LAPORAN PEMBUATAN SHAMPO
-
Upload
helsa-audrya -
Category
Documents
-
view
53 -
download
1
description
Transcript of LAPORAN PEMBUATAN SHAMPO
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20141
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini produksi mobil dan motor berkembang pesat dan hampir semua
masyarakat menggunakannya. Meningkatnya penggunaan motor dan mobil ini
menyebabkan munculnya suatu kebutuhan baru yaitu shampo untuk
membersihkan motor dan mobil secara efektif dan efisien. Bahan yang digunakam
untuk mencuci tidak boleh sembarangan karena harus merawat dan melindungi
cat motor atau mobil. Pada saat ini shampo yang dibuat dari bahan alam sudah
banyak ditinggalkan dan diganti dengan shampo yang terbuat dari bahan deterjen.
Sehingga saat ini jika orang berbicara mengenai shampo yang dimaksud adalah
shampo yang terbuat dari bahan deterjen. Shampo yang terbuat dari bahan
deterjen lebih banyak digunakan karena memiliki efektifitas pencucian yang lebih
baik. Hal ini karenakan kandungan surfaktan dalam deterjen memiliki
kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan serta mampu mengikat dan
membersihkan kotoran. Surfaktan itu sendiri merupakan suatu senyawa aktif
penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi
maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar
dan non polar pada molekul yang sama (Anonim, 2009).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pembuatan shampo motor atau mobil
2. Menentukan karakteristk shmapo motor atau mobil dan bagaimana
kinerjanya
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20142
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Bahan Dasar Pembuatan Shampo Motor
2.1.1 Surfaktan
Komponen yang paling penting dari sistem deterjen adalah surfaktan. Sistem bahan
pembersih pertama pada sabun adalah surfaktan. Terbentuk dari lemak nabati maupun
hewani ditambah air dan alkali. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa tahun
1940-an,sabun mulai diganti dengan sintetis deterjen, yaitu, kombinasi sintetis surfaktan,
sebagian besar alkyl benzene sulfonat (ABS), dan zat pembangun pentasodium
tripolifosfat (STPP). Faktor lingkungan menyebabkan penggantian ABS oleh alkyl
benzene linier sulfonat (LABS), dan penggantian STPP oleh zeolit, karena
pembangunnya lebih kompleks (Bailey’s, 1996).
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang
dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama
surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama.
Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan
tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi.
Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan sepanjang 1
cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk memperbesar
permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2. Surface tension
umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension umumnya terjadi
antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya (Anonim,
2009).
Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti
industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan,
cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan untuk Enhanced
Oil Recovery (EOR). Surfaktan ini dapat berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS,
Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LABS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam
Ammonium), Nonionic (Nonyl Phenol polyethoxyle), Amphoterik (acyl ethylenediamines)
(Elefani, 2008).
Jika surfaktan dilarutkan dalam satu fase pada campuran minyak dan air, sebagian
surfaktan akan berkonsentrasi pada permukaan antara minyak-air, dan pada
kesetimbangan energi bebas (disebut tegangan antar muka atau permukaan) akan lebih
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20143
rendah dari tidak adanya surfaktan. Energi mekanik yang diberikan ke dalam sistem
(misalnya, dengan mencampur) berfungsi untuk membagi satu fasa, akan meningkatkan
jumlah total tegangan permukaan dan energi. Semakin rendah jumlah energi bebas
antarmuka per satuan luas, semakin besar jumlah luas antar muka baru yang dapat dibuat
dengan jumlah energi masuk yang diberikan . Tahap yang terbagi lagi disebut fase
terputus-putus, dan fase lainnya adalah fase kontinyu (Bailey’s, 1996).
Surfaktan memiliki lipofilik (suka lemak) dan hidrofilik (suka air). Bagian lipofilik
dari surfaktan biasanya merupakan rantai-panjang asam lemak yang diperoleh dari lemak
atau minyak. Bagian hidrofilik adalah nonionik (misalnya gliserol); anionik (bermuatan
negatif, misalnya laktat), atau amfoter, baik membawa muatan positif dan negatif
(misalnya, asam amino serin).
