, dan sel tipe 3. Sel tipe 1 dan tipe 2 merupakan sel sustentakuler, sedangkan sel tipe 3
merupakan sel reseptor gustatorik yang akan bersinaps dengan serabut saraf sensorik. Sel tipe
3 memiliki mikrovilus yang berproyeksi ke taste pores. Bagian leher dari sel sustentakuler
dan sel pengecap lainnya saling berhubungan dan dikelilingi oleh sel-sel epitel dengan tight
junction sehingga hanya sel reseptor gustatorik yang terpajan cairan dari rongga oral.
Setiap taste bud dipersarafi oleh 50 serabut saraf, dan masing-masing serabut saraf
menerima input dari rata-rata lima taste buds. Sel basal, berasal dari epitel sel yang
mengelilingi taste buds, dapat berdiferensiasi menjadi sel reseptor yang baru. Setiap reseptor
yang lama akan digantikan setiap 10 hari.
Pada manusia, taste buds terletak pada mukosa epiglotis, palatum, dan faring, serta
pada dinding papila fungiform dan papila vallata lidah. Masing-masing papila fungiform
memiliki lima taste buds, dan biasanya terletak di bagian atas papila. Papila vallata memiliki
seratus taste buds yang terletak sepanjang sisi papila. Papila filiformis, yang berada pada
dorsal lidah, tidak memiliki taste buds.
Jaras Pengecapan
Serabut saraf dari taste buds pada dua per tiga anterior lidah merupakan cabang korda
timpani nervus facialis, sedangkan sepertiga posterior sisanya dipersarafi nervus
glossofaringeal. Pada setiap sisinya, serabut saraf yang bermielin dengan sifat konduksi
lambat ini akan bersatu menjadi bagian gustatorik traktus solitarius di medula oblongata.
Selanjutnya, akson dari neuron tingkat dua akan naik ke ipsilateral medial lemnicus. Dari
talamus, akson dari neuron tingkat tiga melewati korona radiata untuk mencapai permukaan
korteks somatosensorik pada ispsilateral girus post-central. Selain itu, serabut ini juga
melewati bagian anterior dari insula. Area ini memediasi persepsi rasa dan diskriminasi rasa.
15
Reseptor Rasa dan Transduksi
Rasa asin dipicu oleh NaCl. Reseptor utamanya adalah ENaC. Layaknya ENaC di
seluruh tubuh, reseptor di oral ini diinhibisi oleh amilorida. Akan tetapi, inhibisi ini tidak
sempurna karena adanya reseptor asin tambahan pada taste buds. Na+ yang berikatan dengan
reseptor asin akan memicu depolarisasi dan pelepasan glutamat yang akan mendepolarisasi
neuron aferen sekelilingnya.
Rasa asam diperantarai oleh proton. EnaC turut memasukkan proton sehingga pada
akhirnya menyebabkan timbulnya rasa asam. Akan tetapi, HCN, nucleotide-gated cation
channel yang diaktifkan melalui mekanisme hiperpolarisasi, dan berbagai reseptor lainnya
juga terlibat.
Rasa umami terjadi karena aktivasi reseptor metabotropik glutamat, mGluR4, pada
taste buds, dan agonisnya pada makanan: purin 5-ribonukleotida, seperti IMP dan GMP.
Aktivasi reseptor ini hingga dapat memicu depolarisasi masih belum diketahui.
Rasa tawar diproduksi dari beberapa komponen yang tidak berkaitan. Kebanyakan zat
tersebut adalah racun, sehingga rasa pahit berfungsi sebagai tanda adanya bahaya.
Reseptornya adalah gustducin dan beberapa reseptor yang terkait protein G (famili T2R).
Gustducin menurunkan siklik nukleotida dan meningkatkan formasi DAG dan IP3 sehingga
terjadilah depolarisasi.
Ambang Rasa dan Intensitas Diskriminasi
Kemampuan manusia untuk membedakan berbagai intensitas rasa yang berbeda relatif
masih sederhana. Diperlukan perubahan konsentrasi zat yang dirasakan sekitar 30% sebelum
intensitas rasa lain dideteksi. Zat tersebut akan dilarutkan dalam mukus yang dihasilkan oleh
kelenjar Ebner yang berada disekeliling papila valata. Ambang konsentrasi zat pada taste
buds berbeda-beda untuk setiap jenis zat.
Zat Rasa Ambang Konsentrasi (µmol/L)
Asam hidroklorit Asam 100
Sodium klorida Asin 2000
Stychnine hydrochloride Pahit 1,6
Glukosa Manis 80000
Sukrosa Manis 10000
Sakarin Manis 23
16
Dalam beberapa kondisi, pengecapan juga mencakup elemen nyeri, seperti pada rasa
pedas. Selain itu, penciuman memiliki peran penting dalam sensasi rasa dari makan, dan
konsistensi (tekstur) serta temperatur makanan juga berkontribusi sewaktu menikmati
makanan.
