Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

97
LAPORAN PELAKSANAAN Spending Performance Dalam Mendanai Pelayanan Publik KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014

Transcript of Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

Page 1: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

1

LAPORAN PELAKSANAAN

Spending Performance

Dalam Mendanai Pelayanan Publik

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

2014

Page 2: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...
Page 3: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

LAPORAN PELAKSANAAN

Spending Performance

Dalam Mendanai Pelayanan Publik

Page 4: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

ii Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Page 5: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

iiiRingkasan Eksekutif

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kualitas belanja daerah dalam APBD selama ini dianggap masih

lemah, yang ditandai dengan indikasi belanja tidak langsung selalu lebih

besar daripada belanja langsung. Dari berbagai literatur dapat didefinisikan

bahwa belanja langsung dianggap sebagai belanja pemerintah daerah

yang mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan ekonomi

suatu daerah dan akan memiliki daya ungkit dalam menggerakkan roda

perekonomian daerah.

Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan kajian analisis tentang

spending performance APBD dalam mendanai pelayanan publik, yang

diharapkan mampu memberikan gambaran dan solusi mengenai

permasalahan penyerapan belanja daerah dalam APBD, serta

mengidentifikasi penetapan belanja APBD yang kurang proporsional

antara belanja langsung dan tidak langsung.

Kajian analisis spending performance tersebut ditujukan untuk (1)

mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam, terutama dilihat dari

aspek cepat atau lambatnya waktu yang diperlukan dalam penyerapan

belanja daerah.; (2) mengidentifikasi penetapan proporsi belanja APBD

antara belanja langsung dan tidak langsung; (3) melakukan analisis dan

menyusun rekomendasi terhadap spending performance APBD dalam

mendanai pelayanan publik.

Sementara itu, metodologi kajian analisis ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan analisa kuantitatif dengan kualitatif. Data

kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) data sekunder

pada Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) digunakan sebagai bahan

awal untuk melakukan analisis yang menggambarkan tingkat penyerapan

Page 6: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

iv Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

belanja daerah; dan (2) data sekunder pada SIKD tersebut kemudian

dikonfirmasikan kepada daerah sampel kunjungan dan digunakan sebagai

alat analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan pengelolaan

keuangan daerah dan penjelasan daerah terhadap kendala permasalahan

pelaksanaannya. Selanjutnya, untuk analisis kualitatif dilakukan dengan

cara wawancara, dan hasilnya dijadikan sebagai pelengkap hasil analisis

yaitu dengan cara menganalisis persepsi daerah terhadap penyerapan

belanja daerah.

Mengingat keterbatasan dana yang ada, maka kajian analisis

kepada daerah sampling dilakukan terhadap 10 daerah yang dipilih secara

convenience sampling. Adapun ke-10 daerah sampling tersebut yaitu (1)

Provinsi Riau, (2) Provinsi Banten, (3) Kabupaten Tanah Laut, (4) Kabupaten

Jepara, (5) Kabupaten Lamongan, (6) Kabupaten Badung, (7) Kota

Pontianak, (8) Kota Palembang, (9) Kota Gorontalo, dan (10) Kota Makasar.

Dari hasil kajian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran penyerapan belanja daerah dari tahun ke tahun memiliki

kemiripan dalam realisasinya, dimana realisasi penyerapan belanja

daerah pada awal Triwulan I sampai dengan Triwulan III masih sangat

rendah, dan baru meningkat realisasinya pada Triwulan IV sampai

dengan akhir tahun.

2. Pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan

publik (public oriented) tidak saja terlihat pada besarnya proporsi

pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga dapat

dilihat dari berapa besar tingkat penyerapan realisasi belanja daerah

(spending performances) terutama belanja barang untuk pemeliharaan

dan belanja modal dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana

pelayanan dasar di daerah.

3. Besar kecilnya tingkat penyerapan belanja daerah dalam mendanai

pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh proses perencanaan

Page 7: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

vRingkasan Eksekutif

anggaran dan penetapan APBD di daerah. Keterlambatan daerah

dalam menetapkan Perda APBD dapat menunda realisasi penyerapan

belanja daerah.

4. Proporsi alokasi belanja barang untuk pemeliharaan dan belanja

modal untuk penyediaan sarana dan prasarana layanan publik masih

rendah dalam struktur APBD jika dibandingkan dengan alokasi untuk

belanja pegawai sehingga kinerja spending performances dalam

mendanai pelayanan publik masih belum optimal dan efektif.

5. Realisasi penyerapan belanja daerah sampai dengan akhir tahun

anggaran masih di bawah target atau lebih rendah dibandingkan

dengan anggaran APBD. Hal ini terutama karena belum cukup mampu

untuk melakukan penyesuaian pada sisi belanja dalam menyikapi

pelampauan pendapatan di APBD.

6. Kualitas belanja daerah dan APBD selama ini dianggap masih lemah

yang ditandai dengan adanya alokasi belanja tidak langsung yang

selalu lebih besar dari belanja langsung, serta penyerapan belanja

daerah yang relatif rendah. Hal ini juga bisa dilihat dari tingkat

penyerapan belanja daerah yang relatif rendah terutama untuk belanja

modal dan belanja barang yang terkait dengan public service delivery.

7. Rendahnya realisasi belanja daerah yang didanai dari DAK tidak

hanya disebabkan oleh kurang berjalannya fungsi perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan di daerah dengan baik, namun juga dipengaruhi

oleh adanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat, terutama

yang terkait dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran,

mekanisme transfer ke daerah, dan penetapan petunjuk teknis DAK

yang terlambat sehingga mempengaruhi penyelesaian pekerjaan di

daerah.

Beberapa hal yang perlu direkomendasikan untuk memperbaiki

dan meningkatkan pelaksanaan spending performances dalam mendanai

pelayanan publik di daerah adalah sebagai berikut :

Page 8: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

vi Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

1. Pemerintah pusat perlu mendorong daerah untuk dapat meningkatkan

proporsi alokasi belanja barang dan belanja modal dalam APBD,

sehingga dapat mempercepat tersedianya sarana dan prasarana

layanan publik yang memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara membuat aturan

dalam perencanaan anggaran di daerah, terutama terkait dengan

batas minimal proporsi alokasi belanja barang dan belanja modal yang

sifatnya mengikat daerah, serta menerapkan sanksi kepada daerah

yang melanggar batasan tersebut.

2. Untuk mendorong percepatan penyerapan belanja daerah, pemerintah

pusat perlu melanjutkan kebijakan pengenaan sanksi kepada pemda

yang terlambat dalam menetapkan dan menyampaikan perda APBD

2013, serta memberikan reward kepada pemda yang tepat waktu

dalam menetapkan dan menyampaikan perda APBD 2013. Penetapan

Perda APBD di daerah secara tepat waktu serta pelaksanaan tender

pada awal tahun anggaran diharapkan dapat mempercepat realisasi

belanja daerah, terutama belanja modal dan belanja barang untuk

layanan publik dan peningkatan perekonomian daerah.

3. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan spending performances yang

mampu mendorong percepatan realisasi belanja daerah, maka :

a. Pemerintah daerah perlu memprioritaskan alokasi belanja untuk

program/kegiatan dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana

layanan publik di daerah, dengan cara meningkatkan alokasi

belanja barang dan belanja modal dalam APBD, dan mengurangi

proporsi untuk belanja pegawai daerah dan belanja tidak langsung

lainnya. Penganggaran belanja langsung dalam APBD digunakan

untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari

urusan wajib dan urusan pilihan yang dituangkan dalam bentuk

program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan

Page 9: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

viiRingkasan Eksekutif

kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah

kepada kepentingan publik.

b. Perlu mengusulkan secara resmi kepada Kementerian Dalam

Negeri untuk menyusun ketentuan (Permendagri) tentang Pedoman

Penyusunan APBD yang mengatur proporsi alokasi belanja barang

untuk pemeliharaan infrastruktur dan belanja modal minimal

ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 20 (dua puluh) persen dari

total APBD guna mempercepat penyediaan sarana dan prasarana

layanan publik dan peningkatan perekonomian daerah.

c. Pemerintah pusat perlu mendorong penyusunan peraturan

perundang-undangan mengenai penerapan Middle Term Expenditure Framework (MTEF) sehingga daerah dapat mengetahui

informasi transfer ke daerah yang meliputi alokasi DAU, DAK,

DBH dan Dana Penyesuaian untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun

guna mempercepat penetapan APBD dan percepatan penyerapan

belanja daerah.

4. Terkait dengan rendahnya penyerapan program/kegiatan yang didanai

dari DAK, Kementerian Keuangan perlu mendorong Kementerian

teknis untuk dapat menetapan petunjuk teknis pelaksanaan DAK

berupa pedoman umum penggunaan DAK guna mencapai standar

pelayanan minimum dan prioritas nasional, serta dibuat tidak terlalu

rigid, tetapi dibuat lebih umum dan lebih fleksibel serta peruntukannya

untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, sehingga daerah lebih

mudah dalam melaksanakan kegiatan DAK dan adanya kepastian

kegiatan tersebut sesuai dengan petunjuk teknis DAK.

5. Pemerintah daerah perlu membentuk Tim Koordinasi di daerah

sehingga memudahkan koordinasi antara SKPD dalam pengelolaan

keuangan daerah baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan

maupun pertanggungjawaban APBD serta memudahkan daerah untuk

menyelesaikan permasalahan di daerah terutama yang terkait dengan

Page 10: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

viii Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

pelaksanaan spending performances dalam mendanai pelayanan

publik di daerah.

Page 11: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

ixKata Pengantar

KATA PENGANTAR

Salah satu tugas pemerintahan daerah adalah menyediakan dan

membangun infrastruktur sarana dan prasarana layanan publik melalui

pengaturan pola alokasi belanja daerah dalam APBD, yang diharapkan

dapat mendorong peningkatan public services dan mampu mendorong

peningkatan perekonomian daerah.

Secara ideal, porsi alokasi belanja tidak langsung terutama untuk

membiayai belanja pegawai daerah yang tidak terlalu tinggi, serta alokasi

belanja barang untuk pemeliharaan infrastruktur dan belanja modal daerah

yang semakin meningkat akan mempercepat terciptanya wujud dan jenis

pelayanan publik yang semakin baik, optimal dan efektif. Namun demikian,

yang terjadi selama ini adalah realisasi belanja barang untuk pemeliharaan

infrastruktur dan belanja modal pada akhir tahun seringkali masih di bawah

target, atau lebih rendah apabila dibandingkan dengan anggarannya. Di

samping itu, masih banyak daerah yang mengalokasikan porsi belanja

pegawai yang lebih besar dari alokasi belanja barang untuk pemeliharaan

infrastruktur dan belanja modal untuk pelayanan publik. Kondisi tersebut

akan menyebabkan APBD tidak mampu untuk mendukung peningkatan

kualitas layanan publik yang optimal. Hal ini berarti perlu dicari beberapa

faktor penyebab mengapa hal tersebut terjadi, dan perlu dirumuskan upaya

perbaikan dalam pola belanja daerah yang diarahkan untuk mendorong

peningkatan pelayanan publik.

Sementara itu, adanya peningkatan alokasi pendapatan transfer dari

pusat dan realisasi pendapatan daerah pada tahun anggaran berjalan

yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi belanjanya,

perlu disikapi dengan percepatan penetapan APBD Perubahan. Hal ini

Page 12: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

x Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

maksudkan agar pelampauan pendapatan daerah tersebut bisa semaksimal

mungkin teralokasikan untuk belanja yang langsung berdampak pada

peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik, dan dapat diselesaikan

pada tahun berjalan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan melakukan kajian mengenai pelaksanaan spending performances dalam APBD. Atas izin dan ridha dari Tuhan Yang Maha

Kuasa, tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul

“Kajian Pelaksanaan Spending Performances dalam Mendanai Pelayanan

Publik”, yang didalamnya berisi analisis mengenai pelaksanaan spending performances yang tercermin dari realisasi penyerapan belanja di daerah,

serta kendala dan solusinya untuk memperbaiki kinerja penyerapan belanja

daerah yang mampu meningkatkan wujud dan jenis pelayanan publik di

daerah.

Kami mengharapkan agar buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan dan mampu memberikan kontribusi yang optimal

dalam pengambilan kebijakan sehingga tujuan dan cita-cita otonomi

daerah dan desentralisasi fiskal khususnya serta tujuan pembangunan

nasional pada umumnya dapat terwujud.

Jakarta, Desember 2014

Direktur Evaluasi Pendanaan dan

Informasi Keuangan Daerah,

Adijanto

Page 13: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

xiDaftar Isi

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ..........................................................................iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................ix

DAFTAR ISI ............................................................................................xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ............................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 11. Latar Belakang ..........................................................................12. Tujuan .......................................................................................43. Ruang Lingkup ..........................................................................54. Metodologi Kajian .....................................................................6

BAB II KERANGKA TEORI ......................................................................... 71. Pengertian Spending Performances ...........................................72. Proses Pengelolaan Keuangan Daerah .....................................103. Pengertian Belanja Daerah ......................................................174. KlasifikasiBelanjaDaerah ........................................................20

BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS PERMASALAHAN PELAKSANAAN SPENDING PERFORMANCE DALAM MENDANAI PELAYANAN PUBLIK .............................................................................. 23

A. Pelaksanaan Spending Performances Pada Daerah Sampel ......271. Provinsi Riau .........................................................................272. Provinsi Banten .....................................................................313. Kabupaten Badung ...............................................................364. Kabupaten Tanah Laut ...........................................................395. Kabupaten Jepara .................................................................42

Page 14: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

xii Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

6. Kabupaten Lamongan ...........................................................467. Kota Pontianak ......................................................................508. Kota Palembang ....................................................................549. Kota Gorontalo .....................................................................5910. Kota Makasar .......................................................................63

B. Analisis Permasalahan Pelaksanaan Spending Performances dalam mendanai Pelayanan Publik ..........................................67

BAB IV PENUTUP .................................................................................. 73A. KESIMPULAN ...........................................................................73B. SARAN DAN REKOMENDASI ....................................................75

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 78

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 79

Page 15: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

xiiiDaftar Tabel

DAFTAR TAbEl

Tabel 1.1 Daerah Sampel Kajian ..................................................................5

Tabel 3.1 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Provinsi Riau ........29

Tabel 3.2 Realisasi Belanja Tahun 2013 Provinsi Banten ..............................34

Tabel 3.3 Realisasi Belanja Tahun 2013 Kabupaten Badung ........................38

Tabel 3.4. Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten Tanah

Laut ..........................................................................................41

Tabel 3.5 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten

Jepara .......................................................................................44

Tabel 3.6 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten

Lamongan .................................................................................49

Tabel 3.7 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Pontianak .....53

Tabel 3.8. Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Palembang ..56

Tabel 3.9 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Gorontalo ....61

Tabel 3.10 Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Makasar .......65

Page 16: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

xiv Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

DAFTAR GRAFIK DAN GAMbAR

Gambar 2.1 Proses Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah .......................12

Grafik 3.1 Volume APBD dan APBD-Perubahan Provinsi Riau Tahun 2013 ....27

Grafik 3.2 Volume APBD dan APBD-Perubahan Provinsi Banten Tahun

2013.........................................................................................32

Grafik 3.3 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Badung Tahun

2013.........................................................................................36

Grafik 3.4 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tanah Laut Tahun

2013.........................................................................................39

Grafik 3.5 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Jepara Tahun

2013.........................................................................................43

Grafik 3.6 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Lamongan Tahun

2013.........................................................................................47

Grafik 3.7 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Pontianak Tahun

2013.........................................................................................51

Grafik 3.8. Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Palembang Tahun

2013.........................................................................................55

Grafik 3.9 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Gorontalo Tahun

2013.........................................................................................59

Grafik 3.10 Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Makasar Tahun 2013 ..64

Grafik 3.11 Keterlambatan Penetapan dan Penyampaian APBD Tahun

2011 s.d. 2013 .........................................................................69

Page 17: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

1Bab I | Pendahuluan

bAb I PENDAHUlUAN

1. Latar BeLakang

Sejak dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal

pada tahun 2001, telah terjadi pergeseran kewenangan dari pemerintah

pusat ke daerah. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya kewenangan

daerah dalam memberikan pelayanan publik yang juga diiringi

dengan meningkatnya pendanaan dari pusat ke daerah dalam rangka

menyelenggarakan kegiatan pelayanan publik tersebut. Anggaran belanja

daerah dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan searah dengan cakupan jenis dana yang di daerahkan maupun

dari besaran alokasi dana yang didaerahkan. Belanja daerah tentu saja

diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari

urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang ada.

Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan

pelayanan dan membangun infrastruktur publik melalui alokasi dan

pelaksanaan belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk melihat kinerja

belanja daerah yaitu didasarkan pada pendekatan tingkat penyerapan

belanja. Semakin besar tingkat penyerapan, dianggap semakin optimal

kinerja belanjanya, dan sebaliknya semakin rendah tingkat penyerapan

semakin rendah pula kinerja belanja suatu pemerintah daerah. Penyerapan

belanja APBD mengindikasikan kecepatan daerah dalam menggunakan

Page 18: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

2 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

dananya untuk pelayanan ke masyarakat. Penyerapan belanja daerah

yang lambat dan juga tidak tuntas (kurang jauh dari anggaran yang telah

direncanakan) menunjukkan proses perencanaan yang kurang baik dan

sekaligus mengakibatkan menumpuknya dana sebagai dana idle. Dana

idle yang besar secara ekonomi kurang baik karena akan melewatkan

kesempatan belanja daerah untuk menstimulasi perekonomian daerah.

Selain itu, kecilnya penyerapan anggaran dan kebiasaan pemda

melakukan penyerapan belanja APBD di akhir tahun anggaran, sudah

dipastikan akan mengganggu kinerja dan kualitas pelayanan publik yang

seharusnya diberikan oleh pemda kepada masyarakat. Banyak proyek

pembangunan infrastruktur di daerah yang belum terlaksana dan akan

menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Selain itu, kualitas

pelayanan publik akan menurun dan masyarakat pun dirugikan.

Berdasarkan data dan hasil kajian yang ada, seringkali ditemukan fakta

bahwa realisasi belanja daerah pada APBD di akhir tahun seringkali di

bawah target atau lebih rendah dibandingkan dengan anggarannya. Hal

ini ditengarai rendahnya tingkat penyerapan APBD pada triwulan I dan

II yang besarannya masih di bawah realisasi ideal, dan baru mengalami

peningkatan persentase penyerapannya menjelang akhir tahun anggaran.

Namun demikian di sisi lain, terdapat pula beberapa pemda yang

penyerapan belanjanya ideal, dari triwulan ke triwulan peningkatannya

wajar dan tidak terserap secara mencolok di triwulan IV.

Selain dari sisi penyerapan anggaran, tak kalah penting adalah

memastikan sampai sejauh mana eksekusi atas rencana dan anggaran

belanja yang dilaksanakan telah menjawab berbagai kebutuhan masyarakat

akan infrastruktur publik, terutama untuk porsi belanja langsung.

Keberpihakan pemda tersebut dapat dilihat, salah satunya pada komposisi

belanja pada APBD-nya, apakah porsi terbesar APBD ada pada belanja

langsung atau belanja tidak langsung.

Page 19: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

3Bab I | Pendahuluan

Kualitas belanja daerah dalam APBD selama ini dianggap masih lemah

dengan salah satu indikasi belanja tidak langsung selalu lebih besar

daripada belanja langsung. Dari berbagai literatur dapat didefinisikan

bahwa belanja langsung dianggap sebagai belanja pemerintah daerah

yang mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan ekonomi

suatu daerah dan akan memiliki daya ungkit dalam menggerakkan roda

perekonomian daerah.

Terkait dengan hal tersebut, kiranya perlu dilakukan analisis

tentang spending performance APBD dalam mendanai pelayanan

publik, yang diharapkan mampu memberikan gambaran dan solusi

mengenai permasalahan penyerapan belanja daerah dalam APBD dan

mengidentifikasi penetapan belanja APBD yang kurang proporsional

antara belanja langsung dan tidak langsung.

Data dan hasil kajian yang telah ada akan dibandingkan antara

pemda yang cepat dalam menyerap belanja dengan yang lambat dalam

penyerapan belanjanya. Kemudian akan dibandingkan pula antara pemda

yang satu dengan yang lain dalam hal proporsi dalam pengalokasian

belanja langsung dan belanja tidak langsung. Kedua perbandingan ini

akan dilakukan analisis dan pendalaman dengan mengunjungi beberapa

daerah sampel.

Hasil penelitian dan analisis ini diharapkan dapat memotret baik

pemda yang mampu menyerap dengan baik APBD-nya dengan yang

tidak, sekaligus pemda yang proporsional maupun yang tidak dalam

pengalokasian belanja langsung dan tidak langsung. Potret tersebut

kemudian akan diidentifikasi, untuk mengetahui faktor-faktor penyebab

dari “keberhasilan” atau “kegagalan” pemerintah daerah sehingga hasilnya

akan dapat dijadikan rekomendasi kepada pemda baik yang menjadi

sampel penelitian maupun pemda-pemda lain mengenai perbaikan dan

peningkatan mengenai penyerapan belanja daerah dalam APBD dan

Page 20: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

4 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

penetapan belanja APBD yang lebih proporsional antara belanja langsung

dan tidak langsung.

Di samping itu dari sisi pemerintah pusat, rekomendasi hasil

kajian ini juga penting untuk langkah perbaikan secara internal untuk

penyempurnaan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah

khususnya yang mempengaruhi belanja di daerah.

2. tujuan

Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam kaitannya

dengan spending performance APBD dalam mendanai pelayanan

publik, terutama dilihat dari aspek cepat atau lambatnya waktu yang

diperlukan dalam penyerapan belanja daerah.

b. Mengidentifikasi penetapan proporsi belanja APBD antara belanja

langsung dan tidak langsung.

c. Melakukan analisis dan menyusun rekomendasi terhadap spending performance APBD dalam mendanai pelayanan publik.

d. Mendukung tugas kerja Kementerian Keuangan, khususnya DJPK

dalam menganalisis, memantau, dan mengevaluasi permasalahan

yang terkait dengan spending performance APBD dalam mendanai

pelayanan publik, sehingga diharapkan dapat memberikan

rekomendasi yang komprehensif dan akurat bagi Pemerintah

Pusat dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan spending performance APBD.

Page 21: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

5Bab I | Pendahuluan

3. ruang Lingkup

Dalam kajian ini dilakukan penelitian secara khusus terhadap 10 daerah

yang dipilih secara convenience sampling. Adapun rincian daerah sampel

adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1

Daerah Sampel Kajian

No Nama Daerah Sampel No Nama Daerah Sampel

1. Provinsi Riau 6. Kabupaten Badung

2. Provinsi Banten 7. Kota Pontianak

3. Kabupaten Tanah Laut 8. Kota Palembang

4. Kabupaten Jepara 9. Kota Gorontalo

5. Kabupaten Lamongan 10. Kota Makasar

Sumber: Data primer yang diolah (2014)

Data primer kajian ini berasal dari hasil isian kuesioner yang dikirimkan

kepada 10 daerah sampel tersebut di atas. Kuesioner yang telah diisi

dikumpulkan dengan mekanisme kunjungan ke daerah sampel yang juga

disertai pelaksanaan Focus Group Discussion dengan Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam kajian ini meliputi :

a. Data APBD/APBD Perubahan;

b. Data Realisasi APBD; dan

c. Data Dana Pemerintah Daerah di Perbankan.

Page 22: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

6 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

4. MetodoLogi kajian

Kajian ini menggabungkan alat analisa kuantitatif dengan kualitatif.

Analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat statistik dengan

cara memetakan daerah sampel menurut tingkat penyerapan belanja

(spending performances)-nya.

Namun demikian, mengingat keterbatasan data dan dana yang ada

maka analisis dalam kajian dalam buku ini dilakukan dengan metode

sebagai berikut:

1. Data sekunder pada Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

digunakan sebagai bahan awal untuk melakukan analisis yang

menggambarkan tingkat penyerapan belanja daerah.

2. Data sekunder pada SIKD tersebut kemudian dikonfirmasikan kepada

daerah sampel kunjungan dan digunakan sebagai alat analisis

deskriptif kualitatif untuk menggambarkan pengelolaan keuangan

daerah dan penjelasan daerah terhadap kendala permasalahan

pelaksanaannya.

3. Untuk analisis kualitatif yang bersumber dari hasil wawancara

dijadikan sebagai pelengkap hasil analisis yaitu dengan cara

menganalisis persepsi daerah terhadap penyerapan belanja daerah.

Page 23: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

7Bab II | Kerangka Teori

bAb II KERANGKA TEORI

1. pengertian Spending perforManceS

Spending performances erat kaitannya dengan sistem penganggaran

yang berbasis kinerja (performance based budgeting). Penganggaran

berbasis kinerja (performance-based budgeting) merupakan suatu

pendekatan sistematis dalam penyusunan anggaran yang mengaitkan

pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik dengan kinerja

yang dihasilkannya dengan menggunakan informasi kinerja. Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program, bukan unit

organisasi semata, dan memakai output measurement sebagai indikator

kinerja organisasi. Pengkaitan biaya dengan output organisasi merupakan

bagian integral dalam berkas atau dokumen anggaran.

Menurut Robinson and Last (2009), dikatakan bahwa performance-based budgeting bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pengeluaran publik dengan mengaitkan pendanaan organisasi sektor

publik dengan hasil yang dicapai dengan penggunaan informasi kinerja

secara sistematik. Sedangkan Carter (1994), seperti dikutip Young (2003),

menyatakan performance budget menggunakan pernyataan misi, tujuan

dan sasaran untuk menjelaskan mengapa uang dikeluarkan. Penetapan

misi, tujuan dan sasaran ini merupakan cara untuk mengalokasikan

sumber daya untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu berdasarkan

tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang terukur. Performance budgeting

dibedakan dari pendekatan tradisional karena berfokus pada hasil dari

pengeluaran yang dilakukan, bukannya jumlah uang yang dikeluarkan.

Page 24: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

8 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Sejalan dengan Robinson dan Last, Young (2003) menyatakan 4 (empat)

karakteristik performance-based budgeting, yaitu :

1. Performance-based budgeting menetapkan tujuan atau sekumpulan

tujuan yang akan dikaitkan dengan atau yang digunakan untuk

mengalokasikan pengeluaran uang.

2. Performance-based budgeting menyediakan informasi dan

data mengenai kinerja dan hasil yang telah dicapai sehingga

memungkinkan dilakukan perbandingan antara kemajuan yang aktual

dengan yang direncanakan.

3. Dalam penyusunan anggaran penyesuaian terhadap program

dilakukan untuk menutup setiap perbedaan yang terjadi antara target

kinerja dan kinerja aktual.

4. Performance-based budgeting memberi peluang untuk dilakukannya

evaluasi kinerja secara regular atau ad hoc yang akan digunakan untuk

pengambilan keputusan.

Lebih lanjut Robinson dan Last (2009) menyatakan penganggaran

berbasis kinerja (performance-based budgeting) hanya dapat berhasil jika

setiap satuan kerja yang melakukan pengeluaran anggaran (spending agency) diharuskan untuk:

1. secara eksplisit mendefinisikan outcome yang pelayanannya diberikan

kepada masyarakat, dan

2. menyediakan indikator kinerja kunci untuk mengukur efektifitas

dan efisiensi pelayanannya untuk menteri keuangan dan pembuat

keputusan politik kunci selama proses penyusunan anggaran.

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sektor

publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran

kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki

kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu

pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini

Page 25: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

9Bab II | Kerangka Teori

pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi sektor

publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian

sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor

publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik

dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Kinerja adalah gambaran

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan /program/kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006).

Adapun jika dihubungkan dengan pengklasifikasian belanja daerah

berdasarkan klasifikasi ekonomi, unsur belanja menurut klasifikasi

ekonomi yang merupakan kebocoran (leakages) yaitu belanja pegawai

dan belanja lainnya lebih besar dibanding unsur belanja yang merupakan

injeksi (belanja modal serta barang dan jasa). Hal ini menunjukkan

bahwa, pembangunan lebih banyak digerakkan oleh belanja yang bersifat

kebocoran atau konsumtif.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak ekonomi dari belanja

pemerintah. Dari perspektif ekonomi makro, belanja pegawai dan belanja

lainnya disebut kebocoran, sementara belanja modal serta barang dan

jasa disebut injeksi. Dengan pembagian demikian, hendak dianalisis lebih

lanjut apakah pembangunan lebih banyak digerakkan oleh kebocoran yang

bersifat konsumtif ataukah injeksi yang bersifat investasi. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan lebih banyak digerakkan

oleh belanja pemerintah yang bersifat kebocoran (konsumtif). Penyebab

utamanya adalah adanya diskresi dari sisi pendapatan pemerintah. Dengan

pendapatan yang terbatas, sementara kebutuhan untuk membiayai

birokrasi terus meningkat, menjadikan pemerintah lebih memilih

mendahulukan belanja bagi birokrasi (kebocoran) dan membatasi belanja

untuk kepentingan masyarakat (injeksi).

Page 26: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

10 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

2. proSeS pengeLoLaan keuangan daerah

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mengenai

Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD), dalam merencanakan alokasi belanja pada APBD agar lebih

mengutamakan keberpihakan untuk kepentingan publik (belanja langsung)

daripada kepentingan aparatur (belanja tidak langsung).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut terlihat

hubungan antara tiga cara mengukur efektivitas anggaran pembangunan

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut, yaitu :

a. Dengan melihat seberapa besar pemerintah menentukan alokasi

nilai belanja untuk kepentingan publik ternyata masih rendah

efektivitasnya;

b. Dengan melihat seberapa besar nilai belanja untuk kepentingan publik

tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik dengan optimal

juga masih rendah efektivitasnya. Hal ini didasarkan pada rendahnya

kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja

termasuk belanja modal sebagai bagian dari belanja pembangunan;

c. Dengan melihat seberapa besar optimalisasi nilai belanja publik

mengakibatkan kegiatan-kegiatan ekonomi ikutan yang bermanfaat

bagi masyarakat sehingga menambah kesejahteraan masyarakat

juga masih rendah efektivitasnya. Belanja anggaran pembangunan

hanya mampu mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

eksklusif dan belum berkualitas.

Pada prinsipnya desentralisasi ditujukan untuk efisiensi sektor

publik dalam produksi dan distribusi pelayanan, meningkatkan

kualitas pembuatan keputusan dengan menggunakan informasi lokal,

meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan respon

terhadap kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002). Hal inilah yang

mendorong desentralisasi diserahkan dan dilaksanakan pemerintahan

Page 27: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

11Bab II | Kerangka Teori

daerah yakni kabupaten/kota. Dalam rangka melaksanakan pembangunan

daerah, setiap tahun APBD ditetapkan oleh Pemerintah Daerah bersama

dengan DPRD. APBD merupakan rencana kegiatan daerah yang akan

dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.

Dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat rambu-rambu yang

harus dipatuhi daerah sebagaimana tercantum dalam asas-asas umum

pelaksanaan APBD, diantaranya yaitu:

a. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka

pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.

b. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima

pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau

penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.

c. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai

pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-

undangan.

d. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening

kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.

e. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan baths

tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja.

f. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk

pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam

APBD.

g. Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan

jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam

rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan

realisasi anggaran.

h. Kriteria keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 28: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

12 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

i. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran

daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.

j. Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak

mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia terdapat dokumen-

dokumen yang digunakan atau dihasilkan dalam proses penyusunan

anggaran pemerintah daerah. yang dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1

Proses Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah

10 | P a g e

Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia terdapat dokumen-dokumen yang

digunakan atau dihasilkan dalam proses penyusunan anggaran pemerintah daerah. yang

dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1

Proses Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah

Pengelolaan Keuangan DaerahPerencanaan Pelaksanaan Penatausahaan Pertgjwban Pengawasan

RPJMD

RKPD

KUA PPAS

NotaKesepakatan

Pedoman

Penyusunan

RKA-SKPD

RKA-SKPD

RAPBD

APBD

Dasar Pelaksanaan

Anggaran

• Pendapatan

• Belanja

• Pembiayaan

Pelaksanaan APBD

Rancangan

DPA-SKPD

DPA-SKPD

Verifikasi

Laporan Realisasi

Semester Pertama

Perubahan APBD

Penatausahaan

Belanja

Bendahara

Pengeluaran

Penatausahaan

Pendapatan

Bendahara

Penerimaan

Kekayaan dan

Kewajiban daerah

• Kas Umum

• Piutang

• Investasi

• Barang

• Dana Cadangan

• Utang

Akuntansi

Keuangan Daerah

Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah

• Laporan Realisasi

Anggaran

• Neraca

• Laporan Arus Kas

• Catatan atas

Laporan

Keuangan

Laporan Keuangan

diaudit oleh BPK

Rancangan

Peraturan Daerah

tentang

Pertanggungjawaban

APBD

Akuntansi

Keuangan Daerah

• Pemberian

Pedoman

• Bimbingan

• Supervisi

• Konsultasi

• Pendidikan

• Pelatihan

• Penelitian dan

Pengembangan

Pembinaan:

Pengawasan

terhadap

pelaksanaan

Perda tentang

APBD

Pengendalian

Intern

Pemeriksaan

Ekstern

Sumber : Mardiasmo (2005:5)

Untuk pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota), dokumen-dokumen tersebut

meliputi Rencana Pembangunan Jangkan Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon

Anggaran Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah

(SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik (Renstra) SKPD, Rencana

Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Untuk dapat

dikatakan telah menerapkan penganggaran berbasis kinerja tidak hanya dibuktikan dengan

keberadaan dokumen-dokumen tersebut, melainkan juga dengan adanya keselarasan

substansi antar dokumen-dokumen tersebut yang dapat dilihat dari ada tidaknya indikator

kinerja yang selaras dalam dokumen-dokumen tersebut. Pada SKPD, indikator-indikator

kinerja yang dimuat dalam Renja SKPD haruslah mendukung pencapaian indikator kinerja

yang termuat dalam Renstra SKPD. Dan selanjutnya, indikator kinerja Renja SKPD harus

didukung oleh indikator-indikator kinerja yang dimuat dalam RKA SKPD. Adanya

Sumber : Mardiasmo (2005:5)

Untuk pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota), dokumen-

dokumen tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangkan Menengah

Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan

Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

(PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD),

Page 29: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

13Bab II | Kerangka Teori

dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik (Renstra) SKPD,

Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

SKPD. Untuk dapat dikatakan telah menerapkan penganggaran berbasis

kinerja tidak hanya dibuktikan dengan keberadaan dokumen-dokumen

tersebut, melainkan juga dengan adanya keselarasan substansi antar

dokumen-dokumen tersebut yang dapat dilihat dari ada tidaknya indikator

kinerja yang selaras dalam dokumen-dokumen tersebut.

Pada SKPD, indikator-indikator kinerja yang dimuat dalam Renja

SKPD haruslah mendukung pencapaian indikator kinerja yang termuat

dalam Renstra SKPD. Dan selanjutnya, indikator kinerja Renja SKPD

harus didukung oleh indikator-indikator kinerja yang dimuat dalam RKA

SKPD. Adanya keselarasan indikator kinerja ini secara logis akan dapat

mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai yang dicantumkan dalam

dokumen perencanaan strategis (Renstra SKPD) dengan kegiatan-kegiatan

operasional yang dilaksanakan SKPD. Di samping persyaratan adanya

indikator kinerja dan proses penyusunan anggaran yang memfasilitasi

penggunaan indikator kinerja, persyaratan lainnya dalam penerapan

penganggaran berbasis kinerja yang dikemukakan Robinson dan Last

(2009) adalah klasifikasi pengeluaran berdasarkan program (program budget) dan fleksibilitas yang lebih besar bagi manajer atau pejabat

pelaksana anggaran.

Program budget mengklasifikasikan pengeluaran anggaran berdasarkan

jenis pelayanan dan tujuan, bukan berdasarkan jenis input (gaji, bahan,

perjalanan dinas dan sebagainya) sebagaimana pada traditional line-item budgeting. Robinson dan Last (2009) menyatakan pada program budget proses penyusunan anggaran harus berdasarkan pada program (program based) yaitu satuan kerja harus mengajukan dan menyajikan anggarannya

dalam bentuk program dengan didukung biaya dan informasi kinerja.

Senada dengan Robinson dan Last, Shah dan Shen (2007) menyatakan

bahwa bertentangan dengan line-item budgeting, performance budgeting

Page 30: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

14 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

menerapkan alokasi lumpsum untuk program-program bukan klasifikasi line

item secara rinci (detailed line item classification). Terkait dengan ini, Rubin

(2007) mengemukakan bahwa output model budgeting mengasumsikan

bahwa manajer atau pelaksana anggaran akan menggunakan sumber daya

yang mereka akan diminta bertanggung jawab bukan atas pelaksanaan

anggaran sesuai dengan item-item pengeluaran yang dilakukan, melainkan

atas kuantitas dan kualitas hasil yang dijanjikan dari paket sumber daya

yang dialokasikan bagi mereka dalam anggaran. Pelaksanaan anggaran

membutuhkan adanya fleksibilitas input dimana pejabat pelaksana

anggaran harus diberi fleksibilitas yang lebih besar untuk memilih belanja-

belanja yang dilakukannya untuk menghasilkan pelayanan dengan cara

yang paling efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi sejumlah

batasan yang harus diikuti pada pengeluaran anggaran berdasarkan

klasifikasi ekonomi (line item) pada traditional budgeting.

Dibandingkan dengan traditional line-item budgeting, performance budgeting membenarkan untuk melakukan penggunaan sumber daya

fiskal secara lebih fleksibel dan meningkatkan akuntabilitas terhadap hasil.

Shah dan Shen (2007) menyatakan performance budgeting meningkatkan

fleksibilitas manajerial dengan memberi manajer departemen atau program

alokasi lumpsum tetap (fixed lumpsum allocation) yang bisa digunakan

untuk berbagai kebutuhan untuk mencapai hasil yang sudah disetujui

dalam pemberian pelayanan. Manajer publik menikmati peningkatan

diskresi manajerial tapi diwajibkan bertanggung jawab atas apa yang

mereka capai dalam kinerja pemberian pelayanan.

Namun, kedua persyaratan ini belum diakomodir oleh peraturan

perundang-undangan di Indonesia, terutama untuk penyusunan anggaran

pemerintah daerah. Struktur anggaran yang digunakan dalam penyusunan

APBD masih menggunakan 12 struktur line-item budgeting di mana

anggaran disusun menurut klasifikasi belanja sampai dengan rincian objek

belanja. Hal ini berimplikasi pada control yang ketat terhadap input yang

Page 31: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

15Bab II | Kerangka Teori

mengakibatkan kurangnya fleksibilitas bagi manajer (pengguna anggaran)

dalam menggunakan anggarannya. Dengan demikian, ketentuan mengenai

pengeluran anggaran yang diatur dalam peraturan perundangan yang ada

belum mendukung fleksibilitas pengeluaran anggaran oleh pengguna

anggaran sebagai pejabat yang mempunyai otoritas dalam melaksanakan

pengeluaran anggaran.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur azas umum dalam pengelolaan

keuangan daerah yang tertuang pada pasal (4) sebagai berikut:

(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan,

dan manfaat untuk masyarakat.

(2) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa

keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna

yang didukung dengan bukti¬bukti administrasi yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(4) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian

hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara

membandingkan keluaran dengan hasil.

(5) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian

keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan

masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

(6) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

tingkat harga yang terendah.

Page 32: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

16 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

(7) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip

keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui

dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan

daerah.

(8) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan

kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan.

(9) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan

distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan

distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.

(10) Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau

suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

(11) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode.

Anggaran kas telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

pasal (125) dan pasal (126) sebagai berikut :

Pasal 125

(1) Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun

rancangan anggaran kas SKPD.

Page 33: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

17Bab II | Kerangka Teori

(2) Rancangan anggaran kas SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan

DPA-SKPD.

(3) Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan

dengan pembahasan DPA-SKPD.

Pasal 126

(1) PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah

guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai

pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana

yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan.

(2) Anggaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan

arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus

kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan

dalam setiap periode.

(3) Mekanisme pengelolaan anggaran kas pemerintah daerah ditetapkan

dalam peraturan kepala daerah.

3. pengertian BeLanja daerah

Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri

maupun transfer dan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi,

dan sebagainya akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran

daerah itu baik melalui pos belanja daerah maupun pengeluaran

pembiayaan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran yang

bersangkutan.

Definisi dari belanja daerah menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 pasal

20 adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang

mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah

Page 34: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

18 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

dalam satu tahun. Definisi lainnya mengenai belanja seperti yang

dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih. Kedua definisi tersebut menjelaskan bahwa transaksi

belanja akan menurunkan ekuitas dana pemerintah daerah.

Belanja daerah sebagaimana dimaksud PP Nomor 58 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 26 ayat (1) menyebutkan

bahwa Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota

yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan

ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib

sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan

kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,

pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta

mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan

masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar

pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah “pengeluaran yang

dilakukan oleh Pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang dan

tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah di atasnya”. Menurut

Halim dan Nasir (2006 : 44), belanja daerah adalah “semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan”. Dari semua definisi tersebut,

terdapat dua hal utama yang patut untuk dilihat, yaitu bahwa belanja

daerah adalah suatu bentuk kompensasi finansial yang mengurangi nilai

kekayaan bersih suatu daerah dan yang kedua bahwa belanja daerah

dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimiliki sebagai bentuk tanggung

jawab pelaksanaan pelayanan publik.

Page 35: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

19Bab II | Kerangka Teori

Untuk itulah, selain dari sisi ekonomi publik, maka belanja daerah

harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah (provinsi atau kabupaten/kota) yang terdiri dari urusan

wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-

undangan.

Terkait dengan bagaimana daerah melakukan pengeluaran APBD,

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengatur beberapa hal yaitu :

Pasal 105A

(1) Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan kepala daerah

melaksanakan pengeluaran setiap bulan setinggi-tingginya sebesar

seperduabelas APBD tahun anggaran sebelumnya.

(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi hanya untuk belanja

yang bersifat tetap seperti belanja pegawai, layanan jasa dan keperluan

kantor sehari-hari.

Pasal 107A

Kepala daerah dapat melaksanakan pengeluaran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) setelah peraturan kepala daerah tentang

APBD tahun berkenaan ditetapkan.

Pasal 109

Pelampauan dari pengeluaran setinggi-tingginya sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dilakukan apabila ada kebijakan

pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil, bagi

hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-

undang, kewajiban pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman

Page 36: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

20 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

yang telah jatuh tempo serta pengeluaran yang mendesak diluar kendali

pemerintah daerah.

4. kLaSifikaSi BeLanja daerah

Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi,

program dan kegiatan, serta jenis belanja.

Klasifikasi belanja daerah menurut jenis belanja terdiri dari:

1. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang

maupun barang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-

undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai pemerintah

daerah baik yang bertugas di dalam maupun di luar daerah sebagai

imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan

yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh: gaji dan

tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial, dan lain-lain sejenis.

2. Belanja barang dan jasa adalah digunakan untuk pembelian barang

dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang dan jasa. Contoh:

pembelian barang dan jasa keperluan kantor, jasa pemeliharaan,

ongkos perjalanan dinas.

3. Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembelian/ pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan

hewan.

4. Belanja lain-lain (bunga; subsidi; hibah; bantuan sosial; belanja bagi

hasil dan bantuan keuangan; dan belanja tidak terduga).

Klasifikasi belanja menurut jenis belanja tersebut juga dikenal dengan

belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi. Klasifikasi ekonomi membagi

Page 37: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

21Bab II | Kerangka Teori

belanja dalam 4 (empat) kelas, yaitu belanja pegawai, belanja modal,

belanja barang dan jasa serta belanja lain-lain.

Dari kacamata definisi lain, belanja daerah menurut kelompok belanja

berdasarkan Permendagri 13/2006 terdiri atas belanja tidak langsung dan

belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja

yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja

yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program

dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis

belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan

sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari

belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4

(empat) yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja

bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja

aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu belanja

administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/

pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni

belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja

modal.

Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program

atau kegiatan, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja

tidak langsung dan belanja langsung. Menurut Halim (2009) belanja

tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan,terdiri dari belanja

pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,

bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung

merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan

Page 38: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

22 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan

jasa serta belanja modal.

Belanja pegawai dan belanja lain-lain bersifat konsumtif, sementara

belanja modal serta belanja barang dan jasa bersifat investasi, baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Karena itu penggunaan klasifikasi

ekonomi untuk menganalisis belanja dimaksudkan untuk mengetahui

sampai sejauh mana belanja pemerintah untuk kepentingan pembangunan

lebih didominasi belanja yang bersifat konsumsi atau investasi. Pergeseran

dari belanja yang bersifat konsumsi ke belanja yang bersifat investasi

merupakan indikasi yang baik, karena semakin besar belanja yang

bersifat investasi untuk layanan publik memberi dampak yang baik pada

pembentukan modal sosial. Semakin besar modal sosial, aksesibilitas

masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan semakin besar pula.

Berdasarkan perspektif ekonomi makro, belanja konsumsi bersifat

kebocoran dan belanja investasi bersifat injeksi. Perekonomian akan

mencapai full capacity bila kebocoran (konsumsi) sama dengan injeksi

(investasi). Dalam perspektif inilah klasifikasi ekonomi digunakan untuk

menganalisis belanja daerah, khususnya belanja modal.

Page 39: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

23Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

bAb III TEMUAN lAPANGAN DAN ANAlISIS

PERMASAlAHAN PElAKSANAAN SPENDING PERFORMANCE DAlAM

MENDANAI PElAYANAN PUblIK

Salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi

daerah adalah desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui

kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pendanaan

pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Pengelolaan

pendanaan transfer ke daerah senantiasa didorong untuk memenuhi

pelaksanaan tata kelola keuangan yang baik, memiliki kinerja terukur dan

memiliki akuntabilitas terhadap masyarakat. Hasil akhir yang diharapkan

adalah adanya peningkatan pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan

tujuan dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi

fiskal yang diharapkan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap

peningkatan perekonomian di daerah, yang ditandai dengan peningkatan

pelayanan publik, baik secara kuantitas maupun kualitas yaitu sebuah

pelayanan publik yang mampu memenuhi dua hal pokok yaitu pelayanan

yang dapat memberikan kepuasan kepada publik dan pelayanan yang

memenuhi standar pelayanan minimum (minimum local public service delivery standards). Dengan demikian, peningkatan pelayanan publik dapat

mendorong pembangunan ekonomi yang pada akhirnya kesejahteraan

masyarakat (social welfare) akan menjadi lebih baik.

Page 40: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

24 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Pengelolaan keuangan daerah yang bertumpu pada kepentingan publik

(public oriented) tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian

anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya

partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/

pengendalian keuangan daerah. Buruknya pengelolaan keuangan akan

berimbas pada rendahnya kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang

disediakan. Jika pelayanan publik belum optimal, maka kesejahteraan

rakyat akan sulit terwujud. Misal, jika Pemerintah Pusat gagal menyediakan

layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau,

hak rakyat untuk hidup sehat dan terjangkau akan sulit diperoleh, yang

berakibat pada kesejahteraan rakyat akan sulit dicapai.

Sejak diimplementasikannya otonomi daerah tahun 2001, anggaran

transfer ke daerah senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Namun demikian, belum ada jaminan bahwa apakah anggaran transfer ke

daerah yang besar itu sudah mencerminkan semakin baiknya pelayanan

publik di daerah atau malah sebaliknya? Apakah pengelolaan keuangan

daerah sudah dijalankan dengan baik? Hal tersebut tentu saja menjadi

pendorong bagi kita untuk bekerja lebih keras lagi guna menciptakan

pemerintahan yang baik dan bersih, karena berangkat dari kesadaran

bahwa pelayanan publik yang baik hanya dapat dicapai dengan tata kelola

pemerintahan yang baik (good governance), dapat diartikan pula bahwa

setiap rupiah dana yang dialokasikan harus dapat dikaitkan dengan

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Setiap peningkatan besaran

dana yang ditransfer ke daerah harus bisa dirasakan oleh masyarakat

seperti tersedianya infrastruktur dan program-program kesejahteraan

rakyat.

Selanjutnya, kebijakan desentralisasi fiskal tetap konsisten mencermati

sisi belanja di daerah. Pemerintah Pusat sangat serius mendorong

efektivitas dan efisiensi belanja daerah melalui mekanisme pengendalian

belanja daerah. Mekanisme seperti penetapan sanksi keterlambatan

Page 41: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

25Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

penyampaian APBD, penetapan indikator layanan publik dasar dalam

pengalokasian DAK, dan pengendalian defisit secara nasional diharapkan

dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik dasar.

