Laporan PKM Larangan
-
Upload
nadia-indri -
Category
Documents
-
view
61 -
download
2
description
Transcript of Laporan PKM Larangan
1
USULAN KEGIATAN
PENYULUHAN DBD DAN BANK SAMPAH
Usulan Kegiatan ini Dibuat sebagai Laporan Hasil Kegiatan Praktek Belajar lapangan pada
Blok HPK 276 sebagai Salah Satu Komponen Penilaian Akhir Blok
Puskesmas Larangan
Kusmawati Indri 109170014
Nuzul Dio Ika Prasatio 109170020
Reizky Muhar 109170023
Ria Ramadhanti 109170024
Wulandari 109170031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Pembanguan di bidang kesehatan bertujuan juga antara lain
untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat secara efektif dan efisien, agar
semua lapisan masyarakat memperoleh layanan kesehatan secara mudah dan murah.
Salah satu sarana layanan kesehatan yang mudah dan murah adalah Puskesmas yang
pembangunannya dilakukan di seluruh Indonesia dengan maksud untuk memperluas
pemerataan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat
(LilianaMuliadi. 2012)
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pembangunan kesehatan masyarakat, Puskesmas berfungsi sebagai
pusat pelayanan kesehatan masyarakat secara menyeluruh dan terpadu dalam bentuk
usaha pokok Puskesmas, pusat pembinaan peran serta masyarakat dan pusat
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama, Puskesmas wajib menyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
bermutu, adil dan merata. Pelayanan yang diselenggarakan adalah pelayanan
kesehatan dasar yang dibutuhkan sebagaian besar masyarakat dan sangat strategis
dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat umum (LilianaMuliadi.
2012).
Puskesmas Larangan merupakan salah satu dari 21 Puskesmas di Kota
Cirebon. Puskesmas Larangan menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berdasarkan program-program pokok pelayanan di Puskesmas. Jenis
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas Larangan antara lain
Pengobatan Umum, Pengobatan Gigi, KIA/KB, Gizi, Imunisasi, MTBS/MTBS, TB
Paru, Kesehatan Lansia, Klinik Terpadu, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan,
Laboratorium Sederhana, Kesehatan Mata, Konseling Psikologi, Konseling VCT,
Surveilance Epidemiologi & P2M, dan UKS. Selain menyelenggarakan program
pokok pelayanan kesehatan, Puskesmas Larangan juga memiliki dan melaksanakan
beberapa pelayanan program unggulan, yaitu Pelayanan Hotline 24 Jam,
3
Penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba serta penanganan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak (LilianaMuliadi. 2012)
B. Tujuan
Untuk mengidentifikasi masalah Demam Berdarah Dengue yang terjadi di
wilayah kerja Puskesmas Larangan dan mencari solusi yaitu penyuluhan mengenai
demam berdarah dengue dan penyuluhan mengenai bank sampah untuk pemecahan
masalah tersebut.
4
BAB II
RUMUSAN MASALAH
2.1 Profil Puskesmas Larangan
2.2 Materi
2.2.1 Demam Berdarah Dengue
A. Definisi
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
menifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, kebocoran plasma (plasma
leakage), dan diatesis hemoragik. Penyakit DBD ditandai dengan demam yang
mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, nyeri ulu hati
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam.
Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau shock.
B. Epidemiologi
Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik.
Yang termasuk dalam faktor biotik adalah virus, vektor, dan penjamu.
Sedangkan pada faktor abiotik adalah seperti suhu, kelembapan, dan musim
penghujan (WHO,2011).
1. Virus dengue
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus
Flavivirus (Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Flaviviridae.
Dikenal ada empat stereotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Jika terinfeksi dengan salah satu stereotipe diatas menyebabkan
imunitas sepanjang hayat pada stereotipe tersebut. Namun jika terinfeksi
kembali dengan stereotipe yang bebeda dapat menyebabkan derajat dari DHF
yang terberat yaitu DSS. Ke-empat stereotipe virus dengue ini berhubungan
dengan epidemis dari dengue fever (baik dengan maupun tanpa DHF) dengan
derajat keparahan yang berbeda (WHO, 2011).
2. Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan terutama oleh nyamuk
Aedes aegypti. Meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD
5
tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya
hidup di kebun-kebun. Oleh karena itu dalam pokok bahasan ini hanya
menguraikan tentang nyamuk Aedes aegypti, morfologinya, lingkaran
hidupnya, cara penularannya dan kegiatan pemberantasannya (Depkes RI,
2008).
a. Morfologi
a) Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.1 Aedes aegypti dewasa
b) Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ’koma’. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa
berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk
lain (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.2 Kepompong Aedes aegypti
6
c) Jentik / larva
Jentik (larva) Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
Instar II : 2,5-3,8 mm
Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Depkes RI, 2008)
Gambar 2.3 Jentik Aedes aegypti
d) Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval
yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau
menempel pada dinding tempat penampung air (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti b. Siklus hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong -
nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah
telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
stadium kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur
menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2008).
