Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut 2015 (Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler Indonesia)
LAPORAN PELAKSANAAN KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER …
Transcript of LAPORAN PELAKSANAAN KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER …
i
LAPORAN PELAKSANAAN
KONGRES
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
KE-18 TAHUN 2018
A. Kepanitiaan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018
B. Kumpulan Ketetapan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA Gd. Rumah Sakit Hewan Jakarta Lt.2
Jl. Harsono RM No. 28 – Ragunan – Jakarta 12550
Telp/Fax : 021-7813359, Email : [email protected] ,
Website : https://www.pdhi-online.org
ii
KATA PENGANTAR
Viva Veteriner,
Terlebih dahulu kami panjatkan puji syukur ke hadirat Illahi robi, Tuhan Yang Mahaesa. Berkat
rahmat dan hidayah-Nya, Laporan Pelaksanaan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
ke18 Tahun 2018 dapat diselesaikan sesuai harapan.
Kongres PDHI ke-18 tahun 2018 ini diselenggarakan pada tanggal 1-3 November di Nusa
Dua Convention Center Bali. Kongres ini dihadiri delegasi dari 52 PDHI Cabang dan peninjau dari
20 Organisasi Non Teritorial PDHI, dibuka oleh Gubernur Provinsi Bali I Wayan Koster dan pidato
pengarahan oleh Menteri Pertanian RI yang disampaikan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan Drh Ketut Diarmita, MP.
Selain itu, dalam momentum ini juga dilaksanakan pertemuan berskala nasional dan
internasional, sebagai berikut:
1. Kongres Federation of Asian Veterinary Associoations (FAVA) ke-20;
2. FAVA Council Meeting ke-40;
3. Pertemuan jaringan Veterinary Statutory Bodies (VSB) ASEAN ke-1;
4. Pertemuan jejaring FAVA dan African Veterinary Association (AVA) ke-1;
5. JSPS Core-to-Core Program-Tripartite Meeting Indonesia-Thailand-Jepang ke-;
6. Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional (KIVNAS) ke-16;
7. Konverensi Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia ke-1;
8. Kongres Ikatan Istri Dokter Hewan Indonesia ke-
9. Pertemuan Ilmiah beberapa Organisasi Non-Teritorial; dan
10. Pameran Kesehatan Hewan Internasional.
Peristiwa penting yang perlu dicatat dalam momentum ini diantaranya adalah:
1. Terpilihnya Drh M. Munawaroh, MM sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Periode
2018-2022;
2. Dikukuhkannya Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet(K) sebagai Presiden FAVA periode 2018-
2020;
3. Dikukuhkannya Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoerjanto, MS, PhD, APVet., sebagai Sekretaris Jenderal FAVA periode 2018-2020;
4. Terpilihnya Drh. Tri Isyani Tungga Dewi sebagai Ketua Umum Pengurusd Pusat Persatuan
Istri Dokter Hewan Indonesia (Pidhi) periode 2018-2022.
5. Penetapan pelaksanaan Kongres PDHI ke-19 Tahun 2022 di Makasar Sulawesi Selatan.
6. Penetapan pelaksanaan FAVA Council Meeting dan Pre Congress Workshop pada tanggal
13-14 November 2020 di Borneo Convention Centre, Kuching, Malaysia.
Banyaknya aspek yang dicapai dan dihasilkan oleh para dokter hewan melalui dinamika
kesejawatan, keorganisasian, dan kepemimpinan, mendorong kami untuk menyajikan laporan ini
menjadi 2 (dua) bagian, sebagai berikut:
A. Kepanitiaan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ke 18 Tahun 2018 yang
memuat daftar panitia, daftar pimpinan sidang, daftar delegasi dan daftar peninjau.
B. Kumpulan Ketetapan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ke 18 Tahun 2018
yang berisikan Keputusan Ketua Umum PDHI periode 2014-2018 tentang Hasil Pemilihan
Ketua Sidang Dan Sekretaris Kongres PDHI ke-18, serta 23 Ketetapan Kongres PDHI ke-
18 Tahun 2018.
iii
Laporan ini merupakan hasil kerja kolektif. Padanya melekat nilai-nilai yang bersifat refliktif dari
suatu usaha dan kinerja bersama. Tentu dengan suatu harapan hal ini dapat diteruskan dan
diestafetkan dari generasi ke generasi berikutnya. Selain itu, laporan ini juga diharapkan menjadi
basis perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement), sehingga pada akhirnya dokter
hewan Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sebagai hasil kerja kolektif, kami menyadari bahwa masih banyak hal-hal yang mestinya kami
laporkan, masih luput dari jangkauan dan pengamatan. Kami mengharapkan kepengurusan yang
akan datang dapat menyempurnaka hal tersebut. Seiring dengan itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung keberlangsungan organisasi PDHI
sampai dengan pelaksanaan kongres dan serah terima jabatan.
Untuk itu semua, marilah kita munajat kepada Allah SWT, agar kita semua diberikan kemudahan
dalam memajukan PDHI. Marilah kita doakan kepada mereka yang telah membukakan jalan,
menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana, serta telah menjadi teladan, sehingga organisasi ini
maju ke depan. Untuk mereka semua – yang berjuang tanpa pamrih - semoga hal itu dicatat
sebagai amal kebaikan yang tidak pernah putus, serta menjadi pahala dan barokah yang
berkelimpahan. Aamin.
Jakarta 12 Desember 2018
Tim Sekretariat Kongres.
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar Daftar Isi
A Pelaksanaan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018
1. Kepanitiaan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018……………………………………………………………………………………………………………
1
2. Pimpinan Persidangan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018…………………………………………………………………………………………………
3
3. Delegasi dan Peninjau Berdasarkan Sidang Komisi……………………………………….. 4
B Kumpulan Ketetapan Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Ke-18 Tahun 2018
Umum
1. Keputusan No. 01/Istimewa/PB-PDHI/XI/2018 PB PDHI tentang Pemilihan Ketua, dan Sekretaris Kongres Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ke-18 Tahun 2018…………………………………………………………………………………………………
11
2. Ketetapan No. 01/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Tempat Pelaksanaan Kongres Ke-19 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tahun 2022 dan Wakil Ketua Kongres Ke-18 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tahun 2018..................................................... …………………………………………………………………….
14
3. Ketetapan No. 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Ketetapan Tentang Tata-Tertib Kongres Ke-18 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tahun 2018……………………………….…………………………………………………………………………...
15
4. Ketetapan No. 03/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Pengesahan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode Masa Bakti 2014–2018…………………………………………………………………....
19
5. Ketetapan No. 22/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Prosedur Pemilihan Ketua Umum dan Penyusunan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia…………………………….………………………………………………………………………
180
6. Ketetapan No. 23/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode 2018-2022…. 183
Kepengurusan dan Program Kerja
1. Ketetapan No. 04/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Pokok-pokok Program Kerja Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode Masa Bhakti 2018-2022………………………………………..…………………………………………………………
60
2. Ketetapan No. 21/ Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Agenda Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia……………………………………………………… 177
v
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
1. Ketetapan No. 05/Kongres Ke-18/PDHI/2018Tentang Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia…………………………………………….…………………………………………….………...
63
2. Ketetapan No. 06/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Lagu Mars Dokter Hewan Indonesia……………………………..……………………………..……………………………
99
Keorganisasian dan Keanggotaan
1. Ketetapan No. 07/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Wilayah Kerja Cabang Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. ……………………………………………………….
104
2. Ketetapan No. 08/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Pengukuhan Organisasi Non Teritorial………………………….………………………….……………………
108
3. Ketetapan No. 10/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Penyeliaan Paramedis Veteriner dalam Rangka Pelayanan Kesehatan Hewan…………………………………..
118
Veterinary Statutory Body (VSB) dan Program Internasional
1. Ketetapan No. 09/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Kedudukan PDHI sebagai Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body/VSB)…….. 111
2. Ketetapan No. 15/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Peran Aktif PDHI dalam Organisasi Kedokteran Hewan Internasional…………………………………….... 151
Etik, Kode Etik, Acuan Dasar Profesi, dan Standar Operasional Prosedur
1. Ketetapan No. 11/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Pengembangan Etika Profesi Veteriner…………
124
2. Ketetapan No. 12/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Penguatan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium dengan Mandat sebagai Komisi Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan Untuk Kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan PDHI…..………………………………………….
133
3. Ketetapan No. 13/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan Indonesia………………..………………..………………..…………………..
137
4. Ketetapan No. 14/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Penyusunan Standar Operasi Baku dan Penyelarasan Perangkat Pelayanan Jasa Medik Veteriner……………………………………………………………………………………………………..
145
Kompetensi, Pendidikan, dan Pelatihan
1. Ketetapan No. 16/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Veteriner Indonesia (Indonesia Veterinary Leadership).. ……………………………………….………………………………………
154
2. Ketetapan No. 17/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (UKDHI)…………………….
169
vi
3. Ketetapan No. 18/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Dukungan dan Partisipasi Aktif terhadap Persiapan dan Pelaksanaan Akreditasi Program Studi Kedokteran Hewan melalui Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes)……………………………… …………………………………...
171
4. Ketetapan No. 19/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Pengembangan Skema Kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Kesehatan Hewan (LSP-Keswan)………………………………………………………………. …………………………………….
173
5. Ketetapan No. 20/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang Dukungan dan Partisipasi Aktif terhadap Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan…………………………………………………………………………………………………………
175
1
KEPANITIAAN KONGRES
PERHIMPUNAN DOKTER HEWANINDONESIA KE-18
TAHUN 2018
SUSUNAN PANITIA PUSAT KONGRES FAVA-IVMA 2018
Pelindung/Penasehat : Ketua Umum PB PDHI PANITIA PENGARAH : Event International ( arahan dikomunikasikan melalui Ketua Umum PBPDHI dan Ketua
Panitia Kongres FAVA-IVMA ) Event Nasional Ketua Umum PBPDHI (Heru Setijanto)
Ketua I PB PDHI (R.P. Agus Lelana) Ketua II PB PDHI (Suparno Saderi) Ketua III PB PDHI (Bambang Pontjo Priosoerjanto) SekJen PBPDHI (Sjachrena Lubis) Dewan Penasehat PB PDHI (R.D.Wiwiek Bagja, Desianto dan Ronny Mudigdo) Ketua Panitia Kongres FAVA-IVMA (Bambang Pontjo)
SUSUNAN PANITIA PELAKSANA Ketua : Bambang Pontjo Priosoerjanto Wakil Ketua I ; Siti Ooy Komariah Wakil Ketua II : Made Restiati Sekretaris : Ratni Ernita Wakil Sekretaris : Fitri Dewi Fathiyah Bendahara : Tri Widharetna Wakil Bendahara : Wardhani Endang Setyawati KESEKRETARIATAN : Sekretaris Panitia (Penanggung Jawab) Registrasi / Akomodasi / Informasi : Agustin Indrawati
Handina Rakhmawati Fitriya N.A Dewi Supratikno Fakhrul Ulum A.C. Kemal Priska Eka Setyaningrum Nani Maerani
ACARA 1. Welcome Dinner
Penanggungjawab/koordinator : Farida Camalia Zenal Siti Ooy Komariah
2. Pembukaan/Penutupan Kongres
Penanggungawab/koordinator : Andhi Trapsilo : Farida Camalia Zenal
3. Cultural Night & Dinner
Penanggungjawab/koordinator : Andhi Trapsilo PDHI Cabang Bali
4. Kongres PDHI
Penanggungjawab/koordinator : R.P. Agus Lelana (Narasumber Komisi I) Baso Darmawan
Adi Sasmita Novi Wulandari Muhammad Andhika Nur Suparno Saderi (Narasumber Komisi II) R. Nurcahyo Nugroho Sugeng Dwi Hastono Muhamad Supika Bambang Pontjo Priosoeryanto (Narasumber Komisi III) Agustin Indrawati Gunadi Setiadarma Siti Zahrina Ummi Hani Trisandi
2
5. KIVNAS dan FAVA Congress
Penanggungjawab/koordinator : Agustin Indrawati Handina Rakhmawati
Chairun Nisa’ Sri Murtini Risa Tiuria Ligaya Tumbelaka Wahono Esti Fitriya N.A Dewi Fakhrul Ulum
Danang Dwi Cahyadi NLP Ika Mayasari Dwi Windiana
6. PAMERAN/EXHIBITION/LOGISTIK
Penanggungjawab/koordinator : A.C. Kemal Sugeng Dwi Hastono
Supratikno
7. KONSUMSI : Kuswardani PDHI Cabang Bali
8. TRANSPORTASI/ AKOMODASI (di Hotel)
Penanggungjawab/koordinator : Budi Jasa Widyananta PDHI Cabang Bali
9. PUBLIKASI/DOKUMENTASI
Penanggungjawab/koordinator : Heni Widyastuti Fakhrul Ulum
10. DANA DAN SPONSORSHIP
Penanggungjawab/koordinator : Siti Ooy Komariah Andhi Trapsilo
Adi Sasmita Ratni Ernita Fitri Dewi Fathiyah
11. DARMAWISATA/PROGRAM SOSIAL
Contact Persons : Dibawah koordinasi PDHI Cabang Bali
CATATAN :
Semua unit Panitia Pusat mendapat dukungan pendampingan oleh PDHI Cabang Bali, Panitia Cabang dan Mahasiswa
FKH/IMAKAHI. Untuk acara internasional, Panitia Pusat dan Panitia Cabang PDHI bersifat mendukung teknis dan
para koordinator berasal dari organisasi internasional yang terkait yaitu :
Koordinator Kegiatan Internasional
1. Acara FAVA Council Meeting : Dr. Achariya Sailasuta (Thailand) Dr. Dau Ngoc Hau (Vietnam)
2. Acara JSPS / C to C : Dr. Naoaki Mizawa Dr. Tamaki Okabayashi Dr. Fumiko Tagami
3. FAVA-AVA Meeting : Dr. Achariya Sailasuta
4. AVSBN : Dr. Achariya Sailasuta
3
Daftar Pelaksana Sidang
Sidang Pleno
Ketua Sidang : Drh Laode Mastari, MM
Wakil Ketua Sidang : Drh Anak Agung Joni Wahyuda
Sekretaris Sidang : Drh Ni Made Restiati, Mphil
Sidang Komisi A
Ketua Sidang : Drh Ansyar Jalaludin
Sekretaris Sidang : Prof Dr Drh Suwarno, MSi
Narasumber : Dr Drh R.P Agus Lelana, SpMP, MSi
Drh Ratni Ernita
Sidang Komisi B
Ketua Sidang : Drh Indriantari
Sekretaris Sidang : Drh Pradipta Hendra Saputra
Narasumber : Dr Drh Wiwiek Prayudi Bagja
Drh Suparno
Prof Drh Dondin Sajuthi, PhD
Sidang Komisi C
Ketua Sidang : Drh Susatyo Budi Yahoni, MSi
Sekretaris Sidang : Drh Anton Susilo Adi Puspito
Narasumber : Prof Drh Bambang Pontjo Priosoeryanto APVet
4
Peserta Sidang Komisi
Komisi A
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
1 PDHI ACEH Drh Zulyazaini Yahya, MSi
2 PDHI ACEH Drh Nurhasni 3 PDHI BALI Drh I Made Sunada
4 PDHI BALI Drh I Ketut Gunatha
5 PDHI BANTEN 1 Drh Indardi 6 PDHI BANTEN 2 Drh Suli B Teruli
7 PDHI BANTEN 2 Drh Joko Ismadi 8 PDHI BANTEN II Drh Herisma H
9 PDHI BENGKULU Drh Hafli Hasibuan, MM
10 PDHI DI YOGYAKARTA Drh Aniq Syihabuddin 11 PDHI DKI JAKARTA Drh Enny Pudjiwati, MM
12 PDHI DKI JAKARTA Drh Adnan Ahmad 13 PDHI JABAR 1 Drh Pranyata Tangguh Waskita
14 PDHI JABAR 1 Drh Rosalia Ariyani 15 PDHI JABAR 2 Prof Drh Deni Noviana, PhD DAiCVIM 16 PDHI JABAR 2 Drh Mustika
17 PDHI JABAR 4 Drh Teguh Budi Wibowo
18 PDHI JABAR 5 Drh Jack Ruben Simatupang
19 PDHI JABAR 5 Drh Rudi Panggabean 20 PDHI JABAR 5 Drh M. Munawaroh
21 PDHI JAMBI Drh Rospita Pane, ME
22 PDHI JATENG 1 Drh Andreas Iwan Suseno
23 PDHI JATENG 2 Drh Nur Rohmat, MP
24 PDHI JATENG 4 Drh Leni Sri Lestari 25 PDHI JATENG 5 Drh R Prajoga
26 PDHI JATENG 6 Drh Arif Rahman 27 PDHI JATIM 1 Prof Dr Drh Suwarno, MSi
28 PDHI JATIM 10 Drh Istar Abadi, MAgr
29 PDHI JATIM 2 Drh Syailin
30 PDHI JATIM 3 Drh Cendy Herdiawan
31 PDHI JATIM 4 Drh Feby Cahayaningrum
32 PDHI JATIM 4 Drh Santika Pramesti
33 PDHI JATIM 7 Drh Puput Ridjalu Widjaja
34 PDHI JATIM 8 Drh Nanang Miftahudin, MM 35 PDHI JATIM 9 Drh Didik Isdiyanto
36 PDHI KALSEL Drh Edi Santosa 37 PDHI KALTENG Drh Ganjar Priyatno
38 PDHI KALTENG Drh Nina Ariyani
39 PDHI KALTIM 1 Drh Subagya 40 PDHI KALTIM 2 Drh Irma M S
41 PDHI KEPRI Drh Honismandri 42 PDHI KEPRI Drh Iwan Berri Prima, MM
5
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
43 PDHI KEPRI Drh Otny Maltasari 44 PDHI LAMPUNG Drh Ruri Astuti Wulandari
45 PDHI LAMPUNG Drh Heru Setiawan
46 PDHI PAPUA Drh L M Mastari, MSi 47 PDHI PAPUA Drh Richardo C A Rumulus, SPt
48 PDHI RIAU Drh Agus Shafiq Ryadi 49 PDHI RIAU Drh MI Rita S
50 PDHI RIAU Drh I G A Eri Agusthusana
51 PDHI SULSEL Drh Anak Agung P Joni W
52 PDHI SULSEL Drh Wahyu Suhadji
53 PDHI SULTRA Drh Junaedi R 54 PDHI SUMBAR Drh Wahidin Beruh
55 PDHI SUMSEL Dr Drh Jafrizal, MM
56 PDHI SUMUT Drh Ansyar
57 ADH-MAI Drh Ida Ayu Dian Kusuma Dewi
58 ADHPHKI Drh Ivan Satriawan
59 AEVI Drh Anak Agung Gde Putra
60 AKIVI Drh Gunadi Setiadarma 61 AKTIVI Drh WIsmo Adjie Nugroho
62 APVI Drh Vetnizah Juniantito PhD APVet
63 IDHKI Drh I Putu Terunanegara 64 IDHKI Drh Putu Gede Widiarsa Putra
Komisi B
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
1 PDHI ACEH Drh T. Munazar
2 PDHI BALI Drh I Dewa Made Anom
3 PDHI BANTEN 1 Drh Novia Herwandi, MPH
4 PDHI BANTEN 2 Drh Mawardi Nasution 5 PDHI BANTEN 2 Drh I Nyoman Wacika
6 PDHI BANTEN 2 Drh Dhany Rosnaedi
7 PDHI BENGKULU Drh Nopiyeni, MMA 8 PDHI BENGKULU Drh Wenny
9 PDHI DI YOGYAKARTA Drh Sapto Subagyo
10 PDHI DI YOGYAKARTA Prof Dr Drh A E T H Wahyuni, MSi
11 PDHI DKI JAKARTA Drh Sukirno
12 PDHI DKI JAKARTA Drh Dzawil Hidjah 13 PDHI JABAR 1 Drh Indriantari
14 PDHI JABAR 1 Drh Igar Utari 15 PDHI JABAR 2 Drh R Soenarti D Waspada, MSi MARS
16 PDHI JABAR 4 Drh Aceu Siti Maemunah, MP 17 PDHI JABAR 4 Drh Idham
18 PDHI JABAR 5 Drh Jack Ruben Simatupang
19 PDHI JAMBI Drh Togu Permadi Samosir
6
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
20 PDHI JATENG 1 Drh Nur Ahmad 21 PDHI JATENG 2 Drh Dewi Ratnawati
22 PDHI JATENG 3 Drh Esti Dwi Utami MSi
23 PDHI JATENG 4 Drh Afiani Rifdani 24 PDHI JATENG 5 Drh Eko Budi Priyo Atmoko
25 PDHI JATIM 1 Drh Anang Murjito 26 PDHI JATIM 1 Drh Ina Nurani
27 PDHI JATIM 10 Drh Muhammad Ilham Akbar Husni
28 PDHI JATIM 2 Drh Dodik Prasetyo MVet
29 PDHI JATIM 3 Drh Etty Nurhayati
30 PDHI JATIM 4 Drh Wir Yeni Hasanah 31 PDHI JATIM 4 Drh Alifnur Rifqi Alhana
32 PDHI JATIM 4 Drh. Muh. Lukman Hadi
33 PDHI JATIM 8 Drh Kresno Adi
34 PDHI KALBAR Drh Dwi Suprapti, MSi
35 PDHI KALSEL Drh Rina Parlina
36 PDHI KALTENG Drh Ketut Prasojo
37 PDHI KALTIM 1 Drh Pradipta Hendra Saputra 38 PDHI KALTIM 1 Drh Jumiyanti
39 PDHI KEPRI Drh Paulus Mbolo Maranata
40 PDHI KEPRI Drh Fery Firdaus 41 PDHI LAMPUNG Drh Agung Kusmartuti
42 PDHI MALUKU UTARA Drh Setiyo Winingsih
43 PDHI NTB I Drh Erwin Kusbianto, MSi
44 PDHI NTB I Drh Rama
45 PDHI NTT Dr Drh Maxs U E Sanam, MSc
46 PDHI PAPUA Drh I Nyoman Polos
47 PDHI PAPUA Drh Ahnu Miftahul Ulum 48 PDHI RIAU Drh Hamria
49 PDHI RIAU Drh Guswandi 50 PDHI SULSEL Drh Suhartono
51 PDHI SULTENG Drh Ambar Retnowati MSi
52 PDHI SULTRA Drh Putu Nara Kusuma Prasanjaya 53 PDHI SUMBAR Drh Iis Irawanti, M.Sc
54 PDHI SUMSEL Drh Tri Siwi Hariningsih
55 PDHI SUMUT Drh Agus Rahayu
56 ADHPHKI Drh Andreas Heriyanto 57 AKIVI Prof Drh Ida Tjahjati
58 AKTIVI Drh Gustav Ananta Mueller
59 IDH MAI Drh Fidry Rahmanda Ikhwan
7
Komisi C
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
1 PDHI ACEH Dr Drh. Nurliana, MSi
2 PDHI BANTEN 1 Drh Sri Herny 3 PDHI BANTEN 1 Drh Ami Kosriami Rahayu
4 PDHI BANTEN 1 Drh Tri Januardini Damarsanti 5 PDHI BANTEN 2 Drh Bayu Pramono
6 PDHI BANTEN 2 Drh Rayati
7 PDHI BENGKULU Drh Jananta
8 PDHI BENGKULU Drh Fitri
9 PDHI DI YOGYAKARTA Dr Drh Widagdo Sri Nugroho, MP 10 PDHI DKI JAKARTA Drh Maria Theresia Widiastuti
11 PDHI DKI JAKARTA Dr Drh Puspita Suryani Handaja K
12 PDHI JABAR 1 Drh Anton Susilo Adi Puspito 13 PDHI JABAR 1 Drh Afrida Aizzatun Istiqomah
14 PDHI JABAR 2 Drh Leni Maylina, MSi 15 PDHI JABAR 4 Drh Idik Abdullah, MM
16 PDHI JAMBI Drh Arikianto 17 PDHI JATENG 1 Drh Riyanto
18 PDHI JATENG 3 Drh Liem Djien Hauw
19 PDHI JATENG 4 Drh Evi Nurwulandari 20 PDHI JATENG 5 Drh Susatyo Budi Yahono, MSi
21 PDHI JATENG 5 Drh Ari Nilawati
22 PDHI JATIM 1 Drh Miyayu Soneta Sofyan MVet
23 PDHI JATIM 10 Dr Drh Miarsono Sigit MP
24 PDHI JATIM 2 Drh Ratna Fitri Herdayani
25 PDHI JATIM 3 Drh Ni Made Mentari Maharani
26 PDHI JATIM 3 Drh. Gaguk Musdijanto 27 PDHI JATIM 4 Drh Nuryo Sekarnoto
28 PDHI JATIM 6 Drh Rahendra Prasetyo Eko Sudarsono
29 PDHI JATIM 7 Drh Gatot Pindo S 30 PDHI JATIM 8 Drh Yessyinta Bunga Candra Lukyta
31 PDHI JATIM 9 Drh Gatot Bambang Sutejo 32 PDHI KALSEL Drh Rima Firdhiati
33 PDHI KALTENG Drh Eko Hari Yuwono
34 PDHI KALTIM 1 Drh Linda Widyastuti1
35 PDHI KALTIM 1 Drh Wafiatiningsih
36 PDHI KALTIM 1 Drh Intan Puru D 37 PDHI KALTIM 1 Drh Jumiyanti
38 PDHI KEPRI Drh Ana Dela
39 PDHI KEPRI Drh Arlinda
40 PDHI LAMPUNG Drh Vita Maharjanti
41 PDHI NTB I Drh Rama 42 PDHI NTT Drh Aji Winarso, MSi
43 PDHI PAPUA Drh Rafael Heri Nugroho
44 PDHI PAPUA Drh Muhlis Natsir, MKes
8
NO. PDHI CABANG NAMA DELEGASI
45 PDHI RIAU Drh Dewi Anggreini, MM 46 PDHI SULSEL Dr Drh Dwi Kusumasari
47 PDHI SULSEL Drh Dini Yudianingtyas
48 PDHI SULTENG Drh Sri Hidayatul Rohmah 49 PDHI SULTRA Drh Jusriati
50 PDHI SUMBAR Drh M.Kamil, MP 51 PDHI SUMSEL Drh Weny Patrioti, MSi
52 ADHI-MAI Drh Maulid Dio Suhendro
53 ADHPHKI Drh Siti Komariah
54 ADHPTCI Drh Tatang Cahyono
55 AEVI Drh Syafrison Idris 56 AKIVI Drh Setyo Widodo
57 AKTIVI Drh Silfiana Ganda
58 AMVI Dr Drh Joko Pamungkas
59 APARVI Drh Risa Tiuria
60 APARVI Prof Dr Drh Upik Kesumawati
61 APVI Prof Drh Bambang Pontjo Priosoeryanto APVet
62 ASKESMAVETI Drh Sri Hartati 63 ASKESMAVETI Drh Fitri
9
Daftar Materi Persidangan Kongres PDHI Ke-18, 2018
Sidang Pleno
Nomor Ketetapan Judul Ketetapan
01/Istimewa/PB-PDHI/XI/2018 Pemilihan Ketua dan Sekretaris Kongres Ke-18 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
01/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tempat Pelaksanaan Kongres Ke-19 Perhimpunan Dokter
Hewan Indonesia Tahun 2022 dan Wakil Ketua Kongres
Ke-18 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tahun 2018
02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Tata-Tertib Kongres Ke-18 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tahun 2018
22/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Prosedur Pemilihan Ketua Umum dan Penyusunan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
03/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Pengesahan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode Masa Bakti 2014–2018
23/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Susunan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode 2018-2022
Komisi A
Nomor Ketetapan Judul Ketetapan
04/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Pokok-pokok Program Kerja Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode Masa Bhakti 2018-2022
05/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
06/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Lagu Mars Dokter Hewan Indonesia
07/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Wilayah Kerja Cabang Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
08/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Pengukuhan Organisasi Non Teritorial
09/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Kedudukan PDHI sebagai Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body/ VSB)
10
Komisi B
Nomor Ketetapan Judul Ketetapan
10/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan mengenai Penyeliaan Paramedis Veteriner dalam Rangka Pelayanan Kesehatan Hewan
11/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Pengembangan Etika Profesi Veteriner
12/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Ketetapan Mengenai Penguatan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia Dengan Mandat Sebagai Komisi Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Laboratorium
13/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan Indonesia
14/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Ketetapan Mengenai Penyusunan Standar Operasi Baku
dan Penyelarasan Perangkat Pelayanan Jasa Medik
Veteriner
Komisi C
Nomor Ketetapan Judul Ketetapan
15/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Peran Aktif PDHI dalam Organisasi Kedokteran Hewan Internasional
16/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Veteriner Indonesia (Indonesia Veterinary Leadership)
17/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Pengembangan dan Penyempurnaan Pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (UKDHI)
18/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Ketetapan Mengenai Dukungan dan Partisipasi Aktif terhadap Persiapan dan Pelaksanaan Akreditasi Program Studi Kedokteran Hewan melalui Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes)
19/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan mengenai Pengembangan Skema Kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Kesehatan Hewan (LSP-Keswan)
20/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Dukungan dan Partisipasi Aktif terhadap Penyusunan Peraturan Pemerintah Tentang Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan
21/ Kongres Ke-18/PDHI/2018 Ketetapan Mengenai Agenda Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
11
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KEPUTUSAN
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Nomor 01/Istimewa/PB-PDHI/XI/2018
TENTANG
PEMILIHAN KETUA DAN SEKRETARIS
KONGRES KE-18 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun dan mengesahkan ketetapan bagi penyelenggaraan organisasi;
2. bahwa untuk menjalankan tugas tersebut Kongres memandang perlu untuk menetapkan Tata
Cara Pemilihan dan Penetapan Ketua dan Sekretaris Kongres agar Kongres dapat berjalan
lancar yang dipimpin oleh Ketua Umum PB PDHI periode yang akan berakhir.
Mengingat:
1. Pasal 5 dan 14 Anggaran Dasar PDHI
2. Pasal 11 dan 22 Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
1. Tatacara pemilihan Ketua, dan Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 sebagaimana
terlampir.
2. Ketua umum PB PDHI periode 2014-2018, atas persetujuan delegasi PDHI Cabang
memberikan Mandat kepada Ketua Kongres dan Sekretaris Kongres terpilih sebagai berikut:
Ketua : Drh. Laode Mastari, MM
Sekretaris : Drh. Ni Made Restiati, Mphil
12
3. Untuk memimpin dan melaksanakan Kongres Ke-18 PDHI dengan sebaik–baiknya.
Diputuskan di Bali Pada tanggal 01 November 2018 Ketua Umum PB PDHI Periode 2014-2018 (Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K))
13
Lampiran: TAP. Nomor 01/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: TATA CARA PEMILIHAN KETUA, WAKIL KETUA DAN SEKRETARIS KONGRES
Ke-18 PDHI
TATA CARA PEMILIHAN KETUA, WAKIL KETUA DAN
SEKRETARIS KONGRES Ke-18 PDHI
Pasal 1
Pembukaan Kongres dimulai dengan pemilihan Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Kongres ke-18
PDHI dipimpin oleh Ketua Umum PB PDHI masa 2014-2018
Pasal 2
(1) Ketua Kongres dipilih dari delegasi peserta Kongres.
(2) Calon Ketua Kongres menyatakan kesediaannya.
(3) Ketua Kongres terpilih adalah calon yang memperoleh dukungan suara terbanyak.
(4) Dalam keadaan tidak terpenuhinya butir 2, Ketua Umum PDHI dapat menyarankan seseorang
anggota PDHI Cabang yang dipandang mampu untuk menjadi Ketua Kongres dengan
persetujuan forum Kongres.
(5) Wakil Ketua Kongres adalah Ketua PDHI Cabang yang akan menjadi tempat dimana
diselenggarakannya Kongres Ke-19 PDHI tahun 2022.
(6) Sekretaris Kongres adalah Ketua atau salah satu pengurus PDHI Cabang tempat
diselenggarakannya Kongres Ke-18 PDHI tahun 2018 (PDHI Cabang Bali).
Pasal 3
(1) Dalam hal pemilihan Ketua Kongres pada pasal 2 ayat (1), maka Ketua Umum PB PDHI
meminta pendapat forum untuk usulan nama calon Ketua Kongres sekaligus menanyakan
kesediaannya.
(2) Nama calon yang telah menyatakan kesediaannya, dipilih secara musyawarah mufakat.
(3) Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pemilihan dilaksanakan melalui
pengambilan suara (voting) secara tertulis dimana setiap cabang memilih 1 nama calon.
(4) Nama calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai Ketua Kongres Ke-18
PDHI Tahun 2018.
(5) Dalam hal terdapat 2 nama calon dengan jumlah suara terbanyak yang sama, maka dilakukan
pemilihan ulang terhadap 2 calon tersebut.
(6) Nama calon yang memperoleh suara terbanyak pada ayat (5) di atas, ditetapkan sebagai
Ketua Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
Pasal 4
(1) Setelah terpilihnya Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018,
Ketua Umum PB PDHI menyerahkan Pimpinan Persidangan Kongres Ke-18 Tahun 2018
kepada Ketua Kongres terpilih.
(2) Ketua Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 bertugas dan bertanggung jawab untuk memimpin
jalannya Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 sesuai dengan Tata Tertib dan Agenda Kongres.
Pasal 5
Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Ketua Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 setelah memperoleh persetujuan Kongres.
14
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 01/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
TEMPAT PELAKSANAAN KONGRES KE-19 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
TAHUN 2022 DAN WAKIL KETUA KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa masa Kepengurusan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB
PDHI) adalah selama masa antara dua Kongres yang lamanya 4 (empat) tahun.
2. bahwa Kota Makassar sebagai tempat pelaksanaan Kongres berikutnya, dipandang
memenuhi persyaratan sebagai tempat Kongres Ke-19 PDHI Tahun 2022.
Mengingat:
1. Pasal 14 Anggaran Dasar PDHI;
2. Pasal 22 ayat (6) Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat
Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
1. Kongres Ke-19 PDHI Tahun 2022 diselenggarakan di Kota Makassar
2. Kepada PB PDHI Periode masa bhakti 2018–2022 dan Pengurus PDHI Cabang Sulawesi
Selatan agar dapat melaksanakan Kongres tersebut dengan sebaik–baiknya.
3. Drh. Anak Agung Joni Wahyuda sebagai wakil ketua Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 01 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
15
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG TATA-TERTIB KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang: 1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan organisasi untuk masa antara dua Kongres;
2. Bahwa untuk menjalankan tugas tersebut Kongres memandang perlu untuk menetapkan Agenda Acara Kongres dan Tata Tertib Kongres agar Kongres dapat berjalan lancar dan dapat menyelesaikan tugasnya dalam satu Ketetapan Kongres.
Mengingat: 1. Pasal 14 Anggaran Dasar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia 2. Pasal 11 dan 22 Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Tata-Tertib Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 sebagaimana terlampir
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 01 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
16
Lampiran: TAP. Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 Tentang: TATA-TERTIB KONGRES KE-18 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
TAHUN 2018
TATA TERTIB KONGRES KE-18 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
BAB I
Peserta
Pasal 1 Peserta Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 terdiri dari: 1. Peserta Delegasi adalah utusan PDHI Cabang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang disertai
surat mandat dari masing-masing PDHI Cabang dan memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA). 2. Peserta Peninjau adalah:
a. Utusan PDHI Cabang sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang dengan surat mandat dari masing-masing PDHI Cabang sebagai peninjau.
b. Utusan Organisasi Non Teritorial (ONT) sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dengan surat mandat dari masing-masing Ketua ONT.
c. Fungsionaris Pengurus Besar Periode 2014-2018, d. Majelis Kehormatan Perhimpunan, e. Memiliki KTA
3. Peserta Kehormatan adalah perorangan/wakil instansi yang ditunjuk/diundang oleh PB PDHI.
Pasal 2
(1) Peserta Delegasi mempunyai hak bicara dan hak suara. (2) Peserta Peninjau mempunyai hak bicara. (3) Peserta Kehormatan hanya memiliki hak memberi saran
Pasal 3
(1) Kongres dianggap sah apabila dihadiri oleh paling sedikit sebanyak 2/3 jumlah PDHI Cabang yang telah disahkan.
(2) Besarnya jumlah suara setiap PDHI Cabang ditentukan berdasarkan acuan sebagai berikut: a. Jumlah anggota yang sah, memiliki KTA yang masih berlaku b. Jarak dari lokasi PDHI Cabang berada ke lokasi Kongres
(3) Jumlah suara setiap PDHI Cabang Perhimpunan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Suara = Jumlah Anggota/10 + suara tambahan
a. besaran suara berdasarkan jumlah anggota adalah sebagai berikut: Jumlah anggota cabang dibagi sepuluh (10)
b. Besaran suara tambahan berdasarkan jarak geografis linier antara lokasi Cabang Perhimpunan berada ke titik Kongres adalah sebagai berikut:
1. Jarak 0-500 km mempunyai tambahan hak = 1 suara 2. Jarak 501-1000 km mempunyai tambahan hak = 2 suara 3. Jarak > 1000 mempunyai tambahan hak = 3 suara
17
BAB II Pimpinan Sidang dan Pengambilan Keputusan
Pasal 4
(1) Kongres dipimpin oleh seorang Ketua, dibantu oleh seorang Wakil Ketua dan Sekretaris Kongres.
(2) Pembagian tugas antara Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Kongres ditetapkan oleh Ketua Kongres.
(3) Ketua Kongres dapat menunjuk Tim Perumus dan atau para pembantu lainnya dari anggota delegasi kongres untuk membantu menyempurnakan Keputusan-Keputusan Kongres demi kelancaran penyelenggaraan Kongres.
Pasal 5
(1) Kongres bertugas untuk: a. Menerima dan mengesahkan/menolak pertanggungjawaban Ketua Umum PB PDHI
Periode 2014-2018. b. Menyusun dan mengesahkan Pokok-Pokok Program Kerja PDHI Periode 2018-2022. c. Memilih Ketua Umum PB PDHI Periode 2018-2022 d. Membuat Keputusan dan Ketetapan tentang :
1. Hasil-hasil kesepakatan yang dicapai pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang dilaksanakan selama Periode 2014-2018
2. Hasil-hasil kesepakatan yang dicapai pada Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 3. Menetapkan hal-hal lain yang dipandang penting bagi kemajuan profesi dan
kemandirian organisasi profesi kedokteran hewan. (2) Acara/agenda sidang-sidang Kongres ditetapkan/disahkan oleh Kongres.
Pasal 6
Apabila jumlah PDHI Cabang Peserta Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 tidak mencapai kuorum sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (1), maka:
1. Dilakukan musyawarah Peserta Delegasi Kongres yang hadir untuk menetapkan keabsahan Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018;
2. Berdasarkan pasal 6 ayat (1), Ketua Kongres memutuskan bahwa Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 sah.
Pasal 7
(1) Pengambilan keputusan dalam Kongres dilaksanakan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila setelah diusahakan dengan jalan musyawarah sebagaimana pasal 7 ayat (1) di atas tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
BAB III
Agenda Acara Kongres
Pasal 8 1. Agenda acara Kongres terdiri dari Sidang Pleno dan Sidang Komisi yang disusun secara runut
dan sistematis sehingga tujuan Kongres tercapai 2. Pelaksanaan Sidang Pleno dan Sidang Komisi dapat didampingi oleh narasumber atas
persetujuan Ketua Kongres
Pasal 9 Agenda acara Kongres sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 adalah sebagai berikut:
1. Sidang Kongres dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 dan Pernyataan Kepengurusan PDHI Periode 2014-2018 demisioner.
2. Sidang kongres terdiri dari:
18
a. Sidang Pleno b. Sidang Komisi
3. Sidang Pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a di atas berisi: a. Penetapan tata-tertib Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 b. Pembacaan Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum Pengurus Besar PDHI
Periode 2014-2018 c. Tanggapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum Pengurus Besar
PDHI Periode 2014-2018 d. Penerimaan dan Pengesahan Laporan Pertanggungjawaban dan penyampaian
apresiasi kepada Ketua Umum PB PDHI Periode 2014–2018 e. Pengelompokan peserta Kongres ke dalam forum Sidang Komisi dan pembacaan
narasumber untuk masing-masing Sidang Komisi: f. Penyampaian laporan masing-masing komisi g. Perumusan hasil sidang komisi sebagai bahan Ketetapan Kongres h. Penetapan hasil keputusan Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 i. Penetapan prosedur dan pelaksanaan pemilihan Ketua Umum PB PDHI Periode
2018-2022 j. Penyerahan hasil keputusan Kongres dari Ketua Kongres kepada Ketua Umum
PB PDHI 2018-2022 k. Sambutan Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Periode 2018-2022
4. Sidang Komisi sebagaimana dimaksud ayat (2) butir b terdiri atas: a. Komisi A: Organisasi dan Program Kerja b. Komisi B: Etik dan Kode Etik c. Komisi C: Penyeliaan, Pendidikan, dan Keilmuan Veteriner
Pasal 10
Urutan agenda acara Kongres tersebut di atas dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi
BAB IV Tata Tertib Persidangan
Pasal 11
Peserta Kongres wajib hadir di ruang persidangan 15 menit sebelum acara dimulai dan menempati kursi yang telah disediakan.
