Laporan Petani Apel
-
Upload
indrawan-b-p-putra -
Category
Documents
-
view
354 -
download
12
Transcript of Laporan Petani Apel
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN LAPANG
SOSIOLOGI PERTANIAN
“Dusun Gintung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu”
Disusun Oleh Kelas B Kelompok 5 :
1. Didin Sagita (125040100111067)
2. Hilda Valeria (125040100111051)
3. Ifone Lisa Burdam (125040120111009)
4. Mareta Dwi Fitriawati (125040100111050)
5. Novita Rizky Amalia (125040100111070)
6. Wahana Permata Tohir (125040100111053)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan laporan Praktikum
Sosiologi Pertanian ini dapat terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan
penyusunan Laporan Praktikum Sosiologi Pertanian ini adalah untuk melengkapi
persyaratan mendapatkan nilai ujian akhir praktikum.
Adapun penyusunan Laporan Praktikum Sosiologi ini berdasarkan data-
data yang kami peroleh selama melakukan penyuluhan ke desa, serta data-data
dan keterangan dari pembimbing. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
Laporan Sosiologi Pertanian ini tidak lepas dari dukungan dari berbagai pihak,
oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dosen mata pelajaran Sosiologi Pertanian, Asisten pratikum Sosiologi
Pertanian dan semua pihak yang turut membantu kegiatan Praktikum Sosiologi
Pertanian.
Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu kritk
dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
Laporan Sosiologi Pertanian ini. Demikian kata pengantar ini kami buat, semoga
makalah ini dapat memberikan kesadaran tersendiri bagi generasi muda
khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Malang, Desember 2012
Praktikan
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Daftar Tabel............................................................................................................iv
I. Pendahuluan
1.1 Pendahuluan.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Masyarakat Petani Pedesaan di Indonesia.................................................3
2.2 Sistem Bagi Hasil di Indonesia..................................................................4
2.3 Mobilitas Komunitas Desa.........................................................................5
2.4 Stratifikasi dan Diferensiasi Masyarakat Desa..........................................6
2.5 Kerjasama dan Struktur Masyarakat Pertanian..........................................7
2.6 Sistem Nilai Budaya dan Sikap..................................................................8
2.7 Gabungan Kelompok Tani/ kelompok tani................................................9
2.8 Sistem Agribisnis.....................................................................................10
2.9 Kelembagaan Sarana Produksi.................................................................12
2.10 Kelembagaan Budi daya dan Usaha Tani................................................12
2.11 Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil...................................13
2.12 Kelembagaan Pemasaran Hasil dan Jasa Layanan Pendukung...............13
III. Pembahasan
3.1 Hasil Wawancara
3.1.1 Hasil Wawancara Novita 125040100111070.................................16
3.1.2 Hasil Wawancara Hilda 125040100111051...................................23
3.1.3 Hasil Wawancara Didin 125040100111067...................................28
3.1.4 Hasil Wawancara Mareta 125040100111050.................................33
3.1.5 Hasil Wawancara Ifone 125040100111009...................................46
3.1.6 Hasil Wawancara Wahana 125040100111053...............................53
3.2 Perbandingan Temuan di Lapang dengan Teori
3.2.1 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Novita.....................62
3.2.2 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Hilda.......................63
3.2.3 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Didin...................63
3.2.4 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Mareta.................64
3.2.5 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Ifone....................65
3.2.6 Perbandingan di Lapang dengan Materi oleh Wahana...............66
IV. Penutup
4.1 Kesimpulan..............................................................................................69
4.2 Saran..........................................................................................................70
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Jumain..................................................16
Tabel 2 Sarana produksi pertanian Bapak Supai....................................................33
Tabel 3 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Slamet Mujiono....................................34
Tabel 4 Jenis Tanaman Yang ditanami Selama Satu Tahun..................................35
Tabel 5 Lembaga penguasaan Lahan Pertanian Bapak Slamet Mujiono...............39
Tabel 6 Lembaga Penyediaan Saprodi Bapak Slamet Mujiono.............................40
Tabel 7 Lembaga Penyediaan Tenaga Kerja Bapak Slamet Mujiono....................40
Tabel 8 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Rubi’i....................................................53
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku,
terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana system
tersebut mempengaruhi individu dan bagaimana pula orang yang terlibat
didalamnya mempengaruhi sistem itu. Sedangkan sosiologi pertanian
merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dan perilaku serta
interaksi sosial masyarakat khususnya di pedesaan yang pada umumnya
berpenduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Di dalam sosiologi pertanian mempelajari aspek-aspek kehidupan sosial
yang terjadi dalam masyarakat, khususnya di pedesaan atau masyarakat yang
mayoritas penduduknya bematapercaharian sebagai petani. Aspek-aspek
tersebut meliputi stratifikasi sosial, aspek kebudayaan, aspek kelembagaan,
dampak globalisasi terhadap usahatani di wilayah itu dan jaringan sosial.
Semua aspek tersebut sangat mempengaruhi kemajuan dari usahatani baik
dari pihak petani itu sendiri maupun pada kehidupan desa.
Pada umumnya di dalam suatu masyarakat sering terjadi penggolongan-
penggolongan aspek-aspek tertentu seperti pendidikan, kekayaan, dan
keturunan serta yang lainnya. Hal ini menyangkut stratifikasi sosial, yaitu
penggambaran kelompok sosial berdasarkan susunan yang berjenjang.
Dalam paper ini kami menjelaskan tentang kehidupan para petani di desa
Bulukerto mulai dari komoditas yang mereka tanam, status lahan, pembagian
hasil lahan yang mereka miliki, produk-produk yang digunakan selama
usahatani, kelompok tani, serta organisasi-organisasi yang ada di desa
tersebut.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja komoditas yang terdapat di Desa Bulukerto?
2. Bagaimana kondisi pertanian di Desa Bulukerto?
3. Bagaimana kehidupan sosial petani di Desa Bulukerto?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui komoditas yang terddapat di Desa Bulukerto.
2. Untuk mengetahui kondisi pertanian di Desa Bulukerto.
3. Untuk mengetahui kehidupan sosial petani di Desa Bulukerto.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masyarakat Petani Pedesaan di Indonesia
Komunitas desa berdasarkan teknologi usaha tani dibagi menjadi dua
golongan, yaitu bercocok tanam di ladang dan bercocok tanam di sawah.
Teknologi bercocok tanam diladang mengakibatkan suatu komunitas desa
berpindah-pindah, berbeda dengan komunitas desa menetap yang didasarkan
pada teknologi bercocok tanam di sawah. Teknologi bercocok tanam di
ladang memerlukan tanah yang luas yang masi merupakan hutan rimba.
Teknik bercocok tanam seperti itu disebut juga dengan istilah “bercocok
tanam menebang dan membakar atau pertanian berpindah-pindah”, yang
menggambarkan keadaan bahwa setiap kali setelah satu ladang dipakai
sebanyak dua atau tiga kali panen petani meninggalkannya dan membuka
lahan baru dengan teknik yang sama yaitu menebang dan membakar bagian
yang baru dari hutan.
Bercocok tanam menetap di Jawa, Madura dan Bali dalam kenyataan
menggarap tiga macam tanah pertanian, yaitu :
1. Kebun kecil disekitar rumah
2. Tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap tetapi
tanpa irigasi
3. Tanah pertanian basah yang diirigasi (sawah)
Di pekarangan seorang petani menanam buah-buahan, sayur-mayur yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Di pekarangan banyak juga ditanami
jenis-jenis pohon tinggi seperti pohon nangka, pepaya dan pisang juga umbi-
umbian. Hasil tanaman di pekarangan sebagian besar dipergunakan untuk
konsumsi sendiri, walaupun tidak sedikit pula yang juga dijual di pasar desa
atau kepada tengkulak.
Di tanah pertanian kering yang di Jawa biasanya disebut tegalan, petani-
petani menanam serangkaian tanaman yang kebanyakan dijual di pasar.
Tanah ini tidak dapat diirigasi, walaupun begitu tanah tegalan biasanya
digarap secara intensif dan tanaman-tanamannya dipupuk dan disirami
dengan teratur. Tanah yang menjadi tegalan adalah tanah yang kurang cocok
untuk dijadikan tanah basa, karena kemampunnya yang rendah untuk
mengandung air. Biasanya terletak di lereng-lereng gunung yang terjal
sehingga memerlukan investasi tenaga untuk membangun sistem irigasi yang
terlampau tinggi.
Bercocok tanam di tanah basah atau sawah merupakan usaha tani yang
paling pokok dan paling penting bagi parapetani di Jawa. Dengan teknik
penggarapan tanah yang intensif dan cara pemupukan dan irigasi yang
tradisional, cocok ditanami tanaman tinggal yaitu padi. Di sawah dalam
bercocok tanam dapat dilakukan secara terus-menerus tanpa menghabiskan
unsur hara yang terkandung di dalamnya. Bercocok tanam di sawah sangat
tergantung pada pengaturan air dilakukan dengan suatu sistem irigasi yang
kompleks. Tahapan produksi di sawah dimulai pada akhir musim kering.
Koentjaraningrat ( 1973, 3 )
2.2 Sistem Bagi Hasil di Indonesia
Tanah pertanian berupa sawah atau tegalan pada umumnya dipecah-
pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Dalam membagi hasil
tanahnya kepada penggarap denagn berbagai macam cara. Di antaranya ada
cara yang paling tradisional yaitu ketiga adat bagi hasil : maro, mertelu dan
merapat. Pada adat maro petani yang menggarap tanah akan menerima
separuh dari hasilnya dan pajak tanah ditanggung oleh pemiliknya, sedangkan
biaya produksi ditanggung oleh penggarap.
Pada adat mertelu, perjanjian pembagian hasil adalah dua pertiga bagi si
pemilik tanah dan sepertiga bagi penggarap. Biaya pajak ditanggung pemilik
dan biaya produksi ditanggung oleh penggarap. Pada adat merpat pemilik
tanah memperoleh tigaperempat bagian tetapi harus membayar pajak tanah
dan menanggung sebagian biaya produksi, sedangkan penggarap hanya
menerima seperempat bagian dari hasil dan juga membayar sisa biaya
produksi. Yang termasuk biaya produksi adalah pembelian bibit dan pupuk.
Penggarap juga menanggung biaya untuk membayar tenaga buruh dan
menyewa alat-alat pertanian. Merapat sekarang menjadi adat bagi hasil yang
paling lazim di Jawa.
Selain dengan sistem bagi hasil para petani pemilik sering kali juga
menyewakan beberapa bagian dari tanahnya, sehingga demikian ia tidak
hanya mendapat berupa hasil bumi tetapi juga mendapat uang tunia.pada
masa kini banyak petani pemilik tanah juga menggadaikan bagian-bagian
tertentu dari tanahnya selama satu tahun atau dua kali panen. Orang yang
menggarap tanahnya itu meminjamkan uang tunai sebagai gntinya dan
hasilnya adalah seluruhnya bagi yang menggarap. Hasil bumi yang diambil
oleh penggarap merupakan bunga dari uang yang telah dipinjamkan kepada
pimilik tanah itu.
Koentjaraningrat ( 1973, 8 )
2.13 Mobilitas Komunitas Desa
Walaupun penduduk desa bekerja disektor pertanian tetapi sudah jelas
banyak dari mereka yang mencari sumber mata pencaharian lain di luar
sektor pertanian. Dalam hampir semua komunitas desa, semua anggota
pamong desa dan para guru desa yang memiliki tanah sawah atau tegalan.
Sebagian dari tanah itu mereka sewakan, mereka gadaikan kepada petani
lainnya tetapi sebagian lagi mereka kerjakan sendiri.
Banyak diantara para petani mempunyai mata pencaharian tambahan
sebagai penjajah buah-buahan, menjadi pedagang kerajinan tangan atau
kebutuhan rumah tangga di pasar dan ada juga yang memelihara hewan-
hewan ternak. Kini banyak anggapan bahwa orang pedesaan menganut
peradaban-peradaban kuno. Walaupun demikian kesadaran akan adanya
suatu dunia luas di luar komunitas desa perlu dianalisa, lepas dari jangakuan
hubungan dari para petani pedesaan dengan orang-orang atau kelompok-
kelompok tertentu di dunia luar itu tadi, sedangkan kesadaran tadi itu juga
belum berarti bahwa para petani pedesaan itu juga mempunyai perhatain dan
pengertian yang luas dari dunia luar itu. Suatu konsep yang cocok untuk
menganalisis perbedaan antara kesadaran dan pengertian dari para petani
pedesaan mengenai dunia di luar batas komunitas itu bahwa petani desa
dalam kehidupan sosialnya dapat bergerak dalam lapang-lapang sosial yang
berbeda, keadaan yang berbeda dan juga waktu yang berbeda. Ruang lingkup
pola-pola lapangan sosial para petani Indonesia waktu itu rupa-rupanya masih
terbatas kepada lingkingan lokal dan perhatian petani terhadap masalah-
masalah nasional belum berkembang.
Soerjono Soekanto ( 2007: 45 )
2.14 Stratifikasi dan Diferensiasi Masyarakat Desa
Stratifikasi adalah penggolongan masyarakat dilihat dari kekuasaan,
kekayaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan. Dibawah tekanan jumlah
penduduk yang semakin bertambah dan sumber daya yang terbatas. Adanya
penggolongan pada masyarakat desa ini juga dibedakan atas luas kepemilikan
lahan atau tanah. Bagi masyarakat yang pernah menempuh pendidikan
sampai Sekolah Dasar atau Taman Kanak-kanak mereka cenderung dianggap
derajatnya rendah atau miskin, sedangkan bagi masyarakat yang pernah
menempuh pendidikan tinggi (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau perguruan
tinggi) mereka dianggap sebagai orang kaya yang patut dihormati oleh
masyarakat yang derajatnya lebih rendah.
Selain dilihat dari pendidikan, pengolongan masyarakat juga dibedakan
atas pemilikan luas lahan.penggolongan pemilik lahan atau sawah ada
bermacam-macam dalam mendapatkannya, diantaranya dari warisan orang
tua, pembelian, penggadaian dan sewa-menyewa. Pemilik tanah yang lebih
luas tanahnya cenderung menggunakan tenaga buruh tani untuk segala
macam proses produksi. Diantara buruh tani banyak yang selalu bekerja
dibawah pemilik sawa tertentu, keadaan ini terlihat pada pemilik ytanah yang
luas dan tetangga-tetangga miskinnya. Dapat dipastikan bahwa hubungan
antara pemilik dan pengedok atau antara majikan dan buruh tani tersebut
merupakan hubungan kelas yang bersifat hubungan antara “bapak” dan
“pendukung”, walaupaun kadang-kadang dianggap sebagai hubungan tolong-
menolong (gotong-royong) diantara mereka yang sama kedudukannya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kedudukan sosial ekonomi di antara penduduk desa
berhubungan erat denagn polarisasi luas kepemilikan tanah.
Soerjono Soekanto (2007 : 84)
2.15 Kerjasama dan Struktur Masyarakat Pertanian
Prinsip atau dasar yang melandasi struktur sosial atau pelapisan sosial
adalah di satu pihak mengabdi dan pihak lain memerintah. Kedua prinsip
pokok ini dapat ditelusuri dalam hubungan ekonomi, masalah ekonomi desa
dan usaha tani dan juga dalam hubungan-hubungan sosial. Atas dasar kedua
prinsip itu masyarakat desa dibagi kedalam kelompok-kelompok yaitu:
kelompok buruh tani dan kelompok petani bebas.
Sebagai pengabdiannya atau posisi yang lebih rendah, buruh tani
bukanlah orang yang bebas. Dalam suatu masyarakat pedesaan ini berarti
bahwa ia sama sekali tidak mempunyai tanah untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya. Dalam arti sesungguhnya buruh tani memperoleh penghasilan
terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau
para petani penyewa tanah. Sebagian dari mereka bekerja dalam waktu jangka
yang pendek tetapi ada juga yang bekerja dalam waktu yang lama atau
menetap.
Dalam tingkah lakunya terhadap orang yang diluar kelompoknya, buruh
tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya. Biasanya buruh tani diberi
sebidang tanah yang sempit oleh majikannya. Buruh tani hidup untuk
menyambung hidupnya saja, karena tidak ada benda atau orang yang
menjamin kelancaran hidup mereka di masa depan. Buruh tani yang
sesunguhnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan, juga tidak
mempunyai pengalaman untuk mengelolah pertanian. Dalam kegiatan
ekonomi, diwaktu tidak dipekerjakan sebagai tenaga buruh mereka
melakukan perdagangan kecil-kecilan untuk menyambung hidupnya. Buruh
tani sama sekali tidak terikat oleh desa mereka. Banyak dari mereka yang
berasal dari tempat lain.
