Laporan Penanggulangan Konflik Kucing Hutan
-
Upload
muhamad-fahruroji -
Category
Documents
-
view
44 -
download
1
description
Transcript of Laporan Penanggulangan Konflik Kucing Hutan
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN TIMUR Alamat : Jl. Marsma R. Iswahyudi No.317 RT.69 Balikpapan Telp/Fax 0542-760142
BBAALLIIKKPPAAPPAANN,, DDEESSEEMMBBEERR 22001155
LLAAPPOORRAANN KKEEGGIIAATTAANN
PPEENNAANNGGGGUULLAANNGGAANN KKOONNFFLLIIKK SSAATTWWAA LLIIAARR DDIILLUUAARR KKAAWWAASSAANN HHUUTTAANN
JJEENNIISS KKUUCCIINNGG BBAATTUU ((PPaarrddooffeelliiss mmaarrmmoorraattaa)) DDII
KKEELLUURRAAHHAANN KKAARRAANNGG JJOOAANNGG KKMM..2233,, BBAALLIIKKPPAAPPAANN
ii Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWTkarena berkat Rahmat dan Karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan Laporan Hasil Pelaksanaan Penanggulangan Konflik
Satwa Jenis Kucing Batu (Pardofelis marmorata) di Kelurahan Karang Joang,
Balikpapan dengan baik.
Kucing Batu merupakan salah satu jenis satwa dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.7/1999. Namun demikian seiring dengan terjadinya
degradsai kawasan hutan yang ada di wilayah Balikpapan dan sekitarnya
menyebabkan sebagian habitat satwa ini ikut terganggu sehingga menyebabkan
satwa tersebut keluar dari ahabitanya dan memasuki pemukiman warga masyarakat
untuk mencari makan. Akibatnya terjadilah konflik antara satwa dan masyarakat.
Sebagai upaya untuk penyelamatan satwa dan menghindari kerugian yang
ditanggung oleh masyarakat akibat terjadinya konfil tersebut maka sudah menjadi
kewajiban Pemerintah dalam hal ini BKSDA Kalimantan Timur sebagai pihak yang
diberi otoritas untuk melakukan pengelolaan satwa liar di wilayah Kalimantan Ti,ur
untuk melakukan penanggulangan konflik satwa liar yang terjadi. Laporan ini disusu
sebagai pertanggung jawaban atas kegiatan penanggulangan konflik satwa liar Jenis
Kucing Batu (Pardofelis marmorata) di Kelurahan Karang Joang, Balikpapan.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada teman-teman khususnya Seksi
Konservasi Wilayah III Balikpapan serta pihak-pihak yang telah turut membantu
hingga terselesaikannya Laporan ini. Sepenuhnya kami menyadari bahwa
penyusunannya masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang positif agar di waktu yang akan datang dapat lebih baik lagi.
Balikpapan, Desember 2015
Penyusun
iii Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan .................................................................. 3
C. Penerima Manfaat/sasaran ......................................................... 3
D. Output .................................................................................. 3
E. Indikator Kinerja Kegiatan ........................................................... 3
F. Satuan Ukur ........................................................................... 3
BAB II. METODOLOGI
A. Dasar Hukum Pelaksanaan Kegiatan ............................................. 4
B. Waktu dan Tempat .................................................................. 4
C. Pelaksana Kegiatan ................................................................. 4
D. Alat dan Bahan ...................................................................... 5
E. Prinsip Penggulangan Konflik Satwa Liar ......................................... 5
F. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ................................................... 6
BAB III. HASIL KEGIATAN
A. Kronologi kejadian ................................................................... 8
B. Kegiatan serah terima satwa liar .................................................. 9
C. Observasi Lapangan .............................................................. 10
D. Pelepas Siaran Satwa ............................................................. 11
E. Pengenalan Kucing Batu .......................................................... 13
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 15
B. Saran ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 16
LAMPIRAN ..................................................................................... 17
iv Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
DAFTAR TABEL
Table 1: Tim pelaksana penanggulangan konflik satwa liar .............................. 5
v Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Kucing batu dibius untuk proses pemeriksaan dan evakuasi ............... 9
Gambar 2: Observasi lapangan ............................................................. 11
Gambar 3: Proses pelepas liaran Kucing Batu di HLSW ................................ 13
1 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik antara manusia dan satwa liar terjadi akibat sejumlah interaksi
negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia dan satwa liar.