Pasal 12 (1) Ketua Kongres bertanggung jawab atas jalannya persidangan. (2) Ketua Kongres memberikan dan mengatur waktu sebaik-baiknya bagi peserta delegasi untuk
menyampaikan hak bicara dan atau hak suaranya. (3) Ketua Kongres memberikan dan mengatur waktu sebaik-baiknya bagi peserta peninjau dan
kehormatan untuk menyampaikan hak bicara dan saran. (4) Ketua Kongres berhak menganulir interupsi dari peserta kongres terhadap usulan/materi
yang tidak relevan maupun yang berpotensi menimbulkan konflik pribadi.
Pasal 13 (1) Peserta Kongres wajib mengikuti tata tertib dan jalannya persidangan dengan baik. (2) Peserta Kongres wajib meminta izin kepada Ketua Kongres bila hendak meninggalkan
ruangan sidang pleno. (3) Peserta Kongres wajib mengisi daftar absensi.
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Ketua Kongres
setelah memperoleh persetujuan Kongres.
19
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 03/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENGESAHAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PERIODE 2014–2018
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Ketua Umum PB PDHI dipilih dan bertanggung jawab kepada Kongres;
2. bahwa masa jabatan Ketua Umum PB PDHI adalah 4 (empat) tahun, dan karenanya pada masa
akhir jabatannya wajib memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Kongres;
3. bahwa Kongres sebagai kelengkapan organisasi PDHI yang memegang kekuasaan tertinggi
perlu membahas dan mengambil keputusan untuk menerima atau menolak
pertanggungjawaban tersebut dalam sebuah Ketetapan Kongres.
Mengingat:
1. Pasal 14 Anggaran Dasar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
2. Pasal 11 dan 22 Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
3. TAP nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan:
1. Naskah Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum PB PDHI Periode 2014-2018;
2. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Menerima laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum PB PDHI Periode 2014 – 2018 dengan
beberapa catatan terlampir.
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
20
Lampiran 1 : TAP. Nomor 03/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KETUA UMUM PB PDHI PERIODE 2014 – 2018
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PERIODE MASA BAKTI 2014-2018
Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K)
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
Mandataris Kongres PDHI ke 17 tahun 2014 di Palembang
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kita keluarga
besar dokter hewan dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia melalui perwakilan delegasi PDHI Cabang dan Organisasi Non Teritorial (ONT) PDHI
dapat berkumpul kembali dalam rangka Kongres ke 18 PDHI di Nusa Dua, Bali.
Perkenankan saya selaku mandataris Kongres ke 17 PDHI tahun 2014 pada kesempatan yang
baik ini menyampaikan laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar PDHI periode 2014-2018
atas pelaksanaan program kerja dan ketetapan kongres yang ditetapkan pada tahun 2014 di
Palembang.
Laporan pertanggungjawaban disusun dalam 4 (empat) bagian yaitu (1) Pendahuluan, (2)
Pelaksanaan Program, (3) Tantangan ke Depan, dan (4) Penutup. Laporan keuangan Pengurus
Besar PDHI termasuk laporan keuangan Yayasan Hemera Zoa akan disampaikan secara terpisah,
namun merupakan satu kesatuan dengan laporan pertanggungjawaban ini.
PENDAHULUAN
Dalam perjalanan pengabdian profesi, tidak dapat dipungkiri bahwa kita telah dihadapkan
dengan berbagai permasalahan dan peristiwa yang bersifat global, nasional, regional, lokal
ataupun spesifik yang terkait erat dengan keterlibatan pemerintah, masyarakat luas, bahkan
keterlibatan profesi kedokteran hewan itu sendiri. Untuk itu kita perlu terus menempa sense of
crisis untuk menjunjung tinggi amanat penderitaan rakyat di satu sisi dan mengembangkan sense
of belonging terhadap profesi di sisi yang lain. Kita harus mampu melakukan manajemen
perubahan menuju citra dan reputasi profesi kedokteran hewan yang lebih baik, yaitu dengan
memahami berbagai permasalahan dan perkembangan yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kinerja dan pengabdian profesi kedokteran hewan saat ini dan di masa
depan.
Sejumlah permasalahan tersebut meliputi: kemiskinan, pengangguran, ketersediaan dan
stabilitas harga pangan dan energi serta berbagai permasalahan lainnya. Tantangan yang
dihadapi dalam mengatasi sejumlah permasalahan tersebut juga akan menjadi semakin besar
mengingat semakin terbatasnya sumberdaya yang tersedia dan semakin tingginya dinamika
berbagai variabel yang mempengaruhi penyelesaian terhadap sejumlah permasalahan tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk, perubahan iklim, intensitas bencana yang cenderung meningkat
serta kondisi sosial politik nasional, regional dan global merupakan variabel-variabel yang akan
menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan tersebut. Peningkatan
jumlah penduduk akan berimplikasi terhadap semakin tingginya kebutuhan penyediaan pangan,
energi dan penyediaan lapangan pekerjaan. Di sisi lain, perubahan iklim dan intensitas bencana
21
yang cenderung meningkat berpotensi menurunkan kemampuan kita dalam berproduksi, baik
produksi pangan maupun non pangan. Oleh karena itu, berbagai pendekatan dan paradigma baru
serta inovasi dibutuhkan dalam mengatasi sejumlah permasalahan tersebut.
Sampai saat ini, tekanan terhadap permintaan bahan pangan dan energi yang menjadi kebutuhan
pokok masyarakat belum mampu dipenuhi dari produksi nasional. Disamping menyangkut aspek
ketersediaan, fluktuasi harga pangan dan energi juga menjadi isu yang kerapkali menjadi
perhatian masyarakat. Tekanan harga pangan dan energi yang cenderung meningkat juga
menjadi tantangan yang masih akan dihadapi di masa mendatang.
Perkembangan yang terjadi saat ini juga dicirikan oleh semakin berkembangnya teknologi
informasi dalam berbagai bidang kehidupan. Saat ini kita sudah memasuki era Revolusi Industri
4.0 yang ditandai dengan kemunculan supercomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi,
editing genetic dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih
mengoptimalkan fungsi otak. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era Revolusi
Industri 4.0 akan mengubah dunia sebagaimana revolusi industri sebelumnya.
Era Revolusi Industri 4.0 memiliki inti perubahan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dan pengaruhnya yang lebih dalam di setiap aktivitas kehidupan manusia.
Perkembangan IPTEK di era Revolusi Industri 4.0 akan memberikan kemajuan signifikan dari
segi penggunaan kecerdasan buatan dan digitalisasi sistem yang akan mendorong pertukanan
arus informasi secara lebih cepat dan komprehensif. Hal ini akan sangat berdampak pada
pergeseran peran tenaga manusia yang akan digantikan dengan mesin. Struktur ekonomi yang
dulunya didominasi sektor agraris akan beralih menuju sektor manufaktur. Perekonomian juga
dicirikan dengan kemunculan kota-kota industri dan fenomena urbanisasi.
Fenomena ini justru bertentangan dengan keadaan Indonesia yang akan menghadapi periode
bonus demografi pada tahun 2030. Bonus demografi ditandai dengan jumlah penduduk usia
produktif (15-64 tahun) yang mencapai sekitar 70% dari seluruh angkatan kerja di suatu negara.
Bonus demografi pada dasarnya merupakan anugerah dalam proses percepatan pembangunan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akan tetapi jika tidak dimaksimalkan
dengan baik, potensi ini justru akan menyebabkan peningkatan pada sektor kemiskinan,
kesenjangan, hingga kriminalitas.
Revolusi Industri 4.0 pada awalnya akan menyebabkan pengurangan kebutuhan tenaga manusia.
Akan tetapi, fenomena ini justru akan membawa peluang pekerjaan baru di bidang yang lain. Para
ahli ekonomi percaya bahwa fokus utama pada masa depan bukan berkurangnya lowongan
pekerjaan, melainkan kurangnya kemampuan tenaga manusia yang sesuai dengan jenis-jenis
pekerjaan di masa depan. Tenaga manusia yang berkualitas akan menjadi perebutan akibat
perkembangan teknologi yang mendorong setiap orang harus memiliki keahlian dan kompeten
dalam pekerjaan tertentu. Tantangan Indonesia ke depan adalah bagaimana menerapkan
komposisi kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong tumbuhnya Sumberdaya Manusia yang
mampu bertahan dalam keadaan ekonomi disrupsi dan penuh dengan ketidakpastian. Arah
kebijakan dan program-program pemerintah juga harus berfokus pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui perkembangan sektor pendidikan, ekonomi dan infrastruktur
pelayanan.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam laporan pertanggungjawaban ini meliputi pelaksanaan dari Ketetapan
Kongres ke 17 PDHI 2014 yang mencakup:
22
1. Dinamika Lingkungan Internal, yaitu pelaksanaan dari Ketetapan Kongres ke 17 PDHI
2014 yang bersifat internal seperti keorganisasian, keanggotaan, administrasi dan
kesekretariatan, dan pelaksanaan program kerja internal.
2. Diamika Lingkungan Eksternal, yaitu pelaksanaan dari Ketetapan Kongres ke 17 PDHI
2014 yang bersifat eksternal yang mencakup aspek respek dan reputasi, aliansi dan
kemitraan, dan advokasi dan legislasi.
PELAKSANAAN PROGRAM KERJA
1. Dinamika Lingkungan Internal
1.1. Keorganisasian dan Kesisteman
Sesuai dengan Tap. Nomor 21/Kongres Ke-17/PDHI/2014 Tentang Susunan Pengurus
Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Periode Masa Bakti 2014-2018, struktur
organisasi Pengurus Besar PDHI yang terdiri atas Ketua Umum dengan 3 Wakil Ketua
yang membawahi Bidang Organisasi dan Keanggotaan; Bidang Hukum, Advokasi dan
Pencerahan Masyarakat; dan Bidang Keilmiahan dan Standarisasi Profesi yang
dilengkapi dengan Komisi-Komisi pendukungnya, serta peran Sekretaris Jenderal
beserta para Wakil Sekretaris Jenderal I,II,III dirasakan cukup fleksibel dan efisien.
Struktur dan pembagian penanganan urusan dalam kepengurusan PBPDHI hingga tahun
2018 ini cukup efektif dalam menangani banyak jenis urusan keorganisasian dan
keprofesian veteriner yang merupakan tantangan dalam meningkatkan eksistensi dan
peran profesi di Indonesia, khususnya di era otonomi daerah. Sebagai organisasi profesi,
PDHI khususnya Pengurus Besar di tingkat pusat harus tanggap dan mengupayakan
berbagai langkah yang dapat membawa dokter hewan dihargai, berperan jelas dan tidak
terabaikan dengan memberikan pandangan-pandangan dan argumentasi yang secara
ilmiah dapat dipertanggung jawabkan, memenuhi nilai-nilai etika veteriner dan sumpah
profesi, bermartabat dan bebas dari pengaruh politik dan uang.
1.2. Pemekaran dan Penguatan Organisasi
Dalam periode masa kerja 2014-2018 telah terjadi penambahan/pemekaran PDHI
Cabang sebanyak 5 Cabang, yaitu PDHI Cabang Jawa Timur 8, Jawa Timur 9, Jawa Timur
10, Jawa Barat 6, dan Maluku Utara, sehingga saat ini sudah terdapat 52 PDHI Cabang di
Indonesia.
23
Tabel 1. Nama PDHI Cabang dan Jumlah Anggota (update per 22 Oktober 2018)
No. Nama PDHI Cabang Jumlah Anggota
No. Nama PDHI Cabang
Jumlah Anggota
No. Nama PDHI Cabang
Jumlah Anggota
1 Aceh 327 19 Jawa Barat 6 33 37 Bali 470 2 Sumatera Utara 263 20 Jawa Tengah 1 210 38 Kalimantan Barat 66
3 Riau 211 21 Jawa Tengah 2 99 39 Kalimantan Tengah 69 4 Kepulauan Riau 122 22 Jawa Tengah 3 380 40 Kalimantan Selatan 102
5 Jambi 96
23 Jawa Tengah 4 217
41 Kalimantan Timur 1
84
6 Sumatera Barat 211
24 Jawa Tengah 5 53
42 Kalimantan Timur 2
43
7 Sumatera Selatan 143 25 Jawa Tengah 6 27 43 Sulawesi Utara 46 8 Bengkulu
59 26 Daerah Istimewa
Yogyakarta 892
44 Gorontalo 32
9 Lampung 145 27 Jawa Timur 1 818 45 Sulawesi Tengah 43
10 Bangka Belitung 41 28 Jawa Timur 2 591 46 Sulawesi Tenggara 21 11 Banten 1 50 29 Jawa Timur 3 63 47 Sulawesi Selatan 315
12 Banten 2 324
30 Jawa Timur 4 74
48 Nusa Tenggara Barat 1
298
13 DKI Jakarta 345
31 Jawa Timur 5 71
49 Nusa Tenggara Barat 2
43
14 Jawa Barat 1 272
32 Jawa Timur 6 100
50 Nusa Tenggara Timur
166
15 Jawa Barat 2 784 33 Jawa Timur 7 62 51 Maluku Utara 5 16 Jawa Barat 3 81 34 Jawa Timur 8 59 52 Papua 222
17 Jawa Barat 4 63 35 Jawa Timur 9 58 18 Jawa Barat 5 196 36 JawaTimur 10 65
Sementara itu menurut Anggaran Rumah Tangga Pasal 17 ayat 1, PB PDHI mempunyai
wewenang untuk mendorong terbentuknya ikatan dokter hewan yang bernaung di
bawah PDHI menurut kesamaan minat, kesamaan keahlian dan kesamaan bidang kerja,
yaitu Organisasi Non Teritorial (ONT). ONT adalah organisasi yang hanya beraktivitas
ilmiah yang bermanfaat dan meningkatkan kompetensi anggotanya serta membuat
aturan-aturan etikal ilmiah keprofesian sesuai kelompoknya.
Dalam periode masa kerja 2014-2018 telah terjadi penambahan sebanyak 5 ONT, yaitu
(1) Asosiasi Dokter Hewan Pengobatan Tradisional Cina Indonesia (ADHPTCI); (2)
Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI); (3) Asosiasi Dokter Hewan
Megafauna Akuatik Indonesia (ADHMAI); (4) Asosiasi Mikrobiologi Veteriner Indonesia
(AMVI). Sedangkan Asosiasi Dokter Hewan Akupunkturis Indonesia (ADHAI) berubah
menjadi (5) Asosiasi Akupunktur dan Terapi Integratif Veteriner Indonesia (AKTIVI).
Tabel 2. Nama Organisasi Non Teritorial (ONT) No. Nama Organisasi Non Teritorial 1. Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI) 2. Ikatan Dokter Hewan Sapi Perah Indonesia (IDHSPI) 3. Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI) 4. Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia (ADHPHKI) 5. Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN) 6. Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) 7. Asosiasi Patologi Veteriner Indonesia (APVI) 8. Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI) 9. Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia (AFFAVETI) 10. Asosiasi Dokter Bedah Veteriner Indonesia (ADBVI) 11. Asosiasi Kedokteran Interna Veteriner Indonesia (AKIVI) 12. Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI) 13. Asosiasi Dokter Hewan Kuda Indonesia (ADHKI) 14. Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (AMERVI) 15. Asosiasi Parasitologi Veteriner Indonesia (APARVI) 16. Asosiasi Dokter Hewan Pengobatan Tradisional Cina Indonesia (ADHPTCI) 17. Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI) 18. Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (ADHMAI) 19. Asosiasi Mikrobiologi Veteriner Indonesia (AMVI) 20. Asosiasi Akupunktur dan Terapi Integratif Veteriner Indonesia (AKTIVI)
24
1.3. Keanggotaan dan Integritas
Keanggotaan PDHI telah menjadi legalitas seorang dokter hewan khususnya bagi yang
aktif bekerja dengan menggunakan ilmu-ilmu kedokteran hewan di sektor bidang kerja
Kesehatan Hewan. Kategori dokter hewan yang disyaratkan memiliki legalitas
profesionalnya diatur pemerintah melalui UU No.18 tahun 2009 jo UU No.41 tahun 2014
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan melalui peraturan turunannya PP No. 3
tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner menyebutkan bahwa Tenaga Kesehatan Hewan
adalah orang yang menjalankan aktivitas di bidang Kesehatan Hewan berdasarkan
kompetensi dan kewenangan Medik Veteriner yang hierarkis sesuai dengan pendidikan
formal dan/atau pelatihan Kesehatan Hewan bersertifikat.
Dengan demikian, organisasi profesi harus memiliki data base para dokter hewan yang
teregistrasi (memiliki nomor registrasi yang keaktifannya terjaga setiap 4 tahun),
mengakui kompetensinya sebagai dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan
yang terakreditasi (mengakui ijazah yang diterbitkan FKH) serta mensyaratkan
kesertaan pada kegiatan-kegiatan ilmiah (pendidikan berkelanjutan) untuk
meningkatkan kompetensinya.
Untuk penjaminan anggota PDHI yang melayani masyarakat dan mengantisipasi adanya
masalah hukum, maka setiap dokter hewan yang legal harus memiliki 3 dokumen yaitu:
1. Kartu Tanda Anggota
2. Nomor registrasi dalam bentuk Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV)
3. Sertifikat Kompetensi
Anggota PDHI dari tahun ke tahun makin meningkat, menunjukkan kesadaran tinggi dari
para anggota bahwa legalitas merupakan suatu keniscayaan. Jumlah anggota menurut
PDHI Cabang dapat dilihat pada tabel 1.
1.4. Internalisasi Kode Etik, dan Prinsip-prinsip Kesejahteraan Hewan
PB PDHI telah melakukan sosialisasi ke cabang-cabang yang meminta atau ditawarkan
untuk adanya pencerahan mengenai etika dan prinsip kesejahteraan hewan.
Pemahaman etika dan prinsip kesejahteraan hewan juga dilakukan kepada lingkungan
fakultas kedokteran hewan baik pimpinan maupun para mahasiwa sebagai aturan
hukum, etika maupun keilmiahannya.
Saat ini seluruh Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia telah memasukkan Etika dan
Legislasi sebagai salah satu mata kuliah wajib di dalam kurikulumnya.
Selain itu PB PDHI bekerjasama dengan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengadakan seminar, workshop,
TOT antara lain:
a. TOT Kesrawan pada sapi, babi, dan unggas
b. Pelatihan Kesrawan untuk Peternak penerima Bantuan sapi pemerintah di Aceh,
Sumatera Utara, dan Riau
c. Pelatihan Kesrawan Rumah Potong Hewan di Semarang, Solo, dan Malang
d. Pelatihan Kesrawan pada babi di Siborong-borong Sumatera Utara
e. Penyusunan Pedoman dan Materi Training Kesrawan
1.5. Keprofesionalan dan Kepemimpinan
Di dalam organisasi Pengurus Besar PDHI masa bakti 2014-2018 telah dibentuk Komisi
Pengembangan Kepemimpinan Veteriner (Veterinary Leadership) sesuai dengan
rekomendasi Tap. Nomer 07/Kongres Ke-17/PDHI/2014 tentang Pokok-pokok Program
25
Kerja PDHI. Komisi ini bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan dan AusAid telah mengadakan pelatihan kepemimpinan veteriner
(veterinary leadership) secara rutin terutama untuk dokter hewan pemerintah dan
mengajak pula dokter hewan non pemerintah.
Menindaklanjuti Tap. Nomor 09/Kongres Ke-17/PDHI/2014 tentang Penyelenggaraan
Ujian Nasional Sertifikasi Dokter Hewan Indonesia dan menyelaraskan implementasi
dari Tap. Nomor 17/Kongres Ke-16/PDHI/2010 tentang Ujian Nasional Sertifikasi
Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (Ujinas SKDHI), maka pelaksanaan Ujinas SKDHI
telah berjalan dengan baik bagi lulusan dokter hewan baru sejak Juni 2010. Sedangkan
bagi lulusan dokter hewan sebelum Juni 2010 diberlakukan sistem pemutihan. Kebijakan
ini diambil setelah diadakannya pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2014.
Ujinas SKDHI diselenggarakan oleh Komite yang dibentuk bersama oleh PB PDHI dan
Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia, yaitu Komite Ujian Nasional Sertifikasi
Kompetensi Dokter Hewan Indonesia. Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan
ditandatangani oleh Ketua Umum PB PDHI dan Ketua Komite Ujinas SKDHI sebagai
representasi dari AFKHI (sesuai dengan Permendikbud No. 81 tahun 2014, pasal 17).
Dengan bergantinya Kemendikbud menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah terjadi pula berbagai perubahan terkait
profesi kedokteran hewan. Penjelasan yang lebih rinci akan disampaikan pada bagian
lain dalam laporan pertanggungjawaban ini.
2. Dinamika Lingkungan Eksternal
2.1. Respek dan Reputasi
Membangun respek masyarakat terhadap profesionalitas dokter hewan
Definisi veteriner menurut UU No. 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18
tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berbunyi “segala urusan
menyangkut hewan, produk hewan dan penyakit-penyakitnya”, semakin memperkuat
posisi dan peran dokter hewan. Peran dokter hewan sangat penting dalam kehidupan
manusia karena dokter hewan mempunyai fungsi yang sangat kompleks (fungsi
veteriner), yaitu safety, security, assurance, animal welfare dan animal health services.
Perkembangan demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64
tahun) yang mencapai sekitar 70% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia, juga
memberikan kontribusi terhadap pemahaman masyarakat atas peran penting dokter
hewan tersebut.
Melalui berbagai kegiatan advokasi dan pencerahan masyarakat, baik yang dilakukan
oleh Pengurus Besar PDHI maupun PDHI Cabang di seluruh Indonesia dengan berbagai
kegiatan seperti pemeriksaan hewan kurban, layanan kesehatan hewan terpadu
bersama Dinas-Dinas terkait, talk show, peringatan hari besar terkait dunia veteriner,
pameran, dan Indo Pet Expo telah memberikan pemahaman yang lebih baik kepada
masyarakat tentang profesi veteriner, dengan demikian respek masyarakatpun
meningkat. Peningkatan respek masyarakat terhadap profesi veteriner juga mengangkat
reputasi dokter hewan di mata masyarakat.
Terhadap isu-isu nasional maupun internasional yang berkembang, PB PDHI turut
berkontribusi memberikan saran, masukan bahkan respon aksi melalui beberapa
aktivitas antara lain:
26
1) Pada tahun 2015, PB PDHI telah mengirimkan sebanyak 36 orang anggota PDHI
untuk mengikuti Pelatihan Asesor Kompetensi yang diadakan oleh Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP). Asesor Kompetensi yang telah dimiliki oleh PB PDHI
inilah yang kemudian diberi tugas untuk membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi di
bawah PDHI sesuai dengan perintah dalam TAP Nomor 11/Kongres Ke-
17/PDHI/2014 tentang Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Kedokteran
Hewan Ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Alhamdulillah, Lembaga Sertifikasi Profesi Kesehatan Hewan (LSP Keswan) telah
terbentuk, dengan Direkturnya adalah Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoerjanto, MS,
PhD, APVet. Beberapa skema kompetensi telah dibuat dan LSP Keswan telah
melaksanakan beberapa kali asesmen antara lain untuk skema kompetensi Juru
Sembelih Halal, Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium, dan Penanggung Jawab
Teknis Instalasi Karantina Hewan.
2) Bersama dengan ASOHI mengangkat isu mengenai obat hewan antara lain terkait
kesulitan praktisi hewan kecil untuk memperoleh obat hewan, terkait isu
Antimicrobial Resistant (AMR). Kerjasama antara PB PDHI dan ASOHI mendapatkan
respon positif dari pemerintah, sehingga terbit regulasi sebagai solusi atas
permasalahan tersebut. Selain itu PB PDHI juga aktif menjadi narasumber dalam
Pelatihan Penanggungjawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) yang rutin
diselenggarakan oleh ASOHI bekerjasama dengan Direktorat Kesehatan Hewan,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Di masa yang akan datang
para peserta pelatihan PJTOH ini diarahkan untuk disertifikasi oleh LSP Keswan.
Skema kompetensi PJTOH sudah disiapkan.
3) Perubahan kebijakan pemerintah mengenai importasi hewan dan produk hewan
dari yang semula country base menjadi zone base memerlukan langkah-langkah
antisipatif terhadap implikasi dampak kebijakan tersebut. Salah satu langkah
antisipatif yang diambil oleh pemerintah saat itu adalah menyiapkan pulau karantina
sebagaimana perintah pada UU No. 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18
tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pasal 36D. PB PDHI telah
diminta saran dan pendapatnya oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
mengenai hal tersebut dan masukan dari PB PDHI telah dijadikan bahan
pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan pulau karantina oleh
pemerintah (Kementerian Pertanian, cq. Badan Karantina Pertanian).
4) Tahun 2018 Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games dan merupakan tahun
bersejarah bagi olahraga berkuda di Indonesia, mengingat belum bebasnya
Indonesia dari beberapa penyakit kuda yang dipersyaratkan bagi tuan rumah
penyelenggara event olahraga berkuda Internasional. Setelah melalui berbagai
upaya dan dengan bimbingan tenaga ahli dari OIE, akhirnya Indonesia melalui
Kementerian Pertanian berhasil memperoleh sertifikat Equine Disease Free Zone
(EDFZ) sehingga dapat menyelenggarakan cabang olahraga berkuda pada Asian
Games. Untuk itu PB PDHI menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para sejawat
yang tergabung dalam Asosiasi Dokter Hewan Kuda Indonesia (ADHKI) dan para
sejawat dari Pusat Karantina Hewan yang tergabung dalam Ikatan Dokter Hewan
Karantina Indonesia (IDHKI). Tidak kalah perannya, apresiasi juga disampaikan
kepada sejawat dari Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI) dan PDHI
Cabang DKI Jakarta yang telah bekerjasama bahu membahu dalam menyukseskan
perhelatan akbar cabang olahraga berkuda Asian Games 2018.
27
2.2. Aliansi dan Kemitraan
1) Pengembangan jejaring kerjasama dalam negeri dan luar negeri
Informasi dan iptek menjadi komoditas yang sangat berharga dan sangat
berpengaruh terhadap pengembangan organisasi secara berkelanjutan. Oleh karena
itu, penting untuk membangun dan meningkatkan jejaring kerjasama yang sinergis
dengan berbagai pihak nasional maupun internasional.
1.1) Kerjasama dalam negeri antara lain dengan Kementerian Pertanian (Kementan),
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia,
Perhimpunan Kebun Binatang Se Indonesia (PKBSI), Asosiasi Fakultas
Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI), Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia
(ISPI), Indonesia One Health University Network (INDOHUN), Penyelenggara
Indo Livestock Expo dan Forum (PT NAPINDO), Sucofindo, LSM Advokasi
Kesrawan, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Perhimpunan Ikan Hias
Indonesia (PIHI), Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI),
dan organisasi/asosiasi terkait lainnya.
1.2) Kerjasama luar negeri antara lain dengan OIE Sub Regional South East Asia (OIE
SR-SEA), Federation of Asian Veterinary Associations (FAVA), World Veterinary
Association (WVA), Food and Agricultural Organization (FAO), Human Society
Internasional (HSI), Kedutaan Besar Amerika, Kedutaan Besar Australia,
Kedutaan Besar Spanyol, Kedutaan Besar Jepang, World Small Animal
Veterinarian Association (WSAVA), Federation of Asian Small Animal
Veterinarian Associations (FASAVA), Asian Associations of Veterinary School
(AAVS), European School for Advanced Veterinary Studies (ESAVS), South East
Asia Veterinary School Associations (SEAVSA), South East Asian One Health
University Network (SEAOHUN), Meat and Lifestock Australia (MLA), World
Animal Protection (WAP).
Aktivitas kerjasama luar negeri yang dapat dilakukan antara lain adalah
pertukaran (exchange) yang dapat dimaknai sebagai pertukaran sumberdaya
yang dimiliki antar kedua belah pihak, seperti sumber daya manusia. Jaringan
yang dibentuk tidak selalu berupa jaringan fisik berbasis internet, tetapi juga
jaringan non fisik berupa hubungan manusiawi (human relations) yang
melahirkan kepercayaan (trust) dalam menyusun kebijakan dan peraturan yang
disepakati bersama untuk memungkinkan terjadinya pertukaran dalam segala
bidang.
Untuk kegiatan pertukaran sumberdaya manusia, PB PDHI selaku anggota FAVA
mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan anggotanya mengikuti Training
Program for Asian Veterinarian (TPFAV) yang diadakan oleh Japan Veterinary
Medical Association (JVMA) selama satu tahun di Jepang. Pada tahun 2017-2018,
Drh. Leni Sri Lestari (PDHI Cabang Jawa Tengah 4) terpilih mengikuti program
tersebut dan dapat menyelesaikan program dengan baik serta memperoleh
penghargaan sebagai peserta program terbaik dari JVMA. Pada tahun 2018-
2019, Drh. Yoli Zulfadli (PDHI Cabang Sumatera Barat) terpilih mengikuti
program dan saat ini masih berlangsung. Untuk program tahun 2019-2020, PB
PDHI mendapatkan peluang untuk dapat mengirimkan 2 orang dokter hewan.
Namun demikian, sampai dengan batas akhir pengusulan hanya ada 1 orang
28
yang memenuhi persyaratan, yaitu Drh. Didik Nur Hadi (PDHI Cabang Jawa Barat
4) yang diusulkan sebagai kandidat dari PB PDHI.
2) Pengembangan aliansi kesejahteraan hewan
UU No. 18 tahun 2009 pasal 67 menyebutkan penyelenggaraan kesejahteraan hewan
dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama Masyarakat. Dalam
rangka peningkatan penerapan kesejahteraan hewan, PB PDHI bekerjasama dengan
Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Ditkesmavet) telah mengadakan
beberapa pelatihan/TOT tentang Kesrawan di Rumah Potong Hewan, Kesrawan dan
Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong Bantuan Pemerintah, serta menyusun konsep
Standar Kesrawan Nasional.
Kerjasama PB PDHI dan Human Society International (HSI) menyelenggarakan
kegiatan pelatihan kesrawan pada babi dengan melibatkan Asosiasi Dokter Hewan
Monogastrik Indonesia (ADHMI) dan kegiatan kesrawan pada unggas, khususnya
mengenai pemeliharaan ayam petelur dengan sistem bebas sangkar (cage free
system).
Koalisi PB PDHI dan Dog Meat Free Indonesia (DMFI) yang digagas oleh 5 organisasi
non-profit, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Change for Animal Foundation
(CFAF), Animal Friends Jogja (AFJ), Humane Society International (HSI), dan Four
Paws, mengadakan kampanye yang bertujuan menjamin kesejahteraan hewan,
dalam hal ini anjing, dan melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya rabies yang
mungkin tersebar dari konsumsi daging anjing.
3) Pengembangan aliansi medik dan non-medik
Penyeliaan terhadap paramedik telah diamanatkan baik di dalam UU No.18 tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun di dalam Peraturan
Menteri Pertanian No. 02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman Pelayanan
Jasa Medik Veteriner. Dalam rangka aliansi medik dan non-medik, yang dimaksud
“penyeliaan” adalah terkait dengan hubungan antara Dokter Hewan dengan
Paramedik Veteriner. Sedangkan “perujukan” adalah terkait dengan kepakaran
keilmuan dokter hewan yang terukur dengan sertifikasi.
Organisasi Ikatan Paramedik Veteriner Indonesia (IPAVETI) di dalam kongresnya
pada tahun 2011 di Jakarta menyatakan bahwa IPAVETI berada di bawah binaan
PDHI. Namun demikian kemampuan keorganisasian IPAVETI sangat lemah dan tidak
berakar, termasuk komitmen para pengurusnya yang sarat dengan kepentingan
paramedik PNS, padahal paramedik veteriner tidak hanya di pemerintahan, juga di
sektor swasta. Pola pikir berbasis tantangan kompetensi yang bersertifikat serta
perijinan sebagaimana diamanatkan aturan hukum bidang veteriner, belum
dipahami dan belum mampu disosialisasikan. Pada tahun 2016 di Yogyakarta
IPAVETI bertransformasi menjadi PAVETI dan bersama dengan PB PDHI mulai
mendiskusikan konsep penyeliaan dan perujukan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundangan. Pada kesempatan kongres kali ini, PB PDHI mengusulkan
draf konsideran ketetapan kongres tentang penyeliaan paramedik veteriner dalam
rangka pelayanan kesehatan hewan.
4) Pengembangan kemitraan dengan otoritas veteriner/pemerintah
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia adalah organisasi yang independen,
profesional dan berbadan hukum sebagai pembawa suara profesi. Dalam rangka
melaksanakan pemberdayaan potensi tenaga kesehatan hewan dan pembinaan
praktek kedokteran hewan, maka sesuai dengan peraturan perundangan (UU No.
29
18/2009 jo No. 41/2014 dan PP No. 3/2017), PDHI merupakan mitra resmi
pemerintah.
Beberapa program pemerintah yang memerlukan dukungan pemberdayaan tenaga
kesehatan hewan dalam kegiatan veteriner, secara resmi meminta kepada PB PDHI
ataupun PDHI cabang di wilayah kerja kedinasan daerah yang memiliki anggota
untuk membantu pemerintah, antara lain dalam hal pemeriksaan hewan kurban,
pengendalian rabies dan sebagainya.
Dengan terbitnya PP No. 3 tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner, maka diperlukan
revisi dan penyempurnaan beberapa Peraturan Menteri. Sejalan dengan Tap. Nomor
19/Kongres Ke-17/PDHI/2014 Tentang Perlunya Revisi Dan Penyempurnaan
Permentan Nomor 02 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Jasa Medik Veteriner, maka
PB PDHI telah berperan secara aktif memberikan masukan dan dorongan kepada
pemerintah melalui Direktorat Kesehatan Hewan untuk segera merampungkan
revisi dan penyempurnaan Permentan dimaksud. Namun demikian nampaknya apa
yang telah disusun dan didiskusikan serta disepakati masih belum dapat disetujui
sehingga sampai sekarang Permentan tersebut belum terbit. Hal ini berdampak pula
ke daerah, terutama terkait dengan masalah pengurusan perijinan dan jasa layanan
kesehatan hewan.
Hal lain yang saat ini sedang disusun adalah Permentan tentang praktik kedokteran
hewan. Sungguh merupakan suatu kemunduran besar bagi profesi kita, mengingat di
dalam UU No. 18 tahun 2009 pasal 96 disebutkan “Ketentuan praktik kedokteran
hewan dan ketentuan veteriner yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini
akan diatur tersendiri dengan undang-undang”, namun di dalam UU No. 41 tahun
2014 pasal tersebut telah dihapus. Dengan terbitnya PP No. 3 tahun 2017 tentang
Otoritas Veteriner, ketentuan mengenai praktik kedokteran hewan diamanatkan
kembali untuk diatur dalam bentuk Peraturan Menteri.
5) Penyelarasan dan Penyempurnaan Pendidikan Kedokteran Hewan (Tap.
Nomor 13/Kongres Ke-17/PDHI/2014 Tentang Revitalisasi Pendidikan
Kedokteran Hewan)
Keluaran dari Program Revitalisasi Program Pendidikan Kedokteran Hewan tahun
2013 adalah draf Rancangan Permendikbud tentang Pendidikan Kedokteran Hewan,
akan tetapi tidak dapat diproses lebih lanjut, mengingat terjadi pergantian
Kementerian dari Kemendikbud menjadi Kemristekdikti. Namun demikian PB PDHI
bersama dengan AFKHI tetap secara intens mengadakan pertemuan dan
berkoordinasi dengan Kemristekdikti dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan kedikteran hewan di Indonesia.
Alhamdulillah pada tahun 2017, Kemristekdikti melalui Direktur Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, cq. Direktur Penjaminan Mutu telah memberikan
bantuan dana hibah dalam rangka “Peningkatan Mutu Pendidikan Kedokteran
Hewan Menuju Standar Internasional” selama 2 tahun berturut-turut (2017-2018).
Bantuan tersebut diberikan kepada Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk
mengkoordnir pelaksanaan pertemuan, diskusi, review, seminar dan sebagainya.
Keluaran dari program tersebut antara lain adalah (1) draf Peraturan Pemerintah
tentang Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan, yang akan mengatur pendidikan
kedokteran hewan berbagai strata pendidikan, vokasi, akademik, dan profesi; (2)
Pengembangan Sistem Uji Kompetensi Nasional Bidang Kedokteran Hewan; dan (3)
Pembentukan Lembaga Akreditasi Mandiri Bidang Kedokteran Hewan.
30
2.3. Advokasi dan Legislasi
1) Advokasi terkait pemberdayaan tenaga dokter hewan
Mengingat dokter hewan ada di berbagai bidang, maka advokasi profesi dilakukan
dengan mengadakan pendekatan-pendekatan ke berbagai pihak baik
Kementerian/Lembaga non Kementerian yang mempekerjakan dokter hewan
maupun dengan beberapa pemerintahan daerah dengan mendukung dan
mendampingi PDHI Cabang setempat sesuai permintaan. Adapun pendekatan
kepada Kementerian/Lembaga non Kementerian yang memberdayakan tenaga
dokter hewan antara lain sebagai berikut: (1) Kementerian Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi; (2) Kementerian Pertanian (termasuk Badan SDM);
(3) Kementerian Ligkungan Hidup dan Kehutanan; (4) Kementerian Kelautan dan
Perikanan; (5) Kementerian Dalam Negeri; (6) Kementerian Tenaga Kerja; (7)
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; (8) Kementerian Koordinator
Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan; dan (9) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Fokus pendekatan kepada berbagai instansi adalah untuk memperoleh penataan
tenaga kesehatan hewan agar dapat berkembang fungsi dan karirnya sesuai dengan
penataan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, dan memungkinkan terjadinya rekrutmen tenaga dokter hewan secara
wajar.
Alhamdulillah tahun 2018 ini, dengan diakuinya profesi dokter hewan masuk dalam
kelompok rumpun ilmu kesehatan/medik setara dengan dokter dan dokter gigi,
maka telah dibuka formasi untuk tenaga dokter hewan di berbagai instansi pusat dan
daerah. Untuk itu saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para sejawat di
Pengurus Besar dan Pengurus PDHI Cabang yang telah berupaya maksimal
mengargumentasikan kedudukan, posisi, tugas dan fungsi profesi dokter hewan
dalam pembangunan nasional, khususnya dalam bidang kesehatan hewan secara
luas.
2) Penanganan masalah hukum dan etika pada praktik kedokteran hewan
Kategori pelanggaran praktik kedokteran hewan terdiri atas:
a. Pelanggaran terhadap Kode Etik Dokter Hewan
b. Pelanggaran yang dikategorikan sebagai mal praktek yang terdiri dari:
Salah dalam tindakan kedokteran hewan
Memberikan penanganan pada pasien yang kurang tepat bila diukur dari
standar yang seharusnya
Bertindak ilegal untuk kepentingan diri sendiri dalam posisi dipercaya
oleh pengguna jasa
c. Pelanggaran terhadap hukum yang mengatur bidang kesehatan hewan dan
menimbulkan kerugian-kerugian.
Dalam hal adanya pelanggaran praktek kedokteran hewan terjadi 2 situasi:
a. Dilaporkan oleh sesama dokter hewan
b. Dilaporkan oleh pengguna jasa dokter hewan
Penanganan kasus-kasus terkait hukum dan etika sampai saat ini adalah dilakukan
oleh PDHI Cabang masing-masing dengan meminta arahan dari PB PDHI dan
dikonsultasikan kepada Majelis Kehormatan Perhimpunan. Namun demikian
31
terdapat pula kasus-kasus yang meningkat sampai pengadilan, sehingga perlu
adanya penanganan khusus seperti kasus di Sumatera Barat dan yang masih hangat
menimpa sejawat kita anggota PDHI Jawa Barat 2.
TANTANGAN KE DEPAN
Penegakan Kehormatan Perhimpunan
Majelis Kehormatan Perhimpunan yang telah ditetapkan berdasarkan SK PB-PDHI Nomor 20
Skpts/KU/PBPDHI/03-2016 perlu ditindaklanjuti dengan grand design penegakkan kehormatan
perhimpunan yang terdiri dari unsur (1) nilai-nilai dan disiplin internal, (2) keorganisasian, (3)
peran fakultas, (4) tata-hubungan kelembagaan, (5) pendefinisian malpraktik, (6) standar
prosedur operasional, dan (7) perjuangan legal-formal berdasarkan tatanan hukum di Indonesia.
1. Unsur nilai-nilai kehormatan perhimpunan yang telah dimiliki perhimpunan adalah dalam
bentuk sumpah/janji dokter hewan dan kode etik profesi. Nilai-nilai ini perlu
disempurnakan dengan arah yang lebih jelas. Penyempurnaan konsep etika profesi ini
diusulkan untuk dibagi dalam dua kategori, yaitu etika perilaku dan etika medik/keilmiahan.