Namun demikian, kualitas belanja daerah dan APBD selama ini

dianggap masih lemah dengan salah satu indikasi belanja tidak langsung

selalu lebih besar dari belanja langsung dan penyerapan belanja daerah

yang relatif rendah. Hal ini juga bisa dilihat dari tingkat penyerapan

belanja daerah yang relatif rendah terutama untuk belanja modal serta

belanja barang dan jasa yang terkait dengan public service delivery. Tata

kelola keuangan daerah yang baik bersumber dari kualitas APBD yang

mencerminkan kehendak rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik

yang berkualitas, transparan, dan akuntabel. Namun, hal tersebut belum

tergambar dari postur APBD yang ideal. Struktur belanja daerah masih

didominasi oleh belanja pegawai, minimnya belanja infrastruktur, dan

tingginya penggunaan sisa lebih perhitungan (SiLPA) anggaran daerah dari

tahun sebelumnya. Jumlah belanja pegawai lebih besar dibanding belanja

modal serta barang dan jasa dan jumlahnya semakin membesar. Belanja

pegawai ditambah belanja lainnya, yang berarti jumlahnya semakin besar,

adalah belanja yang bersifat konsumtif. Pada sisi lain, belanja modal serta

belanja barang dan jasa bersifat investasi, baik jangka pendek maupun

jangka panjang.

Dengan demikian, berdasarkan klasifikasi ekonomi tersebut, pendekatan

yang dipilih pemerintah untuk menggerakkan pembangunan adalah

pendekatan dari sisi konsumsi, bukan produksi. Pendekatan sisi konsumsi

memang akan menghasilkan pertumbuhan, tetapi pertumbuhannya

bersifat jangka pendek dan labil. Dampak negatifnya adalah masyarakat

yang sesungguhnya merupakan kekuatan akan menjadi tergantung

dan tidak berdaya. Dalam jangka panjang kondisi seperti sangat tidak

menguntungkan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak akan

berlangsung dengan cepat dan berkesinambungan.

Page 42: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

26 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Efektivitas anggaran pembangunan mengukur keberhasilan pemerintah

dalam mengalokasikan anggaran pembangunan sesuai dengan tujuan

yang telah ditentukan. Ada beberapa cara untuk mengukur keberhasilan

tersebut, yaitu dengan melihat seberapa besar pemerintah menentukan

alokasi nilai belanja untuk kepentingan publik, seberapa besar nilai belanja

untuk kepentingan publik tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

publik dengan optimal, dan seberapa besar optimalisasi nilai belanja publik

mengakibatkan kegiatan-kegiatan ekonomi ikutan yang bermanfaat bagi

masyarakat sehingga menambah kesejahteraan masyarakat.

Dalam mengalokasikan komponen Belanja Langsung yang berupa

Belanja Modal harus memperhatikan beberapa hal, yaitu mengarahkan

Belanja Modal untuk pembangunan infrastruktur yang menunjang

investasi di daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah,

melakukan evaluasi dan pengkajian terhadap barang-barang inventaris

yang tersedia baik dari sisi kondisi maupun umur ekonomisnya sehingga

pengadaan barang inventaris dapat dilakukan secara selektif sesuai

kebutuhan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kemudian

menyusun Belanja Modal sebesar harga beli/bangun aset tetap ditambah

seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset tetap

tersebut sampai siap digunakan.

Anggaran belanja daerah akan mempunyai peran riil dalam peningkatan

kualitas layanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian

daerah apabila dapat terealisasi dengan baik. Seluruh pendapatan

daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun transfer dan

bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan sebagainya

akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah itu baik

melalui pos belanja daerah maupun pengeluaran pembiayaan. Untuk itu,

pemerintah terus mendorong agar proses penetapan Peraturan Daerah

(Perda) APBD dapat dilakukan secara tepat waktu guna mempercepat

realisasi belanja daerah. Keterlambatan realisasi belanja daerah dapat

Page 43: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

27Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

berdampak pada penumpukan dana daerah yang belum terpakai.

Pemerintah daerah harus mampu menciptakan belanja daerah yang

berkualitas dengan berupaya secara konsisten mengarahkan sumber daya

yang terbatas agar dapat digunakan secara terukur, efektif dan efisien

untuk mencapai target yang ditetapkan.

a. peLakSanaan Spending perforManceS pada daerah SaMpeL

1. provinSi riau

Pada tahun 2013, APBD Provinsi Riau pada saat ditetapkan adalah

sebesar Rp8,432 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan,

jumlahnya meningkat menjadi Rp8,915 triliun. Hal ini dapat dilihat pada

Grafik 3.1 di bawah ini.

Grafik 3.1

Volume APBD dan APBD-Perubahan Provinsi Riau Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

22 | P a g e

daerah dapat berdampak pada penumpukan dana daerah yang belum terpakai. Pemerintah

daerah harus mampu menciptakan belanja daerah yang berkualitas dengan berupaya secara

konsisten mengarahkan sumber daya yang terbatas agar dapat digunakan secara terukur,

efektif dan efisien untuk mencapai target yang ditetapkan.

A. Pelaksanaan Spending Performances Pada Daerah Sampel

1. Provinsi Riau

Pada tahun 2013, APBD Provinsi Riau pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp8,432 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya meningkat

menjadi Rp8,915 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.1 di bawah ini.

Grafik 3.1

Volume APBD dan APBD-Perubahan

Provinsi Riau Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Provinsi Riau dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Dari data dimaksud, terdapat hal yang menarik, yaitu terjadinya pengurangan

jumlah anggaran pada belanja modal pada saat APBD Perubahan disahkan, yaitu

sekitar Rp90,06 miliar jika dibandingkan dengan pagu belanja modal pada APBD

induk pada saat ditetapkan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Provinsi Riau

Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja lainnya yaitu sebesar 33,57%, dimana

belanja hibah mendapatkan alokasi terbesar yaitu sebesar Rp1,541 triliun, kemudian

belanja bagi hasil pendapatan sebesar Rp989,32 miliar, serta bantuan keuangan yaitu

sebesar Rp420,23 miliar. Belanja modal dianggarkan sebesar 29,14 % dari total APBD

Sumber : Pemda Provinsi Riau dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Page 44: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

28 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Dari data dimaksud, terdapat hal yang menarik, yaitu terjadinya

pengurangan jumlah anggaran pada belanja modal pada saat APBD

Perubahan disahkan, yaitu sekitar Rp90,06 miliar jika dibandingkan dengan

pagu belanja modal pada APBD induk pada saat ditetapkan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Provinsi Riau Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja lainnya yaitu

sebesar 33,57%, dimana belanja hibah mendapatkan alokasi terbesar yaitu

sebesar Rp1,541 triliun, kemudian belanja bagi hasil pendapatan sebesar

Rp989,32 miliar, serta bantuan keuangan yaitu sebesar Rp420,23 miliar.

Belanja modal dianggarkan sebesar 29,14 % dari total APBD dan belanja

barang dan jasa hanya sebesar 22,29% dari total APBD. Sementara itu,

untuk belanja pegawai tidak langsung dianggarkan dalam APBD hanya

sebesar 11,09% dari total APBD untuk membayar gaji PNSD dan belanja

pegawai langsung hanya sebesar 3,91%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Provinsi Riau telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam DPA

pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah, Provinsi Riau

termasuk lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi

penyerapan anggaran masih rendah yaitu sebesar 5,15%, masih jauh

di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II,

realisasi penyerapan belanja hanya sebesar 17,64%, kemudian pada

Triwulan III sebesar 38,16%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada

Triwulan IV yang mencapai 84,41%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga)

Page 45: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

29Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

bulan, realisasi penyerapan belanjanya sekitar 46,25% jika dibandingkan

dengan realisasi pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun

waktu Oktober s.d. Desember 2013, Provinsi Riau mampu menyerap

belanja daerah sebesar Rp4,231 triliun.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Grafik 3.2.

Tabel 3.1

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Provinsi Riau

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 459,20 5,15 1.572,38 17,64 3.402,12 38,16 7.525,28 84,41

Belanja Pegawai Tidak Langsung

145,86 14,75 366,51 37,05 599,44 60,60 877,50 88,72

Belanja Pegawai Langsung

34,71 9,97 83,43 23,96 183,80 52,79 319,82 91,85

Belanja Barang dan Jasa

51,84 2,61 329,80 16,59 716,07 36,03 1.667,28 83,89

Belanja modal 0,05 0,002 407,07 15,67 868,45 33,43 2.245,31 86,43

Belanja Lainnya 226,75 7,58 385,57 12,88 1.034,36 34,56 2.415,37 80,71

Sumber : Pemda Provinsi Riau dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan tabel 3.1 di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja modal, belanja barang dan jasa, serta belanja lainnya memiliki

tingkat kemiringan yang sangat curam. Artinya adalah untuk ketiga jenis

belanja tersebut, realisasi penyerapan anggarannya relatif rendah sampai

dengan akhir Triwulan III, kemudian mulai meningkat dengan sangat drastis

sampai dengan Triwulan IV. Untuk jenis belanja pegawai langsung dan

Page 46: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

30 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

belanja pegawai tidak langsung memiliki grafik dengan tingkat kemiringan

yang relatif landai karena pembayaran gaji PNSD, honor, dan lembur dapat

ditetapkan besaran dan waktu pembayarannya sesuai dengan target pada

rencana penarikan dana setiap bulan.

Realisasi belanja pegawai langsung mencapai 9,97% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 23,96% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

52,79%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai langsung

mencapai 91,85%. Sedangkan realisasi belanja pegawai tidak langsung

mencapai 14,75% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat menjadi

37,05% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan September 2013

tingkat penyerapannya sudah mencapai 60,60%. Pada akhir tahun 2013,

penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai 88,72%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 2,61% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 16,59% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 36,03%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 83,89%.

Realisasi belanja modal mencapai 0,002% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 15,67% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

33,45%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

86,43%.

Realisasi belanja lainnya mencapai 7,58% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 12,88% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

34,56%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya mencapai

80,71%.

Page 47: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

31Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Provinsi Riau untuk mempercepat

penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan melaksanakan

rapat evaluasi dan monitoring penyerapan anggaran secara berkala

serta pembentukan TEPPA di daerah. Monitoring dan evaluasi berkala

dilakukan untuk memantau pelaksanaan penyerapan belanja pada masing-

masing SKPD, yaitu meliputi progres pelaksanaannya, kendala apa

yang dihadapi dan solusi apa yang telah dilakukan untuk mempercepat

penyerapan belanja yang menjadi tanggung jawab SKPD. Selain itu,

Pemerintah Provinsi Riau juga telah membentuk Tim Koordinasi yang

bertugas mengkoordinasikan pengelolaan anggaran antar unit SKPD baik

dalam tahap perencanaan, pelaksanaan anggaran maupun pembuatan

laporan dan pertanggungjawaban anggaran. Melalui Tim Koordinasi,

daerah mampu memetakan berbagai permasalahan dan mencari solusi

pemecahannya sehingga kendala yang ada terutama yang terkait dengan

penyerapan belanja daerah dapat diminimalisir. Tim ini juga melakukan

evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap penyerapan anggaran

pada masing-masing SKPD sesuai target yang telah ditetapkan.

2. provinSi Banten

APBD Provinsi Banten tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp6,052 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya

meningkat menjadi Rp6,406 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.3 di

bawah ini.

Page 48: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

32 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Grafik 3.2

Volume APBD dan APBD-Perubahan Provinsi Banten Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

26 | P a g e

APBD Provinsi Banten tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar Rp6,052

triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya meningkat menjadi

Rp6,406 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.3 di bawah ini.

Grafik 3.2

Volume APBD dan APBD-Perubahan

Provinsi Banten Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Provinsi Banten dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Dari data di atas, terdapat hal yang menarik yaitu pada saat belanja pegawai

langsung, belanja pegawai tidak langsung, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya

terjadi peningkatan anggaran pada APBD Perubahan, namun untuk belanja modal

justru terjadi pengurangan jumlah anggarannya pada saat APBD Perubahan disahkan,

yaitu sekitar Rp80,10 miliar jika dibandingkan dengan pagu belanja modal pada APBD

induk pada saat ditetapkan. Untuk belanja lainnya bahkan mengalami peningkatan

yang cukup besar yaitu sebesar Rp308,87 miliar.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Provinsi

Banten Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja lainnya yaitu sebesar 48,29%

dimana belanja hibah mendapatkan alokasi terbesar yaitu sebesar Rp1,465 triliun,

kemudian belanja bagi hasil pendapatan sebesar Rp1,343 triliun serta bantuan

keuangan yaitu sebesar Rp193,750 miliar. Belanja modal dianggarkan sebesar 23,73%

dari total APBD dan belanja barang dan jasa hanya sebesar 17,42% dari total APBD.

Sedangkan untuk belanja pegawai tidak langsung dianggarkan dalam APBD hanya

Sumber : Pemda Provinsi Banten dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Dari data di atas, terdapat hal yang menarik yaitu pada saat belanja

pegawai langsung, belanja pegawai tidak langsung, belanja barang dan

jasa serta belanja lainnya terjadi peningkatan anggaran pada APBD

Perubahan, namun untuk belanja modal justru terjadi pengurangan

jumlah anggarannya pada saat APBD Perubahan disahkan, yaitu sekitar

Rp80,10 miliar jika dibandingkan dengan pagu belanja modal pada APBD

induk pada saat ditetapkan. Untuk belanja lainnya bahkan mengalami

peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar Rp308,87 miliar.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Provinsi Banten Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja lainnya yaitu

sebesar 48,29% dimana belanja hibah mendapatkan alokasi terbesar yaitu

sebesar Rp1,465 triliun, kemudian belanja bagi hasil pendapatan sebesar

Rp1,343 triliun serta bantuan keuangan yaitu sebesar Rp193,750 miliar.

Belanja modal dianggarkan sebesar 23,73% dari total APBD dan belanja

barang dan jasa hanya sebesar 17,42% dari total APBD. Sedangkan untuk

Page 49: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

33Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

belanja pegawai tidak langsung dianggarkan dalam APBD hanya sebesar

7,39% dari total APBD untuk membayar gaji PNSD dan belanja pegawai

langsung hanya sebesar 3,17%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Provinsi Banten telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah, Provinsi Banten

termasuk lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi

penyerapan anggaran masih rendah yaitu sebesar 7,33%, masih jauh

di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II,

realisasi penyerapan belanja hanya sebesar 25,24%, kemudian pada

Triwulan III sebesar 45,81%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada

Triwulan IV yang mencapai 82,64%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga)

bulan, realisasi penyerapan belanjanya sekitar 36,84% jika dibandingkan

dengan realisasi pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun

waktu Oktober s.d. Desember 2013, Provinsi Banten mampu menyerap

belanja daerah sebesar Rp2,360 triliun.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Grafik 3.2.

Page 50: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

34 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Tabel 3.2

Realisasi Belanja Tahun 2013 Provinsi Banten

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 469,33 7,33 1.617,05 25,24 2.934,86 45,81 5.294,92 82,64

Belanja Pegawai Tidak Langsung

90,98 19,22 192,78 40,74 318,27 67,25 423,14 89,41

Belanja Pegawai Langsung

4,77 2,35 48,73 24,00 91,46 45,04 181,86 89,55

Belanja Barang dan Jasa

21,53 1,93 213,61 19,14 460,93 41,29 983,73 88,13

Belanja modal 0,91 0,06 131,25 8,63 348,66 22,93 813,26 53,49

Belanja Lainnya 351,14 11,35 1.030,67 33,31 1.715,55 55,45 2.892,93 93,50

Sumber : Pemda Provinsi Banten dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Realisasi belanja pegawai langsung mencapai 2,35% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 24,00% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

45,04%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai langsung

mencapai 89,55%. Sedangkan realisasi belanja pegawai tidak langsung

mencapai 19,22% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat menjadi

40,74% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan September 2013

tingkat penyerapannya sudah mencapai 67,25%. Pada akhir tahun 2013,

penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai 89,41%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 1,93% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 19,14% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

Page 51: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

35Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

mencapai 41,29%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 88,13%. Realisasi belanja modal mencapai 0,06% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 8,63% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 22,93%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal

mencapai 53,49%. Realisasi belanja lainnya mencapai 11,35% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 33,31% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 55,45%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya

mencapai 93,50%.