Pada kondisi tertentu konflik tersebut dapat merugikan semua pihak yang
berkonflik. Konflik yang terjadi cenderung menimbulkan sikap negatif
manusia terhadap satwa liar, yaitu berkurangnya apresiasi manusia terhadap
satwa liar serta mengakibatkan efek-efek detrimental terhadap upaya
konservasi. Kerugian yang umum terjadi akibat konflik diantaranya seperti
rusaknya tanaman pertanian dan atau perkebunan serta pemangsaan ternak
oleh satwa liar, atau bahkan menimbulkan korban jiwa manusia. Disisi lain
tidak jarang satwa liar yang berkonflik mengalami kematian akibat berbagai
tindakan penanggulangan konflik yang dilakukan oleh masyarakat secara
brutal dan tidak terkoordinasi dengan baik dengan pihak-pihak yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan satwa liar di daerah konflik.
Konflik manusia - satwa liar merupakan permasalahan kompleks
karena bukan hanya berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga
satwa itu sendiri. Konflik yang terjadi seharusnya mendorong para pihak
terkait lebih bijaksana dalam memahami kehidupan satwa liar sehingga
tindakan penanganan dan pencegahannya dapat lebih optimal dan
berdasarkan akar permasalahan konflik tersebut. Penanggulangan konflik
manusia-satwa liar adalah proses dan upaya atau kegiatan mengatasi atau
mengurangi konflik antara manusia dan satwa liar dengan mengedepankan
kepentingan dan keselamatan manusia tanpa mengorbankan kepentingan
dan keselamatan satwa liar.
Satwa yang karena suatu sebab keluar dari habitatnya dan
membahayakan kehidupan manusia, harus digiring atau ditangkap dalam
keadaan hidup untuk dikembalikan kehabitatnya atau apabila tidak
memungkinkan untuk dilepaskan kembali kehabitatnya satwa dimaksud
2 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara (Pasal 26 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa)
Satwa liar yang sering berkonflik dengan manusia antara lain Gajah,
Harimau, Beruang, Buaya, Orang Utan, Kera, Babi Hutan. Beberapa jenis
lain juga didapati mengalami konflik akibat degradasi habitat tempat hidup
mereka. Salah satunya adalah Kucing Batu (Pardofelis marmorata) yang
terdapat di kawasan hutan di sekitar wilayah Balikpapan. Akibat kebakaran
hutan dan pemanfaatan tata ruang yang kurang memperhitungkan aspek
kelestarian biodiversitas tumbuhan dan satwa memberikan dampak terhadap
semakin berkurangnya atau bahkan terjadinya pemutusan rantai makanan
pada habitat satwa liar yang masih tersisa. Sehingga tidak heran jika satwa
jenis kucing hutan ke luar ke pemukiman masyarakat disekitar habitatnya
untuk sekedar mencari makanan. Padahalnya sebelumnya sangat jarang
dijumpai kasus seperti ini, adalah sifat alamiah dari kucing batu untuk
menjauh dari keramaian dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
beraktifitas di hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No P.48 tahun 2008
Tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara manusia dan satwa liar
menjelaskan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar adalah interaksi
antara manusia dan satwa liar yang mengakibatkan efek negatif kepada
sosial manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwa liar dan
atau pada lingkungannya. Penanggulangan konflik manusia - satwa liar
adalah proses dan upaya atau kegiatan mengatasi atau mengurangi konflik
antara manusia dan satwa liar dengan mengedepankan kepentingan dan
keselamatan manusia tanpa mengorbankan kepentingan dan keselamatan
satwa liar.
Seksi Konservasi Wilayah III Balikpapan sebagai liaison officer dari
BKSDA Kalimantan Timur berusaha untuk mengambil peran didalam upaya
penanggulangan konflik satwa liar yang terjadi di wilayah Balikpapan dan
sekitarnya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengimplementasikan
3 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
tugas pokok dan fungsinya dalam permasalahan tersebut antara lain melalui
kegiatan pengaman satwa, rehabilitasi hingga pelepasliaran satwa yang
berkonflik ke habitat alaminya.