Petani bebas dikelompokkan menjadi dua, yaitu petani bebas kecil dan
tuan tanah besar. Petani bebas kecil ini cukup dewasa dipandang dari segi
sosiologis untuk mempunyai kepentingan dalam memperbaiki nasib dan
memainkan peran yang aktif dalam melikukan hail itu. Petani bebas kecil ini
mengerjakan tanh sendiri. Mereka tidak melakukan pekerjaan bagi hasil pada
tanah tegalan. Mereka membayar harga yang amat tinggi untuk pupuk dan
bahan kimia karena mereka memperoleh dari tuan tanah besar. Mereka
memiliki pengetahuan yang menyakinkan tentang pengolahan usaha tani.
Petani bebas ini juag memiliki buruh tani dan mereka juga ikut bekerja
bersama buruh tani sekaligus mengawasi. Petani bebas ini memberikan
perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya.
Tuan tanah besar terdiri dari sejumlah kecil keluarga yang berhubungan
rapat denagn perkawinan. Mereka menjalankan fungsi pengelolah dalam
usaha tani baik dalam gaya baru atau gaya lama. Tuan tanah besar memiliki
kedudukan pentimg secara ekonomi dalam suatu desa. Dalam hubungan tuan
pembatu, buruh pertanian terikat pada tuannya dengan adat istiadat dengan
hutnag untuk membayar kembali dengan jalan berjanji kerja untuk tuan
tanahnya.
Pujiwati Sajogyo ( 2002: 2 )
2.16 Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Sistem nilai budaya itu merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-
konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagaian besar dari warga
suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap penting dan apa yang
dianggap remeh. Sisitem nilai budaya berfungsi untuk suatu pediman kelauan
manusia dala hidup. Nilai budaya seolah-olah berada diluar dan diatas diri
individu dala masyarakat yang bersangkutan. Suatu sikap merupakan
kecondongan yang berasal dari dalam diri indinidu untuk berlaku dengan
suatu pola tertentu. Suatau sikap terhadap objek bisa juga dipengaruhi unsur-
unsur nilai budaya.
Sebagian rakyat Indonesia adalah rakyat petani maka tidak
mengherankan bahwa hidup dari pertanian dengan teknologi lama tetapi yang
merasakan bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar, dianggap
lebih halus dan beradab di dalam masyarakat kota. Demikian sudah banyak
para petani yang meninggalkan mata pencaharian hidupnya dalam pertaninan
dan telah mendapat kedudukan dalam sistem kehidupan kota tetapi mereka
masih membawa sistem nilai budayanya dalam alam pikirannya.dalam
kenyataanya sistem nilai budaya kalau tidak terpaksa tidak akan berubah
dengan kecepatan yang sama dengan susunan masyarakat atau sistem
ekonomi.
Orang petani Indonesia bekerja untuk hidup, kadang-kadang kalau
mungkin untuk mencapai kedudukan. Dalam kenyataan kehidupan
masyarakat terwujud dalam dua macam pranata sosial yaitu sistem tolong
menolong dan kewajiban kerja bakti.dalam pedesaan sangat penting adanya
rasa tolong-menolong tetapi dalam pertanian banyak memberi dampak yang
negatif dan merugikan pihak petani.
Ulrick Plank ( 2006: 64)
2.17 Gabungan Kelompok Tani/ kelompok tani
Gabungan kelompok tani merupakan suatu badan yang mempunyai hak
otonomi untuk mengatur dirinya secara luas. Antara lain gabungan kelompok
tani mempunyai hak untuk membentuk pengurus, mengatur keuangan,
membuat peraturan, melaksanakan sanksi terhadap pelanggaran anggotanya,
tanpa campur tangan pihak luar, dan yang terpenting ialah menjaga ketertiban
dan kesejahteraan para anggotanya.
Fungsi dan kewajiban gabungan kelompok tani yang sangat penting ialah
mengatur pembagian air bagi para anggotanya, agar masing-masing anggota
memperoleh bagian air yang cukup dan seadil-adilnya. Dengan demikian
kesejahteraan semua anggota merupakan tujuan pokok gabungan kelompok
tani. Begitu juga gabungan kelompok tani wajib memelihara sumber-sumber
air, khususnya sumber air yang memberikan air kepadanya. Gabungan
kelompok tani berkewajiban mengatur jenis komoditas yang harus ditanam
(baru belakangan ini), menetapkan waktu penyiapan lahan, penaburan benih,
dan penanaman, serta mengatur pergiliran tanah.
Teguh ( 2009:4 )
2.18 Sistem Agribisnis
Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan ekonomi
berbasis sumberdaya hayati dari sekedar bentuk pertanian primer menjadi
suatu sektor ekonomi modern. sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari
pertanian primer, mencakup paling sedikit empat subsistem yaitu
1. Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana
produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/
benih, alat dan mesin pertanian, dll).
2. Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor
pertanian primer.
3. Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu
kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk
olahan, beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional.
4. Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti
lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan
informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya.
Dalam struktur perekonomian nasional, sektor agribisnis memiliki
jangkauan dan ruang gerak yang sangat luas yaitu dari skala usaha tani yang
dikelola keluarga sampai dengan skala usaha tani di tingkat nasional. Selain
itu, agribisnis juga mencakup keterkaitannya antara sektor pertanian dengan
sektor industri hingga seluruh jaringan sistem pertanian, mulai dari
pengorganisasian produksi hingga pendistribusian hasil produksi.
Secara konseptional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua
aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai
dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta
agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.
Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri
dari berbagai subsistem yaitu:
1) Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan
pengembangan sumberdaya manusia.
2) Subsistem budidaya dan usaha tani
3) Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4) Subsistem pemasaran hasil pertanian.
Dengan pendekatan sistem tersebut di atas, orientasi pembangunan
pertanian mencakup seluruh aspek di dalam sistem agribisnis yang dilakukan
secara terpadu, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
Rangkaian kegiatan yang terkait dalam sistem agribisnis tersebut di atas
di gerakkan oleh berbagai kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem
agribisnis sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa
depan. Selain itu, pertanian berwawasan agribisnis memerlukan “dukungan
rancangan bangun kelembagaan” dalam suatu bentuk jaringan kelembagaan
agribisnis yang terpadu, sistematis, dan berfungsi secara efisien dalam
mendukung kegiatan pertanian.ribisnis dalam bentuk unit-unit usaha dalam
subsistem saran produksi, usaha tani / produksi, pasca panen dan pengolahan
serta pemasaran hasil, memerlukan dukungan pembinaan yang trearah dan
terkoordinasi lintas sektor. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan
menuju bangun kelembagaan agribisnis yang tangguh merupakan salah satu
strategi dalam pembangunan agribisnis. Ketangguhan kelembagaan semacam
ini menjadi syarat mutlak bagi pelaku-pelaku pertanian untuk mampu
mengapresiasikan jati dirinya dalam era persaingan mendatang.
Nasrun Hasibuan ( 2011: 2)
2.19 Kelembagaan Sarana Produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan yang bergerak
dibidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi. Kelembagaan
ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak
bidang industri pupuk seperti PT Pupuk Kujang, PT Petrokimi Gresik dan
lain-lain. Produsen pupuk tersebut menghasilkan pupuk urea, ZA dan SP-36.
Selain dari produsen pupuk ada juga perusahaan yang memproduksi pestisida
dan produsen penghasil pupuk alternatif. Selain itu juga ada yang bergerak di
bidang produksi benih baik BUMN maupun perusahaan swasta penghasil
benih.
Kelembagaan ekonomi yang bergerak dibidang penyaluran atau distribusi
sarana produksi cukup banyak jumlahya, baik yang berstatus BUMN
maupun swasta dan koperasi atau KUD. Di tingkat pedesaan kelembagaan ini
berwujud sebagai kios-kios sarana produksi dab tempat pelayanan koperasi
yang berfungsi sebagai pengecer langsung kepada petani selaku konsumen.
Untuk mengkoordinasikan kegiaatan dibidang produksi maupun distribusi
sarana produksi biasanya beberapa kelembagaan usaha membentuk asosiasi.
Nasrun Hasibuan ( 2011:4 )
2.20 Kelembagaan Budi daya dan Usaha Tani
Kelembagaan agribisnis yang bergerak dibidang usaha tani meliputi:
rumah tanggapetani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan
holtikultura, kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani dan kelembagaan
usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura.
Baik unit-unit usaha tanidalam bentuk usaha tani rumah tangga maupun
kelompok tani merupakan kelembagaan non-formal yang melaksanakan
fungsi agribisnis di pedesaan. Kelimpok tani sebagai bentuk kelembagaan
yang lebih maju dan terorganisasi berfungsi sebagai wadah berproduksi,
wahana kerjasama antar anggota kelompok tani dan kelas belajar diantara
anggota atau petani .
Pengolahan perusahaan budidaya dilakukan dengan manajemen yang
lebih maju dan status legalnya adalah sebagai perusahaan berbadan hukum
yang memang dirancang dengan baik melalui investasidi bidang usaha
budidaya tanaman. Bentuk investasinya dapat berupa penanaman modal
dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Nasrun Hasibuan ( 2011:5)
2.21 Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini
meliputi kelembagaan yang melakukan usaha dibidang pasca panen seperti
usaha perontokan, kelembagaan usaha dibidang pengolahan seperti
perusahaan penggilingan padi, industri tepung tapioka, industri pembuatan
tahu atau tempe dan lain-lain dan kelembagaan lumbung desa yang berperan
untuk mengatasi masalah pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang mendesak. Limbung desa ini di kelolah oleh LKMD. Dilihat dari skala
usaha, unit usaha di bidang pasca panen dan pengolahan hasil ini meliputi
usaha dalam skala kecil, skala menengah dan skala besar yang dikelolah
dalam bentuk perusahaan industri pengelolahan hasil pertanian yang tersebar
baik di pedesaan maupun di kota.
Nasrun Hasibuan ( 2011:6 )
2.22 Kelembagaan Pemasaran Hasil dan Jasa Layanan Pendukung
Kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis menempati posisi yang
sangat penting karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang
berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen.
Kelembagaan ini terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas
dari produsen ke konsumen.kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang
pengumpul yang ada di derah produsen, pedagang antar daerah yang berada
di kabupaten dan provinsi, pedagang grosir dan pedagang pengecer ke
konsumen.
Semakin efisien sistem tataniaga hasil petanian, semikin sederhana pula
julmlah mata rantai tat niaga yang diperlukan. Pada umumnya kelembagaan
pemasaran ini merupakan unit-unit usaha di bidang jasa perdagangan,
termasuk juga usaha transportasi hasil pertanian. Skala usahanya pun meliputi
dari usaha skala kecil, menengah sampai dalam bentuk usaha jasa
perdagangan antar daerah, pulau dan ekspor ke luar negeri.
Kelembagaan ini sangat menentukan keberhasilan kelembagaan agribisnis
dalam mencapai tujuannya. Di antara banyak kelembagaan jasa layanan
pendukung ada beberapa yang dianggap penting, diantaranya :
1. Kelembagaan di Bidang Permodalan
Kelembagaan ini juga beragam, mulai dari perbankan, dana-dana ventura
dan dana dari penyisihan keuntungan BUMN. Kelembagaan ini
menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni
maupun menyalurkan kredit program yang di skemakan oleh pemerintah.
2. Kelembagaan di Bidamg penyediaan Alsintan
Kelembagaan ini berupa perusahaan pembuatan dan perakitan alsintan
baik skala kecil maupun besar, termasuk usaha perbengkelan yang
melakukan perakitan dan pembuat alsintan sederhana yang tersebar di
daerah-daerah. Udaha ini berperan penting dalam mendukung keberhasilan
pendayagunaan dalam mendukung keberhasilan pendayagunaan dan
pengembangan alsintan melalui usaha pelayanan jasa.
3. Kelembagaan Aparatur
Kelembagaan yang berfungsi sebagai pelayanan atau penyuluhan adalah
Balai Penyuluhan Pertanian yang sudah tersebar di Indonesia. Selain dari
kelembagaan penyuluhan juga ada kelembagaab apatur yang berfungsi
sebagai pengaturan dan pembinaan antara lain adalah organisasi
pemerintah di pusat dan tingkat provinsi dan juga instansi terkait serta
dinas pertanian dan instansi terkait di tingkat kabupaten. Dalam
kelembagaan apatur ini termasuk juga kelembagaan penelitian sebagai
sumber teknologi dalam pengembangan agribisnis.
Nasrun Hasibuan ( 2011:7 )
III. PEMBAHASAN
3.1 Hasil Wawancara
3.1.1 Hasil wawancara dengan Bapak Jumain oleh Novita Rizky Amalia
A. Identifikasi Petani
Bapak Jumain adalah salah satu anggota dari kelompok tani
yang ada di desa Bulukerto, Batu. Beliau bertempat tinggal di desa
Bulukerto, RT 6 RW 3. Pekerjaan utama Pak Jumain adalah
sebagai seorang petani apel. Di usia yang hamper setengah abad ini
beliau masih setia dengan pekerjaannya sebagai petani apel yang
telah dijalaninya sejak beliau berumur limabelas tahun. Selain
menjadi petani apel, Pak Jumain juga memiliki pekerjaan
sampingan sebagai petani bunga. jumlah anggota keluarga Pak
Jumain empat orang, yang terdiri dari seorang istri, seorang anak
laki-laki, dan seorang anak perempuan. Karena karirnya sebagai
petani telah dirintis sejak usia limabelas tahun, sehingga Pak
Jumain hanya dapat mengenyam pendidikan formalnya hingga
bangku sekolah dasar.
Pak Jumain ini merupakan salah satu petani apel yang
sejahtera kehidupannya, hal ini dapat dilihat dari luas lahan
pekarangan yang dimiliki seluas 1500 m² dan luas tegalan sebesar
7000m². Ditinjau dari luas rumahnya juga beliau dapat digolongkan
menjadi petani sejahtera. Meskipun penghasilan apel malang
sekarang tidak sebaik beberapa tahun yang lalu, namun Pak Jumain
masih dapat memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarganya.
Berikut data tabel luas kepemilikan lahan yang dimiliki Bapak
Jumain.
Tabel 1 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Jumain
No Status LahanLuas Pekarangan
(m²)Lahan Tegal (m²)
1. Milik 1500 7000
2. Sewa - -
3. Bagi hasil (maro, martelu,
mrapat)- -
4. Jumlah 1500 7000
B. Kebudayaan Petani
1. Pengetahuan petani tentang cara bercocok tanam dan
teknologi pertanian
Dalam satu tahun lahan yang dimilik Pak Jumain sepenuhnya
ditanami pohon apel. Tidak ada bero dalam Meskipun beliau juga
memiliki sampingan sebagai petani bunga, namun bunga itu tidak
memiliki tempat khusus atau lahan tersendiri dalam masa
tanamnya. Bunga itu hanya ditanam di depan halaman rumah.
Dalam satu tahun kebun apel milik Pak Jumain dapat panen +/- 3-4
kali. Alasan utama beliau memilih varietas apel sebagai komoditi
utama di pertaniannya karena lingkungan sekitar seperti penduduk
setempat banyak yang menanam apel, biofisik desa juga
mendukung untuk pertumbuhan apel dengan baik, selain itu apel
dianggap menjadi komoditas yang dapat menyokong kehidupan
ekonominya.
Cara penanaman apel yang dilakukan oleh Bapak Jumain ini
menggunakan teknik stek apel, yaitu dengan cara menyetem
batangnya lalu menancapkannya kembali di tanah hingga menjadi
individu pohon apel baru. Pohon apel merupakan tanaman tahunan,
sehingga tidak memerlukan penanaman ulang setelah dipanen.
Pengolahan tanah dilakukan dengan manual, yaitu membuat petak-
petak dan dilubangi dengan kedalaman tujuhpuluhlima cm
kebawah dengam lebar satu meter. Pohn apel ini dapat tumbuh
dengan baik jika diberi jarak +/- 4m setiap pohonnya, hal ini
dikarenakan pertumbuhan batangnya kan maksmal bia ditanamn
dengan jarak 4m. Jika petani menggunakan jarak yang kurang dari
4m mungkin mereka dapat mengambil keuntungan dari banyaknya
pohon apel yang ditanam dan banyaknya buah yang dihasilkan,
namun hal itu sebenarnya tidak baik bagi si pohon apel sendiri,
karena dengan penanaman seperti itu pohon apel tidak dapat
tumbuh dengan optimal.
Dalam pembudidayaan tanaman apapun pasti membutuhkan
asupan atau nutrisi baik untuk tumbuhan maupun untuk tanahnya,
sama halnya dengan Pak Jumain yang menggunakan pupuk TSP
1616 untuk nutrisi pohon apelnya. Dalam setahun lahan Pak
Jumain dapat menghabiskan 1 kw pupuk. Penyiangan dilahan apel
ini penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan dicabut
tangan dan semprot bahan kimia. Penyiangan dilakukan hanya jika
kondisi lahan dianggap telah penuh dengan rumput.