Surfaktan yang berasal dari petrokimia, didominasi oleh LABS, sebagian besar
telah menggantikan komposisi sabun. Namun demikian, surfaktan berbasis oleokimia
masih berperan penting dalam formulasi deterjen. Sabun itu sendiri umumnya hadir
sebagai komponen kecil untuk pengkontrol busa, mengurangi transfer pewarna, dan
bertindak sebagai kosurfaktan atau zat pembangun. Selain LABS surfaktan dari
petrokimia yang sering digunakan, adalah alkohol etoksilat, ethoxysulfates alcohol, dan
sulfat alkohol primer, berasal dari alkohol rantai panjang yang dapat bersumber dari
petrochemically atau oleochemically. Surfaktan lain yang telah digunakan di Jepang
antara lain Metil Ester Sulfonat, alkyl polyglycosides, dan glucamides telah banyak
digunakan. Surfaktan tersebut digunakan pada dasarnya sebagai pengganti anionik untuk
LABS (Bailey’s, 1996).
Surfaktan, termasuk sabun, memiliki struktur bipolar, terdiri dari baik hidrofobik
(ekor) dan kelompok hidrofilik (kepala). Sebagai hasil dari struktur bifunctional,
surfaktan memiliki banyak sifat fisik yang unik. Dalam larutan, surfaktan berkonsentrasi
sebagai monolayers di daerah antar muka antara dua fase konstanta dielektrik yang
berbeda atau polaritas. Contoh daerah antarmuka adalah minyak dan air atau udara dan
air. Bagian hidrofilik preferentially solubilizes dalam fase polaritas kutub atau lebih
tinggi, sedangkan hidrofobik bagian secara istimewa solubilizes dalam tahap polaritas
nonpolar lebih rendah. Kehadiran surfaktan pada antarmuka memberikan stabilitas di
antarmuka dengan menurunkan total energi pada permukaan (Bailey’s, 1996).
Dengan demikian, surfaktan memfasilitasi stabilisasi bercampur, biasanya fase
tidak bercampur, seperti minyak dalam air, dengan menurunkan energi yang diperlukan
untuk mempertahankan besar interfacial wilayah yang terkait dengan pencampuran.
Sebagai contoh, tanpa adanya surfaktan, suatu dalam campuran minyak-air, biasa disebut
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20144
sebagai suatu emulsi, cepat memisahkan ke dua lapisan yang berbeda untuk
meminimalkan area permukaan atau kontak antara dua fase. Kemampuan surfaktan untuk
menurunkan ini energi antarmuka antara minyak dan air memungkinkan untuk
pembentukan dan stabilisasi tetesan minyak yang lebih kecil dan akan tersebar di seluruh
air. Dalam hal ini, penurunan energi antarmuka mengakibatkan peningkatan permukaan
total luas pada sistem. Lain halnya dengan surfaktan yang berkemampuan untuk
membentuk agregat dalam larutan dan membentuk komposit dengan berbagai struktur,
seperti misel dan kristal cair, sebagai fungsi dari konsentrasi dan suhu (Bailey’s, 1996).
Konsentrasi surfaktan dalam larutan meningkat,merupakan titik tercapai dimana
molekul agregat akan membentuk misel. Konsentrasi ini didefinisikan sebagai
konsentrasi misel kritis (CMC). Struktur misel meminimalkan energi melalui asosiasi
surfaktan, sedangkan misel dalam air biasanya ditandai dengan ekor hidrofobik mengarah
ke pusat dan kelompok kepala menunjuk ke arah air. Sebagai konsentrasi surfaktan dalam
larutan lebih jauh meningkat, misel memanjang ke tubulus panjang yang sejajar dengan
satu sama lain untuk membentuk susunan heksagonal (Bailey’s, 1996).
Struktur ini sering disebut kristal cair sebagai heksagonal. Jika konsentrasi
surfaktan meningkat, tubulus akan berkembang di kedua arah dan membesar, lembaran
pipih surfaktan, sering disebut sebagai lamelar kristal cair. Kristal-kristal cair sangat
penting dalam pembuatan sabun. Sebagai inti dari sebuah misel sangat hidrofobik, ia
memiliki kemampuan untuk melarutkan minyak di dalamnya, serta untuk menstabilkan
dispersi satu. Solubilisasi ini dan suspensi sifat surfaktan adalah dasar bagi kemampuan
pembersihan sabun dan surfaktan lainnya. Selain itu, kemampuan surfaktan untuk
menstabilkan antarmuka daerah, khususnya antarmuka udara-air, merupakan dasar untuk
penyabunan (Bailey’s, 1996).
