Laporan Pbl Cedera Kepala
description
Transcript of Laporan Pbl Cedera Kepala
LAPORAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)CEDERA KEPALA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah blok Neurology
Yang dibimbing oleh Ns. Tina H., M.Kep
Disusun Oleh:
Lailatul Fitria (135070200111020)Eka Aditya Mahardika (135070200111022)Artarini Dwi Prema (135070200111024)Irfan Marsuq Wahyu (135070201111002)Puput Lifvaria Panta A. (135070201111004)Wahyuni (135070201111006)Zahirotul Ilmi (135070201111008)Nindia Setyaningrum (135070200111026)Syahra Sonia A. (135070200111026)
Reguler 2 Kelompok 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jalan Veteran MalangNovember 2014
Trigger
Seorang laki-laki usia 20 tahun datang ke unit gawat darurat karena mengalami kecelakaan
dimana sepedah motor yang dikendarainya menabrak pohon. Kondisi pasien saat ini
mengalami penurunan kesadaran, terdapat hematom pada kepala dan wajah, keluar darah
dari mulut dan hidung. Perawat kemudian melakukan pengkajian dan didapatkan data
sebagai berikut terdapat raccoon eyes pada kedua kelopak mata, hematoma pada wajah,
tampak darah dan lendir pada mulut pasien, akral dingin dan pucat, GCS 7 (E2, V2, M3).
Hasil CT scan terdapat edema serebral lobus oksipital. Tindakan yang dilakukan adalah
injeksi ketolorac 3x1 (IV).
SLO
a. Definisi Cedera kepala
b. Etiologi Cedera kepala
c. Faktor resiko Cedera kepala
d. Epidemiologi Cedera kepala
e. Manifestasi klinis Cedera kepala
f. Patofisiologi Cedera kepala
g. Pemeriksaan diagnostik Cedera kepala
h. Penatalaksanaan medis pasien dengan Cedera kepala
i. Komplikasi Cedera kepala
CEDERA KEPALA
1. DEFINISI CEDERA KEPALA
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congential
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
dalam dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan
atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan perubahan fungsi otak (Black, 2005)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan intertitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008)Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat congential ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Di
bidang Ilmu Penyakit saraf cedera kepala lebih dititik beratkan pada cedera terhadap
jaringan otak, selaput otak, dan pembuluh darahnya.
2. ETIOLOGI CEDERA KEPALA
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cedera kepala adalah:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Pukulan
d. Kejatuhan benda
e. Kecelakaan kerja atau industry
f. Cedera lahir
g. Trauma benda tumpul
h. Kecelakaan rumah tangga
i. Kecelakaan olahraga
j. Trauma tembak dan pecahan bom
3. FAKTOR RESIKO CEDERA KEPALA
Jenis kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laik-laki dua kali lebih banyak mengalami rauma
kepala daripada perempuan. Namun, pada usia lebih tua, perbandingan hampir sama. Hal
ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki
dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3:4:1 (jagger, Levine, Jane et al., 1984)
Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala
1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006)
Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun,hal ini disebabkan karena
kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang
tidak bertanggungjawab. (Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association
of America, dua kelompok umur mengalami resiko yang tertinggi adalah dari umur 0-4
tahun dan 15-19 tahun. (CDC, 2006)
4. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Pada Umumnya, cedera kepala dibagi berdasarkan mekanisme terjadinnya
cedera, tingkat kesadaran dan morfologinnya.
a. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan mekanismenya :
Cedera Kepala Tumpul: Hal ini dapat disebabkan karena kecelakaan dengan
mobil-motor, bisa juga karena jatuh dari ketinggian atau dipukul dengan benda
tumpul.
Cedera Kepala Tembus: Hal ini dapat disebabkan karena cedera peluru atau cedera
tusukan
b. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan morfologi.Cedera kepala menurut (Tandian, 2011).
Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi :
Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective
tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan
ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang
kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung
pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat
mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
Fraktur tulang kepala. Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur
dibagi menjadi
Fraktur linier. Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan
dari kedua fragmen
Fraktur diastasis. Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura
tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulangkepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada
sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
Fraktur kominutiff. Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang
meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
Fraktur impresi. Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan
tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.
Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau
laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna
terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna
segmen tulang yang sehat.
Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur
fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii
dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan
daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran
cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak
(meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon
eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign
(fraktur basis kranii fossa media).
Menurut (Tobing, 2011) Cedera kepala di area intrakranial.yang diklasifikasikan
menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus. Cedera otak fokal yang meliputi
Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.
Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)
Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi),
maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi)
danserabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)
mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi
antara initi profunda dengan inti permukaan .
Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena
efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab
kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut
menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang
terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi
kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang
berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.
Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada
edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat
pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral
lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya
renjatan hipovolemik.
Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang
atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan
disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.
c. Klasifikasi Cedera Otak Berdasarkan GCS / tingkat kesadaran
Cedera Kepala Ringan
Apabila nilai GCS berdada pada rentan 13-15, dimana pada tahap ini pasien bias
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, fraktur tengkorak (-), terdapat
kontusio atau hematom.