B. Maksud dan Tujuan
Kegiatan Penanganan Konflik satwa liar di luar kawasan bertujuan untuk
Menghindari terjadinya konflik antar manusia dan satwa liar sehingga tidak
menimbulkan kerugian harta benda maupun keselamatan jiwa manusia atau
satwa liar yang harus diselesaikan dengan tetap memperhatikan
keselamatan manusia dan kelestarian satwa liar
C. Sasaran
Sasaran kegiatan penggulangan konflik satwa liar di luar kawasan adalah
satwa jenis Kucing Batu (Pardofelis marmorata) yang memasuki pemukiman
masyarakat di Kelurahan Karang Joang dan kemudian berada dalam
penguasaan salah satu anggota masyarakat tersebut.
D. Output
Output dari pelaksanaan kegiatan penanggulangan konflik satwa liar di luar
kawasan berupa laporan kegiatan dan Berita Acara Serah Terima dan
Pelepas liaran Satwa.
E. Indikator Kinerja Kegiatan
Indikator pencapaian pelaksanaan kegiatan penaggulangan konflik satwa liar
di luar kawasan adalah
1. Satwa yang berkonflik dapat ditanggani dengan baik dengan
berpedoman pada prinsip keselamatan satwa.
2. Satwa yang berkonflik dapat dilepas liarkan kembali ke habitatnya.
F. Satuan Ukur
Satuan ukur kegiatan ini adalah jumlah jenis dan jumlah satwa yang dapat
diselamatkan pada saat terjadi konflik satwa liar dengan manusia.
4 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
BAB II. METODOLOGI
A. Dasar Hukum Pelaksanaan Kegiatan
1. Undang – Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 48 /Menhut-II/2008 tentang
Pedomon penanganan konflik antara manusia dengan satwa liar;
5. Surat Perintah Tugas Kepala Seksi Wilayah III Balikpapan Nomor
PT. 1370/SKW3-3/2015 tanggal 14 Desember 2015.
B. Waktu dan Tempat
Kegiatan penanggulangan konflik satwa liar di luar kawasan dilaksanakan di
Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) dan Kawasan Hutan
Lindung Sungai Wain (KHLSW) Balikpapan, Kelurahan Karang Joang,
Kotamadya Balikpapan.
Waktu pelaksanaan kegiatan adalah selama 3 (tiga) hari tanggal 16
Desember 2015 s/d 18 Desember 2015.
C. Pelaksana Kegiatan
Pelaksana kegiatan penanggulangan konflik satwa liar di luar kawasan
adalah sebagai berikut :
5 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Tabel 1. Tim Pelaksana Penanggulangan Konflik Satwa Liar Jenis Kucing
Batu (Pardofelis marmorata) di Kelurahan Karang Joang,
Kotamadya Balikpapan
No Nama NIP Jabatan
1 Darmanto 19630113 199703 1 002 Polhut Pelaksana Lanjutan
2 M. Fahruroji 19820612 200012 1 003 PEH Pertama
3 Nidiansjah 19750130 199703 1 001 Polhut Pelaksana Lanjutan
4 Rara N. Zulaikhah 19950408 201502 2 001 Polhut Pelaksana
D. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penanggulangan konflik
satwa liar di luar kawasan adalah:
1. Kandang satwa
2. Perangkap
3. Kamera digital
4. Safety shoes
5. Tali
E. Prinsip Penanggulangan Konflik
1. Manusia dan satwa liar sama-sama penting
Konflik manusia dan satwa liar menempatkan kedua pihak pada situasi
dirugikan. Dalam memilih opsi-opsi solusi konflik yang akan diterapkan,
pertimbangan langkah untuk mengurangi resiko kerugian yang diderita
oleh manusia, secara bersamaan harus didasari pertimbangan terbaik
untuk kelestarian satwa liar yang terlibat konflik.
2. Site spesific.
Variasi karakteristik habitat, kondisi populasi, dan faktor lain seperti jenis
komoditas, membuat intensitas dan solusi penanganan konflik bervariasi
6 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
di masing-masing wilayah, menuntut penanganan yang berorientasikan
kepada berbagai faktor yang berperan dalam sebuah konflik. Sehingga
sangat memungkinkan terjadinya pilihan kombinasi solusi yang beragam
pula di masing-masing wilayah konflik. Solusi yang efektif disuatu lokasi,
belum tentu dapat diterapkan pada situasi konflik di daerah lain, demikian
pula sebaliknya.