Surfaktan dapat dikelompokkan beberapa macam:
1. Menurut Komposisi ekor
a. Ionik
Anionik : berdasarkan anion permanen ( sulfat , sulfonat , fosfat ) atau anion
tergantung pH ( karboksilat ):
1.Alkil sulfat
amonium lauril sulfat , natrium lauril sulfat (SDS);
2.Alkil eter sulfat
L aureth natrium sulfat , juga dikenal sebagai natrium lauril eter sulfat
(SLES), myreth natrium sulfat
3.Sulfonat: Docusates
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20145
natrium dioktil sulfosuccinate, Sulfonat fluorosurfactants:
perfluorooctanesulfonate (PFOS)
4.Alkil benzena sulfonat
b. Kationik , berdasarkan:
1. pH tergantung primer, sekunder atau tersier amina: amina primer
menjadi bermuatan positif pada pH <10, amina sekunder menjadi
dibebankan pada pH <4. Contohnya Octenidine dihidroklorida ;
2. Permanen dibebankan surfaktan kation. Contohnya
Alkyltrimethylammonium garam: bromida setil trimethylammonium
(CTAB) alias hexadecyl amonium bromida trimetil, klorida setil
trimethylammonium (CTAC)
c. Zwitterionic ( amfoter ), berdasarkan primer, sekunder atau tersier amina atau
surfaktan kation dengan:
1.Sulfonat: Chaps (3 - [(3-Cholamidopropyl) dimethylammonio]-1-
propanesulfonate), Sultaines (hydroxysultaine cocamidopropyl )
2.Carboxylates: Asam amino, Imino asam, Betaines ( betaine
cocamidopropyl )
3. Fosfat: lesitin
d. Nonionik
Alkohol lemak : Setil alkohol, Stearil alkohol
2.1.2 Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LABS)
Alkylbenzene merupakan bahan baku dasar untuk membuat Linear Alkyl benzene
sulfonate. Linear alkylbenzene sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry. Acid
slurry merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan serbuk deterjen sintetik dan
deterjen cair. Alkylbenzene disulponasi menggunakan asam sulfat, oleum atau SO3(g).
Linear Alkylbenzene sulfonate diperoleh dengan variasi proses yang berbeda pada bahan
yang aktif, bebas asam, warna maupun viskositas. Bahan baku utama untuk membuat
acid slurry adalah dodecyl benzene, linear alkyl benzene. Nama Kimia Acid Slurry
D.D.B.S. adalah Dodecyl Benzene Sulphonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl Benzene
Sulphonate.
Alkylbenzene Sulfonates (ABS) merupakan bahan baku kunci pada industri deterjen
selama lebih dari 40 tahun dan berjumlah kira-kira 50 persen volum total surfaktan
anionik sintetik. Linear alkylbenzene Sulfonates (LAS) digunakan secara luas
menggantikan Branch alkylbenzene sulfonates (BAB) dalam jumlah besar yang ada
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20146
didunia karena LAS merupakan bahan deterjen yang lebih biodegradabilitas
dibandingkan BAB. Produk umumnya dipasarkan berupa asam bebas (free acid) atau
yang dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida yang ditambahkan kedalam
slurry, yang umumnya dalam bentuk pasta. Sebagian besar pasta di produksi pada
sprayed-dried menghasilkan serbuk deterjen. Pasta bisa juga di proses dengan drum-dried
menjadi serbuk atau flake atau spray dried menjadi butir-butir halus yang memiliki
densitas rendah. Bentuk kering LAS digunakan terutama pada industri dan produk
kebersihan (Kent and Riegels, 2007).
Agar berguna sebagai surfaktan, pertama Alkylbenzene harus disulfonasi. Untuk
proses sulfonasi biasanya digunakan Oleum dan SO3 . Sulfonasi dengan oleum
memerlukan biaya peralatan yang relatif tidak mahal dan bisa dijalankan dengan proses
batch atau continuous. Bagaimanapun ia juaga memiliki kerugian dalam terminologi
dibandingkan harga SO3, sulfonasi dengan oleum memerlukan aliran pembuangan sisa
asam dan ia juga memberikan masalah corossi potensial yang disebabkan oleh asam
sulfat. Proses oleum biasanya menghasilkan 90% ABS, 6 sampai 10% asam sulfat, dan
0,5 sampai 1% minyak yang tidak mengalami proses sulfonasi (Kent and Riegels, 2007).