Penyempurnaan kode etik ini perlu dikaitkan dengan dinamika perkembangan hubungan
antara dokter hewan dengan sejawat dokter hewan, dengan pengguna jasa, dengan pasien
(berbasis kesejahteraan hewan), dengan kepentingan publik, dengan citra-reputasi, serta
dengan nilai-nilai profesi medik veteriner. Adapun disiplin internal perhimpunan adalah
Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga. Penyempurnaannya mengikuti
mekanisme musyawarah dan ditetapkan dalam kongres.
2. Sesuai dengan hasil Musyawarah Kerja Nasional PDHI tahun 2016 telah diamanatkan kepada
seluruh PDHI Cabang dan ONT untuk membentuk Komisi Etik dan Disiplin. Untuk
memperkuat unsur organisasi penegakan kehormatan perhimpunan, setiap PDHI Cabang
dapat menyusun Komisi Etik yang disahkan oleh Ketua Cabang dengan anggota minimum 3
(tiga) orang sesuai persyaratan dan melibatkan ketua dan sekretaris cabang sebagai ex-
officio. Persyaratan tersebut diantaranya adalah berpikir, berkata, dan bertindak positif,
respektif, proaktif, promotif, preventif, akomodatif, advokatif, kolegial, edukatif, etikal, dan
legal.
3. Unsur peran fakultas dalam penegakan kehormatan perhimpunan sekurangnya ditunjukkan
dengan adanya pembinaan fakultas kedokteran hewan secara langsung dalam
penyelenggaraan mata kuliah pengenalan profesi, etika dan legislasi veteriner,
kesejahteraan hewan, serta mata kuliah lainnya yang relevan. Sebagai tahap awal,
penyelarasan dan pengintegrasian kurikulum perlu dilakukan dengan mengacu pada
dokumen RPPKH (2013), sehingga pembekalan kepada calon dokter hewan diperoleh
standar yang lebih baik.
4. Unsur tata hubungan kelembagaan dalam penegakan kehormatan perhimpunan perlu
dilakukan untuk mengefektifkan tata-hubungan organisasi dalam penegakan kehormatan
perhimpunan. Dalam konteks itu setiap gugus organisasi di level pengurus besar, pengurus
cabang, dan pengurus ONT didorong untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Memahami bahwa konsep disiplin internal organisasi bersifat dinamis. Yaitu mengikuti
perkembangan hubungan dokter hewan dengan sejawat dokter hewan, dengan
pengguna jasa, dengan pasien (berbasis kesejahteraan hewan), dengan kepentingan
publik, dengan citra-reputasi dan nilai-nilai profesi medik veteriner. Disiplin internal ini
termuat dalam sumpah/janji dan kode etik profesi, anggaran dasar dan anggaran
rumah-tangga, serta berbagai nuansa praktik kedokteran hewan. Untuk menegakkan
32
disiplin internal ini sebagai entitas hukum, keberadaan peraturan perundangan tentang
Praktik Kedokteran Hewan sangat diperlukan. Dalam batas-batas tertentu muatan
disiplin internal ini telah dicantumkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 jo UU Nomor
41 Tahun 2014.
b. Hakekat ethical leadership dan pengembangannya serta keterkaitannya dengan sumpah
dan kode etik profesi. Hal ini dikaitkan dengan konsep dasar penerapan tindakan medik
secara lege artis serta keterkaitannya dengan prosedur operasi baku (SOP) tindakan
medis secara umum maupun pada spesies tertentu. Selain itu juga memperhatikan
prinsip-prinsip dasar etika dan legislasi veteriner maupun prinsip-prinsip dasar
membangun kesejawatan dan manajemen konflik.
c. Prinsip-prinsip dasar penerapan kesejahteraan hewan serta keterkaitannya dengan
pengembangan prosedur umum manajemen hewan maupun prosedur khusus untuk
masing-masing spesies.
5. Pendefinisian malpraktik sangat penting dikaitkan dengan bentuk tindakan apakah cukup
ditangani oleh komisi etik yang ada di setiap PDHI Cabang atau harus ditangani Majelis
Kehormatan Perhimpunan. Prioritas kegiatan yang perlu dilakukan sehubungan dengan hal
ini adalah:
a. Lingkup tugas dan kewenangan komisi etik di PDHI Cabang, dan tata hubungan kerja
komisi etik PDHI Cabang dan MKP.
b. Pemilahan katagori kasus ringan dan berat dan peran MKP.
c. Adanya SOP proses pengambilan keputusan, penjenjangan kasus dan penanganannya.
Sesuai dengan AD/ART di bagian HAK ANGGOTA ada mekanisme berjenjang.
d. Tugas ONT untuk menyiapkan Komisi Etik dan Disiplin yang melibatkan staf pengajar
FKH, juga dikaitkan dengan Anggaran Rumah Tangga Pasal 16 yang perlu
disempurnakan redaksinya sesuai misi yang diemban.
e. Tata hubungan kerja PB dan MKP dalam hal penyusunan peraturan perhimpunan.
Pengembangan ONT menuju go international
Dalam rangka memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan profesi Dokter Hewan,
maka salah satu tujuan ONT adalah meningkatkan kompetensi dan ilmu para anggotanya sesuai
bidang keahlian dan bidang minatnya, termasuk dengan cara menjalin kerjasama
nasional/internasional dengan sepengetahuan Pengurus Besar. Ke depan, Pengurus Besar akan
terus mendorong ONT dapat berkiprah di level regional maupun internasional dan menjadi
anggota asosiasi sejenis. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada ADHPHKI yang beberapa
minggu lalu telah resmi sebagai anggota penuh (full membership) dari World Small Animal
Veterinarian Association. Demikian pula apresiasi disampaikan kepada ADHPTCI sebagai
anggota dari WATCVM, yang telah go international dengan melakukan beberapa kali workshop
berseri dan berjenjang yang diikuti oleh peserta dari mancanegara.
Tidak mau kalah IDHKI, kemarin 31 Oktober 2018, menyelenggarakan workshop untuk
membangun kemandirian dan kedigdayaan karantina di wilayah ASEAN sebagai langkah awal
untuk menuju “Establishment of the ASEAN Communication Group on Animal Quarantine,
Strengthening SPS measures towards ASEAN Animal Quarantine Framework”.
Berkaitan dengan makin tingginya minat sejawat untuk meningkatkan kompetensi melalui
training/workshop yang berkualitas, serta sesuai dengan hasil Mukernas 2016 dan Rakornas
ONT 2017, Pengurus Besar PDHI telah membentuk Komisi Penilai Kelayakan Implementasi
Kesejahteraan Hewan untuk Kegiatan Pelatihan/Continuing Professional Development/Workshop
33
(Animal Care and Use Committee for IVMA training) yang dikoordinasikan oleh Asosiasi Dokter
Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI). Komisi ini bertugas mengkaji
kelayakan etik dan aspek kesejahteraan hewan dari kegiatan pelatihan dan CPD yang
diselenggarakan oleh PDHI Cabang dan/atau ONT, jika melibatkan tindakan-tindakan menangani
hewan hidup sesuai tujuan (hands on session).
Perubahan dan Pengembangan Ujian Kompetensi Dokter Hewan Indonesia
Tahun 2017-2018, Fakultas Kedokteran Hewan UGM mendapatkan hibah dana dari Kementerian
Ristek Dikti untuk kegiatan “Peningkatan Mutu Pendidikan Kedokteran Hewan Menuju Standar
Internasional”. Salah satu keluaran dari kegiatan tersebut adalah Pengembangan Sistem Uji
Kompetensi Nasional Bidang Kedokteran Hewan. Perubahan dan pengembangan ujian
kompetensi Dokter Hewan Indonesia ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 tahun 2003) dan menyinergikan dengan Undang-
Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU Nomor 18 tahun 2009 jo UU Nomor 41
tahun 2014) beserta peraturan turunannya.
Berkaitan dengan pelaksanaan sistem baru tersebut, maka akan terjadi beberapa perubahan
atau penyesuaian, antara lain:
1. Ujian Nasional Sertifikasi Kompetensi Dokter Hewan Indonesia akan berubah nama menjadi
Ujian Nasional Kompetensi Dokter Hewan Indonesia atau disingkat UKDHI.
2. Penanggung jawab UKDHI terdiri dari unsur Kemristekdikti (Ditjen Belmawa), Ketua AFKHI
dan Ketua PB-PDHI.
3. Pelaksanaan UKDHI akan dilakukan oleh Panitia Nasional UKDHI yg terdiri dari perwakilan
Kemristekdikti (Ditjen Belmawa), PDHI dan FKH penyelenggara UKDHI (FKH dgn akresitasi
A) dengan penetapan SK Menristekdikti/Dirjen Belmawa.
4. Semua proses pendaftaran berada di Kemenristekdikti secara on line dikaitkan dengan data
pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti).
5. Tipe ujian terdiri dari 2 jenis yaitu :
a. Teori menggunakan metode Computer Based Test (CBT)/Multiple Choice Question (MCQ)
b. Praktek menggunakan metode Objective Structure Clinical Examination (OSCE).
Kedua metode tersebut sama dengan sistem yang digunakan pada ujian kompetensi dokter.
6. Perpindahan dari sistem ujian yang saat ini dilakukan menjadi sistem di atas akan ada masa
transisi yang belum ditentukan berapa lama, namun tampaknya masa berlangsungnya masa
transisi ini tidak akan lama (mungkin sekitar 6 - 12 bulan) sejak sistem ini disetujui oleh
Menristekdikti.
7. Semua Dokter Hewan MUTLAK WAJIB memiliki Sertifikat Kompetensi Dokter Hewan
Indonesia/SKDHI.
8. SKDHI akan menjadi syarat bagi seorang dokter hewan unruk mengurus berbagai hal terkait
profesinya sebagai dokter hewan, termasuk melamar pekerjaan.
Dengan demikian, bagi anggota PDHI yang belum memiliki SKDHI bersegeralah mengurusnya
sebelum sistem baru diberlakukan, karena begitu sistem baru tersebut ditetapkan dan
diberlakukan, maka tidak ada lagi PEMUTIHAN seperti yang saat ini masih dilakukan, melainkan
semua dokter hewan yang belum memiliki SKDHI diwajibkan mengikuti UKDHI. SKDHI akan
digunakan sebagai syarat pengajuan Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV) yang tetap akan
dilakukan oleh PDHI, dan pengaturan perpanjangan masa berlaku STRV harus memenuhi
sejumlah satuan kredit kompetensi, yang kita kenal selama ini dengan satuan kredit pendidikan
berkelanjutan (SKPB). STRV ini juga merupakan syarat untuk mengurus ijin praktik.
34
PENUTUP
Adalah satu kenyataan bahwasanya peran dan kedudukan Profesi Dokter Hewan di negara ini
masih perlu diperjuangkan agar sesuai dengan tugas dan fungsinya. Di era otonomi daerah saat
ini, semua sarjana keilmuan mengklaim peran dan kedudukannya masing-masing di berbagai
Kementerian. Kementerian Kehutanan dikuasai Sarjana Kehutanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan dikuasai Sarjana Perikanan, Kementerian Pertanian subsektor tumbuhan/tanaman
dikuasai Sarjana Pertanian dan subsektor Peternakan langsung diklaim oleh para Sarjana
Peternakan. Dimana kedudukan dokter hewan dan bagaimana cara berperannya?
Ternyata di dalam semua aturan hukum yang ada, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner diuraikan kepentingannya dengan cukup jelas. Namun secara spesifik tidak ada
penjabaran SIAPA yang harus berperan dan mengapa harus LATAR BELAKANG KEDOKTERAN
HEWAN dan bagaimana kewenangannya sebagai profesi medik veteriner. Hal inilah yang
diperjuangkan terus-menerus oleh PB PDHI.
Kita masih ingat ketika UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan di
judicial review oleh PB PDHI periode 2006-2010, khususnya terkait pasal 68 ayat (4). Saat itu
saya diminta sebagai saksi ahli dan alhamdulillah PB PDHI memenangkan gugatan, sehingga pasal
68 ayat (4) yang semula berbunyi “…..Menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada
otoritas Veteriner” berubah menjadi “….. Menteri melimpahkan kewenangannya kepada
otoritas Veteriner”. Kata “dapat” berdasarkan putusan Mahakamah Konstitusi Nomor
137/PUU-VII/2009 bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
Selain itu pada pasal 65 ayat (5) mengamanatkan “Otoritas veteriner bersama organisasi profesi
kedokteran hewan melaksanakan Siskeswanas dengan memberdayakan potensi tenaga
kesehatan hewan dan membina pelaksanaan praktik kedokteran hewan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi profesi
kedokteran hewan pada pasal 65 ayat (5) ini ? Bagi kita sudah jelas, itu adalah Perhimpunan
Dokter Hewan Indonesia dan diperkuat antara lain dengan PP No 41 tahun 2012, pasal 24 ayat 3,
Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Permentan/OT.140/1/2010 yang menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan organisasi profesi kedokteran hewan adalah Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia.
Dengan demikian dalam penyusunan berbagai aturan hukum yang mengatur veteriner harus
melibatkan PB PDHI selaku suara nasional dan diperlukan monitoring terus menerus terhadap
perubahan-perubahan aturan hukum di berbagai sektor YANG CENDERUNG menghilangkan
peran veteriner atau BAHKAN MENGHAPUS kata PDHI dari aturan hukum yang sudah susah
payah diperjuangkan. Yang sangat memprihatinkan, justru yang mencoba menyingkirkan peran
PDHI selaku suara profesi adalah tidak saja dari bidang hukum yang awam tentang kesehatan dan
kedokteran namun juga termasuk sejawat dokter hewan yang tidak mengikuti perkembangan
profesi dan bahkan TIDAK MAU menjadi anggota PDHI dan tidak merasa perlu. Akibatnya
terkesan dalam forum-forum adanya opini berbeda di antara dokter hewan sendiri.
Untuk eksistensi kita di dalam negara kita tercinta, perjuangan penataan hukum bidang veteriner
serta masuknya kalimat-kalimat yang mengamanatkan peran profesi veteriner MASIH PANJANG
PERJUANGANNYA. Khususnya saat ini di periode PB PDHI masa bakti 2014-2018 merupakan
masa yang sangat melelahkan melawan penggembosan-penggembosan profesi di berbagai
aturan akibat adanya perubahan-perubahan aturan dengan dalih efisiensi dan efektifitas. Namun
35
demikian, melalui upaya yang telah dilakukan berhasil pula membuahkan hasil yang
menggembirakan dan ini merupakan tantangan bagi profesi veteriner ke depan, antara lain:
1. Melalui Kemristekdikti kita telah berhasil memasukkan bidang kedokteran hewan dalam
rumpun ilmu kesehatan/medik, sehingga sekarang ini setara dengan dokter dan dokter gigi.
Konsekuensi dari pengakuan tersebut adalah memperjuangkan terbitnya peraturan
pemerintah tentang pendidikan kedokteran hewan agar legal standing profesi dokter hewan
menjadi lebih jelas.
2. Menghadapi kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Sertifikasi Kompetensi Kerja
Bidang Kesehatan Hewan, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) telah mengarahkan dan
mendorong Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keswan untuk segera melalukan sertifikasi
terhadap beberapa skema kompetensi yang disesuaikan dengan okupasi lapangan pekerjaan
bidang kesehatan hewan.
3. Dalam rangka pelayanan kesehatan hewan secara Nasional, perlu diatur penerbitan Surat Ijin
Praktik (SIP) dokter hewan dengan berbagai kualifikasinya agar legal dalam pelayanannya.
Penerbitan SIP ini harus dapat memfasilitasi 514 kabupaten/kota di negara ini. Disinilah
peran PDHI Cabang untuk dapat mengadvokasi pemerintah daerah agar penerbitan SIP tidak
berbeda antar wilayah.
4. Bagaimana kita berkontribusi pada aturan-aturan hukum di sektor satwa liar yang sudah
menerbitkan Permen LHK No.31 tahun 2012 tentang Lembaga Konservasi yang mewajibkan
adanya dokter hewan. Bagaimana mengembangkan kompetensi dokter hewan satwa liar
merupakan tantangan tersendiri bagi profesi veteriner.
5. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap maraknya kekejaman pada hewan harus
dapat disikapi dengan aturan hukum yang jelas dimana dokter hewan harus berkedudukan
independen, professional dan kompeten dengan pemahaman dan otoritas dalam mengukur
kesejahteraan hewan. Harus dipahami bahwa dokter hewan adalah profesi yang menegakkan
prinsip animal welfare. Oleh karenanya pemahaman terhadap kesejahteraan hewan harus
terus menerus ditingkatkan.
Dalam menentukan prioritas mana yang didahulukan, tentu perjuangan dalam menegakkan
aturan-aturan hukum yang memayungi profesi kita JANGAN SAMPAI TERLEPAS dan TIDAK
DIKAWAL, dan ini memerlukan orang-orang yang intens mengikuti dan berkelanjutan. Itu
sebabnya kita memiliki Ketua II Bidang Advokasi, Legislasi dan Pencerahan Masyarakat yang
terus mengawal dan tentu saja dalam pelaksanaan harian, hampir semua individu PB PDHI yang
kompeten diperdebatan hukum diturunkan sesuai sektor.
Saat ini kita memiliki 52 PDHI Cabang yang tersebar mulai dari Aceh sampai ke Papua dan terus
dapat berkembang sesuai dengan dinamika di tiap-tiap wilayah. Berbagai upaya terus dilakukan
agar dapat menjangkau anggota di daerah-daerah.
Oleh karena itu, mengakhiri laporan pertanggungjawaban ini saya mengajak sejawat semua
untuk bersama-sama, bahu-membahu berpikir dan berbuat untuk anggota kita yang sangat
variatif secara nasional dan bukan hanya yang di kota-kota besar saja, tetapi juga yang di daerah-
daerah yang jauh dari kota besar dengan akses sumberdaya yang terbatas.
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia adalah satu-satunya organisasi profesi dokter hewan
yang sah dan legal secara hukum yang berlaku di Indonesia yang menaungi seluruh dokter hewan
Indonesia darimanapun dia diluluskan.
Banggalah menjadi dokter hewan Indonesia. Viva Veteriner !!!
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 04/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
POKOK-POKOK PROGRAM KERJA
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA PERIODE 2018-2022
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PDHI Periode 2010-2014
yang telah memberikan bahan berupa Rancangan Program Kerja PDHI untuk Periode 2014-
2018.
3. bahwa kongres memandang perlu agar PDHI melakukan perubahan4 prospektif yang
dituangkan dalam program kerja yang relevan dengan tuntutan zaman.
4. bahwa kongres memandang perlu untuk menetapkan Program Kerja PDHI dengan satu
Ketetetapan Kongres.
Mengingat
1. Pasal 5, 7 dan 8 Anggaran Dasar PDHI.
2. Pasal 1, 11, 12, 16, dan 17 Anggaran Rumah Tangga PDHI.
3. TAP Nomor 03/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
61
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1. Pokok Pokok Program Kerja PDHI Periode 2018-2022 sebagaimana terlampir
2. Memberikan mandat kepada PB PDHI terpilih untuk melaksanakan Pokok Pokok Program
Kerja tersebut.
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
62
Lampiran: TAP. Nomor 04/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: POKOK-POKOK PROGRAM KERJA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PERIODE 2018-2022
POKOK-POKOK PROGRAM KERJA
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA PERIODE 2018-2022
1. Pemantapan keanggotaan dan konsolidasi organisasi
2. Penguatan integritas dan profesionalitas veteriner
3. Pengembangan minat dan spesialisasi medik veteriner
4. Pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi kompetensi penyelenggaraan kesehatan hewan
5. Advokasi peran, fungsi, dan wewenang dokter hewan
6. Penggalian dana perhimpunan dan kesejahteraan dokter hewan
7. Promosi dan hubungan masyarakat
8. Pengembangan sistem edukasi, informasi, dan komunikasi
9. Kerja sama dalam negeri dan luar negeri
10. Penguatan kelembagaan veteriner
63
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 05/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa Kongres menerima laporan pertanggungjawaban Ketua Umum PB PDHI yang
menekankan pentingnya: (a) penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan menjadi Majelis
Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner (MKPEPV); (b) penghapusan fungsi
Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan (MP2KH) sejalan dengan lahirnya Asosiasi
Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI); (c) pelengkapan atribut organisasi berupa
Mars Dokter Hewan Indonesia;
3. bahwa Kongres memandang perlu adanya perbaikan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PDHI untuk kehidupan berorganisasi yang lebih baik;
Mengingat
1. Pasal 1, 19, 20, dan 22 Anggaran Dasar PDHI.
2. Pasal 1, 2 dan 3 Anggaran Rumah Tangga PDHI
3. TAP Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
64
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1. Daftar Isian Masalah (DIM) perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PDHI
sebagaimana disajikan pada Lampiran 1.
2. Catatan tambahan pada saat pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
PDHI
3. Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PDHI sebagaimana
disajikan pada Lampiran 3.
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Made Restiati, MPhil)
65
Lampiran 1 : TAP. Nomor 05/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: DAFTAR ISIAN MASALAH PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
1. Usulan susunan Bab dalam Anggaran Dasar
Usulan mengenai perubahan urutan bab dalam Anggaran Dasar. Berikut adalah pokok-
pokok bab yang ada dalam Anggaran Dasar.
BAB I KETENTUAN UMUM BAB II NAMA
BAB III PENDIRIAN
BAB IV TEMPAT KEDUDUKAN
BAB V AZAS TUJUAN DAN FUNGSI
BAB VI KEPENGURUSAN
BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
BAB VIII PENGEOLAAN KEUANGAN DAN ADMINISTRASI
BAB IX MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DAN PENGAWASAN INTERNAL
BAB X PEMBUBARAN ORGANISASI
BAB XI PENGESAHAN DAN PERUBAHAN
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
DAFTAR ISIAN MASALAH PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Anggaran Dasar
No Aspek Lokus Narasi awal Narasi penyempurnaan
1 Penambahan substansi
Pasal 1 - Penambahan Definisi Kongres Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi Perhimpunan. (ART Pasal 22)
2 Penambahan substansi
Pasal 1 Pengurus pusat adalah pengurus besar
Pengurus Pusat adalah Pengurus Besar atau badan pengurus Perhimpunan Dokter Hewan di Indonesia di tingkat pusat.
66
3 Penambahan substansi
Pasal 3 Perhimpunan berkedudukan di Ibu Kota Negara
Perhimpunan berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia
4 Perubahan istilah
Pasal 12 butir a Pasal 14 butir d Pasal 16 Ayat (4)
Majelis Kehormatan Perhimpunan
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
5 Penambahan substansi
Pasal 16 ayat (1) - Sumber keuangan bisa berasal dari APBN dan APBD
6 Penambahan substansi
Pasal 16 ayat (2) Tahun Fiskal dari Perhimpunan adalah dari awal bulan Januari sampai akhir bulan Desember tahun yang sama,
Tahun Fiskal dari Perhimpunan adalah dari awal bulan Januari sampai akhir bulan Desember tahun yang sama, kecuali untuk kepentingan kongres.
7 Penambahan substansi
Pasal 18 PDHI mempunyai atribut yang terdiri dari Bendera, Selempang kain......dst
PDHI mempunyai atribut yang terdiri dari Bendera, Mars Dokter Hewan Indonesia, Selempang kain......dst
Anggaran Rumah Tangga
No Aspek Lokus Narasi awal Narasi penyempurnaan
1 Penambahan substansi
Pasal 1 ayat (2) butir g - Pemberian penghargaan kepada orang-orang yang berjasa atau tokoh masyarakat yang berjasa dalam pengembangan profesi dokter hewan
2 Penambahan substansi
Pasal 2 ayat (2) butir c Menerima pengesahan sebagai anggota perhimpunan dalam bentuk Kartu Tanda Anggota dan STRV yang mempunyai masa berlaku 4 tahun
Menerima pengesahan sebagai anggota perhimpunan dalam bentuk Kartu Tanda Anggota yang berlaku seumur hidup kecuali pindah cabang dan STRV yang mempunyai masa berlaku 4 tahun
3 Penambahan substansi
Pasal 4 - Syarat anggota aktif, nonaktif
67
4 Perubahan istilah
Pasal 6 Ayat (1) butir c Pasal 6 Ayat (2) butir e Pasal 7 Ayat (1) butir b Pasal 7 Ayat (1) butir d Pasal 9 Ayat (2) Pasal 12 butir e Bab VI Pasal 16 Ayat (1) Pasal 16 Ayat (2) butir b Pasal 16 Ayat (2) butir d Pasal 16 Ayat (3) Pasal 16 Ayat (4) Pasal 16 Ayat (5) Pasal 16 Ayat (6) Pasal 16 Ayat (7) Pasal 16 Ayat (8) Pasal 16 Ayat (9) Pasal 19 Pasal 22 Ayat (2) butir b Pasal 22 Ayat (6) butir e Pasal 25
Majelis Kehormatan Perhimpunan
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
5 Penambahan substansi
Pasal 6 ayat (2) butir e Hak memperoleh advokasi dan perlindungan dari Perhimpunan atas pertimbangan Majelis Kehormatan Perhimpunan
Hak memperoleh advokasi dan perlindungan hukum dari Perhimpunan atas pertimbangan Majelis Kehormatan Perhimpunan
6 Pengurangan substansi (Penghilangan butir b dan d)
Pasal 7 ayat (1) b. Hak untuk membela diri di Forum Majelis Kehormatan Perhimpunan (bagi anggota yang mendapatkan teguran pelanggaran) dan bilamana terbukti tidak melakukan pelanggaran dapat memperoleh hak rehabilitasi nama di forum Kongres
d. Hak memperoleh advokasi dan perlindungan dari Perhimpunan atas pertimbangan Majelis Kehormatan Perhimpunan
-
68
7 Penambahan substansi
Pasal 8 ayat 1 Setiap anggota yang memiliki hak untuk praktek dokter
Setiap anggota biasa yang memiliki hak untuk praktek dokter
8 Pengurangan substansi
Pasal 8 ayat 2 Bila tidak mempunyai Kartu Tanda Anggota PDHI, maka harus melengkapi persyaratan keanggotaan dan melunasi persyaratan pembayaran iuran keanggotaan
-
9 Penambahan substansi
Pasal 8 ayat (2) butir b kelengkapan persyaratan yang berlaku yaitu Ijazah, Sertifikat Komptensi dokter hewan, Kartu Tanda Anggota PDHI, KTP, dan rencana tempat praktek
kelengkapan persyaratan yang berlaku yaitu Ijazah, Sertifikat Komptensi dokter hewan, Kartu Tanda Anggota PDHI, KTP, Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV) dan rencana tempat praktek
10 Penambahan ayat
Pasal 11 Masa jabatan ketua Cabang adalah maksimal 2 kali berturut-turut
Masa jabatan ketua Cabang adalah maksimal 2 kali berturut-turut atau tidak berturut-turut dan selanjutnya tidak dapat dipilih kembali.
11 Perubahan substansi: menghilangkan kata ‘dapat’
Pasal 16 Ayat (6) PDHI Cabang dapat membentuk Komisi Etik dan Disiplin yang merupakan...dst
PDHI Cabang membentuk Komisi Etik dan Disiplin yang merupakan...dst
12 Penambahan substansi
Pasal 18 Yayasan Yayasan dan/atau badan usaha
13 Pengurangan substansi (Ayat (5))
Pasal 18 Keberadaan yayasan dan berbagai unit usaha dibawahnya perlu mendapatkan ketetapan yang diperbaharui pada setiap kongres setelah mendapatkan laporan pertanggungjawabannya.
-
14 Penambahan substansi
Pasal 36 Ayat (1) - d. Mars Dokter Hewan Indonesia
69
dengan partitur sebagaimana terlampir
15 Penambahan substansi
Pasal 36 - (5) Mars Dokter Hewan Indonesia dinyanyikan setiap kegiatan seremonial setelah menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
70
Lampiran 2 : TAP. Nomor 05/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: DAFTAR ISIAN MASALAH PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
CATATAN TAMBAHAN PADA SAAT PEMBAHASAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PDHI
2. Pendampingan Komisi Etik Cabang oleh PB PDHI
Cabang yang sudah memilki komisi etik atau akan membentuk komisi etik diharapkan
dapat memberikan pelatihan kepada anggota Komisi Etik Cabang/ anggota biasa sebagai
landasan untuk melaksanakan tugas/ mempersiapkan diri sebagai anggota Komisi Etik
Cabang.
3. Penyusunan Peraturan Perhimpunan sebagai Penjabaran dari ART
Sebagai bentuk pengerucutan dari ART, maka perlu disusun beberapa Peraturan
Perhimpunan tentang:
- Persyaratan pindah cabang
- Surat rekomendasi untuk yang bekerja di luar cabang
- Honororaium perjalanan ketua, anggota, petugas, panitia PDHI
- Tata hubungan Kerja antara ONT dengan PB dan Cabang
- Pedoman konsultasi perhimpunan
4. Usulan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan
Laporan Keuangan dilaporkan secara rutin dengan periode waktu tertentu. Contohnya 6
bulan sekali atau setahun sekali.
5. Usulan mengenai koordinator wilayah di tingkat cabang
71
Lampiran 2 : TAP. Nomor 05/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PENYEMPURNAAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA (PDHI)
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya hewan adalah makhluk karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
diberikan kepada umat manusia agar disyukuri dan di dayagunakan untuk kemakmuran, kesejahteraan, peningkatan taraf hidup, pemenuhan kebutuhan pangan protein hewani dan ketenteraman bathin masyarakat bangsa dan negara.
Bahwa profesi dokter hewan adalah profesi mulia yang mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan yang diwujudkan dalam bentuk penggalian dan pengamalan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran hewan untuk pembangunan kesehatan hewan, penyediaan produk asal hewan yang aman dan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal; perlindungan kesehatan hewan, manusia,masyarakat dan lingkungan serta menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem, dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan.
Bahwa sesungguhnya profesi dokter hewan di Indonesia perlu berhimpun dengan tujuan untuk meningkatkan pengabdiannya dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.
Bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur di atas diperlukan persatuan dan kesatuan seluruh dokter hewan Indonesia yang terkoordinasi dan terorganisasi dalam suatu wadah perhimpunan.
Maka dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dibentuklah Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia yang merupakan satu-satunya wadah dokter hewan di Indonesia dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut :
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang dimaksud dengan : a. Perhimpunan adalah organisasi yang terdiri dari anggota-anggota yang memiliki prinsip-
prinsip khusus yang sama dan bergabung untuk mencapai tujuan yang sama. b. Pengurus Pusat adalah Pengurus Besar atau badan pengurus Perhimpunan Dokter Hewan di
Indonesia di tingkat pusat. c. Perhimpunan Dokter Hewan di daerah merupakan Cabang dari PDHI Pusat dan disebut PDHI
Cabang yang dikukuhkan oleh Pengurus Besar melalui Surat Keputusan Pengesahan Cabang serta memiliki batasan-batasan wilayah kerja (teritorial).
72
d. Organisasi Non Teritorial (ONT) adalah Organisasi di bawah naungan PDHI yang dibentuk berdasarkan minat/keahlian/bidang kerja yang sama melalui suatu prosedur dan memperoleh pengesahan oleh Pengurus Besar PDHI.
e. Dokter Hewan (Veterinarian) adalah orang yang telah Lulus Program Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan di Indonesia dari institusi Pendidikan Kedokteran Hewan yang telah terakreditasi ataupun institusi Pendidikan Kedokteran Hewan di Luar Negeri yang ijazahnya telah mendapatkan pengesahan dari kementrian terkait, sehingga memiliki kewenangan medik veteriner dalam melaksanakan pelayanan kesehatan hewan.
f. Dokter hewan spesialis/ahli adalah dokter hewan yang memiliki kemampuan lebih di suatu spesies atau disiplin ilmu veteriner tertentu yang dibuktikan dengan gelar serta memiliki sertifikat internasional dan atau nasional, dan kepakaran spesialisnya disahkan oleh instansi/lembaga yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
g. Anggota Biasa adalah Dokter Hewan yang teregistrasi pada PDHI dan berkewajiban membayar iuran keanggotaan sebagaimana diatur dalam AD/ ART ini.
h. Anggota Luar Biasa adalah Dokter Hewan Warga Negara Asing dan Sarjana non dokter hewan lulusan Universitas/Institut Dalam Negeri dan Luar Negeri yang mengajar di Fakultas Kedokteran Hewan atau bekerja di organisasi/lembaga/instansi yang relevan dengan Ilmu Kedokteran Hewan dan memenuhi persyaratan keanggotaan.
i. Anggota Kehormatan adalah seseorang yang mempunyai jasa besar di bidang pengembangan profesi kedokteran hewan dan perhimpunan.
j. Anggota Muda adalah Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) yang mengambil Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) di Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia dan dipersiapkan menjadi dokter hewan profesional.
k. Izin Praktek adalah izin untuk menjalankan Praktek Dokter Hewan yang dikeluarkan oleh Bupati/Wali Kota berdasarkan rekomendasi dari PDHI Cabang setempat.
l. Praktek Kedokteran Hewan adalah fungsi veteriner berupa kegiatan berdasarkan kaidah, ilmu dan etik kedokteran hewan (medik veteriner) yang meliputi Konsultasi Veteriner dan Tindakan Kedokteran (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dengan menerapkan azas kesejahteraan hewan, yang meliputi : 1. Melakukan pemeriksaan dan diagnosa penyakit; uji pendukung serta upaya
penyembuhan (therapi) baik secara medikamentosa maupun tindakan bedah; tindakan pencegahan dan pelayanan medis lainnya terhadap hewan.
2. Melakukan penyidikan dan penelitian secara laboratoris sebagai dasar dilaksanakannya tindakan penanggulangan penyakit hewan.
3. Melakukan pekerjaan di tempat yang memproduksi produk-produk untuk kesehatan hewan seperti sediaan dan bahan farmasi, bahan biologi dan feed-additive (tambahan dalam pakan hewan)serta alat dan mesin veteriner.
4. Melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem terhadap hewan-hewan dan produk-produk hewan sebelum diedarkan sebagai bahan konsumsi manusia dan fungsi kesehatan masyarakat veteriner lainnya.
5. Mengajar dan mendidik dalam ilmu-ilmu kedokteran hewan pada fakultas kedokteran hewan atau sekolah-sekolah yang berafiliasi dalam ilmu-ilmu kehewanan dan peternakan .
6. Melakukan berbagai bentuk pelayanan kedokteran hewan, konsultasi dan nasehat kepada suatu instansi, dimana ia berkedudukan di instansi tersebut sebagai Dokter Hewan yang berstatus pegawai di instansi tersebut.
7. Pelayanan dibidang medik reproduksi antara lain diagnosa kebuntingan, diagnosa kemajiran, tindakan menolong kelahiran, inseminasi buatan, embryo transfer serta penanganan gangguan-gangguan penyakit reproduksi lainnya.
8. Melakukan tindakan penilaian (assesment) aspek kesejahteraan hewan di berbagai tempat yang memelihara, menggunakan dan mengurus hewan dan menerbitkan rekomendasi kesrawan secara berkala.
73
m. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.
n. Instansi adalah lembaga pemerintah dan swasta yang mempekerjakan Dokter Hewan untuk Praktek Kedokteran Hewan sebagaimana pada butir l.
o. Keberadaan yayasan dan berbagai unit usaha dibawahnya perlu mendapatkan ketetapan yang diperbaharui pada setiap kongres setelah mendapatkan laporan pertanggungjawabannya.
f. Delegasi Kongres adalah utusan yang memperoleh mandat mengikuti Kongres dari PDHI cabang.
BAB II NAMA, KEDUDUKAN, DAN WAKTU PENDIRIAN
Pasal 2
(1) Perhimpunan ini bernama PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA, disingkat PDHI
secara internasional disebut Indonesian Veterinary Medical Association (IVMA) dan untuk selanjutnya disebut Perhimpunan.
(2) Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia adalah satu-satunya wadah profesi Dokter Hewan bagi seluruh Dokter Hewan Indonesia dan merupakan lanjutan dari Perhimpunan Ahli Ilmu Kehewanan Indonesia.
BAB III PENDIRIAN
Pasal 3
Perhimpunan didirikan pada tanggal 9 Januari 1953 di Lembang, Bandung untuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan selanjutnya kedudukan hukumnya harus memenuhi peraturan perundangan yang berlaku dan mendapatkan pengakuan dari berbagai badan hukum yang berkepentingan.
BAB IV TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 4
Perhimpunan berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB V
AZAS, TUJUAN, DAN FUNGSI
Pasal 5 (1) Perhimpunan didirikan oleh anggota dan untuk anggota yang berdasarkan pada prinsip
hukum (legal principles) dan prinsip budaya (cultural principles) yaitu tata hubungan antar manusia yang beradab.
74
(2) Prinsip hukum (legal Principles) yang dianut adalah :
a. Semua anggota berstatus sederajat (Ekual).
b. Perhimpunan adalah milik anggotanya. c. Rapat Umum Anggota adalah forum tertinggi perhimpunan.
d. Rapat Umum Anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah Kongres Perhimpunan.
e. Kongres perhimpunan menentukan strategi, garis besar program kerja nasional, pertanggungjawaban kerja dan keuangan kepengurusan Pengurus Besar, serta mengangkat dan memberhentikan Ketua Umum PB PDHI dan kepengurusannya
f. Bendahara Pengurus Besar wajib membuat Laporan Keuangan Tahunan untuk memenuhi persyaratan pertanggung jawaban keuangan sebuah organisasi masyarakat sesuai peraturan perundangan bidang keuangan yang berlaku.
g. Selaku organisasi masyarakat sesuai peraturan perundangan yang berlaku harus memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan guna mempertahankan status hukumnya baik tingkat pusat maupun cabang.
(3). Prinsip Budaya (Cultural Principles). a. Profesional.
b. Keilmuan.
c. Kekeluargaan.
d. Kemasyarakatan. e. Bebas dan tidak terikat pada suatu Partai Politik atau Organisasi Politik.
Pasal 6
Perhimpunan berazaskan Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945
Pasal 7 (1) Perhimpunan bertujuan mewujudkan misi perhimpunan membina kepentingan para anggota
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan profesi Kedokteran Hewan dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdiannya kepada masyarakat, Bangsa dan Negara dengan motto, "Manusya Mriga Satwa Sewaka" (mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan).
(2) Perhimpunan memperjuangkan kepentingan anggota dalam bentuk: a. Mempertahankan dan meningkatkan citra profesi meliputi moral dan profesionalisme b. Membawa suara nasional profesi berkenaan masalah profesi c. Menjadi kekuatan pemersatu kepentingan profesi d. Membela segala kepentingan anggota dan hewan selaku objek profesi. e. Memelihara, menjaga dan mempertahankan kepentingan profesi veteriner. f. Menjadi perantara dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi anggota.
BAB VI KEGIATAN
Pasal 8
(1) Perhimpunan melakukan kegiatan ke dalam dan ke luar.
(2) Kegiatan ke dalam meliputi usaha untuk meningkatkan komitmen, harkat dan martabat
(etika) keprofesian serta kepentingan dan kesejahteraan anggota.
75
(3) Kegiatan ke luar meliputi :
a. usaha untuk memposisikan peran, kedudukan, wewenang dan apresiasi masyarakat terhadap kekhususan profesi dokter hewan;
b. usaha untuk memposisikan peran, kedudukan, wewenang dan apresiasi masyarakat terhadap kekhususan profesi dokter hewan;
c. Mengembangkan kerjasama dan jejaring dengan berbagai organisasi dan lembaga yang terkait dengan profesi veteriner baik di dalam negeri maupun dari luar negeri.
BAB VII SUSUNAN DAN KELENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 9 Susunan Organisasi Perhimpunan terdiri dari: a. Pengurus Besar b. Pengurus Cabang
Pasal 10 Kelengkapan organisasi terdiri dari : a. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner b. Organisasi Non Teritorial (ONT). c. Koordinator wilayah yang dipilih berdasarkan musyawarah di antara para ketua cabang yang
berdomisili satu provinsi d. Berbagai bentuk unit kerja berstatus hukum maupun tidak berstatus hukum yang diadakan
sesuai keperluan organisasi.
Pasal 11 Struktur, komposisi kepengurusan organisasi dan kelengkapan organsasi, serta tata hubungan perhimpunan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 dan 10 diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII RAPAT-RAPAT
Pasal 12
Jenis Rapat Jenis-jenis rapat terdiri dari : a. Kongres b. Kongres Luar Biasa c. Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) d. Rapat Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner e. Rapat Pleno Pengurus Besar f. Rapat Umum Anggota Cabang g. Rapat Pengurus Cabang h. Rapat Koordinasi Nasional ONT i. Rapat Anggota ONT (Musyawarah Nasional ONT) j. Rapat Pengurus ONT
76
BAB IX KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 13
Untuk menjadi anggota perhimpunan, wajib teregistrasi dan memenuhi ketentuan untuk menjadi anggota sesuai kategori keanggotaannya serta selanjutnya memperoleh Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai identitas keanggotaan PDHI dan Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV) sebagai identitas keanggotaan aktif.