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan
Alat yang digunakan :
1. Model-model kanalis semisirkularis
2. Tongkat atau statif yang panjang
3. Kursi Barany
A.1 Model Kanalis semisirkularis
17
Tata Kerja :
1. Pelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis
semisirkularis
2. Pelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi Krista
ampularis
A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Tata Kerja :
1. Suruhlah OP, dengan mata tertutup dan kepala ditundukan 30˚, berputar sambil
berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arh jarum jam sebanyak 10 kali dalam
30 detik
2. Suruhlah OP berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke depan
3. Perhatikan apa yang terjadi
4. Ulangi percobaan nomor 1-3 dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan
jarum jam
A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap ,
Keseimbangan Badan
Tata Kerja :
1. Suruhlah orang percobaan (OP) berjalan mengikuti suatu garis lurus dilantai dengan
mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya
dan tanyakan apakah ia mengalami kesulitan dalam mengikuti garis lurus tersebut
2. Ulangi percobaan nomor 1 dengan mata tertutup
3. Ulangi percobaan nomor 1 dan 2 dengan :
a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus
Tata Kerja :
1. Perintahka OP duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat
lengan kursi
2. Perintahkan OP memejamkan kedua matanya dan menundukan kepalanya 30˚ ke
depan
18
3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba
5. Perintahkan OP untuk membuka mata dan melihat jauh ke depan
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan komponen cepat
nistagmus tersebut
A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan
Tata Kerja :
1. Perintahkan OP duduk tegak dikursi Barany dan memejamkan kedua matanya
2. Pemeriksa berdiri tepat didepan kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke
arah OP
3. Perintahkan OP meluruskan lengan tangannya ke depan sehingga dapat menyentuh
jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya
4. Perintahkan OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat
menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari pemeriksa lagi (tindakan 1 s/d 4
merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya, sebagai berikut :
5. Perintahkan OP dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. OP
menundukan kepala 30˚ ke depan
6. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, dan suruh OP
menegakan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan pertunjukan seperti telah
disebutkan diatas (langkah 1 s/d 4)
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila terjadi
penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskan tes tersebut sampai
OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa
A.6 Tes Jatuh
Tata Kerja :
1. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat
lengan kursi. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan bungkukkan badannya
ke depan sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dengan sumbu tegak
2. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan
19
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba. Suruh OP menegakkan
kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP itu ke mana rasanya ia
akan jatuh
5. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan :
a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚ terhadap
posisi normal
b. Menengadahkan kepala bagian belakang sehingga membuat sudut 60˚ terhadap
posisi normal
6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada
kanalis semisirkularis yang terangsang
A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi
Tata Kerja :
1. Gunakan OP yang lain. Perintahkan untuk duduk di kursi Barany dan tutuplah
kedua matanya dengan saputangan
2. Putar kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang ber angsur-angsur bertambah
dan kemudian kurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula sampai
berhenti
3. Tanyakan kepada OP arah perasaan berputar
a. sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. sewaktu kecepatan putar menetap
c. sewaktu kecepatan putar dikurangi
d. segera setelah kursi dihentikan
4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh OP
B. Percobaan Pendengaran
Alat yang diperlukan :
1. Audiometer merk AMPLAID 207, lengkap dengan fono-kepala dan formulir
2. Pelana berfrekuensi 512
3. Kapas untuk menyumbat telinga
20
B.1 Percobaan Dengan Audiometri
Tata Kerja :
1. Siapkanlah audiometer sbb:
- Tekan tombol utama (T1) ke posisi OFF
- Putar tombol frekuensi nada (T3) sehingga menunjuk frekuensi 125 Hz
- Putar tombol kekuatan nada (T4) sehingga menunjukan kekuatan pada -
10dB
2. Hubungkan audiometer dengan sumber listrik 220 V dan tekanlah T1 ke posisi ON
3. Suruh OP duduk membelakangi audiometer dan pasanglah fono-kepala sehingga
fono kabel merah pada telinga kanan
4. Berikan petunjuk pada OP untuk menekan tombol T2 pada saat mulai dan selama ia
mendengar bunyi pada salah satu telinganya, dan melepaskan tekanan pada tombol
tersebut pada saat tidak mendengar bunyi
5. Tunggulah 2 menit untuk ‘memanaskan’ alat
6. Arahkan tombol “REVERSE” ke atas untuk mengirim nada uji ke telinga OP
selama pemeriksaan
7. Putar tombol kekuatan nada T4 perlahan-lahan searah jarum jam sampai OP
menekan tombol T2 (lampu akan menyala)
8. Teruskan memutar tombol tersebut sebesar 10Db dan kemudian putar tombol T4
tersebut perlahan-lahan, berlawanan dengan arah jarum jam sampai OP melepaskan
tekanan pada tombol T2 (lampu akan mati). Catatlah angka dB pada saat lampu
mati
9. Ulangi tindakan butir 7 dan 8 dua kali lagi dan ambilah angka terkecil sebagai catat
dengar (“hearing loss”) OP pada frekuensi 125 Hz
10. Selama pemeriksaan ini berlangsung, sekali-sekali tekanlah tombol T8, pada saat OP
menekan tombolnya (T2), yaitu waktu lampu menyala. Hal ini untuk menguji
apakah OP benar-benar mendengar bunyi yang dikirimkan atau hanya pura-pura
mendengar.