Proses sulfonasi dengan tipe batch memiliki empat unit proses dasar untuk
netralisasi antara lain yaitu sulfonation, digestion, dilution, dan phase separation. Pada
tahap sulfonasi, alkyl benzene dan oleum dicampur pada tekanan 1 atm inert. Reaksi
sulfonasi berlangsung dengan eksotermik tinggi. Dan perpindahan panas tercapai dengan
menggunakan reaktor jacket dan atau adanya resirkulasi pemakaian ulang penukar panas.
Variabel kunci dalam mengontrol luas reaksi dan warna produk adalah temperatur,
keluaran asam, waktu reaksi dan perbandingan oleum dengan alkylate. Kemudian produk
meninggalkan zona sulfonasi yang kemudian dilanjutkan proses digested 15 sampai 30
menit agar reaksi berlangsung secara sempurna. Setelah proses digested, kemudian
campuran dilarutkan (diluted) dengan air untuk menyempurnakan raksi. Produk
kemudian diumpankan ke dalam tangki separator yang berdasarkan pada gravitasi pada
lapisan asam sulfat yang keluar dari asam sulfonate ringan. Waktu separasi bergantung
pada konfigurasi tangki separator, viskositas asam sulfat, temperatur dan tingkat aerasi
dalam aliran umpan (Kent and Riegels, 2007).
Tabel 2.1 Sifat Fisika LABS
Rumus molekul C12H25C6H5
Berat molekul 246,435 Kg/kmol
Titik didih 327,61 OC
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20147
Titik leleh 2,78 OC
Densitas 855,065 Kg/m3
Wujud Cair
Energi panas pembentukan 1787,0 KJ/mol
Kapasitas panas 750,6 Kkal/kmol OC
Viskositas 750,6 Kkal/kmol OC
Sumber : Linear Alkylbenzene Sulfonate, n.d.
2.1.3 Sodium Lauril Sulfat (SLS)
Sodium lauril sulfat (SLS), atau natrium deodecil sulfat (NaDS atau C12H25SO4Na)
adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan lemak, dan pada produk-
produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom karbon, yang melekat pada
gugus sulfat, dan memberikan sifat amphiphilic yang dibutuhkan deterjen. SLS adalah
surfaktan yang sangat efektif dan digunakan untuk menghilangkan noda berminyak dan
residu. Sebagai contoh, SLS ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada produk
industry, termasuk degreasers mesin, pembersih lantai, sampo mobil. Penggunaan SLS
dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi, shampoo rambut,
dan busa cukur. Sodium lauril sulfat merupakan komponen penting dalam formulasi
untuk efek penebalan busa dan kemampuannya untuk menciptakan busa (Marrakchi S,
Maibach HI, 2006).
Penelitian menunjukkan bahwa SLS tidak karsinogenik jika terkontaminasi
langsung pada kulit ataupun dikonsumsi. Natrium lauril sulfat mengurangi rasa manis
pada gigi, efek biasa terlihat setelah penggunaan pasta gigi yang mengandung bahan ini.
Penelitian menunjukkan bahwa SLS dapat merupakan mikrobisida topikal yang
berpotensi efektif, yang juga dapat menghambat dan mencegah infeksi oleh virus seperti
virus Herpes simpleks. Selain itu SLS dapat meningkatkan kecepatan pembentukan hidrat
metana sebesar 700 kali kecepatan awal. Dalam pengobatan, natrium lauril sulfat
digunakan sebagai pencahar dubur di enema, dan sebagai eksipien pada aspirin terlarut
dan kaplet terapi serat lainnya (Marrakchi S, Maibach HI, 2006).
Natrium lauril sulfat, dalam sains disebut sebagai sodium dodecyl sulfat (SDS) atau
Duponol, umumnya digunakan dalam menyusun protein untuk elektroforesis dalam
teknik SDS-PAGE. Senyawa ini bekerja dengan mengganggu ikatan non-kovalen dalam
protein, sehingga protein mengalamii denaturing, dan menyebabkan molekul kehilangan
bentuk asli mereka (konformasi). SLS disintesis dengan mereaksikan lauril alkohol
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20148
dengan asam sulfat untuk menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang kemudian dinetralisir
melalui penambahan natrium karbonat. Karena metode ini sintesis, SLS komersial yang
tersedia sebenarnya tidak sulfat dodesil murni tetapi campuran alkil sulfat dengan sulfat
dodesil sebagai komponen utama. SLS dapat memperburuk masalah kulit pada individu
dengan hipersensitivitas kulit kronis (Marrakchi S, Maibach HI, 2006).