Terdapat hal yang menarik, yaitu penyerapan belanja modal sampai

dengan akhir tahun 2013 hanya mencapai 55,45% padahal belanja modal

merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh

penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan akan memiliki

daya ungkit dalam menggerakkan roda perekomian daerah. Sementara

itu, untuk belanja lainnya yang realisasi penyerapannya mencapai

93,5%, diantaranya untuk belanja hibah (realisasinya sebesar 90,9% dari

pagu Rp1,465 triliun), belanja bantuan sosial (realisasinya 41,6% dari

pagu Rp86,94 miliar), belanja bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten/

Kota (realisasinya sebesar 99,3 dari pagu Rp1,34 triliun) dan belanja

bantuan keuangan kepada pemerintah Kabupaten/Kota/Pemerintah Desa

(realisasinya sebesar 98,5% dari pagu Rp193,75 miliar).

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Provinsi Banten untuk

mempercepat penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan

menerbitkan Surat Keputusan Sekretaris Daerah No.903/2044.adm.

pem/2012 tentang Penetapan Pejabat Penghubung TEPPA Provinsi Banten.

Di samping itu, Pemerintah Provinsi Banten juga telah membentuk Tim

Koordinasi yang bertugas melakukan koordinasi secara intens dengan

Kabupaten/Kota terkait TEPPA, melakukan bimbingan teknis sengan SKPD

Provinsi, dan rapat koordinasi dengan Kabupaten/Kota. Dalam rangka

Page 52: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

36 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

monitoring penyerapan anggaran secara berkala, SKPD menyampaikan

laporan kepada Tim TEPPA Provinsi pada tanggal 5 setiap bulannya.

3. kaBupaten Badung

APBD Kabupaten Badung tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah

sebesar Rp2,859 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan,

jumlahnya meningkat menjadi Rp3,027 triliun. Hal ini dapat dilihat pada

Grafik 3.5 di bawah ini.

Grafik 3.3

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Badung Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

29 | P a g e

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Provinsi Banten untuk mempercepat

penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan menerbitkan Surat Keputusan

Sekretaris Daerah No.903/2044.adm.pem/2012 tentang Penetapan Pejabat Penghubung

TEPPA Provinsi Banten. Di samping itu, Pemerintah Provinsi Banten juga telah

membentuk Tim Koordinasi yang bertugas melakukan koordinasi secara intens dengan

Kabupaten/Kota terkait TEPPA, melakukan bimbingan teknis sengan SKPD Provinsi,

dan rapat koordinasi dengan Kabupaten/Kota. Dalam rangka monitoring penyerapan

anggaran secara berkala, SKPD menyampaikan laporan kepada Tim TEPPA Provinsi

pada tanggal 5 setiap bulannya.

3. Kabupaten Badung

APBD Kabupaten Badung tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp2,859 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya meningkat

menjadi Rp3,027 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.5 di bawah ini.

Grafik 3.3

Volume APBD dan APBD-Perubahan

Kabupaten Badung Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Kabupaten Badung dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Fenomena yang menarik adalah pada saat belanja pegawai langsung, belanja

pegawai tidak langsung, belanja barang dan jasa terjadi peningkatan anggaran pada

APBD Perubahan, namun untuk belanja modal justru terjadi pengurangan jumlah

anggarannya pada saat APBD Perubahan disahkan, yaitu sekitar Rp41,03 miliar jika

dibandingkan dengan pagu belanja modal pada APBD induk pada saat ditetapkan.

Sumber : Pemda Kabupaten Badung dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Fenomena yang menarik adalah pada saat belanja pegawai langsung,

belanja pegawai tidak langsung, belanja barang dan jasa terjadi

peningkatan anggaran pada APBD Perubahan, namun untuk belanja

modal justru terjadi pengurangan jumlah anggarannya pada saat APBD

Perubahan disahkan, yaitu sekitar Rp41,03 miliar jika dibandingkan dengan

pagu belanja modal pada APBD induk pada saat ditetapkan.

Page 53: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

37Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kabupaten Badung Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja tidak

langsung yaitu sebesar 51,22% sedangkan belanja langsung hanya sebesar

48,78%. Untuk belanja langsung, proporsi belanja pegawai pada APBD

sebesar 2,60%, belanja barang dan jasa sebesar 14,97, dan belanja modal

sebesar 31,21%.

Realisasi penyerapan belanja daerah Kabupaten Badung memiliki rata-

rata penyerapan di atas 90% baik untuk belanja langsung maupun belanja

tidak langsung. Belanja modal memiliki realisasi sebesar 90,03%, belanja

barang dan jasa sebesar 89,78%, belanja pegawai dalam komponen belanja

langsung sebesar 94,87%. Yang menarik adalah tingkat penyerapan belanja

barang dan jasa serta belanja modal yang meningkat sekitar 47,54% dan

48,25% dalam kurun waktu Oktober s.d. Desember 2013. Pola penyerapan

belanja barang dan jasa serta belanja modal yang seperti ini terjadi karena

beberapa faktor yaitu :

a. Penyerapan APBD terkendala adanya ketidaksiapan peserta lelang

untuk mengikuti lelang di awal tahun,

b. Peserta lelang juga ada yang tidak memenuhi kriteria

c. Rencana Penarikan Dana tidak dilaksanakan sesuai target yang

ditetapkan karena rekanan sering terlambat dalam mengajukan

tagihan. Biasanya rekanan menunggu sampai proyek selesai

dikerjakan.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini.

Page 54: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

38 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Tabel 3.3

Realisasi Belanja Tahun 2013 Kabupaten Badung

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 212,99 7,03 809,98 26,75 1.572,14 51,92 2.755,46 91,01

Belanja Tidak Langsung

189,84 11,70 589,20 36,30 977,32 60,21 1.488,22 91,69

Belanja Langsung

23,16 1,65 220,78 15,72 594,82 42,35 1.267,24 90,22

Belanja Pegawai

7,45 9,34 19,63 24,60 39,15 49,07 75,69 94,87

Belanja Barang dan Jasa

14,15 2,99 95,28 20,13 199,86 42,24 424,83 89,78

Belanja modal 1,56 0,18 105,88 12,43 355,81 41,78 766,71 90,03

Sumber : Pemda Kabupaten Badung dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Dalam rangka mempercepat penyerapan anggaran belanja daerah,

Pemerintah Kabupaten Badung telah menempuh langkah-langkah guna

mendorong peningkatan penyerapan belanja yaitu :

a. Untuk mempercepat proses penyerapan belanja APBD, Kabupaten

Badung senantiasa mempercepat proses lelang di awal tahun. Selain

itu, melalui SK Bupati, dibentuklah Tim Pengendalian Pelaksanaan

Pembangunan Daerah dan Evaluasi juga dilakukan oleh TEPPA.

b. Tim tersebut melakukan evaluasi setiap bulan dan melakukan laporan

bulanan kepada Bupati.

c. Untuk mempercepat penyerapan belanja, Kabupaten Badung juga

menerapkan prinsip reward dan punishment. Reward berupa usulan

Page 55: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

39Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

kegiatan lebih diutamakan, dan punishment berupa pemberian skala

prioritas yang rendah.

4. kaBupaten tanah Laut

APBD Kabupaten Tanah Laut tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah

sebesar Rp1,099 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan,

jumlahnya meningkat menjadi Rp1,136 triliun. Hal ini dapat dilihat pada

Grafik 3.4 di bawah ini.

Grafik 3.4

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

32 | P a g e

Sumber : Pemda Kabupaten Tanah Laut dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Gambaran menarik dapat ditemui pada penetapan APBD Perubahan, telah

terjadi peningkatan belanja pegawai tidak langsung sebesar Rp15,23 miliar atau sekitar

3,32 persen, dan belanja barang dan jasa meningkat sebesar Rp19,17 miliar atau sekitar

8,41 persen, serta belanja lainnya meningkat sebesar Rp2,90 miliar atau sekitar 5,01

persen. Untuk belanja pegawai langsung dan belanja modal mengalami penurunan pada

saat APBD Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil, yaitu turun sebesar

0,66 persen untuk belanja modal, dan turun sebesar 0,02 persen untuk belanja lainnya.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak

langsung yaitu sebesar 41,72%, belanja modal sebesar 25,86%, belanja barang dan jasa

sebesar 21,74%, belanja pegawai langsung sebesar 5,35%, dan belanja lainnya sebesar

5,34%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD)

dalam DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kabupaten Tanah Laut termasuk lambat

dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan anggaran masih

Sumber : Pemda Kabupaten Tanah Laut dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Gambaran menarik dapat ditemui pada penetapan APBD Perubahan,

telah terjadi peningkatan belanja pegawai tidak langsung sebesar Rp15,23

miliar atau sekitar 3,32 persen, dan belanja barang dan jasa meningkat

sebesar Rp19,17 miliar atau sekitar 8,41 persen, serta belanja lainnya

meningkat sebesar Rp2,90 miliar atau sekitar 5,01 persen. Untuk belanja

pegawai langsung dan belanja modal mengalami penurunan pada saat

APBD Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil, yaitu turun

Page 56: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

40 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

sebesar 0,66 persen untuk belanja modal, dan turun sebesar 0,02 persen

untuk belanja lainnya.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja

pegawai tidak langsung yaitu sebesar 41,72%, belanja modal sebesar

25,86%, belanja barang dan jasa sebesar 21,74%, belanja pegawai langsung

sebesar 5,35%, dan belanja lainnya sebesar 5,34%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kabupaten Tanah Laut telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD)

dalam DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah

ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kabupaten Tanah Laut termasuk

lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan

anggaran masih rendah yaitu sebesar 8,11%, masih jauh di bawah realisasi

belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II, realisasi penyerapan

belanja hanya sebesar 22,17%, kemudian pada Triwulan III sebesar 46,39%.

Yang menarik adalah penyerapan belanja pada Triwulan IV yang mencapai

80,44%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan, realisasi penyerapan

belanjanya sekitar 34,05% jika dibandingkan dengan realisasi pada akhir

Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun waktu Oktober s.d. Desember

2013, Kabupaten Tanah Laut mampu menyerap belanja daerah sebesar

Rp386,86 miliar.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Grafik 3.4.

Page 57: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

41Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Tabel 3.4.

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten Tanah Laut

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 92,12 8,11 251,89 22,17 527,04 46,39 913,90 80,44

Belanja pegawai tidak langsung

73,33 15,47 181,22 38,23 315,59 66,59 455,86 96,18

Belanja pegawai langsung

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Belanja barang dan jasa

9,49 3,84 34,42 13,94 85,99 34,82 170,55 69,06

Belanja modal 0,13 0,05 17,61 6,00 95,91 32,65 241,69 82,27

Belanja lainnya 9,16 15,10 18,63 30,72 29,55 48,72 45,80 75,51

Sumber : Pemda Kabupaten Tanah Laut dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah, dan baru

pada Triwulan IV realisasi penyerapan anggaran meningkat sangat tajam

jika dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 15,47% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 38,23% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 66,59%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 96,18%. Sedangkan belanja pegawai langsung

tidak ada realisasinya meskipun dalam APBD Perubahan Kabupaten Tanah

Laut masih dianggarkan sebesar Rp60,78 miliar.

Page 58: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

42 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 3,84% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 13,94% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 34,82%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 69,06%.

Realisasi belanja modal mencapai 0,05% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 6,00% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

32,65%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

82,27%.

Adapun realisasi belanja lainnya mencapai 15,10% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 30,72% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 48,72%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya

mencapai 75,51%.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kabupaten Tanah Laut untuk

mempercepat penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan

menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Daerah selaku koordinator

pengelolaan keuangan daerah.

5. kaBupaten jepara

APBD Kabupaten Jepara tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah

sebesar Rp1,351 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan,

jumlahnya meningkat menjadi Rp1,472 triliun. Hal ini dapat dilihat pada

Grafik 3.5 di bawah ini.

Page 59: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

43Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Grafik 3.5

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Jepara Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

35 | P a g e

Sumber : Pemda Kabupaten Jepara dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Kajadian menarik dapat ditemui pada penetapan APBD Perubahan, dimana

telah terjadi peningkatan belanja pegawai tidak langsung sebesar Rp57,00 miliar atau

sekitar 8,1 persen, dan belanja barang dan jasa meningkat sebesar Rp57,89 miliar atau

sekitar 16,4 persen, serta belanja lainnya meningkat sebesar Rp8,28 miliar atau sekitar

9,8 persen. Untuk belanja pegawai langsung dan belanja modal mengalami penurunan

pada saat APBD Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Kabupaten

Jepara Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak langsung yaitu

sebesar 51,48%, belanja barang dan jasa sebesar 27,99%, belanja modal sebesar

12,64%, belanja lainnya sebesar 6,31%, dan belanja pegawai langsung sebesar 1,58%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kabupaten Jepara telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kabupaten Jepara termasuk lambat dalam

realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan anggaran masih rendah

yaitu sebesar 10,39%, masih jauh di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%.

Pada akhir Triwulan II, realisasi penyerapan belanja hanya sebesar 29,00%, kemudian

pada Triwulan III sebesar 52,09%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada

Sumber : Pemda Kabupaten Jepara dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Kejadian menarik dapat ditemui pada penetapan APBD Perubahan,

dimana telah terjadi peningkatan belanja pegawai tidak langsung sebesar

Rp57,00 miliar atau sekitar 8,1 persen, dan belanja barang dan jasa

meningkat sebesar Rp57,89 miliar atau sekitar 16,4 persen, serta belanja

lainnya meningkat sebesar Rp8,28 miliar atau sekitar 9,8 persen. Untuk

belanja pegawai langsung dan belanja modal mengalami penurunan pada

saat APBD Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kabupaten Jepara Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai

tidak langsung yaitu sebesar 51,48%, belanja barang dan jasa sebesar

27,99%, belanja modal sebesar 12,64%, belanja lainnya sebesar 6,31%, dan

belanja pegawai langsung sebesar 1,58%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

Page 60: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

44 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kabupaten Jepara telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kabupaten Jepara termasuk lambat

dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan

anggaran masih rendah yaitu sebesar 10,39%, masih jauh di bawah

realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II, realisasi

penyerapan belanja hanya sebesar 29,00%, kemudian pada Triwulan III

sebesar 52,09%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada Triwulan IV

yang mencapai 91,81%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan, realisasi

penyerapan belanjanya sekitar 39,72% jika dibandingkan dengan realisasi

pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun waktu Oktober s.d.

Desember 2013, Kabupaten Jepara mampu menyerap belanja daerah

sebesar Rp584,68 miliar.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten Jepara

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 152,90 10,39 426,98 29,00 766,85 52,09 1.351,53 91,81

Belanja pegawai tidak langsung

122,44 16,16 296,11 39,07 503,44 66,43 710,55 93,76

Page 61: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

45Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja pegawai langsung

1,15 4,95 4,93 21,16 10,52 45,14 19,68 84,39

Belanja barang dan jasa

25,61 6,22 92,04 22,34 164,48 39,92 374,72 90,96

Belanja modal 0,68 0,37 6,74 3,62 34,03 18,29 158,80 85,35

Belanja lainnya 3,02 3,25 27,16 29,22 54,38 58,50 87,78 94,43

Sumber : Pemda Kabupaten Tanah Laut dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah, dan baru

pada Triwulan IV realisasi penyerapan anggaran meningkat sangat tajam

jika dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 16,16% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 39,07% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 66,43%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 93,76%. Sedangkan realisasi belanja pegawai

langsung mencapai 4,95% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat

menjadi 21,16% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan

September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai 45,14%. Pada

akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai

84,39%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 6,22% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 22,34% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

Page 62: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

46 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

mencapai 39,92%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 90,96%.

Realisasi belanja modal mencapai 0,37% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 3,62% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

18,29%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

85,35%.

Adapun realisasi belanja lainnya mencapai 3,25% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 29,22% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 58,50%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya

mencapai 94,43%. Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kabupaten

Jepara untuk mempercepat penyerapan belanjanya, diantaranya adalah

dengan menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Daerah selaku koordinator

pengelolaan keuangan daerah.

6. kaBupaten LaMongan

APBD Kabupaten Lamongan tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah

sebesar Rp1,550 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan,

jumlahnya meningkat menjadi Rp1,710 triliun. Hal ini dapat dilihat pada

Grafik 3.6 di bawah ini.