Jenis hama penyakit yang ditemukan di pohon apel ada banyak
macamnya, namun yang utama dan akhir-akhir ini sedang
mewabah adalah hama kutu sisik. Hama ini menyerang bagia
batang pohon apel, dan muncul bintik-bintik merah diuahnya.
Masih belum ada penanganan yang efektif untuk membasmi hama
ini, semua petani di daerah ini masih mencoba-coba berbagai
fungisida dan masih belum ada yang dapat menghilangkan kutu
sisik secara efektif.
Dalam penentuan panen pemilik lahan melihatnya dari umur
buah +/- 3 bulan. Cara panennya juga dilakukan dengan manual,
memetik langsung dari pohon. Selain penentuan masa panen dilihat
dari umurnya, masa panen apel juga dilihat dari keadaan buah.
Pak Jumain mendapatkan pengetahuan tentang bertani secara
otodidak, jadi beliau belajar dari orangtuanya dan juga dari
lingkungan sekitar. Terkadang juga beliau mempelajari tanaman itu
dengan mengamati tanaman tersebut. Jadi beliau memahaminya
bukan hnaya secara teori namun langsung terjun ke lapang, dan
mengamati keadaannya.
Cara budidaya pohon apel yang digunakan tidak pernah
berubah dari jaman dahulu hingga sekarang, masih tetap
menggunakan cara stek apel. Hal ini dilakukan terus-menerus
karena ini merupakan cara yang dianggap paling efektif dalam
membudidayakan tanaman ini.
C. Lembaga Pranata Sosial Terkait Dengan Usahatani
1. Lembaga Penguasaan Lahan Pertanian
Status lahan yang dimiliki oleh Bapak Junaidi adalah
lahan milik sendiri, lahan itu diperoleh dari warisan dan ada
pula yang diperoleh dari hasil pembeliannya sendiri. Bapak
Junaidi mendapatkan lahan warisan itu pada tahun 1993 dan
tanah yang berstatus milik pribadi dibeli pada tahun 2011. Dari
lahan itulah Bapak Junaidi mengembangkan apelnya dan
bertahan hidup. Selama menjadi petani apel Bapak Jumain
belum pernah menyewa lahan orang. Tapi tidak sedikit rekan
Pak Jumain dalam satu kelompok tani yang masih menyewa
lahan milik orang lain. Biasanya lahan yang disewa tiu adalah
lahan milik orang kaya di desa itu atau desa sekitar yang
memiliki investasi lahan di daerah itu.
Dalam penguasaan lahan pertanian dikenal sistem bagi
hasil, sistem ini merupakan cara buruh tani untuk tetap bekerja
di lahan tapi dia hanya menggarap lahan tanpa memiliki status
sebagai pemilik. Jadi pada waktu musim panen datang, hasil
dari panen itu dibagai antara pemilik dan penyewa lahan sesuai
perjanjian. Dalam sistem ini penyediaan saprodi juga menjadi
kesepakatan antara kedua belah pihak.
2. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana
produksi pertanian (benih/ bibit, pupuk, obat-obatan)
Selama menjadi petani apel, Pak Junaidi selalu memenuhi
kebutuhan sarana produksi pertaniannya sendiri. Mulai dari bibit,
pupuk, pestisida, semuanya itu dibeli dengan menggunakan uang
pribadi tanpa bantuan dari pemerintah setempat, maupun lembaga
pertanian. Harga beli pupuknya sekitar Rp 8000/ kg. Selain pupuk
kimia, pak Jumain juga menggunakan pupuk alami yaitu kompos
dan kandang, atau bokashi (campuran antara pupuk kandang dan
kompos). Bokashi ini merupakan hasil kerja dari kelompok tani
setempat.
3. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan tenaga kerja
Dalam kegiatan usaha tani Pak Jumain hanya
menggunakan tenaga kerja tambahan pada saat panen, kegiatan
ini dikenal dengan nama “rempes”. Rempes adalah kegiatan
panen atau memetik buah yang dianggap telah memenuhi syarat
untuk dipetik. Tenaga kerja tambahan tersebut biasanyya diambil
dari Desa Bulukerto sendirim, namun jika hasil panennya
melimpah sang pemilik lahan terpaksa mengambil tenaga kerja
sekitar Desa Bulukerto. Tenaga kerja tambahan itu tugasnya
hanya memetik buah mulai daripukul 07.00-11.30. trenaga kerja
ini juga mendapat upah yang lumayan besar, yaitu seharga Rp
17.000/ hari. Dari kegiatan ini dapat dilihat meskipun bermata
pencaharian hanya sebgaiai petani, namun beliau mampu
menumbuhkan perekonomian desanya bahkan desa sekitar.
4. Lembaga yang dapat melakukan fungsi pengolahan hasil
pertanian
Tidak ada sistem pengolahan yang dilakukan di lahan
milik Pak Jumain. Buah apel hanya dipanen ketika buah sudah
matang, alasannya tidak lain adalah pertimbangan kualitas
buah. Jika buah dipanen sebelum waktunya tentunya rasa yang
dihasilkan belum maksimal. Jika rasa buah yang dipanen
masih belum maksimal tentunya tidak ada kepuasan petani
dalam menanam pohon itu.
5. Lembaga pemasaran hasil pertanian
Dalam pemasarannya Bapak Jumain hanya menunggu
pihak yang berminat dan dating ke lahan. Tidak ada lembaga
yang menampung pemasaran buah apel dari desa ini. Jadi
petani di desa ini menunggu pembeli yang datang dan
melakukan kesepakatan harga. Biasanya kegiatan ini
diklakukan di balai desa. Hasil panen buah apel milik Pak
Jumain mayoritas dijual dan hanya beberapa yang diambil
untuk konsumsi sendiri. Penentuan harga dilakukan oleh
pemilik lahan, namun hasil akhir yang didapat tetap atas hasil
musyawarah semua pihak yang dating pada waktu
musyawarah. Cara pembayarannya bisa dilakukan sekali, dua
kali, bahkan ada pula yang melunasinya dalam waktu satu
bulan kedepan.
6. Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Tani
Ada beberapa kelompok tani di desa Bulukerto ini. Bapak
Jumain merupakan salah satu anggota aktif dalam salah satu
kelompok tani tersebut. Kelompok tani ini berstruktur, dengan
ketua Bapak Hastom, dan masa jabatan lima tahun. Kelompok
tani ini memiliki beberapa kegiatan, diantaranya membuat
bokashi, pembibitan, penyuluhan pertanian, dan penyuluhan
peternakan.
7. Himpunan Petani Pemakai Air Minum (HIPPAM)
Di desa Bulukerto ini terdapat Himpunan Petani Pemakai
Air Minum (HIPPAM). Himpunan ini diketuai oleh Bapak
Suwito. Pak Jumain tidak menjadi anggota dalam himpunan
ini, karena air yang tersedia di desa ini masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
8. Lembaga Keuangan/ Perkreditan
Dalam melakukan usaha pertanian tentunya membutuhkan
modal yang tidak sedikit. Pak Jumain pernah meminjam uang
kepada anggota keluarga yang lain sebagai modal untuk awal
pembelian sarana produksi. Selain meminjam kepada anggota
keluarga, biasanya juga melakukan pinjaman berupa barang
saprodi ke toko, dan baru akan bayar setelah panen
belangsung.
D. Perubahan Sosial
Di Desa Bulukerto tidak terdapat lembaga penyedia sarana
produksi pertanian, sehingga petani secara langsung mengambil
sarana produksi langsung dari toko yang menyediakan sarana
produksi itu. Seharusnya pemerinah setempat memberika tempat
untuk penjualan saprodi yang tidak terlalu jauh desa atau keluar
dari desa.
Jika memasuki musim panen tentunya petani membutuhkan
tenaga kerja tambahan untuk membantu mengerjakan pekerjaan
agar cepat selesai. Biasanya tenaga kerja musiman itu diambil
dari masyarakat desa setempat yang membutuhkan pekerjaan,
namun jika hasil panen melimpah ruah tidak menutup
kemungkinan pekerja musiman itu diambil dari desa lain yang
berdekatan. Sistem pengupahannya dalam bentuk upah harian,
jadi pekerja mulai bekerja pada pukul 07.00-11.30. Besar nilai
upah pekerja musiman yang ada di lahan Pak Jumain Rp 17.000/
hari.
Dalam hal pemasaran petani apel Bulukerto masih belum
melakukan transaksi dalam skala besar hingga ekspor.
Pemasarannya masih berada dalam skala kecil seperti mlijo dan
pedagang di pasar. Jadi penghasilan mereka juga masih stagnan,
tanpa ada perubahan yang signifikan. Padahal kualitas buah yang
dihasilkan dari desa ini termasuk baik. Kondisi perekonomian di
desa ini akan lebih baik lagi jika pemerintah setempat mampu
menggandeng pihak yang berperan baik dalam pemasaran apel
bulukerto.
Pekembangan kelompok tani di desa bulukerto semakin
maju. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya informasi baru
yang di dapat petani dari hasil pertemuan kelompok, dengan cara
petani menyampampaikan informasi kepada pihak lain. Dampak
dari kelompok tani membawa nilai positif bagi petani-petani di
desa bulukerto.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
merupakan program dari pemerintah untuk memajukan suatu
desa. Di desa bulukerto PNPM berperan besar dalam perbaikan
infrastruktur desa, seperti pembangunan paving di jalan, drainase,
gorong-gorong, dll. Jadi PNPM di desa ini telah berjalan dengan
baik, dan wujud nyata dari program itu membuat desa menjadi
lebih baik kondisinya.
3.1.2 Hasil wawancara dengan Bapak Eko Toyib oleh Hilda Valeria
A. Identifikasi petani
Eko Toyib adalah nama seorang petani muda yang telah berusia 27
tahun. Ia tinggal tinggal di sebuah desa yang bernama Desa Bulukerto,
tepatnya di Dusun Gintung RT 05 RT 03, Batu. Tingkat pendidikan
terakhir Pak Eko Toyib adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Jumlah anggota keluarga Pak Eko sebanyak 3 orang yaitu ia sendiri, istri
dan 1 anak. Selain menjadi petani, ternyata ia juga mempunyai pekerja
sampingan yaitu sebagai peternak kambing. Pak Eko mempunyai 23 ekor
kambing, dan lokasi peternakan itu sendiri bertempat di sebelah
rumahnya. Ia mulai bertani sejak sepuluh tahun yang lalu, tepatnya ketika
umur Pak eko genap tujuh belas tahun. Lahan yang diperoleh yaitu
sebesar 1 ha di perkarang rumah dan 2 ha yang terletak tidak jauh dari
rumahnya merupakan warisan dari orang tua Pak Eko. Lahan yang
dipunyainya merupakan lahan tegal.
B. Kebudayaan petani
1. Pengetahuan petani tentang cara bercocok tanam dan teknologi
pertanian
Dalam satu tahun, Pak eko hanya menanam satu jenis tanaman
saja yaitu buah apel pada lahan tegalnya. Jenis buah apel yang
ditanami ada dua, yaitu apel ana dan apel manalagi. Apel ana yang
berwarna merah, sedangkan apel manalagi jika sudah siap panen
berwarna hijau kekuningan. Ia memilih apel karena memang
komoditas di Desa Bulukerto merupakan apel. Kesesuaian dengan
cuaca dan lahan turun temurun dari warisan orang tua juga merupakan
faktor mengapa Pak Eko memilih apel untuk ditanam.
Pada lahan tegalnya, Pak Eko tidak menyediakan benih-benih
apel sebelumnya. Namun, benih-benih tersebut sudah menjadi pohon
karena lahan tersebut adalah lahan warisan dari orangtua Pak Eko.
Pengolahan tanah pada lahan tersebut hanya penyemprotan sebagai
obat rumput dan juga penyemprotan herbisida. Tidak ada pembajakan
menggunakan traktor atau kerbau karena lahan apel tidak perlu adanya
pembajakan seperti lahan padi. Selain itu, untuk pengolahan tanahnya
Pak Eko hanya memberikan pupuk kandang saja untuk sekarang ini.
Pemupukan yang dilakukan olehnya dilakukan sekali dalam satu tahun
pada musim kemarau. Pupuk yang digunakan adalah sebanyak 25 kg
untuk 1 pohon. Dulu ia pernah menggunakan pupuk kimia sebagai
referensi tetapi sekarang tanah di lahan Pak Eko sudah sepenuhnya
menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang tersebut diperolehnya
dari kotoran ternak yang Pak Eko miliki.
Pak Eko membuat persemian tiga kali dalam satu tahun pada
lahan tegalnya. Varietas yang dipilih adalah apel ana dan apel
manalagi. Jumlah pohon yang ada dalam satu hektar adalah 200
pohon. Jadi, Pak Eko mempunyai 600 pohon apel pada lahannya.
Jarak tanam antar pohon yang ideal adalah 2,5 m tetapi Pak Eko
membuat jarak tanam 2 m untuk setiap pohonnya karena selain untuk
memaksimalkan produksi, jarak tersebut juga sudah ditetapkan oleh
orangtua Pak Eko sebelumnya.
Pada lahan apel Pak Eko tidak sedikit juga hama dan penyakit
yang ia temukan. Hama yang sering ditemukan adalah ulat pada daun
kutu sisik. Kutu sisik tersebut adalah kutu yang menyerang bagian
batang pohon sehingga menyebabkan menjadi kering dan mati.
Sedangkan penyakit yang sering muncul adalah embun tepung.
Penyakit embun tepung ini menyerang bagian daun, menyebabkan
daun menjadi putih seperti tepung. Pengendalian hama dan penyakit
yang dilakukan oleh Pak Eko adalah dengan penyemprotan pestisida
dan fungisida sebanyak satu kali untuk setiap minggunya. Dosis yang
digunakan adalah 200 ml pestisida atau fungisida kemudian dicampur
dengan 200 L air lalu disemprotkan pada pohon. Dosis tersebut
digunakan untuk 200 pohon atau 1 ha lahan tegal Pak Eko.
Cara Pak Eko menentukan bahwa apel sudah waktunya dipanen
adalah dengan melihat dari ciri-ciri apel itu sendiri. Jika apel ana
sudah siap panen maka warna buahnya akan berubah menjadi hijau
kekuningan. Begitu juga dengan apel manalagi yang warnanya akan
berubah menjadi merah. Hasil yang ia dapatkan langsung dijual
kepada pengepul (tengkulak).
Pak Eko memperoleh cara mengolah lahan apel adalah dari
orangtua dengan melihat langsung ke kebun. Selain itu Pak Eko juga
banyak memperoleh pengetahuan proses pengolahan lahan dari teori
dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Penyluh Pertanian
Lapang (PPL). Namun, tidak ada penjelasan atau teori yang diberikan
dari pihak swasta seperti PT. Dupon, PT. Bayer dan lain sebagainya.
Pengetahuan yang diperoleh Pak Eko pernah berubah terutama dalam
hal penyemprotan obat. Penyemprotan obat selalu berubah karena
musim. Contohnya saat musim kemarau sedikit menggunakan obat
tetapi pada musim hujan banyak menggnakan obat. Merk obat yang
digunakan juga berubah-ubah setiap musimnya.
C. Lembaga Pranata Sosial Terkait Dengan Usahatani
1. Lembaga Penguasaan Lahan Pertanian
Status lahan yang dimiliki Pak Eko adalah milik sendiri yang
diperoleh dari warisan orangtua pada tahun 2002. Sebgai pemilik
lahan, kewajiban yang harus dijalankan oleh Pak Eko adalah
menyerahkan penggarapan lahan, membayar pajak tanah dan
membayar iuran irigasi. Selain itu, Pak Eko juga menanggung
sebagian saprodi sebesar 25%. Disamping kewajiban-kewajiban
yang ia jalankan, Pak Eko mendapatkan haknya yaitu mendapatkan
bagian hasil dari lahan tegalnya sebesar 100%.
2. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana produksi
pertanian (benih/ bibit, pupuk, obat-obatan)
Dalam kegiatan usahatani apelnya, Pak Eko pernah
menggunakan pupuk urea sebanyak satu kali dengan harga Rp
1000,00 per kg yang diperoleh dari toko obat. Namun Pak Eko
sekarang sudah tidak pernah lagi menggunakan pupuk urea atau
pupuk kimia lainnya. Saat ini ia sepenuhnya menggunakan pupuk
kandang yang diperoleh dari ternaknya sendiri. Pak Eko juga
menjual pupuk kandang kepada petani lainnya dengan harga Rp
10.000,00 per kg. Memang harga pupuk kandang lebih murah
dibandingkan dengan pupuk urea tetapi pupuk kandang lebih baik
untuk tanah karena tidak mengandung bahan kimia. Selain pupuk,
pestisida yang sering digunakan adalah topsin dan gabrio. Topsin
dijual per kg dengan harga Rp 70.000,00 sedangkan gabrio dijual
dengan harga Rp 140.000,00 per 250ml. Pestisida-pestisida tersebut
diperoleh dengan membelinya di toko obat. Pak Eko lebih sering
menggunakan gabrio walaupun harganya mahal tetapi lebih ampuh
untuk membasmi hama. Ada juga pestisida nabati yaitu forlisium
yang diperoleh dari bantuan dinas setempat. Semua pupuk dan
pestisida yang dibeli oleh Pak Eko adalah beli kontan kecuali
fortilisium.
3. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan tenaga kerja
Pak Eko menggunakan bantuan tenaga kerja dengan sistem
upah harian untuk kegiatan usahatani apelnya. Kegiatan yang
menggunakan bantuan tenaga kerja yaitu pertama, mengambil daun
pasca panen sebanyak 30 orang, mereka yang mengerjakan bagian ini
diberi upah sebesar Rp 17.000,00 per hari, biasanya pekerjaan ini
dilakukan oleh wanita karena tidak terlalu berat dan tidak banyak
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Kedua, ada
pekerjaan memotong sebanyak 20 orang. Kegiatan memotong ini
sistemnya adalah dengan memotong batang yang tidak bagus ataupun
tidak sehat dengan menggunakan gunting khusus. Bila mengerjakan
bagian memotong akan diberikan upah sebesar Rp 20.000,00 per hari.
Kegiatan selanjutntya ketiga adalah pangkas yang dikerjakan oleh 30
orang. Pangkas ini berbeda dengan memotong. Pangkas adalah
kegiatan untuk memangkas gulma yang ada. Buruh tani yang
mengerjakan bagian pangkas akan digaji sebesar Rp 20.000,00.
Pekerjaan terakhir adalah panen. Kegiatan ini paling banyak tenaga
kerjanya yaitu sebanyak 50 orang. Apabila lahan apel yang dimiliki
Pak Eko sudah siap panen maka para buruh tani banyak yang
menawarkan diri untuk memetik apel-apel dan dimasukkan ke dalam
satu wadah kemudian mangangkutnya ke gudang yang sudah
disiapkan. Upah yang diberikan pada tenaga kerja panen adalah yang
paling besar diantara lainnya yaitu sebesar Rp 50.000,00 per enam jam
karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang paling berat.
4. Lembaga yang dapat melakukan fungsi pengolahan hasil
pertanian
Hasil panen apel yang didapat Pak Eko pada setiap musimnya
bisa mencapai 1 sampai dengan 2 ton dan tidak ada yang diolah
sebelum dijual. Pak eko memilih langsung menjual hasil panennya
kepada tengkulak karena dengan begitu ia langsung mendapatkan
uang tanpa harus mengeluarkan uang untuk pengolahan hasil
panennya. Setiap musim 50% bahkan hampir semua hasil panen dari
lahan langsung dijual Pak Eko, jarang ada yang dikonsumsi sendiri. Ia
mengkonsumsi sendiri ketika sedang menginginkan apel tersebut saja.
Pak Eko tidak langsung menjual ke pasar, tetapi ia menjual kepada
tengkulak yang datang kepadanya. Penentuan harga adalah oleh kedua
belah pihak. Artinya, antara Pak Eko dan tengkulak ada proses tawar-
menawar untuk memastikan harga yang optimal dan tidak merugikan
kedua belah pihak. Pada musim ini harga apel turun dari musim lalu
menjadi Rp 4200,00 per kg karena cuaca yang tidak menentu sehingga
kualitas panen pun tiidak maksimal dan terjadilah penurunan harga.
Cara pembayaran yang dilakukan oleh pihak pembeli hasil pertanian
tidak kontan dimuka melainkan dibayar setelah laku dijual.
5. Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Tani
Di Desa Bulukerto terdapat kelompok tani. Ketua dari kelompok
tani tersebut adalah Pak Gianto. Pak Eko sendiri bukan hanya menjadi
anggota pada kelompok tani ini melainkan juga sekertaris. Banyak
kegiatan yang dilakukan pada kelompok tani ini, mulai dari pertemuan
rutin, pengolahan pupuk kandang dan lain sebagainya. Pak Eko dan
para petani lainnya pun aktif mengikuti setiap kegiatan dalam
kelompok tani di Desa Bulukerto. Pak Eko mengakui bahwa dengan
adanya kelompok tani ini semakin memajukan pola pikir petani
karena bisa saling bertukar pikiran, ilmu tanam dan yang lainnya.
6. Lembaga Keuangan/ Perkreditan
Selama menjalankan usaha taninya, Pak Eko pernah
membutuhkan modal dari luar yaitu dari Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Jangka waktu yang ditetapkan adalah 6 bulan dan bunganya
2% per bulan. Pinjam modal ini dilakukan Pak Eko dulu saat awal
memulai usahatani, tetapi sekarang sudah memakai modal sendiri.
D. Perubahan Sosial
Menurut pengamatan Pak Eko selama menjadi petani, tidak terlalu
banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada usahataninya. Cara atau
sistem pengadaan tenaga kerja untuk usahatani terjadi perubahan harga,
sekarang lebih mahal tarif upah harian setiap tenaga kerja. Dulu setiap
tenaga kerja masih ada yang mau diberi upah sebesar Rp 15000,00.
Namun, sekarang sudah tidak ada lagi yang mau. Lebih jauh lagi, dulu
tidak ada upah maksimal buruh tani sebesar Rp 50000,00 per enam jam,
tetapi sekarang tenanga kerja panen mendapat upah sebesar itu. Lembaga
pengolahan dan pemasaran hasil tidak terjadi perubahan, tetap sama dari
sebelumnya. Perkembangan kelompok tani berubah menjadi semakin
maju, contohnya seperti pola pikir para petani yang lebih modern dan
semakin banyak bantuan yang diterima para petani terutama dari
pemerintah setempat, baik itu berupa dana maupun berupa pupuk atau
bibit.
3.1.3 Hasil wawancara dengan Bapak Supai oleh Didin Sagita
A. Identitas Petani
Pak Supai adalah seorang petani yang berusia 80 tahun,
beliau tinggal di desa bulukerto dusun guntung RT05 RW03. Pak
Supai mempunyai seorang anak perempuan yang sudah menikah,
mempunyai dua orang cucu dan satu buyut, mereka hidup bersama
dalam satu rumah. Pak Supai menjadi petani sejak 1976. Jenjang
pendidikan formal beliau adalah sampai SD (Sekolah Dasar), beliau
hanya menempuh pendidikan sampai SD karena pada masa itu tidak
ada jenjang pendidikan yang lebih tinggi . Dan setelah tamat dari
sekolahnya Pak Supai memang sudah memutuskan untuk bekerja .
Anak perempuan pak supai bekerja sebagai penjual bunga dan
membatu pak supai bercocok tanam .
Pak Supai tergolong masyarakat yang berkecukupan
dengan pekerjaan utamanya sebagai Petani apel , beliau memiliki
tegal Apel sendiri dengan luas 500m2 . Lahan seluas ½ ha bisa
dikatakan luas . Beliau menghidupi 5 anggota keluarganya . Pak
Supai tidak memiliki hewan ternak .Pak Supai mempunyai rumah
yang layak , cukup luas untuk dihuni 5 orang anggota keluarga.
Anak beliau juga bekerja sebagai penjual bunga, mempunyai mobil
untuk menjual bunganya ke kota . Status tegal yang dimiliki oleh
Pak Supai merupakan tegal yang beliau beli sendiri pada tahun
1970.
B. Kebudayaan Petani
Dalam setahun lahan Pak Supai ditanami Apel manalagi.
Beliau memulai menanam apel sejak tahun 1976 , sejak beliau
menjadi petani . Beliau menanam apel karena hasil buahnya yang
baik dan menguntungkan selain itu beliau menanam apel karena
disarankan oleh atasannya sewaktu beliau menjadi pengawas buah
di batu .Beliau mengolah tanah dengan menggunakan cara yang
tradisional yaitu dengan menggunakan cangkul sebelum ditanami
Apel . Beliau mempersiapkan bibitnya sendiri . Persemiannya
dilakukan di tegalnya sendiri . untuk lahan ½ ha ditanami 100
pohon apel setiap tahunnya.
Cara tanam pohonnya diberi jarak 2 m per pohonnya.
Hanya ada 1 pohon perlubangnya . Pengairan nya dengan
mengandalkan air hujan . Jenis pupuk-pupuk yang digunakan
adalah untuk pertama penanaman digunakan pupuk kandang yang
hanya digunakan sekali selama penanaman . Beliau juga
menggunakan pupuk ZA dan phonska terkadang. Pupuk di berikan
dengan ukuran ¼ kg untuk setiap pohonnya . pengairan nya
mengandalkan air hujan saja . Jenis hama yang menyerang apel
adalah Cabuk merah, cabuk putih, cara yang digunakan untuk
mengatasi hama tersebut adalah dengan cara penyemprotan
pestisida, dengan takaran air 15 liter air dengan 10 cc pestisida
jenis dimikro. Untuk lahannya Pak Supai biasanya menghabiskan
10 tangki . Apel manalagi sudah bisa dipanen setelah berumur
sekitar 4-5 bulan , caranya memanen adalah dengan cara di petik ,
setelah itu dibersihkan dipotongi daunnya . setelah itu hasil panen
tersebut langsung dijual ke pengepul.
Awal mula Pak Supai bisa bertanam apel adalah dari
atasannya . Dulunya beliau bekerja sebagai pengurus Apel .
Ceritanya Pak Supai ingin menanam jeruk tetapi atasannya tidak
mengijinkan dan berkata jika pak supai menanam apel akan
menguntungkan , setelah di lakukan ternyata hasilnya memang
sangat bagus dan menguntungkan kata beliau. Dan beliau adalah
orang yang pertama menanam apel didesanya . Jadi kualitas
apelnya sudah tidak diragukan lagi . Pak Supai mulai menanam
apel sejak 36 tahun lalu dan tidak pernah berubah sejak dulu
karena menurut beliau hasil apel nya lebih baik. Beliau bertani apel
dengan menggunakan teknologi tradisional atau manual . Seperti
mengolah tanahnya menggunakan cangkul , menyiangi daunnya
menggunakan tangan seperti itu.
C. Perubahan Sosial Budaya Petani Terkait Cara Bercocok Tanam
Pak Supai tidak pernah melakukan perubahan pada cara
budidayanya dikarenakan beliau sudah merasa cocok dengan cara
budidayanya yang diterapkan dari dulu hingga sekarang. Cara
budidaya yang diterapkan Pak Supai yaitu pada lahan dibuat
lubang dengan jarak perlubangnya 1 meter yang kemudian lubang
tersebut diberi pupuk kandang. Siapkan bibit lalu tanam bibit apel
tersebut.
D. Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan Sarana Produksi
Pertanian
Dalam usaha tani, Bapak Supai memperoleh bibitnya dari
membuat sendiri dari pohon apel yang sudah tumbuh tunas kecil,
kemudian dilakukan sistem temple pada pohon yang sudah tua. Pak
Supai meskipun umurnya sudah lanjut tetapi beliau tetap selektif
dalam memilih pupuk untuk tanaman apelnya, beliau memilih
pupuk pupuk yang terbaik. Beliau menggunakan pupuk ZA yang
diperoleh dengan membeli kontan dari pedagang perorangan
dengan harga setiap kg nya Rp. 1600/kg ,selain itu Pak Supai juga
menggunakan pupuk kandang, Beliau juga menggunakan pupuk
phonska dengan harga Rp. 2500/kg dan pupuk NPK dengan harga
Rp. 8000/kg dan pestisida dimicro . Pak Supai membeli semua
kebutuhan bertaninya sendiri dengan kontan .
Dalam menggarap tegal miliknya Bapak Supai tidak
menggunakan tenaga kerja dari luar beliau menggarap lahannya
sendiri dengan bantuan anak , menantu dan sanak keluarga lainnya
tanpa membayar. Dari mengolah tanah, penyiangan perawatan
pohon semua dilkukan sendiri dengan keluarganya. Seperti proses
rempes juga dilakukan sendiri oleh Pak Supai dan keluarganya .
Hasil panen apel Bapak Supai merupakan apel yang baik
karena, sebelum panen apel tersebut sudah dibeli oleh pedagang.
Pak Supai tidak mengolah apelnya dahulu sebelum dijual , beliau
hanya menjual buahnya saja karena beliau belum mengetahui
bagaimana cara mengolahnya . tetapi menurut beliau dengan
menjual buahnya saja sudah menguntungkan walaupun
penjualannya tidak seperti dulu , menurut beliau penjualan apel
tahun-tahun ini menurun . Pak Supai tidak menyisakan Apelnya
untuk di konsumsi jadi semua apelnya dijual ke pedagang ,
pedagang biasanya member patokan harga dari Rp. 3000 – Rp.
4000 / kg , dan Pedagang langsung membayar kontan , biasanya
juga pedagang membayar setengah harga kepada Pak Supai
sebelum apelnya panen agar tidak dibeli oleh pedagang lain
ujarnya.
Di desa Bulukerto terdapat kelompok tani yang diketuai
oleh Bapak Sugianto dan Bapak Supai ikut menjadi anggota
kelompok tani tersebut. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok
tani di desa tersebut seperti bantuan bibit, musyawarah yaitu
keluhan-keluhan dari warga dan saling bertukar pendapat serta
pengalaman. Perkumpulan rutin setiap tanggal 4, dilakukan setiap
bulannya, di kelompok petani juga tersedia penyuluh pertanian dari
dinas pertanian kota batu. Bapak Supai merupakan anggota yang
aktif dalam mengikuti kegiatan kelompok tani ini. Menurut beliau
dengan mengikuti kegiatan itu akan menambah wawasan dan
pengetahuan dalam bertani , bagaimana merawat tanaman yang
benar dan untuk silaturahmi antar warga yang tergabung dalam
kelompok tani.
Di desa ini juga ada Himpunan Petani Pemakai Air
(HIPPA) yang diketuai oleh Bapak Misto . Pak Supai merupakan
anggota yang aktif dalam himpunan tersebut, kegiatan HIPPA
tersebut adalah seperti pengairan tanaman. Jadi setiap RT di dusun
tersebutr memiliki HIPPA .
Selama menjadi petani Pak Supai membiayai semua
kebutuhan bertaninya sendiri kecualli bibit yang beliau peroleh dari
bantuan gapoktan. Cara atau sistem pengadaan tenaga kerja untuk
usaha tani dengan upah harian dan itupun mudah.
Di desa ini juga tidak ada lembaga pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian. Hasil panennya dijual sendiri. Menurut
beliau perkembangan Kelompok tani semakin maju karena tenaga
tenaga penyuluhan yang cukup membantu untuk menyalurkan
aspirasi para petani kepada pemerintah daerah setempat .Hal itu
dapat membantu para petani dalam mendapatkan keuntungan dan
mengetahui tata cara bertani yang baik .
Tabel 2 Lampiran Sarana produksi pertanian
No Jenis pupuk Jumlah Diperoleh dari
1 Bibit Membuat sendiri
2 ZA Beli kontan dari pedagang dengan
harga Rp. 1600 /kg
3 Phonska Beli kontan dari pedagang dengan
harga Rp. 2500/ kg
4 NPK Beli kontan dari pedagang dengan
harga Rp. 8000/ kg
5 Pupuk kandang Beli dari pedagang harga Rp.
500.000 / ton
6 Pestisida Kimia :
dimicro
Di beli dari pedagang
3.1.4 Hasil wawancara dengan Bapak Slamet Mujiono oleh Mareta Dwi
Fitriawati
A. Identifikasi Petani
Berdasarkan hasil wawancara yang saya dan teman – teman
lakukan di Dusun Gintung, desa Bulukerto, RT 5, didapatkan
deskripsi keluarga dan usahatani sebagai berikut, nama petani yang
telah saya wawancarai adalah Bapak Slamet Mujiono. Pendidikan
formal terakhir yang ditempuh pak Slamet Mujiono adalah tingkat
SD. Beliau merupakan seorang kepala keluarga yang mana memiliki
dua mata pencaharian,yaitu pekerjaan utama dan pekerjaan
sampingan. Pekerjaan utama beliau adalah buruh tani apel dan
pekerjaan sebagai buruh tani bunga potong merupakan pekerjaan
sampingan dari beliau. Kini umur beliau adalah 37 tahun, dan beliau
memulai pekerjaan sebagai buruh tani dimulai sejak tahun 1987 atau
pada saat berumur 15 tahun. Keluarga beliau terdiri dari 4 orang
anggota keluarga yang terdiri dari satu orang istri dan 2 orang anak.