2.1.4 NaOH
Natrium hidroksida (Na OH ) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida
basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin
yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang
paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan Sorensen. Ia
bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan
metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan
KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
2.2 Proses Sintesa/Isolasi Produk
2.2.1 Proses Pembuatan Shampo
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/20149
Gambar 2.1 Proses Pembuatan ShampoSumber: Borwankar
2.2.2 Penentuan Karakteristik Shampo
1.Viskositas
Viskositas adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawangerakan sebagian
fluida relatif terhadap yang lain. Viskositas akan mempengaruhi kerja shampo. Shampo
yang terlalu kental akan memperlambat reaksi penyabunan pada kotoran, sehinngga
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen dan apabila terlalu
encer maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Faktor yang mempengaruhi viskositas:
a. Besar dan Bentuk Molekul
Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang besar,
seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan ikatan hidrogen.
Makin besar berat molekul, makin besar pula viskositas.
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menuru teori
”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinyu ke
dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini
menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan yang harus
mempunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan
lebih mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan dengan demikian cairan lebih
mudah mengalir.
c.Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini disebabkan jumlah
lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar untuk bergerak keliling satu
terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan
larutan.Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi,
sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah.
2. Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda, semakin tinggi
massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis
rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah
benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201410
lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah
(misalnya air).Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa
jenis yang berbeda. Rumus untuk menentukan massa jenis adalah:
Dimana: ρ = densitas (Kg/ml)
m = massa (Kg)
v = volume (ml)
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun
volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis selalu
mempunyai masssa jenis yang sama.Massa jenis zat dapat dihitung dengan
membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis merupakan salah satu
ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang sama, semakin rapat zatnya,
semakin besar massanya. Sebaliknya makin renggang, makin kecil massa suatu benda.
Contoh : kubus yang terbuat dari besi akan lebih besar massanya dibandingkan dengan
kubus yang terbuat dari kayu, jika volumenya sama. Pada massa yang sama, semakin
rapat zatnya, semakin kecil volumenya.Sebaliknya, semakin renggang kerapatannya
semakin besar volumenya.Contoh: volume air lebih besar dibanding volume besi, jika
massa kedua benda tersebut sama.
2.3 Produk yang Dihasilkan
2.3.1 Shampo
Sampo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan yang penting dalam pembuatan
sampo ini adalah surfaktan, yaitu LABS (Linier Alkyl Benzene Sulfonat) atau
kadang disebut juga Linier Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu
SLS (Sodium Lauryl Sulfonat). Surfaktan (Surface Active Agents), zat yang dapat
mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan
atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung
pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan. Molekul
surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan
ujung non polar (hidrofobik). Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan
besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air
Pembuatan Shampo Motor
ρ = mv
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201411
teknologi pembuatan sampo motor atau mobil ini termasuk salah satu teknologi
tepat guna dalam pembuatannya. Karena dalam proses pembuatannya tidak
memerlukan alat yang canggih dan proses yang rumit (Nirwana, 2014).