11. Ukurklah catat dengar untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula untuk
ferkuensi 230, 500, 750, 1000, 2000, 3000, 8000, dan 12.000 Hz serta catatlah hasil
pengukuran pada formulir yang disediakan
12. Ulangi seluruh pemeriksaan untuk telinga kiri
21
13. Buatlah audiogram OP pada formulir yang telah disediakan dengan data yang
diperoleh dari pengukuran. Buat kesimpulan audiogram yang saudara peroleh
B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne
Tata Kerja :
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukulkan salah satu ujung jari
penala ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulkannya pada benda keras
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP.
Tangan pemeriksa menyentuh jari-jari penala
3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga
yang diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu
tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat pelana dari prosesus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari pelana ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang telinga
OP. Tanyakan apakah OP mendengat dengungan itu
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne
- Rinne positif (+) : Bila OP masih mendengar dengungan melalui
hantaran aerotimpanal
- Rinne negatif (-) : Bila OP mtidak lagi mendengar dengungan
melalui hantaran aerotimpanal
B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber
Tata Kerja :
1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512
2. Tekankan ujung tangkai penala pada dahi OP digaris median
3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi pelana sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?
4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba menimbulkan
lateralisasi buatan dengan menutup salah satu daun telinga OP dengan kapas dan
mengulangi pemeriksaannya
B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach
Tata Kerja :
22
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 seperti cara diatas
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus salah satu telinga OP
3. Suruh OP mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi menghilang
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari prosessus
mastoideus OP ke prossesus mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih
dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH
MEMENDEK (catatan : telinga pemeriksa dianggap normal)
5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidaj
terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH
NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan dilakukan
pemeriksaan sbb :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke prosessus
mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan
Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosessus mastoideus OP
Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialah
SCHWABACH MEMANJANG
Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak dapat
didengar oleh OP maka hasilnya pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL
C. Percobaan Pengecapan
Alat yang digunakan :
1. Larutan berbagai rasa:
a. manis : gula 2 sdt + air 240 mL
b. asam : cuka 10 mL + air 10 mL
c. asin : garam 2 sdt + air 240 mL
d. pahit : aspirin 2 butir + air 240 mL
2. Tabung ukur
3. Lidi kapas
4. Air
C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan
Tata Kerja :
Lakukan percobaan ini pada 2 orang percobaan (OP).
23
1. OP tidak boleh mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya.
2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP
dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat
mengecap rasa), dan rasa apa yang ia kecap (misalnya mengangkat 1 jari untuk rasa
manis, 2 jari untuk rasa asam, 3 jari untuk rasa asin, 4 jari untuk rasa pahit). Selama
percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan
lidahnya ke langit-langit mulut.
3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir
gelas.
4. Suruh OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada semua
area pengecapan di lidah (lihat Gambar).
5. Setelah setiap peletakan, tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan
tersebut, dan apa rasa yang ia kecap.
6. Catatlah hasilnya di diagram lidah pada form hasil yang telah disediakan.
7. Suruhlah OP berkumur dengan air.
8. Buang lidi kapas yang telah digunakan.
9. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam.
10. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asin.
11. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan pahit.
Gambar. Area-area pengecapan pada lidah
C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan
Tata Kerja :
Lakukan percobaan ini pada orang percobaan (OP) yang sama dengan percobaan pertama.
1. Berlawanan dengan percobaan pertama, OP harus mengetahui larutan apa yang akan
diletakkan pada lidahnya.
24
2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP
dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat mengecap
rasa). Selama percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau
menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.
3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir
gelas.
4. Suruh OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada area di lidah
yang mengecap rasa manis (gunakan diagram lidah hasil dari percobaan pertama tadi).
5. Tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut. Bila OP dapat
mengecap rasa tersebut, berilah tanda positif (+) di tabel ambang pengecapan pada form
hasil yang telah disediakan.
6. Suruhlah OP berkumur dengan air.
7. Buang lidi kapas yang telah digunakan.
8. Encerkan larutan manis tersebut dengan cara menuangkan 10 ml dari larutan ke gelas
bersih dan tambahkan air sebanyak 10 ml.
9. Ulangi langkah nomor 3-7 dengan larutan yang baru saja diencerkan.
10. Ulangi langkah nomor 8 dengan larutan yang sudah diencerkan.
11. Ulangi kembali langkah nomor 3-7.
12. Ulangi terus prosedur ini dengan larutan yang terus diencerkan (10 ml larutan baru + 10
ml air) hingga OP tidak depat mengecap rasa yang diletakkan di lidahnya. Berilah tanda
negatif (-) di tabel ambang pengecapan pada form hasil yang telah disediakan pada saat
OP tidak dapat lagi mengecap rasa tersebut. Catatan: larutan awal dianggap berkekuatan
100%. Setiap pengenceran akan menghasilkan larutan berkekuatan setengah dari
pengenceran sebelumnya. Maka, pengenceran pertama akan menghasilkan larutan
berkekuatan 50%, pengenceran kedua 25%, dst.
13. Ulangi seluruh tahap percobaan ini dengan tiga larutan rasa yang lain
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan
Hasil Percobaan :
Percobaan Nama OP Kejadian
Percobaan sederhana untuk
Kanalis Semisirkularis
Yulius Leonard Berputar menurut arah jarum jam
deviasi berjalan ke arah kanan
Berputar menurut arah yang
berlawanan jarum jam deviasi
berjalan ke kiri
Pengaruh kedudukan kepala
dan mata yang normal
Nia Amerina Berjalan mengikuti garis lurus di
lantai dengan mata tertutup
26
terhadap keseimbangan
badan
jalannya miring ke kiri dan sulit
mengikuti garis lurus
Kepala dimiringkan dengan kuat
ke kiri jalannya miring ke
kanan dan sulit mengikuti garis
lurus
Kepala dimiringkan dengan kuat
ke kanan jalannya miring ke
kanan dan sulit mengikuti garis
lurus
Nistagmus R.M Ali Fadhly Nistagmus horizontal dengan
komponen cepat ke kiri dan
komponen lambat ke kanan
Tes Penyimpangan
Penunjukan
Frans Liwang Setelah berputar di kursi barany,
penyimpangan penunjukan ke arah
kanan
Tes Jatuh Shabrina Rizqy Percobaan menengadahkan kepala ke
belakang dan diputar ke kanan. Hasil
menunjukkan OP terasa akan jatuh
ke arah kanan, sehingga
mengkompensasi dengan
menjatuhkan tubuh ke arah kiri.
M. Rizqi Adhi P Percobaan kepala tunduk 120˚ ke
depan dan diputar ke kanan.
Hasil menunjukkan OP terasa akan
jatuh ke arah kiri, sehingga
mengkompensasi dengan
menjatuhkan tubuh ke arah kanan.
Yulius Leonard Percobaan kepala miring ke kanan
90˚, putar ke kanan.
Hasil percobaan menunjukkan
nistagmus vertikal, OP terasa akan
jatuh ke depan sehingga
27
mengkompensasinya dengan
menahan tubuh ke belakang.
Kesan (Sensasi) Novita Sari OP di putar ke kanan. Saat kecepatan
meningkat, OP merasa berputar ke
kanan, saat kecepatan dikurangi OP
mersa berputar ke ara\h kiri, saat
berhenti OP merasa berputar ke kiri,
dan saat menetap OP merasa tidah
tahu berputar kearah mana.
A.1 Model Kanalis semisirkularis
Analisis Percobaan:
Pada model kanalis semisirkularis dapat dilihat bahwa posisi kanalis semisirkularis
berada pada sumbu horizontal, berbeda dengan kedudukan kanalis semisirkularis sebenarnya.
Pada manusia, terdapat 3 kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis anterior berada 30o
dari sumbu horizontal, kanalis semisirkularis posterior berada pada 120o atau 60o dari sumbu
horizontal, sementara itu kanalis semisirkularis superior berada pada 90 derajat dari sumbu
horizontal akan tetapi dengan posisi kanalis melengkung ke arah anterior posterior.