3. Tidak ada solusi tunggal
Konflik antara manusia dan satwa liar dan tindakan penanggulangannya
merupakan sesuatu yang kompleks karena menuntut rangkaian kombinasi
berbagai solusi potensial yang tergabung dalam sebuah proses
penanggulangan konflik yang komprehensif.
4. Skala landsekap
Satwa liar tertentu, termasuk gajah dan harimau, memiliki daerah jelajah
yang sangat luas. Upaya penanggulangan konflik yang komprehensif
harus berdasarkan penilaian yang menyeluruh dari keseluruhan daerah
jelajahnya (home range based mitigation).
5. Tanggungjawab multi pihak
Selain sebagai sebuah isu konservasi, konflik juga mempengaruhi dan
memiliki dampak sosial dan ekonomi di daerah. Sehingga
penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar ini harus
melibatkan berbagai pihak yang terkait termasuk dunia usaha dan para
pengguna lahan skala luas untuk berbagi tanggungjawab.
F. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan penanganan konflik satwa jenis
Kucing Batu ( Pardofelis marmorata ) di Kawasan Wisata Pendidikan
Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan adalah:
1. Berdasarkan informasi yang di dapat dari Direktur KWPLH Balikpapan
bahwa ada Kucing Batu yang memasuki daerah pemukiman dan
ditangkap oleh warga. Kemudian warga berinisiatif untuk
menyerahkan kepada pengelola KWPLH Balikpapan. Selanjutnya
7 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
pihak pengelola menghubungi Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
Balikpapan untuk melakukan penanganan selanjutnya.
2. Menyiapkan Surat Perintah Tugas untuk pelaksanaan kegiatan
tersebut
3. Briefing anggota tim untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan
konflik satwa liar di KWPLH Balikpapan.
4. Koordinasi dengan pihak pengelola KWPLH Balikpapan untuk
penyelamatan satwa jenis Kucing Batu.
5. Memindahkan satwa ke kandang karantina yang ada di Kantor SKW III
Balikpapan untuk melakukan tindakan perawatan dan rehabilitasi
sebelum di lepaskan ke habitatnya.
6. Observasi daerah yang akan di jadikan sebagai lokasi pelepas liaran
satwa.
7. Pelepas liaran satwa pada kawasan hutan yang telah diobservasi
dengan melibatkan para pihak.
8 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
BAB III. HASIL KEGIATAN
A. Kronologis Kejadian
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga masyarakat di lingkungan
Kelurahan Karang Joang dapat diuraikan kronologi terjadinya konflik satwa
jenis Kucing Hutan (Pardofelis marmorata) adalah sebagai berikut:
Tanggal 14 Desember 2015
Salah satu warga masyarakat melaporkan kepada Pengelola Kawasan
Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) balikpapan tentang
adanya kucing hutan yang sering memasuki pekarangan di sekitar
rumahnya. Kucing liar yang masuk ke pemukiman warga tersebut
sering memangsa ternak unggas mereka sehingga warga berinisiatif
untuk menangkapnya. Selanjutnya pihak pengelola KWPLH melalui
Bapak Hamsuri melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Seksi
Konservasi Wilayah III Balikpapan.
Kemudian Kepala Seksi Wilayah III memerintahkan kepada beberapa
orang petugas untuk melakukan penanggulangan konflik satwa
tersebut.
Tanggal 16 Desember 2015
Salah seorang warga berhasil menagkap kucing hutan tersebut yang
berjumlah 1 (satu) ekor dan berjenis kelamin jantan, kemudian
berinisiatif untuk menyerahkan satwa liar tersebut kepada pihak
pengelola KWPLH Balikpapan. Selanjutnya pengelola KWPLH
Balikpapan mengkoordinasikan kejadian tersebut dengan pihak Seksi
Konservasi Wilayah III Balikpapan.
Menindak lanjuti laporan tersebut maka Kepala Seksi Konservasi
Wilayah III Balikpapan meminta kepada pihak pengelola KWPLH
Balikpapan untuk mengamankan satwa tersebut sementara waktu
hingga petugas sampai ke lokasi yang berada di Jl. Soekarno-Hatta
KM.23 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan.