7
Gambar 2.5 Siklus hidup Aedes aegypti
c. Tempat Perkembangbiakan
Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan
air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di
dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak
melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat
berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan
tanah (Depkes RI, 2008).
Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan
ember.
b) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan
barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c) Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan
potongan bambu (Depkes RI, 2008).
d. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istrirahat di kulit
kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap
8
meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari
mangsa/darah (Depkes RI, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang
(bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan
telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari
nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi
antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik
(gonotropic cycle) (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.6 Siklus gonotropik Aedes aegypti
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2
puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti
nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah
berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes RI, 2008).
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam
atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab.
Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya
(Depkes RI, 2008).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk
betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,
sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur
9
nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -
2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air
atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes
RI, 2008).
e. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100
meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan
dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis
dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-
rumah maupun di tempat-tempat umum (Depkes RI, 2008).
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak
dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk
tersebut (Depkes RI, 2008).
3. Lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Macam kontainer / tempat penampungan air
Macam tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan air air ini dibedakan
lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen,
tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau, coklat, dan lain-lain),
volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt dan lain-lain), penutup
TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA (terang atau gelap) dan
sebagainya (Depkes RI, 2002).
c. Ketinggian tempat
Ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyebaran
Aedes aegypti. Di india, Aedes aegypti terebar mulai dari ketinggian 0
hngga 1000 meter diatas permukaan laut. Di dataran rendah (kurang dari
500 meter)tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi, sementara di
daerah penggunungan (lebih dari 500 meter) populasinya rendah. Di
negara-negara asia tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter
merupakan batas penyebaran Aedes aegypti. Di belahan dunia lain, nyamuk
10
tersebut ditemukan didaerah yang lebih tinggi, seperti ditemukan pada
ketinggian lebih dari 2200 meter di kolombia (WHO, 2000).
d. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok dalam lingkungan fisik, yang
terdiri dari :
Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10ºC). Tetapi
proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhu sampai
dibawah suhu kritis (4,5ºC). Pada suhu yang lebih tinggi dari 35ºC
mengalami keterbatasan proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu
maksimum untuk pertumbuhan nyamuk 25-27ºC.
Kelembapan nisbi udara
Kelembapan nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung
dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen
Curah hujan
Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua cara yaitu
menyebabkan naiknya kelembapan nisbi udara dan menambah tempat
jumlah perindukan
11
Kecepatan angin
Angin dapat berpengaruh pada penerbangan nyamuk, bila kecepatan
angin 11-14m/detik aan menghambat penerbangan nyamuk (Depkes
RI, 2002).
2.2.4.2 Lingkungan Biologi
Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembababan dan pencahayaan di dalam rumah dan
halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan
menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga
menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah pantai
akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi sepanjang
tahun di tempat tersebut. Hal – hal ini seperti merupakan fokus penularan
untuk tempat-tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan menyebar ke tempat
lain dan pada saat bukan musim hujan kembali lagi ke pusat penularan
(Depkes RI, 2002).
2.2.4 Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes
RI, 2002).
12
a. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala penyakit,
pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup
semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(terutama keluarga) yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick
role). Perilaku ini meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit
yang layak.
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas
kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah:
a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas
bunga, air tempat minum burung.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak mandi,
dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat berkembang
biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.
c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.
Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya
dikuras maksimal 1 minggu sekali.
d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang
seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa
(Depkes RI, 1995).
e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik bekas
air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat
13
menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah
membakarnya.
f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah
rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai
nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).
g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang
wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu. Terutama
waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang
hari.
h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri
minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).
i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter air
(Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate
ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan
obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini.
Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Handrawan
Nadesul, 1998).
j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan jentik
(ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI)
2.3 Patogenesis
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Ada dua
nyak dianut pada DBD. Pertama, adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan trannsformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.9,18
Kedua, adalah hipotesis yang menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
penyakit lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia, maupun pada tubuh nyamuk.9
Nyamuk Dewasa
Nyamuk Dewasa
Dengan Insektisida (fogging dan ULV)
Fisik
Kimiawi
Biologi
14
2.4 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian, dapat
menyebabkan keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak
spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu DBD dan dengue shock
syndrome (DSS).18,19
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang
adekuat.14,24 Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997 dibagi menjadi 4 derajat,
yaitu: 9,11,18,19
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji tornikuet.
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit
atau perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba,
tekanan darah tidak terukur.