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan di Dusun
Gintung, desa Bulukerto, RT 5, didapatkan status sosial keluarga
buruh tani bapak Slamet Mujiono. Bapak Slamet Mujiono tidak
memiliki lahan tegal sendiri namun beliau menyewa lahan tegal
dengan luas 700 m2 . Dalam kegiatan usahatani, beliau menggarap
sendiri lahan tegal yang dimiliki tanpa menggunakan tenaga kerja
lain. Hal itu disebabkan luas lahan yang hanya 700 m2, sehingga
tidak dibutuhkan tenaga kerja lain untuk menggarap lahan tersebut.
Tabel 3 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Slamet Mujiono
Status lahan Lahan Sawah Lahan Tegal
Milik - -
Sewa - 700 m2
Bagi Hasil
(maro,mertelu,mrapat)
- -
Jumlah - 700 m2
Untuk hal peternakan sebagai penunjang kehidupan sampingan
dan untuk membantunya dalam mengolah lahan pertaniannya, Pak
Slamet Mujiono memiliki 5 hewan ternak yaitu kambing. Jadi pak
Slamet Mujiono memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dari hasil
beliau bekerja sebagai buruh tani apel dan petani bunga potong
sebagai pekerjaan sampingannya, tetapi lahan untuk tanaman bunga
potong tidak satu lahan dengan pohon apel. Lahan untuk tanaman
bunga potong hanya 50 m2 dan beliau menanamnya di depan
halaman rumah. Namun, kini pemasukan utama beliau banyak dari
pekerjaan beliau sebagai buruh tani apel, penjualan buah apel 95%
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan kemudian
hasil dari kegiatan bertaninya hanya untuk kepentingan pangan pak
Slamet Mujiono sekeluarga.
B. Kebudayaan Petani
Usahatani yang dilakukan oleh Bapak Slamet Mujiono di lahan
tegal yang telah beliau sewa dengan luas 700 m2, beliau bercocok
tanam hanya dengan menggunakan satu komoditas antara lain apel.
Dasar pertimbangan bapak Slamet Mujiono untuk memilih menanam
pohon apel karena kebutuhan pangan dan beliau hanya memiliki
pengetahuan tentang budidaya pohon apel.
Tabel 4 Jenis Tanaman Yang ditanami Selama Satu Tahun
Bulan
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Apel
Dalam satu tahun lahan tegal beliau ditanami komoditas apel
dimana kegiatan tersebut diawali dengan menanam benih, yang
kemudian tanaman tersebut dibudidayakan seperti tanaman apel
yang pada umumnya. Menurut bapak Slamet Mujiono pohon apel
merupakan pohon sekali tanam dan dapat hidup ± 30 tahun. Jadi
dalam satu tahun beliau dapat memanen 3-4 kali panen.
Dalam hal pengolahan tanah guna mempersiapkan lahan agar
siap untuk ditanami, Bapak Slamet Mujiono masih mengolah tanah
secara tradisional yang menggunakan tangan. Sedangkan cara
mempersiapkan benih untuk persemaian, bapak Slamet Mujiono
membeli benih terlebih dahulu di anggota pertanian atau ditetangga
sekitar. Kemudian, mengenai persemaian benih bapak Slamet
Mujiono membuat persemiannya di lahan tegal yang telah ia sewa,
varietas yang digunakan adalah varietas apel manalagi, jumlah benih
untuk luas lahan tegal 700 m2 yang digunakan beliau adalah sekitar
200 benih.
Cara persemaian yang dilakukan bapak Slamet Mujiono yaitu
pertama mempersiapkan anakan apel yang diambil adalah tinggi 30
centimeter , diameter 0,5 centimeter serta kulit batang kecoklatan
kemudian anakan diambil dari pangkal batang bawah tanaman
produktif dengan cara menggali tanah disekitar pohon, lalu anakan
dicabut beserta akarnya secara perlahan – lahan dan hati – hati.
Sesudah anakan dicabut, anakan dirompes dan cabang-cabang
dipotong, lalu ditanam pada bedengan selebar 60 centimeter dengan
kedalaman parit 40 centimeter, kemudian umur persemaian beliau
hanya memperkirakan sekitar 6 bulan. Selain itu, hal-hal yang
berhubungan dengan cara tanam seperti jarak tanam, jumlah bibit per
lubang, dan kondisi air beliau hanya menggunakan perkiraan atau
pengalaman dari cara tanam sebelumnya atau pun yang biasa
dilakukan.
Selama proses pembudidayaan beliau menggunakan pupuk
urea, pupuk kandang, pupuk NPK, dan pupuk phonska. Pupuk
tersebut diperoleh dengan cara membeli di KUD ( Koperasi Unit
Desa). Harga pupuk Urea Rp. 1000,00/kg, pupuk NPK Rp.
1000,00/kg, dan pupuk phonska Rp. 1500,00/kg. Sedangkan pupuk
kandang/kompos bapak Slamet Mujiono menggunakan kotoran
kambing yang diperoleh dari kotoron hewan yang beliau pelihara.
Kemudian pupuk tersebut digunakan dua kali dalam satu tahun
dan biasanya dilakukan pada saat sesudah panen juga. Tetapi beliau
dalam pemberian pupuk hanya menggunakan perkiraan atau
pengalaman dari cara tanam sebelumnya atau pun yang biasa
dilakukan.
Bapak Slamet Mujiono dalam melakukan penyiangan
secukupnya bila gulma atau rumput telah banyak, baru beliau
melakukan penyiangan. Jadi, penyiangan tersebut bergantung pada
gulma atau rumput yang tumbuh dan tidak terpaku dengan waktu.
Dalam hal penyiangan beliau menggunakan gasrok atau landak
untuk menyiangi lahan tegal yang dimiliki. Sedangkan 40ystem
irigasi yang digunakan adalah dengan kadang-kadang di genangi dan
kadang-kadang dikeringkan yang mana air untuk irigasi tersebut
berasal dari air hujan atau sumber air yang berada di desa tersebut.
Selama kegiatan budidaya berlangsung maka tak lepas dari
kendala-kendala yang dihadapi pada saat itu. Kendala yang dihadapi
buruh tani pada umunya adalah mengenai hama dan penyakit
tanaman. Berdasarkan hasil wawancara, hama yang sering menjadi
kendala dalam bercocok tanam apel adalah yang pertama hama
Trips. Gejala terserangnya hama ini pada pohon apel yaitu (1)
menjerang daun, kuncup/tunas, dan buah yang masih sangat muda;
(2) pertumbuhan tidak normal; (3) daun pada ujung tunas mengering
dan gugur (4) pada daun meninggalkan bekas luka berwarna coklat
abu-abu. Yang kedua yaitu hama ulat daun. Gejala terserangnya
hama ulat daun ini adalah menyerang daun, mengakibatkan lubang-
lubang tidak teratur hingga tulang-tulang daun. Dan yang terakhir
yaitu lalat buah. Gejala terserangnya hama lalat buah pada pohon
apel yaitu menyebabkan bentuk buah menjadi jelek, terlihat benjol-
benjol. Akan tetapi, semua hama tersebut dapat dikendalikan dengan
melakukan pengendalian hama penyakit tanaman. Caranya untuk
mengendalikan hama trips yaitu 1) menjaga agar lingkungan
tanaman tidak terlalu rapat antara pohon yang satu dengan pohon
yang lainnya; (2) penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate
dengan dosis 2 cc/liter air atau Lebaycid dengan dosis 2 cc/liter air
pada saat tanaman sedang bertunas, berbunga, dan pembentukan
buah. Yang kedua, cara pengendalian hama ulat daun yaitu dengan
cara penyemprotan dengan penyemprotan seperti Tamaron dan
Nuvacron . Dan yang terakhir cara pengendalian hama lalat buah
dengan cara penyemprotan insektisida kontak seperti Lebacyd. Dan
biasanya Bapak Slamet Mujiono dalam mencegah agar pohon
apelnya tidak terserang hama beliau menyemprot pestisida Lebacyd
sebanyak seminggu sekali.
Dalam hal pemanenan, cara beliau menentukan komoditas yang
siap dipanen adalah sama dengan petani pada umumnya, misalnya
apel, apel dikatakan siap bila apel telah menguning. Disamping itu,
beliau juga menggunakan pengalaman selama mejadi petani yaitu di
tentukan dengan sistem hitungan yaitu sekitar 4-6 bulan apel
dikatakan siap panen, dan beliau melihat ciri-ciri masak fisiologis
buah apel yaitu ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa,
warna buah tampak cerah segar. Cara bapak Slamet Mujiono dalam
memanen apel yaitu dengan cara memetik apel satu per satu
menggunakan tangan. Hasil panen langsung di jual karena biasanya
jika waktu panen tiba, para pengepul sudah berada di tempat untuk
membeli hasil panen.
Menurut penuturan Bapak Slamet Mujiono, pengetahuan cara
bercocok tanam tanaman apel beliau diperoleh dari beberapa orang
yang pertama dari orang tua beliau. Orang tua beliau mengajarkan
dengan cara melakukan apa yang telah di contohkan atau apa yang
telah dilakukan oleh orang tua beliau dulu. Kedua dari tetangga.
Cara Bapak Slamet Mujiono dalam mempelajari cara bercocok
tanam tanaman apel dengan cara bertanya dan melihat pengalaman
tetangga. Ketiga yaitu dari Penyuluhan Pertanian Lapang. Cara
beliau dalam belajar pengetahuan tersebut dengan cara
mendengarkan penjelasan para penyuluhan pertanian lapang dan
mendengarkan ceramahnya. Sedangkan dari sumber lain atau pihak
swasta belum ada.
Pengetahuan dan cara budidaya tanaman apel yang telah
dilakukan Bapak Slamet Mujiono selama 22 tahun tidak pernah
berubah dikarenakan pengetahuan yang di ketahui Bapak Slamet
Mujiono hanya bercocok tanam Apel saja dan modal yang belum ada
apabila menginginkan untuk melakukan perubahan cara budidaya
apel.
C. Lembaga/Pranata Sosial Terkait Dengan Usaha Tani
1. Lembaga Penguasaan Lahan Pertanian
Tabel 5 Lembaga penguasaan Lahan Pertanian Bapak
Slamet Mujiono
Status Kewajiban Hak
Penyewa Membayar irigasi Memakai lahan
lahan Rp.6000 sepuasnya tanpa bagi
hasil dengan si pemilik
lahan
Berdasarkan wawancara langsung yang saya lakukan desa
Bulukerto, RT 5 mengenai status lahan tegal yang bapak Slamet
Mujiono sewa pada tahun 1987 itu merupakan lahan tegal yang
disewa dari bapak Rais. Bapak Rais merupakan warga sedesa
bapak Slamet Mujiono. Bapak Slamet Mujiono menyewa Lahan
tegal dari bapak Rais dengan harga 1 juta/tahun. Mengenai hak dan
kewajiban sewa lahan tegal menurut bapak Slamet Mujiono yaitu
haknya boleh mengelola lahan tegalnya sepuasnya tanpa bagi hasil
dengan pemiliknya. Dan kewajibannya yaitu menyerahkan
penggarapan lahan dan bapak Slamet Mujiono juga hanya
membayar iuran irigasi sebesar 6000/bulan.
2. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana
produksi pertanian(bibit/benih,pupuk,obat-obatan)
Tabel 6 Lembaga Penyediaan Sarana Produksi Pertanian Bapak
Slamet Mujiono
No. Jenis Pupuk 0. 0 Tdk 1.
Ya
Varietas/berapa
kg
Diperoleh dari
1. Benih/bibit 1 Manalagi/hana Tetangga
2. Urea 1 25 kg KUD
3. Phonska 1 25 kg KUD
4. NPK 1 25 kg KUD
5. Kandang 1 Kotoran kambing Hewan
peliharaan
Lembaga yang berkaitan dengan penyediaan/pengadaan
sarana produksi, tenaga kerja, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian pada status lahan tegal yang dimiliki oleh Bapak Slamet
Mujiono seluas 700m2 yang dalam memperoleh benih atau bibit
dari membeli yaitu bibit Apel dan varietas bibit/benih yang
digunakan yaitu varietas apel manalagi dan apel hana dengan
membeli 1 karung. Dan membelinya kontan dari bapak Parman.
Untuk pupuk Urea, Phonska, NPK bapak Slamet Mujiono
membelinya sebanyak 1 karung di KUD (koperasi unit desa)
setempat . Harga pupuk Urea Rp. 1000,00/kg, pupuk NPK Rp.
1000,00/kg, dan pupuk phonska Rp. 1500,00/kg. Sedangkan pupuk
kandang/kompos bapak Slamet Mujiono menggunakan kotoran
kambing yang diperoleh dari kotoron hewan yang beliau pelihara.
3. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan tenaga kerja
Tabel 7 Lembaga Penyediaan Tenaga Kerja Bapak Slamet Mujiono
No. Kegiatan
usahatani
0.tdk 1.ya alasan Cara sistemnya
1. Pengolahan
tanah
1 Untuk persiapan
lahan
Membersihkannya
2. Membuat
persemian
1 Untuk ditanam Membeli bibit di
gapoktan
3. Tanam 1 Untuk
memperoleh
hasil
Tanam satu per
satu
4. Menyiang 1 Terhindar dari
tanaman liar
Mencabuti
5. Memupuk 1 Agar tumbuh
dengan baik
Memberi pupuk
kimia dan kompos
6. Pengendalian
hama
1 Terhindar dari
hama
Memberi pestisida
7. Panen 1 Sudah siap di
jual
Memetiknya
8. Mengangkut 1 Memperoleh
uang
Dijual di pengepul
Di desa yang bapak Slamet Mujiono tinggali selama ini
yaitu di dusun Gintung RT 5 desa Bulukerto memiliki lembaga
yang melakukan fungsi penyediaan tenaga kerja seperti pengolahan
tanah ,cara membuat persemian, cara menanam, cara menyiang,
cara memupuk dan kadar pupuknya, cara mengendalikan hama/
penyakit dan bagaimana cara memanen dan memasarkannya.
Namun bapak Slamet Mujiono tidak menggunakan tenaga kerja
dari luar keluarga untuk mengelola tanah, cara membuat
persemian, cara menanam, cara menyiang, cara memupuk dan
kadar pupuknya, cara mengendalikan hama/ penyakit dan
bagaimana cara memanen dan memasarkannya untuk mengelolah
pertanianya. Bapak Slamet Mujiono lebih memilih mengerjakan
sendiri untuk mengelola lahan pertaniannya agar hasilnya
maksimal dan lebih hemat.
4. Lembaga yang dapat melakukan fungsi pengolahan
hasil pertanian
Usahatani yang dilakukan oleh Bapak Slamet Mujiono di
lahan tegal yang beliau sewa yaitu beliau bercocok tanam Apel.
Hasil panen apel pada setiap musim panen bapak Slamet Mujiono
menjual semua Apel yang sudah ia panen. Dan Bapak Slamet
Mujiono tidak mengelola terlebih dahulu hasil panen apelnya.
Alasannya karena bapak Slamet Mujiono tidak memiliki
pengetahuan tentang pengolahan buah apel.
5. Lembaga pemasaran hasil pertanian
Bapak Slamet Mujiono semua atau lebih dari 90% hasil panen
apel pada setiap musim panen dijual, dan 10% dikonsumsi sendiri.
Hasil panen langsung di jual oleh beliau di pengepul di dusun
setempat atau biasanya para pengepul datang sendiri pada saat
musim panen telah tiba. Sebelum di jual dilakukan kegiatan
penyortiran dan membersihkan hasil panen tersebut agar saat dijual
pada tengkulak dapat secara rapi dikemas. Penjualan hasil
pertanian ini per satuan kg.
Menurut bapak Slamet Mujiono dalam menentukan harga apel,
beliau menentukan dengan sistem tawar-menawar dengan
pedagang, Harga yang dirasakan saat ini tidak menentu karena saat
ini sering terjadi naik dan turunnya harga pemasaran terutama pada
apel, namun pada saat ini harga kisaran apel yaitu 4000-8000/kg.
Harga ini tergantung kualitas apel yang telah di panen. Apabila
kualitas apel menurun atau jelek maka harga yang ditawarkan pun
juga menurun, namun apabila kualitas apel tersebut bagus maka
harga yang ditawarkan pun juga naik. Dan cara pembayaran yang
dilakukan oleh pihak pembeli hasil pertanian Bapak Slamet
Mujiono dengan cara kontan di muka. Hasil panen/pertanian ini
biasaya di angkut dengan mobil pick up.
6. Kelompok tani/ gabungan kelompok tani
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang
melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan
kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan
pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Tujuan
utama pembentukan dan penguatan Gapoktan adalah untuk
memperkuat kelembagaan petani yang ada, sehingga pembinaan
pemerintah kepada petani akan terfokus dengan sasaran yang jelas.