Page 63: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

47Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Grafik 3.6

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Lamongan Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

38 | P a g e

Sumber : Pemda Kabupaten Lamongan dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Hal menarik adalah pada penetapan APBD Perubahan, telah terjadi peningkatan

untuk semua jenis belanja, namun kenaikan yang paling besar adalah pada jenis belanja

barang dan jasa yaitu sebesar 20% (Rp43,38 miliar), belanja lainnya meningkat sebesar

18,9% (Rp31,30 miliar), belanja modal naik sebesar 17% (Rp36,45 miliar), belanja

pegawai tidak langsung meningkat sebesar 4,9% (Rp44,57 miliar), dan belanja pegawai

langsung meningkat sebesar 9,4% (Rp4,68 miliar). Untuk belanja pegawai tidak

langsung dan belanja langsung meskipun mengalami kenaikan pada saat APBD

Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Kabupaten

Lamongan Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak langsung yaitu

sebesar 55,39%, belanja barang dan jasa sebesar 15,24%, belanja modal sebesar

14,66%, belanja lainnya sebesar 11,52%, dan belanja pegawai langsung sebesar 3,19%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kabupaten Lamongan telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD)

dalam DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Sumber : Pemda Kabupaten Lamongan dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Hal menarik adalah pada penetapan APBD Perubahan, telah terjadi

peningkatan untuk semua jenis belanja, namun kenaikan yang paling besar

adalah pada jenis belanja barang dan jasa yaitu sebesar 20% (Rp43,38

miliar), belanja lainnya meningkat sebesar 18,9% (Rp31,30 miliar), belanja

modal naik sebesar 17% (Rp36,45 miliar), belanja pegawai tidak langsung

meningkat sebesar 4,9% (Rp44,57 miliar), dan belanja pegawai langsung

meningkat sebesar 9,4% (Rp4,68 miliar). Untuk belanja pegawai tidak

langsung dan belanja langsung meskipun mengalami kenaikan pada saat

APBD Perubahan ditetapkan namun jumlahnya sangat kecil.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kabupaten Lamongan Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja

pegawai tidak langsung yaitu sebesar 55,39%, belanja barang dan jasa

sebesar 15,24%, belanja modal sebesar 14,66%, belanja lainnya sebesar

11,52%, dan belanja pegawai langsung sebesar 3,19%.

Page 64: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

48 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kabupaten Lamongan telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD)

dalam DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah

ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kabupaten Lamongan termasuk

lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan

anggaran masih rendah yaitu sebesar 11,05%, masih jauh di bawah

realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II, realisasi

penyerapan belanja hanya sebesar 28,33%, kemudian pada Triwulan III

sebesar 45,61%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada Triwulan IV

yang mencapai 93,94%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan, realisasi

penyerapan belanjanya sekitar 48,33% jika dibandingkan dengan realisasi

pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun waktu Oktober s.d.

Desember 2013, Kabupaten Lamongan mampu menyerap belanja daerah

sebesar Rp826,62 miliar.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Page 65: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

49Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Tabel 3.6

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kabupaten Lamongan

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 189,00 11,05 484,58 28,33 780,17 45,61 1.606,78 93,94

Belanja pegawai tidak langsung

152,51 16,10 380,88 40,20 609,26 64,31 930,80 98,25

Belanja pegawai langsung

0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0

Belanja barang dan jasa

19,45 7,46 64,13 24,61 108,81 41,75 249,72 95,82

Belanja modal 1,63 0,65 10,44 4,16 19,26 7,68 240,07 95,73

Belanja lainnya 15,40 7,81 29,12 14,77 42,84 21,74 186,19 94,47

Sumber : Pemda Kabupaten Lamongan dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah, dan baru

pada Triwulan IV realisasi penyerapan anggaran meningkat sangat tajam

jika dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 16,10% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 40,20% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 64,31%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 98,25%. Sedangkan belanja pegawai langsung

tidak ada realisasinya meskipun dalam APBD Perubahan Kabupaten

Lamongan meningkat menjadi Rp54,60 miliar.

Page 66: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

50 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 7,46% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 24,61% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 41,75%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 95,82%.

Realisasi belanja modal mencapai 0,65% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 4,16% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada

akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai 7,68%.

Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai 95,73%.

Adapun realisasi belanja lainnya mencapai 7,81% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 14,77% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

21,74%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya mencapai

94,47%.

Untuk realisasi belanja modal dan belanja lainnya melonjak sangat

drastis pada Triwulan IV yaitu sebesar 88,05% untuk realisasi belanja modal

dan sebesar 72,73% untuk realisasi belanja lainnya.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kabupaten Lamongan untuk

mempercepat penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan

membentuk Tim Koordinasi yang bertugas memantau dan membuat

laporan realisasi penyerapan belanja setiap SKPD dan mengevaluasi serta

mengkoordinasikan laporan tersebut untuk mempercepat penyerapan

belanja daerah.

7. kota pontianak

APBD Kota Pontianak tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp1,408 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya

Page 67: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

51Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

meningkat menjadi Rp1,353 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.7 di

bawah ini.

Grafik 3.7

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Pontianak Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

41 | P a g e

Grafik 3.7

Volume APBD dan APBD-Perubahan

Kota Pontianak Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Kota Pontianak dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Hal menarik terdapat adalah pada penetapan APBD Perubahan, dimana telah

terjadi pergeseran alokasi belanja dimana pagu untuk belanja pegawai tidak langsung

dan belanja pegawai langsung mengalami penurunan, bahkan untuk belanja pegawai

langsung turun sebesar Rp133,45 miliar, sedangkan untuk belanja modal meningkat

sebesar Rp80,38 miliar dan belanja barang dan jasa meningkat sebesar Rp8,78 miliar.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Kota

Pontianak Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak langsung yaitu

sebesar 40,67%, belanja modal sebesar 34,93%, belanja barang dan jasa sebesar

17,45% dan belanja pegawai langsung sebesar 6,95%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kota Pontianak telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kota Pontianak termasuk lambat dalam

realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan anggaran masih rendah

yaitu sebesar 10,53%, masih jauh di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%.

Sumber : Pemda Kota Pontianak dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Hal menarik terdapat adalah pada penetapan APBD Perubahan, dimana

telah terjadi pergeseran alokasi belanja dimana pagu untuk belanja pegawai

tidak langsung dan belanja pegawai langsung mengalami penurunan,

bahkan untuk belanja pegawai langsung turun sebesar Rp133,45 miliar,

sedangkan untuk belanja modal meningkat sebesar Rp80,38 miliar dan

belanja barang dan jasa meningkat sebesar Rp8,78 miliar.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kota Pontianak Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak

langsung yaitu sebesar 40,67%, belanja modal sebesar 34,93%, belanja

barang dan jasa sebesar 17,45% dan belanja pegawai langsung sebesar

6,95%.

Page 68: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

52 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kota Pontianak telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam DPA

pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Dalam penyerapan belanja daerah, Kota Pontianak termasuk lambat

dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan

anggaran masih rendah yaitu sebesar 10,53%, masih jauh di bawah

realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan II, realisasi

penyerapan belanja hanya sebesar 29,46%, kemudian pada Triwulan III

sebesar 54,56%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada Triwulan IV

yang mencapai 94,18%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan, realisasi

penyerapan belanjanya sekitar 39,63% jika dibandingkan dengan realisasi

pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun waktu Oktober s.d.

Desember 2013, Kota Pontianak mampu menyerap belanja daerah sebesar

Rp536,45 miliar.

Kendala yang dihadapi diantaranya yaitu penetapan APBD Perubahan

yang mengalami keterlambatan karena adanya Pemilihan Kepala Daerah

Kota Pontianak pada bulan September 2013. Disamping itu, setelah

APBD ditetapkan, masih terdapat sebagian kegiatan yang tidak dapat

langsung dilakukan lelang yaitu terkait dengan pekerjaan fisik yang paket

perencanaan dan pengawasannya harus dilelang terlebih dahulu.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Page 69: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

53Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Tabel 3.7

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Pontianak

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 142,56 10,53 398,84 29,46 738,50 54,56 1.274,96 94,18

Belanja Pegawai Tidak Langsung

88,93 16,16 179,79 32,66 361,03 65,58 529,65 96,21

Belanja Pegawai Langsung

8,74 9,30 30,22 32,13 53,69 57,10 81,35 86,51

Belanja Barang dan Jasa

27,67 11,71 71,41 30,22 116,22 49,19 212,67 90,01

Belanja modal 17,21 3,64 117,43 24,83 207,56 43,89 451,30 95,43

Sumber : Pemda Kota Pontianak dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah, dan baru

pada Triwulan IV realisasi penyerapan anggaran meningkat sangat tajam

jika dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 16,16% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 32,66% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 65,58%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 96,21%. Sedangkan realisasi belanja pegawai

langsung mencapai 9,30% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat

menjadi 32,13% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan

September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai 57,10%. Pada

akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai

86,51%.

Page 70: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

54 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 11,71% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 30,22% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 49,19%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 90,01%.

Realisasi belanja modal mencapai 3,64% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 24,83% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

43,89%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

95,43%.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kota Pontianak untuk mempercepat

penyerapan belanjanya, diantaranya adalah dengan menerbitkan Surat

Keputusan Walikota tentang TEPPA Kota Pontianak.

Di samping itu, Pemerintah Kota Pontianak juga telah membentuk Tim

Koordinasi yang bertugas melakukan koordinasi dengan SKPD terkait

percepatan pengadaan barang dan jasa dan penyerapan anggaran SKPD.

8. kota paLeMBang

APBD Kota Palembang tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp2,607 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya

meningkat menjadi Rp2,858 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.8 di

bawah ini.

Page 71: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

55Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Grafik 3.8.

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Palembang Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

44 | P a g e

Sumber : Pemda Kota Palembang dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Pada saat APBD Perubahan Kota Palembang ditetapkan, terjadi peningkatan

seluruh jenis belanja daerah kecuali belanja lainnya yang mengalami penurunan

sebesar Rp12,31 miliar. Yang menarik adalah belanja modal meningkat sebesar

57,62% dari total kenaikan belanja daerah atau meningkat sebesar Rp145,01 miliar

dalam APBD Perubahan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Kota

Palembang Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak langsung yaitu

sebesar 49,55%, kemudian belanja modal sebesar 25,06%, diikuti belanja barang dan

jasa sebesar 19,96%, belanja pegawai langsung sebesar 3,63% dan belanja lainnya

sebesar 1,81%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kota Palembang telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah, Kota Palembang termasuk

lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi penyerapan anggaran

masih rendah yaitu sebesar 11,19%, masih jauh di bawah realisasi belanja yang ideal

yaitu 25%. Bahkan untuk realisasi belanja modal hanya sebesar 3,16%. Pada akhir

Sumber : Pemda Kota Palembang dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Pada saat APBD Perubahan Kota Palembang ditetapkan, terjadi

peningkatan seluruh jenis belanja daerah kecuali belanja lainnya yang

mengalami penurunan sebesar Rp12,31 miliar. Yang menarik adalah

belanja modal meningkat sebesar 57,62% dari total kenaikan belanja

daerah atau meningkat sebesar Rp145,01 miliar dalam APBD Perubahan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kota Palembang Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai

tidak langsung yaitu sebesar 49,55%, kemudian belanja modal sebesar

25,06%, diikuti belanja barang dan jasa sebesar 19,96%, belanja pegawai

langsung sebesar 3,63% dan belanja lainnya sebesar 1,81%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

Page 72: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

56 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kota Palembang telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam

DPA pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah, Kota Palembang

termasuk lambat dalam realisasinya. Pada Tahun 2013 Triwulan I, realisasi

penyerapan anggaran masih rendah yaitu sebesar 11,19%, masih jauh

di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Bahkan untuk realisasi

belanja modal hanya sebesar 3,16%. Pada akhir Triwulan II, realisasi

penyerapan belanja hanya sebesar 31,12%, kemudian pada Triwulan III

sebesar 52,13%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada Triwulan IV

yang mencapai 92,24%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan, realisasi

penyerapan belanjanya sekitar 40,11% jika dibandingkan dengan realisasi

pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun waktu Oktober s.d.

Desember 2013, Kota Palembang mampu menyerap belanja daerah

sebesar Rp1,146 triliun.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Palembang

(dalam miliar rupiah)

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 319,88 11,19 889,58 31,12 1.490,19 52,13 2.636,74 92,24

Belanja pegawai tidak langsung

202,69 14,31 560,14 39,54 811,00 57,25 1.305,42 92,16

Page 73: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

57Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja pegawai langsung

8,96 8,64 38,03 36,70 50,22 48,46 91,07 87,88

Belanja barang dan jasa

58,39 10,24 177,17 31,06 303,18 53,15 518,81 90,95

Belanja modal 22,65 3,16 79,33 11,07 288,30 40,24 678,42 94,69

Belanja lainnya 27,20 52,71 33,23 64,39 37,50 72,67 43,03 83,37

Sumber : Pemda Kota Palembang dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah, dan baru

pada Triwulan IV realisasi penyerapan anggaran meningkat sangat tajam

jika dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai langsung mencapai 8,64% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 36,7% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

48,46%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai langsung

mencapai 87,88%. Sedangkan realisasi belanja pegawai tidak langsung

mencapai 14,31% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat menjadi

39,54% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan September 2013

tingkat penyerapannya sudah mencapai 57,25%. Pada akhir tahun 2013,

penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai 92,16%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 10,24% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 31,06% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 53,15%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 90,95%.

Page 74: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

58 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Realisasi belanja modal mencapai 3,16% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 11,07% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

40,24%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

94,69%.

Realisasi belanja lainnya mencapai 52,71% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 64,39% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

72,67%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya mencapai

83,37%.

Yang menarik adalah penyerapan belanja modal pada Triwulan I adalah

yang paling kecil yaitu hanya sebesar 3,16%, namun pada akhir Triwulan IV

penyerapan belanja modal adalah yang paling besar di antara jenis belanja

daerah, yaitu sebesar 94,69%. Bahkan hanya dalam kurun waktu Oktober

s.d. Desember 2013, Kota Palembang mampu menyerap belanja modal

sebesar 54,45% atau sebesar Rp390,12 miliar.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kota Palembang untuk

mempercepat penyerapan belanja daerah yaitu dengan menerbitkan

surat edaran tentang percepatan pelaksanaan anggaran dan percepatan

pengesahan DPA SKPD. Disamping itu, Pemerintah Kota Palembang juga

telah membentuk Tim Koordinasi yang bertugas melakukan koordinasi

untuk mencari dan membahas kendala-kendala dalam pelaksanaan APBD

serta menerapkan rewards dan punishment kepada SKPD dengan cara

melakukan penambahan anggaran pada APBD berikutnya untuk SKPD

yang penyerapannya baik dan melakukan pemotongan anggaran untuk

SKPD yang tingkat penyerapannya rendah.

Page 75: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

59Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

9. kota gorontaLo

APBD Kota Gorontalo tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp719,90 miliar. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya

meningkat menjadi Rp774,05 miliar. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.9 di

bawah ini.

Grafik 3.9

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Gorontalo Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

47 | P a g e

Pemerintah Kota Palembang juga telah membentuk Tim Koordinasi yang bertugas

melakukan koordinasi untuk mencari dan membahas kendala-kendala dalam

pelaksanaan APBD serta menerapkan rewards dan punishment kepada SKPD dengan

cara melakukan penambahan anggaran pada APBD berikutnya untuk SKPD yang

penyerapannya baik dan melakukan pemotongan anggaran untuk SKPD yang tingkat

penyerapannya rendah.

9. Kota Gorontalo

APBD Kota Gorontalo tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp719,90 miliar. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya meningkat

menjadi Rp774,05 miliar. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.9 di bawah ini.