Pasal 14 (1). Hak-hak anggota aktif terdiri dari :
a. Hak bicara dan hak suara b. Hak memilih dan dipilih c. Hak membela diri d. Hak-hak lainnya yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2). Kewajiban anggota adalah :
a. Menjunjung tinggi berbagai nilai yang berlaku pada profesi Dokter Hewan sebagaimana di dalam Kode Etik dokter hewan.
b. Menjaga nama baik dan kehormatan Korps dan profesi Dokter Hewan c. Menaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Perhimpunan.
BAB X ADMINISTRASI DAN KEUANGAN
Pasal 15
Perhimpunan menganut manajemen administrasi secara desentralisasi kecuali Surat Keputusan Pengesahan Pengangkatan Kepengurusan, Surat Keputusan Kongres dan Surat Keputusan Musyawarah Kerja Nasional.
Pasal 16
Keuangan Perhimpunan diperoleh dari:
a. Uang Pendaftaran/Registrasi Awal dan Iuran Anggota b. Sumbangan yang tidak mengikat dan usaha lain yang sah. c. Sumber keuangan bisa berasal dari APBN dan/atau APBD
(2) Tahun Fiskal dari Perhimpunan adalah dari awal bulan Januari sampai akhir bulan
Desember tahun yang sama, kecuali untuk kepentingan kongres dan/atau penyelesaian
sengketa.
(3) Pengurus Besar dengan melalui suatu ketetapan menetapkan peraturan-peraturan
mengenai hal-hal sebagai berikut :
a. Penentuan Bank dimana akan dibuka Rekening Giro untuk keperluan perhimpunan b. Penentuan penyimpanan uang-uang perhimpunan. c. Penentuan pengeluaran uang untuk keperluan aktifitas perhimpunan.
(4) Majelis Kehormatan Perhimpunan harus menunjuk seorang akuntan publik independen
untuk melakukan audit keuangan perhimpunan.
77
(5) Pembayaran imbal jasa terhadap akuntan publik sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini
besarannya adalah berdasarkan standar tarif jasa yang berlaku dan wajar dan dibayarkan
oleh Pengurus Besar Perhimpunan.
Pasal 17
(1) Keuangan dan kekayaan Perhimpunan wajib dikelola secara transparan dan akuntabel oleh
Pengurus Perhimpunan pada setiap tingkatan. (2) Laporan keuangan Perhimpunan merupakan rekapitulasi dari keuangan Pengurus Besar
dan Pengurus Cabang.
(3) Keuangan dan kekayaan organisasi dilaporkan seiring dengan pergantian kepengurusan.
BAB X LOGO DAN ATRIBUT
Pasal 18
(1) Logo PDHI berbentuk lingkaran warna ungu dengan warna dasar putih. Ditengah lingkaran
terdapat gambar ular melilit tongkat tiga mahkota dengan kepala diatas mahkota menghadap ke kanan dan tongkat berdiri di antara dua kaki huruf V (V dari kata Veteriner) dan dibawahnya tercantum huruf-huruf PDHI.
(2) Ketentuan pemasangan logo PDHI diatur dalam ART
Pasal 19
PDHI mempunyai atribut yang terdiri dari Bendera, Selempang kain berwarna kuning emas dan bergaris tengah berwarna ungu dengan peneng kuningan berlogo dan Panji-panji yang seluruhnya mencantumkan logo PDHI dan digunakan pada kegiatan-kegiatan sesuai yang diatur dalam ART.
BAB XII PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN
Pasal 20
Anggaran Dasar Perhimpunan dapat diubah oleh dan dalam Kongres atas usulan pengurus besar dan atau pengurus cabang yang disetujui oleh 2/3 cabang
78
BAB XIII KEWENANGAN KHUSUS
Pasal 21
Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih lanjut di dalam Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan.
BAB IX MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DAN PENGAWASAN INTERNAL
Pasal 22
(1) Penyelesaian sengketa dalam organisasi dilakukan melalui musyawarah kekeluargaan
sesuai tingkatan Kekuasaan Perhimpunan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
(2) Mekanisme musyawarah kekeluargaan sesuai tingkatan Kekuasaan Perhimpunan seperti yang dimaksud pada ayat (1) akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
(3) Apabila penyelesaian sengketa dalam organisasi sesuai mekanisme seperti yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menyelesaikan sengketa dalam organisasi tersebut, maka penyelesaian sengketa dilakukan sesuai tata cara yang telah diatur dalam aturan perundang-undangan tentang organisasi kemasyarakatan.
Pasal 23
(1) Pengawasan internal organisasi wajib dilakukan oleh seluruh anggota Perhimpunan
terhadap jalannya organisasi baik oleh pengurus-pengurus Perhimpunan atau pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh pengurus untuk mengurusi badan-badan lain yang dibentuk oleh pengurus Perhimpunan demi kepentingan kebutuhan organisasi sesuai fungsi dan tujuan organisasi.
(2) Untuk menjamin terlaksananya pengawasan internal organisasi seperti yang dimaksud pada ayat (1), maka perlu dibentuk adanya badan pengawas internal organisasi.
(3) Tata cara pembentukan, pengangkatan, tugas dan kewenangan badan pengawas internal organisasi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
XV
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 24
Perhimpunan hanya dapat dibubarkan oleh dan dalam Kongres Luar Biasa Khusus untuk Pembubaran yang dihadiri dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 Cabang Perhimpunan.
BAB XVI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN
Pasal 25
Anggaran Dasar Perhimpunan dapat diubah oleh dan dalam Kongres atas usulan pengurus besar dan atau pengurus cabang yang disetujui oleh 2/3 cabang.
79
BAB XVII PENUTUP
Pasal 26
Hal-hal lain yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan, akan diatur dalam peraturan tersendiri setelah melalui mekanisme musyawarah mufakat sesuai yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan.
BAB XVIII PENGESAHAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN
Pasal 27
(1) Perubahan Anggaran Dasar ini disahkan dalam Kongres Perhimpunan yang diadakan di
Bali tanggal 3 November 2018 yang selanjutnya disebut Anggaran Dasar PDHI. (2) Keputusan-keputusan Kongres dan atau Pengurus Besar PDHI terdahulu yang
bertentangan dengan Anggaran Dasar dinyatakan tidak berlaku. (3) Anggaran Dasar PDHI ini berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan di : Bali
Pada Tanggal : 02 November 2018
Ketua Kongres,
Drh Laode Mastari, MM
80
ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
BAB I
KEGIATAN Pasal 1
(1) Kegiatan Perhimpunan ke dalam meliputi:
a. Membina keorganisasian, keprofesian, dan sosialisasi nilai-nilai etika veteriner,
acuan perilaku profesi veteriner dan pemahaman kesejahteraan hewan; b. Meningkatan kompetensi dan keterampilan anggota melalui kegiatan pendidikan
berkelanjutan (seminar, lokakarya dan lain-lain) yang bersertifikat dan berstandar kompetensi;
c. Mendukung pendidikan profesi, penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran hewan di berbagai sector;
d. Mengadakan berbagai fasilitas komunikasi dan mediasi yang bersifat ilmiah dan keanggotaan dalam berbagai bentuk media sesuai kemampuan organisasi (majalah, web-site dan lain-lain);
e. Mengusahakan dan/atau menciptakan kesempatan yang dapat membantu baik secara langsung maupun tidak langsung kesejahteraan para anggota
f. Meningkatkan citra profesi yang membanggakan anggota; g. Menggerakkan anggota (apabila diperlukan) pada terjadinya keadaan khusus
bidang Veteriner yang memerlukan partisipasi seluruh anggota secara nasional; h. Melaksanakan advokasi terhadap anggota.
(2) Kegiatan Perhimpunan keluar meliputi:
a. Memberikan sumbangan pemikiran baik diminta maupun tidak diminta kepada pemerintah dalam merumuskan kebijakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam arti yang seluas-luasnya
b. Membantu pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesehatan hewan untuk kesejahteraan masyarakat
c. Menjalin kerjasama dengan organisasi dan lembaga / badan yang berkaitan dengan profesi/bidang kedokteran hewan di dalam dan luar negeri
d. Menanamkan kesadaran kesehatan masyarakat veteriner bagi terjaminnya ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
e. Menjaga ketertiban dan kelestarian lingkungan, khususnya lingkungan yang berkaitan dengan sumberdaya hewan.
f. Mensosialisasikan peran profesi dokter hewan dan manfaat hewan bagi kehidupan manusia.
g. Pemberian penghargaan kepada orang-orang berjasa dan tokoh masyarakat yang berjasa dalam pengembangan profesi dokter hewan
(3) Kegiatan Perhimpunan berkaitan dengan Pendidikan Profesi: a. Membangun kerjasama dengan Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia
dalam menghasilkan lulusan dokter hewan yang bermutu b. Memfasilitasi kebutuhan sumberdaya penyelenggaraan pendidikan profesi
kedokteran hewan c. Menjaga mutu layanan profesi sebagai rujukan penyelenggaraan pendidikan
profesi kedokteran hewan. d. Menyediakan materi ilmiah tentang pengetahuan Kedokteran Hewan yang harus
dikuasai oleh seorang dokter hewan dalam bentuk pendidikan berkelanjutan
81
BAB II KEANGGOTAAN
Anggota Biasa
Pasal 2
(1) Anggota Biasa adalah Dokter Hewan Warga Negara Indonesia yang merupakan lulusan dari Institusi Pendidikan Kedokteran Hewan di Indonesia yang telah terakreditasi ataupun lulusan Institusi pendidikan Kedokteran Hewan di Luar Negeri yang ijazahnya telah mendapatkan pengesahan dari Kementrian Pendidikan Nasional
(2) Untuk menjadi Anggota Biasa PDHI setiap Dokter Hewan wajib mendaftarkan diri dengan
cara sebagai berikut :
a. Mengisi formulir permohonan menjadi anggota PDHI Cabang sesuai dengan wilayah domisilinya ataupun wilayah tempat kerjanya.
b. Membayar uang pendaftaran keanggotaan pada waktu registrasi dan membayar iuran keanggotaan.
c. Menerima pengesahan sebagai anggota perhimpunan dalam bentuk Kartu Tanda Anggota yang berlaku seumur hidup kecuali pindah cabang dan STRV yang mempunyai masa berlaku 4 tahun.
d. STRV sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang setelah anggota memenuhi satuan kredit pendidikan berkelanjutan (SKPB) yang jumlahnya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Perhimpunan dan membayar biaya perpanjangan STRV.
Anggota Luar Biasa Pasal 3
(1) Anggota Luar Biasa adalah Dokter Hewan Warga Negara Asing dan Sarjana Non Dokter
Hewan lulusan Universitas/Institut yang mengajar di Fakultas Kedokteran Hewan atau bekerja di organisasi/instansi yang relevan dengan ilmu Kedokteran hewan dan memenuhi persyaratan keanggotaan
(2) Untuk menjadi anggota luar biasa setiap orang perlu mendaftarkan diri dengan cara:
a. Mengisi formulir permohonan menjadi anggota b. Yang bersangkutan diusulkan kepada PB PDHI dengan tembusan kepada PDHI
Cabang tempat domisili/tempat kerja calon yang bersangkutan dan mendapat dukungan tertulis dari sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota biasa.
c. WNA yang menyatakan ingin menjadi anggota luar biasa PDHI harus memenuhi persyaratan sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku
d. Setelah melalui prosedur huruf a dan huruf b, PB PDHI memberikan pertimbangan dan persetujuan diterima atau tidaknya sebagai anggota PDHI.
e. Dalam hal telah memperoleh persetujuan tertulis dari PB PDHI maka yang bersangkutan membayar uang pendaftaran keanggotan pada waktu registrasi serta membayar iuran keanggotaan.
f. Menerima pengesahan sebagai anggota perhimpunan dalam bentuk Kartu Tanda Anggota yang mempunyai masa berlaku yang terbatas.
82
Anggota Kehormatan Pasal 4
(1) Anggota Kehormatan adalah seseorang yang mempunyai jasa besar di bidang
pengembangan profesi kedokteran hewan dan perhimpunan (2) Anggota kehormatan diangkat oleh Kongres atas Usul Pengurus Besar atau Cabang
dengan menyampaikan berbagai alasan pengusulannya
Anggota Muda Pasal 5
(1) Anggota Muda adalah Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) yang mengambil Program
Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) di Institusi Pendidikan Kedokteran Hewan di Indonesia dan dipersiapkan menjadi dokter hewan profesional
(2) Tata cara menjadi Anggota Muda adalah sebagai berikut :
a. Mengisi formulir dan Melengkapi syarat permohonan menjadi anggota muda b. Menerima pengesahan sebagai anggota muda dari PB PDHI dalam bentuk kartu
tanda anggota muda
Hak-hak Anggota Pasal 6
(1) Hak-hak Anggota Biasa yang dijamin perhimpunan adalah :
a. Hak mengeluarkan pendapat dan hak suara dalam rapat-rapat perhimpunan; b. Hak untuk dipilih menjadi atau memilih pengurus Perhimpunan; c. Hak untuk membela diri di Forum Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika
Profesi Veteriner dan Komisi Etik Veteriner (bagi anggota yang mendapatkan teguran pelanggaran) dan bilamana terbukti tidak melakukan pelanggaran dapat memperoleh hak rehabilitasi nama di forum Kongres
(2) Hak-hak lain yang diberikan kepada anggota biasa adalah :
a. Hak untuk memperoleh izin praktek b. Hak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan c. Hak untuk membentuk kelompok atau ikatan yang bernaung di bawah PDHI
menurut kesamaan minat dan atau keahliannya d. Hak untuk mengusulkan dibentuknya cabang baru, bila daerah tersebut
mempunyai anggota minimal 10 Dokter Hewan, jauh dari PDHI Cabang yang sah, berada di pulau lain dengan tingkat komunikasi dan transportasi yang sulit dengan memperoleh persetujuan dari cabang yang menaunginya
e. Hak memperoleh advokasi dan perlindungan hukum dari Perhimpunan atas pertimbangan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner.
Pasal 7
(1) Hak-hak Anggota Luar Biasa dan Anggota Muda adalah : a. Hak bicara dalam setiap rapat Perhimpunan
83
b. Hak untuk membela diri di Forum Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etik Profesi Veteriner (bagi anggota yang mendapatka teguran pelanggaran) dan bilamana terbukti tidak melakukan pelanggaran dapat memperoleh hak rehabilitasi nama di forum Kongres
c. Hak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan d. Hak memperoleh advokasi dan perlindungan hukum dari Perhimpunan atas
pertimbangan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etik Profesi Veteriner.
(2) Hak-hak yang diberikan kepada Anggota Kehormatan adalah: a. Hak memberi saran/nasehat dan masukan untuk kebaikan perhimpunan b. Hak bicara dalam setiap rapat Perhimpunan
Rekomendasi dan Izin Praktek Dokter Hewan
Pasal 8 (1) Setiap anggota biasa yang memiliki hak untuk praktek dokter hewan sesuai AD ketentuan
umum butir l nomor 1 s/d 8, harus memiliki rekomendasi izin praktek yang diterbitkan oleh PDHI Cabang setempat.
(2) Dalam rangka memperoleh izin praktek, maka: a. Disyaratkan mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota dan melengkapi
persyaratan yang berlaku serta melampirkan rekomendasi tertulis dari PDHI Cabang setempat.
b. Dalam rangka memperoleh rekomendasi tertulis sebagaimana diperlukan pada butir (a), PDHI Cabang harus melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan yang berlaku yaitu Ijazah, Sertifikat Kompetensi dokter hewan, Kartu Tanda Anggota PDHI, KTP, Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV) dan rencana tempat praktek
c. Bila tidak mempunyai Kartu Tanda Anggota PDHI, maka harus melengkapi persyaratan keanggotaan dan melunasi persyaratan pembayaran iuran keanggotaan
(3) Dalam hal seorang dokter hewan melaksanakan praktek di luar wilayah cabang asal keanggotaannya, wajib mendapatkan surat keterangan sebagai anggota PDHI Cabang asal dan rekomendasi PDHI Cabang tempat melaksanakan praktek.
Berhentinya Keanggotaan
Pasal 9
(1) Anggota-anggota Perhimpunan berhenti karena : a. Atas permintaan sendiri b. Karena meninggal dunia c. Diberhentikan karena melanggar ketentuan-ketentuan perhimpunan
(2) Anggota yang diberhentikan oleh cabang dapat naik banding melalui PB PDHI sesuai
ketentuan prosedur yang diterbitkan oleh Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner.
Kewajiban Anggota
Pasal 10
(1) Setiap anggota wajib membayar uang pendaftaran (registration fee) dan iuran anggota (membership fee).
84
(2) Anggota yang lalai untuk membayar iuran anggota dapat dikenakan sanksi administratif atau denda oleh pengurus Cabang Perhimpunan.
(3) Besarnya uang pendaftaran (registration fee) dan uang iuran anggota (membership fee) serta sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Pengurus Cabang
(4) Setiap anggota PDHI berkewajiban menjunjung tinggi dan mengamalkan sumpah dan kode etik dokter hewan Indonesia, mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, ketentuan PDHI dan peraturan yang berlaku serta selalu menjaga dan mempertahankan kehormatan PDHI.
BAB III KEPENGURUSAN
Pengurus Besar
Pasal 11
(1) Pengurus Besar adalah badan pengurus di tingkat pusat yang bertanggung jawab
kepada anggota melalui Kongres.
(2) Pengurus Besar dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Kongres.
(3) Pengurus Besar Bertanggung jawab untuk dan atas nama organisasi
(4) Pengurus Besar sekurang-kurangnya terdiri dari : a. Seorang Ketua Umum ; b. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan ; c. Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Advokasi Profesi ; d. Ketua Bidang Ilmiah, Sertifikasi dan Continuing Education ; e. Seorang Sekretaris Jenderal ; f. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Organisasi dan Keanggotaan ; g. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hubungan Masyarakat dan Advokasi Profesi ; h. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Ilmiah, Sertifikasi dan Continuing Education ; i. Bendahara sesuai kebutuhan ; j. Komisi – komisi sesuai bidang dan keperluan
(5) Dalam hal yang diperlukan dapat menambah Bidang atau komisi sesuai kebutuhan
(6) Setiap ketua bidang mengkoordinasikan kegiatan dengan komisi yang relevan dengan
bidangnya.
(7) Dalam hal diperlukan dapat menambah Bidang atau komisi sesuai kebutuhan
(8) Pengurus Besar menerima mandat dari dan menjalankan program kerja Perhimpunan yang ditetapkan Kongres.
(9) Periode kepengurusan PB PDHI adalah 4 tahun atau diantara 2 kongres
(10) Seorang Ketua Umum PB PDHI hanya dapat menjabat selama 2 periode kepengurusan
secara berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak dapat dipilih kembali sebagai
85
Ketua Umum.
(11) Ketua Umum Terpilih wajib membentuk kepengurusan dan diumumkan dalam waktu satu (1) bulan setelah terpilih.
(12) Dalam masa kepengurusan berikutnya Ketua Umum PB PDHI sebelumnya secara Ex-
officio menjadi anggota Pengurus Besar sebagai penasehat tanpa mempunyai hak suara. (13) Penasehat diminta atau tidak diminta berkewajiban memberikan masukan kepada
PBPDHI. (14) Ketua PB, anggota PB, petugas-petugas, Anggota Panitia di PDHI dapat diberikan
honorarium dan uang perjalanan dinas PDHI sebagai kompensasi dalam menjalankan kewajiban-kewajiban mereka untuk kepentingan perhimpunan sebagaimana yang ditugaskan.
(15) Pembayaran honorarium dan atau uang perjalanan sebagaimana pada butir 14 tidak
boleh dilakukan kepada siapapun tanpa persetujuan sebelumnya dari mayoritas Pengurus Inti dengan kewajiban mempertanggungjawabkan keuangan dengan melampirkan semua kwitansi/faktur pertanggungjawaban
(16) Pengurus Inti adalah Ketua Umum PB PDHI, Sekretaris Jenderal dan Bendahara (17) PB PDHI diberi wewenang untuk mengangkat sekretaris eksekutif guna menjalankan
operasional sekretariat PB PDHI sehari-hari yang untuk pekerjaannya ini diberikan honorarium sesuai standar yang lazim
(18) PB PDHI diberi wewenang untuk mengangkat sekretaris eksekutif guna menjalankan
operasional sekretariat PB PDHI sehari-hari yang untuk pekerjaannya ini diberikan honorarium sesuai standar yang lazim
(19) PB PDHI dalam menjalankan program jangka menengah dan bersifat strategis dapat membentuk kepanitiaan/kelompok kerja (Pokja) yang dipertanggung jawabkan dalam kongres
(20) Pengurus Besar menerima mandat dari dan menjalankan program kerja Perhimpunan
yang ditetapkan Kongres. (21) Pengurus Besar bertanggung jawab untuk dan atas nama organisasi. (22) Pengurus Besar berperan sebagai fasilitator nasional Perhimpunan
(23) Kepanitiaan/Pokja yang dibentuk oleh PB PDHI tidak mempunyai hak untuk mengatas
namakan PDHI dan bilamana melakukan sosialisasi materi kegiatannya harus dengan dampingan Pengurus Besar
Pasal 12
PB PDHI selaku organisasi profesi bertugas : a. Memberikan masukan dan sikap kepada Pemerintah dalam hal adanya isu-isu
nasional berkenaan bidang veteriner dan penyakit hewan ; b. Memberikan alternatif terbaik sesuai profesi dalam menangani penyakit hewan
yang berdampak nasional ; c. Atas permintaan pemerintah menangani urusan-urusan khusus yang
menyangkut bidang Kedokteran hewan/veteriner ;
86
d. PB PDHI paling kurang mengurusi bidang keorganisasian dan keilmiahan; e. Bersama Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
menyusun, mengevaluasi dan merevisi kode etik dan acuan dasar profesi.; f. Menyusun suatu standar kompetensi profesi kedokteran hewan yang khusus
(spesifik) sesuai bidang keahlian yang terwakili dalam ONT di bawah PDHI; g. Menyusun suatu standar kompetensi profesi kedokteran hewan yang bersifat
umum dan nasional serta mengacu kepada standar internasional profesi veteriner;
h. Menyusun standar dan akreditasi pendidikan berkelanjutan Profesi Kedokteran Hewan yang ditetapkan berdasarkan besaran satuan kredit pendidikan berkelanjutan (continuing education credit hour)/SKPB;
i. Memantau dan mengevaluasi hasil pendidikan kedokteran dokter hewan yang diluluskan oleh FKH-FKH di Indonesia;
j. Memberikan rekomendasi bagi paramedis/dokter hewan/dokter hewan spesialis lulusan luar negeri yang akan bekerja di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mekanisme yang disepakat
Pengurus Cabang
Pasal 13
(1) Ketua Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota Cabang yang memenuhi
Quorum suara yang setuju yaitu 50% + 1 (2) Struktur kepengurusan Cabang mengikuti struktur kepengurusan PB PDHI, dengan
setidak-tidaknya terdiri atas a. Ketua Cabang b. Wakil Ketua c. Sekretaris Cabang d. Bendahara Cabang e. Komisi-komisi
(3) Masa jabatan ketua Cabang adalah maksimal 2 kali berturut-turut atau tidak berturut-
turut dan selanjutnya tidak dapat dipilih kembali.
(4) Pembidangan di luar pengurus inti, dapat disusun sesuai dengan kebutuhan setempat dan tantangan organisasi
(5) Masa Jabatan Pengurus Cabang selama 4 (empat) tahun atau diantara 2 Rapat Umum Anggota Cabang
(6) Dalam hal seorang Ketua Cabang tidak bisa aktif di daerah tersebut karena pindah atau alasan lain, maka dilakukan pemilihan ketua cabang baru
(7) Dalam hal masa kepengurusan cabang telah melewati 4 (empat) tahun, PB PDHI wajib mengambil tindakan berupa : a. Pembinaan pengurus dan anggota; b. Peringatan lisan; c. Peringatan Tertulis; dan/atau d. Memfasilitasi untuk mengadakan Rapat Umum Anggota Cabang.
Pasal 14 (1) Pembentukan cabang perhimpunan yang baru, atas dasar usulan anggota dan harus
mendapatkan rekomendasi PDHI Cabang asal dengan alasan dan pertimbangan yang kuat
87
dan diyakini dapat memberdayakan serta memperkokoh peran profesi veteriner di daerah tersebut
(2) Dalam hal pemekaran cabang, pengaturan tertib administrasi pemekaran cabang, dan perpindahan keanggotaan, dapat menjadi pertimbangan
(3) PDHI Cabang mendapat pembinaan, monitoring, dan evaluasi dari PB PDHI berkenaan
dengan tata laksana organisasi di PDHI Cabang, dan juga. PDHI Cabang dapat dimonitoring dan evaluasi oleh anggota PDHI Cabang
(4) PDHI Cabang melakukan advokasi terkait dengan persyaratan perijinan praktek
pelayanan kesehatan hewan yang memberatkan, dengan mempertimbangkan bahwa pelayanan kesehatan hewan merupakan bentuk bela negara
(5) Setiap cabang sekurang-kurangnya terdiri atas 10 anggota (6) Apabila di suatu wilayah provinsi anggotanya kurang dari 10 (sepuluh) orang maka
sebagai perkecualian, PB PDHI dapat mengesahkan sebuah cabang atas usulan anggota di wilayah yang bersangkutan
Pasal 15 Pengurus Cabang bertugas : a. Mengurus keorganisasian, pelayanan administrasi dan membina anggota cabang.
b. Memberikan layanan rekomendasi izin praktek di wilayah kerja cabang baik untuk
anggota cabang bersangkutan maupun anggota cabang lain sesuai Peraturan Perhimpunan.
c. Memberikan masukan kepada Pemerintah daerah dalam hal di wilayahnya terkait isu-
isu bidang veteriner dan penyakit hewan. d. Menangani urusan-urusan khusus yang menyangkut bidang veteriner, atas permintaan
pemerintah daerah
BAB IV KELENGKAPAN ORGANISASI
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
Pasal 16
(1) Pengurus Besar mengangkat suatu Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Kongres paling lambat satu tahun setelah kongres.
(2) Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner (MKP-EPV), merupakan alat kelengkapan organisasi yang dibentuk untuk melakukan pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penerapan etika profesi kedokteran hewan.
(3) Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner bertugas untuk : a. Menyusun dan mengevaluasi serta mengusulkan revisi terhadap isi Kode Etik dan
Acuan Dasar Profesi bersama PB PDHI b. Menegakkan nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik profesi dengan
melakukan pemanggilan dan dengar pendapat (hearing) terhadap seorang dokter hewan yang dilaporkan secara tertulis oleh cabang ke Majelis Kehormatan
88
Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner melakukan pelanggaran Kode Etik c. Memberitahukan melalui Surat Tercatat kepada yang bersangkutan untuk hadir
di Forum Dengar Pendapat untuk menjawab sangkaan dan membela diri dengan bukti-bukti
d. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner melaporkan Keputusannya secara tertulis kepada Pengurus Besar (PB) dengan tembusan kepada PDHI Cabang yang bersangkutan berupa rekomendasi untuk : i. Menganggap persoalan selesai atau
ii. Menjatuhkan hukuman yang berbentuk sebagai berikut : 1. Memberikan surat teguran 2. Memberlakukan skorsing sebagai anggota selama periode
tertentu 3. Memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaan PDHI 4. Mengatur supaya hukuman dapat ditangguhkan atau dibekukan
untuk periode tertentu dengan syarat-syarat tertentu dari Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner sesuai dengan kewenanganya
(4) Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner, terdiri sekurang-kurangnya dari 5 (lima) orang dengan berbagai kriteria sebagaimana berikut: a. Mantan Ketua Umum dan mantan Sekjen PB-PDHI b. Dokter Hewan senior (senioritas berdasarkan pengalaman profesi) yang
etikalsesuai profesi veterinerdan atau pernah aktif di kepengurusan PDHI c. Figur intelektual perguruan tinggi yang etikal dan terbukti mempunyai komitmen
besar terhadap martabat profesi d. Figur yang menghasilkan karya intelektual dan terbukti mempunyai komitmen
besar terhadap martabat profesi e. Ex-officio Ketua Umum PB PDHI dan Sekretaris Jenderal PB PDHI
(5) MKP-EPV sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.
(6) Persyaratan agar dapat menjadi pengurus MKP-EPV adalah anggota yang memiliki
kemampuan dalam memahami etika profesi kedokteran hewan, berintegritas moral dan etika yang tinggi serta komitmen terhadap organisasi.
(7) Pengurus Besar mengangkat dan mengesahkan pengurus Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner.
(8) Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner mempunyai masa jabatan yang berakhir bersamaan dengan masa jabatan Pengurus Besar
(9) MKP-EPV bertanggungjawab dan melaporkan secara periodik kepada Ketua Umum Pengurus Besar.
(10) Sebelum Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner yang baru dibentuk maka segala urusan berkenaan tugas dan fungsi majelis kehormatan tetap dilaksanakan oleh Majelis yang berakhir masa tugasnya namun segala keputusan yang dikeluarkan oleh majelis ini harus dikukuhkan kembali oleh majelis penggantinya
(11) PDHI Cabang membentuk Komisi Etik dan Disiplin (KED) yang merupakan unit yang mengurus isu etika di bawah arahan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner dan untuk isu spesifik melibatkan ONT dalam isu terkait
89
(12) PDHI Cabang melakukan penegakan disiplin internal dan kode etik Dalam hal penegakan sebagaimana dimaksud pada butir kedua belum dapat diselesaikan, penyelesaian dapat dilanjutkan ke Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner.
(13) Dalam hal diperlukan, Komisi Etik dan Disiplin serta Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner dapat melibatkan tenaga konsultan hukum
(14) Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner menyusun dan melaksanakan Pedoman/SOP penanganan kasus pelanggaran kode etik dan disiplin
(15) PB PDHI dan/atau PDHI Cabang Terhadap pelanggaran dalam bidang pelayanan
kesehatan hewan yang dilakukan oleh pihak di luar anggota PDHI, perlu merekomendasikan tindak lanjut penegakannya kepada instansi yang berwenang
(16) PDHI Cabang melakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat secara persuasif, sistematis dan berkelanjutan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya pelanggaran dalam bidang pelayanan kesehatan hewan.
Pasal 17 (1) Cabang Perhimpunan membentuk alat kelengkapan organisasi yang serupa dengan MKP-
EPV yang diberi nama Komisi Etik dan Disiplin.
(2) Komisi Etik dan Disiplin diangkat dan disahkan oleh Pengurus Cabang.
(3) Komisi Etik dan Disiplin bertanggung jawab dan melaporkan secara periodik kepada Ketua Pengurus Cabang.
(4) Persyaratan agar dapat menjadi pengurus KED adalah anggota yang memiliki kemampuan dalam memahami etika profesi kedokteran hewan, berintegritas moral dan etika yang tinggi serta komitmen terhadap organisasi.
(5) Masa jabatan KED sesuai dengan masa jabatan Pengurus Cabang.
Pasal 18 Tugas dan wewenang MKP-EPV dan KED adalah:
1. Melakukan tugas pembinaan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran hewan, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran hewan.
2. Merekomendasikan pemberian sanksi etik terhadap anggota kepada Ketua Pengurus Perhimpunan sesuai tingkatannya.
3. Mengevaluasi serta mengusulkan revisi terhadap isi Kode Etik dan Acuan Dasar Profesi bersama Pengurus Perhimpunan sesuai tingkatannya untuk di bahas dan disahkan dalam Kongres Perhimpunan.
4. Menegakkan nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik profesi dengan melakukan pemanggilan dan dengar pendapat terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik
5. MKP-EPV dan KED melaporkan setiap hasil pemeriksaan etik secara tertulis kepada Pengurus Perhimpunan sesuai tingkatannya berupa rekomendasi agar ditindak lanjuti dengan membuat keputusan Perhimpunan terhadap setiap kasus yang diperiksa oleh MKP-EPV dan KED.
6. Keputusan yang dimaksud pada butir 5 antara lain: a. Tidak bersalah dan tidak ada pelanggaran etik profesi sehingga dilakukan
rehabilitasi nama anggota yang dilaporkan;
90
b. Bersalah dan terbukti melanggar etika profesi serta menjatuhkan sanksi berupa: 1. Surat teguran/peringatan serta wajib mengikuti kegiatan pemahaman
etika profesi selama waktu yang ditentukan; 2. skorsing sebagai anggota selama periode tertentu 3. Memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaan Perhimpunan
Tata cara lebih lanjut pelaksanaan tugas dan wewenang MKP-EPV dan KED akan diatur tersendiri dalam Peraturan Perhimpunan yang memuat Pedoman Penanganan Pelanggaran Kode etik dan Disiplin Perhimpunan yang disusun oleh MKP-EPV dan KED dan di sahkan dalam Kongres.
Organisasi Non Teritorial (ONT)
Pasal 19
(1) PB PDHI mempunyai wewenang untuk mendorong terbentuknya ikatan dokter hewan
yang bernaung di bawah PDHI menurut kesamaan minat atau asosiasi, kesamaan keahlian dan kesamaan bidang kerja.
(2) Minat dan Keahlian yang dimaksud adalah dalam spesies hewan dan disiplin ilmu kedokteran hewan
(3) Tatacara pembentukan ikatan adalah bilamana sekelompok dokter hewan dengan minat/bidang/keahlian yang sama bersepakat untuk membentuk ONT di bawah PDHI
(4) Anggaran Dasar (AD) ONT adalah AD PDHI dan Anggaran Rumah Tangga (ART)nya harus mencantumkan pernyataan tentang AD ONT sebagaimana tersebut di atas dan statusnya yang bernaung di bawah PDHI
(5) ONT adalah organisasi yang hanya beraktivitas ilmiah yang bermanfaat dan meningkatkan kompetensi anggotanya serta membuat aturan-aturan etikal ilmiah keprofesian sesuai kelompoknya dan ONT tidak dibenarkan melakukan advokasi kedudukan dan peran profesi maupun pendekatan-pendekatan keorganisasian kemasyarakatan secara sendiri, melainkan sebagai bagian dan atau bersama dengan PDHI (PB ataupun Cabang)
(6) ONT secara aktif memberikan informasi perkembangan teknis profesi kepada PB PDHI dan melaksanakan kegiatan produktif dalam rangka peningkatan kemampuan profesi
(7) ONT tidak memiliki cabang yang bersifat teritorial (kewilayahan) namun bila dipandang perlu dapat membentuk komisariat untuk memudahkan komunikasi dan administrasi
(8) Tata hubungan Kerja antara ONT dengan PB dan Cabang diatur dalam Peraturan Perhimpunan
(9) ONT dan kepengurusannya disahkan oleh PB PDHI dan keberadaannya dibawah naungan PDHI dikukuhkan dengan Ketetapan Kongres
(10) Anggota ONT adalah anggota PDHI Cabang kecuali anggota sebuah ONT yang tidak bergelar dokter hewan.
(11) ONT bertujuan untuk :
91
a. Meningkatkan kompetensi dan ilmu para anggotanya sesuai bidang keahlian dan bidang minatnya, termasuk dengan cara menjalin kerjasama nasional/internasional dengan sepengetahuan Pengurus Besar
b. Memberikan pendapat dan masukan professional diminta ataupun tidak, apabila terjadi keadaan khusus yg menyangkut bidangnya yang memerlukan sikap dan pendapat profesi
(12) ONT memberikan kontribusi peningkatan kemampuan profesi Dokter Hewan
Pasal 20
(1) PDHI dapat membentuk berbagai yayasan dan/atau badan usaha berstatus hukum maupun tidak berstatus hukum yang diadakan sesuai keperluan organisasi.
(2) Pengurus PDHI dapat mendirikan yayasan dan/atau badan usaha dengan tujuan : a. Membantu PDHI dalam merealisasikan program jangka panjang dan
berkelanjutan. b. Yayasan dan/atau badan usaha dapat beraktivitas untuk menghimpun dana
sesuai aturan hukum yang mengatur fungsi yayasan untuk keperluan mendanai kegiatan-kegiatan PDHI yang bermanfaat bagi anggota secara nasional.
(3) Pengurus yayasan dan/atau badan usaha bertanggung jawab kepada Pengurus PDHI
(4) Dasar pembentukan Yayasan dan/atau badan usaha sesuai fungsi yayasan dan/atau badan usaha untuk keperluan sebagaimana ayat (2) b ditetapkan dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pengurus PDHI.
Tata Hubungan Kerja Organisasi
Pasal 21
Pengurus Besar, Pengurus Cabang, Pengurus ONT dan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam organisasi PDHI.
Pasal 22
Setiap kebijakan/keputusan Cabang dan ONT tidak boleh bertentangandengan kebijakan/ keputusan Pengurus Besar
Pasal 23
ONT harus berkoordinasi dengan Pengurus Besar dan Pengurus Cabang dalam melaksanakan Kegiatan di wilayah kerja cabang
BAB V
RAPAT – RAPAT
Kongres
Pasal 24
(1) Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi Perhimpunan.
(2) Kongres dihadiri oleh :
92
a. Pengurus Besar Perhimpunan b. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner c. Delegasi Kongres d. Pengamat/Peninjau Kongres
(3) Delegasi Kongres adalah perwakilan dari setiap cabang
(4) Pengamat/Peninjau Kongres adalah : a. Perwakilan ONT b. Perwakilan FKH-FKH c. Perwakilan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) d. Anggota cabang di luar delegasi e. Undangan PB PDHI
(5) Kongres diadakan 4 (empat) tahun sekali.
(6) Tugas Kongres : a. Menetapkan tempat dan waktu Kongres berikutnya. b. Menerima dan mensahkan pertanggungjawaban Pengurus Besar. c. Melakukan amandemen terhadap AD dan ART Perhimpunan dan
mengesahkannya. d. Menerbitkan ketetapan-ketetapan tentang berbagai hal yang disepakati pada
setiap Mukernas di antara dua Kongres dan yang tercantum dalam laporan pertanggung jawaban PB PDHI yang telah disahkan maupun kesepakatan-kesepakatan yang diperoleh pada saat Kongres.
e. Memberikan mandat kepada Pengurus Besar untuk mengangkat anggota-anggota Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner dan Majelis Pendidikan Profesi Dokter Hewan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
f. Memberikan mandat kepada Pengurus Besar untuk mengesahkan ONT dan kepengurusannya.
g. Membuat keputusan untuk perkembangan dan kemajuan Perhimpunan h. Merumuskan Program Kerja Perhimpunan untuk masa jabatan Pengurus Besar
berikutnya. i. Memilih dan mensahkan Ketua Umum Perhimpunan atau Formatur Pengurus
Besar Perhimpunan. j. Menerbitkan dan mensahkan pernyataan sikap dan atau rekomendasi
perhimpunan
(7) Kongres dianggap sah apabila dihadiri minimal 2/3 dari jumlah Cabang yang telah disahkan.
(8) Pengambilan Keputusan-keputusan di dalam Kongres dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dalam hal tidak memungkinkan, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dengan ketentuan jumlah suara setiap cabang sebagai berikut :
Suara = Jumlah Anggota/10 + suara tambahan
a. Besaran suara berdasarkan jumlah anggota adalah sebagai berikut: Jumlah anggota cabang dibagi sepuluh (10)
b. Besaran suara tambahan berdasarkan jarak geografis linier antara lokasi Cabang Perhimpunan berada ke titik Kongres adalah sebagai berikut: 1. Jarak 0-500 km mempunyai tambahan hak = 1 suara 2. Jarak 501-1000 km mempunyai tambahan hak = 2 suara
93
3. Jarak > 1000 mempunyai tambahan hak = 3 suara
(9) Dalam hal Kongres tidak mencapai Quorum seperti ayat (1) maka diambil keputusan-keputusan yang belum bersifat tetap sampai keputusan-keputusan termaksud di atas diusahakan menjadi tetap secara referendum oleh Panitia Kongres. Keputusan Kongres dan Keputusan Referendum sama kuatnya.
Kongres Luar Biasa
Pasal 25
Dalam keadaan yang luar biasa yang memerlukan keputusan Kongres dapat diadakan Kongres Luar Biasa atas usul sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah Cabang yang ada
Musyawarah Kerja Nasional
Pasal 26
1. Musyawarah Kerja Nasional diselenggarakan sekurang–kurangnya satu kali dalam masa antara dua Kongres
2. Musyawarah Kerja Nasional diadakan dengan tujuan untuk : a. Melakukan konsolidasi perhimpunan b. Mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja perhimpunan c. Memperoleh kesepakatan untuk keputusan nasional perhimpunan yang bersifat
mendesak. d. Mengambil tindakan korektif bila ada penyimpangan e. Mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional. f. Mempersiapkan penyelenggaraan Kongres Berikutnya g. Membahas masalah nasional/internasional yang berdampak terhadap Profesi.
Rapat Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
serta Rapat Komisi Etik dan Disiplin
Pasal 27
(1) Rapat Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner dan Rapat Komisi Etik dan Disiplin diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun.