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan di Dusun
Gintung, desa Bulukerto, RT 5 ini terdapat kelompok tani/
Gabungan kelompok Tani. Gabungan kelompok Tani di Dusun
Gintung, desa Bulukerto, RT 5 ini diketuai oleh Bapak Sugiyanto.
Bapak Slamet Mujiono yang telah saya wawancara ini adalah salah
satu anggota dari Gabungan kelompok Tani. Menurut bapak Slamet
Mujiono kegiatan yang dilakukan kelompok tani ini adalah
membahas mengenai pertanian yang lebih maju dan membahas
mengenai keluhan-keluhan para petani dalam mengelola pertanian
dan memasarkan hasil pertanian. Bapak Slamet Mujiono ini sangat
aktif dalam mengikuti kegiatan kelompok tani ini. Menurut beliau
kegiatan ini biasa dilakukan setiap bulan sekali yaitu setiap tanggal
empat.
7. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)
Menurut wawancara yang saya lakukan dengan bapak Slamet
Mujiono di desa gintung, dusun Bulukerto, RT 5 ini terdapat
himpunan petani pemakai air (HIPPA) merupakan organisasi petani
pemakai air yang bersifat sosial ekonomi dan budaya yang
berwawasan lingkungan dan berasaskan gotong royong.
Dibeberapa daerah kelembagaan pengelolaan irigasi tersebut
menggunakan nama atau istilah yang berbeda, seperti di Jawa
Timur dengan HIPPA. Pembentukan HIPPA adalah proses
membentuk wadah petani pemakai air secara demokratis dalam
rangka pengembangan dan pengelolaan system irigasi di wilayah
kerjanya. Himpunan petani pemakai air ini didirikan pada tahun
1991. Ketua dari himpunan petani pemakai air ialah bapak
Mistuhadi. Dan bapak Slamet Mujiono juga merupakan anggota
dari himpunan petani pemakai air. Menurut bapak Slamet Mujiono
kegiatan yang dilakukan himpunan petani pemakai air ialah
melayani konsumen, menjaga air agar air tidak terbuang sis-sia dan
mencukupi kebutuhan air di lahan tegal/sawah di dusun setempat.
Bapak Slamet Mujiono ini juga aktif dalam mengikuti kegiatan
himpunan petani pemakai air. Menurut beliau kegiatan ini
mempunyai manfaat yang dirasakan menjadi anggota himpunan
petani pemakai air salah satunya yaitu apabila terjadi musim
kemarau tidak perlu kesulitan dalam mencari air dan tumbuhan pun
tidak kekeringan berkat ada kegiatan himpunan petani pemakai air.
8. Lembaga Keuangan/ Perkreditan
Pengadaan dan penggunaan pupuk (buatan dan organik)
bibit/benih tanaman yang bermutu tinggi, dan alat-alat pertanian
membutuhkan dana yang justru tidak dimiiiki oleh petani. Untuk
itu diperlukan lembaga keuangan di desa yang mempermudah dan
menguntungkan petani dalam melaksanakan kegiatan
usahataninya. Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan di
Dusun Gintung, desa Bulukerto, RT 5 ini menurut bapak slamet
Mujiono selama menjalankan usahatani beliau pernah
membutuhkan modal dari luar keluarga. Dan beliau pernah
mendapat pinjaman modal tersebut dari tengkulak. Menurut bapak
Slamet Mujiono tidak ada bunga dalam meminjam modal dari
tengkulak. Dan jangka waktu pembayaran dilakukan apabila
musim panen tiba.
D. Perubahan Sosial Dalam Lembaga Yang Terkait Dengan Usaha
Tani
Menurut pengamatan dan pengalaman Bapak Slamet
Mujiono selama menjadi buruh tani, Pengetahuan dan cara budidaya
tanaman apel yang telah dilakukan Bapak Slamet Mujiono selama 22
tahun tidak pernah terjadi perubahan dalam sistem perkembangan
sewa menyewa lahan dikarenakan pengetahuan yang di ketahui
Bapak Slamet Mujiono hanya bercocok tanam Apel saja dan modal
yang belum ada apabila menginginkan untuk melakukan perubahan
cara budidaya apel. Menurut bapak Slamet Mujiono juga terdapat
lembaga penyedia sarana produksi pertanian. Seperti benih/bibit dan
pupuk, bapak Slamet Mujiono mendapat bantuan dari pihak dinas
pemerintah setempat dan biasanya terdapat juga para penyuluh
pertanian lapang yang datang ke desa tersebut untuk membantu
memajukan pertanian disana. Cara atau sistem pengadaan tenaga
kerja untuk usaha tani menurut bapak Slamet Mujiono dirasa tidak
sulit hal ini dibuktikan antara petani satu dengan petani lainnya
saling tolong-menolong apabila terdapat kesulitan dalam hal
pertaniannya. Menurut wawancara yang saya lakukan secara
langsung dengan bapak Slamet Mujiono di desa gintung, dusun
Bulukerto, RT 5 ini terdapat himpunan petani pemakai air.
merupakan organisasi petani pemakai air yang bersifat sosial
ekonomi dan budaya yang berwawasan lingkungan dan berasaskan
gotong royong. Dibeberapa daerah kelembagaan pengelolaan irigasi
tersebut menggunakan nama atau istilah yang berbeda, seperti di
Jawa Timur dengan HIPPA. Pembentukan HIPPA adalah proses
membentuk wadah petani pemakai air secara demokratis dalam
rangka pengembangan dan pengelolaan system irigasi di wilayah
kerjanya.Himpunan petani pemakai air ini didirikan pada tahun
1991. Ketua dari himpunan petani pemakai air ialah bapak
Mistuhadi. Perkembangan himpunan petani pemakai air menurut
bapak Slamet Mujiono sudah semakin maju dirasa tidak ada atau
tidak terjadi penyelewengan pengurus, hal ini dibuktikan atau dilihat
dari hasil pemasaran semakin banyak, sistem pertanian di desa
gintung, dusun Bulukerto, RT 5 semakin maju. Mengenai lembaga
keuangan atau kredit bapak slamet Mujiono selama menjalankan
usahatani beliau pernah membutuhkan modal dari luar keluarga. Dan
beliau pernah mendapat pinjaman modal tersebut dari tengkulak.
Menurut bapak Slamet Mujiono tidak ada bunga dalam meminjam
modal dari tengkulak. Dan aturannya hanya apabila membayar
hutang harus dilakukan pada saat musim panen apel tiba.
3.1.5 Hasil wawancara Ifone Lisa Burdam
A. Identifikasi Petani
Nama petani Tarkip, Umur 45 tahun, tempat tinggal dusun
Gintung, RT IV, RW III, Desa Bulukerto, Tingkat pendidikan
formal: Sekolah Dasar,pekerjaan kepala keluarga utama sebagai
seorang petani,pekerjaan sampingan merawat ternak.pak tarkip
menjadi petani apel mulai sejak tahun 1990,jumlah rumah tangga
didalam keluarga 5 orang.luas lahan sawah milik pak tarkip sebesar
± 200 meter/ha, dan lahan tegal sama ± 200 meter/ha. jumlah ternak
yang dipelihaha pak tarkip ,sapi sebanyak 3 ekor dan domba 5 ekor.
B. Kebudayaan Petani
Pengetahuan petani tentang cara bercocok tanam dan
teknologi pertanian. Dalam 1 tahun lahan pak tarkip di Tanami apel
dalam kurung waktu 5 bulan pertahun. pak tarkip menanam apel
sesuai dengan kondisi lahan yang dimiliki oleh pak tarkip, karena
kebutuhan akan sandang pangan dan tujuan utama untuk bisa
menghidupi keluarganya.
Dalam 1 tahun lahan tegal pak tarkip sama ditanami apel dalam
kurung waktu 5 bulan pertahun.pak tarkip menanam apel sesuai
dengan lahan tegal yang dimiliki oleh pak tarkip, dan alasannya ya
karena memang untuk menghidupi keluarga dari hasil pertanian yang
di milikinya, adapun cara bercocok tanam apel mulai dari awal
sampai pasca panen adalah sebagai berikut. Pertama-tama mulai dari
cara pengolahan tanah yang baik dan benar pak tarkip bercocok
tanam dengan cara manual, mempersiapkan bibit apel yang sudah
siap untuk di tanam dilahan yang telah disiapkan, maupun lahan
untuk proses penanaman bibit apel .jumlah bibit apel yang siap untuk
penanaman bibit sebanyak 300 bibit apel, bibit apel yang siap untuk
ditanam berumur 3-4 minggu, jarak tanamnya sekitar ½ meter,
jumlah bibit perlubang 1 buah bibit ditanami perlubang yang telah
di siapkan. Proses pengairan menggunakan air ledeng.jadi terlalu
menyulitkan petani untuk setiap saat menyiram tanaman. Jenis
pupuk yang digunakan pada tanaman apel adalah pupuk jenis
kompos dan kandang pemupukan tanaman apel tersebut dalam 1
tahun sekali. tanaman tersebut dipupuk takarannya dalam 1 lahan
cukup 1 karung pupuk kompos dan kandang diberikan, setelah panen
apel petani kembali lagi memberikan pupuk gunanya untuk
menyuburkan tanaman tersebut dan supaya pertumbuhan apel
tersebut dapat optimal dan dapat kembali berbuah dengan
cepat,petani mengetahui bahwa apel itu siap untuk dipanen pada saat
berumur 5 bulan, petani tidak terlalu menyiram tanaman apel
tersebut tetapi hanya disiram beberapa kali untulk memastikan
bahwa tanaman apel tersebut tetap mendapatkan suplai air yang
cukup guna untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman
apel tersebut system pengairan yang digunakan adalah system air
ledeng. Jenis hama penyakit yang biasanya di temukan menyerang
tanaman apel adalah ulat, kutu sisik / kutu batang yang akan
menyebabkan batang tanaman apel kering dan mati.pada saat panen
buah apel dengan cara manual / dipetik menggunakan tangan.
Setelah buah apel tersebut di panen dan diseleksi mana buah
apel yang baik untuk dikonsumsi, mana buah apel yang kurang
baik/cacat karena buah apel yang baik akan lebih menguntungkan
karena menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Hasil panen buah
apel langsung dijual oleh petani kepada tengkulak/pedagang dengan
sistem bakul. namun disini antara petani dan tengkulak ada tawar
menawar untuk harga apel tersebut, kadang petani meminta agar
tengkulak supaya harga apel agak dinaikan namun tengkulak tetap
menawar karena ingin mendapatkan untung yang lebih, dari hasil
penjualan apel tersebut. tengkulak membeli semua buah apel milik
petani, lalu pedagang akan membayar setelah seminggu, kepada
petani tersebut.
Pengetahuan dan cara budidaya Apel yang pernah berubah pada
cara bercocok tanam pak tarkip, adalah sebagai berikut:
1. Petani tersebut memperoleh pengetahuan cara bercocok tanam
apel langsung dari tetangga. Tetangga pak tarkip langsung
mempraktekkan cara bercocok tanam kepada pak tarkip dengan
cara bercocok tanam apel yang baik dan benar,begitupun cara
bagaimana supaya tanaman apel tidak terserang hama
penyakit.dan juga cara pemberian takaran pupuk yang pas guna
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman apel
tersebut.petani-petani di desa inipun biasanya mengikuti
penyuluh pertanian lapang. Adapun pengetahuan dan cara
budidaya pak tarkip dimulai pada 10 tahun yang lalu.cara
budidaya Apel milik pak tarkip pernah berubah cara pola
bercocok tanamnya, pola bercocok tanam petani telah berubah
dimulai dari awal tahun 2004,alasannya cara bercocok tanam
berubah sedikit, kelompok tani desa tersebut diberi penyuluhan
dari provinsi untuk lebih membantu memberdayakan petani
supaya bagaimana caranya petani dapat merawat tanaman apel
yang hasilnya baik dan kualitasnya juga tidak kalah bagusnya
dengan apel-apel export dari luar negeri dan dapat lebih diminati
oleh masyarakat sekitar.
2. Cara pemberian pupuk juga pernah berubah dengan di ajarkan
kepada petani bahwa bagaimana cara memberikan pupuk
dengan takaran yang pas namun tidak berlebihan dalam
memberikan pupuk, jenis pupuk baik yang alami maupun yang
non alami karena pupuk juga merupakan salah satu hal
terpenting yang dibutuhkan oleh tanaman.
3. Cara menangani kasus pengendalian hama penyakit supaya apel
tersebut tidak terserang ulat buah yang akan merusak buah
hingga busuk, agar apel tersebut dapat berkembang dengan baik
hingga buah tersebut siap untuk dipanen dan dijual kepada
pedagang/tengkulak dengan harga yang lebih dari harga
biasanya.
4. Cara menangani kasus pengendalian hama penyakit supaya apel
tersebut tidak terserang ulat buah yang akan merusak buah
hingga busuk, agar apel tersebut dapat berkembang dengan baik
hingga buah tersebut siap untuk dipanen dan dijual kepada
pedagang/tengkulak dengan harga yang lebih dari harga
biasanya.
5. Cuaca/musim penghujan maupun musim kemarau petani harus
antisipasi supaya dampaknya tidak terlalu berpengaruh besar
bagi pertumbuhan dan perkembangan apel itu sendiri.Hal yang
mendorong atau menjadi alasan petanimelakukan perubahan
cara budidaya apel,supaya petani dapat meningkatkan kualitas
apel yang baik dan itu bisa memberi kita suatu.
C. Lembaga/Pranata Sosial Terkait Dengan Usaha Tani
1. Lembaga Penguasaan Lahan pertanian
Status lahan pak tarkip baik lahan biasa maupun lahan
tegal adalah milik pak tarkip sendiri lahan tersebut adalah
warisan dari orang tua pak tarkip dari tahun awal 1989 dan di
tahun 1990-lah pak tarkip mulai usaha tani apel.
2. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana
produksi pertanian (bibit, pupuk,obat - obatan)
Petani ini melakukan pemilihan mulai dari jenis pupuk yang
akan digunakan dan cara memperoleh bahan-bahan tersebut,yang
pertama dengan pembelian bibit apel ,bibit ini dapat diperoleh di
toko terdekat yang khusus menjual bibit-bibit tanaman,dan untuk
jenis pupuk sendiri yang digunakan ada beberapa diantaranya
pupuk kandang/kompos,pestisida kimia berupa progip, pestisisda
nabati berupa kombidor, dan fungisida, pupuk-pupuk tersebut
diperoleh atau dibeli kontan langsung di toko yang khusus
meenjual pupuk-pupuk untuk tanaman.untuk jumlah harga progip
sendiri di beli Rp. 20.000 per kg,Rp 20.000 per kg kombidor,dan
fungisida Rp. 70.000 per kgnya.
3. Lembaga Yang Melakukan Fungsi Penyediaan Tenaga Kerja.
Dalam kegiatan usaha tani apel,petani mengolah lahannya
sendiri dan tidak menggunakan tenaga kerja,kegiatan usaha tani
yang pertama adalah usaha tani apel ,cara mengontrol agar
tanaman apel adalah dengan cara mrepes,pangkas,memupuk dan
penyemprotan.ternak juga sebagai salah satu tambahan bagi petani
untuk menambah pendapatan,yang dibutuhkan untuk merawat
ternak cukup dengan memberi rumput sebagai pakan ternak ,dan
diberi minum,bunga juga sebagai salah satu tambahan yang
membantu petani dalam mencukupi kebutuhan keluarga,pekejaan
ini di usahakan oleh istri petani,sebagai salah satu tambahan,bunga
yang diusahakan yaitu bunga melati di budidayakan dengan cara
stek dan polybag, polybag dijual dengan harga Rp.500.
Usaha tani apel: pengolahan tanah, membuat persemian,
tanam, menyiang, memupuk, mengendalikan hama/penyakit dan
panen serta mengangkut .kegiatan usaha tani sistem upah harian
Rp.25.000.
4. Lembaga yang dapat melakukan Fungsi pengolahan Hasil
pertanian.
Hasil panen apel pada setiap musim setiap 5 bulan sekali
di panen dalam 1 tahun , panen, hasil panen langsung dijual
kepada pedagang/ tengkulak untuk modal lagi, panen apel tidak
langsung di simpan atau diolah tetapi langsung di jual kepada
pedagang/tengkulak dengan menggunakan sistem bakul.
5. Lembaga Pemasaran Hasil Pertanian (Apel).
Panen apel dilakukan pada saat apel berumur 5 bulan,dan
semua apel siap dipanen setelah itu langsung dijual kepada
pedagang/tengkulak yang sudah sendiri datang kepada petani
untuk membeli apel tersebut,apel dijual kepada pedagang dengan
system bakulyang menentukan harga ya baik pedagang minta
Rp.4oo kg,petani , akhirnya tawar menawar terjadi antara
pedagang dan petani dan menyepakatkan bahwa harga apel yaitu
Rp 3.500 kg.cara pembayaran yang dilakukan oleh pihak pembeli
hasil pertanian sebagian dibayar dimuka lalu yang sisanya setelah
laku dijual, lewat seminggu lalu uangnya dibayarkan kepada
petani.