2.6 Pencegahan
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama
yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan adalah terhadap
nyamuk dewasa atau jentiknya:
Gambar 3 Cara Pemberantasan DBD1
15
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:1,4,17,19,20
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:
a. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali seminggu.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
a. Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan: 16,19,20
b. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
c. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan “3M”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.1,19,20
2.3 Identifikasi Masalah
Sepanjang tahun 2013, Puskesmas Larangan telah menjalankan beberapa
programnya salah satunya adalah pemeriksaan jentik berkala (terlampir) yang dilakukan
pada bulan Februari 2013. Dan pada tahun 2012 telah dilakukannya beberapa program
16
(terlampir) diantaranya persentase rumah sehat menurut RW,data penyakit berbasis
lingkungan dalam wilayah puskesmas larangan, persentase rumah/bangunan yang
diperiksa dan bebas jentik nyamuk aedes, persentase tempat umum dan pengelolaan
makanan (TUPM) sehat, persentase institusi dibina kesehatan lingkungannya, persentase
keluarga menurut jenis air bersih yang digunakan, persentase keluarga menurut sumber
air minum yang digunakan, dan persentase keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi
dasar menurut RW dan masih banyak lagi program kerja dari Puskesmas Larangan.
Surveilans Epidemiologi melaksanakan tugas dengan mengamati kejadian penyakit
menular yang terjadi di Kelurahan Kecapi yang merupakan Wilayah kerja Puskesmas
Larangan. Penyakit yang diamati dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1Penyakit Yang Diamati di Kelurahan Kecapi Puskesmas Larangan
Tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012
Tahun Diare Pneumonia HIV DBD Campak AFP Cikungunya
2009 764 58 3 48 1 0 99
2010 891 65 1 34 11 0 172
2011 940 123 34 13 13 0 19
2012 1.191 105 16 13 0 5
Sumber: Laporan Mingguan SE tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 Puskesmas
Larangan
17
Dari tabel diatas tampak terjadi peningkatan kasus diare, Pneumonia, HIV dan
campak. Maka akan direncanakan penyuluhan Penyakit Berbasis Lingkungan di
beberapa RW yang paling banyak kasus nya dan juga Penyuluhan HIV di Puskesmas.
2.4 Prioritas Masalah
Pada tahun 2013, di Puskesmas Larangan angka kejadian Demam Berdarah Dengue
hingga bulan Maret 2013 sebanyak 4 orang yang tersebar di RW 03 dan RW 17.
2.5 Analisis Masalah
Hasil dari pembagian kuesioner di RW 03 Kelurahan Kecapi Kecamatan Harjamukti
ditemukan beberapa faktor pencetus terjadinya kasus DBD, antara lain:
1. Kebiasaan warga menggantung pakaian bekas pakai di rumah.
2. Menguras penampungan air mandi 1 bulan sekali.
3. Terdapat relatif banyak sampah dan rongsokan di sekitar rumah warga.
18
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
3.1 Alternatif Kegiatan untuk Pemecahan Masalah
1. Memberikan pengetahuan tentang DBD pada masyarakat
2. Pergerakan pemberantasan demam berdarah dengue
3. Kerja bakti demi menjaga lingkungan yang sehat
4. Observasi dan monitoring setiap rumah yang ada penghuninya yang dianggap
kurang sehat
5. Selalu ada penyuluhan/seminar di masyarakat khususnya tentang lingkungan
3.2 Urutan Prioritas Pemecahan Masalah
1. Memberikan pengetahuan tentang DBD pada masyarakat
2. Pergerakan pemberantasan demam berdarah dengue
3. Selalu ada penyuluhan/seminar di masyarakat khususnya tentang lingkungan
4. Observasi dan monitoring setiap rumah yang ada penghuninya yang dianggap
kurang sehat
5. Kerja bakti demi menjaga lingkungan yang sehat
3.3 Pemecahan Masalah yang Diambil
“Memberikan pengetahuan tentang DBD pada masyarakat”
“Memberikan pengetahuan tentang Bank Sampah pada masyarakat”
19
3.4 Usulan Pemecahan masalah disertai Rancangan Implementasi Usulan tersebut
(meliputi rancangan kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan)
1. Pembagian kuesioner di RW 03 Kelurahan Kecapi Kecamatan Hrjamukti
(terlampir)
2. Penyuluhan tentang DBD (materi terlampir)
3. Penyuluhan tentang bank sampah (materi terlampir)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue pada tahun 2013 meningkat di wilayah kerja
Puskesmas Larangan, tercatat hingga bulan Maret 2013 sebanyak 4 orang yang tersebar di
RW 03 dan RW 17 terjangkit Infeksi virus DBD. Salah satu upaya pemberantasan DBD di
wilayah puskesmas larangan adalah dengan cara identifikasi jentik dan dilakukan penyuluhan
tentang penyakit DBD beserta salah satu alternatif solusi pencegahan DBD yaitu pembuatan
program‘Bank Sampah’.