9 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Setelah sampai dilokasi petugas langsung memeriksa kondisi satwa
liar yang telah berhasil di amankan serta mengumpulkan berbagai
informasi terkait dengan konflik satwa liar. Berdasrkan identifikasi fisik
maka kucing hutan yang berkonflik dengan warga masyarakat
tersebut adalah jenis Pardofelis marmorata atau Kucing Batu. Satwa
ini termasuk dalam jenis-jenis satwa yang dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI No.7/1999 dengan nama Felis marmorata.
Kemudian dilakukan serah terima satwa dari pengelola KWPLH yang
di wakili oleh bapak Hamsuri kepada petugas Seksi Konservasi
wilayah III Balikpapan. Selanjutnya satwa liar tersebut dievakuasi ke
kandang karantina di Kantor SKW III Balikpapan untuk dilakukan
perawatan dan proses rehabilitasi sebelum dilepas kembali ke hutan.
Tanggal 17 Desember 2015
Observasi lapangan untuk menentukan lokasi pelepasan kembali
(release) satwa yang telah diamankan. Kegiatan observasi dilakukan
dengan mendatangi beberapa lokasi/kawasan hutan yang
diperkirakan cocok untuk proses release satwa, kemudian melakukan
penilaian sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan untuk menunjang
kehidupan satwa serta melakukan pemilihan lokasi yang paling
mendekati kriteria dimaksud. Salah satu lokasi yang dipilih sebagai
lokasi release/pelepas liaran satwa jenis Pardofelis marmorata adalah
Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain.
Tanggal 18 Desember 2015
Kegiatan pelepas liaran satwa jenis Kucing Batu (Pardofelis
marmorata) di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain bersama
perwakilan pengelola KWPLH Balikpapan dan HLSW.
B. Kegiatan serah terima satwa liar
Kegiatan serah terima satwa oleh Direktur KWPLH Balikpapan kepada
petugas SKW III Balikpapan dilaksanakan di Kantor KWPLH Balikpapan Jl.
Soekarno Hatta Km. 23 Kelurahan Karang Joang Balikpapan. Selanjutnya
petugas melakukan pembiusan untuk memudahkan proses pemeriksaan
10 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
kondisi fisik serta evakuasi ke kandang karantina yang berada di Kantor SKW
III Balikpapan, hal ini disebabkan satwa kucing tersebut masih sangat liar
sehingga terus memberontak. Pembiusan ini juga dimaksudkan untuk
mengantisipasi terjadinya luka yang lebih serius akbat benturan dengan
kandang selama proses evakuasi.
Gambar 1. Kucing batu dibius untuk dilakukan pemeriksaan fisik dan
proses evakuasi satwa.
Berdasarkan pengamatan fisik disimpulkan bahwa Kucing Batu tersebut
harus dilakukan perawatan terlebih dahulu sebelum dilepas kembali karena
ditemukan luka pada bagian kaki satwa tersebut. Proses perawatan dan
rehabilitasi dilakukan selama 1 (satu) hari di kandang karantina.
C. Observasi lapangan
Prinsip pemilihan lokasi pelepas liaran satwa yang berkonflik dengan
manusia adalah satwa mendapatkan tempat yang nyaman dan jauh dari
aktifitas manusia, tersedia potensi pakan yang cukup sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya konflik satwa kembali dengan masyarakat sekitar
lokasi pelepas liaran. Selain itu lokasi pelepasliaran merupakan habitat satwa
tersebut yaitu dengan adanya informasi baik dari hasil penelitian ataupun
informasi masyarakat bahwa kawasan tersebut secara umum satwa tersebut
biasa ditemukan di kawasan itu.
11 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Berdasarkan beberapa kriteria sebagaimana telah diuraikan di atas maka
penentuan lokasi pelepasliaran diputuskan dilakukan di kawasan Hutan
Lindung Sungai Wain. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
a. Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) memilki luas ± 10.000 Ha, dengan
kondisi hutan yang masih baik dan terjaga. Sehingga memungkin Kucing
Batu untuk menjelajahi kawasan hutan dengan nyaman baik untuk
bermain ataupun mencari mangsa, serta memperkecil kemungkinan
untuk kembali ke pemukiman warga.
b. Kondisi hutan yang masih bagus dan terjaga memungkinkan bagi kucing
hutan untuk secara berkesinambungan mendapatkan makananya.
c. Memudahkan proses monitoring satwa pasca kegatan pelepas liaran.