6. Kelompok Tani / Gabungan Kelompok Tani.
Di desa Bulukerto terdapat beberapa kelompok
tani/Gapoktan,ketua kelompok tani di sini bernama pak
Sugianto,petani menjadi anggota gapoktan yang sangat aktif baik
dalam mengikuti penyuluhan maupun kegiatan- kegiatan yang
lainnya,penyuluhan/ ceramah tersebut langsung disampaikan oleh
Dinas Pertanian Provinsi langsung disetiap kelompok- kelompok
petani yang tersebar di desa tersebut.
7. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA).
Di desa Bulukerto terdapat himpunan petani pemakai air,
HIPPA di pakai bersama-sama dalam III RT. Kegiatan ini
dilakukan oleh HIPPA yang bertujuan memberikan air untuk
masing-masing keluarga/masyarakat,pengairan untuk kebun dan
sawah.Manfaat dari HIPPA itu sendiri yang dirasakan oleh petani
adalah,supaya mencari air tidak susah-susah,dapat membantu
masyarakat untuk kelangsungan hidup. Selama petani melakukan
usaha tani mereka belum pernah di beri pinjaman untuk modal
usaha tani apel.
C. Perubahan Sosial Dalam Lembaga Yang Terkait Dengan
Usaha Tani
Lembaga penyediaan dan pengalaman, petani selama
melakukan usaha tani terdapat perubahan-perubahan, perubahan –
perubahan tersebut adalah sebagai berikut, Lembaga penyediaan
sarana produksi pertanian baik (bibit, pupuk dan pestisida) atau
seperti saluran distribusi dan lain-lain petani dapat langsung dari
Dinas Pertanian tetapi ada sebagian petani yang membeli bibit,
pupuk dan bahan –bahan untuk proses penanaman tanaman
apelatau bibit apel tersebut.
Cara atau system penggandaan tenaga kerja untuk usaha
tani (tolong menolong antar sesama petani baik dalam kelompok
petani mereka maupun petani yang dari luar kelompok mereka,
borongan dan upah harian/ biaya yang didapat dari seharian bekerja
itu di hargai) sebesar Rp.20.000 - 25,000 per hari/untuk pembayaran
setiap hari petani bekerja. Dalam kelompok tani ini tidak terdapat
lembaga pengolahan dan pemasaran hasil usaha tani. Petani disini
masih menjual langsung hasil panen kepada pedagang/ tengkulak,
Karena mereka belum bisa untuk mengolah sendiri hasil pertanian
mereka.
Perkembangan kelompok tani. Himpunan petani Pemakai
Air ( HIPPA) di desa bulukerto semakin maju karena warga sangat
membutuhkan air untuk kelangsungan hidup masyarakat maupun
untuk sector pertanian untuk pengairan lahan sawah maupun lahan
tegal.didalam kelompok tani ini juga tidak terdapat Lembaga kredit/
keuangan untuk usaha tani.
3.1.5 Hasil wawancara Wahana Permata Tohir
A. Identifikasi Petani
Selasa 5 Desember 2012 adalah hari dimana kelas B prodi
Agribisnis melakukan praktek lapang untuk rangkaian salah
satu syarat UAP (Ujian Akhir Praktikum) Sosiologi Pertanian.
Dalam praktek lapang sendiri di bentuk beberapa kelompok
kecil yang satu kelompok terdiri atas 4 sampai dengan 5 orang.
Tugas yang diberikan yaitu, setiap mahasiswa wawancara
kepada seorang petani tentang semua kegiatan dan ruang
lingkup pertanian yang ada di lingkunganya. Sebelum
wawancara, telah disediakan kertas oleh asisten dosen tentang
pertanyaan-pertanyaan yang akan di wawancarai. Jadi, tulisan
apa yang ada di kertas bisa ditanyakan langsung ke petaninya.
Tempat dimana kelas B wawancara ada di desa Bulukerto.
Tabel 1 Luas Kepemilikan Lahan Bapak Rubi’i
No Status LahanLuas
Pekarangan (m²)Lahan
Tegal (m²)
1. Milik - -
2. Sewa - 3000
3. Bagi hasil (maro, martelu, mrapat)
- -
4. Jumlah 3000
Cuaca yang ada di Desa Bulukerto cukup dingin dengan
kabut yang menyelimuti sebagian desa tersebut. Sesampainya
di desa Bulukerto saya bertemu dengan petani-petani disana
dan lahan-lahan yang ditumbuhi beberapa jenis tanaman seperti
apel, wortel, tomat, bayam, brokoli, alpukat dan lain-lain.
Kemudian saya mewawancarai salah satu warga disana yang
berprofesi sebagai petani. Nama petani tersebut adalah Bapak
Rubi’i. Umur Pak Rubi’i sekarang adalah 47 tahun. Lahir pada
tahun 1965. Tempat tinggal Pak Rubi’i tidak jauh dari tempat
dimana mahasiswa kelas B berkumpul di salah sau rumah
warga yang ada disana. Tingkat pendidikan formal Pak Rubi’i
hanya sampai SD saja. Setelah lulus SD beliau langsung kerja
membantu kedua orangtuanya. Pekerjaan utama Pak Rubi’i
adalah sebagai petani sayur brokoli, tomat dan cabai sedangkan
pekerjaan sampingan beliau tidak ada. Pak Rubi’i menjadi
seorang petani pada tahun 2000 dimana sebelum Pak Rubi’i
bekerja sebagai petani Pak Rubi’i bekerja sebagai peternak.
Hewan yang pernah di ternak beliau adalah kambing. Jumlah
anggota keluarga beliau berjumlah 4 orang yang terdiri dari Pak
Rubi’i, istrinya dan ke dua anaknya. Dalam status lahan yang
dimiliki Pak Rubi’i adalah sewa. Beliau menyewa lahan
tersebut luasnya 3000 m2 dengan jenis lahan tegal. Untuk
sistem bagi hasilnya semua penjualan tanaman sayurannya
langsung diterima oleh Pak Rubi’i sendiri.
B. Kebudayaan Petani (Pengetahuan Petani Tentang Cara
Bercocok Tanam Dan Teknologi Pertanian)
Lahan yang dimiliki Pak Rubi’i biasanya ditanami berbagai
jenis tanaman sayuran yaitu brokoli, tomat, dan cabai. Pak
Rubi’i memilih menanam jenis tanaman sayur brokoli, tomat
dan cabai karena memiliki nilai jual yang tinggi sehingga beliau
menanam tanaman sayuran tersebut dengan harapan
tercukupnya kebutuhan sehari-harinya bersama keluarganya.
Dalam satu tahun lahan yang dimiliki Pak Rubi’i ditanami
berbagai jenis tanaman sayuran yang disebutkan di atas. Setelah
masa panen, Pak Rubi’i membiarkan lahannya kosong atau
masa istirahat selama 3 sampai dengan 4 hari. Setelah selesai
masa istirahat tersebut baru memulai menanamnya kembali.
Pada pengolahan tanah yang digunakan Pak Rubi’i
bukanlah dengan bajak atau traktor yang biasanya kita lihat di
TV melainkan dengan cara tradisional yaitu dengan cara
cangkul. Tidak memilih dengan bajak atau traktor karena tidak
ada dana yang mampu menaungnya Dalam mempersiapkan
benih untuk persemaian Pak Rubi’i melakukan dengan cara
meratakan benih-benih tersebut. Sebelum menanam, Pak Rubi’i
mengatur terlebih dahulu jarak tanam, jumlah bibit per lubang
dan kondisi airnya. Untuk jarak tanam sendiri setiap 1 meter itu
terdiri atas 3 biji. Lalu setiap lubang yang akan di tanam
memerlukan bibit hanya satu saja dan kondisi airnya tentun
bersih. Untuk memperoleh hasil yang nantinya memuaskan
maka Pak Rubi’i menggunakan pupuk untuk kesuburan
tanamannya. Beliau menggunakan jenis pupuk organik yaitu
kandang atau kompos. Pupuk yang diguanakan berasal dari
kotoran kambing yang beliau dapatkan dari membeli ke
tetangganya dengan harga satu sak sebesar Rp 10.000 dan juga
kotoran ayam yang didapatkan dari tetangganya dengan
membelin seharga Rp 11.000 per satu sak, lebih mahal kotoran
ayam daripada kotoran kambing dengan selisih Rp 1000. Selain
pupuk organik Pak rubi’i juga menggunakan pupuk urea. Harga
dari pupuk urea itu sendiri sebesar Rp 95.000 per setengah sak.
Pak Rubi’i mendapatkan pupuk urea itu dari toko sukses yang
ada di desa tersebut. Dari toko sukses tersebut, selain Pak
Rubi’i membeli pupuk urea juga membeli benih atau bibitnya
di sana. Untuk benih tanaman sayur brokoli Pak Rubi’i
membelinya seharga Rp 100.000 per seperempat kilogram dan
benih tanaman sayur tomat seharga Rp 85.000 per seperempat
sak sedangkan benih tanaman sayur cabai seharga Rp 105.000
per seperempat sak. Dari ke tiga benih tersebut terlihat paling
mahal adalah cabai. Pembayarannya bayar langsung atau
kontan tidak kredit ataupun hutang.
Dalam proses penyiangannya Pak Rubi’i melakukan
dengan cara tangan tidak dengan gasrok atau landak dan
sebagainya. Untuk penyiangan brokoli dilakukan selama 3
bulan sekali, tomat dilakukan penyiangan selama 4 bulan sekali
dan cabai dilakukan penyiangan selama 6 bulan sekali. Setiap
tanaman tentunya ada kendala-kendala bagi petani untuk
memperoleh tanaman yang berkualitas baik, salah satu
kendalan yang dihadapi adalah hama. Selama ini tanaman Pak
rubi’i selalu diganggu berbagai jenis hama yaitu ulat atau biasa
disebut uler dan belalang. Demi kelangsungan tanaman yang
lebih baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan, Pak Rubi’i
tidak tinggal diam dengan adanya masalah hama tersebut.
Beliau mengendalikan hama penyakit tersebut dengan cara obat
prepaton dan obat poli yang mana fungsi dari obat tersebut
untuk mematikan hama penyakit tersebut demi kelangsungan
tumbuhan tanman yang lebih baik.
Setelah jangka waktu yang cukup lama untuk siap di panen,
Pak rubi’i memanennya dengan cara menggunakan sabit bukan
dirontokkan dengan gebyok atau menggunakan tresher dan lain
sebagainya. Setelah memanen hasilnya dengan menggunakan
sabit, maka selanjutnya hasil yang didapatkan disimpan terlebih
dahulu dan setelah disimpan baru dijual.
Pak Rubi’i mulai jadi petani di tahun 2000. Untuk menjadi
petani haruslah tahu pengetahuan tentang bagaimana caranya
bercocok tanam. Pak Rubi’i memperoleh pengetahuan bercocok
tanam dari orangtuanya dengan cara melihat langsung kedua
orangtuanya bercocok tanam. Karena keseharian orangtua
beliau adalah berprofesi sebagai petani, maka secara tidak
langsung sudah terbiasa dengan hal-hal yang berkaitan dengan
pertanian. Selain orang tua tidak ada yang didapatkan
pengetahuan bercocok tanam dari tetangga, penyuluhan, pihak-
pihak lain dan sebagainya. Dari pengetahuan yang didapatkan,
beliau pernah mengalami perubahan yang terjadi sekitar 10
tahun yang lalu. Ketika itu brokoli yang biasanya siap panen 6
bulan ternyata hanya 3 bulan saja sudah siap dipanen.
C. LEMBAGA/PRANATA SOSIAL TERKAIT DENGAN
USAHA TANI
a. Lembaga Penguasaan Lahan Pertanian
Status lahan tegal yang dimiliki oleh Pak Rubi’i bukan
dari warisan atau milik sendiri melainkan sewa. Pak rubi’i
menyewa lahan tersebut dari Bapak Ridwan. Tempat tinggal
Pak Ridwan jauh dari tempat tinggalnya Pak Rubi’i posisinya
di luar desa dari tempat tinggal Pak Rubi’i. Harga lahan yang
di sewakan Pak Ridwan kepada Pak Rubi’i sebesar Rp
800.000/ tahun. Selain itu Pak Rubi’i juga harus membayar
iuran irigasi sebesae Rp 300.000. Dalam pembagian hasilnya
tidak moro, mrapat, mertelu melainkan diterima langsung oleh
Pak Rubi’i sebab dalam kegiatan usaha taninya tanpa
menggunakan tenaga kerja luar keluarga melainkan berasal
dari keluarga sendiri.
b. Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana
produksi pertanian(bibit/benih,pupuk,obat-obatan)
Di Desa Bulukerto yang di tinggali oleh Pak Ridwan
terdapat kegiatan usahatani yang berupa penyuluhan.
Penyuluhan disini mekanisme kerjanya berupa bagaimana
cara pengolahan tanah yang baik , cara persemaiannya, cara
tanam tanaman yang baik, cara memupuk tanaman yang baik,
bagaimana cara mengendalikan hama penyakit dan lain-lain.
c. Lembaga yang dapat melakukan fungsi pengolahan
hasil pertanian
Dari lembaga yang dapat melakukan fungsi pengolahan
hasil pertanian, menurut pak Rubi’i tidak ada. Hasil panennya
langsung dijual tanpa ada pengolahan lebih lanjut.
Sebagaimana kita ketahui biasanya setelah hasil panen tersebut
ada lembaga yang menaungi hasil panen dari petani-petani
semisal, hasil panen tersebut dioleh oleh pengusaha
penggilingan padi/KUD atau juga panen tersebut diolah oleh
pabrik gula dan lain-lain. Akan tetapi kenyataan yang ada di
lapang tidak selaras yang di perkirakan. Sehingga hasil panen
Pak Rubi’i tersebut dijual begitu saja tanpa ada pengolahan
lebih lanjut.
d. Lembaga pemasaran hasil pertanian
Dari segi lembaga pemasaran hasil pertanian, setiap
musim panen hasil panen yang dimiliki oleh Pak Rubi’i
semuanya dijual tanpa ada yang dikonsumsi maupun disimpan
untuk dirinya sendiri. Sebab, kalau beliau mengkonsumsi atau
menyimpan sendiri dari hasil pertannian tersebut maka
penghasilan yang diperoleh Pak Rubi’i semakin sedikit dan
tidak mampu mencukupi biaya kehidupan keluarganya.
Penjualan hasil panen tanaman sayur tersebut Pak Rubi’i
menjualnya kepada Pak Ridwan. Dalam menentukan
kesepakatan harga dengan cara tawar-menawar dengan
pedagang. Untuk tanaman sayuran brokoli dijual seharga Rp
3000/ kg. Cara pembayaran yang dilakukan oleh Pak Rubi’i
dari hasil pertaniannya yaitu kontan di muka, bukan dibayar
setelah laku atau sebagian dibayar dimuka dan lain sebagainya.
e. Kelompok tani/gabungan kelompok tani
Dari wawancara saya dengan Pak Rubi’i, ternyata desa
beliau terdapat kelompok tani atau yang sering disebut dengan
gapoktan. Ketua dari gapoktan atau kelompok tani tersebut
adalah Pak Jianto. Dari kepengurusan kelompok tani, Pak
Rubi’i menjabat sebagai anggota kelompok tani di desa
tersebut. Jumlah anggota kelompok tani atau gapoktan yang
ada di sana cukup banyak. Kelompok tani atau gapoktan yang
ada di Desa Bulukerto tersbut mempunyai peranan penting
bagi petani disana. Banyak kegiatan-kegiatan yang
membangun petani untuk memajukan pertaniannya yaitu
petani disuruh membuat pupuk organik, selain membuat pupuk
organik sendiri ada kegiatan lain seperti menanam pohon. Pak
Rubi’i mengaku dirinya aktif dalam mengikuti kegiatan
kelompok tani atau gapoktan tersebut.
f. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)
Selain kelompok tani atau gapoktan yang ada di Desa
Bulukerto, ada juga Himpunan Petani Pemakai Air atau biasa
di singkat HIPPA. Ketua dari HIPPA tersebut adalah Pak
Jianto. Pak Jianto ini selain menjabat ketua kelompok tani atau
gapoktan juga menjabat sebagai Himpunan Petani Pemakai Air
(HIPPA). Pak Rubi’i juga mengaku dirinya aktif dalam
mengikuti kegiatan HIPPA tersebut dan sekaligus menjabat
sebagai anggota dari HIPPA. Kegiatan-kegiatan yang di
lakukan HIPPA sendiri salah satunya ialah mengatasi aliran air
yang ada di Desa Bulukerto tersebut. Menurut Pak Ridwan,
manfaat yang dirasakan menjadi anggota HIPPA adalah
memudahkanaliran air sehingga menjadi lancar.
g. Lembaga Keuangan/ Perkreditan
Dari lembaga keuangan atau pengkreditan, selama
menjalan usahatani Pak Rubi’i pernah membutuhkan modal
dari luar keluarga bapak dan untuk mendapatkan pinjaman
modal tersebut Pak Rubi’i lebih memilih meminjam modal di
bank BRI, bukan di tetangga ataupun juga saudaranya. Jangka
waktu yang butuhkan 6 bulan sekali dan bunga yang diterima
Pak Rubi’isebesar 3 %.