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201412
Bab 3
Metodologi Praktikum
3.1 Bahan – bahan yang digunakan
LABS
SLS
NaOH
Aquades
Pewarna makanan
Parfum tanpa alkohol
3.2 Alat – alat yang digunakan
3 wadah plastik
2 pengaduk plastik
Gelas ukur 50 ml
Gelas piala 50 ml
Gelas piala 200 ml
Timbangan
Saringan plastik
2 batang pengaduk
Kaca arloji
Viscometer
Picnometer
Botol aqua 350 ml
Alumunium foil
3.3 Prosedur Praktikum
a. Pembuatan larutan NaOH
Timbang 10 gr NaOH
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201413
Ambil aquades 15 ml, masukkan kedalam wadah
Masukkan 10 gr NaOH kedalam wadah yang telah berisi air sedikit demi
sedikit
Aduk hingga NaOH larut
Setelah dingin, timbang 6 gr dari larutan ini
Masukkan kedalam wadah dan ditutup dengan alumunium foil
b. Pembuatan LABSNa 100 gr
1. Timbang LABS 24 gram
2. Masukkan kedalam wadah plastik
3. Ambil aquades 70 ml
4. Tambahkan larutan NaOH dan aquades pada wadah yang berisi LABS
sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan-pelan
5. Setelah larutan homogen, hentikan pengadukan
c. Pembuatan Shampo
1. Ambil 4 ml aquades, masukkan kedalam wadah plastik
2. Tambahkan 4 tetes pewarna aduk hingga rata
3. Masukkan SLS kedalam wadah, aduk hingga tercampur sempurna
4. Masukkan LABSNa kedalam wadah, aduk pelan-pelan hingga homogen
5. Masukan 5 tetes parfum, aduk hingga rata
d. Karakteristik Shampo
1. Uji Waktu Viskositas
Hitung waktu viskositas air dengan viscometer oswald
Hitung waktu viskositas shampo dengan viscometer oswald
2. Berat Jenis
Timbang picnometer kosong
Isi dengan shampo hingga penuh kemudian tutup
Timbang picnometer yang berisi shampo
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201414
Hitung berat jenisnya dengan cara berat (picnometer+shampo) dikurang
berat picnometer kosong kemudian dibagi 10
3. Tes Aplikasi
Masukkan 10 ml air dalam gelas ukur
Tambahkan 10 ml minyak
Teteskan kit motor
Hitung waktu yang dibutuhkan kit untuk menembus minyak hingga
sampai kebatas antara minyak dan air
Lakukan juga pengujian dengan meneteskan shampo
Hitung juga waktu yang dibutuhkan shampo untuk menembus minyak
hingga sampai kebatas antara minyak dan air
Bandingkan hasil dari keduanya
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201415
Bab 4
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Praktikum
Pembuatan Shampo
No Bahan Hasil Pengamatan
1 10 g NaOH + 15 ml aquades → larutan
NaOH
Larutan berwarna bening dan sedikit panas
2 24 g LABS + 6 g larutan NaOH + 70 ml
aquades → LABSNa
Berwarna coklat kehitaman agak kental dan
terdapat busa. Berat LABSNA = 83 g
3 5 gram SLS + 35 ml aquades → larutan
SLS
Berwarna putih keruh dan berbusa. Berat =
37 g
4 4 ml aquades + 37 gram SLS + 83 g
Larutan LABSNa + pewarna (ungu ) +
parfum
Terbentuk shampo berwarna ungu
Viskositas
NoWaktu Viskositas
Aquades Shampo
1 1.17 detik 7.20 detik
2 1.00 detik 7.50 detik
3 1.50 detik 8.0 detik
Berat Jenis
Berat picnometer kosong = 15.39 g
Berat picnometer + cairan = 24.79 g
Berat picnometer + aquades = 25.02 g
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201416
Uji Aplikasi
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat bercampur dengan minyak :
KIT = 2.70 detik
Shampo = 1.44 detik
4.2 Pembahasan
a. Pembuatan larutan NaOH
Pada pembuatan larutan NaOH ini, wadah yang telah berisi 15 ml aquades
ditambahkan 10 gram NaOH sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan selisih
volume air dengan NaOH relatif kecil dan untuk menghindari larutan lewat jenuh.
Pada larutan ini tidak terjadi perubahan warna dan sedikit panas dan terjadi reaksi
eksoterm yang menyebabkan panas tersebut.
b. Pembuatan LABSNA
Pada campuran LABSNa ini dibuat dengan cara mencampurkan NaOH,
aquades dan LABS secara perlahan, Dalam pengadukan LABS dan NaOH yang
telah dicampur dengan aquades akan menimbulkan busa. Timbulnya busa
ini merupakan bukti bahwa LABS merupakan surfaktan yang bisa menghasilkan
busa ketika bersatu dengan air dan diberi suatu gerakan pengadukan.