Rapat Pleno Pengurus Besar
Pasal 28
(1) Rapat Pleno Pengurus Besar dilakukan sedikitnya sekali dalam waktu 1 (satu) tahun
yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Pengurus
(2) Apabila tidak terpenuhi quorum, mekanisme pengambilan keputusan ditunda 3 jam, apabila masih tidak quorum, maka rapat dapat dilanjutkan dan hasil keputusannya dinyatakan sah dan mengikat.
Rapat Umum Anggota Cabang Pasal 29
(1) Rapat Umum Anggota Cabang merupakan pengambilan keputusan tertinggi pada tingkat cabang
94
(2) Rapat Umum Anggota Cabang dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam empat tahun,diselenggarakan di akhir kepengurusan
(3) Dalam keadaan luar biasa rapat umum anggota cabang dapat diadakan sewaktu-waktu atas usul atau inisiatif sepuluh orang anggota dan mendapat persetujuan lebih dari 50% + 1 jumlah anggota biasa yang ada.
(4) Apabila enam bulan setelah habis masa bakti periode kepengurusan dan telah minimal tiga kali diingatkan PB untuk mengadakan Rapat Umum Anggota Cabang tetapi tidak dilaksanakan, maka Pengurus Besar segera menunjuk tim caretaker yang terdiri dari satu orang pengurus cabang yang telah kadaluarsa dan dua orang anggota PDHI cabang, untuk menyelenggarakan rapat umum anggota cabangMemilih Ketua PDHI cabang untuk periode berikutnya
(5) Rapat Umum Anggota Cabang bertugas a. Menerima dan mensyahkan pertangungjawaban pengurus cabang: b. Menetapkan program kerja cabang dengan tetap berpedoman kepada program
kerja nasional yang ditetapkan Kongres c. Memilih Ketua PDHI cabang untuk periode berikutnya
(6) Rapat Umum Anggota Cabang dihadiri sekurang-kurangnya 1/2 dari jumlah anggota
PDHI cabang yang terdaftar
(7) Dalam hal Rapat Umum Anggota Cabang tidak mencapai Quorum seperti ayat (6) maka rapat ditunda selama 2 jam. Apabila masih belum juga tercapai quorum maka rapat dapat dilanjutkan dan hasil keputusannya dianggap sah
Rapat Pengurus Cabang
Pasal 30
(1) Rapat Pengurus cabang dilakukan sedikitnya sekali dalam 6 (enam) bulan, sekurang-kurangnya dihadiri 2/3 jumlah pengurus.
(2) Hasil-hasil keputusan Rapat PengurusCabang dipertanggungjawabkan kepada Rapat
Anggota Cabang dan kepada Pengurus Besar.
Rapat Koordinasi Nasional ONT
Pasal 31 (1) Rapat Koordinasi Nasional ONT diselenggarakan sekurang–kurangnya satu kali dalam
masa antara dua Kongres.
(2) Peserta Rapat Koordinasi Nasional adalah PB PDHI dan pengurus seluruh ONT yang berada dibawah PB PDHI
(3) Rapat Koordinasi Nasional ONT diadakan dengan tujuan untuk : a. Melakukan konsolidasi ONT b. Melaporkan dan Mengevaluasi program kerja ONT kepada PB PDHI c. Melaksanakan pembinaan ONT oleh PB PDHI d. Mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional e. Membahas isue isue nasional/internasional yang berdampak terhadap Profesi
yang bersifat keilmuan
95
Rapat Anggota ONT (Musyawarah Nasional ONT) Pasal 32
(1) Rapat Anggota ONT (Musyawarah Nasional ONT) diatur dalam anggaran Rumah Tangga masing-masing ONT.
(2) Hasil-hasil Rapat Anggota ONT (Musyawarah Nasional ONT) dipertanggungjawabkan kepada Pengurus Besar
Rapat Pengurus ONT
Pasal 33
(3) Rapat Pengurus ONT diatur dalam Anggaran Rumah Tangga masing-masing ONT.
(4) Hasil-hasil keputusan Rapat Pengurus ONT dipertanggungjawabkan kepada Rapat
Anggota ONT dan kepada Pengurus Besar.
BAB VI ADMINISTRASI DAN KEUANGAN
Pasal 34 (1) Administrasi Perhimpunan bersifat desentralisasi yaitu :
a. Masing–masing cabang mengatur administrasinya sendiri b. Menganut kaidah umum administrasi
(2) Administrasi yang ditangani PB adalah:
a. Surat Keputusan Pengangkatan dan Pengesahan Ketua Cabang dan
Kepengurusannya b. Surat Keputusan Kongres maupun Mukernas
Pasal 35
(1) Setiap anggota wajib membayar uang keanggotaan Perhimpunan yang besarnya
ditentukan oleh Pengurus Besar atau Rekomendasi Kongres. a. Iuran keanggotaan mengikuti tahun buku keuangan PDHI sehingga pembayaran
berlaku dari bulan Januari sampai dengan Desember. b. Bilamana pendaftaran terjadi setelah bulan Juli, maka dikenakan iuran untuk
senilai 1/2 tahun. c. Dokter hewan yang berada di wilayah dimana tidak terdapat PDHI Cabang dapat
berkonsultasi langsung ke Pengurus Besar PDHI untuk mendapatkan arahan tentang status keanggotaannya.
d. Tidak dipungut uang iurananggota untuk anggota muda. e. Anggota Luar Biasa membayar uang iuran anggota untuk satu tahunpenuh. f. Anggota Kehormatan dibebaskan dari uang iurananggota.
(2) Cabang-cabang wajib mengirimkan 10% dari uang iuran anggota kepada PB dalam 60
hari setelah menerima iuran dimaksud.
(3) Denda kelambatan membayar kepada PB harus ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota (Kongres) dan dikenakan terhadap anggota maupun cabang yang tidak mengirim uang iuran yang telah dipungut dalam waktu yang tertentu.
96
(4) Tidak membayar atau tidak mengirim uang keanggotaan dapat dikenakan sanksi-sanksi administratif dari PDHI, setelah terlebih dahulu diperingatkan.
(5) Guna membiayai operasional organisasi, PB dan Cabang dapat membentuk suatu unit usaha atau menanamkan uang dalam bentuk kegiatan bersama dengan catatan aman dan berbadan hukum.
Pasal 36 Pengurus Besar dapat mengangkat dan mempekerjakan pegawai-pegawai yang dianggap perlu untuk menjalankan urusan-urusan atau kegiatan PDHI di bawah pimpinan Direktur Pelaksana dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Direktur Pelaksana adalah pejabat Kepala Administrasi dan harus mengurus pekerjaan sehari-hari dari PDHI menurut petunjuk PB.
b. Direktur Pelaksana dan para pegawai yang bekerja untuk urusan PDHI memperoleh gaji dari sumber keuangan PDHI yang sah.
c. Dengan bekerjasama dengan Bendahara, Direktur Pelaksana harus mengurus keuangan PDHI sebagai berikut :
i. Menyimpan segera semua uang yang diterima oleh PDHI ke Rekening Bank yang disetujui oleh Pengurus Besar
ii. Membayar segera semua kewajiban pembayaran dan hutang-hutang PDHI yang telah mendapat persetujuan PB.
iii. Bendahara harus menandatangani suratperintah pembayaran, jika perlu PB menunjuksalah satu pengurus intisebagai alternatif.
iv. Menyelenggarakan pembukuansebaik-baiknya sesuai standard yang sewaktu-waktu dapat diperiksa untuk diaudit.
v. Mempersiapkan anggaran tahunan untuk tahun mendatang. d. Menyerahkan kepada Ketua Umum PB. semua pembukuan, uang tunai dan
barang-barang inventaris milik PDHI yang dalam tanggungjawabnya, segera setelah selesai tugas pekerjaannya.
e. Dalam keadaan PB PDHI belum memiliki seorang Direktur Pelaksana maka segala urusan administrasi dan keuangan PDHI dilaksanakan oleh Sekretaris Pelaksana di bawah petunjuk pengurus inti PB PDHI.
BAB VII LOGO DAN ATRIBUT
Logo
Pasal 37
(1) Perhimpunan mempunyai logo yang spesifik melambangkan profesi kedokteran di bidang veteriner sebagai lambang pengenal organisasi PDHI. a. Logo PDHI berbentuk lingkaran warna ungu dengan warna dasar putih dimana
warna ungu merupakan warna khas profesi veteriner internasional b. Lambang V yang berada ditengah diambil dari huruf pertama kata Veteriner c. Ditengah huruf V terdapat tongkat tiga mahkota yang mencirikan profesi medik
yaitu mengangkat sumpah profesi, berkode etik dan kompetensi layananannya dijamin dengan perizinan
d. Gambar ular yang meliliti tongkat yang merupakan lambang profesi medik (profesi penyembuh). Lambang profesi penyembuh harus ada dalam setiap lambang ONT.
e. Didalam lingkaran di bawah huruf V terdapat tulisan PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia)
(2) Logo PDHI wajib dicantumkan pada kelengkapan surat menyurat organisasi, stempel, Kartu Tanda Anggota, Sertifikat Kompetensi, Surat Tanda Registrasi Nasional
97
(STRV),spanduk kegiatan PDHI, Sertifikat Pendidikan Berkelanjutan dengan posisi di sebelah kiri atas bilamana PDHI selaku pelaku utama kegiatan.
(3) Atribut resmi PDHI dan penggunaannya diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Organisasi PDHI.
Atribut
Pasal 38
(1) Perhimpunan mempunyai atribut yang digunakan pada acara resmi berupa: a. Bendera warna putih berlogo PDHI dan bertuliskan Perhimpuan Dokter Hewan
Indonesia b. Selempang kain yang dikalungkan di leher berwarna kuning emas dan bergaris
tengah berwarna ungu dengan peneng kuningan berlogo PDHI c. Panji berbentuk segi lima warna ungu dengan rumbai warna emas berlogo PDHI
bertuliskan Manusya Mriga Satwa Sewaka dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
(2) Atribut bendera dan panji dipasang setiap ada kegiatan seremonial yaitu :
a. Kongres b. Mukernas
(3) Selempang kain hanya digunakan oleh Ketua Umum atau Sekjen atau Pengurus Inti yang
mewakili PB PDHI pada acara –acara pelantikan pengurus cabang dan juga mengalungkan selempang kepada Ketua Cabang.
(4) Selempang kain hanya digunakan oleh Ketua Umum atau Sekjen pada acara pelantikan majelis-majelis.
Pasal 39 Dalam hal kerjasama dengan melibatkan Organisasi lain dimana PDHI menjadi pelaku utama kegiatan maka bendera maupun logo PDHI berada diposisi sebelah kiri
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
(1) Anggaran Rumah Tangga ini setelah diubah dan disahkan oleh dan dalam Kongres XV PDHI di Jakarta 11 – 14 Juli 2006 menjadi Anggaran Rumah tangga PDHI yang sah dan berlaku sejak ditetapkan Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan ditentukan lebih lanjut dalam Peraturan Perhimpunan yang ditetapkan oleh Pengurus Besar.
98
(2) Keputusan-keputusan Kongres dan atau Pengurus Besar PDHI terdahulu yang bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di : Bali Pada Tanggal : 02 November 2018 Ketua Kongres, Drh Laode Mastari, MM
99
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 06/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
LAGU MARS DOKTER HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi untuk masa antara dua Kongres;
2. bahwa Kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PHDI Periode 2014-2018
yang telah memberikan materi kelengkapan organisasi berupa Mars Dokter Hewan
Indonesia;
3. bahwa sebagai kelengkapan atribut organisasi, Kongres memandang perlu ditetapkannya
lagu Mars Dokter Hewan Indonesia.
Mengingat
1. Pasal 17 dan 18 Anggaran Dasar PDHI.
2. Pasal 35 dan 36 Anggaran Rumah Tangga PDHI.
3. TAP Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata tertib Kongres.
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat
Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1. Lagu Mars Dokter Hewan Indonesia sebagai atribut organisasi PDHI dan menjadi bagian
dari AD/ART PDHI.
100
2. Penugasan kepada PB PDHI, PDHI Cabang, dan Organisasi Non Teritorial untuk
memperdengarkan dan/atau menyanyikan Mars Dokter Hewan Indonesia setelah
menyanyikan lagu Indonesia Raya pada setiap kegiatan formal Perhimpunan.
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
101
Lampiran: TAP. Nomor 06/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: MARS DOKTER HEWAN INDONESIA
MARS DOKTER HEWAN INDONESIA
102
103
104
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 07/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
WILAYAH KERJA CABANG PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa Kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PDHI Periode 2014-2018
yang telah mendorong terbentuknya pemekaran wilayah kerja PDHI Cabang.
3. bahwa Kongres memandang perlu ditetapkannya wilayah kerja untuk masing-masing PDHI
Cabang.
Mengingat
1. Pasal 1 dan 11 Anggaran Dasar PDHI.
2. Pasal 14 Anggaran Rumah Tangga PDHI.
3. TAP Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata tertib Kongres.
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1. Ketetapan Mengenai Wilayah Kerja Cabang Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
sebagaimana terlampir
105
2. Penyebutan Nama Cabang pada semua dokumen administrasi yang dilengkapi dengan
penulisan wilayah kerja
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
106
Lampiran: TAP. Nomor 07/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: WILAYAH KERJA CABANG PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
WILAYAH KERJA CABANG PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
No. PDHI Cabang Wilayah Kerja
1 Aceh Provinsi Aceh
2 Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara
3 Sumatera Barat Provinsi Sumatera Barat
4 Riau Provinsi Riau
5 Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau
6 Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan
7 Jambi Provinsi Jambi
8 Bengkulu Provinsi Bengkulu
9 Lampung Provinsi Lampung
10 Bangka Belitung Provinsi Bangka Belitung
11 Banten I Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Serang
12 Banten II Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan
13 DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta
14 Jawa Barat I Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang
15 Jawa Barat II Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok
16 Jawa Barat III Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka
17 Jawa Barat IV Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran
18 Jawa Barat V Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Cikarang, Kabupaten Karawang
19 Jawa Barat VI Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur
20 Jawa Tengah I Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan
21 Jawa Tengah II Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara
22 Jawa Tengah III Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen
23 Jawa Tengah IV Kabupaten Sragen, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten
24 Jawa Tengah V Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora
25 Jawa Tengah VI Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang
26 DI Yogyakarta Provinsi DI Yogyakarta
107
27 Jawa Timur I Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sampang
28 Jawa Timur II Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo
29 Jawa Timur III Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo
30 Jawa Timur IV Kabupaten Banyuwangi
31 Jawa Timur V Kota Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan
32 Jawa Timur VI Kabupaten Gresik, Kota Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro
33 Jawa Timur VII Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang
34 Jawa Timur VIII Kota Blitar, Kabupaten Blitar 35 Jawa Timur IX Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek 36 Jawa Timur X Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk
37 Bali Provinsi Bali
38 Nusa Tenggara Barat I Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Timur, Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu
39 Nusa Tenggara Barat II Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat 40 Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur
41 Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan
42 Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah
43 Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat
44 Kalimantan Timur I Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Bontang
45 Kalimantan Timur II Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Tanah Grogot, Kota Paser, Kabupaten Kutai Kartanegara
46 Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan
47 Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tengah
48 Sulawesi Tenggara Provinsi Sulawesi Tenggara
49 Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara
50 Gorontalo Provinsi Gorontalo
51 Maluku Utara Provinsi Maluku Utara
52 Papua Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat
108
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 08/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENGUKUHAN ORGANISASI NON TERITORIAL
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang 1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan organisasi;
2. bahwa kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PDHI Periode 2014-2018 yang telah mendorong dan menambah terbentuknya organisasi seminat berdasarkan keahlian, disiplin ilmu, dan bidang kerja.
3. bahwa kongres memandang perlu ditetapkannya organisasi seminat berdasarkan keahlian, disiplin ilmu, dan bidang kerja sebagai Organisasi Non Teritorial Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
Mengingat 1. Pasal 1 dan 12 Anggaran Dasar PDHI. 2. Pasal 17 Anggaran Rumah Tangga PDHI. 3. TAP Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan 1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
109
MEMUTUSKAN Menetapkan Ketetapan Mengenai Pengukuhan Organisasi Non Teritorial Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia sebagaimana terlampir
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
110
Lampiran: TAP. Nomor 08/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: KETETAPAN MENGENAI PENGUKUHAN ORGANISASI NON TERITORIAL PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
ORGANISASI NON TERITORIAL PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Nama Organisasi dan singkatannya:
Berbasis Keilmuan
1. Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI)
2. Asosiasi Mikrobiologi Veteriner Indonesia (AMVI)
3. Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (AMERVI)
4. Asosiasi Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner Indonesia (AEEVI)
5. Asosiasi Kedokteran Interna Veteriner Indonesia (AKIVI)
6. Asosiasi Akupuntur dan Terapi Integratif Veteriner Indoensia (AKTIVI)
7. Asosiasi Patologi Veteriner Indonesia (APVI)
8. Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia (AFFAVETI)
9. Asosiasi Parasitologi Veteriner Indonesai (APARVI)
10. Asosiasi Dokter Bedah Veteriner Indonesia (ADBVI)
11. Asosiasi Dokter Hewan Pengobatan Tradisional China Indonesia (ADHPTCI)
Berbasis lapangan kerja
12. Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI)
Berbasis Spesies Hewan
13. Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia (ADHPHKI)
14. Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI)
15. Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN)
16. Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI)
17. Asosiasi Dokter Hewan Kuda Indonesia (ADHKI)
18. Ikatan Dokter Hewan Sapi Perah Indonesia (IDHSPI)
19. Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI)
20. Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (ADH-MAI)
Kepengurusan
1. Kepengurusan inti meliputi Ketua, Sekretaris, dan Bendahara
2. Dalam mengembangkan keahlian sesuai dengan bidang keilmuan, bidang pekerjaan,
dan/atau minat berdasarkan spesies hewan, pengurus ONT menetapkan Dewan Pakar/
Tim Ahli.
3. Dalam mengemban tugas operasionalnya, pengurus ONT menetapkan tim kerja
operasional.
4. Periode kepengurusan ditentukan oleh masing-masing ONT.
111
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 09/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
KEDUDUKAN PDHI SEBAGAI BADAN PENENTU STATUS VETERINER (VETERINARY STATUTORY BODY/ VSB)
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. Bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan organisasi untuk masa antara dua Kongres;
2. Bahwa dalam penyelenggaraan organisasi, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia secara terus-menerus menyempurnakan kinerjanya dalam mengemban tiga tugas utama, yaitu:
a. menghimpun dan mengaktifkan dokter hewan melalui registrasi dan organisasi;
b. menjamin kualitas dan kapasitas anggota senantiasa berperilaku etikal dan professional; dan
c. melaksanakan partnership dengan pemerintah maupun swasta dalam rangka penye-lenggaan urusan kesehatan hewan dalam arti yang seluas-luasnya;
3. Bahwa kinerja sebagaimana dimaksud selama 8 tahun telah dipantau oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dan PDHI dinilai layak agar terus melaksanakan fungsinya serta mengembangkan dirinya sebagai Veterinary Statutory Body;
4. Bahwa dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Penertiban Aparatur Negara telah menerapkan persyaratan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan hewan yang melamar sebagai Aparatur Sipil Negara. Tenaga kesehatan hewan dimasud meliputi dokter hewan, sarjana kedokteran hewan, dan paramedik veteriner.
5. Bahwa dengan dengan pertimbangan tersebut, Kongres perlu untuk mengokohkan kedududkan PDHI sebagai Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body).
Mengingat:
1. Pasal 7 ayat (2) Anggaran Dasar PDHI 2. Pasal 1 Anggaran Rrumah Tangga PDHI
112
Memperhatikan: Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN Menetapkan:
Kedudukan PDHI sebagai Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body).
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
113
Lampiran: TAP. Nomor 09/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: KEDUDUKAN PDHI SEBAGAI BADAN PENENTU STATUS VETERINER (VETERINARY STATUTORY BODY).
KEDUDUKAN PDHI SEBAGAI BADAN PENENTU STATUS VETERINER
(VETERINARY STATUTORY BODY).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body, VSB) didefinisikan sebagai
badan independen di suatu negara yang mengemban tugas melakukan registrasi tenaga
kesehatan hewan, menjamin kualitas kinerjanya, serta mengembangkan partnership dengan
pemerintah dan swasta bagi terlaksananya penyelenggaraan kesehatan hewan yang lebih baik.
Ketentuan ini diamanatkan dalam Terestrial Animal Health Code, Badan Kesehatan Hewan Dunia,
OIE.
Terdapat empat tipe bentuk kelembagaan VSB di dunia. Indonesia merupakan tipe VSB
yang dikelola oleh organisasi profesi kedokteran hewan, PDHI. Pengkatagorian ini dilakukan OIE,
sejalan dengan pelaksanaan assesment terhadap pelaksanaan animal health services yang
diselenggarakan di Indonesia. Dalam konteks itu, PDHI dinilai layak, bahkan dijadikan sebagai
percontohan di Asia Tenggara. Pada saat ini aktif dalam pertemuan-pertemuan Asian Veterinary
Statutory Body Network.
Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Penertiban Aparatur
Negara telah menerapkan persyaratan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan
hewan yang melamar sebagai Aparatur Sipil Negara. Tenaga kesehatan hewan dimasud meliputi
dokter hewan, sarjana kedokteran hewan, dan paramedik veteriner.
Dengan pertimbangan tersebut, Kongres memandang perlu untuk mengokohkan
kedududkan PDHI sebagai Badan Penentu Status Veteriner (Veterinary Statutory Body).
Maksud dan Tujuan
Pengaturan ini dimaksudkan untuk menata pelaksanaan PDHI sebagai veterinary
statutory body. Tujuan dari pengaturan ini adalah (1) meregistrasi dokter hewan dan tenaga
kesehatan hewan lainnya di Indonesia, (2) menjamin kualitas kinerja (performance) dokter
hewan dan tenaga kesehatan hewan lainnya, serta (3) mengembangkan partnership dengan
pemerintah dan swasta bagi terlaksananya penyelenggaraan kesehatan hewan yang lebih baik.
REGISTRASI
Dokter Hewan.
1. Bentuk registrasi dokter hewan dinyatakan sebagai Surat Tanda Registrasi Veteriner (STRV).
2. Kegiatan registrasi ini mensyaratkan adanya Sertifikat Kompetensi Dokter Hewan Indonesia.
Sertifikat ini diperoleh melalui Ujian Nasional Kompetensi Dokter Hewan yang sekarang
dirubah menjadi Ujian Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (UKDHI). Pelaksanaan ujian ini
114
menjadi tanggungjawab kerjasama antara PDHI, Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan
Indonesia (AFKHI), dan kementerian yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi (dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan
Teknologi).
3. Perlu menjadi pemahaman bahwa berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, untuk pendidikan profesi dikenal adanya sertifikat profesi dan
sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi adalah sebutan lain dari ijazah dan sertifikat
profesi dalam konteks ini merupakan Sertifikat Kompetensi Dokter Hewan Indonesia.
4. Registrasi ini juga berpengertian bahwa dokter hewan yang bersangkutan menjadi anggota
Perhimpunan yang tercatat di Pengurus Cabang PDHI. Pengurus Cabang yang dituju adalah
disesuaikan dengan alamat yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP dan/atau
Kartu Keluarga (KK). Dengan alasan itu, pengajuan registrasi dibantu/dilakukan oleh
Pengurus Cabang PDHI kepada Pengurus Besar PDHI.
5. Wujud keanggotaan dokter hewan pada perhimpunan tersebut adalah memiliki Kartu Tanda
Anggota (KTA). KTA dan STRV ini diterbitkan oleh Pengurus Besar PDHI, sehingga setiap
dokter hewan memiliki nomor khusus dan unik untuk kedua hal tersebut.
6. STRV dan KTA merupakan modal bagi dokter hewan untuk melamar penjadi Aparat Sipil
Negara atau mengurus Surat Izin Praktik.
7. Surat pengangkatan sebagai Aparat Sipil Negara, memiliki fungsi sebagai landasan legalitas
bagi dokter hewan untuk melakukan tindakan medis dan keputusan medis dalam lingkup
pekerjaan yang diembannya. Hal ini tidak berlaku jika dilakukan di luar jam kerja yang telah
ditetapkan oleh instansinya. Jika dokter hewan ASN melakukan aktivitas diluarkan jam
kerja, yang bersangkutan wajib memiliki Surat Izin Dokter Hewan.
8. Berbekal dengan KTA dan STRV dokter hewan dapat mengurus izin praktik dalam bentuk
Surat Izin Dokter Hewan (SIDH). Berdasarkan UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan disebutkan bahwa surat izin praktik kesehatan hewan dikeluarkan
oleh bupati/Walikota.
9. Pengeluaran SIDH oleh Pemerintah tersebut dilakukan berdasarkan rekomendasi Pengurus
Cabang. Secara teknis Pemerintah menunjuk otoritas veteriner, unit Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), atau kantor dinas yang relevan menerbitkan izin tersebut.
10. Penerbitan rekomendasi oleh Pengurus Cabang juga memperhatikan kelayakan berdasarkan
jenis pelayanan jasa medik veteriner yang hendak dikembangkan.
11. Masih terdapat pembicaraan berkenaan dengan wilayah praktik dokter hewan yang lebih
dari satu wilayah administrasi kabupaten/kota; yaitu yang disebabkan karena lokasi hewan
dan penyebaran spesies hewan peliharaan yang tidak merata di seluruh Indonesia. Baberapa
Cabang PDHI yang berdekatan secara geografis dan anggotanya padat dengan aktivitas
pelayanan jasa medik veteriner saling melakukan koordinasi, sehingga memungkinkan
anggotanya melakukan pelayanan di luar wilayah administrasi tersebut. Upaya
menggkoordinasikan pelayanan kesehatan hewan ini perlu didiskusikan lebih lanjut,
sehingga menjadi ketentuan yang betul-betul berfaedah bagi semua pihak.
Sarjana Kedokteran Hewan
1. Dalam konteks pendidikan kedokteran hewan, posisi Sarjana Kedokteran Hewan (SKH)
merupakan jembatan menuju Pendidikan Profesi Dokter Hewan.
2. Dengan diberlakukan sistem standar kualifikasi nasional oleh Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI, kualifikasi SKH perlu dimantapkan dengan suatu narasi kompetensi
dan/atau learning outcome (capaian belajar) yang relevan dengan peta okupasi tenaga
115
kesehatan hewan. Dengan pendekatan ini diharapkan SKH dapat memiliki sertifikat
kompetensi yang relevan dengan peta okupasi tenaga kesehatan hewan. Pada saat ini
sertifikat kompetensi bisa berupa ijazah Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan.
3. Berkenaan dengan registrasi SKH, PDHI perlu melakukan koordinasi dengan propgram
studi/fakultas atau Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI); hal ini
mengingat basis keberadaan SKH tersebut ada di fakultas/program studi.
4. Mengingat pemberian registrasi oleh Pengurus Besar mensyaratkan adanya keanggotaan
dalam organisasi PDHI, pihak Pengurus Cabang dapat mendata lulusan SKH tersebut sebagai
Anggota Muda PDHI.
5. Pada saat .menyiapkan surat pengantar untuk mengurus registrasi tersebut, Pengurus
Cabang hendaknya melakukan verifikasi terhadap alasan yang menjadi motivasi mengapa
SKH tersebut perlu mengurus registrasi dan tidak menunggu menyelesaikan pendidikan
menjadi dokter hewan.
6. Pengurus Besar setelah memeriksa kelengkapan administrasi dapat menerbitkan Surat
Tanda Registrasi Veteriner Muda (STRVM).
Paramedik Veteriner
1. Istilah paramedik dalam UU nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan dijelaskan sebagai lulusan sekolah kejuruan dan/atau lulusan diploma di bidang
kesehatan hewan.
2. Perbedaan marwah pendidikan menyebabkan lulusan diploma yang ingin meneruskan
pendidikan menjadi dokter hewan harus kembali mengikuti pendidikan program sarjana
(strata-1) kedokteran hewan.
3. Sejak Oktober 2018, Kementerian Penertiban Aparatur Negara RI telah memberlakukan
ketentuan bagi paramedik yang melamar bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara wajib
memiliki surat tanda registrasi (STR).
4. Dalam perkembangannya, banyak lulusan diploma yang masuk dalam lingkup diploma
kesehatan hewan menghubungi Pengurus Besar dan/atau Pengurus Cabang untuk
mendapatkan STR Pelayanan Kesehatan Hewan (STRP) tersebut. Alasan lainnya, PAVETI
sebagai induk organisasi tersebut belum memiliki mekanisme penerbitan STRP. Situasi ini
menjadi justifikasi pengukuhan peran PDHI sebagai Veterinary Statutory Body.
5. Penerbitan STRP mesyaratkan adanya keanggotaan dalam PAVETI. Mekanisme pendaftaran
sebagai anggota PAVETI merupakan otoritas organisasi PAVETI.
6. Penerbitan STRP dilaksanakan oleh Pengurus Besar PDHI setelah menerima rekomendasi
dari Pengurus Cabang.
7. Pengurus Cabang mengirimkan surat rekomendasi setelah menerima surat pengantar dari
Pengurus PAVETI atau sekurang-kurangnya tanda bukti yang menunjukkan yang
bersangkutan anggota PAVETI. Pengiriman ini juga dilengkapi dengan persyaratan
administrasi yang lain, sebagaimana berlaku untuk dokter hewan.
8. Konsekuensi dari sistem ini PAVETI perlu menyusun mekanis organisasi dan mekanisme
perekrutan amggota. Dalalm konteks mekanisme organisasi disarankan PAVETI memiliki
sistem cabang seperti Pengurus Cabang PDHI, sehingga koordinasinya menjadi lebih cepat.
Mekanisme koordinasi dapat dikembangkan dalam kegaiatan rapat kerja bersama.
9. Dalam sistem perekrutan anggota perlu dikembangkan pemahaman bahwa pekerjaan
paramedik veteriner bersifat spesifik, sehingga perlu adanya verifikasi bidang pelayanan
kesehatan hewan yang akan ditekuni dikaitkan dengan eksistensi 20 jenis Organisasi Non
116
Teritorial PDHI. Kegiatan verifikasi ini dapat menjadi basis pelaksanaan pelatihan
pemantapan kompetensi bagi paramedik veteriner.
PENJAMINAN KENERJA
Pada hakekatnya penjaminan mutu kinerja dapat diukur melalui kepuasan
stakehoders terhadap proses layanan jasa/produksi maupun terhadap hasil dari kinerja tersebut.
Dalam konteks kehidupan berprofesi di bidang kesehatan hewan, penjaminan mutu kinerja
tersebut tidak cukup ditimbang dari proses dan hasil, tetapi juga hubungannya dengan
kesesuaian terhadap standar dan pedoman yang telah ditetapkan secara internal, secara nasional
maupun secara internasional.
Standar dan pedoman yang bersifat internal pada umumnya diukur dari besarnya
keterpaparan nilai-nilai etika, sehingga dapat dipahami pada saat ini PDHI telah memiliki
sumpah/janji profesi, kode etik profesi dokter hewan, acuan dasar profesi dokter hewan, serta
standar operasi baku dalam pelayanan jasa medik veteriner. Keberadaan organisasi yang
sifatnya teritorial (Cabang PDHI) dan non-teritorial (ONT PDHI), serta upaya penguatan Majelis
Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner merupakan pendekatan kelembagaan
yang daripadanya melahirkan mekanisme-mekanisme penjaminan mutu kinerja yang sifatnya
komprehensif dan sistematis. Salah satu contohnya adalah adanya advokasi dan pelatihan/
pendidikan berkelanjutan.
Standar dan pedoman yang bersifat nasional pada umumnya diterbitkan melalui
sistem peraturan perundang-undangan. Tidak jarang merupakan adopsi dari ketentuan
internasional. Penjelasan tersebut di atas, harus dilihat sebagai pendekatan yang komprehensif
dan sistematis untuk melaksanakan fungsi PDHI sebagai VSB.
PENGEMBANGAN PARTNERSHIP
Pengembangan partnership sebagai bentuk dedikasi kedokteran hewan dalam
mewujudkan sistem kesehatan hewan nasional perlu dilihat dari peran tiga pilar kelembagaan
kesehatan hewan menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia OIE. Tiga pilar tersebut meliputi
kelembagaan Otoritas Veteriner (Veterinary Autority), Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan
(Veterinary Education Establisment); dan Organisasi Profesi Kedokteran Hewan (Veterinary
Statutory Body). Berikut contoh-contoh penting kelembagaan tersebut:
Partnership berbasis otoritas eteriner/kementerian
1. Otoritas Veteriner Nasional
2. OtoVet di lingkungan Kementerian Pertanian RI; Acuan kesehatan hewan terrestrial.
3. OtoVet di Kementerian Perikanan & Kelautan RI; Acuan kesehatan satwa aquatik.
4. OtoVet di Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup RI: Acuan kesehatan satwa liar.
5. Kementerian Kesehatan RI: Acuan kesehatan hewan laboratorium
6. Otovet di setiap Provinsi, Kabupaten/Kota.
Partnership berbasis pendidikan/okupasi
1. Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia
2. Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia
3. Asosiasi Obat Hewan Indonesia
117
4. Asosiasi lainnya yang dilibatkan dalam penjaminan mutu kinerja dokter hewan dan tenaga
kesehatan hewan lainnya.
Partnership berbasis kekuatan internal
1. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
2. 20 Organisasi Non Teritorial PDHI
3. 52 Cabang PDHI
4. PAVETI
5. Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI)
LANGKAH NYATA
1. Konsolidasi organisasi melalui perangkat musyawarah kerja nasional dan lain sebagainya
sebagaimana tercantum dalam AD-ART, yang kemudian diperkuat dengan pelatihan
Indonesia Veterinary Leadership.
2. Mengefektifkan pelayanan melalui modernitas sistem registrasi, informasi dan komunikasi.
3. Menggalang kerjasama (Partnership) berbasis pada kesepakatan bersama dengan pihak-
pihak eksternaldan internal PDHI.
4. Mengembangkan sistem evaluasi dalam mendukung perbaikan secara berkelanjutan,
termasuk menjadikan insan kesehatan hewan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
118
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 10/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENYELIAAN PARAMEDIS VETERINER DALAM RANGKA PELAYANAN KESEHATAN HEWAN
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa menurut Pasal 68 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan dalam rangka pelaksanaan Siskeswanas, Otoritas Veteriner bersama
dengan Organisasi Profesi Kedokteran Hewan melakukan pemberdayaan potensi tenaga
kesehatan hewan dan pembinaan praktik Kedokteran Hewan;
2. bahwa menurut penjelasan Pasal 70 Ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada hakikatnya pemenuhan kebutuhan tenaga
kesehatan hewan dalam rangka pembangunan nasional adalah tersedianya satu kesatuan
adanya tenaga medik veteriner (dokter hewan dan/atau dokter hewan spesialis) dan
berbagai tingkatan kompetensi tenaga medik veteriner yang dibutuhkan oleh setiap
provinsi, kabupaten/kota, sampai tingkat kecamatan.
3. bahwa menurut Pasal 71 Ayat (2) tenaga paramedik veteriner dan sarjana kedokteran
hewan tersebut melaksanakan urusan kesehatan hewan yang menjadi kompetensinya dan
dilakukan di bawah penyeliaan dokter hewan. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan dibawah penyeliaan dokter hewan adalah pengawasan dokter hewan
secara berkelanjutan kepada kinerja tenaga paramedik veteriner dan/atau sarjana
kedokteran hewan dalam melaksanakan urusan kesehatan hewan yang dilakukan
berdasarkan acuan otoritas veteriner dan/atau kesepakatan bersama antara kedua belah
pihak dengan memperhatikan batas-batas kemampuan;
4. bahwa untuk menyelaraskan fungsi dokter hewan sebagai penyelia paramedik veteriner
dalam rangka pelayanan kesehatan hewan, Kongres merasa perlu menetapkan Ketentuan
tentang Penyeliaan Paramedis Veteriner dalam Rangka Pelayanan Kesehatan Hewan
Mengingat:
Pasal 12 huruf j Anggaran Rumah Tangga PDHI
119
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Penyeliaan Paramedis Veteriner Dalam Rangka Pelayanan Kesehatan Hewan sebagaimana
terlampir
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh Laode Mastari MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh Ni Made Restiati, MPhil)
120
Lampiran: TAP. Nomor 10/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PENYELIAAN PARAMEDIS VETERINER DALAM RANGKA PELAYANAN KESEHATAN HEWAN SEBAGAIMANA TERLAMPIR
PENYELIAAN PARAMEDIS VETERINER DALAM RANGKA PELAYANAN KESEHATAN HEWAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyeliaan dalam konteks budaya mutu dapat diartikan sebagai upaya membangun
kebiasaan untuk berperilaku yang semakin baik dan menghasilkan suatu produk dan/atau jasa
yang lebih sempurna. Dalam konteks pelayanan, penyeliaan lebih ditujukan pada kepuasan
pelanggan. Dalam konteks kehidupan berprofesi, penyeliaan mengandung nilai-nilai yang
bermuatan nilai tambah. Diantanya sebagai suatu pangilan bela negara yang berbasis pada upaya
peningkatan kompetensi maupun kemampuan kerja secara berkelanjutan. Hal ini sudah tentu
harus memberikan dampak positif untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang lebih baik.
Penyeliaan paramemedik veteriner ini sangat penting, jika kita menyadari bahwa pihak-
pihak yang memberikan andil dalam membangun kesehatan hewan di Indonesia bukan saja
dokter hewan, tetapi segenap tenaga kesehatan hewan dan pihak lain yang terkait. Tenaga
kesehatan hewan ini meliputi tenaga medik veteriner yang terdiri dari dokter hewan dan dokter
hewan spesialis, sarjana kedokteran hewan, serta tenaga paramedik veteriner yang bisa
merupakan lulusan sekolah kejuruan dan/atau pendidikan diploma yang berbasis pada rumpun
keilmuan kesehatan hewan.
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, penyeliaan paramedik veteriner ini dikatakan
berhasil jika dalam prosesnya terbangunnya adanya komunikasi professional (professional
communication) antara paramedik veteriner dengan dokter hewan sebagai penyelia. Dalam
komunikasi itu, mereka diharapkan dapat membangun learning community bahkan dapat
membangun suatu teamwork bagi kesuksesan yang dicita-citakan bersama.
Maksud dan Tujuan
Penyeliaan paramedik veteriner dimaksudkan untuk membangun proses dan hasil
pelayanan kesehatan hewan yang lebih baik. Tujuan dari penyeliaan ini adalah terbangunya
budaya mutu di kalangan tenaga kesehatan hewan.
DASAR HUKUM
1. Pasal 68 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Siskeswanas, Otoritas Veteriner bersama
dengan Organisasi Profesi Kedokteran Hewan melakukan pemberdayaan potensi tenaga
kesehatan hewan dan pembinaan praktik Kedokteran Hewan.
121
2. Pada penjelasan Pasal 70 Ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan
kebutuhan tenaga kesehatan hewan pada hakekatnya adalah tersedianya satu kesatuan
tenaga medik veteriner (dokter hewan dan/atau dokter hewan spesialis) bersama dengan
berbagai tingkatan kompetensi tenaga medik veteriner yang dibutuhkan oleh setiap
provinsi, kabupaten/kota, sampai tingkat kecamatan.
3. Pada Pasal 71 Ayat (2) disebutkan bahwa tenaga paramedik veteriner dan sarjana
kedokteran hewan dalam melaksanakan urusan kesehatan hewan yang menjadi
kompetensinya dilakukan di bawah penyeliaan dokter hewan. Dalam Penjelasan Pasal
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan di bawah penyeliaan dokter hewan adalah
pengawasan dokter hewan secara berkelanjutan kepada kinerja tenaga paramedik veteriner
dan/atau sarjana kedokteran hewan dalam melaksanakan urusan kesehatan hewan yang
dilakukan berdasarkan acuan otoritas veteriner dan/atau kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak dengan memperhatikan batas-batas kemampuan;
IMPLEMENTASI
Ketentuan Umum
1. Penyelia adalah seseorang yang diberikan tugas dalam sebuah tatanan kegiatan atau
tugas kewenangan sebagaimana dia mempunyai kuasa dan wewenang untuk melakukan
penyeliaan.
2. Penyeliaan adalah pengawasan oleh Dokter Hewan Penyelia secara berkelanjutan kepada
Tenaga Paramedik Veteriner dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan Hewan.
3. Tenaga Paramedik Veteriner adalah tenaga yang melaksanakan kegiatan Kesehatan
Hewan di bawah Penyeliaan Dokter Hewan.
4. Surat Izin Paramedik Veteriner Pelayanan Kesehatan Hewan yang selanjutnya disebut
SIPP Keswan adalah bukti tertulis untuk melakukan Pelayanan Kesehatan Hewan selain
Medik Reproduksi di bawah Penyeliaan Dokter Hewan.
5. Kegiatan penyeliaan paramedik veteriner oleh dokter hewan dan ditetapkan oleh pejabat Otoritas
Veteriner.
6. Cara penyeliaan dapat dilakukan dengan pendekatan wawancara, portofolio dan desk
evaluation dapat juga dikembangkan untuk memetakan lingkup dan arah pelaksanaan
penyeliaan.