Cedera Kepala Sedang
Apabila nilai GCS berdada pada rentan 9-12, dimana pasien dapat kehilangan
kesadaran selama 30 menit – 24 jam, fraktur tengkorak (+) yang disertai
disorientasi ringan.
Cedera Kepala Berat
Apabila nilai GCS berdad pada rentan 3-8, dimana pasien bisa kehilangan
kesadaran lebih dari 24 jam, biasannya disertai kontusio, laserasi atau hematom dan
edema serebral (Lionel Ginsberg, 2007).
d. Cedera Kepala juga dibedakan berdasarkan kerusakan jaringan otak, yaitu :
Komosio Serebri (Gegar Otak)
Gangguan fungsi neurologi ringa tanpa adannya kerusakan struktur otak, terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai retrograde
amnesia, mual muntah dan nyeri kepala
Kontusio Serebri
Gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas
otak masih utuh, hilangmya kesadaran lebih dari 10 menit
Laserasio Serebri
Gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur
tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intracranial (Tarwoto :
2007)
5. MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA
a. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan tingkat kesadaran:
Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15.
1. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2. Tidak ada kehilangan kesadaran
3. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5. Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6. Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13.
1. Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberirespon
yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
2. Amnesia paska trauma
3. Muntah
4. Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
5. Kejang
Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1. Penurunan kesadaran sacara progresif
2. Tanda neorologis fokal
3. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer, 2000)
b. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan mekanismenya
Cedera kepala tumpul:
1. pusing atau gangguan kesadaran yang singkat
2. Sakit kepala
3. Penglihatan yang kabur
4. Mual dan muntah
5. Trauma kepala tumpul yang berat dapat menyebabkan gangguan kesadaran
yang berlangsung beberapa menit sampai dengan beberapa hari atau lebih.
Kejang dapat dijumpai, kadang – kadang pada keadaan yang berat akan ditemui
defisit neurologis yang permanen atau kematian. Defisit neurologis yang
diakibatkan oleh trauma kepala menyerupai keadaan pada stroke yang terdiri
dari kelumpuhan, kejang, kesulitan dalam berbicara, melihat, mendengar, dan
berjalan.
Cedera kepala tembus:
Menyebabkan gejala yang segera terjadi, berat, atau gejala yang ringan saja
meskipun trauma yang berpotensial mengancam jiwa kematian dapat terjadi pada
awal trauma
c. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan morfologi:
Fraktur tulang kepala
Pada fraktur basis kranii ditemukan manifestasi klinis seperti rhinorrhea dan raccon
eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur
basis kranii fossa media).
Cedera otak fokal
1. Pada perdarahan subdural ditemukan gejala seperti sakit kepala, kelemahan
anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan kesadaran. Keadaan umumnya
serius dan memerlukan terapi operatif.
2. Pada perdarahan epidural darah akan menekan jaringan otak ke arah medial
dan menyebabkan penekanan terhadap n.III sehingga pupil yang sepihak
dengan epidural hematom akan midriasis ( melebar) dan perangsangan cahaya
akan negatif. Hal ini umumnya terjadi ketika putusnya arteri meningia media..
6. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CEDERA KEPALA
Pemeriksaan diagnostik :
a. CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikuler pergeseran
jaringan otak. Untuk mengevaluasi pasien yang diduga menderita cedera intracranial.
Hasil dari gambar cross-sectional dari struktur anatomi kepalan meliputi :
struktur cranial internal
jaringan otak
cairan cerebrospinal
gambar axial dari kepala
Immediate CT scan Indikasi :
Pasien dengan koma, GCS ≤ 8
Pasien depresi dengan level kesadaran GCS 9 – 13 (scull fracture)
Pasien dengan kondisi yang semakin buruk dengan mengarah ke kondisi koma
Urgent CT scan Indikasi :
Pasien disorientasi dengan GCS 14-15(scull fracture)
Pasien dengan tanda neurologi abnormal bersamaan dengan scull fracture
Pasien depresi dengan GCS 9 – 13 dengan defisit neurologi fokal.
Pasien yang akan menjalani CT scan harus mempunyai persyaratan-persyaratan
kondisi sebagai berikut :
Jalan nafas yang paten
Ventilasi yang adekuat
Tidak ada defisit cairan
Perdarahan yang terkontrol
Yang perlu diperhatikan :
Alergi terhadap bahan contrast , ex : Iodine.
Reaksi pasien selama dan setelah prosedur.
Apakah pasien calustrophobia.
Tanyakan apakah pasien sedang hamil atau tidak.
b. MRI
Berguna dalam mendiagnosis tumor, infark dan kelainan pada pembuluh darah
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema
dan perdarahan trauma
d. Foto rontgen
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), dan fragmen tulang
e. Pemeriksaan CFS, pungsi lumbal
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaraknoid
f. Angiografi substraksi digital
Untuk memperlihatkan pembuluh saraf tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak
disekitarnya
Pemeriksaan penunjang :
a. Glasgow Coma Scale
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan 4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1
Penilaian GCS = ( E+V+M)
b. EEG berkala
Mengukur aktivitas listrik lapisan superfisial korteks serebri
c. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
d. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial
e. Skrinning toksikologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran
f. Analisis Gas Darah (AGD)
Salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam
basa
g. ENG (Elektronistagmogram)
Untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat
h. BAEK (Brain Audit on Euked Tomografi)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
i. Kadar anti konvulsan
Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang (Doenges
2000, Price dan Wilson 2006)
8. PENATALAKSANAAN MEDIS CEDERA KEPALA
a. Penatalaksanaan cedera kepala secara umum, antara lain:
Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
Pemberian analgetik.
Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole.
Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jampertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pembedahan.(Smelzer, 2001)
b. Penatalaksanaan penderita cedera kepala berdasarkan tingkat kesadaran
a. Cedera kepala sedang dengan GCS 9-13 meliputi:
Anamnesa penderita yang. terdiri dari; nama,umur,jenis kelamin, ras, pekerjaan.
Mekanisme cedera kepala.
Waktu terjadinya cedera.
Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera.
Amnesia : retrogade, antegrade.
Sakit kepala : ringan, sedang, berat
Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik
Pemeriksaan neurulogis secara periodik.
Pemeriksaan CT scan kepala.
Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi.
Bila kondisi penderita membaik (90%). penderita dapat dipulangkan dan kontrol di
poliklinik.
Bila kondisi penderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang
dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol cedera kepala berat. (IKABI, 2004)
Cedera kepala sedang walaupun masih bisa menuruti perintah sederhana masih
ada kemungkinan untuk jatuh ke kondisi cedera kepala berat. Maka harus diperhatikan
dan ditangani secara serius. Penatalaksanaan cedera kepala sedang adalah untuk
mencegah terjadinya cedera kepala sekunder oleh karena adanya massa intrakranial
atau infeksi intrakranial. Penderita yang setelah lewat 24 jam terjadinya trauma kepala,
meskipun keadaan stabil harus dilakukan perawatan untuk keperluan obserfasi.
(Markam S, Atmadja, Budijanto A, 1999). Observasi bertujuan untuk menemukan sedini
mungkin penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
(Hidajat, 2004). Untuk melakukan observasi pada panderita cedera kepala digunakan
metode glasgow coma scale (GCS).
b. Penatalaksanaan penderita cedera kepala dengan GCS<13
Oksigen dgn masker
Pasang collar brace
Atasi hipotensi dengan RL atau NaCl 0,9% sampai tanda-tanda perfusi baik
Infus D51/2NS 30-40 cc/kgBB/24 jam
Posisi berbaring, kepala lebih tinggi 20° dari badan
Pasang NG tube untuk mengeluarkan isi lambung, mencegah aspirasi
Periksa kadar Hb dan gula darah
Observasi ketat : tiap 15 menit selama 6 jam pertama, dan 30 menit selama 6 jam
berikutnya (dicatat)
Terapi
a. Medikamentosa
b. Antibiotika, bila ada luka atau indikasi lain
c. Anti tetanus bila lukanya kotor
d. Analgetika
e. Anti muntah
f. Neurotropik
g. Anti kejang : Phenytoin, Diazepam
h. Obat penenang : CPZ 12,5 mg atau diazepam 5 mg
9. KOMPLIKASI CEDERA KEPALA
a. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari
gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasandewasa. Edema paru
terjadi akibat reflex cushing/perlindungan yang berusaha mempertahan kantekanan
perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intracranial meningkat tekanan darah
sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah ke otak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan
keparu, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
b. Peningkatan TIK
Tekanan intracranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan
herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi cererebral. Yang merupakan
komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal
jantung serta kematian.
c. Kejang
Kejang terjadikira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya
tindakan medis untu kmengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan,pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
d. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekatsinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
e. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen inibiasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain. Seperti
Meningitis (radang selaput otak) dan Encephalitis (radangotak)
f. Perdarahan Subarakhnoid
Insidennya bervariasi 14,3% hingga 40% dan semakin meningkat mengikuti
angka kejadian kecelakaan kendaraan bermotor. Dalam keadaan normal rongga ini terisi
oleh cairan serebrospinal yang jernih dan tidak berwarna serta jaringan penunjang pada
trabekula.
g. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita
akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau
mati penderita pada masa vegetative state sering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menunjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Keadaan ini
dapat berkembang menjadi
h. Kerusakan
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus
facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.
i. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat , penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran.
j. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada kasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi
dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung \frekuensi dan
keparahan cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010. (online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-z
trimanings-6499-3-babii.pdf. (Diakses tanggal 13 November 2013)
Aritonang,S. 2007.Makalah cedera kepala. (online). http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf. (Diakses pada tanggal 13 November 2014 pukul 11.46)
Ginsberg, Lionel. 2005. Neurology. Jakarta: Erlangga
Jual, Lynda. 2007. Buku Saku Diagnostik Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqqin, Arif. 2008. Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Saiful, Nurhidayat. 2009. Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Jogjakarata: Ardana Media
Unimus. 2012. Cedera Kepala. (Online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-trimanings-6499-3-babii.pdf (diakses Tanggal 17 November 2014 Pukul 19.00)
Veni, K. 20111. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter%20II.pdf . diakses tanggal 11 November 2014 pukul 14.13