Gambar 2. Observasi lapangan oleh Personil SKW III Balikpapan
bersama Pengelola HLSW
D. Pelepasan satwa kembali ke habitatnya
Proses pelepasliaran (release) Kucing Batu (pardofelis marmorata)
dilaksanakan pada sore hari pukul 16.00 Wita tanggal 18 Desember 2015.
Pemilihan waktu pelepas liaran ini sangat penting mengingat satwa tersebut
termasuk jenis satwa nocturnal atau satwa yang aktif pada malam hari.
Sehingga diharapkan satwa dapat langsung beraktifitas pada malam
harinya.
Untuk mengurangi resiko cedera baik bagi satwa maupun petugas serta
memudahkan proses evakuasi maka dilakukan pembiusan kembali terhadap
12 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Kucing Btau tersebut sebelum dilakukan evakuasi ke lokasi release. Hal ini
perlu dilakukan mengingat kendaraan tidak dapat menjangkau lokasi yang
dipilih sebagai tempat pelepas liaran, sehingga kandang harus dipikul untuk
menuju lokasi.
Gambar 3. Proses pelepasliaran Kucing Batu di Kawasan HLSW
bersama pihak pengelola dan perwakilan KWPLH
Tahap pelaksanaan kegiatan pelepasliaran kucing hutan yang dilaksanakan
di kawasan HLSH adalah:
a. Petugas membawa kucing hutan dari Kantor SKW III Balikpapan
menuju Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) dengan menggunakan
mobil kemudian sesampai di Pusat Informasi HLSW yang berada di
Km. 15 Kelurahan Karang Joang Balikpapan, petugas dengan dibantu
pihak pengelola HLSW dan perwakilan KWPLH membawa satwa yang
masih dalam kondisi terbius ke dalam hutan dengan cara dipikul.
b. Setelah sampai dilokasi yang ditentukan maka kandang dibuka.
Kemudian petugas menyuntikan penawar bius ke tubuh satwa
tersebut. Lokasi pelepas liaran dapat ditempuh ± 30 menit dari Pusat
Informasi HLSW dengan berjalan kaki.
c. Sambil menunggu Kucing batu sadar dari masa pembiusan. Petugas
terus melakukan pengamatan dari kejauhan.
d. Pada pukul 17.45 Wita Kucing batu telah sadar kembali dan secara
perlahan keluar dari kandang.
13 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
e. Setelah satwa telah benar-benar masuk ke dalam hutan serta
dipastikan aman maka petugas SKW III Balikpapan dan rombongan
kembali ke Pusat informasi HLSW.
E. Pengenalan Kucing Batu
Kucing batu (Pardofelis marmorata) adalah kucing liar kecil dari Asia Selatan
dan Asia Tenggara. Sejak 2002 termasuk spesies kategori rentan
(Vurnerable) dalam Red Data List IUCN. Sedangkan di Indonesia kucing batu
termasuk hewan yang dilindungi meskipun dalam PP Nomer 7 Tahun 1999,
penyebutan spesies ini menggunakan nama ‘Kuwuk’ dan nama ilmiah Felis
marmorata. (Alamendah.org, 2015).
Diskripsi dan Ciri.
Kucing batu atau Marbled Cat mempunyai ukuran tubuh yang agak kecil.
Panjang tubuh kucing batu berkisar antara 45-62 cm dengan panjang ekor
35-55 cm dan tubuh seberat 2-5 kg. Bulu pada tubuhnya didominasi oleh
warna kecoklatan, abu-abu, kuning dan hitam dengan pola totol yang
hampir menyerupai macan dahan (Neofelis diardi). Kucing liar ini termasuk
binatang malam (nokturnal) yang beraktifitas pada malam hari dalam
kawasan kekuasaan (teritorial) mencapai 6 km persegi. Makanan utama
kucing batu adalah berbagai jenis burung, tupai, tikus dan reptil.
Meskipun lebih sering menghabiskan waktu dan beraktifitas di atas dahan
pohon namun kucing batu terkadang juga turun di tanah baik untuk berburu
mangsa maupun untuk mencari mangsa.
Persebaran, habitat, Populasi, dan Konservasi.
Kucing batu atau Marbled Cat tersebar hampir di kawasan Asia Selatan dan
Asia Tenggara yang meliputi Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China,
India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand, dan Vietnam.