Grafik 3.9

Volume APBD dan APBD-Perubahan

Kota Gorontalo Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Kota Gorontalo dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Pada saat APBD Perubahan Kota Gorontalo ditetapkan, terjadi peningkatan

seluruh jenis belanja daerah. Yang menarik adalah belanja pegawai langsung

Sumber : Pemda Kota Gorontalo dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Pada saat APBD Perubahan Kota Gorontalo ditetapkan, terjadi

peningkatan seluruh jenis belanja daerah. Yang menarik adalah belanja

pegawai langsung meningkat sebesar Rp21,92 miliar atau sekitar 61,01%,

dan belanja barang dan jasa meningkat sebesar Rp24,38 milar atau sekitar

17 % dalam APBD Perubahan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kota Gorontalo Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak

langsung yaitu sebesar 52,02%, kemudian belanja barang dan jasa sebesar

Page 76: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

60 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

21,67%, diikuti belanja modal sebesar 16,09%, belanja pegawai langsung

sebesar 7,47% dan belanja lainnya sebesar 2,74%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kota Gorontalo belum dapat melaksanakan Rencana Penarikan Dana

(RPD) dalam DPA pada masing-masing SKPD sesuai target yang telah

ditetapkan.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan RPD dalam anggaran kasa

SKPD tidak terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan antara

lain adalah rekanan terlambat dalam mengajukan ke DPKAD/Bagian

Keuangan Pemda terkait proyek/kegiatan yang sudah memenuhi syarat

pembayaran, serta terlambatnya penetapan petunjuk teknis DAK sehingga

mempengaruhi pelaksanaan kegiatan. Bahkan dalam pelaksanaannya,

terdapat SKPD yang melaksanakan belanja dengan melebihi pagu yang

telah ditetapkan dalam SPD. Hal disebabkan kurang cermatnya SKPD

dalam merencanakan kebutuhan belanja untuk kegiatan yang dituangkan

dalam anggaran kas dan menjadi acuan dalam penerbitan SPD. Namun

demikian, Pemkor Gorontalo telah mengambil langkah-langkah dimana

SKPD tersebut harus menunggu hingga penerbitan SPD berikutnya untuk

melaksanakan program/kegiatan selanjutnya dan SKPD atersebut harus

mengajukan suart penambahan dana dalam SPD.

Proses pembahasan APBD induk Kota Gorontalo tidak mengikuti

time schedule sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri No. 37

Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.07/2011

karena terlambatnya informasi transfer ke daerah sehingga daerah baru

Page 77: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

61Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

mengetahui alokasi transfer setelah pembahasan KUA/PPAS selesai, serta

adanya lobi dan negoisasi antara DPRD dan Pemda dalam pembahasan

APBD. Meskipun demikian, penetapan APBD Kota Gorontalo dapat

dilaksanakan dengan tepat waktu.

Penyerapan belanja daerah Kota Gorontalo termasuk lambat dalam

realisasinya, kecuali untuk jenis belanja lainnya yang memiliki realisasi

belanja sebesar 41,94 % pada akhir Maret 2013. Pada Tahun 2013 Triwulan I,

realisasi penyerapan anggaran masih rendah yaitu sebesar 15,84%, masih

jauh di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Pada akhir Triwulan

II, realisasi penyerapan belanja hanya sebesar 37,17%, kemudian pada

Triwulan III sebesar 57,08%. Penyerapan belanja pada Triwulan IV mencapai

84,63%. Yang menarik adalah realisasi penyerapan belanja modal sampai

dengan akhir tahun 2013 hanya sebesar 61,31 %, merupakan yang paling

rendah di antara jenis belanja dalam APBD.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013

Kota Gorontalo

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 122,62 15,84% 287,72 37,17% 441,81 57,08% 655,06 84,63%

Belanja pegawai tidak langsung

67,83 16,85% 152,18 37,79% 260,07 64,59% 374,28 92,95%

Belanja pegawai langsung

5,90 10,21% 22,82 39,44% 30,22 52,23% 52,33 90,45%

Page 78: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

62 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Jenis Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja barang dan jasa

24,94 14,87% 65,93 39,30% 88,51 52,76% 136,84 81,57%

Belanja modal 15,04 12,07% 35,84 28,77% 51,43 41,29% 76,37 61,31%

Belanja lainnya 8,90 41,94% 10,96 51,66% 11,58 54,57% 15,24 71,84%

Sumber : Pemda Kota Gorontalo dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 16,85% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 37,79% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 64,59%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 92,95%. Sedangkan realisasi belanja pegawai

langsung mencapai 10,21% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat

menjadi 39,44% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan

September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai 52,23%. Pada

akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai

90,45%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 14,87% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 39,30% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 52,76%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 81,57%.

Realisasi belanja modal mencapai 12,07% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 28,77% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

41,29%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

61,31%.

Page 79: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

63Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Realisasi belanja lainnya mencapai 41,94% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 51,66% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

54,57%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya mencapai

71,84%.

Terdapat hal menarik yaitu belanja modal hanya terserap sebesar

Rp76,37 miliar atau sekitar 61,31 %, sedangkan realisasi penyerapan

belanja pegawai tidak langsung mencapai 92,95 % atau sebesar Rp374,28

miliar.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kota Gorontalo untuk mempercepat

penyerapan belanja daerah yaitu dengan membentuk Tim Koordinasi

yang bertugas melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyerapan

anggaran belanja.

10. kota MakaSar

APBD Kota Makasar tahun 2013 pada saat ditetapkan adalah sebesar

Rp2,072 triliun. Pada saat pengesahan APBD Perubahan, jumlahnya

meningkat menjadi Rp2,497 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 3.10 di

bawah ini.

Pada saat APBD Perubahan Kota Makasar ditetapkan, terjadi

peningkatan seluruh jenis belanja daerah. Yang menarik adalah belanja

pegawai tidak langsung meningkat sebesar 60,46% dari total kenaikan

belanja daerah atau meningkat sebesar Rp257,12 miliar dalam APBD

Perubahan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD

Kota Makasar Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak

langsung yaitu sebesar 43,43%, kemudian belanja barang dan jasa sebesar

Page 80: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

64 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

27,94%, diikuti belanja modal sebesar 15,70%, belanja pegawai langsung

sebesar 8,08% dan belanja lainnya sebesar 4,85%.

Grafik 3.10

Volume APBD dan APBD-Perubahan Kota Makasar Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

51 | P a g e

Kota Makasar Tahun 2013

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Kota Makasar dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Pada saat APBD Perubahan Kota Makasar ditetapkan, terjadi peningkatan

seluruh jenis belanja daerah. Yang menarik adalah belanja pegawai tidak langsung

meningkat sebesar 60,46% dari total kenaikan belanja daerah atau meningkat sebesar

Rp257,12 miliar dalam APBD Perubahan.

Adapun proporsi masing-masing jenis belanja dalam struktur APBD Kota

Makasar Tahun 2013 yang paling tinggi adalah belanja pegawai tidak langsung yaitu

sebesar 43,43%, kemudian belanja barang dan jasa sebesar 27,94%, diikuti belanja

modal sebesar 15,70%, belanja pegawai langsung sebesar 8,08% dan belanja lainnya

sebesar 4,85%.

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan kegiatan

yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat anggaran kas. Anggaran

Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan

perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna

mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut,

Pemerintah Kota Makasar telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam DPA

pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah Kota Makasar termasuk

lambat dalam realisasinya, kecuali untuk jenis belanja lainnya yang memiliki tingkat

Sumber : Pemda Kota Makasar dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Untuk memastikan dan menjamin dapat terlaksananya program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD, daerah harus membuat

anggaran kas. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk

yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan

kegiatan dalam setiap periode. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah

Kota Makasar telah membuat Rencana Penarikan Dana (RPD) dalam DPA

pada masing-masing SKPD berdasarkan target yang telah ditetapkan.

Page 81: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

65Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Namun demikian, dalam penyerapan belanja daerah Kota Makasar

termasuk lambat dalam realisasinya, kecuali untuk jenis belanja lainnya

yang memiliki tingkat realisasi mendekati normal. Pada Tahun 2013

Triwulan I, realisasi penyerapan anggaran masih rendah yaitu sebesar

12,62%, masih jauh di bawah realisasi belanja yang ideal yaitu 25%. Bahkan

untuk realisasi belanja modal hanya sebesar 6,19%. Pada akhir Triwulan

II, realisasi penyerapan belanja hanya sebesar 30,65%, kemudian pada

Triwulan III sebesar 55,51%. Yang menarik adalah penyerapan belanja pada

Triwulan IV yang mencapai 93,73%, dimana hanya dalam waktu 3 (tiga)

bulan, realisasi penyerapan belanjanya sekitar 38,22% jika dibandingkan

dengan realisasi pada akhir Triwulan III. Dengan kata lain, pada kurun

waktu Oktober s.d. Desember 2013, Kota Makasar mampu menyerap

belanja daerah sebesar Rp954,73 miliar.

Sementara itu, realisasi penyerapan belanja daerah untuk setiap jenis

belanja dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10

Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tahun 2013 Kota Makasar

(dalam miliar rupiah)

Uraian Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja 315,30 12,62 765,72 30,65 1.386,61 55,51 2.341,33 93,73

Belanja pegawai tidak langsung

168,31 15,51 414,84 38,24 713,40 65,76 1.022,77 94,27

Belanja pegawai langsung

14,70 7,28 44,84 22,23 95,27 47,22 190,43 94,39

Belanja barang dan jasa

78,12 11,20 204,55 29,31 344,13 49,31 640,49 91,78

Belanja modal 24,27 6,19 53,56 13,66 127,73 32,57 369,46 94,20

Page 82: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

66 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Uraian Belanja

Realisasi Triwulan I

Realisasi Triwulan II

Realisasi Triwulan III

Realisasi Triwulan IV

Rupiah % Rupiah % Rupiah % Rupiah %

Belanja lainnya 29,90 24,67 47,93 39,54 106,08 87,50 118,19 97,49

Sumber : Pemda Kota Makasar dan Kementerian Keuangan (data diolah)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa realisasi penyerapan

belanja daerah sampai dengan Triwulan III masih relatif rendah kecuali

untuk belanja lainnya, dan baru pada Triwulan IV realisasi penyerapan

anggaran meningkat sangat tajam jika dibandingkan dengan Triwulan

sebelumnya.

Realisasi belanja pegawai tidak langsung mencapai 15,51% pada akhir

Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 38,24% pada akhir bulan Juni

2013, dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 65,76%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai

tidak langsung mencapai 94,27%. Sedangkan realisasi belanja pegawai

langsung mencapai 7,28% pada akhir Maret 2013, kemudian meningkat

menjadi 22,23% pada akhir bulan Juni 2013, dan pada akhir bulan

September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai 47,22%. Pada

akhir tahun 2013, penyerapan belanja pegawai tidak langsung mencapai

94,39%.

Realisasi belanja barang dan jasa mencapai 11,20% pada akhir Maret

2013, kemudian meningkat menjadi 29,31% pada akhir bulan Juni 2013,

dan pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah

mencapai 49,31%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja barang dan

jasa mencapai 91,78%.

Realisasi belanja modal mencapai 6,19% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 13,66% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

Page 83: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

67Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

32,57%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja modal mencapai

94,20%.

Realisasi belanja lainnya mencapai 24,67% pada akhir Maret 2013,

kemudian meningkat menjadi 39,54% pada akhir bulan Juni 2013, dan

pada akhir bulan September 2013 tingkat penyerapannya sudah mencapai

87,50%. Pada akhir tahun 2013, penyerapan belanja lainnya mencapai

97,49%.

Hal menarik yang terjadi adalah penyerapan belanja lainnya mempunyai

realisasi penyerapan terbesar, yaitu 97,49%. Belanja lainnya ini meliputi

belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan

keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan partai

politik.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kota Makasar untuk mempercepat

penyerapan belanja daerah yaitu dengan mendorong SKPD dalam

melakukan percepatan penyelesaian DPA SKPD dan mendorong SKPD

dalam mempercepat penyerapan anggaran. Disamping itu, Kota Makasar

juga membentuk Tim Koordinasi yang bertugas melakukan monitoring

dan evaluasi terhadap penyerapan anggaran belanja. Pemerintah Kota

Makasar juga telah menerapkan rewards kepada SKPD yang penyerapan

anggarannya baik dan punishment dengan memberikan teguran kepada

SKPD untuk mempercepat penyerapan anggaran.

B. anaLiSiS perMaSaLahan peLakSanaan Spending perforManceS daLaM Mendanai peLayanan puBLik

Pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan

yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaaan

Page 84: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

68 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan anggaran

pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan

daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada Rencana

Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan

kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

APBD akan mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas layanan

publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah

apabila terealisasi dengan baik. Keterlambatan penetapan Perda APBD

akan memperlambat bahkan dapat menunda realisasi penyerapan

belanja daerah. Hal ini dapat memberikan dampak kurang baik terhadap

pengelolaan keuangan daerah diantaranya pada penumpukan dana daerah

yang belum terpakai dalam bentuk Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

(SiLPA). Dana SiLPA yang terlalu besar tentunya harus kita hindari, karena

pada dasarnya merupakan dana idle yang tidak memberikan multiplier

effect bagi perekonomian daerah. Untuk itu, Pemerintah terus mendorong

agar proses penetapan Perda APBD dapat dilakukan secara tepat waktu

guna mempercepat realisasi belanja daerah.

Namun demikian, masih terdapat beberapa daerah yang belum

menetapkan dan menyampaikan perda APBD 2013 kepada Kementerian

Keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan yaitu pada

pada akhir Januari 2013, sehingga daerah tersebut dikenakan sanksi

penundaan DAU sebesar 25% dari pagu per bulan mulai April 2013.

Terdapat 17 daerah yang dikenakan sanksi penundaan penyaluran DAU

untuk pemda yang terlambat menyampaikan APBD TA 2013. Hal ini dapat

dilihat pada Grafik 3.11 di bawah ini.

Page 85: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

69Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

Grafik 3.11

Keterlambatan Penetapan dan Penyampaian APBD Tahun 2011 s.d. 2013

55 | P a g e

Keterlambatan Penetapan dan Penyampaian APBD

Tahun 2011 s.d. 2013

Sumber : Kementerian Keuangan (data diolah)

Agar seluruh dana yang ditransfer dari pemerintah pusat bisa segera terserap dalam

bentuk pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh APBD, maka dalam perencanaannya,

pemerintah pusat senantiasa mendorong agar pemerintah daerah secepatnya untuk

menyampaikan Perda APBD. Perda APBD yang dapat diselesaikan dengan tepat waktu

menunjukkan bahwa tidak adanya kesulitan dalam me-manage dinamika eksekutif-

legislatif antara pemerintah daerah dengan DPRD.

Namun demikian, yang terjadi selama ini adalah besaran alokasi transfer ke daerah

setiap tahunnya belum ada kepastian, apakah daerah itu mendapatkan alokasi dana ataukah

alokasi dananya naik atau turun. Bahkan sebagian daerah belum mengerti bagaimana

alokasi per jenis dana perimbangan yang meliputi DAU, DAK, dan DBH direncanakan dan

diformulasikan, sehingga daerah cenderung hanya membandingkan dengan alokasi tahun

lalu untuk daerahnya atau membandingkan kondisi obyektif yang ada di daerah mereka

dibandingkan dengan kondisi daerah tetangga mereka apabila terdapat perbedaan alokasi

yang mencolok.

Penetapan angka pendapatan APBD sangat tergantung kepada informasi transfer

dari Pusat dimana hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

saja yang informasinya benar-benar sesuai dengan jadwal tenggat waktu penetapan APBD

di mana besaran alokasi DAU dan DAK sudah terinfokan ke daerah pada minggu pertama

November sebelum tahun anggaran yang baru. Sedangkan transfer DBH baru dapat

terinformasikan setelah tahun anggaran telah berjalan yaitu sekitar Januari s/d Maret.

Sumber : Kementerian Keuangan (data diolah)

Namun demikian, yang terjadi selama ini adalah besaran alokasi

transfer ke daerah setiap tahunnya belum ada kepastian, apakah daerah

itu mendapatkan alokasi dana ataukah alokasi dananya naik atau turun.

Bahkan sebagian daerah belum mengerti bagaimana alokasi per jenis

dana perimbangan yang meliputi DAU, DAK, dan DBH direncanakan

dan diformulasikan, sehingga daerah cenderung hanya membandingkan

dengan alokasi tahun lalu untuk daerahnya atau membandingkan kondisi

obyektif yang ada di daerah mereka dibandingkan dengan kondisi daerah

tetangga mereka apabila terdapat perbedaan alokasi yang mencolok.