Pada saat model kanalis semisirkularis berputar searah jarum jam, cairan endolimfe di
dalam kanalis tersebut akan tertinggal, seakan-akan mengalir ke kiri. Akibatnya krista
ampularis pun akan terdorong ke kiri. Pada saat putaran dihentikan tiba-tiba, cairan endolimfe
akan berbalik arah ke kanan sehingga mendorong krista ampularis ke kanan. 1,5
A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Analisis Percobaan:
Sikap dan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh kanalis semisirkularis, kompensasi
mata, dan proprioseptif. Kanalis semisirkularis berperan dalam gerakan rotasi. Perputaran
searah jarum jam dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30 akan mengacaukan kanalis
semisirkularis. Apabila berputar searah jarum jam (arah kanan), aliran endolimfe seolah-olah
ke kiri dan terjadi pemutaran endolimfe yang sama dengan pemutaran tubuh, lama kelamaan
tubuh tidak merasa diputar. Ketika berhenti, endolimfe akan bergerak ke arah kanan.
28
A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan
Badan
Analisis Percobaan :
Apabila kepala dimiringkan terjadi perangsangan asimetris pada reseptor proprioseptif
di otot leher dan alat vestibular yang menyebabkan tonus yang asimetris pula pada otot-otot
ekstremitas. Dalam keadaan seperti diatas, mata yang terbuka berusaha untuk
mempertahankan sikap badan yang seimbang sebagai kompensasi. Apabila mata ditutup,
ketidakseimbangan ini akan tampak lebih jelas.
A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus
Analisis Percobaan :
Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah
rotasi, untuk mempertaankan fiksasi penglihatan sebagai refleks vestibulookular. Bila batas
geakan tercapai, mata dengan cepat berputar embali ke titik fiksasi bau lalu kembali bergerak
lambat ke arah lain. Komponen lambat dicetuskan impuls di labirin dan komponen cepat leh
batang otak. Bila mata digerakan secara horizontal, akan terjadi nistagmus horizontal. Arah
gerakan mata sesuai degan arah komponen cepat. Maka selama rotasi, bila mata berputar ke
kanan, maka kompnen ceat akan ke kanan. Namun nistagmus postrotasi, terjadi akibat
pergerakan kupula saat dihentikan perputaran memilkiarah berlawanan. Maka dari itu, saat
perputaran ke kanan dihentikan tiba-tiba akan timbul nistagmus dengan komponen cepar ke
arah kiri.
A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan
Analisis Percobaan :
Past pointing merupakan gerakan volunter abnormal untuk menyebtuh suatu benda
dengan jari tangan melampaui benda tersebut ke arah satu sisi atau sisi lainnya. Disebut juga
dismetria. Hal ini segera mencetuskan gerakan korektif yang mencolok, tetapi berlebihan ke
sisi lain. Akibatnya gerakan jari maju-mundur. Osilasi ini merupakan intention tremor pada
kelainan serebellum, dan akan uncul saat melakukan gerakan volunter. Pada saat kepala
digerakan, terjadi sensasi yang salah pada sistem keseimbangan. Setelah berputar ke kanan,
OP cenderung menunjuk ke kanan, namun untuk mengkoreksi, reaksi berlebihan sehingga
condong ke kiri, dan begitu seterusnya sampai mulai stabil setelah beberapa lama.
29
A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh
Analisis Percobaan :
a. Saat kepala tunduk ke depan 120˚ dan diputar ke kanan, membuat seakan-akan kanalis
semisirkularis posterior berada di sumbu tegak sehingga saat diputar ke kanan, endolimfe
dalam kanalis semisirkularis anterior ikut bergerak pada pemutaran maksimal. kanalis
semisirkularis posterior yang Saat mulai diputar diputar ke kanan, endolimfe dalam
kanalis semisirkularis posterior tertinggal sehingga kupula bergerak kearah berlawanan
dengan arah putar. Kemudian setelah lama berputar stabil, endolimfe bergerak mengikuti
arah putaran. Saat dihentikan, endolimfe dalam kupula tersebut masih ikut bergerak
sesuai arah gerak, sedangkan kanalis sudah berhenti berputar. Sehingga kupula bergerak
kearah yang berlawanan dengan arah gerak pertamanya tadi. Akibatnya OP masih
bergerak ke kanan dan merasa akan jatuh ke kanan. Otomatis tubuh bergerak
mengkompensasi hal tersebut dengan menjatuhkan diri/mencondongkan tubuh kearah
kiri.
b. Saat kepala dimiringkan ke kanan 90˚ dan tubuh diputar ke kanan, membuat seakan-akan
kanalis semisirkularis anterior berada di sembu tegak dan berputar saat diputar ke kanan
pada pemutaran maksimal. Saat mulai diputar diputar ke kanan, endolimfe dalam kanalis
semisirkularis anterior tertinggal sehingga kupula bergerak kearah berlawanan dengan
arah putar. Kemudian setelah lama berputar stabil, endolimfe bergerak mengikuti arah
putaran. Saat dihentikan, endolimfe dalam kupula tersebut masih ikut bergerak sesuai
arah gerak, sedangkan kanalis sudah berhenti berputar. Sehingga kupula bergerak kearah
yang berlawanan dengan arah gerak pertamanya tadi. Akibatnya OP merasa akan jatuh
depan sehingga menkompensasinya dengan menahan tubuh ke belakang.