Di Indonesia kucing dengan gerakan lincah ini dapat ditemukan di pulau
Sumatera dan Kalimantan. Habitat kucing batu adalah hutan tropis baik
dataran rendah maupun tinggi hingga ketinggian 3.000 meter dpl.
14 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Status perlindungan:
Populasinya semakin hari semakin terancam karena semakin menyiutnya
habitat yang diakibatkan oleh deforestasi, berkurangnya luas hutan, dan
kebakaran hutan. Di seluruh dunia populasinya diperkirakan sekitar 10.000
ekor. Karena itu IUCN Redlist mengevaluasi jenis kucing ini dalam status
konservasi Vulnerable (rentan). Terdaftar dalam CITES Apendiks I.
Di Indonesia kucing batu termasuk hewan yang dilindungi meskipun dalam
PP Nomer 7 Tahun 1999, penyebutan spesies ini menggunakan nama
‘kuwuk’ dan nama ilmiah Felis marmorata.
15 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan penanggulangan konflik satwa liar di luar
kawasan adalah sebagai berikut :
1. Satwa yang berkonflik dengan warga masyarakat adalah jenis Kucing
Batu yang memiliki nama ilmiah Pardofelis marmorata
2. Masyarakat berhasil menangkap 1 (satu) ekor kucing hutan yang di
identifikasi sebagai Kucing Batu (Pardofelis marmorata), berjenis
kelamin jantan. Kemudian satwa tersebut diserahkan kepada
Pengelola KWPLH Balikpapan yang selanjutnya di serahkan kepada
SKW III Balikpapan.
3. Lokasi pelepasliaran Kucing Batu adalah Kawasan Hutan Lindung
Sungai Wain (HLSW) karena memenuhi beberapa kriteria kebutuhan
habitat satwa antara lain memiliki kawasan hutan yang cukup luas
dan dalam kondisi baik, ketersediaan potensi pakan, faktor
keamanan dan kenyaman satwa serta kemudahan untuk melakukan
monitoring pasca pelepas liaran.
4. Kucing Batu termasuk jenis satwa dilindungi berdsarkan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan
dan Satwa, serta masuk dalam kategori rentan (vurnerable) dalam red
data lis IUCN.
B. Saran/Rekomendasi
Kegitan penanggulangan konflik satwa liar harus dilakukan secara sinergi
dan berkesinambungan dengan melibatkan para pihak baik masyarakat,
pemerintah kota ataupun pihak swasta sehingga kegiatan tersebut akan
memberikan dampak positif yang lebih luas bagi masyarakat itu sendiri
dan pemerintah secara lebih khusus.
16 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
DAFTAR PUSTAKA
BKSDA Kalimantan Timur, 2013. Laporan Monitoring dan Penghalauan
Satwa Jenis Orang Utan (Pongo pygmaeus) dalam Rangka
Penagnan Konflik satwa di Luar Kawasan, tidak di
pubilkasikan.
http://alamendah.org/2011/05/13/kucing-batu-pardofelis-marmorata-si-kecil-
gesit/, di akses tanggal 28 Desember 2015 pukul 08.50 Wita
http://kucinggue.blogspot.co.id/2012/12/mengenal-kucing-batu.html, di akses
tanggal 28 Desember 2015 pukul 09.30 Wita
https://id.wikipedia.org/wiki/Kucing_batu, di akses tanggal 28 Desember 2015 pukul
09.50 Wita
17 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
FOTO-FOTO KEGIATAN
Gambar 1. Proses serah terima Kucing Batu di KWPLH Balikpapan
Gambar 2. Pemeriksaan fisik oleh petugas terhadap Kucing Batu yang telah dibius sebelum di bawa ke kandang karantina di Kantor SKW III Balikpapan
18 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Gambar 4. Proses pengangkutan Kucing Batu ke lokasi pelepas liaran di kawasan HLSW
Gambar 3. Observasi lapangan bersma pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW)
19 Laporan Penanganan Konflik Satwa Liar Pardofelis marmorata | SKW III Balikpapan 2015
Gambar 6. Petugas menunggu Kucing Batu sadar dari pembiusan hingga satwa masuk ke dalam hutan.
Gambar 5. Kucing batu masih dalam kondisi pingsan karena pengaruh bius. Perwakilan pengelola KWPLH membuka pintu kandang evakuasi