Tipe Penyeliaan
1. Penyeliaan paramedik veteriner PNS; substansi kegiatannya ditetapkan oleh otoritas
veteriner, dokter hewan berwenang, atau dokter hewan penanggungjawab dalam lingkup
instansi yang bersangkutan.
2. Penyeliaan paramedik veteriner swasta, dimana paramedik bekerjasama dalam satu unit
kerja dengan dokter hewan; substansi kegiatannya penyeliaan ditentukan oleh dokter
hewan penanggungjawab dalam unit perusahaan tersebut.
122
3. Penyeliaan paramedik veteriner mandiri, dimana paramedik memberikan pelayanan
kesehatan hewan secara mandiri; substansi penyeliaan ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama antara paramedik tersebut dengan dokter hewan penyeliaan.
Persyaratan paramedik veteriner dalam penyeliaan
1. Paramedik veteriner yang bersangkutan merupakan anggota dan memiliki KTA PAVETI.
2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Pelayanan Kesehatan Hewan (STRP) dari PDHI Cabang.
3. Diperlakukan masa transisi bagi paramedik veteriner yang tidak memiliki KTA maupun
STRP melalui sistem penjaminan atasan.
4. Bentuk masa transisi tersebut dirembug bersama antara PDHI dan PAVETI melalui moderasi
Otoritas Veteriner untuk Paramedik PNS atau melalui moderasi Dokter hewan
penanggungjawab untuk Paramedik Swasta.
5. Paramedik Veteriner Mandiri, selain memiliki KTA dan STRP wajib memiliki Surat Ijin
Pelayanan Paramedik Kesehatan Hewan (SIPP).
6. Mekanisme pengurusan ijin pelayanan tersebut diatur lebih lanjut bersama Cabang PDHI
setempat yang memberikan memberikan rekomendasi pengurusan STRP.
Kesiapan ONT dan Cabang PDHI.
1. ONT dan/atau Cabang PDHI perlu melihat kegiatan penyeliaan paramedik veteriner ini
sebagai kegiatan bela negara, sekaligus saatnya untuk berbagi ilmu, berbagai perhatian, dan
berbagi kebahagiaan sebagai shodakoh untuk kehidupan yang lebih baik, dunia-akherat.
2. ONT dan/atau cabang PDHI juga perlu memandang penyeliaan paramedik veteriner ini
sebagai kegiatan untuk merapatkan barisan bagi terwujudnya pembangunan kesehatan
hewan yang lebih baik.
3. Cabang PDHI berkoordinasi dengan ONT untuk melakukan penyeliaan paramedik veteriner
mandiri.
4. Verifikasi kesanggupan perlu dilakukan oleh Cabang PDHI kepada dokter hewan yang
besangkutan.
5. Pelaksanaan penyeliaan paramedik veteriner mandiri tersebut dikordinasikan dengan
jejaring PAVETI terdekat.
6. Jurnal kegiatan perlu dipersiapkan sebagai alat pantau periodesasi pelaksanaan penyeliaan
paramedik veteriner.
Wacana Ke depan
1. Dalam pelaksanaan penyeliaan paramedik veteriner dilakukan kontrak antara dokter hewan
penyelia dengan paramedik veteriner mandiri dengan masa berlaku selama 4 tahun.
2. Lingkup penyeliaan tersebut yang dimungkinkan adalah pelayanan kesehatan hewan untuk
ternak ruminansia, babi dan/atau unggas.
3. Penyeliaan selain sebagaimana pada butir 2 (dua) menjadi tanggung jawab dokter hewan
yang berada pada tempat pelayanan kesehatan hewan terkait.
4. Terdapat point-point kesepakatan yang berisi hak dan kewajiban antara dokter hewan
penyelia dengan paramedik veteriner mandiri.
123
5. Contoh hak dan kewajiban dokter hewan penyelia: (a) memberikan rambu-rambu
kewenangan medik veteriner yang boleh dilakukan oleh paramedik veteriner mandiri sesuai
dengan hasil pemetaan penguasaan kompetensi; (b) memberikan arahan dan pengawasan
tentang pelayanan paramedik veteriner yang efektif, sekurangnya dilaksanakan 3 bulan
sekali, (c) meminta laporan rutin bulanan atas pelaksanaan pelayanan kesehatan kewan.
6. Contoh hak dan kewajiban paramedik veteriner mandiri: (a) melaksanakan pelayanan
kesehatan hewan dengan memperhatikan rambu-rambu kewenangan medik veteriner yang
telah disepakati bersama dengan dokter hewan penyelia, (b) merujukkan penanganan
masalah kesehatan hewan ternak kepada dokter hewan penyelia yang berada di luar
jangkauan kemampuan kompetensi, (c) memperoleh bimbingan teknis kesehatan hewan, (d)
menyerahkan laporan bulanan pelaksanaan pelayanan kesehatan hewan, (e) melaporkan
kejadian penyakit menular kepada dokter hewan penyelia selambatnya 24 jam kejadian, (f)
dilarang melakukan hal-hal yang berada di luar kewenangan kompetensi paramedik
veteriner.
124
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 11/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENGUATAN MAJELIS KEHORMATAN PERHIMPUNAN
DAN PENGEMBANGAN ETIKA PROFESI VETERINER
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi untuk masa antara dua Kongres;
2. bahwa kongres sangat berkepentingan untuk memperkuat hasil keputusan Musyawarah
Kerja Nasional PDHI periode masa bhakti 2014-2018 khususnya yang berkaitan dengan
masalah etika dan penanganannya;
3. bahwa pada kenyataannya masalah etika terus berkembang secara dinamis sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia maupun tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
perlakuan secara profesional.
4. bahwa untuk mengantisipasi peningkatan masalah etika yang melibatkan dokter hewan
dan tenaga kesehatan hewan lainnya di seluruh Indonesia, keberadaan Majelis Kehormatan
Perhimpunan (MKP) perlu diperkuat dengan empat pendekatan, yaitu (1) penguatan
kapasitas penguasaan aspek etika profesi veteriner, (2) penguatan kapabilitas organisasi
PDHI Cabang; 3) penguatan didukung dan proaktivitas PDHI Organisasi Non Teritorial,
serta (4) penguatan pembekalan wawasan etika profesi veteriner mulai dari kampus,
termasuk pemberdayaan dosen pengasuh mata kuliah legislasi dan etika veteriner
5. bahwa untuk mempertegas amanah tersebut, nama MKP perlu disempurnakan menjadi
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner. Hal ini sesuai dengan
keberadaan Komisi Etik Cabang yang dibentuk oleh masing-masing pengurus cabang.
6. bahwa dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Kongres merasa perlu untuk
menetapkan upaya penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi
Veteriner, Komisi Etik Cabang, serta mekanisme kerja manakala diperlukan adanya sidang
Etik.
Mengingat
1. Pasal 12 Anggaran Dasar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.
125
2. Pasal 16 dan 19 Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
3. TAP Nomor 03/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
1. Penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Pengembangan Etika Profesi Veteriner
sebagaimana terlampir.
2. Majelis Kehormatan agar segera menyusun pedoman pelaksanaan penguatan penegakkan
etika profesi veteriner selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah kongres ke-18 PDHI
tahun 2018.
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
126
Lampiran: TAP. Nomor 11/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PENGUATAN MAJELIS KEHORMATAN PERHIMPUNAN DAN PENGEMBANGAN
ETIKA PROFESI VETERINER
PENGUATAN MAJELIS KEHORMATAN PERHIMPUNAN DAN
PENGEMBANGAN ETIKA PROFESI VETERINER
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakekatnya etika adalah kumpulan nilai-nilai baik dan buruk, salah dan benar yang
disepakati oleh sekumpulan orang dengan profesi yang sama untuk bertindak, berbuat, dan
berperilaku yang lebih baik. Pada kenyataannya masalah etika terus berkembang dinamis sejalan
perkembangan peradaban manusia. Dalam urusan kesehatan hewan dan profesi medik veteriner,
masalah etika juga terus berkembang dinamis. Hal ini diantaranya ditandai dengan semakin
besarnya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan lebih
profesional.
Masalah etika profesi veteriner sangat beragam. Ditinjau dari moral etika, hal itu ditandai
dengan adanya perilaku yang merugikan, menyusahkan dan/atau mengganggu/mengambil hak
orang lain. Ditinjau dari katagori masalah, masalah etika meliputi ketidaksesuaian terhadap nilai-
nilai etika veteriner, konflik etikolegial, dan/atau sengketa medik. Pelanggaran etik pada
umumnya berbasis pada kekurangpahaman terhadap konsep etika, sehingga terjadilah
pelanggaran terhadap kaidah kesejahteraan hewan maupun kaidah pelestarian lingkungan.
Hubungan etikal dokter hewan ada 4 (empat) arah yaitu; hubungan antara dokter hewan
dengan sejawatnya; hubungan dokter hewan dengan pengguna jasanya; hubungan dokter hewan
dengan hewan yang menjadi objek profesinya dan hubungan dokter hewan dengan masyarakat
terkait tanggung jawab kepada bangsa dan negara.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah etika profesi veteriner. Dalam
konteks suprastruktur, PDHI telah menyiapkan perangkat disiplin internal. Hal itu antara lain
dilakukan dengan peningkatan pemahaman terhadap hakekat sumpah/janji profesi, kode etik,
dan acuan dasar profesi dokter hewan. Dalam konteks implementasi diperlukan adanya
penyusunan SOP dan penyelarasan perangkat pelayanan jasa medik veteriner, sehingga
kemanapun client akan mendapatkan pelayanan yang sama. Dalam konteks operasional
diperlukan adanya penguatan kelembagaan pemangku etika profesi veteriner sebagai gugus-
gugus dokter hewan yang senantiasa mensosialisasikan konsep etika leadership maupun nilai-
nilai etika profesi veteriner di kalangan dokter hewan.
Mengingat pentingnya penguatan kelembagaan ini, berikut ini diuraikan penguatan
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Pengembangan Etika Veteriner.
Maksud dan Tujuan
Penguatan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Pengembangan Etika Profesi Veteriner
ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap dan perilaku etikal dalam wadah organisasi profesi
kedokteran hewan.
127
Tujuannya adalah (1) menguatkan kelembagaan pemangku etika profesi veteriner di
Indonesia; (2) menyiapkan dokter hewan yang kredibel dalam rangka memperluas pemahaman
dan/atau penyeliaan dalam rangka penanganan masalah etika profesi veteriner; (3) mengatur
tata hubungan kerja kelembagaan pemangku etika profesi veteriner; dan (4) mengatur
mekanisme penyelesaian masalah etika profesi veteriner.
BATASAN
1. Etika Kedokteran Hewan atau disebut juga Etika Profesi Veteriner adalah sekumpulan
nilai-nilai dan moralitas profesi kedokteran hewan yang tercantum dalam Kode Etik Dokter
Hewan Indonesia (KEDHI), fatwa-fatwa etik, pedoman dan kesepakatan etik lainnya dari
PDHI sebagai organisasi profesi.
2. Kode Etik Dokter Hewan Indonesia, disingkat KEDHI, adalah aturan internal profesi yang
harus dipatuhi untuk menjaga moral etika profesi dan disusun dalam bentuk buku berupa
pasal-pasal beserta penjelasannya dan disahkan oleh Kongres PDHI.
3. Pemangku Etika Profesi Veteriner adalah kelembagaan yang mengemban amanah yang
berkaitan dengan urusan etika profesi veteriner, yang meliputi MKP-EPV, KEC, Dewan
Pakar/Tim Ahli ONT, dan dosen pengampu mata kuliah legislasi dan etika veteriner.
4. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner atau disingkat MKP-EPV
adalah perangkat organisasi pusat dengan garis koordinasi dengan Pengurus Besar yang
mengemban amanah menegakkan kesepakatan maupun fatwa-fatwa yang berbasis etika di
berbagai sektor kedokteran hewan/pelayanan jasa medik veteriner.
5. Komisi Etik Cabang dan Disiplin atau disingkat KEC adalah unit khusus yang dibentuk
Cabang PDHI dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan internal organisasi yang berbasis
kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran
hewan/etika profesi veteriner, serta menjalankan tugas kemahkamahan profesi.
6. Dewan Pakar/ Tim Ahli Organisasi Non Teritorial PDHI adalah sekelompok dokter
hewan yang memiliki spesialisasi, keahlian atau kepakaran khusus yang mengemban
amanah untuk menyusun standar dan/atau prosedur khusus yang bernuansa etikal,
sehingga menyempurnakan perilaku maupun kinerja dokter hewan dalam pelayanan
kesehatan hewan.
7. Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi kedokteran hewan, sertifikat kompetensi
dan kewenangan medik veteriner dalam pelayanan kesehatan hewan.
8. Pengabdian Profesi adalah setiap bentuk praktik kedokteran Hewan yang memiliki nilai-
nilai bela negara, meliputi pendidikan, penelitian dan pelayanan kedokteran yang dilakukan
oleh dokter hewan di wilayah kerja Cabang untuk tugas kemanusiaan universal.
9. Masalah etika profesi veteriner adalah masalah-masalah yang timbul dikarenakan adanya
ketidaksesuaian terhadap nilai-nilai etika profesi veteriner, konflik etikolegial, dan/atau
sengketa medik.
10. Moral etika adalah dasar perilaku dokter hewan/ tenaga kesehatan hewan lainnya yang
harus ditegakkan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan, menyusahkan dan mengambil
hak pihak lain.
11. Konflik etikolegal adalah ketidaksepahaman antar dokter hewan, antara dokter hewan
dengan pengurus organisasi kesehatan hewan dan/atau antara dokter hewan dengan tenaga
kesehatan hewan lainnya, sehingga berpotensi menurunkan citra dan keluhuran profesi
serta memerlukan kepastian pedoman etika, fatwa dan atau disiplin keprofesian.
128
12. Sengketa medik adalah ketidaksepahaman antara pihak dokter hewan dengan pihak
pengguna jasa yang berdampak adanya pengaduan terhadap dokter hewan tersebut kepada
lembaga peradilan atau lembaga yang menaungi keorganisasian dokter hewan/PDHI (MKP-
EPV).
13. Kemahkamahan profesi adalah pelaksanaan dengar pendapat atau sidang tertututup yang
dilaksanakan MPK-EPV dan/atau KEC dalam rangka menangani masalah etik profesi
veteriner, baik yang sifatnya ketidaksesuaian terhadap nilai-nilai etika veteriner, konflik
etikolegial, dan/atau sengketa medik.
14. Pengayoman profesi adalah langkah-langkah yang dilakukan MKP-EPV dan/atau KEC
bersama Pengurus Besar dan/atau Pengurus Cabang dalam memberikan pengayoman
kepada dokter hewan yang menghadapi masalah persengketaan.
PEMANGKU ETIKA PROFESI VETERINER
Kelembagaan Pemangku Etika Profesi Veteriner meliputi:
7. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner (MKP-EPV) yang diangkat
oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia;
8. Komisi Etik Cabang Perhinmpunan Dokter Hewan Indonesia (KEC PDHI) yang diangkat oleh
Pengurus Cabang Perimpunan Dokter Hewan Indonesia;
9. Dewan Pakar/Tim Ahli Organisasi Non Teritorial Perhi oleh Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia (DP/TA-ONT PDHI) yang ditetapkan/ditunjuk Pengurus ONT; dan
10. Tim Dosen Pengasuh Mata Kuliah Legislasi dan Etika Veteriner yang ditetapkan/ditunjuk
oleh Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan.
Keanggotaan Pemangku Etika Profesi Dokter Hewan
1. Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner (MKP-EPV), sekurang-
kurangnya terdiri dari lima orang; yaitu seorang ketua, seorang sekretaris, dua orang
anggota bersifat ex-officio adalah ketua umum PB-PDHI dan Sekertaris Jenderal PB-PDHI,
serta seorang anggota yang dipilih berdasarkan kepakarannya.
2. Komisi Etik Cabang Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (KEC-PDHI) beranggotakan tiga
sampai lima orang; yaitu seorang anggota bersifat ex-officio, bisa ketua atau sekretaris PDHI
Cabang, dan dua sampai empat orang dokter hewan anggota Cabang PDHI yang ditunjuk
dan/atau dipilih oleh pengurus Cabang PDHI,
3. Dewan pakar/Tim Ahli Organisasi Non Teritorial PDHI adalah seorang atau lebih yang
disiapkan Pengurus ONT PDHI untuk membantu penyelesaian masalah etika profesi
veteriner sesuai dengan bidang kelimuan/kepakaran/keahlian yang dimiliki berdasarkan
pendidikan/pelatihan/pemagangan/ pengalaman.
4. Pemangku Mata Kuliah Legislasi dan Etika Veteriner adalah seorang atau lebih dosen
pendidikan tinggi dengan latar belakang dokter hewan yang ditunjuk atau ditetapkan atau
ditunjuk oleh Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan/ Program Studi Kedokteran Hewan
untuk menguasai materi ajar yang sama secara nasional.
Syarat Dokter Hewan Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
Dibahas dalam AD-ART PDHI.
129
Syarat Dokter Hewan Komisi Etik dan Disiplin Cabang PDHI
1. Tidak mudah berkonflik dengan orang lain (tidak berpikiran negatif/cepat berburuk sangka)
2. Tidak meremehkan orang lain serta tidak memiliki kasus konflik baik hukum maupun etika
3. Menguasai berbagai materi keorganisasian PDHI dan potensi konflik yang dapat terjadi
4. Menghargai sesama kolega veteriner sekalipun ada yang kurang sepaham
5. Komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan bertindak proaktif (mengemban amanat
tetapi pasif/ tidak berbuat apa-apa = membunuh organisasi/eksistensi profesi)
6. Tidak komersial yang non etikal
7. Siap berjuang untuk mempromosikan/mengadvokasi peran profesi di berbagai bidang
sesuai otoritas keilmuan medis veteriner
8. Sadar hukum dan memahami etika veteriner yang merupakan landasan kuat untuk kita
mampu menghadapi pihak-pihak yang mencari-cari kesalahan dokter hewan maupun
mencermati hal-hal yang dapat mengganjal peran dan fungsi dokter hewan
AKUNTABILITAS PEMANGKU ETIKA PROFESI VETERINER
Majelis Kehormatan Perhimpunan dan Etika Profesi Veteriner
1. Mengemban amanah menegakkan kesepakatan maupun fatwa-fatwa yang berbasis pada
nilai-nilai etika yang disepakati PDHI serta nilai-nilai yang bersifat universal dalam
penyelenggaraan kesehatan hewan, khususnya praktik kedokteran hewan dan/atau
pelayanan jasa medik veteriner.
2. Mengusulkan perubahan dan/atau penyempurnaan Kode Etik Profesi Dokter Hewan
Indonesia dan substansi acuan dasar profesi (Veterinary Professional Conduct) dokter
hewan.
3. Mendorong ONT agar menentukan dan membentuk Dewan Pakar/Tim Ahli dalam rangka
penyusunan kode etik yang bersifat khusus keilmiahan ONT terkait (bila ada), dan
pembuatan pedoman operasi baku untuk jenis-jenis tindakan ilmiah dalam batasan limgkup
keilmuan/kepakaran di ONT termaksud.
4. Membuat syarat, mendorong pembentukan, dan menguraikan peran Komisi Etik dan Disiplin
Cabang (KEC) PDHI agar mampu berfungsi sepanjang waktu.
5. Menyusun tata hubungan kerja dan mekanisme koordinasikan tugas/kerja dan kewenangan
Komisi Etik dan Disiplin Cabang (KEC) PDHI dengan MKP dalam penyelesaian adanya
masalah etika yang muncul di kalangan komunitas dokter hewan.
Komisi Etik Cabang PDHI
1. Memantapkan diri sebagai pihak yang memiliki otoritas dalam mengimplementasikan tata
nilai etika profesi veteriner, sejalan dengan tata nilai yang dikembangkan oleh MKP.
2. Bersama Pengurus Cabang PDHI melaksanakan sosialisasi pilar-pilar disiplin internal PDHI,
seperti Hakikat Sumpah Dokter Hewan, Kode Etik Dokter Hewan, Acuan Dasar Profesi
Dokter Hewan, serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
3. Bersama Pengurus mendorong terwujudnya perilaku profesional yang etikal dan
terselenggaranya pelayanan jasa medik veteriner yang terstandar
130
4. Melakukan resolusi konflik bila terjadi kesenjangan sistem nilai profesi Dokter Hewan secara
internal. malpraktik, ataupun tuntutan klien/masyarakat kepada Profesi Dokter Hewan
KERENTANAN ETIKA PROFESI VETERINER
1. Setiap pelaku profesi baik dokter hewan maupun tenaga kesehatan hewan lainnya harus
diasumsikan rentan terhadap masalah etika profesi veteriner.
2. Masalah etika profesi veteriner adalah masalah-masalah yang timbul dikarenakan adanya
pelanggaran etik (murni), konflik etikolegial, dan/atau sengketa medik.
3. Pelanggaran etik (murni) adalah perilaku dokter hewan/ tenaga kesehatan hewan lainnya
yang tidak terpuji sehingga melanggar moral etika, seperti merugikan, menyusahkan dan
mengambil hak pihak lain.
4. Konflik etikolegal adalah ketidaksepahaman antar dokter hewan, antara dokter hewan
dengan pengurus organisasi kesehatan hewan dan/atau antara dokter hewan dengan tenaga
kesehatan hewan lainnya, sehingga berpotensi menurunkan citra dan keluhuran profesi
serta memerlukan kepastian pedoman etika, fatwa dan atau disiplin keprofesian.
5. Sengketa medik adalah ketidaksepahaman antara pihak dokter hewan dengan pihak
pemilik hewan/pasien yang berdampak adanya pengaduan dokter hewan tersebut kepada
lembaga peradilan atau lembaga yang menaungi keorganisasian dokter hewan/PDHI (MKP-
EPV).
PENGUATAN ETIKA PROFESI VETERINER
Harapan ke depan
1. Berkembangnya jiwa kepemimpinan yang etikal di semua kalangan dokter hewan.
2. Terbangunnya learning community dokter hewan bagi upaya-upaya perbaikan yang
sifatnya berkelanjutan, khusus dalam meningkatkan intensitas moral (moral intensity)
maupun ethical sensitivity di kalangan dokter hewan.
3. Menurunnya masalah-masalah etika profesi veteriner baik yang sifatnya pelanggaran
etik (murni), konflik etikolegial, dan/atau sengketa medik maupun hal-hal yang bersifat.
peningkatan kesadaran etika dan hukum.
4. Jika terpaksa terjadi, muncullah dokter hewan proaktif yaitu dokter hewan yang memiliki
sikap terpuji yang berupaya untuk mendapat penilaian dari KEC dan/atau MKP-EPV,
sehingga meringankan dalam penyelesaian konflik etikolegial ataupun sengketa medik di
peradilan.
5. Jika terpaksa terjadi, perlu digelar kemahkamahan profesi yaitu suatu upaya pelaksanaan
dengar-pendapat atau sidang tertututup yang dilaksanakan oleh MPK-EPV dan/atau KEC
dalam rangka menangani masalah etik profesi veteriner, baik yang sifatnya pelanggaran etik
(murni), konflik etikolegial, dan/atau sengketa medik.
6. Sebagai keluaran dari point 4 dan 5 muncul pengayoman profesi, yaitu langkah-langkah
yang diambil oleh MPK-EPV dan/atau KEC bersama Pengurus Besar dan/atau Pengurus
Cabang untuk memberikan pengayoman kepada dokter hewan yang menghadapi konflik
etikolegial di tempat kerja maupun sengketa medik di lembaga peradilan.
131
7. Terasahnya ethical leadership melalui berbagi pengalaman dan wawasan dari kasus kasus
dunia kesehatan dan medis dari kelompok ilmu yang sejenis.
Arah penyempurnaan etika profesi veteriner
1. Etika dalam hubungan antar sejawat dokter hewan
2. Etika dalam hubungan dokter hewan dengan pengguna jasa
3. Etika dalam hubungan dokter hewan dengan pasiennya berbasis prinsip kesejahteraan
hewan
4. Etika dalam hubungan dokter hewan dengan kepentingan publik
5. Etika dalam menjaga citra korps veteriner serta nilai-nilai profesi medik veteriner
6. Etika dalam menggunakan media social dan teknologi informasi dalam urusan pelayanan
jasa medik veteriner
Arah pengembangan nilai-nilai etika/tindakan medik berbasis keunggulan ONT.
1. Isu Etika Disiplin Ilmu harus ditangani oleh para pakar di bidang ilmu bersangkutan.
2. Dalam keperluan butir 1 setiap ONT perlu membentuk Dewan Pakar dengan kriteria yang
ditentukan ONT bersangkutan.
3. Dewan pakar bertugas menginventarisasi permasalahan etika terkait disiplin ilmu di
masing-masing ONT.
4. Dewan Pakar ONT menyusun standar untuk masing-masing tindakan yang terkait dengan
layanan di bidang disiplin ilmunya.
5. Kategori tindakan malpraktek di masing-masing disiplin ilmu sesuai ONT perlu dirinci.
6. Dalam hal muncul masalah etika profesi veteriner atau munculnya tuduhan malpraktek di
ranah disiplin ilmu tertentu, maka Dewan Pakar ONT yang terkait dapat menjadi narasumber
professional untuk penyelesaian masalah tersebut di tingkat KEC.
Arah Penyusunan Pedoman
1. Pedoman pembinaan etika profesi veterriner
2. Pedoman pengaduan masalah etika
3. Pedoman pemanggilan dokter hewan yang dirundung masalah etika profesi veteriner
(pelanggaran etik (murni), konflik etikolegial, dan/atau sengketa medik)
4. Pedoman menjadi Dokter Hewan Proaktif.
5. Pedoman kemahkamahan pelanggaran etik
a. Kelalaian/malpraktik dalam tindakan medik veteriner
b. Pelanggaran kaidah kesejahteraan hewan
c. Pelanggaran kaidah kelestarian lingkungan
d. Pelanggaran kaidah administrasi negara (etika administrasi)
6. Pedoman penanganan konflik kolegial
7. Pedoman penanganan sengketa medik
8. Pedoman pengayoman profesi veteriner
132
TATA HUBUNGAN KERJA
Pengurus Besar – Pengurus Cabang – Pengurus ONT
1. PB-PDHI mendorong dan memantau pembentukan dan pelaksanaan /akuntabilitas Komisi
Etik Cabang; (1) jika dilakukan secara tertulis ditembuskan kepada MKP-EPV, (2) jika
dilakukan secara langsung dilakukan dengan membuat berita acara kegiatan, ditembuskan
kepada MKP-EPV.
2. PB-PDHI mendorong dan memantau pembentukan dan pelaksanaan Akuntabilitas Komisi
Etik ONT/ Dewan Pakar/ Tim Ahli; (1) jika dilakukan secara tertulis ditembuskan kepada
MKP-EPV, (2) jika dilakukan secara langsung dilakukan dengan membuat berita acara
kegiatan, ditembuskan kepada MKP-EPV.
3. Pengurus Cabang dan/atau Pengurus ONT dapat secara proaktif melaporkan hasil kegiatan
penguatan dan advokasi nilai-nilai Etika Profesi Veteriner di masing-masing Cabang
dan/atau ONT.
KEC – MKP-EPV:
1. KEC merupakan unit yang dibentuk melalui pengesahan Pengurus Cabang PDHI.
2. KEC adalah lembaga pembinaan dan/atau penyelesaian masalah etika profesi veteriner di
tingkat Cabang PDHI.
3. Atas adanya masalah etika profesi veteriner yang dimasukkan kepada PDHI Cabang maupun
PB -PDHI harus diteruskan kepada KEC dan MKP-EPV dalam waktu selambatnya 7 hari.
4. Keputusan MKP-EPV yang direkomendasikan melalui PB-PDHI terhadap kasus banding yang
disampaikan KEC/ Pengurus Cabang PDHI harus disampaikan dalam waktu selambat-
lambatnya dalam 2 (dua) minggu.
5. Penyelesaian kasus di tingkat masing-masing harus diselesaikan maksimum dalam waktu 30
hari, kecuali adanya kendala karena hal yang tidak terhindarkan.
Kemahkamahan pada KEC
1. KEC menerima kasus dari PDHI Cabang.
2. KEC mengadakan rapat internal untuk memetakan dan mencari penyelesaian.
3. Bila dipandang perlu yang bersangkutan dipanggil untuk memberikan klarifikasi.
4. Dalam keadaan yang bersangkutan tidak memenuhi undangan untuk klarifikasi, maka
keputusan tetap dibuat sebagai rekomendasi dan diputuskan oleh Pengurus Cabang PDHI.
5. KEC memutuskan status kasus dan rekomendasi penyelesaian kepada Cabang PDHI.
6. Kasus maupun penyelesaian oleh KEC dilaporkan ke PB-PDHI dengan tembusan kepada
MKP-EPV.
7. Bilamana pada tingkat cabang tidak terselesaikan, kasus dilimpahkan ke tingkat MKPEPV.
8. Pada keadaan anggota PDHI yang bermasalah itu berkeberatan atas keputusan KEC, yang
bersangkutan dapat mengajukan banding ke tingkat MKP-EPV melalui PB PDHI.
9. Selanjutnya keputusan MKP-EPV berupa rekomendasi kepada PB PDHI bersifat final dan
mengikat.
133
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 12/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENGUATAN ASOSIASI DOKTER HEWAN PRAKTISI HEWAN LABORATORIUM DENGAN
MANDAT SEBAGAI KOMISI PENILAI KELAYAKAN IMPLEMENTASI KESEJAHTERAAN
HEWAN UNTUK KEGIATAN PELATIHAN DAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN PDHI
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Menimbang:
1. bahwa dalam menjamin kompetensi profesi dokter hewan diperlukan berbagai kegiatan
pelatihan dan pendidikan berkelanjutan yang dapat melibatkan tindakan-tindakan
penanganan hewan hidup sesuai tujuan kegiatan;
2. bahwa kesejahteraan hewan merupakan hal fundamental yang harus dipahami oleh setiap
dokter hewan dan hendaknya dielaborasikan dalam setiap hal penggunaan hewan, dimana
salah satunya penggunaan hewan dalam kegiatan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan;
3. bahwa PDHI melalui PDHI Cabang dan ONT secara rutin melaksanakan berbagai kegiatan
pelatihan, lokakarya dan pendidikan berkelanjutan yang memerlukan proses kajian
kelayakan implementasi kesejahteraan hewan agar sesuai aturan hukum, tuntutan global
maupun standar internasional;
4. bahwa definisi hewan laboratorium secara internasional adalah hewan yang digunakan
dalam kegiatan penelitian, pengujian, pendidikan dan pengembangbiakan atau penangkaran
untuk tujuah ilmiah, sehingga hewan yang digunakan dalam kegiatan pelatihan dan
pendidikan berkelanjutan termasuk dalam kategori hewan laboratorium;
5. bahwa sebagai salah satu bentuk tanggung jawab moral, Asosiasi Dokter Hewan Praktisi
Hewan Laboratorium Indonesia di bawah naungan PDHI sesuai kompetensinya telah
berperan aktif menjaga kesejahteraan hewan laboratorium di Indonesia, dan karenanya
diperlukan sebuah mandat khusus berupa penguatan peran dalam lingkup program dan
kegiatan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh PDHI
sebagaimana disepakati dalam Musyawarah Kerja Nasional PDHI dan Rapat Koordinasi
Nasional ONT PDHI di tahun 2017 ;
134
6. bahwa dengan menimbang poin 1, 2, 3, 4 dan 5 di atas, maka Kongres merasa perlu
ditetapkan Penguatan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium dengan Mandat
sebagai Komisi Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan untuk Kegiatan
Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan.
Mengingat:
Pasal 12 Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
1. Penguatan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI)
dengan Mandat sebagai Komisi Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan
untuk Kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan (Animal Care and Use
Committee/ACUC) PDHI sebagaimana terlampir
2. Kewenangan ACUC PDHI melakukan kajian, menerbitkan Nomor Persetujuan ACUC dan
memantau implementasi kesejahteraan hewan dalam kegiatan pelatihan dan pendidikan
berkelanjutan yang diselenggarakan oleh PDHI sehingga dampaknya dirasakan bagi
kemajuan PDHI sebagai organisasi yang memenuhi standar internasional.
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
135
Lampiran: TAP. Nomor 12/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PENGUATAN ASOSIASI DOKTER HEWAN PRAKTISI HEWAN
LABORATORIUM DENGAN MANDAT SEBAGAI KOMISI PENILAI KELAYAKAN
IMPLEMENTASI KESEJAHTERAAN HEWAN UNTUK KEGIATAN PELATIHAN
DAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN PDHI
PENGUATAN ASOSIASI DOKTER HEWAN PRAKTISI HEWAN LABORATORIUM DENGAN
MANDAT SEBAGAI KOMISI PENILAI KELAYAKAN IMPLEMENTASI KESEJAHTERAAN
HEWAN UNTUK KEGIATAN PELATIHAN DAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN PDHI
PENDAHULUAN
Penjaminan kesejahteraan hewan diperlukan pada berbagai kegiatan pemeliharaan dan
penggunaan hewan. Sesuai standar internasional dan tuntutan global, penggunaan hewan dalam
kegiatan penelitian, pengujian, pendidikan dan penangkaran/pengembangbiakan hewan untuk
tujuan ilmiah memerlukan kaji etik dan/atau kaji kelayakan implementasi kesejahteraan hewan
(kesrawan) yang dibuktikan dengan penerbitan ethical clearance atau nomor persetujuan komisi
yang berwenang. Adapun standarisasi mengenai hal ini masih berkembang dan belum merata di
Indonesia sehingga memerlukan pemantapan di berbagai sektor, tidak hanya pada kegiatan
penelitian namun juga pelatihan.
Dalam rangka mempertahankan kompetensi profesi, ONT selama ini telah menyelenggarakan
berbagai program Continuing Professional Development (CPD) dalam bentuk kegiatan pelatihan
dan lokakarya (workshop) di berbagai lokasi di Indonesia dan seringkali melibatkan sesi
praktikum atau wet lab yang melibatkan tindakan pada hewan hidup. Berdasarkan diskusi pada
Mukernas PDHI (2017) dan Rakornas ONT (2017), disepakati bahwa diperlukan perbaikan
pelaksanaan kegiatan CPD dalam bentuk implementasi penjaminan kesrawan yang lebih optimal.
Mengingat terbatasnya institusi penyelenggara yang memiliki komisi yang berwenang
melakukan kajian dan penilaian tersebut, maka PDHI berusaha memfasilitasi perbaikan dengan
membentuk suatu komisi yang mampu menilai kelayakan implementasi kesejahteraan hewan
untuk kegiatan CPD di lingkup PDHI, baik yang diselenggarakan oleh PDHI Cabang maupun ONT.
Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI) merupakan ONT
yang memiliki kompetensi di bidang hewan laboratorium yaitu hewan yang dipelihara dan
digunakan untuk tujuan penelitian, pengujian, pendidikan, dan penangkaran untuk tujuan ilmiah.
Kompetensi tersebut termasuk aspek penilaian dan penjaminan kesejahteraan hewan.
Mempertimbangkan kesesuaian kompetensi, maka PB-PDHI berkoordinasi dengan ADHPHLI membentuk Komisi Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan untuk Kegiatan
Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan PDHI (Animal Care and Use Committee; ACUC PDHI).
Komisi tersebut bertugas mengkaji kelayakan etik dan aspek kesrawan kegiatan pelatihan dan
CPD yang diselenggarakan oleh PDHI Cabang dan/atau ONT jika melibatkan tindakan
penanganan hewan hidup.
Mengingat pentingnya penguatan kelembagaan ini, berikut ini diuraikan penguatan Komisi
Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan untuk Kegiatan Pelatihan dan Pendidikan
Berkelanjutan PDHI (ACUC PDHI).
136
Maksud dan Tujuan
Penguatan ADHPHLI dengan mandat sebagai Komisi Penilai Kelayakan Implementasi
Kesejahteraan Hewan untuk Kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan PDHI (ACUC
PDHI) dimaksudkan untuk meningkatkan penjaminan implementasi kesrawan dalam kegiatan
pelatihan yang diselenggarakan oleh PDHI agar sesuai aturan hukum serta memenuhi standar
internasional.
Tujuannya adalah (1) menguatkan kelembagaan pemangku kaji kelayakan implementasi
kesrawan untuk penggunaan hewan dalam kegiatan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan
PDHI; (2) mengatur tata hubungan kerja komisi; dan (3) mengatur mekanisme kaji kelayakan
implementasi kesrawan.
Implementasi
1. Penguatan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI)
dengan Mandat sebagai Komisi Penilai Kelayakan Implementasi Kesejahteraan Hewan untuk
Kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Berkelanjutan (Animal Care and Use Committee/ACUC)
PDHI dilaksanakan dengan pembentukan tim khusus/komite kerja di ADHPHLI;
2. Diperlukan konsolidasi antara ADHPHLI dengan PB-PDHI dan ONT-ONT yang relevan agar
dapat memfasilitasi kegiatan PDHI secara tepat sasaran;
3. Prosedur Operasional Baku Komisi yang menjadi pedoman pelaksanakan proses kajian,
penilaian dan pantauan implementasi kesejahteraan hewan disusun mengacu pada referensi
nasional dan internasional.
Batasan
1. ACUC PDHI tidak melakukan kaji etik kegiatan penelitian dan pengujian pada hewan;
2. Kegiatan yang dapat dikaji oleh ACUC PDHI merupakan kegiatan pelatihan dan pendidikan
berkelanjutan yang melibatkan tindakan-tindakan pada hewan hidup (sesi wet-lab atau
hands-on) yang diajukan oleh PDHI Cabang dan/atau ONT;
3. Proses penilaian akan melibatkan perwakilan ONT dengan kompetensi dan bidang keahlian
yang sesuai agar dapat merumuskan kajian yang akurat;
4. Proses kajian akan dilakukan hanya jika kegiatan yang diajukan diselenggarakan di institusi
yang tidak memiliki Komisi yang mampu mengemban fungsi kaji kelayakan implementasi
kesrawan.
137
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 13/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
ACUAN DASAR PROFESI KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa Kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PDHI Periode 2014-2018
yang telah memberikan inisiatif untuk membuat Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan
Indonesia
3. bahwa Kongres memandang perlu untuk menetapkan Acuan Dasar Profesi Kedokteran
Hewan Indonesia.
Mengingat
Pasal 12 dan Pasal 16 Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan Peserta Kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Ketetapan Mengenai Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan Indonesia sebagaimana terlampir
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
138
Lampiran: TAP. Nomor 13/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: KETETAPAN MENGENAI ACUAN DASAR PROFESI KEDOKTERAN HEWAN
INDONESIA
ACUAN DASAR PROFESI KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
Dengan senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan
bertumpu pada kesadaran bahwa kehidupan berprofesi bersifat dinamis menuju kehidupan yang
lebih baik, maka disusunlah Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan Indonesia sebagai berikut:
1. Definisi Bahwasanya dokter hewan pada hakikatnya adalah orang yang memiliki profesi kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam pelayanan kesehatan hewan.
2. Moto
Bahwasanya profesi kedokteran hewan sebagaimana tersurat dalam motonya Manusya
mriga satwa sewaka adalah profesi mulia yang mengabdi untuk kesejahteraan manusia
melalui dunia hewan yang diwujudkan dalam bentuk penggalian dan pengamalan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran hewan dalam rangka pembangunan kesehatan
hewan, penyediaan produk asal hewan yang aman dan pangan asal hewan yang aman,
sehat, utuh dan halal; perlindungan kesehatan hewan, manusia, masyarakat dan
lingkungan, serta menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan.
3. Kompetensi
Bahwasanya sertifikat kompetensi dokter hewan merupakan keterangan tertulis yang
menjelaskan tingkat penguasaan atas kemampuannya dalam melaksanakan urusan
kesehatan hewan. Sertifikat kompetensi yang pertama bagi dokter hewan adalah
mengacu pada day one competence yang disusun oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia
(OIE). Secara nasional, sertifikat kompetensi ini diterbitkan bersama oleh perhimpunan
dan fakultas. Sertifikat kompetensi selanjutnya adalah bernuansa Sertifikat Kompetensi
Kerja untuk menjawab kualifikasi dokter hewan di tingkat Internasional dan dalam
rangka pelaksanaan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Selain itu, sertifikasi ini
sangat penting dalam rangka mekanisme pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan
hewan berdasarkan peta okupasi maupun proyeksinya dalam pembangunan nasional.
4. Kewenangan medik veteriner
Bahwasanya kewenangan medik veteriner merupakan kewenangan dokter hewan dalam pengambilan keputusan medik dan tindakan medik yang sifatnya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Dalam pengambilan keputusan, dokter hewan senantiasa
berpijak pada prinsip-prinsip fundamental profesi dengan mengedepankan: a) keputusan
yang professional, b) independensi, c) kenetralan, d) integritas, e) objektifitas, f) legislasi
veteriner, g) organisasi umum, h) kebijakan mutu, h) prosedur dan standar, i) informasi,
keluhan, dan naik banding, j) dokumentasi, k) introspeksi, l) komunikasi, m) sumberdaya
manusia dan keuangan. Dalam pengambilan keputusan tersebut selain aspek teknis
kesehatan hewan hendaknya juga mempertimbangkan dimensi yang lain, seperti aspek
sosial ekonomi veteriner serta dengan menerapkan keterampilan veterinary leadership
dan kemajuan teknologi informasi.