A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi
Analisis Percobaan :
Kepala tunduk 30˚ ke depan dan dipetar, menimbulkan efek pemutaran maksimal
pada kanalis semisirkularis horizontal.lateral. perinsipnya sama dengan dua diatas. Saat
kepala mulai digerakan, awalnya kupula sebagai sensrik keseimbangan bergerak ke arah
berlawanan. Namun lama berputar stabil kupula akan bergerak searah geakan putaran. Saat
kecepatan bertambah, pergerakan kupula tadi ikut searah gerakan putaran sehingga kesan
yang timbul adalah bergerak searah putaran. Saat kecepatan diturunkan atau dihentikan,
endolimfe mulai tertinggal dan kupula bergerak ke arah berlawanan seingga timbu sensasi
30
berputar ke arah berlawanan dengan arah putar. Saat kecepatan menetap, timbul koordinasi
sensorik keseimbangan yang tidak sama antara kanan dan kiri sehingga timbul kekacauan,
OP bingung bergerak ke arah mana.
B. Percobaan Pendengaran
Hasil Percobaan :
B.1 Percobaan Dengan Audiometri
Analisis Pendengaran
Pada percobaan audiometric OP diperdengarkan bunyi dengan frekuensi dan
amplitudo (dalam decibel) yang bervariasi. Hasil menunjukkan bahwa pada frekuensi yang
rendah (nada yang rendah) OP baru mendengar pada amplitudo yang lebih tinggi, sementara
itu apabila frekuensi ditinggikan, maka OP hanya memerlukan amplitudo yang lebih rendah
untuk dapat mendengar suara yang diberikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
31
Nada yang tinggi memiliki frekuensi yang tinggi. Suara yang memiliki frekuensi
tinggi akan menggetarkan gendang telinga lebih cepat yang pada akhirnya getaran tersebut
akan disampaikan pada membrane basilaris di dalam koklea. Pada koklea, terdapat daerah
membrane basilaris tertentu yang bergetar paling maksimal pada frekuensi tertentu pula.
Membran basilaris yang terletak di bagian basal paling sensitif terhadap frekuensi tinggi,
sementara itu pada bagian apeks paling sensitive terhadap frekuensi rendah. Berbeda dengan
frekuensi, amplitude menggambarkan intensitas dari bunyi. Pada suara yang memiliki
amplitude yang tinggi, maka getaran yang dihasilkan pada membrane timpani akan semakin
hebat dan getaran yang hebat tersebut akan disampaikan pada membrane basilaris yang sesuai
dengan frekuensi bunyi yang ada.
Dengan demikian, pada suara berfrekuensi rendah, gendang telinga akan bergetar
dengan frekuensi yang sama. Getaran ini perlu disampaikan pada daerah membrane basilaris
yang berada di apeks karena membrane basilaris di daerah tersebut adalah yang paling
sensitive terhadap frekuensi rendah. Untuk dapat mencapainya, diperlukan intensitas yang
relatif cukup kuat. Sementara itu pada suara yang memiliki frekuensi tinggi, getaran hanya
perlu disampaikan pada membrane basilaris yang terletak pada bagian basal, sehingga untuk
mencapainya hanya diperlukan intensitas suara yang relatif lebih rendah. Selain faktor daerah
dari membrane basilaris, terdapat juga faktor dari kualitas gendang telinga.
Pada orang yang memiliki gendang telinga yang intak dan tipis maka akan memiliki
ketajaman pendengaran yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang memiliki gendang
telinga tebal. Hal ini disebabkan oleh kualitas pergetaran yang dihasilkan oleh gendang
telinga. Pada orang tua, gendang telinga telah mengalami sclerosis sehingga lebih menebal.
Hal ini menyulitkan gendang telinga untuk bergetar terutama pada frekuensi yang tinggi,
sehingga timbul ketulian ringan pada frekuensi tinggi.