D. Perubahan Sosial Dalam Lembaga Yang Terkait Dengan
Usaha Tani
Dari perubahan sosial dalam lembaga yang terkait
dengan usahatani, menurut pengalaman dan pengamatan Pak
Rubi’i selama menjadi petani pernah terjadi perubahan-
perubahan. Untuk perkembangan sewa-menyewa lahan dan
bagi hasil (moro, mertelu, mrapat) menurut Pak Rubi’i tidak
ada.
Kemudian dari lembaga penyediaan sarana produksi
pertanian seperti benih atau bibit, pupuk , pestiseida, saluran
distribusi dll menurut beliau tidak ada. Cara atau sistem
pengadaan tenaga kerja untuk usaha tani seperti tolong-
menolong, borongan, upah harian, menurut Pak rubi’i ada
dengan borongan. Untuk lembaga pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian (saluran, aturan-aturan), menurut pak Rubi’i
tidak ada. Selanjutnya perkembangan yang dialami kelompok
tani atau HIPPA semakin maju karena menurut beliau semakin
majunya kelompok tani tersebut di sebabkan oleh anggotanya
yang selalu aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatanya.
Sedangkan untuk lembaga kredit atau keuangan untuk usaha
tani (macamnya, aturannya, lembaga yang menyediakan),
menurut Pak Rubi’i tidak ada.
Selama wawancara berlangsung cukup banyak
informasi-informasi yang saya dapatkan dari Pak Rubi’i. Dari
identikasi petani, pengetahuan bercocok tanamnya, lembaga
penguasaan lahan pertaniannya, lembaga yang melakukan
fungsi penyediaan sarana produksi pertanian, lembaga yang
melakukan fungsi penyediaan tenaga kerja, lembaga yang dapat
melakukan fungsi pengolahan hasil pertanian, lembaga
pemasaran hasil pertaniannya, kelompok tani atau gapoktan
yang ada disana, Himpunan Petani Pemakai Air atau HIPPA,
lembaga keuangan dan pengkreditan dan perubahan sosial
dalam lembaga yang terkait dengan usahatani. Semua
terangkum dalam bahasan deskripsi di atas melalui wawancara
yang saya lakukan kepada Pak Rubi’i selaku petani yang ada di
Desa Bulukerto.
3.2 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi
3.2.1 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh Novita
Dalam kegiatan fieldtrip yang dilakukan sebagai bahan ujian
praktikum Sosiologi Pertanian ini ada beberapa aspek yang akan kami
jadikan sebagai bahan perbandingan antara keadaan di lapang dengan
materi atau teori yang kami dapatkan.
Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Faktor-faktor mental adalah pengetahuan mengenai sistem nilai
budaya atau cultural value system dan mengenai sikap atau attitudes.
Kedua hal itu menyebabkan timbulnya pola-pola cara berfikir tertentu
pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya pola-pola cara berpikir
inilah yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan kelakuan mereka,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat
keputusan-keputusan yang penting dalam hidup.
Dalam praktek yang dilakukan di lapang, tepatnya di desa
Bulukerto kebudayaan petani di desa ini terlihat seperti pada umumnya
kehidupan di desa. Mereka hidup saling berdampingan, selaras, dan
hubungan antar individu juga dekat sekali. Budaya gotong-royong dan
saling membantu sesama juga masih berjalan hingga saat ini. Pola pikir
masyarakat desa yang sederhana tidak terlihat disini. Meskipun
mayoritas pendidikan mereka hanya sampai tingkat sekolah dasar tetapi
pengetahuan mereka mengenai pertanian dan cara mereka
menyampaikan informasi tidak kalah dari pemateri yang bergelar
sarjana. Hal ini merupakan pengaruh dari banyaknya mahasiswa dan
lembaga penyuluh yang datang ke Desa Bulukerto ini, sehingga hal ini
membuat cara berfikir mereka yang sederhana berubah menjadi lebih
kompleks.
Selain itu di desa Bulukerto ini ditemukan perilaku warga setempat
yang menghambat pembangunan pertanian. Salah satu bukti nyata ialah
ketika tiga dari lima orang yang kami tanyai mengenai apakah generasi
muda di desa ini berminat pada sector pertanian, tiga orang itu
menjawab “anak saya lebih baik disekolahkan saja, kerja yang enak,
jangan jadi petani. Dari kecil saya sudah merasakan jadi petani itu tidak
enak.” Dari pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa gambaran
pertanian kedepan di Desa Bulukerto ini bisa benar-benar mengalami
kehancuran. Jika dari generasi mudanya enggan untuk melanjutkan
pembangunan di sektor pertanian.
3.2.2 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh Hilda
Saya akan membandingkan antara hasil wawancara saya dengan
Bapak Eko dengan hasil teori yang saya peroleh dari dalam beberapa
literatur yang saya baca. Dari sini saya dapat membandingkan memang
benar adanya Bapak Eko merupakan petani golongan menengah. Hal
ini karena adanya sistem stratifikasi atau pelapisan masyarakat seperti
yang disebutkan oleh Pitirim A. Sorokin sebagaimana bahwa stratifikasi
sosial adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-
lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis) dengan faktanya bahwa. Bapak
Eko memiliki kekayaan dengan mempunyai lahan sawah sendiri seluas
2 ha dan lahan tegal seluas 1 ha. Disisi lain Bapak Eko dalam ilmu
pengetahuan atau gelar yang dia dapat termasuk dalam kasta yang
rendah dikarenakan Bapak Eko hanya menduduki di tingkat SLTP
(sekolah menengah pertama) saja.
3.2.3 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh Didin
Dari pengamatan dilapangan yang kami lakukan juga sudah terjadi
pergeseran sistem dari revolusi hijau menjadi pertanian berkelanjutan.
Hal ini disebabkan karena para petani mulai sadar akan keberadaan
lingkungan dan kesehatan yang akan diperoleh jika menerapkan
pertanian yang berkelanjutan. Selain itu faltor eksternal yang lainnya
juga adalah karena adanya para penyuluh yang menganjurkan untuk
melakukan sistem pertanian berkelanjutan.
Para petani yang ada di desa Bulukerto pun telah menggunakan
pupuk kandang untuk pemupukan lahannya. Walaupun pupuk kandang
terbilang cukup mahal, akan tetapi mereka sadar akan lingkungan yang
ada dan juga mereka mulai mengurangi penggunaan pestisida untuk
mengurangi dampak buruk bagi lingkungan yang ada disekitar mereka.
3.2.4 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh Mareta
Daerah, Penduduk, Tata Kehidupan dan Kebudayaan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tata kehidupan masyarakat
di desa tidak akan sama dengan tata kehidupan masyarakat di
Perkotaan. Ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu
selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan,
tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Secara umum ciri-ciri
kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1) Mempunyai sifat homogen dalam (mata pencaharian, nilai-nilai
dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku),
2) Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai
unit ekonomi. Artinya; semua anggota keluarga turut bersama-sama
memnuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
3) Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada.
Misalnya, keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa
kelahirannya,
4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet
dari pada kota,
5) Jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar
6) Mengutamakan kepentingan bersama
Dalam praktik yang ditemui di lapang memang benar kehidupan
masyarakat Desa Bulukerto sesuai dengan ciri-ciri kehidupan
masyarakat deasa yang terdapat dalam modul praktikum sosiologi
pertanian. Jenis pekerjaannya homogen, yaitu sebagai petani apel.
Dalam kehidupan masyarakat desa lebih mementingkan kepentingan
bersama, seperti lebih mengutamakan gotong royong membangun
fasilitas desa, dibanding pergi bersama keluarga untuk berlibur.
3.2.5 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh Ifone
Walaupun penduduk desa bekerja disektor pertanian tetapi sudah
jelas banyak dari mereka yang mencari sumber mata pencaharian lain
di luar sektor pertanian. Dalam hampir semua komunitas desa, semua
anggota pamong desa dan para guru desa yang memiliki tanah sawah
atau tegalan. Sebagian dari tanah itu mereka sewakan, mereka
gadaikan kepada petani lainnya tetapi sebagian lagi mereka kerjakan
sendiri.
Banyak diantara para petani mempunyai mata pencaharian
tambahan sebagai penjajah buah-buahan, menjadi pedagang kerajinan
tangan atau kebutuhan rumah tangga di pasar dan ada juga yang
memelihara hewan-hewan ternak. Kini banyak anggapan bahwa orang
pedesaan menganut peradaban-peradaban kuno. Walaupun demikian
kesadaran akan adanya suatu dunia luas di luar komunitas desa perlu
dianalisa, lepas dari jangakuan hubungan dari para petani pedesaan
dengan orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu di dunia luar itu
tadi, sedangkan kesadaran tadi itu juga belum berarti bahwa para
petani pedesaan itu juga mempunyai perhatain dan pengertian yang
luas dari dunia luar itu. Suatu konsep yang cocok untuk menganalisis
perbedaan antara kesadaran dan pengertian dari para petani pedesaan
mengenai dunia di luar batas komunitas itu bahwa petani desa dalam
kehidupan sosialnya dapat bergerak dalam lapang-lapang sosial yang
berbeda, keadaan yang berbeda dan juga waktu yang berbeda. Ruang
lingkup pola-pola lapangan sosial para petani Indonesia waktu itu
rupa-rupanya masih terbatas kepada lingkingan lokal dan perhatian
petani terhadap masalah-masalah nasional belum berkembang.
Materi tersebut sesuai dengan keadaan di lapang, meskipun
memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Namun, di luar pertanian
Pak Tarkip juga bermatapencaharian sebagai peternak kambing. Hal
ini dilakukan karena hasil pertanian apel sekarang ini tidak seindah
dulu, yang sangat menjanjikan. Jika dulu seorang petani dengan total
keuntungan Rp 5.000.000 dapat menyekolahkan anaknya hingga
kuliah sekarang dengan penghasilan yang sedikit lebih banyak petani
tidak dapat menyekolahkan anaknya hingga tamat kuliah. Maka dari
itu, beberapa petani di Desa Bulukerto ini memiliki pekerjaan
sampingan selain berprofesi sebagai petani apel.
3.2.6 Hasil Perbandingan Praktek di Lapang dengan Materi oleh
Wahana
Bapak Rubi’i mengalami interaksi sosial seperti yang disebutkan
oleh teori dari Kimball Young dan Raymond , W. Mack, interaksi
adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Disisni adanya komunikasi
sosial yang adanya tujuan mungkin sama atau tidak sama antar pelaku,
dan disini Bapak Sugiyanto juga telah melakukan interaksi sosial
dengan adanya komunikasi sosial dengan mengikuti dengan beberapa
lembaga lembaga seperti GAPOKTAN (Gabungan Kelompok
Tani),GAPOKTAN secara tidak langsung merupakan perwujudan dari
definisi dinamika kelompok tani seperti yang disampaikan oleh
Suhardiyono (1992), bahwasannya dinamika kelompok tani
merupakan gerakan bersama yangdilakukan oleh anggota kelompok
tani secara serentak dan bersama-sama dalam melaksanakan seluruh
kegiatan kelompok tani dalam mencapai tujuannya yaitu peningkatan
hasil produksi dan mutunya yang gilirannya nanti akan meningkatkan
pendapatan mereka. Tujuan dari pembentukan kelompok tani SRI
MAKMUR ini bertujuan untuk wadah pembelajaran,maupun sebagai
tempat untuk mencapai tujuan bersama dalam hal peningkatan
produksi pertanian pada Desa Bulukerto.
IV.PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil wawancara kami kepada petani di desa bulukerto, dapat
disimpulkan bahwa mayoritas petani disana adalah jenis petani apel,
walaupun ada juga petani yang menanam jenis sayur-sayuran. Status
kepemilikan lahan mereka adalah kebanyakan milik sendiri dan ada juga yang
menyewa. Dengan status kepemilikan lahan tersebut maka sistem bagi hasil
seperti moro, mertelu, mrapat dan lain-lain tidak ada, sehingga hasil yang
diperoleh pun diambil sendiri oleh petaninya.
Menanam berbagai jenis buah-buahan dan tanaman di daerah tersebut
sangatlah cocok untuk dibudidayakan. Lokasi di desa Bulukerto tersebut
berada di dataran tinggi sehingga memungkinkan dapat menanam berbagai
jenis tanaman. Jenis buah yang ditanam adalah buah apel dan jenis tanaman
sayurnya seperti brokoli, tomat dan cabai. Jenis varietas buah apel yang
ditanam oleh petani tersebut adalah apel manalagi, apel hana dan apel
malang. Alasan mereka menanam apel karena perawatanya cukup mudah dan
hasil yang diperolehpun cukup menguntungkan. Dalam pemeliharaan
tanamannya para petani apel dan sayuran tersebut menggunakan pupuk, baik
organik maupun annorganik. Pupuk organik sendiri berasal dari kotoran
hewan, seperti kambing. Untuk pupuk anorganik sendiri sendiri, seperti urea,
dan lain-lain.
Di Desa Bulukerto tersebut terdapat suatu kelompok tani atau gabungan
kelompok tani. Adanya kelompok tani tersebut sangat menguntungkan bagi
petani itu sendiri. Petani dapat mengetahui berbagai ilmu dari cara membuat
pupuk organik, cara menanam dengan baik, dan lain sebagainya. Dengan
berbagai keuntungan tersebut, maka mereka turut serta dan aktif dalam proses
kinerja kelompok tani itu. Selain kelompok tani ada juga Himpunan Petani
Pemakai Air atau biasa disingkat HIPPA dan HIPPAM. HIPPA dan HIPPAM
sendiri bermanfaat bagi petani di sana karena petani dapat menggunakan air
dengan kualitas bersih dan dapat membantu mengairi tanaman yang
dibudidayakan.
4.2 Saran
Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang semakin
cepat dan dinamis, orientasi pembangunan pertanian secara strategis
diarahkan dari semula berorientasi kepada produksi menjadi orientasi
agribisnis.
Untuk menindaklanjuti perubahan kebijaksanaan tersebut, peranan
kelembagaan agribisnis yang terkait dan mewujud dalam sistem agribisnis
sangat penting. Namun kinerjanya sebagian besar masih sangat lemah, karena
menghadapi berbagai permasalahan baik yang bersifat struktural maupun
non-struktural.
Agar peranan kelembagaan ini sangat berarti (significant) bagi upaya
memperkuat sistem agribisnis secara terpadu, khususnya jaringan
kelembagaan agribisnis dari hulu (up stream) sampai hilir (down stream).
Maka pemberdayaan kelembagaan bagi pengembanagan agribisnis
merupakan keharusan.
Kami berharap agar pemerintah, masyarakat, dan petani lebih
mengoptimalkan upaya pemberdayaan ini meliputi konsolidasi, penataan,
pembenahan dalam rangka reformasi baik di bidang kebijaksanaan maupun
operasional.
Mengenai kebudayaan diperlukan lebih banyak penyuluhan pada daerah
tersebut. Penggunaan bahan kimia untuk bercocok tanam di daerah tersebut
sangat tinggi. Sehingga dikhawatirkan dapat berakibat buruk pada
lingkungan. Kebanyakan para petani tersebut tidak mengetahui dampak dari
penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang digunakan secara terus menerus.
Selain itu perlu para petani tersebut perlu diperkenalkan kembali pada
bahan-bahan organik seperti pupuk dan pestisida organik beserta manfaatnya
agar para petani tidak ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bungaran Saragih, 2011, Pembangunan “AGRIBISNIS” Paradigma Baru
Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.
Hasibuan Nasrun. 2011. Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan
Agribisnis di Bidang Tanaman Pangan & Hortikultura, GMU Press,
Yogyakarta.
Plank, ulrich. 2006. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sajogyo, pujiwati (Penyunting), 2002. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan
Jilid 1, GMU Press, Yogyakarta.
Soekanto, soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Teguh. 2009. Gabungan Kelompok Tani di Indonesia.
http://teguhfp.files.wordpress.com/2009/09/130121112_095700029_perte
muan_01_pendahuluan5.pdf, diakses 18 Desember 2012.
LAMPIRAN
Pohon Apel