c. Pembuatan Shampo
Pada pembuatan shampo ini ditambahkan aquades, LABS dan SLS dan
bahan aditif (parfum dan pewarna). Shampo yang telah jadi memiliki pembusaan
yang bagus, hal ini membuktikan bahwa LABS merupakan surfaktan yang
kinerjanya bertambah dengan bantuan SLS. SLS merupakan foam buster yaitu
suatu zat yang menghasilkan busa. SLS dapat menyatu dengar air dan pada saat
pengadukan dapat menghasilkan busa. Terbukti busa yang dihasilkan dalam
pengadukan menjadi lebih banyak. Efektifitas pencucian dari shampo juga
bagus karena ditambahkannya NaOH sebagai builder yang meningkatkan efektifitas
pencucian.
d. Uji Waktu Viskositas
Uji waktu viskositas dilakukan dengan menempatkan shampo ke dalam
batas viskosmeter otswald, kemudian dihitung waktu yang diperlukan shampo
tersebut untuk turun seluruhnya. Perlakuan ini dilakukan juga pada aquades
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201417
sebagai pembanding. Setelah dilakukan percobaan tersebut, didapatkan data
sebagai berikut:
Nowaktu viskositas
Aquades shampo
1 1.17 detik 7.20 detik
2 1.00 detik 7.50 detik
3 1.50 detik 8.00 detik
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa waktu rata-rata viskositas shampo
adalah 7.57 detik dan aquades adalah 1.22 detik. Hal ini menunjukkan bahwa
waktu yang dibutuhkan shampo untuk viskositas lebih lama dari pada aquades,
artinya shampo memiliki kekentalan dan nilai viskositas yang lebih besar dari
pada aquades.
e. Densitas
Pada uji Densitas ini, kita menentukan densitas dari produk shampo yang
dihasilkan. Setelah dilakukan tes diperoleh densitas dari shampo buatan ini
sebesar 0.94 gr/ml, begitu juga dengan aquades sebagai larutan
standar/pembanding memiliki densitas 0.963 gr/ml. Dapat diketahui bahwa
densitas shampo yang dihasilkan lebih kecil dari densitas aquades. Hal ini
menunjukkan bahwa, kerapatan shampo yang dihasilkan lebih besar dari
kerapatan aquades.
Viskositas suatu zat dipengaruhi oleh berat molekul bahan tersebut.
Semakin berat molekul suatu zat, maka ikatan antar molekulnya juga semakin
rapat dan kuat. Sehingga viskositas pada umumnya nilainya berbanding terbalik
dengan densitas. Apabila digabungkan data hasil uji viskositas dengan data hasil
uji densitas dapat disimpulkan bahwa shampo hasil percobaan memiliki viskositas
yang besar sedangkan nilai densitasnya kecil. Untuk suatu larutan viskositasnya
bergantung pada konsentrasi atau kepekatan larutan. Umumnya larutan yang
konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi, sebaliknya larutan yang
viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah (Fessenden,1997).
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201418
f. Uji Aplikasi
Uji aplikasi pada percobaan sampo motor atau mobil ini dilakukan dengan
cara menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampo agar sampo tersebut
turun dari permukaan larutan minyak hingga mengenai air menggunakan
pembanding KIT. Waktu turun sampo hasil praktikum selama 1.44 detik,
sedangkan waktu turun KIT selama 2.7 detik. Hal itu terjadi karena kekentalan
KIT lebih rendah daripada sampo. Dari uji aplikasi ini didapatkan bahwa minyak
turun lebih lambat bila ditambah KIT dan sebaliknya lebih cepat jika ditambah
shampo buatan. Dapat disimpulkan bahwa shampo buatan lebih cepat dalam
menyerap minyak, karena gugus hidrofobik pada surfaktan yang berfungsi untuk
mengangkat minyak bekerja lebih efektif.
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201419
Bab 5
Kesimpulan dan Saran
5. 1 Kesimpulan
1. Shampo hasil praktikum memiliki waktu viskositas 1,44 detik dan aquades
2,7 detik
2. Densitas shampo 0,94 gram/ml dan densitas dari aquades 0,963 gram/ml
3. Waktu yang dibutuhkan shampo untuk melewati batas minyak dengan air
1,22 detik sedangkan waktu yang dibutuhkan kit melewati batas minyak
dengan air 7,57 detik
5.2 Saran
Pada proses pengadukan SLS sebaiknya dilakukan secara perlahan dan
diaduk pelan-pelan agar tidak timbul busa.
Pembuatan Shampo Motor
Praktikum Kimia Organik/IV/S.Genap/201420
Pembuatan Shampo Motor