B.2,3,4 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne, Cara Weber, Schwabach
Analisis Hasil Percobaan :
Pada OP dilakukan tes rinne, weber dan scwabach dengan hasil ketiganya adalah
normal. Tes rinne berperan dalam membandingkan konduksi tulang dan konduksi
udara(melalui proses ossikular) pada telinga orang yang sama. Rinne yang positif
menandakan bahwa OP memiliki konduksi udara yang lebih baik dibandingkan dengan
konduksi tulangnya. Hal ini disebabkan oleh proses ossikular yang dimiliki oleh sistem
32
pendengaran. Pada saat suara garputala diperdengarkan melalui udara, maka daun telinga
akan mengumpulkan suara dan menggetarkan gendang telinga.
Gendang telinga kemudian akan menggetarkan tulang maleus,inkus, stapes, dan
tingkap oval. Tingkap oval memiliki lubang yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
gendang telinga. Hal ini mengakibatkan peningkatan getaran yang berlipat ganda. Kemudian,
terdapat pengaruh lever dari tulang males,inkus, dan stapes. Tulang-tulang pendengaran ini
juga berperan dalam meningkatkan getaran suara yang berasal dari gendang telinga. Pada
akhirnya, kedua mekanisme ini menghasilkan peningkatan hingga 20 kali lipat dan
menyebabkan konduksi udara, melalui proses ossikular, jauh lebih baik dibandingkan
konduksi tulang.
Tes weber berperan dalam menilai adanya suara yang terdengar lebih
kuat(lateralisasi) pada telinga seseorang. Lateralisasi dapat terjadi melalui 2 faktor, yaitu
apabila terjadi gangguan tuli konduktif atau gangguan tuli sensorineural. Pada orang yang
mengalami tuli konduktif, maka akan terjadi lateralisasi pada telinga yang sakit. Hal ini
didemonstrasikan dengan cara menutup salah satu liang telinga dari OP, sehingga seakan-
akan OP mengalami tuli konduktif. Hal ini berhubungan dengan efek masking, yaitu efek
penutupan suatu suara dengan suara lainnya.
Penutupan liang telinga menyebabkan hilangnya efek masking yang seharusnya
dimiliki oleh telinga yang bersangkutan, sehingga suara akan terdengar lebih keras pada
telinga yang ditutup. Sementara itu pada gangguan sensorineural, suara akan lebih jelas
terdengar pada telinga yang sehat karena telinga yang sakit akibat gangguan saraf tentunya
tidak dapat mendengar dengan baik.
Tes scwabach berperan dalam menilai konduksi tulang dari seseorang dibandingkan
dengan konduksi tulang dari pemeriksa, dengan catatan pemeriksa dianggap normal. Seperti
pada tes weber di atas, pada orang yang memiliki scwabach memanjang (konduksi tulang OP
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksa) menandakan bahwa terjadi kehilangan efek
masking dari orang tersebut. Sebaliknya pada orang yang memiliki scwabach memendek,
maka hal ini menunjukkan bahwa konduksi tulang yang dimiliki lebih buruk dibandingkan
dengan pemeriksa.
C. Percobaan Pengecapan
C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan
Hasil Percobaan
33
Analisis Hasil Percobaan
Pada kedua OP, ditemukan bahwa area pengecapan rasa pada lidah adalah sama. Rasa
pahit berada di bagian belakang lidah, bagian manis berada di depan lidah, sedangkan rasa
asin dan asam di bagian samping lidah.
Pada manusia, terdapat lima rasa dasar: manis, asam, asin, pahit, dan umami. Masing-
masing ini diterima oleh reseptor gustatorik yang berada pada taste buds yang berhubungan
dengan serabut saraf aferen. Pada manusia, taste buds terletak pada mukosa epiglotis,
palatum, dan faring, serta pada dinding papila fungiform dan papila vallata lidah. Masing-
masing papila fungiform memiliki lima taste buds, dan biasanya terletak di bagian atas
papila.
Dahulu dianggap bahwa permukaan lidah memiliki area khusus untuk masing-masing
sensasi rasa ini, tetapi kini telah jelas bahwa semuanya disensasi dari seluruh bagi lidah. Oleh
sebab itu, sensasi rasa tersebut dapat dirasakan lebih dari satu area. Hanya saja, memang
terdapat area yang dominan untuk masing-masing rasa. Hal ini berhubungan dengan
persebaran taste buds pada lidah manusia.
C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan
Hasil Percobaan
Kekuatan
Dilusi
Manis Asam Asin Pahit
OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2
Nama OP: Rizqi Nia Rizqi Nia Rizqi Nia Rizqi Nia
100% + + + + + + + +
50% + + + + + + + +
25% + + + + + + - -
12,5% + + + + + + - -
6,5% + + + + + - - -
3,125% - - - - - - - -
Analisis Hasil Percobaan
34
Berdasarkan percobaan di atas, ditemukan bahwa ambang rangsang rasa untuk
masing-masing OP hampir serupa. Hanya terdapat perbedaan ambang pada sensasi rasa asin.