139
5. Pelayanan Kesehatan Hewan
Bahwasanya pelaksanaan pelayanan kesehatan hewan merupakan implementasi kaidah
kedokteran hewan yang dilakukan secara lege artis dengan memperhatikan etika dan
estetika, serta peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan hewan, maupun ketentuan lainnya ang relevan. Untuk memperkokoh integritas tersebut, dokter hewan
senantiasa memegang teguh Sumpah/Janjinya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
melaksanakan Kode Etik Profesi, serta memperkuat komitmennya terhadap
kemanusiaan, keilmuan, keinovasian, kelestarian, dan kehidupan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pelayanan jasa medik veteriner merupakan salah satu bentuk
jasa pelayanan kesehatan hewan yang sifatnya spesifik menurut katagori bentuk
pelayanan, target spesies, disiplin ilmu serta sarana dan prasarana yang digunakan.
Dengan alasan itu, pengembangan pelayanan jasa medik veteriner menjadi obligasi bagi
organisasi non teritorial.
6. Kode Etik Profesi
Bahwasanya Kode Etik Profesi merupakan tuntunan perilaku dokter hewan dalam
mematutkan dirinya sebagai profesi penyembuh maupun dalam membawakan dirinya
ketika menjalin hubungan dengan hewan (klien), kawanan hewan (herd) pengelola/
pemilik hewan (klien), sesama profesi (rujukan), mitra kerja (paramedik veteriner),
masyarakat, pemerintah, serta lingkungan. Karena merupakan tuntunan perilaku
terhadap kondisi dalam suatu ruang dan waktu yang terus berubah, maka kode etik
hendaknya dipahami sebagai hasil/produk kesepakatan sesama anggota profesi yang
sifatnya dinamis bagi terwujudnya kinerja profesi itu menjadi lebih baik.
7. Sumpah/Janji Dokter Hewan
Bahwasanya keberadaan dokter hewan sebagai profesi penyembuh sekaligus sebagai
insan relegius tidak memiliki makna yang berarti bagi kehidupan tanpa berkah, rahmat,
dan hidayah Allah SWT. Sumpah/Janji Profesi dokter hewan merupakan afirmasi hamba
Allah untuk menjalankan profesinya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati.
Sumpah/janji profesi dokter hewan ini juga merupakan inti dari moralitas profesi
sekaligus sebagai sistem kontrol batiniah bagi dokter hewan dalam
mendharmabhaktikan profesinya yang lebih baik bagi kehidupan bangsa, negara dan
masyarakat. Prinsip dari moralitas profesi penyembuh diucapkan pertama kali oleh
Hipocrates yang menyatakan bahwa dalam mengobati janganlah kita menambah celaka
atau sakit bagi yang diobati. Secara utuh prinsip moral ini memiliki kesamaan dengan
moral etika dan moral hukum, yaitu (1) tidak merugikan hak orang lain, (2) tidak
mengambil hak orang lain, dan (3) tidak membuat orang lain susah
8. Legalitas
Bahwasanya aspek legalitas sebagai dokter hewan praktisi merupakan keniscayaan yang
harus dipenuhi sebagai prasyarat dalam pelayanan kesehatan hewan yang professional
dan akuntabel. Melengkapi aspek legalitas merupakan cermin bahwa dokter hewan
merupakan warga negara yang patut dijadikan model bagi profesi kesehatan lainnya.
Legalitas yang dimaksud tersebut harus mampu menunjukkan bahwa a) dokter hewan
tersebut benar-benar lulusan yang menerima ijazah dari lembaga pendidikan kedokteran
hewan di Indonesia atau yang diakui di Indonesia; b) dokter hewan tersebut memiliki
sertifikat kompetensi; c) dokter hewan tersebut benar benar mendapat rekomendasi
praktik dari organisasi profesi yang menaunginya; serta d) dokter hewan tersebut
140
memiliki surat izin praktik dokter hewan dari pimpinan daerah dokter hewan tersebut
berdomisili.
9. Kearifan memanfaatkan hewan
Bahwasanya dokter hewan merupakan insan yang dilatih sedemikian rupa untuk memiliki kepekaan yang tinggi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pelestarian
sumberdaya hewani. Oleh sebab itu, merupakan keniscayaan bagi dokter hewan untuk
memberikan perhatian maupun tindakan yang layak kepada hewan yang dipercayakan
kepadanya. Perhatian dan tindakan tersebut baik untuk perawatan, produksi,
reproduksi, dan penelitian, serta menghindari penggunaan yang sifatnya eksklusif
maupun untuk tujuan-tujuan tidak dibenarkan.
10. Kesejahteraan Hewan
Bahwasanya kesejahteraan hewan (animal welfare) adalah kondisi hewan dan/atau
lingkungan hewan yang harus mendapat perhatian kemanusiaan maupun
penanganannya sedemikian rupa sehingga mencapai suatu kondisi yang ideal/optimal
secara fisik, psikis, dan kenyamanan, sehingga mendekati ukuran animal well being yang
sebenarnya. Hukum kaidah kesejahteraan hewan (animal welfare code) mulai berlaku
manakala regulasi biologis hewan tersebut sedikit atau banyak dipengaruhi atau
tergantung dari campur tangan manusia. Komponen regulasi biologis hewan tersebut
diantaranya meliputi: 1) ruang gerak, 2) kehidupan sosial dan reproduksi, 3) akses
terhadap makan dan minum, 4) keleluasaan melakukan ekskresi dan sekresi, serta 5)
merespon terhadap pengaruh-pengaruh luar (iritabilitas). Sehubungan dengan itu,
dokter hewan harus memerankan dirinya sebagai pihak yang mampu memberikan
perhatian kemanusiaan dan memberikan penanganan yang profesional kepada hewan
dan lingkungannya, sehingga tercapai suatu kondisi animal well being dengan lingkungan
hidup yang lestari. Profesionalitas dokter hewan dalam penanganan masalah
kesejahteraan hewan tersebut pada umumnya dihubungkan dengan nilai-nilai five
freedom, yaitu: 1) bebas dari rasa lapar dan haus, 2) bebas dari rasa sakit dan penyakit, 3) bebas dari rasa tidak nyaman, 4) bebas dari rasa takut dan tercekam (stress), serta 5)
bebas untuk mengespresikan dirinya secara alami. Penanganan khusus pada hewan
laboratorium dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai Three R, yaitu Reduce, Replace,
dan Refinement. Dewasa ini telah dirumuskan 12 butir pendekatan pengukuran
kesejahteraan hewan berdasarkan kesepakatan bersama secara Internasional yang
dituangkan dalam standar dan/atau pedoman pelaksanaan animal welfare, yaitu: 1)
tanggungjawab (responsibilities), 2) keamanan (security), 3) perkandangan dan lapamgan
bermain (enclosures), 4) kebutuhan nutrisi/ransum dan air) dietary and water
requirements, 5) kesehatan dan kesejahteraan (health and wellbeing), 6) manajemen
reproduksi (reproductive management), 7) etanasi (euthanaisa), 8) penangkapan dan
penangganan (capture dan restrain), 9) (pelatihan) training, 10) (program intensif)
interactive program, 11) transportasi (transportation), 12) identifikasi dan pencatatan
hewan (animal identification and records).
11. Standar operasi baku
Bahwasanya demi menjaga kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa dokter hewan,
adanya standar operasi baku pada setiap metode, prosedur, perlakuan, kinerja, dan tata
cara yang berlaku untuk setiap perorangan maupun kelompok, harus terus diupayakan.
Dengan harapan dapat mengurangi kesenjangan kesenjangan dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan hewan, termasuk dalam mewujudkan sistem penjaminan mutu
pelayanan kesehatan hewan dalam arti seluas-luasnya. Sehubungan dengan itu, dokter
141
hewan hendaknya membiasakan diri untuk menginisiasi adanya standar operasi baku
semua hal yang berkenaan dengan pelayanan kesehatan hewan. Lebih penting lagi
dengan adanya standar operasi baku pelayanan jasa medik veteriner, dokter hewan
diharapkan dapat mengargumentasikan dan menginterpretasikan tindakan-tindakan
yang telah dilakukannya.
12. Menjaga kehormatan
Bahwasanya demi menjaga kehormatan profesi, dokter hewan hendaknya senantiasa
mawas diri dan bertindak hati-hati. Dokter hewan hendaknya tidak mendukung, tidak
menyembunyikan, tidak melakukan prosedur atau terkait dengan perorangan yang
meragukan nilai kebenarannya maupun reputasinya. Dokter hewan hendaknya
menghindari prosedur-prosedur yang sifatnya ilegal, berkontra, dan bertolak belakang
dengan standar etika ataupun metode ilmiah yang bertentangan dengan kesejahteraan
hewan, merusak produksi hewan, mengganggu keseimbangan ekologi, atau yang
memenangkan kepentingan lain yang tidak mulia/terhormat menurut ukuran profesi
veteriner.
13. Akuntabilitas
Bahwasanya proaktivitas dokter hewan dalam mempertanggungjawabkan semua
tindakannya sangat penting untuk meningkatkan reputasinya di tempat kerja maupun di
lingkungan masyarakat. Manakala semua dokter hewan di Indonesia menunjukkan
akuntabilitas yang sama, maka secara langsung maupun tidak langsung, hal ini akan
meningkatkan reputasi dokter hewan berikut organisasinya di seluruh Indonesia. Bahwa
untuk menjadi pribadi yang memiliki akuntabilitas yang tinggi, diperlukan adanya latihan
ataupun pembiasaan diri untuk selalu bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukannya. Tindakan itu sendiri hendaknya dilakukan dengan mengerahkan seluruh
pengetahuan terbaiknya, tehnik-tehnik yang termutakhir, serta penggunaan obat-obatan
yang memadai semaksimal mungkin. Selain itu, dokter hewan harus dibebaskan dari
tindakan-tindakan ataupun tugas-tugas yang dapat membahayakan dirinya secara fisik atau infeksi atau dapat memburukkan/merugikan kualitas layanannya atau yang bersifat
ilegal. Dalam konteks itu, dokter hewan hendaknya senantiasa mengevaluasi apa yang
telah dilakukannya termasuk melakukan analisisis antara tindakan-tindakan yang
dilakukan dengan kemungkinan konsekuensi yang timbul. Demi menjaga akuntabilitas
tersebut, hendaknya dokter hewan dalam menjalankan tugasnya tidak melakukan
kesalahan (malpraktik) atau bahkan sampai melanggar hukum.
14. Transaksi terapeutik
Bahwasanya dokter hewan merupakan profesi yang memiliki hak untuk mendapatkan
imbal jasa atas layanan yang telah diberikan sesuai dengan besarnya usaha yang telah
dilakukan. Namun demikian, dalam menuntut hak transaksi terapeutik hendaknya
dilakukan dengan kejujuran, keadilan (tidak curang), masuk akal (reasonable), serta
berdasarkan peran penting yang bersangkutan dalam profesi tersebut. Imbal jasa ini
hendaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara di mana ia bekerja,
memenuhi aturan hukum, serta memenuhi standar yang ditetapkan oleh organisasi
profesi. Tidak dibenarkan secara etika untuk menawarkan harga yang kompetitif hanya
karena ingin memperoleh suatu pekerjaan profesi.
142
15. Informed consent
Bahwasanya informed consent merupakan proses komunikasi antara dokter hewan
dengan klien tentang kesepakatan tindakan medis veteriner yang akan dilakukan oleh
dokter hewan tersebut. Dalam konteks ini, dokter hewan memiliki kewajiban untuk
menginformasikan kepada klien tentang status penyakit hewan miliknya, rencana tindakan yang akan dilakukan, prospek keberhasilannya, risikonya, dan keadaaan
keadaan lainnya yang dapat merubah hasil tindakan medik veteriner yang dilaksanakan.
Informed consent merupakan tanggung jawab etikal dokter hewan dan merupakan
kekuatan hukum bagi dokter hewan untuk melakukan berbagai tindakan yang disepakati
bersama klien.
16. Kerahasiaan profesi
Bahwasanya kerahasiaan informasi di ruang publik merupakan hak privasi bagi semua
orang, termasuk kerahasiaan atas kondisi penyakit yang diderita oleh pasien dokter
hewan. Kerahasiaan yang dimaksudkan adalah bilamana tidak menyangkut kepentingan
publik, tidak bertentangan dengan hukum dan tidak mengganggu pihak ketiga di mana
hal ini menjadi dasar kehormatan dan tanggung jawab dokter hewan. Dalam konteks ini,
dokter hewan harus mampu membedakan antara kerahasiaan di ruang publik dengan
kerahasiaan yang harus dibuka untuk kepentingan publik, contohnya dalam rangka
persidangan di pengadilan. Kerahasiaan yang bersifat teknologi juga harus dikategorikan
dalam kewajiban profesional dokter hewan. Kerahasiaan profesi ini adalah hak dan
tanggung jawab yang esensial bagi profesi veteriner.
17. Second opinion
Bahwasanya second opinion merupakan pendapat pihak kedua tentang penyelesaian
masalah dari sudut pandang yang berbeda. Second opinion dapat menjadi alternatif bagi
klien untuk ikut mengambil keputusan atas nasib kesehatan hewannya. Dokter bewan
harus menghargai hak klien untuk berkonsultasi dengan kolega/sejawat dokter hewan
lainnya atau dengan seorang spesialis dari profesi lain pada setiap waktu yang sesuai
dengan pokok urusan.
18. Rekam medik
Bahwasanya rekam medik merupakan bagian dari kelengkapan pelayanan jasa medik
veteriner yang sangat esensial dalam urusan administrasi maupun sebagai implementasi
dari kewenangan medik veteriner. Sehubungan dengan itu, dokumen haruslah bersifat
otentik, ditandatangani oleh dokter hewan yang bersangkutan (in charge), dilakukan
secara berkelanjutan dan bertahap, mencerminkan suatu tindakan pengawasan yang
ketat, serta diekspresikan sebagai dokumen yang benar, nyata, berkesungguhan (serius)
dan tidak ada kepentingan lain/keberpihakan.
19. Reseptir obat hewan
Bahwasanya obat hewan merupakan sediaan obat yang sifatnya alami, farmasetik,
premix, dan biologik yang digunakan untuk mendukung tindakan medik veteriner baik
yang bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Atas dasar itulah dokter
hewan dengan kewenangan medik veteriner yang dimilikinya harus tetap berhati-hati
dalam menuliskan resep baik obat dengan kategori obat keras, obat bebas, dan obat bebas
terbatas. Selain itu, dokter hewan harus mempertimbangkan resiko resiko yang mungkin
berdampak terhadap kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan/atau kesehatan
lingkungan bila digunakan tidak sesuai dengan saran dokter hewan. Dokter hewan harus
143
menuliskan resep obat hewan dari obat obat yang terdaftar resmi berdasarkan
keamanannya dan memberikannya dalam bentuk dan dosis yang paling nyaman dan
bermanfaat. Kemudian dalam melakukan terapi, hendaknya dokter hewan menggunakan
obat-obatan, penjualan obat-obatan maupun alat kesehatan agar tidak eksperimental,
komersial akan tetapi tepat guna serta mengutamakan kemanusiaan diatas kepentingan
pribadi
20. Belajar sepanjang hayat
Bahwasanya menempatkan dokter hewan sebagai bagian dari perubahan peradaban
dunia mengandung pesan moral agar dokter hewan harus mampu menyelaraskan diri
terhadap perkembangan global, sehingga membuat dirinya setara dengan perkembangan
terbaru dalam lingkup ilmu pengetahuan, teknologi dan keprofesiannya sepanjang waktu.
Untuk itu menjadi keharusan bagi dokter hewan untuk membiasakan diri “belajar
sepanjang hayat”. Kegiatan ini mengandung makna, pentingnya dokter hewan
memutakhirkan, menyelaraskan, menyebarkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Memutakhirkan mengandung arti senantiasa mengupdate terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan terkini. Menyelaraskan mengandung arti pentingnya
saling berbagi, dalam bentuk seminar, workshop, atau pertemuan lainnya. Menyebarkan
mengandung arti pentingnya dokter hewan berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan
berkelanjutan. Mengembangkan mengandung arti penting kegiatan penelitian,
investigasi, survey sehingga menghasilkan publikasi yang bernuansa inovatif.
21. Berbagi ilmu dan pengalaman
Bahwasannya berbagi ilmu dan pengalaman merupakan ciri-ciri dari masyarakat ilmiah
maupun merupakan korsa dokter hewan sebagai komunitas pembelajar (learning
community). Untuk itu, dokter hewan harus terus melatih diri dalam mempublikasikan
dan/atau mempresentasikan makalah ilmiah, sehingga dihargai keberadaannya sebagai
agen perubahan bagi kemajuan profesi, maupun dalam menjunjung martabat profesi
veteriner. Merupakan kewajiban bagi penulis untuk menghasilkan suatu tulisan yang menarik perhatian masyarakat pembaca. Namun demikian merupakan kewajiban
baginya untuk mencantumkan sumber sitasi bahkan memberikan penghargaan kepada
pihak yang telah merintis inovasi tersebut. Plagiasi merupakan pelanggaran serius
terhadap etika profesional.
22. Personal branding
Bahwasanya suatu promosi maupun penyebaran informasi tentang pelayanan jasa medik
veteriner merupakan personal branding yang tidak dapat dihindarkan dalam rangka
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Meskipun demikian, kegiatan
ini haruslah dilakukan dengan cara yang wajar, dengan sungguh sungguh dan tetap
dengan memegang teguh prinsip prinsip kehormatan pribadi, citra dan reputasi profesi,
serta dengan penuh toleransi dan tenggang rasa. Dalam ko nteks ini, personal branding
lebih disarankan dalam bentuk pelayanan dokter hewan secara etikal kegiatan promosi
peran profesi veteriner kepada khalayak masyarakat hendaknya dilakukan secara
bermartabat. Penggunaan iklan dimungkinkan untuk dokter hewan atau kelompok
dokter hewan yang sedang membuka praktik, pindah alamat, atau menutup praktik.
Dalam periklanan pelayanan profesi tersebut hendaknya dihindari gaya komersial dan
tetap mengedepankan komitmen professional.
144
23. Kesejawatan
Bahwasanya hubungan kerja dengan sesama profesi, profesi lain, maupun perorangan
lainnya merupakan modal sosial dalam membangun kebersamaan dan dalam
memecahkan berbagai kompleksitas masalah. Sehubungan dengan itu, dalam
memperlakukan pihak lain, dokter hewan harus mampu menghormati dan menempatkan dirinya sebaik mungkin agar sesuai dengan kriteria keprofesian, batas batas kepentingan
pihak lain, perlakuan yang setara, serta memenuhi kriteria profesional yang berlaku.
Kemudian demi terjaganya hubungan baik sesawa sejawat, hendaknya menghindari
berkembangnya konflik dan merendahkan sesama sejawat.
145
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 14/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENYUSUNAN STANDAR OPERASI BAKU DAN PENYELARASAN PERANGKAT PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INODNESIA
Menimbang
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa Kongres sangat menghargai prakarsa dan perjuangan PB PDHI Periode 2014-2018
yang telah berinisiatif untuk menyempurnakan penyelenggaraan pelayanan jasa medik
veteriner.
3. bahwa pelayanan jasa medik veteriner yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian RI Nomor 02 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Jasa Medik Veteriner
masih belum dilengkapi dengan standar operasi baku yang relevan dengan spesies hewan
yang ditangani maupun keilmuan dan teknologi yang digunakan.
4. bahwa organisasi profesi kedokteran hewan dewasa ini telah dilengkapi dengan ONT yang
memiliki kepakaran/keahlian dalam penyelarasan perangkat pelayanan jasa medik
veteriner maupun standar operasi baku yang relevan dengan spesies hewan yang ditangani
maupun keilmuan dan teknologi yang digunakan.
5. bahwa untuk mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan hewan,
dan dalam kegiatan pembinaan praktik kedokteran hewan, kongres memandang perlu
ditetapkannya Penyelarasan Perangkat dan Standar Operasi Baku Pelayanan Jasa Medik
Veteriner.
Mengingat
1. Pasal 1 dan 5 Anggaran Dasar PDHI.
2. Pasal 1, 11, dan 17 Anggaran Rumah Tangga PDHI.
Memperhatikan
1. Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
146
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Ketetapan Mengenai Penyusunan Standar Operasi Baku dan Penyelarasan Perangkat Pelayanan
Jasa Medik Veteriner sebagaimana terlampir.
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
147
Lampiran: TAP. Nomor 18/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PENYUSUNAN STANDAR OPERASI BAKU DAN PENYELARASAN
PERANGKAT DAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
PENYUSUNAN STANDAR OPERASI BAKU DAN PENYELARASAN PERANGKAT
PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
PENDAHULUAN
Pelayanan jasa medik veteriner merupakan pilar penting penyelenggaraan kesehatan
hewan. Tidak sekedar urusan kesembuhan pasien dan kepuasan klien, di dalamnya termuat
semangat bela negara pengabdian profesi dokter hewan yang secara moral berusaha
memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan. Termasuk kepentingan
berbangsa, bernegara, dan/atau bermasyarakat.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 02 Tahun 2010 telah menerbitkan
Pedoman Pelayanan Jasa Medik Veteriner, yaitu sebagai penjabaran aspek pelayanan kesehatan
hewan yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Setelah diimplementasikan lebih dari 8 tahun, banyak kalangan praktisi mengusulkan
pentingnya penyempurnaan pedoman tersebut. Di antaranya adalah pentingnya (1) keselarasan
perangkat pelayanan jasa medik veteriner yang didukung dengan (2) tersedianya standar operasi
baku berbasis spesies, keilmuan dan/atau teknologi. Pendekatan standar ini sangat penting agar
pelayanan kesehatan hewan di Indonesia memiliki mutu yang setara di dunia Internasional.
Kegiatan ini mendesak dilakukan. Selain untuk menjawab tekanan tantangan global, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan arahan pelayanan yang mencegah dari mal praktik, lebih etikal,
dan lebih professional sesuai kaidah ilmu kedokteran hewan.
Sehubungan dengan luasnya cakupan masalah yang harus ditangani, maka diperlukan
keterlibatan segenap pemangku kepentingan dengan berbagai ragam latar belakang pengalaman,
pelatihan dan pendidikan. Berdasarkan pertimbangan itu, berikut ini disajikan arahan dan ruang
lingkup kegiatan maupun bentuk kemitraan yang dapat mengefektifkan upaya tersebut.
LINGKUP PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
Lingkup pelayanan jasa medik veteriner secara garis besar telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Secara garis besar
meliputi:
b. Pelayanan jasa medik veteriner yang berbasis fasilitas kerumahsakitan, contohnya a) dokter
hewan praktik mandiri; b) dokter hewan praktik bersama; c) klinik hewan; d) klinik
ambulatoir; e) rumah sakit hewan; dan/atau rumah sakit hewan khusus; serta f) pusat
kesehatan hewan (Puskeswan).
c. Pelayanan jasa medik veteriner yang berbasis fasilitas non-kerumahsakitan, contohnya
pelayanan jasa laboratorium veteriner, pelayanan rumah potong hewan, pelayanan apotek
dan penyediaan obat hewan, dan lain sebagainya.
d. Pelayanan jasa medik veteriner berbasis konsultasi kesehatan hewan dan kedokteran
populasi untuk manajemen kesehatan ternak.
148
SASARAN PENYELARASAN PERANGKAT PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
Penyelarasan pelayanan jasa medik veteriner ini dimaksudkan agar tata cara pemberian pelayanan oleh praktisi dokter hewan tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain. Salah satu dampak yang diinginkan adalah terbangunnya citra dan reputasi pelayanan medik veteriner yang lebih positif. Selain itu juga untuk menghindari munculnya celah-celah yang dapat dijadikan complaint oleh klien dan/atau masyarakat atas jasa yang diberikan oleh praktisi dokter hewan.
Berikut ini disajikan komponen perangkat pelayanan jasa medik veteriner yang perlu diselaraskan, dikembangkan, dan distandarkan secara berkelanjutan:
1. Wawasan dan sikap profesionalitas dokter hewan;
2. Kelengkapan aspek legal;
3. Kelayakan sarana, prasarana, dan fasilitas medis;
4. Kelayakan manajemen praktik dokter hewan;
5. Kelayakan keamanan kerja dan penataan lingkungan kerja;
6. Kelayakan transaksi terapeutik dan manajemen klien;
7. Ketersediaan obat dan perangkat medikasi
8. Kemutakhiran sistem rekam medik;
9. Kelayakan penanganan animal welfare
10. Penyeliaan tenaga paramedik veteriner.
TARGET PENYUSUNAN SOP PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
Berdasarkan sasaran pelayanan jasa medik veteriner yang perlu diselaraskan, berikut ini
adalah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang perlu diprioritaskan dan ditindaklanjuti dengan
penyusunan standar operasi baku.
1. Berkaitan dengan wawasan dan sikap profesionalitas dokter hewan;
a. Kewajiban utama dokter hewan praktisi.
b. Tanggung jawab atas keilmuan, kemampuan, dan teknik-teknik kedokteran hewan.
c. Etika profesi dokter hewan terhadap klien, rekan sejawat, paramedik veteriner,
tenaga bantu kesehatan hewan, masyarakat sekitar dan lingkungan hidup dalam
pelayanan jasa medik veteriner.
2. Berkaitan dengan kelengkapan legal aspek;
a. Surat Izin Praktik (SIP) setiap dokter hewan
b. Kelengkapan administrasi dalam membuka/mendirikan fasilitas pelayanan medik
veteriner.
3. Berkaitan dengan kelayakan sarana, prasarana dan fasilitas medis;
a. Kelengkapan dan kelayakan sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan jasa medik
veteriner untuk praktik dokter hewan mandiri, praktik dokter hewan bersama, klinik
hewan, rumah sakit hewan, rumah sakit hewan khusus, dan pusat kesehatan hewan
(Puskeswan).
b. Kelengkapan dan kelayakan ambulatoir klinik.
c. Kelengkapan dan kelayakan fasilitas laboratorium veteriner.
d. Kelengkapan dan kelayakan fasilitas pemeliharaan dan perawatan hewan.
e. Kelengkapan dan kelayakan alat transportasi hewan.
f. Kelengkapan dan kelayakan instrumen diagnosis.
149
4. Berkaitan dengan kelayakan manajemen praktik dokter hewan;
a. Tata kelola klinik.
b. Tindakan gawat darurat.
c. Manajemen keperawatan.
d. Manajemen diet.
e. Manajemen vaksinasi.
f. Pedoman anestesi.
g. Pedoman pembedahan.
h. Pedoman eutanasia.
5. Berkaitan dengan kelayakan keamanan kerja dan penataan lingkungan kerja;
a. Pengutamaan kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Ketersedian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
c. Kebersihan lingkungan kerja.
d. Terbebaskan dari polusi udara dan suara
e. Penataan lingkungan dan dekorasi ruangan kerja.
6. Berkaitan dengan kelayakan transaksi terapeutik dan manajemen klien;
a. Etika menghadapi klien.
b. Kemampuan komunikasi professional.
c. Kemampuan menggali informasi kepemilikan hewan.
d. Kemampuan menggali anamnesa.
e. Kemampuan menegakkan diagnosa dan diagnosa banding.
f. Kemampuan menegakkan prognosa.
g. Kemampuan melakukan informed consent.
h. Kemampuan menetapkan harga jasa.
i. Kemampuan memberikan second opinion.
j. Kemampuan mengembangkan sistem rujukan kasus.
7. Berkaitan dengan ketersediaan obat dan perangkat medikasi
a. Sistem penyimpanan obat keras.
b. Sistem penyimpanan obat berbahan biologis.
c. Sistem audit kelayakan obat.
d. Penyediaan, penyimpaan, pengelolaan, dan penggunaan obat hewan.
e. Penggunaan obat-obatan pemacu dalam kompetisi hewan
f. Penggunaan analgesik dan anestesi dalam pembedahan.
8. Berkaitan dengan kemutakhiran sistem rekam medik;
a. Sistem diagnosis berbasis kecakapan klinis.
b. Sistem diagnosis berbasis kecakapan laboratoris.
c. Manajemen rekam medis dan pelaporan penyakit.
d. Manajemen informasi kasus gawat darurat.
e. Manajemen informasi keperawatan harian.
9. Berkaitan dengan kelayakan penanganan animal welfare
a. Handling and restain hewan.
b. Pengandangan hewan.
150
c. Pengangkutan hewan.
d. Menindak hewan tanpa menderita dan/atau cacat.
e. Penyembelihan hewan.
f. Pengambilan sampel.
g. Pembedahan tidak untuk menutupi cacat genetik
h. Penyediaan pakan dalam perawatan hewan.
i. Penggunaan substansi terapeutik pada kompetisi hewan
j. Kepantasan penggunaan hewan untuk pengajaran.
k. Kepantasan penggunaan hewan untuk penelitian.
l. Kepantasan penggunaan hewan untuk atraksi.
m. Konsekuensi dari temuan residu obat
10. Berkaitan dengan penyeliaan tenaga paramedik veteriner.
a. Kontrak penyeliaan secara lisan dan/atau tertulis.
b. Kontrak penyeliaan berbasis penguasaan kompetensi
TIM PENYELARAS DAN PENYUSUN
1. Tim terpadu penyusunan standar operasi baku pelayanan jasa medik veteriner dikelola oleh
suatu komisi penyelarasan pelayanan jasa medik veteriner.
2. Komisi ini berada di bawah struktur organisasi PB PDHI.
3. Komisi merupakan representasi ONT di lingkungan PDHI secara sendiri maupun gabungan.
4. Komisi ini bertugas untuk: a) menyusun daftar inventarisasi masalah yang harus
diprioritaskan untuk disusun sebagai Prosedur Operasi Baku pelayanan jasa medik
veteriner; b) menyusun agenda kegiatan pembahasan; c) mengembangkan jejaring dengan
organisasi atau lembaga yang relevan.
5. Jejaring penyusunan prosedur operasi baku pelayanan jasa medik veteriner disebut sebagai
tim terpadu yang sekurang-kurangnya terdiri dari: Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia
(ARSHI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI).Asosiasi Obat Hewan
Indonesia (ASOHI), dan Asosisasi Paramedik Veteriner Indonesia (APAVETI).
6. Komisi dapat melakukan kegiatan sendiri atau bersama dengan salah satu atau lebih jejaring
sesuai dengan kebutuhan pembahasan dalam rangka penyelarasan perangkat dan
penyusunan prosedur operasi baku pelayanan jasa medik veteriner.
7. Komisi ini maupun tim terpadu yang terbentuk sebagai pengembangan Komisi Penyelarasan
Jasa Medik Veteriner melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pemerintah baik pusat
maupun daerah.
8. Komisi ini maupun tim terpadu yang terbentuk sebagai pengembangan Komisi Penyelarasan
Jasa Medik Veteriner mengemban tanggung jawab moral untuk mendukung pelaksanaan
otoritas veteriner di Indonesia.
9. Hasil kegiatan komisi maupun tim terpadu diujicobakan pada beberapa cabang PDHI,
sehingga mendapat respons perbaikan yang memadai.
10. Komisi melaporkan kegiatannya di dalam Mukernas PDHI.
11. Pelatihan hasil penyelarasan perangkat dan penyusunan SOP dikategorikan sebagai
peningkatan kompetensi dan bersertifikat.
12. Dalam rangka pelatihan, dibentuk sistem mentoring, instruktur atau fasilitator.
151
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 15/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG PERAN AKTIF PDHI DALAM ORGANISASI KEDOKTERAN HEWAN INTERNASIONAL
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia sebagai satu-satunya wadah profesi Dokter
Hewan bagi seluruh Dokter Hewan Indonesia, terus berusaha menyejajarkan anggotanya
dan organisasinya agar setara dengan organisasi profesi kedokteran hewan di dunia;
3. bahwa dengan semangat itu pada tahun 2018, Ketua Umum PB-PDHI periode 2014-2018
terpilih sebagai presiden dan organisasi PDHI dipercaya untuk melaksanakan Kongres
Federation of Asian Veterinary Association (FAVA);
4. bahwa dalam rangka ikut menjaga perdamaian dunia, serta untuk meningkatkan harkat dan
martabat dokter hewan Indonesia di tingkat internasional, Kongres memandang perlu agar
PDHI terus berperan aktif dalam organsisasi kedokteran hewan internasional.
Mengingat:
2. Pasal 17, 24, dan 29 Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan Peserta Kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
1. Peran aktif PDHI dalam organisasi kedokteran hewan internasional (terlampir)
2. Mendukung anggota PDHI menjadi pengurus organisasi internasional
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
152
Lampiran: TAP. Nomor 15/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PERAN AKTIF PDHI DALAM ORGANISASI KEDOKTERAN HEWAN
INTERNASIONAL
PERAN AKTIF PDHI DALAM ORGANISASI KEDOKTERAN HEWAN INTERNASIONAL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kecenderungan (trend) keterlibatan PDHI dalam organisasi kedokteran hewan
internasional semakin meningkat. Salah satu indikatornya pada tahun 2018, PDHI mendapat
kehormatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres Federation of Asian Veterinary
Association (FAVA) 2018. Tidak itu saja, Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Periode 2014-2018
terpilih menjadi Presiden FAVA Periode 2018-2020. Demikian juga Ketua III Pengurus Besar
PDHI Periode 2014-2018 terpilih menjadi Sekjen FAVA 2018-2020.
Selain capaian tersebut di atas, cukup banyak capaian PDHI dalam kegiatan
internasional lainnya. Contohnya Asian Association of Veterinary School (AAVS), Asian Society of
Veterinary Pathology (ASVP), dan World Small Animal Veterinary Association (WSAVA). Kegiatan
tersebut, selain kegiatan insidental, ada juga yang menghasilkan sertifikat pelatihan, keanggotaan
bersifat internasional maupun pengakuan yang bersifat internasional. Outcome dari kegiatan ini
selain dirasakan dalam bentuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga dalam
pengembangan networking,
Meskipun kegiatan internasional tersebut cukup banyak dilakukan, namun demikian,
belum banyak dipikirkan atau dijadikan momentum yang sifatnya memberikan feedback atau
berdampak positif terhadap keberlangsungan penyelenggaraan berprofesi masa depan. Dengan
alasan tersebut perlu dilakukan pengaturan peran aktif PDHI dalam organisasi kedokteran
hewan internasional.
Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengaturan ini adalah untuk mengapresiasi dokter hewan baik secara
perorangan maupun secara keorganisasian yang berperan aktif dalam organisasi kedokteran
hewan internasional. Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk mendapatkan nilai tambah dari
kegiatan tesebut bagi peningkatan kemampuan dokter hewan maupun organisasi dalam
pembangunan kesehatan hewan di Indonesia.
GARIS-GARIS BESAR PENGATURAN
1. Semua dokter hewan yang berperan aktif dalam kegiatan/organisasi kedokteran hewan
internasional baik atas inisiatif sendiri, atas tugas institusi, maupun atas tugas organisasi
diasumsikan memiliki kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
keterampilan dalam pelayanan profesi medik veteriner.
2. Dokter hewan yang bersangkutan dapat diketahui mengikuti kegiatan yang bersifat
internasional oleh PDHI, dengan cara melaporkan, atau dilaporkan oleh kolega terdekatnya,
atau oleh institusinya.
153
3. Kepada dokter hewan yang bersangkutan bisa dipertimbangkan mendapatkan sertifikat
mengikuti Pendidikan Berkelanjutan sesuai dengan ketentuan SKPB.
4. Selain itu, PDHI memberikan apresiasi kepada yang bersangkutan dalam bentuk recognition
sebagai person yang memperkaya ranah roadmap pemgembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran hewan, keterampilan profesional dalam pelayanan jasa medik
veteriner, serta kelengkapan sumber daya okupasi di bidang kesehatan hewan dalam arti
yang seluas-luasnya di tingkat nasional dan internasional.
5. Untuk memproyeksikan roadmap pengembangan kedokteran hewan tersebut maupun
mendata kegiatan dokter hewan di kancah internasional, PB PDHI memberikan tugas kepada
salah satu ketua dan/atau membentuk komisi yang relevan.
6. Ketua dan/atau Komisi yang relevan tersebut berkoordinasi dengan pengurus ONT untuk
melanjutkan proses proyeksi roadmap lebih rinci berdasarkan literasi yang disampaikan
dokter hewan yang bersangkutan.
7. Dokter hewan yang bersangkutan sewaktu-waktu diharapkan siap berbagi pengalaman dan
pengetahuan pada forum di level PB PDHI, Pengurus PDHI Cabang, Pengurus ONT, atau
forum yang lebih luas.
8. Kegiatan pada butir 7 dapat dilaksanakan sebagai ajang pendidikan berkelanjutan, atau in
house training.
9. Dokter hewan yang bersangkutan merupakan aset bagi PDHI.
154
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 16/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS KEPEMIMPINAN VETERINER INDONESIA (INDONESIA VETERINARY LEADERSHIP)
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa pada hakekatnya dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi kedokteran
hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam pelayanan kesehatan
hewan. Kewenangan medik veteriner yang dimaksud meliputi kemampuan dalam pengambil
keputusan dan melakukan tindakan tindakan medik. Pelaksanaan kewenangan ini tidak
cukup berbasis pada kemampuan teknis kesehatan hewan semata, tetapi juga keterampilan
non-teknis yang erat kaitannya dengan aspek kepemimpinan. Dengan pertimbangan itu
lahir keilmuan terapan veteriner yang disebut veterinary leadership.
2. bahwa melalui program Australia Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases,
pada tahun 2012 enam dokter hewan Indonesia dari IPB dan UGM berkesempatan mengikuti
training for trainer (TOT) Indonesia Veterinary Leadership (IVL). Melalui Kementerian
Pertanian RI, mereka diberdayakan untuk melatih dokter hewan manajer tingkat menengah
dari kalangan kementerian, pemerintah daerah, balai-balai dan perguruan tinggi, sehingga
menghasilkan fasilitator untuk menyebarkan keterampilan tersebut bagi kemajuan
penyelenggaraan kesehatan hewan.
3. bahwa dengan pertimbangan itu, Pengurus Besar PDHI Periode 2014-2018 telah
membentuk Komisi Kepemimpinan Veteriner untuk menjembatani desiminasi IVL,
peningkatan kapasitas anggota, serta dukungan terhadap penguatan kelembagaan
kesehatan hewan, termasuk otoritas veteriner. Tahap ini telah dilakukan dengan seksama,
maka pada giliran berikutnya perlu disusun suatu kerangka kerja sehingga IVL memberikan
dampak yang sebesar-besarnya bagi penyelenggaraan kesehatan hewan.
Mengingat: Pasal 12 huruf j Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan: Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018
155
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Veteriner Indonesia (Indonesia
Veterinary Leadership)
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018 Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
156
Lampiran: TAP. Nomor 16/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS KEPEMIMPINAN VETERINER
INDONESIA (INDONESIA VETERINARY LEADERSHIP)
PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS KEPEMIMPINAN VETERINER
INDONESIA (INDONESIA VETERINARY LEADERSHIP)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penguatan kapasitas kepemimpinan veteriner (veterinary leadership) sudah menjadi kebutuhan di kalangan dokter hewan dunia. Sidang Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tahun 2014 menegaskan bahwa kepemimpinan (leadership) merupakan salah satu sektor yang harus diperkuat. Hal ini mengingat pengetahuan teknis dokter hewan dipandang belum cukup memadai untuk mempengaruhi dan membuat kebijakan yang tepat tanpa didukung dengan kapasitas non-teknis.
Keterampilan non-teknis dalam hal kepemimpinan dan manajemen ini di beberapa negara maju terbukti mampu meningkatkan kemampuan dokter hewan untuk secara efektif menerapkan praktik-praktik terbaik dalam hal kesiapsiagaan dan respons terhadap penyakit hewan darurat, serta meningkatkan pengendalian penyakit hewan menular strategis lainnya. Prinsip-prinsip manajemen organisasi, keterampilan komunikasi, dan manajemen tim dapat diterapkan secara luas oleh dokter hewan penyelenggara kesehatan hewan di Indonesia, untuk bisa mempersiapkan diri lebih baik dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada saat ini dan beragam tantangan lain yang akan muncul dalam dunia kesehatan hewan.
Lahirnya konsep Indonesia Veterinary Leadership tidak dapat dilepaskan dari ridlo Allah SWT, motivasi dan tekad yang bulat dari segenap pemangku IVL, serta dukungan dari dalam negeri maupun luar negeri. Inisiatif Kepemimpinan Veteriner Indonesia (IVL) diinisiasi oleh Universitas Sydney bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan IPB. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas tenaga pengajar tersebut dalam menyusun kurikulum kepemimpinan veteriner di Indonesia. Sebanyak 6 dosen dari kedua fakultas tersebut telah mengikuti pelatihan intensif selama 6 bulan di Universitas Sydney kemudian mengembangkan kurikulum pelatihan yang sesuai dengan konteks di Indonesia. Kurikulum yang dikembangkan oleh tenaga pengajar tersebut kemudian diujicobakan melalui dukungan dari Program Australia Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIPEID) pada awal tahun 2014.