Penyuluhan DBD dilakukan pada minggu ketiga kegiatan praktik lapangan di
puskesmas. Dari hasil penyuluhan didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kader di wilayah
yang dilakukan penyuluhan belum terlalu paham cara identifikasi jentik. Warga pun antusias
menyambut penyuluhan yang kami berikan terbukti dari banyak nya pertanyaan yang
dilontarkan ketika penyuluhan berlangsung.
Demikian pula dengan alternatif solusi pemecahan permasalahan yang kami tawarkan
yaitu membuat program ‘Bank Sampah’ diterima dengan baik oleh warga. semoga
penyuluhan DBD yang telah kami lakukan bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan
untuk warga juga sebagai pembelajaran yang sangat berharga bagi kami.
4.2 Saran
20
1. Disarankan agar selalu menjaga kebersihan lingkungan supaya tidak ada yang
terjangkit DBD di kemudian hari.
2. Kepada warga agar selalu tanggap apabila ada kasus DBD di wilayah tempat
tinggal.
3. Rutin mengidentifikasi jentik.
4. Kepada pihak puskesmas agar selalu melakukan follow up terhadap kasus DBD
agar angka kejadian DBD bisa ditekan.
5. Diharapkan program Bank Sampah dapat diaplikasikan didalam masyarakat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
Di Indonesia. Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase rumah sehat menurut RW.
Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase keluarga dengan kepemilikan
sarana sanitasi dasar menurut RW. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase Keluarga menurut sumber air
minum yang digunakan. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase Keluarga menurut jenis air bersih
yang digunakan. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase institusi dibina kesehatan
lingkungannya. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase tempat umum dan pengelolaan
makanan (TUPM) sehat. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Persentase rumah/bangunan yang diperiksa
dan bebas jentik nyamuk aedes. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
22
Muliadi, Liliana dan Gandakumala, Ela. 2012. Data penyakit berbasis lingkungan dalam
wilayah Puskesmas Larangan. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Ekomiati Ningsih, Lili dan Gandakumala, Ela. 2013. Rekapitulasi laporan pemeriksaan jentik
berkala. Puskesmas Larangan Kota Cirebon.
Lampiran
KUESIONERDEMAM BERDARAH DENGUE/CIKUNGUNYAH
PUSKESMAS LARANGAN
Identitas : Jenis kelamin : Alamat :
Usia : Hari/Tanggal :
No
.
Pertanyaan Jawaban
1 Apakah sebelumnya saudara pernah menderita DBD/Cikungunyah ? Ya Tidak
2 Apakah dalam 2-3 bulan terakhir ada anggota keluarga/tetangga menderita sakit yang sama ? Ya Tidak
3 Apakah anda tidur antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 ? Ya Tidak
4 Apakah sebelum tidur disemprot dahulu atau menggunakan pelindung diri (obat anti
nyamuk bakar/oil, obat anti nyamuk elektrik, obat anti nyamuk oles) atau memakai
kelambu ?
Ya Tidak
5 Apakah disekitar rumah banyak ditemukan barang-barang bekas seperti kaleng, ban, botol,
plastik bekas, lubang pohon, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan ?
Ya Tidak
6 Apakah pagar rumah saudara terbuat dari potongan bambu atau beton yang dapat
menampung air hujan ?
Ya Tidak
7 Apakah saudara mempunyai tempat penampungan air bersih seperti tempayan, gentong,
drum, atau sejenisnya ?
Ya Tidak
8 Apakah tempat penampungan tersebut terbuka (tidak diberi tutup) ? Ya Tidak
23
9 Apakah saudara tidak rutin seminggu sekali menguras bak mandi, bak WC dan tempat
penampungan lainnya ?
Ya Tidak
10 Apakah saudara memelihara tanamanan dalam pot ? Ya Tidak
11 Apakah tempat-tempat penampungan air yang jarang dikuras tidak diberi bubuk
larvasida/abate (zat yang dapat membunuh jentik atau membuat nyamuk mandul) ?
Ya Tidak
12 Apakah dirumah ada talang air yang tidak mengalir dan letaknya terlindung dari sinar
matahari (misalnya telindung pohon rindang) ?
Ya Tidak
13 Apakah cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah ? Ya Tidak
14 Apakah ventilasi di rumah saudara tidak dipasang “kaca” ? Ya Tidak
15 Apakah saudara mempunya kebiasaan menggantungkan pakaian di dalam rumah ? Ya Tidak
Masalah kesehatan lain:
1. _______________________________________________________________________
2. _______________________________________________________________________
3. _______________________________________________________________________