Selain itu, ditemukan juga bahwa ambang konsentrasi untuk masing-masing rasa juga
berbeda-beda. Rasa manis dan asam memiliki ambang konsentrasi yang paling rendah,
sedangkan rasa pahit memiliki ambang konsentrasi yang paling tinggi.
Perbedaan ambang konsentrasi untuk sensasi asin pada kedua OP disebabkan karena
faktor subyektivitas individu. Faktor tersebut mencakup perbedaan jumlah taste buds hingga
perbedaan kemampuan persepsi dan sensasi rasa. Pada dasarnya, jumlah taste buds pada
manusia sangat bervariasi. Taste buds ini pun akan berganti oleh sel reseptor yang baru setiap
10 hari.
Kemampuan persepsi dan sensasi rasa sangat terlihat pada lansia karena adanya
degenerasi sel dan serabut saraf. Selain itu, ambang konsentrasi akan meningkat individu
yang terlalu sering makan makanan dengan rasa tertentu. Misalnya, orang yang suka makan
makanan asin memiliki ambang konsentrasi untuk rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang jarang makan makanan asin.
Selain faktor individual di atas, pada dasarnya masing-masing rasa memiliki ambang
konsentrasi yang berbeda. Ambang konsentrasi zat pada taste buds berbeda-beda untuk setiap
jenis zat. Misalnya, rasa manis pada glukosa memiliki ambang yang tinggi (80000 µmol/L)
dibandingkan rasa asin NaCl (2000 µmol/L). Kemampuan untuk membedakan berbagai
intensitas rasa ini yang berbeda relatif masih sederhana pada manusia. Diperlukan perubahan
konsentrasi zat yang dirasakan sekitar 30% sebelum intensitas rasa lain dideteksi. Zat tersebut
akan dilarutkan dalam mukus yang dihasilkan oleh kelenjar Ebner yang berada disekeliling
papila valata.
35
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan
Aparatus vestibuler terletak di bagian telinga dalam dan berfungsi dalam sensasi
keseimbangan serta koordinasi gerakan kepala, mata, dan postural. Aparatus ini terletak di
dalam suatu sistem yang terdiri atas tabung tulang dan ruangan yang terletak di tulang
temporal yang disebut dengan labirin tulang. Di antara sistem ini terdapat tabung membran
dan ruangan yang disebut labirin membran. Labirin membran inilah yang merupakan bagian
fungsional dari aparatus vestibuler.
Seperti koklea, semua komponen aparatus vestibuler mengandung endolimfe dan
dikelilingi oleh perilimfe. Juga seperti organ Corti, aparatus ini mengandung sel rambut yang
berespon terhadap deformasi mekanik akibat gerakan spesifik endolimfe. Reseptor vestibuler
juga dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi seperti sel rambut auditorik
bergantung kepada arah gerakan cairan. Pada pemutaran Kursi Barany, terdapat pengaruh
36
percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh. Pada percobaan kursi barany
didapatkan bahwa arah aliran endolimfe sesuai dengan arah sensasi tubuh jatuh dan
berlawanan dengan arah tubuh jatuh sebagai kompensasinya.
B. Percobaan Pendengaran
1. Untuk mendengar dengan baik, dibutuhkan kesesuaian antara frekuensi dengan
amplitudo. Pada frekuensi yangtinggi dibutuhkan amplitudo yang lebih rendah.
Sedangkan, untuk frekuensi yang rendah dibutuhkan amplitudo yang lebih tinggi.
2. Pada pemeriksaan dengan garputala yaitu : tes rinne, tes schwabach dan weber digunakan
untuk membuktikan adanya gangguan tuli konduktif atau sensorineural/perseptif.
C. Percobaan Pengecapan
1. Semua rasa dasar (manis, asam, asin, pahit, dan umami) disensasi dari seluruh bagi lidah.
Hanya saja terdapat area dominan untuk masing-masing rasa.
2. Ambang konsentrasi untuk suatu rasa dipengaruhi oleh faktor subjektif dan nilai ambang
konsentrasi zat pada taste buds yang berbeda untuk setiap jenis zat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6 th ed. USA: Thomson Brooks/
Cole; 2007.
2. Guyton AC, Hall JE. Guyton and Hall’s textbook of medical physiology. 11 th ed.
Philadelphia ; 2006.
3. Vander et al. Human physiology : the mechanisms of body function. 8 th ed. NewYork :
McGraw-Hill Companies ; 2001.
4. Ganong WF. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore: McGraw-Hill; 2005.
5. Silverthorn DU. Human physiology: an integrated approach. 4th ed. San Fransisco:
Pearson International Edition; 2007.
37