Permasalahan
Pada saat ini diseminsi konsep Indonesia Veterinery Leadership sudah dlaksanakan dan
telah menghasilkan alumni lebih dari 150 dokter hewan dari kalangan dokter hewan di pemerintahan pusat dan daerah, serta perguruan tinggi. Para alumni ini siap menjadi fasilitator pelatihan IVL di Indonesia. Selain 6 orang yang terlatih di Australia, kegiatan ini juga menghasilkan 30 instruktur untuk memperkuat para fasilitator tersebut dalam mendiseminasikan IPB di Indonesia. Selain itu, hampir lebih 500 dokter hewan pernah terpapar dengan konsep IVL.
Pada bulan September 2018, program AIPEID telah ditutup, namun tidak berarti IVL mendeg. PDHI yang dari sejak awal mengawal proses diseminasi IVL perlu mengambil inisiatif untuk melanjutkan kegitan tersebut dengan lebih aktif dan mandiri. Caranya tentu dengan
157
melibatkan sistem organisasi PDHI, baik pengurus besar, pengurus cabang maupun ONT. Pendekatan ini dilanjutkan dengan meningkatkan kemitraan dengan otoritas veteriner di pusat maupun daerah, termasuk balai-balai serta perguruan tinggi.
Maksud dan Tujuan
Pengaturan ini dimaksudkan untuk menata pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan Veteriner Indonesia (Indonesia Veterinary Leadership) di lingkungan PDHI maupun lingkungan instnasi dan perusahaan yang lebih luas. Tujuannya adalah meningkatkan kemampuan keterampilan dokter hewan dalam kepemimpinan dan manajemen di bidang kesehatan hewan dalam arti yang seluas-luasnya.
Keluaran yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Bagi instansi asal peserta: selama pelatihan intensif di ruang kelas dan dilanjutkan
dengan implementasi untuk melaksanakan tugas individu ditempat kerja selama tiga sampai empat bulan diharapkan para peserta akan meningkatkan kemampuan pememimpinannya sehingga dapat berkontribusi banyak terhadap berbagai program baik diinstansinya maupun program lintas sektoral.
2. Bagi para peserta: pengembangan keterampilan serta pengetahuan kepemimpinan yang relevan mengenai berbagai aspek individu, tim, serta organisasi dalam lingkungan kerja; berpeluang untuk menerapkan pembelajaran baru ini pada program yang nyata dengan dukungan dari mentor dan atasan.
3. Bagi para pelatih: pengembangan keterampilan dalam hal pembelajaran orang dewasa serta penyampaian kurikulum kepemimpinan yang efektif dalam format kursus singkat intensif dengan panduan fasilitator berpengalaman; pemahaman yang lebih baik dalam hal kurikulum kepemimpinan yang diperoleh dari pengalaman mengajarkannya ke orang lain.
PELAKSANAAN
Metode pelatihan
Pelatihan percontohan ini didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dan akan melibatkan waktu belajar sendiri yang dipandu oleh mentor, refleksi perorangan (individual), serta kelompok.
Selama masa periode pembelajaran dalam kelas, akan menggunakan berbagai teknik fasilitasi untuk membantu peserta memantapkan proses pembelajaran mengenai berbagai konsep. Antara lain mencakup: 1. Diskusi kelompok
2. Refleksi perorangan
3. Studi kasus dibidang veteriner Indonesia
4. Kegiatan terkait evaluasi dan refleksi ditulis dalam buku kerja, dan berbagai latihan terkait beragam topik yang menggunakan pemahaman secara menyeluruh mengenai bermacam-macam dimensi kepemimpinan
5. Multimedia – rekaman video dan audio untuk menangani berbagai gaya pembelajaran
6. Penerapan langsung
7. Catatan dan bahan bacaan
8. Kuesioner penilaian mandiri
9. Penerapan teori untuk penyelesaian masalah di lingkungan kerja
158
Materi Pelatihan
Pelatihan IVL mencakup 17 modul yang membahas berbagai dimensi penting dari kepemimpinan. Topik-topik ini dapat digolongkan dalam tiga konteks kepemimpinan – kepemimpinan personal, Memimpin Orang Lain, dan kepemimpinan Organisasional.
Kepemimpinan Personal Memimpin Orang Lain Kepemimpinan
Organisasional
Perbedaan individu
Pengambilan keputusan
Pengelolaan karier
Etika
Stres dan kesejahteraan
Membangun ketahanan diri
Motivasi
Kuasa dan pengaruh
Tim
Komunikasi dan negosiasi
Kecerdasan sosial
Melatih dan memberi masukan
Rancangan kerja
Budaya organisasi
Pengelolaan perubahan
Pengelolaan pengetahuan
Manajemen waktu
Daftar Isi
Modul 1. Kepemimpinan (Leadership)
- Definisi dan pengertian kepemimpinan
- Tipe-tipe kepemimpinan
- Kepemimpinan yang efektif
Modul 2. Perilaku dan Budaya Organisasi
- Definisi Budaya Organisasi
- Tingkatan Budaya Organisasi dan Strategi Perubahannya
- Menganalisa dan Menafsirkan Budaya Organisasi
- Menghidari Ketidakpastian
Modul 3. Perbedaan Individu
- Teori Triadic Recriprocal Determinism
- Teori Lima Besar Kepribadian - Kecerdasan Emosional
Modul 4. Pengaruh dan Kekuasaan
- Definisi Kekuasaaan
- Sumber Kekuasaan
- Teori Strategis Kontijensi
- Strategi Mempengaruhi - Hasil dari Upaya Mempengaruhi
Modul 5. Tim
- Definisi Tim
- Peran Tim
- Berbagi Peran dalam Tim
- Membangun Tim yang Efektif
- Disain Tim
- Pengembangan Tim
- Tim Virtual
159
Modul 6. Pengambilan Keputusan
- Definisi Pengambilan Keputusan
- Dasar-dasar Pengambilan Keputusan
- Dua tipe Keputusan
- Enam Langkah Proses pengambilan keputusan
Modul 7. Kecerdasan Sosial
- Pemahaman dan Pengertian Kecerdasan Sosial
- Data, Information, Knowlegde and Wisdom (DKIW) Pyramid
- Dimensi dan Indikator Kecerdasan Sosial - Sensitivitas Komunikasi Interkultural
Modul 8. Stress dan Kesejahteraan
- Definisi stress
- Sumber stress
- Pengaruh stress terhadap kinerja
- Mengelola stress - Membangun ketahanan diri (resilience)
Modul 9. Komunikasi dan Negosiasi
- Pengertian Komunikasi
- Pengertian verbal dan non verbal
- Hambatan komunikasi
- Negosiasi
- Jenis negosiasi
- Manajemen Konflik - Akibat konflik
Modul 10. Manajemen Perubahan
- Pengertian Manajemen Perubahan
- The Rollercoaster of Change
- Memulai Perubahan pada Level Individu
- Strategi Manajemen Perubahan
- Proses Perubahan Menurut Kanter (Kanter Wheel)
Modul 11. Motivasi
- Pengertian Motivasi
- Jenis – Jenis Motivasi
- Teori Motivasi/Hirarki Kebutuhan Maslow
- Keterlibatan - Self Efficacy dan Self Esteem
Modul 12. Etika dan Nilai
- Pengertian Etika, Moral dan Nilai
- Perilaku Etis
- Intensitas Moral
- Kriteria Moral
- Ethical Dilemma/Dilema Etik
- Ethical Sensitivity/Sinsitivitas Etik
- Ethical Leadership
160
Modul 13. Coaching and Feedback
- Jendela Johari
- Situational Leadership
- Teori Kepribadian (Implicit Personality Theories)
Modul 14. Manajemen Karir
- Definisi Karir
- Jenis Jalur Karir
- Memetakan Jalur Karir
Modul 15. Manajemen Waktu
- Definisi Manajemen Waktu
- Prinsip – Prinsip Dasar Manajemen Waktu
- Matriks Pengelolaan Waktu
- HBR Artikel: Who’s Got The Monkey?
Modul 16. Manajemen Pengetahuan
- Pendahuluan
- Konsep Utama – Manajemen Pengetahuan
- Refleksi
Modul 17. Design Pekerjaan
- Pengertian
- Konsep Utama Desin Pekerjaan
- Komponen Model karakteristik kerja
- Pengayaan Kerja
Modul 18. Gender dan Kepemimpinan
Penutup
161
PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS KEPEMIMPINAN VETERINER INDONESIA
(INDONESIA VETERINARY LEADERSHIP)
LIST IVL ALUMNI
No Nama Instansi Regional Keteranga
n HP/WA Email
1 Syafrison Idris, drh, Msi Ditkeswan Pusat Trainer
2 Sigit Nurtanto, drh Ditkeswan Pusat
3 Yuni Yupiana, drh, MSc Ditkeswan Pusat
4 Ernawati, drh Ditkeswan Pusat
5 Yurike Elisadewi Ratnasari, drh, Msi Ditkeswan Pusat
6 Makmun, drh, MSc DitBitPro Pusat
7 Muhammad Fauzi, drh Ditkeswan Pusat
8 Imas Yuyun, drh Ditkeswan Pusat Trainer
9 Nurhayati, drh Ditkeswan Pusat
10 Ira Firgorita, drh Ditkesmavet Pusat
11 MM Hidayat, drh, MSc Ditkeswan Pusat Trainer
12 R Nurcahyo Nugroho, drh, Msi Barantan Pusat Trainer 08565003737
13 Esmiralda Ekafitri, drh, Msi Barantan Pusat 081383775795 [email protected]
14 Fauziah, drh, Msi Barantan Pusat 082112786958 [email protected]
15 Apris Beniawan Barantan Pusat Trainer
16 Agus Rauf, drh Dinas Pertanian Sulbar BBVet Maros 082187903616
17 Inti Zaman, drh Dinas PKH Sulsel BBVet Maros 081342968945 [email protected]
18 Anung Endah Suasti, drh Dinas Pertanian DIY BBVet Wates 08122757068 [email protected]
162
19 Trini Susmiati, drh, MSc, DR FKH UGM BBVet Wates 08158941016 [email protected]
20 Chaerul Basri, drh, Mepid, DR FKH IPB Pusat 081298329950 [email protected]
21 Hera Maheswari, drh, MSc, DR FKH IPB Pusat Trainer 081310769193 [email protected]
22 Jusuf Hidayat, drh BBPKH Cinagara Pusat 0878702926757
23 Alfinus, drh BBVet Maros BBVet Maros 085255769971 [email protected]
24 Ully Indah Apriliana BBVet Wates BBVet Wates 08121559391 [email protected]
25 Mahmud Siswanto, drh BBVet Denpasar
26 Putut Eko Wibowo, drh Ditkeswan Pusat 085249531190 [email protected]
27 Arif Luqmanulhakim, drh Ditkeswan Pusat 0811932827 [email protected]
28 Drh. Mario Lintang Pratama Ditkeswan Pusat 081328075566 [email protected]
29 Drh. Raden Enen Rina RM Ditkeswan Pusat 08121323826 [email protected]
30 Drh. Ermawanto Ditkeswan Pusat 081359316549 [email protected]
31 Drh. Dewi Sholihah Ditkeswan Pusat 081806843614 [email protected]
32 Drh. Yadi Cahyadi Sutanto, MSc Ditkesmavet Pusat Trainer 0816633919 [email protected]
33 Drh. Nila Sari Rahayu Ditkesmavet Pusat 08128727443 [email protected]
34 Drh. Arif Hukmi Ditkesmavet Pusat 085263302226 [email protected]
35 Drh. Sri Endah Ekandari, Msi Barantan Pusat 08175786303 [email protected]
36 Drh. Marlefzena BBKP Soekarno Hatta Pusat 082110307276 [email protected]
163
37 Drh. Nurlina Saking, Mkes Disnakkeswan Sulsel BBVet Maros Trainer 081343677222 [email protected]
38 Drh. Rinandar Sahora Dinas Pertanian Sulbar BBVet Maros 081220301390 [email protected]
39 Drh. Hartono Disnakkan Soppeng BBVet Maros 085208049000 [email protected]
40 Drh. Hapsari Mahatmi, MP Univ Udayana BBVet Denpasar Trainer 082147286559 [email protected]
41 Drh. Novalino H G Kallau, Msi Univ Nusa Cendana BBVet Denpasar 081338657329 [email protected]
42 Drh. Yulfia N Selan, MSc Univ Nusa Cendana BBVet Denpasar Trainer 081236252131 [email protected]
43 Drh. Nuzul Asmilia, M.Si Univ Syah Kuala Bvet Medan 08126948959 [email protected]
44 Drh. Dwinna Aliza, MSc Univ Syah Kuala Bvet Medan 08136269333 [email protected]
45 Drh. Analis W Wardhana, M. Biomed Universitas Brawijaya BBVet Wates 081252212525 [email protected]
46 Drh. Suryo Kuncorojakti Universitas Airlangga BBVet Wates Trainer 081233540725 [email protected]
47 Drh. Agus Jaelani Ditkesmavet Pusat 081291779900 [email protected]
48 Drh. Muh. Thamrin Barantan BBVet Wates Trainer 08157968940 [email protected]
49 Drh. Vitasari Savitri Ditkeswan Pusat [email protected]
50 Drh, Megawaty Iskandar Ditkeswan Pusat Trainer [email protected]
51 drh. Siti Yulianti Ditkeswan Pusat [email protected]
52 Drh. Chornelly Yohana Ditkeswan Pusat [email protected]
53 Drh. Purnama Martha OS Ditkeswan Pusat [email protected]
54 Drh. Erna Rahmawati Fitriastuti Ditkeswan Pusat Trainer [email protected]
164
55 Drh. Rince Morita Butar Butar Ditkeswan Pusat 081338074197 [email protected]
56 Drh. Anis Trsina Fitrianti Direktorat Kesmavet Pusat Trainer 08561330338 [email protected]
57 Drh. Anes Doni K Barantan Pusat Trainer 081213956442 [email protected]
58 Drh. Teguh Pratomo Barantan Pusat [email protected]
59 Drh. Agung Joni Wahyuda Dinas Pertanian Kota Makassar BBVet Maros Trainer 081343608008
60 Drh. Hermawan Setiyadi Dinas PKH Jawa Tengah BBVet Wates 08122518979 [email protected]
61 Drh. Ikke Yuniherlina Kemenkes Pusat 0812861525512
62 Drh. I Nyoman Oka W Dinas Pertanian Badung BBVet Denpasar [email protected]
63 Drh. I Made Arthawan Dinas PKH Bali BBVet Denpasar 081244632328 [email protected]
64 Drh. Gede Agus Joni Uliantara BBVet Denpasar BBVet Denpasar 082145996717 [email protected]
65 Drh I Gede Mertya Dinas Pertanian Buleleng BBVet Denpasar 08123642607
66 Endah W Direktorat Pakan Pusat 0818914650 [email protected]
67 Nensy M H Bvet Medan Bvet Medan 08125048117 [email protected]
68 Eliyus Putra Bvet Bukittinggi Bvet Bukittinggi 081363312507 [email protected]
69 Syaharuddin Gafar Disnak Keswan Prov Sumbar Bvet Bukittinggi Trainer 081266467001
70 Ahmad Mike Ariyanto Disnakeswan Prov Kalbar Bvet Banjarbaru 081331328148
71 Amrie Muhammad BBKP Soekarno Hatta Pusat 0811121215 [email protected]
165
72 Helmi Enda R Ditkeswan Pusat 085643017759 [email protected]
73 Teguh NW Ditkeswan Pusat 081315510501 [email protected]
74 drh. Tri Guntoro , MP Bvet Bandar Lampung Bvet Lampung Trainer 0813795485117
75 drh. Hanna Tioho , MSA Distannak - Sulut BBVet Maros 081244001967 [email protected]
76 drh. Nanang Handayono, M.Si SKP Maluku BBVet Maros Trainer 081281001621 [email protected]
77 drh. Ari Mardiana Distannak Banten Bvet Subang 081221503032 [email protected]
78 drh. Woro W. Kalanjati BBKP Tanjung Priok Bvet Subang 085878888700 [email protected]
79 Dr. drh. Iswahyudi, MP Disnakjatim BBVet Wates 08125211200 [email protected]
80 drh. Iyan Kurniawan BBKP Medan Bvet Medan 085369955403 [email protected]
81 drh. Wignya Kusuma PKH Hewani Pusat 081334337323 [email protected]
82 drh. Retno Wijayanti BBKP Soetta Pusat 082157814318 [email protected]
83 Winda Rahmawati BUTTMKP Pusat 081253761807 [email protected]
84 Nuraina Ditjen PKH Pusat 085261983800 [email protected]
85 Drh. Gatot Santoso BBUSKP Pusat 08128134208 [email protected]
86 drh. Yoyok Indriyanto DKPP Jawa Barat Bvet Subang 081382187757 [email protected]
87 drh. Ardilasunu Wicaksana, MSi FKH IPB Bvet Subang 0817182942 [email protected]
88 drh. Stefanus Bagus Ardhana P. Dinas Peternakan Jatim BBVet Wates 08973620052 [email protected]
166
89 drh. Rudi Harso Nugroho Balai Veteriner Bukittinngi Bvet Bukittinggi 081363457254 [email protected]
90 drh. Fera Aryanti BBPKH Cinagara Pusat 081932637422 [email protected]
91 drh. Irlia Agustin Ditkeswan Pusat 081510252103 [email protected]
92 drh. Baiq Yunita Arisandi Ditkeswan Pusat 081389777297 [email protected]
93 drh. Yunita Widayati Ditkeswan Pusat 081317800079 [email protected]
94 drh. Nafrina Lanniari BBPKH Cinagara Pusat 087770838282 [email protected]
85 drh. Sugeng Dwi Hastono PDHI Bvet Lampung 085369042224 [email protected]
96 drh. Wiwik Dariani BBVET Maros BBVet Maros 081222565402 [email protected]
97 drh. Andinigtyas Mula Pertiwi Dinnakkeswan Jateng BBVet Wates 081215919147 [email protected]
98 drh. Rita Ekayati Disnak Aceh Bvet Medan 081360228664 [email protected]
99 drh. Eva Yulianti Bvet Lampung Bvet Lampung 085267795592 [email protected]
100 drh. Puguh Wahyudi Kesmavet Pusat 08562979713 [email protected]
101 drh. Taryu Karantina Kalimantan Bvet Banjarbaru 081288312031 [email protected]
102 drh. Wisnu Wasesa Putra BBPKH Cinagara Pusat 081585634525 [email protected]
103 Rosikin, SPt DirBitPro Pusat 081369163894 [email protected]
104 drh. Fitri Dewi PB PDHI Pusat 081234541010 [email protected]
105 drh. Budianto Eri Subagyo DitPakan PKH Pusat 08111180689 [email protected]
167
106 drh. Jajang Deni Dinas Pertanian Banten Bvet Subang 087806716886 [email protected]
107 drh. Mujiatun Barantan Pusat 08561120980 [email protected]
108 M. Ichsan Pratama, SPt DKPP Jawa Barat Bvet Subang 081280577543 [email protected]
109 drh. Indarto S BBVet Wates BBVet Wates 08124889498 [email protected]
110 drh. Eka Zakiah Jamal Nasuition Balai Veteriner Medan Bvet Medan 081263175292 [email protected]
111 drh. Wiwit Subiyanti Ditkesmavet Pusat
081327354163, 081318131981
112 drh. Dwi Endrawati Bbalitvet Pusat 081381461540 [email protected]
113 drh. Liys Desmayanti Ditkeswan Pusat 081310968767
[email protected], [email protected]
114 Drh. Tatang Delcando Dinas Peternakan Jambi Bvet Bukittinggi Trainer
115 Drh. Ali Saukhan Dinas Peternakan Riau Bvet Bukittinggi Trainer
116 Drh. Mulyani Dinas Peternakan Lampung Bvet Lampung
117 Siti Munira Dinas Peternakan Sulawesi Tenggara BBVet Maros
118 Drh. Defrisca Nur H Dinas Peternakan Sulawesi Tengah BBVet Maros
119 Drh. Ahmad Nurhakim Dinas Peternakan Bangka Belitung Bvet Lampung
120 Drh. Richard Alfonso Dinas Peternakan Kalimantan Utara Bvet Banjarbaru
121 Drh. Yulin Niko Ali Dinas Peternakan Gorontalo BBVet Maros
168
122 Drh. Edward Geong Dinas PKH NTT BBVet Denpasar
123 Drh. Siti Saniatun Sa'adah Dinas PKH Kalimantan Timur Bvet Banjarbaru
124 Drh. Agus Rahayu Dinas Peternakan Sumatera Utara Bvet Medan
125 Drh. Herman Susilo Dinas Peternakan Kalimantan Tengah Bvet Banjarbaru
126 Drh. Heirmayani Dinas Pertanian Banten Bvet Subang
127 Drh. Heri Nugroho Dinas Pertanian Papua BBVet Denpasar
128 Drh. Arnold Hutapea Dinas Pertanian Papua Barat BBVet Denpasar
129 Drh. Sugeng Wiyono Dinas Pertanian Maluku Utara BBVet Maros
130 Drh. Faradilla Attamimi Dinas Pertanian Maluku BBVet Maros Trainer
131 Drh. Setyo Raharjo Dinas Pertanian Kepulauan Riau Bvet Bukittinggi
132 Drh. Lepsi Putridi As Bvet Medan Bvet Medan
133 drh. Basuki Rohmat BBVet Wates BBVet Wates
134 Drh. Ni Made Srihandayani BBVet Denpasar BBVet Denpasar
135 Drh. Faizal Zakaria BBVet Maros BBVet Maros Trainer
136 Drh. Herwinarni Kesmavet Pusat
137 Drh. Fifit Fitriyani Ditkeswan Pusat
138 Dr. Drh. RP Agus Lelana FKH IPB Bvet Subang Trainer
139 Dr.drh. Denny W Lukman FKH IPB Bvet Subang Trainer
140 Prof. Dr. Drh. Agus Setiyadi FKH IPB Bvet Subang Trainer
141 drh. Agung Budiyanto, MP, PhD FKH UGM BBVet Wates Trainer
142 drh. Widagdo Sri Nugroho, PhD FKH UGM BBVet Wates Trainer
143 drh. Dyah Ayu Widiasih, PhD FKH UGM BBVet Wates Trainer
144 drh. Joko Daryono PDHI Pusat Co-Trainer
169
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 17/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI DOKTER HEWAN INDONESIA (UKDHI)
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Menimbang:
1. bahwa PB PDHI melalui Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan telah berhasil
menyusun Standar Kompetensi Dokter Hewan pada tahun 1999;
2. bahwa dengan mengacu standar kompetensi dokter hewan tersebut, segenap
Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia telah melakukan penyesuaian kurikulum
maupun berbagai perubahan dalam rangka penyelenggaraan Program Pendidikan
Kedokteran Hewan. Keberhasilan ini telah diujicobakan selama lima tahun sampai
pada tahun 2009 dan sejak 2010 keberhasilan Ujian Nasional Kompetensi Dokter
Hewan diikuti dengan penerbitan Sertifikat Kompetensi Dokter Hewan sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 71 Ayat (3) Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan;
3. bahwa berdasarkan Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, pelaksanaan Ujian Nasional Kompetensi Dokter Hewan dan
penerbitan Sertifikat Kompetensi dilakukan melalui kerja sama antara PB PDHI
dengan Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia. Sejalan dengan itu, pada
tahun 2012 telah dihasilkan konsep revitalisasi kurikulum Program Studi
Kedokteran Hewan Indonesia;
4. bahwa berdasarkan upaya penguatan peran Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi RI dalam pelaksanaan Sertifikasi Profesi dan Sertifikasi
Kompetensi, maka dilakukan penyempurnaan pelaksanaan Ujian Kompetensi Dokter
Hewan Indonesia; dan
5. bahwa berdasarkan aspek kesejarahan sebagaimana dicantumkan pada nomor 1, 2,
3, dan 4, serta dengan memperhatikan aspek pengembangan pada nomor 4, Kongres
perlu mendukung upaya penyempurnaan pelaksanaan Ujian Kompetensi Dokter
Hewan Indonesia
170
Mengingat:
1. Pasal 7 ayat (2) AD PDHI
2. Pasal 1 ART PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat
Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Penyempurnaan Pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (UKDHI)
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
171
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 18/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
DUKUNGAN DAN PARTISIPASI AKTIF DALAM PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN AKREDITASI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN MELALUI LEMBAGA AKREDITASI
MANDIRI PERGURUAN TINGGI KESEHATAN (LAM-PTKES)
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Program Studi Kedokteran Hewan merupakan Perpaduan Program Pendidikan
Akademik Strata-1 dan Program Pendidikan Profesi untuk menghasilkan Dokter Hewan
melalui jenjang Sarjana Kedokteran Hewan.
2. bahwa Akreditasi Program Studi Kedokteran Hewan merupakan sistem penjaminan mutu
pendidikan tinggi untuk dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan dalam menghasilkan
lulusan Dokter Hewan yang bermutu, dan memenuhi standar kompetensi Dokter Hewan
Indonesia.
3. bahwa sistem akreditasi perguruan tinggi rumpun ilmu-ilmu kesehatan adalah dilaksanakan
oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) yang
beranggotakan Asosiasi yang relevan di bidang kesehatan
4. bahwa dalam perkembangannya Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI)
telah melakukan kegiatan proaktif sehingga Akreditas Fakultas Kedokteran Hewan di
Indonesia dapat diselenggarakan sebagaimana pelaksanaan LAM-PTKes;
5. bahwa sebagai sasaran antara kegiatan tersebut, AFKHI perlu meningkatkan kapasitasnya
dengan bergabung dengan LAM-PTKes;
6. bahwa PDHI secara historis ikut serta merumuskan standar kompetensi Dokter Hewan
Indonesia dan memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung dan berpartisi aktif dalam
persiapan dan pelaksanaan akreditasi program studi kedokteran hewan melalui lembaga
akreditasi mandiri perguruan tinggi kesehatan.
7. bahwa dengan menimbang poin 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 di atas, Kongres memandang perlu
menetapkan dukungan dan partisipasi aktif dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi
program studi kedokteran hewan melalui lembaga akreditasi mandiri perguruan tinggi
kesehatan (LAM-PTKes)
Mengingat:
Pasal 1 Anggaran Dasar PDHI
172
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: 1. Dukungan dan partisipasi aktif PDHI dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi program
studi kedokteran hewan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes)
2. Penugasan PB PDHI periode 2018-2022 untuk merumuskan pedoman dan prosedur yang diperlukan untuk mendukung dan berpartisipasi aktif dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi program studi kedokteran hewan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes)
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
173
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 19/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PENGEMBANGAN SKEMA KOMPETENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI KESEHATAN HEWAN
(LSP-KESWAN)
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa sistem penjaminan mutu pendidikan dan/atau pelatihan tidak cukup dibuktikan
melalui suatu sistem evaluasi yang bersifat internal lembaga pendidikan maupun lembaga
pelatihan itu sendiri. Diperlukan suatu sistem evaluasi yang bersifat eksternal ataupun yang
bersifat komprehensif. Dengan pertimbangan itu negara membentuk Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP), sehingga dapat menjamin mutu setiap sertifikat yang diterbitkan
oleh lembaga pendidikan/pelatihan tersebut melalui keberadaan Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP).
2. bahwa PDHI mengemban amanah untuk membina dan meningkatkan kapasitas anggotanya
sehingga mampu menunjukkan kinerjanya di bidang kesehatan hewan yang diapresiasi baik
oleh masyarakat di dalam negeri maupun luar negeri.
3. bahwa dalam perkembangannya keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan hewan
tidak cukup dilaksanakan oleh dokter hewan anggota PDHI, tetapi oleh seluruh tenaga
kesehatan hewan sesuai dengan kompetensinya, kualifikasinya, dan okupasinya. Kesesuaian
ini perlu diterjemahkan dalam suatu skema kompetensi .
4. bahwa untuk menjamin mutu kinerja tenaga kesehatan hewan tersebut di atas PDHI perlu
mengembangkan skema kompetensi lembaga sertifikasi profesi kesehatan hewan (LSP-
KESWAN).
Mengingat:
Pasal 1 huruf e Anggaran Dasar PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
174
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pengembangan Skema Kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Kesehatan Hewan (LSP-
KESWAN)
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
175
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018 TAP. Nomor 20/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
DUKUNGAN DAN PARTISIPASI AKTIF TERHADAP PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI KEDOKTERAN HEWAN
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa berdasarkan Pasal 1 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto Undang Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dokter hewan adalah
orang yang memiliki profesi kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan
medik veteriner dalam melaksanakan pelayanan Kesehatan Hewan.
2. bahwa berdasarkan Pasal 24 ayat (6) dan Pasal 25 ayat (6) Undang Undang Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, Program Profesi dan Program Spesialis yang
diselenggarakan Perguruan Tinggi bekerjasama dengan Kementerian, Kementerian Lain,
LPNK dan/atau organisasi profesi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah;
3. bahwa sebagai konsekuensi dari pengaturan aspek kelembagaan dalam Peraturan
Pemerintah tersebut di atas perlu diikuti dengan pengaturan Pasal 7 ayat (5) tentang
penyelenggaraan pendidikan tinggi, Pasal 26 ayat (8) tentang pengaturan gelar, Pasal 34 ayat
(4) tentang sertifikat profesi, Pasal 60 ayat (7) tentang pendirian perguruan tinggi, dan Pasal
68 tentang pengelolaan perguruan tinggi.
4. bahwa berdasarkan Pasal 70 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan disebutkan bahwa Dokter Hewan dan Dokter Hewan Spesialis merupakan
Tenaga Medik Veteriner. Dalam ketentuan ini Tenaga Medik Veteriner, Sarjana Kedokteran
Hewan dan Tenaga Paramedis Veterriner didefinisikan sebagai Tenaga Kesehatan Hewan.
Dalam Pasal 71 disebutkan bahwa Tenaga Medik Veteriner melaksanakan segara urusan
kesehatan hewan berdasarkan kompetensi medik veteriner yang diperolehnya dalam
pendidikan kedokteran hewan. Dalam Pasal 75 Undang Undang tersebut disebutkan bahwa
ketentuan lebih lanjut tentang Tenaga Kesehatan Hewan diatur dalam Peraturan
Pemerintah;
5. bahwa sebagai konsekuensi dari pengaturan pendidikan kedokteran hewan dikaitkan
dengan pengaturan tenaga kesehatan hewan sebagamana tersebut di atas, berdasarkan
Pasal 22 ayat (3) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mengamanatkan
pentingnya pengaturan instrument kebijakan.
176
6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1, 2, 3, 4, dan 5, perlu
mendorong terbentuknya Peraturan Perundang-undangan tentang Pendidikan Tinggi
Kedokteran Hewan Indonesia.
Mengingat:
1. Pasal 1 Ayat (3) huruf d Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Dukungan dan Partisipasi Aktif Terhadap Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Tinggi Kedokteran Hewan
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
177
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 21/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG AGENDA NASIONAL PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa sejatinya profesi Kedokteran Hewan adalah profesi mendunia yang memiliki hari
khusus untuk memperingati lahirnya profesi Kedokteran Hewan, sekaligus untuk
meningkatkan semangat juang dan korsa veteriner;
2. bahwa profesi Kedokteran Hewan adalah profesi yang bertujuan mengabdi untuk
kesejahteraan manusia melalui dunia hewan, dimana salah satu bentuk pengabdian tersebut
adalah dengan melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging qurban,
untuk menjamin keamanan daging yang diterima oleh masyarakat;
3. bahwa profesi Kedokteran Hewan merupakan profesi yang memiliki hubungan sangat erat
dengan kesehatan manusia dan lingkungan, dan oleh karenanya peran dokter hewan
tersebut perlu disosialisasikan sehingga memberikan memberikan dampak yang lebih besar
bagi penyelenggaraan kesehatan hewan dalam arti yang seluas-luasnya;
4. bahwa selama ini tercatat banyak inisiatif kegiatan-kegiatan yang sangat strategis dalam
lingkup Nasional dan Internasional yang dilaksanakan oleh Pengurus Cabang dan ONT,
seperti World Veterinary Day, Rabies Day, One Health Day, dan Peringatan Ulang Tahun PDHI;
5. bahwa dengan menimbang poin 1, 2, 3, dan 4 di atas, maka Kongres perlu untuk menetapkan
agenda nasional PDHI.
Mengingat:
2. Pasal 7 Anggaran Dasar PDHI
3. Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
178
MEMUTUSKAN Menetapkan:
Agenda Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia sebagaimana terlampir
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
179
Lampiran: TAP. Nomor 21/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: AGENDA NASIONAL PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
AGENDA NASIONAL PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
1. World Veterinary Day: PDHI ikut berpartisipasi memperingati World Veterinary Day dengan mengikuti tema yang dipilih secara Internasional.
2. Idul Qurban: PDHI ikut berpartisipasi dengan melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging qurban sesuai koordinasi dari Pemerintah daerah setempat.
3. Hari Ulang Tahun PDHI: PDHI melakukan Advokasi peran profesi veteriner dengan media informasi, media sosial, ataupun sosialisasi ke sekolah-sekolah.
4. Rabies Day: PDHI melakukan pemeriksaan hewan dan vaksinasi gratis, dengan koordinasi bersama Pemerintah pusat / daerah dalam hal pengadaan vaksin.
5. One Health Day: PDHI ikut berpartisipasi memperingati One Health Day dengan mengikuti tema yang dipilih secara Internasional.
6. Bulan bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan: PDHI ikut berpartisipasi memperingati Bulan bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan.
180
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18 PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 22/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
PROSEDUR PEMILIHAN KETUA UMUM
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun ketetapan-ketetapan yang mendukung penyelenggaraan
organisasi;
2. bahwa demi keberlangsungan organisasi diperlukan adanya pemilihan Ketua Umum PB PDHI
Periode 2018-2022;
3. bahwa dalam melaksanakan pemilihan Ketua Umum PB PDHI Periode 2018-2022, diperlukan
sebuah prosedur agar proses pemilihan berlangsung aman, tertib, dan lancar;
4. bahwa untuk menjalankan tugas tersebut Kongres Ke-18 PDHI Tahun 2018 memandang
perlu untuk menetapkan Prosedur Pemilihan Ketua Umum PB PDHI Periode 2018-2022.
Mengingat:
1. Pasal 5, 9, 10, 11, dan 14 Anggaran Dasar PDHI
2. Pasal 6, 11 dan 22 Anggaran Rumah Tangga PDHI
3. TAP Nomor 02/Kongres Ke-18/PDHI/2018 tentang Tata Tertib Kongres.
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres Ke-
18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Prosedur Pemilihan Ketua Umum PB PDHI Periode 2018-2022 sebagaimana terlampir.
Ditetapkan di Bali
Pada tanggal 02 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
181
Lampiran: TAP. Nomor 22/Kongres Ke-18/PDHI/2018
Tentang: PROSEDUR PEMILIHAN KETUA UMUM PENGURUS BESAR
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PROSEDUR PEMILIHAN KETUA UMUM
PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
Pasal 1
(1) Ketua Umum PB PDHI dipilih dalam Kongres.
(2) Bilamana karena suatu hal Ketua Umum PB PDHI tidak dapat terpilih oleh Kongres, maka
Kongres menunjuk formatur yang diberi mandat untuk memilih Ketua Umum.
Pasal 2
(1) Pemilihan Ketua Umum PB PDHI ditempuh melalui dua tahap, yaitu tahap pencalonan dan
tahap pemilihan.
(2) Pada tahap pencalonan Ketua Umum PB PDHI, Peserta Delegasi mengajukan calon untuk
jabatan Ketua Umum PB PDHI.
(3) Masing-masing cabang mengajukan 1 (satu) orang calon Ketua.
(4) Calon Ketua Umum PB PDHI yang diusulkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak memiliki masalah etika profesi maupun hukum
b. Tidak sedang menjabat sebagai pengurus partai politik
c. Pernah menjadi pengurus PB PDHI atau Pernah menjadi pengurus Cabang PDHI
(5) Calon Ketua Umum PB PDHI yang memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam
pasal 2 ayat (4) di atas, menyatakan kesanggupannya dengan menyampaikan visi dan misi
maksimal 10 menit
(6) Pada tahap pemilihan, Peserta Delegasi dapat memberikan suaranya kepada salah satu calon
dari daftar nama pencalonan yang diperoleh seperti disebut pada pasal 2 ayat (4)
(7) Apabila hanya terdapat satu calon ketua umum PB PDHI, maka langsung akan ditetapkan
secara aklamasi.
Pasal 3
(2) Pemilihan Ketua Umum PB PDHI berazaskan keterwakilan dan keterjangkauan.
(3) Besarnya jumlah suara setiap PDHI Cabang ditentukan berdasarkan acuan sebagai berikut:
a. Jumlah anggota yang sah, memiliki KTA yang masih berlaku
b. Jarak dari lokasi PDHI Cabang berada ke lokasi Kongres
(3) Jumlah suara setiap PDHI Cabang Perhimpunan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Suara = Jumlah Anggota/10 + suara tambahan
a. besaran suara berdasarkan jumlah anggota adalah sebagai berikut: Jumlah anggota cabang dibagi sepuluh (10)
b. Apabila terdapat sisa hasil bagi, maka dilakukan pembulatan ke atas c. Besaran suara tambahan berdasarkan jarak geografis linier antara lokasi Cabang
Perhimpunan berada ke titik Kongres adalah sebagai berikut: 1. Jarak 0-500 km mempunyai tambahan hak = 1 suara 2. Jarak 501-1000 km mempunyai tambahan hak = 2 suara 3. Jarak > 1000 mempunyai tambahan hak = 3 suara
182
(4) Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Kongres mengumumkan besarnya jumlah suara yang
dimiliki setiap PDHI Cabang sesuai dengan perhitungan jumlah suara berdasarkan pasal 3
ayat (2) dan (3) di atas.
(5) Setiap PDHI Cabang menuliskan nama calon yang dipilih pada kartu suara dan kemudian
memasukkannya ke dalam kotak suara yang tersedia
(6) Satu kartu suara hanya boleh berisi satu nama calon Ketua Umum PB PDHI
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung jumlah kartu suara yang didapat oleh
masing-masing calon Ketua Umum PB PDHI dan ditabulasikan dengan bantuan Papan
Tabulasi atau Komputer dengan Multimedia.
(8) Pada saat pembacaan dan penghitungan suara disaksikan oleh minimal 3 orang saksi yang
diminta dari peserta kongres.
Pasal 4
1. Dalam pemilihan Ketua Umum PB PDHI, calon yang memperoleh suara terbanyak dari total
jumlah suara yang sah merupakan Ketua Umum PB PDHI terpilih dan sekaligus menjadi
formatur tunggal untuk menyusun Kepengurusan PB PDHI Periode 2018-2022.
2. Apabila terdapat jumlah suara terbanyak sama, maka akan dilakukan pemilihan ulang
terhadap suara terbanyak yang sama tersebut
Pasal 5
Apabila terjadi kejadian force major dalam pemilihan Ketua Umum PB PDHI, maka akan
ditetapkan kemudian sesuai kesepakatan Kongres
183
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
KETETAPAN KONGRES KE-18
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 2018
TAP. Nomor 23/Kongres Ke-18/PDHI/2018
TENTANG
KETUA UMUM PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
PERIODE 2018-2022
KONGRES PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA,
Menimbang:
1. bahwa Kongres adalah kelengkapan organisasi yang memegang kekuasaan tertinggi dan
bertugas untuk menyusun dan mengesahkan ketetapan bagi penyelenggaraan organisasi;
2. bahwa Pengurus Besar PDHI periode 2014-2018 telah melaksanakan tugas dan kewajiban
yang diamanahkan dan periode kepengurusan tersebut telah berakhir pada kongres Ke-18
PB PDHI ini;
3. bahwa dengan berakhirnya kepengurusan PB PDHI periode 2014-2018, PB PDHI harus
melakukan regenerasi kepengurusan untuk melanjutkan keberlangsungan organisasi;
4. bahwa untuk melaksanakan regenerasi organisasi, PDHI harus menetapkan Pengurus Besar
PDHI untuk periode 2018-2022
Mengingat:
1. Pasal 11 Anggaran Dasar PDHI
2. Pasal 11 Anggaran Rumah Tangga PDHI
Memperhatikan:
Tanggapan, diskusi, saran, dan usulan peserta kongres yang berkembang pada saat Kongres
Ke-18 PDHI Tahun 2018.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Drh. M. Munawaroh, MM sebagai Ketua Umum PB PDHI Periode 2018-2022.
Ditetapkan di Bali Pada tanggal 03 November 2018
Ketua Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Laode Mastari, MM)
Sekretaris Kongres Ke-18 PDHI
(Drh. Ni Made Restiati, MPhil)
184