Penetapan angka pendapatan APBD sangat tergantung kepada

informasi transfer dari Pusat dimana hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Dana Alokasi Khusus (DAK) saja yang informasinya benar-benar sesuai

dengan jadwal tenggat waktu penetapan APBD di mana besaran alokasi

DAU dan DAK sudah terinfokan ke daerah pada minggu pertama November

sebelum tahun anggaran yang baru. Sedangkan transfer DBH baru dapat

terinformasikan setelah tahun anggaran telah berjalan yaitu sekitar Januari

s/d Maret. Sebagai akibatnya, daerah cenderung menganggarkan sangat

pesimis (under estimate) pendapatan yang belum terinfokan tersebut.

Page 86: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

70 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu mendorong

penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai penerapan Midle Term Expenditure Framework (MTEF) sehingga daerah dapat mengetahui

informasi transfer ke daerah yang meliputi alokasi DAU, DAK, DBH dan

Dana Penyesuaian untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun guna mempercepat

penetapan APBD dan percepatan penyerapan belanja daerah.

Dalam rangka mendorong percepatan ketersediaan sarana dan

prasarana pelayanan publik, pemerintah daerah didorong untuk lebih bijak

dalam mengalokasikan distribusi belanja daerahnya terutama adanya

effort guna meningkatkan alokasi belanja modal serta belanja barang

untuk pemeliharaan insfrastruktur dalam struktur APBD. Disamping itu,

daerah perlu mengurangi alokasi belanja tidak langsung terutama untuk

membiayai belanja pegawai dengan cara menghitung kembali kebutuhan

PNSD sesuai dengan formasi dan jabatan yang diperlukan.

Penyerapan belanja daerah dari tahun ke tahun memiliki kemiripan

dalam realisasinya, dimana pada awal Triwulan I sampai dengan Triwulan

III, penyerapan belanja daerah sangat rendah dan baru meningkat

realisasinya pada Triwulan IV sampai dengan akhir tahun. Hal ini tentu saja

tidak sesuai dengan rencana penarikan dana yang telah ditargetkan dan

tertuang dalam DPA SKPD serta menimbulkan potensi terjadinya kesulitan

likuiditas keuangan daerah pada saat meningkatnya penyerapan belanja

daerah.

Selain itu, daerah tidak cukup mampu mengejar peningkatan belanja

pada saat terjadi tambahan pendapatan yang cukup signifikan dari

transfer Pusat ataupun peningkatan penerimaan. Daerah masih belum

cukup mampu melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menyerap

pelampauan pendapatan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian

terhadap belanja untuk menampung informasi transfer yang diterima

setelah APBD ditetapkan, daerah juga terkendala kecenderungan daerah

Page 87: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

71Bab III | Temuan Lapangan Dan Analisis Permasalahan

melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun anggaran

berjalan (Agustus/September). Hal ini mengakibatkan waktu yang tersisa

untuk menyesuaikan belanja dan merealisasikannya menjadi sangat

sempit. Apalagi setelah APBD-P ditetapkan, daerah masih memerlukan

proses tender yang sudah pasti akan berakibat pula terhadap keterlambatan

pelaksanaan kegiatan. Apabila kegiatan yang didanai oleh DAK yang

terlambat dan baru dilaksanakan mendekati akhir tahun anggaran, maka

sangat berpotensi mengakibatkan rendahnya penyerapan dan rendahnya

kualitas penyelesaian kegiatan.

Kondisi ini bahkan diperparah oleh fakta di beberapa daerah terutama

di wilayah timur Indonesia karena kurangnya personil yang mempunyai

sertifikat pengadaan barang dan jasa sehingga berakibat pada

keterlambatan dalam melaksanakan proses tender. Ditengarai pula adanya

keengganan untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan staf

proyek karena adanya permasalahan hukum yang sering terjadi di daerah.

Permasalahan lain yang mengemuka adalah adanya petunjuk teknis

yang terlalu rigid sehingga daerah mengalami kesulitan ketika dihadapkan

pada kondisi daerah mereka yang spesifik. Adanya petunjuk teknis yang

terlalu ketat dinilai terlalu membatasi ruang gerak pemerintah daerah

untuk membuat banyak pilihan dalam memanfaatkan dana yang sudah

dialokasikan buat masing-masing bidang yang didanai oleh DAK di

daerah mereka. Petunjuk teknis yang terlalu kaku pada akhirnya dapat

mengakibatkan daerah tidak bisa menggunakan DAK secara maksimal

sesuai dengan kepentingannya, bahkan tidak jarang justru muncul kondisi

kontraproduktif, seperti misalnya pelaksanaan pekerjaan yang terhambat

dan penyerapan yang rendah.

Selain petunjuk teknis DAK yang sudah ditetapkan, masih terdapat pula

petunjuk pelaksanaan lain dari Kementerian teknis yang akan digunakan

sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh DAK.

Page 88: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

72 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

Dalam konteks ini terdapat dua hal yang perlu dicermati. Pertama,

Kementerian Teknis sangat kurang memberikan kepercayaan kepada

daerah untuk melaksanakan urusan yang sebenarnya telah menjadi

kewenangan daerah. Meskipun ada petunjuk pelaksanaan, seharusnya

tidak bersifat mengikat dan lebih merupakan guidance atau panduan

bagi pelaksanaan DAK. Kedua, masih banyak daerah yang takut dan tidak

percaya diri untuk melaksanakan urusannya sehingga mereka juga selalu

menuntut adanya petunjuk dari pusat karena tidak mau bertanggung

jawab.

Keterlambatan penetapan petunjuk teknis oleh Kementerian Teknis

terkait seringkali menyebabkan kegiatan DAK harus dilakukan melalui

perubahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah (DPA-SKPD) dan/atau APBD karena perencanaan kegiatan

pembangunan yang bersumber dari DAK dan sudah tertuang dalam APBD

tidak sesuai dengan petunjuk teknis sehingga berpotensi menimbulkan

keterlambatan dan atau tidak selesainya kegiatan DAK. Apabila kegiatan

yang didanai oleh DAK terlambat dan baru dilaksanakan mendekati akhir

tahun anggaran maka sangat berpotensi mengakibatkan rendahnya

penyerapan dan rendahnya kualitas penyelesaian kegiatan. Keterlambatan

petunjuk teknis ini mengakibatkan keterlambatan berantai dari keseluruhan

proses pelaksanaan kegiatan yang didanai DAK.

Meskipun bukan merupakan keharusan bagi pemerintah daerah untuk

membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Keuangan Daerah, namun

keberadaan Tim Koordinasi yang dibentuk oleh Kepala Daerah sangat

membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di daerah terkait

pengelolaan APBD, mempermudah koordinasi antara SKPD sehingga pada

akhirnya realisasi penyerapan belanja daerah dapat dipercepat, terutama

belanja barang untuk pemeliharaan infrastruktur serta belanja modal yang

terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar kepada

masyarakat.

Page 89: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

73Bab IV | Penutup

bAb IV PENUTUP

a. keSiMpuLan

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa

hal terkait pelaksanaan spending performances dalam mendanai pelayanan

publik daerah sebagai berikut:

1. Penyerapan belanja daerah dari tahun ke tahun memiliki kemiripan

dalam realisasinya, di mana pada awal Triwulan I sampai dengan

Triwulan III penyerapan belanja daerah sangat rendah dan baru

meningkat realisasinya pada Triwulan IV sampai dengan akhir tahun.

Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan rencana penarikan dana yang

telah ditargetkan dan tertuang dalam DPA SKPD serta menimbulkan

potensi terjadinya kesulitan likuiditas keuangan daerah pada saat

meningkatnya penyerapan belanja daerah.

2. Pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan

publik (public oriented) tidak saja terlihat pada besarnya porsi

pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik tetapi juga dapat

dilihat dari berapa besar tingkat penyerapan realisasi belanja daerah

(spending performances) terutama belanja barang dan belanja modal

dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar

di daerah.

3. Besar kecilnya tingkat penyerapan belanja daerah dalam mendanai

pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh proses perencanaan

anggaran dan penetapan APBD di daerah. Keterlambatan daerah

dalam menetapkan Perda APBD dapat menunda realisasi penyerapan

Page 90: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

74 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

belanja daerah. Disamping itu, proporsi alokasi belanja barang dan

belanja modal untuk penyediaan sarana dan prasarana layanan publik

masih rendah dalam struktur APBD jika dibandingkan dengan alokasi

untuk belanja pegawai sehingga kinerja spending performances dalam

mendanai pelayanan publik masih belum optimal dan efektif.

4. Realisasi penyerapan belanja daerah sampai dengan akhir tahun

anggaran seringkali masih di bawah target atau lebih rendah

dibandingkan dengan anggaran APBD karena daerah tidak cukup

mampu mengejar peningkatan belanja atau belum cukup mampu

melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menyerap pelampauan

pendapatan tersebut saat terjadi tambahan pendapatan yang cukup

signifikan dari transfer Pusat ataupun peningkatan penerimaan

lainnya, serta adanya kecenderungan daerah untuk melakukan

perubahan APBD sekitar bulan Agustus – Oktober tahun anggaran

berjalan, sehingga daerah tidak cukup waktu untuk melaksanakan

penyerapan belanja daerah.

5. Kualitas belanja daerah dan APBD selama ini dianggap masih lemah

dengan salah satu indikasinya adalah alokasi belanja tidak langsung

selalu lebih besar dari belanja langsung dan penyerapan belanja

daerah yang relatif rendah. Hal ini juga bisa dilihat dari tingkat

penyerapan belanja daerah yang relatif rendah terutama untuk belanja

modal dan belanja barang yang terkait dengan public service delivery.

6. Rendahnya realisasi belanja daerah yang didanai dari DAK tidak

hanya disebabkan oleh kurang berjalannya fungsi perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan di daerah dengan baik, namun juga dipengaruhi

oleh adanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat terutama

yang terkait dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran,

mekanisme transfer ke daerah, dan penetapan petunjuk teknis DAK

yang terlambat sehingga mempengaruhi penyelesaian pekerjaan di

daerah.

Page 91: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

75Bab IV | Penutup

B. Saran dan rekoMendaSi

Berdasarkan hasil kajian pelaksanaan spending performances dalam

mendanai pelayanan publik daerah, kami merekomendasikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Pemerintah pusat perlu mendorong daerah untuk dapat meningkatkan

proporsi alokasi belanja barang dan belanja modal dalam APBD

sehingga dapat mempercepat tersedianya sarana dan prasarana

layanan publik yang memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM)

dengan cara membuat aturan dalam perencanaan anggaran di daerah

terutama terkait dengan batas minimal proporsi alokasi belanja barang

dan belanja modal dan sifatnya mengikat daerah dengan menerapkan

sanksi kepada daerah yang melanggar batasan tersebut.

2. Untuk mendorong percepatan penyerapan belanja daerah, pemerintah

pusat perlu melanjutkan kebijakan pengenaan sanksi kepada pemda

yang terlambat dalam menetapkan dan menyampaikan perda APBD

2013, serta memberikan reward kepada pemda yang tepat waktu

dalam menetapkan dan menyampaikan perda APBD 2013. Penetapan

Perda APBD di daerah secara tepat waktu serta pelaksanaan tender

pada awal tahun anggaran diharapkan dapat mempercepat realisasi

belanja daerah, terutama belanja modal dan belanja barang untuk

layanan publik dan peningkatan perekonomian daerah.

3. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan spending performances yang

mampu mendorong percepatan realisasi belanja daerah:

a. Pemerintah daerah perlu memprioritaskan alokasi belanja untuk

program/kegiatan dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana

layanan publik di daerah, dengan cara meningkatkan alokasi

belanja barang dan belanja modal dalam APBD, dan mengurangi

proporsi untuk belanja pegawai daerah dan belanja tidak langsung

lainnya. Penganggaran belanja langsung dalam APBD digunakan

untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari

Page 92: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

76 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

urusan wajib dan urusan pilihan yang dituangkan dalam bentuk

program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan

kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah

kepada kepentingan publik.

b. Perlu mengusulkan secara resmi kepada Kementerian Dalam

Negeri untuk menyusun ketentuan (Permendagri) tentang Pedoman

Penyusunan APBD yang mengatur proporsi alokasi belanja barang

untuk pemeliharaan infrastruktur dan belanja modal minimal

ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 20 (dua puluh) persen dari

total APBD guna mempercepat penyediaan sarana dan prasarana

layanan publik dan peningkatan perekonomian daerah.

4. Pemerintah pusat perlu mendorong penyusunan peraturan perundang-

undangan mengenai penerapan Midle Term Expenditure Framework (MTEF) sehingga daerah dapat mengetahui informasi transfer ke

daerah yang meliputi alokasi DAU, DAK, DBH dan Dana Penyesuaian

untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun guna mempercepat penetapan APBD

dan percepatan penyerapan belanja daerah.

5. Terkait dengan rendahnya penyerapan program/kegiatan yang didanai

dari DAK, Kementerian Keuangan perlu mendorong Kementerian

teknis untuk dapat menetapkan petunjuk teknis pelaksanaan DAK

berupa pedoman umum penggunaan DAK guna mencapai standar

pelayanan minimum dan prioritas nasional, serta dibuat tidak terlalu

rigid, tetapi dibuat lebih umum dan lebih fleksibel serta peruntukannya

untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, sehingga daerah lebih

mudah dalam melaksanakan kegiatan DAK dan adanya kepastian

kegiatan tersebut sesuai dengan petunjuk teknis DAK.

6. Pemerintah daerah perlu membentuk Tim Koordinasi di daerah

sehingga memudahkan koordinasi antara SKPD dalam pengelolaan

keuangan daerah baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan

maupun pertanggungjawaban APBD serta memudahkan daerah untuk

Page 93: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

77Bab IV | Penutup

menyelesaikan permasalahan di daerah terutama yang terkait dengan

pelaksanaan spending performances dalam mendanai pelayanan

publik di daerah.

Page 94: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

78 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan Publik

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul dan Ibnu Mujid. 2009. Problem Desentralisasi dan

Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-Daerah, Peluang dan

Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Daerah. Sekolah Pasca

Sarjana UGM. Yogyakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Robinson, Marc and D. Last. 2009. A Basic Model of Performance-Based Budgeting. Technical Notes and Manuals. International Monetary Fund.

Washington

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

www.djpk.depkeu.go.id.

Page 95: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

79Ucapan Terima Kasih

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan buku kajian “Laporan Pelaksanaan Spending Performances

Dalam Mendanai Pelayanan Publik” dilaksanakan dengan team work yang

solid dan tidak akan mungkin terselesaikan tanpa kontribusi dan kerja

sama dari seluruh pihak yang berperan. Oleh karena itu, ungkapan rasa

terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya disampaikan kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini, yaitu:

- Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan – DR. Boediarso Teguh

Widodo, dan Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan

Daerah – Ir. Adijanto, MPA, yang telah memberikan arahan dan

bimbingan hingga diselesaikannya penyusunan buku ini.

- Para pejabat di daerah sampel yang dikunjungi yang telah bersedia

menyediakan waktunya dalam Focus Group Discussion (FGD)

serta dalam menyediakan data-data yang diperlukan dalam kajian

pelaksanaan spending performances dalam mendanai pelayanan

publik.

- Selanjutnya terima kasih kepada tim dari Subdirektorat Evaluasi Dana

Desentralisasi dan Perekonomian Daerah (Ubaidi Socheh Hamidi, SE,

MM; Ahmad Iskandar, SE, M.Fin.Mgt; Prasetyo Indro Soejono, SE, ME;

Armansyah Sinaga, SE; Faisal, SE, Ak; Edi Soeprijono, S.Sos; Maryadi,

SE, MM; Chrisliana Tri Ferayanti, SE, ME; Virgin Marthalia, A.Md;

Rika Hijriyanti, S.Si; Ganjar Prihatmoko, SE; Desain Kristian Gulo, SE;

Nanag Garendra Timur, S.Si.; dan Bondan Widyatmoko, SE; yang telah

melakukan pengolahan data dan sekaligus mendukung penulisan

buku, serta Lukman Adi Santoso, SE, ME, yang telah membantu

melakukan editing hingga melakukan setting layout pencetakan buku

ini. Terima kasih atas kerja kerasnya.

Page 96: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

80 Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai Pelayanan PublikK E M E N T E R I A N K E U A N G A N R E P U B L I K I N D O N E S I ADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

Page 97: Laporan Pelaksanaan Spending Performance dalam Mendanai ...

K E M E N T E R I A N K E U A N G A N R E P U B L I K I N D O N E S I ADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN