LAPORAN PENELITIANerepo.unud.ac.id/id/eprint/3955/1/c9806ccffdfcb094d404ca...LAPORAN PENELITIAN...
Transcript of LAPORAN PENELITIANerepo.unud.ac.id/id/eprint/3955/1/c9806ccffdfcb094d404ca...LAPORAN PENELITIAN...
LAPORAN PENELITIAN
Panjang Lewatan Sambungan Tulangan
Pada Balok Beton
Nama Peneliti:
1. Ir. Putu Deskarta MASc.
2. A.A. Gede Sutapa, ST., MT.
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Udayana
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keunggulan beton bertulang sebagai elemen struktur didapat karena penggabungan dua
material yaitu; beton yang memiliki ketahanan dan kuat tekan yang cukup baik, serta baja
yang memiliki kuat tarik dan duktilitas yang besar. Aksi komposit dari dua material tersebut
dapat terjadi jika transfer beban antara kedua material tersebut sempuna. Transfer beban
tersebut di berikan oleh rekatan antara baja dan beton pada permukaan tulangan dimana
terjadi pertemuan antara baja dan beton. Sehingga, untuk menjamin elemen beton bertulang
bekerja dengan baik, maka gaya rekatan yang dimiliki oleh tulangan harus sama atau lebih
besar dari transfer beban yang terjadi diantara kedua material tersebut.
Panjang lewatan adalah panjang minimal yang diperlukan oleh tulangan, yang disambung
dengan cara overlapping pada beton bertulang, agar dapat memberikan transfer kekuatannya
secara penuh pada tulangan penyambungannya. Dalam pembuatan struktur beton bertulang
sering diperlukan penyambungan tulangan, karena panjang tulangan yang tersedia tidak bisa
mengikuti panjang yang diinginkan. Sambungan dapat dilakukan dengan menggunakan
sambungan las atau sambungan lewatan. Sambungan lewatan adalah menyambung tulangan
dengan cara overlapping, yaitu memberikan panjang lewatan tulangan pada ujung
sambungan. SNI 03-2847-2002 mensyaratkan panjang lewatan sebesar 1,3 kali panjang
penyaluran. Kekuatan sambungan lewatan secara otomatis dipengaruhi oleh kuat rekatan
dari tulangannya dimana kekuatan tekan beton, selimut beton, bentuk permukaan tulangan,
panjang tulangan, kait (tekukan ujung), dan volumetric tulangan kekangan (sengkang)
sebagai variable. Sayangnya SNI 03-2847-2002 tidak secara khusus memberikan rumus
untuk menghitung kekuatan sambungan lewatan berdasarkan pada variabel-variabel diatas
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kekuatan
sambungan terhadap berbagai variable diatas.
Panjang penyaluran adalah panjang yang diperlukan untuk menyalurkan keseluruhan gaya
dari tulangan beton disebelahnya. Panjang penyaluran ini berhubungan dengan kuat rekatan
2
antara tulangan dengan beton, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain; kuat tekan
beton, bentuk permukaan tulangan, tebal selimut beton, jarak tulangan, prosentase tulangan
kekangan serta kondisi pengecoran. Hubungan antara besar kuat rekatan terhadap kuat tekan
beton telah banyak diteliti, sebagai contoh, penelitian Eligehausen et al.[1983] mendapatkan
kuat rekatan tulangan permukaan bergerigi sebesar 2,6 √f’c dan Hawkins et al. [1982]
mendapatkan nilai 5,0 √f’c. Perbedaan nilai tersebut diakibatkan karena perbedaan panjang
batang tulangan yang dipakai pada penelitian. Eligehausen et al. menggunakan tulangan
yang panjang sedang Hawkins et al. menggunakan tulangan yang pendek.
Kedua penelitian diatas dilakukan pada benda uji yang tulangannya diletakan ditengah-
tengah penampang sehingga tebal selimut betonnya tidak menjadi kendala. Akan tetapi pada
aplikasinya, pada elemen struktur beton bertulang, baja tulangan umumnya dipasang pada
bagian tepi dengan tebal selimut beton yang terbatas, rata-rata sekitar 30 mm sampai 50 mm.
Kuat rekatan dari tulangan, pada batas tertentu, akan sangat dipengaruhi oleh tebal selimut
betonnya. Makin tipis selimut betonnya, maka kuat rekatannya pun akan semakin kecil.
Formula untuk menghitung panjang penyaluran suatu tulangan, SNI 03-2847-2002 atau
ACI 318-08, menyertakan tebal selimut beton sebagai variable akan tetapi bagaimana
hubungan kuat rekatan tulangan terhadap ketebalan selimut beton tidak disertakan secara
explicit.
Selain itu elemen struktur beton bertulang juga memiliki tulangan kekangan dalam bentuk
sengkang. Adanya tulangan kekangan ini memberikan peningkatkan kuat rekatan pada
tulangan. Eligehausen et al. [1983] melaporkan peningkatan kuat rekatan sebesar dua kali
lipat pada beton dengan tulangan kekangan, terhadap beton tanpa tulangan kekangan. Akan
tetapi sistem pengekangan yang dikerjakan pada penelitian Eligehausen et al. berbeda
dengan system pengekangan yang diberikan oleh sengkang. SNI 03-2847-2002 dan ACI
318-08 secara implicit juga menyertakan volume tulangan kekangan sebagai variable yang
mempengaruhi panjang penyaluran. Walaupun demikian, hasil penelitian yang membahas
hubungan secara explicit antara kuat rekatan terhadap volumetric (luas serta jarak) tulangan
kekangan yang berupa sengkang masih sulit didapatkan.
3
Suatu tulangan pada beton bertulang dapat memberikan kekuatannya yang maksimal jika
ujungnya terjangkar atau tertanam dengan dengan panjang yang cukup pada beton. Panjang
penjangkaran yang diperlukan untuk membuat tulangan tersebut bisa mencapai tegangan
leleh dinamakan panjang penyaluran. Panjang penyaluran tidak lain adalah kuat tarik/tekan
nominal batang dibagi dengan kuat rekatan dan keliling penampang. SNI 03-2847-2002
atau ACI 318-08 memberikan formula yang sama untuk menghitung panjang penyaluran
suatu tulangan dimana kuat rekatannya tidak secara explicit terlihat pada formula tapi
diwakilkan oleh variable yang mempengaruhinya seperti kuat tekan beton, tebal selimut,
jarak tulangan dan lain-lainnya.
Dengan menggunakan nilai kuat rekatan penelitian Eligehausen et al. dan Hawkins et al.
diatas, maka panjang penyaluran untuk tulangan dengan fy 360 MPa dan f’c 20 Mpa adalah
dan 4,0 d dan 7,7 d. Sedangkan panjang penyaluran jika dihitung menggunakan rumus SNI
03-2847-2002 untuk mutu beton dan baja yang sama serta tebal selimut beton dan luas
sengkang minimal didapat hasil sebesar 38,6 d. Sayangnya SNI 03-2847-2002 tidak
memberikan ketentuan menghitung panjang penyaluran untuk tulangan polos, sehingga
timbul kesulitan dalam menentukan panjang penyaluran untuk tulangan polos.
Membandingkan hasil hitungan SNI dengan hasil penelitian Eligehausen dan Hawkins,
terlihat perbedaan nilai yang sangat besar sehingga timbul keinginan melakukan penelitian
agar mengetahui berapa sebenarnya nilai yang tepat untuk panjang penyaluran tersebut.
Ujung tulangan dari beton bertulang umumnya diberi kait untuk tulangan < 16mm dan
tanpa kait untuk tulangan >= 16 mm. Adanya kait ini tentunya memberikan peningkatan
kekuatan sambungan atau kekuatan penjangkaran. Sayangnya pengaruh dari panjang serta
bentuk kait terhadap peningkatan kekuatan sambungan atau kekuatan penjangkaran juga
belum begitu banyak terpublikasi. Untuk bisa merencanakan panjang lewatan tulangan
sambungan pada elemen beton bertulang, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
besar panjang lewatan dari sambungan tulangan yang tertanam pada beton.
4
1.2 Rumusan Masalah
SNI 03-2847-2002 dan ACI 318-08 memberikan pedoman untuk menghitung panjang
lewatan tulangan pada sambungan. Akan tetapi formula pada peraturan tersebut tidak secara
langsung menyertakan kuat rekatan tulangan sebagai variable, padahal panjang lewatan
yang diperlukan untuk memberikan kekuatan sambungan bergantung pada kuat rekatan
tulangan. Berapa besar kuat rekatan yang terjadi pada sambungan lewatan dan bagaimana
pengaruh nya terhadap tebal selimut beton, volumetric tulangan kekangan dan kait ujung
belum banyak diketahui. Untuk dapat menghitung panjang lewatan tulangan maka perlu
diketahui besar kuat rekatan tulangan pada beton dan kontribusi gaya angker yang diberikan
oleh kait pada ujung tulangan.
Data-data kuat rekatan yang saat ini bisa didapat adalah berdasarkan pada penelitian
tulangan tunggal yang ditanam pada tengah penampang beton sehingga memiliki selimut
yang cukup besar. Sedangkan kasus yang dihadapi pada sambungan adalah; tulangannya
tidak tunggal (melainkan overlap), terletak pada tepi penampang dengan tebal selimut beton
yang terbatas, serta memiliki tulangan sengkang sebagai pengekang. Oleh sebab itu data
kuat rekatan yang didapat dari penelitian tadi kurang tepat dipakai untuk menghitung
panjang lewatan Jadi permasalahannya adalah berapa panjang penyaluran yang diberikan
oleh tulangan dengan kondisi yang overlap, terletak pada tepi dan ada tulangan sengkang,
serta berapa kontribusi gaya angker yang diberikan oleh kait, pada tulangan memiliki kait.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bagaimana perilaku dan berapa besar panjang
lewatan dari sambungan tulangan yang tertanam pada beton dengan kondisi yang overlap,
terletak pada bagian tepi, dan pada beton yang memiliki tulangan sengkang. Selain itu ingin
dicari pula besar gaya angker yang diberikan oleh tulangan yang ujungnya memiliki kait.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah untuk mendapatkan perilaku dan besar panjang lewatan dari
sambungan tulangan yang tertanam pada beton dengan kondisi yang overlap, terletak pada
5
bagian tepi, dan pada beton yang memiliki tulangan sengkang. Dengan diketahuinya besar
kuat rekatan maka dapat dihitung dengan detail panjang penyaluran dari tulangan tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Terdapat banya hal yang dapat mempengaruhi kuat rekatan yang secara otomatis
mempengruhi pula panjang lewatan seperti; bentuk permukaan tulangan (polos atau berulir),
jarak antar tulangan, kuat tekan beton, tebal selimut beton, serta luas dan jarak tulangan
sengkang. Karena terlalu banyaknya variable yang mempengaruhi kuat rekatan itu, maka
untuk itu penelitian ini di batasi hanya untuk satu jenis tulangan berulir, dan tebal selimut
beton 2*d. Tulangan kekangan hanya dibatasi untuk satu jenis diameter, dengan jarak yang
divariasikan. Mutu beton yang dipakai hanya satu jenis, yaitu beton dengan mutu rencana f’c
25 Mpa.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kuat Rekatan
Ada dua definisi kuat rekatan yaitu kuat rekatan critical dan kuat rekatan nominal. Kuat
rekatan critical adalah tegangan rekatan pada permukaan tulangan pada suatu kondisi
pergeseran (slip) tertentu, dimana tegangan rekatan itu dapat bertambah lagi sampai
mencapai maksimum. Mathey et al. 1961 menyarankan besar kuat rekatan critical adalah
tegangan rekatan saat slip 0,01 in (0,254mm). Selanjutnya,yang dimaksud dengan kuat
rekatan disini adalah kuat rekatan nominal yaitu tegangan rekatan yang diberikan oleh
permukaan tulangan yang tertanam pada beton saat gaya pada tulangan mencapai ultimit.
Beton bertulang merupakan gabungan antara beton dengan tulangan yang memiliki aksi
komposit yang sempurna. Untuk menjamin agar aksi komposit diantara kedua material
tersebut berlangsung sempurna maka tegangan rekatan antar tulangan dan beton haruslah
kuat dan tidak terjadi keruntuhan. Tegangan rekatan tersebut tidak lain adalah tegangan
geser rata-rata yang terjadi pada kulit permukaan tulangan yang tertanam pada beton akibat
tulangan mengalami gaya dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan yaitu;
𝜏 =𝑇𝑠
𝜋𝑑 𝑙=𝑓𝑠 𝑑
4 𝑙 (2.1)
Dimana; = tegangan rekatan
Ts = gaya pada tulangan
fs = tegangan normal pada tulangan
d = diameter tulangan
l = panjang tulangan yang tertanam / terjangkar
Gambar 2.1 mengilustrasikan tulangan yang tertanam pada beton sepanjang l dan
mengalami gaya normal Ts. Pada kondisi seimbang, gaya Ts ini sama dengan gaya rekatan
yang diberikan oleh kontak antara permukaan tulangan dan beton sepanjang l . Dalam
l
Ts
adhesi dan friksi
Ts
friksi tumpu
Gambar 2.2 Tegangan friksi dan tumpu Gambar 2.1 Tegangan Rekatan
7
tinjauan sederhana, gaya rekatan tersebut diberikan oleh tegangan rekatan sepanjang
bidang kontak. Tegangan rekatan tersebut pada kenyataannya diberikan oleh gabungan dari
beberapa keadaan berikut yaitu:
1. Adhesi (rekatan kimiawi);
Adhesi adalah rekatan kimiawi antara tulangan dan beton yang merupakan kuat geser
pada pertemuan baja dan beton. Untuk beban yang kecil, mekanisme perlawanan akan
diberikan oleh adhesi. Namun jika pergeseran tulangan meningkat seiring dengan
bertambahnya beban, maka rekatan kimiawi ini akan hilang.
2. Friksi (gaya gesekan);
Adalah gaya gesekan, yang menahan terjadinya perpindahan sejajar antara dua
permukaan bergeser satu dengan lainnya, yang timbul akibat permukaan yang kasar dan
transfer gaya kebeton. Friksi memainkan peran yang besar dalam transfer gaya dari
tulangan ke beton. ACI 408 (1992) menyarankan kontribusi yang dapat diberikan oleh
friksi sampai 35% dari kekuatan ultimit rekatan yang keruntuhan nya disebabkan oleh
keruntuhan belah (splitting failure).
3. Gaya angker atau gaya tumpu;
Gaya angker atau gaya tumpu yang diberikan oleh gerigi atau rib pada tulangan berulir
adalah gaya yang terjadi akibat terkuncinya tulangan secara mekanis didalam beton.
Setelah kuat rekatan ultimit tercapai, retak geser mulai terbentuk pada beton diantara rib
yang diakibat oleh meningkatnya gaya tumpu pada rib, sehingga slip terjadi.
Gambar 2.2 mengilustrasikan gaya-gaya yang terjadi pada tulangan.
Adhesi pada bidang kontak akan hilang setelah terjadi slip permulaan, selanjutnya gaya
rekatan hanya diberikan oleh friksi dan gaya tumpu pada rib. Ketika tulangan bergeser
relatif terhadap beton sekelilingnya (slip) maka adhesi akan hilang sementara gaya friksi dan
gaya tumpu akan meningkat. Meningkatnya tegangan tumpu pada rib, akan membuat gaya
friksi makin besar. Seiring dengan bertambahnya slip, gaya friksi akan makin berkurang
sehingga tinggal hanya gaya tumpu pada rib saja yang berfungsi sebagai pentransfer beban.
Gaya tumpu pada rib akan diseimbangkan oleh gaya akibat tegangan tekan dan geser terjadi
pada beton disekeliling tulangan, dimana tegangan ini akan berbentuk menjadi tegangan
tarik pada beton.
Ada dua kondisi yang menyebabkan beban maksimum atau keruntuhan yaitu;
8
(i). Terjadinya retak sejajar dengan tulangan akibat tebal beton disekeliling tulangan tidak
mencukupi yang mengakibatkan keruntuhan yang dinamakan splitting failure .
(ii). Terjadinya tegangan geser yang mencapai kuat geser beton pada posisi ujung rib,
keruntuhan ini dinamakan pull-out failure .
Pada kedua jenis keruntuhan ini, para peneliti menemukan juga terjadinya kehancuran pada
permukaan beton yang menumpu rib.
Untuk dapat mengetahui panjang penyaluran yang diperlukan suatu tulangan maka perlu
diketahui terlebih dahulu bagaimana perilaku rekatan tulangan tersebut dalam beton dan
berapa besar kuat rekatannya. Ada dua definisi tentang kuat rekatan yaitu;
Pertama, tegangan rekatan rata-rata maximum pada permukaan tulangan, yaitu pada saat
beban mencapai maximum. Kedua adalah tegangan rekatan kritis, yaitu tegangan rekatan
rata-rata pada saat slip mencapai slip maximum yang diijinkan pada saat struktur dinyatakan
sudah hendak runtuh. Beberapa peneliti menyarankan menggunakan nilai slip maximum
yang diijinkan sebesar 0,25mm [1].
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kuat Rekatan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kuat rekatan dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Sifat mekanik beton seperti kuat tekan dan tarik
2. Ketebalan beton disekeliling tulangan yang akan berhubungan dengan tebal selimut
beton dan jarak antar tulangan
3. Adanya kekangan pada beton yang diberikan oleh tulangan untuk mencegah retak
4. Bentuk geometri tulangan
5. Kondisi permukaan tulangan
2.2.1 Kekuatan Beton
Kekuatan beton, yang biasanya dinyatakan dengan kuat tekannya, merupakan parameter
yang paling utama dalam perilaku rekatan karena transfer gaya dari tulangan akan membuat
beton mengalami tegangan tekan, tarik dan geser. Jika tegangan tarik melampaui kuat tarik
beton maka akan terjadi keruntuhan belah (splitting failure), dan apabila tegangan tekan
melampaui kuat geser beton maka akan terjadi keruntuhan cabut (pull-out filure).
9
Kuat tarik dan kuat geser beton tidak lain merupakan fungsi dari kuat tekan beton sehingga
kuat tekan beton merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kuat rekatan
tulangan. Untuk beton normal dengan kuat tekan f’c tidak melampaui 55 MPa, ACI 408,
1992 menyatakan kuat rekatan berbanding lurus dengan f’c . Sedangkan untuk beton
mutu tinggi, Zou dan Darwin (1998, 2000) mendapatka kuat rekatan tulangan tanpa
kekangan berbanding lurus dengan f’c1/4 dan kuat rekatan tulangan dengan kekangan
berbanding lurus dengan f’c3/4 .
2.2.2 Ketebalan Beton Sekeliling Tulangan
Ketebalan beton disekeliling tulangan bisa berupa tebal selimut beton dan jarak antara
tulangan. Karena gaya transfer dari tulangan akan menjadi gaya tarik radial disekitar
tulangan maka tebal beton disekeliling tulangan memainkan peran penting pada kuat
rekatan. Demikian pula dengan jarak antar tulangan, setiap tulangan dipegang oleh beton
yang mengelilinginya, makin besar jarak tulangan maka makin luas beton yang
memegangnya, sehingga jarak antar tulangan juga mempengaruhi kuat rekatan.
SNI 03-2847-2002 menyertakan faktor tebal selimut dan jarak antar tulangan dalam
perhitungan panjang penyaluran tulangan dalam bentuk persamaan;
𝑙𝑑 =0,9𝑓𝑦
𝑓𝑐′
𝛼𝛽𝛾𝜆
(𝑐+𝐾𝑡𝑟 )𝑑𝑏 ………………………………..(2.2)
Persamaan ini merupakan adopsi dari formula yang diberikan ACI 318, 08 dimana;
db : adalah diameter tulangan
: menyatakan faktor lokasi tulangan
: menyatakan faktor pelapisan tulangan
: menyatakan faktor ukuran tulangan
λ : menyatakan faktor jenis beton
c : menyatakan tebal selimut beton atau jarak tulangan (diambil yang terkecil)
Ktr : menyatakan faktor tulangan transversal
Dari persamaan 2.2 dapat dilihat bahwa faktor tebal selimut beton atau jarak tulangan
berbanding terbalik dengan panjang penyaluran sehingga atau berbanding lurus dengan kuat
rekatan, dengan batasan (c + Ktr) / db ≤ 2,5
10
2.2.3 Tulangan Kekangan
Eligehausen et. Al. [1983] melakukan penelitian untuk mendapatkan hubungan antara
tegangan rekatan terhadap luas tulangan kekangan pada benda uji yang berperilaku seperti
tulangan balok yang mengangker pada kolom, seperti pada gambar 2.3. Tulangan kekangan
yang dimaksud adalah tulangan yang tegak lurus terhadap tulangan yang dilakukan
penarikan untuk mendapatkan kuat rekatannya. Luas tulangan kekangan divariasikan
terhadap luas tulangan yang diuji. Hasil pengujian disajikan dalam bentuk grafik hubungan
antara tegangan rekatan terhadap slip pada ujung bebas untuk berbagai variasi luas tulangan
kekangan seperti pada gambar 2.3.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa luas tulangan kekangan pada benda uji mempengaruhi
kuat rekatan dari tulangan yang diuji. Benda uji yang menggunakan ratio luas tulangan
kekangan terhadap luas tulangan uji sebesar 25% memberikan kuat rekatan sekitar dua kali
dari benda uji yang tidak menggunakan tulangan kekangan. Akan tetapi pada nilai ratio
100% atau lebih, kuat rekatan tidak bertambah lagi seiring dengan meningkatnya ratio.
Artinya ada nilai optimum untuk ratio luas tulangan kekangan.
Gambar 2.3 Hubungan antara tegangan rekatan terhadap slip
Eligehausen et. Al. [1983]
11
Menurut ACI 408, 1992, pengaruh tulangan kekangan terhadap panjang penyaluran
diberikan dalam bentuk faktor Ktr , yang terdapat dalam persamaan, dimana Ktr menyatakan
indeks tulangan transversal yang dinyatakan dalam persamaan;
𝐾𝑡𝑟 =𝐴𝑡𝑟 𝑓𝑦
10 𝑠 𝑛 ………………………………..(2.3)
dimana; Atr : adalah luas total tulangan transversal dalam jarak s
fy : adalah tegangan leleh tulangan transversal
s : adalah jarak tulangan transversal
n : jumlah tulangan transversal yang dipasang sepanjang ld
Dari persamaan 2.2 dapat dilihat bahwa indeks tulangan transversal berbanding terbalik
dengan panjang penyaluran atau berbanding lurus dengan kuat rekatan.
2.2.4 Bentuk Permukaan Tulangan
Bentuk permukaan tulangan menyatakan bentuk dan ukuran rib pada tulangan. Secara logika
dapat di simpulkan bahwa tulangan bergerigi akan memberikan kuat rekatan yang lebih
besar dari tulangan polos akibat dari kontribusi tegangan tumpu yang diberikan oleh beton
dimuka rib. Bentuk geometri tulangan diwakilkan dengan faktor rib rasio yaitu
perbandingan antara luas rib yang menahan tumpu dengan luas bidang geser beton diantara
rib. Sayangnya SNI atau ACI tidak menyertakan formula yang memasukkan geometri
tulangan dalam menghitung panjang lewatan.
S.Pul [2010] meneliti hubungan antara kuat rekatan tulangan pada beton untuk beberapa
diameter tulangan polos dan tulangan berulir. Benda uji berupa tulangan yang di tanam
dalam kubus beton 15x25 cm dengan panjang 30 kali diameter tulangan yang kemudian
dilakukan uji tarik pada tulangan. Beton yang dipakai memiliki kuat tekan cylinder
karakteristik sebesar 35,6 MPa. Grafik hubungan antara tegangan rekatan (bond) terhadap
slip tulangan polos dan ulir untuk beberapa diameter tulangan di tampilkan dalam bentuk
grafik pada gambar 2.6. Selanjutnya nilai tegangan rekatan maksimum dan tegangan rekatan
pada slip 0,25mm dari berbagai jenis tulangan tersebut disimpulkan dalam tabel 2.1.
Dari gambar 2.6, terlihat bahwa tulangan bergerigi memberikan pola hubungan bon-slip
yang sama dengan tulangan polos sampai pada slip 0,25mm. Selanjutnya dengan
12
peningkatan slip, rekatan pada tulangan polos hampir tidak bertambah kemudian selanjutnya
berkurang. Akan tetapi, pada tulangan ulir rekatannya dapat bertambah lagi sampai
maksimum sebelum mengalami penurunan.
Tabel 2.1 Kuat rekatan tulangan
Beton Tulangan Tegangan pada slip
0,25 mm (MPa)
Tegangan max
(MPa)
Ratio ulir thd
polos dia. jenis
Beton ringan
F’c = 18,4
MPa
8 mm polos 3,17 3,36
1,04 ulir 3,23 3,51
10
mm
polos 3,25 3,29 1,13
ulir 3,47 3,72
12
mm
polos 3,06 3,10 1,08
ulir 3,15 3,34
14
mm
polos 2,45 2,45 1,34
ulir 3,07 3,28
Beton
normal F’c =
35,6 MPa
8 mm polos 2,58 2,65 1,77
ulir 4,31 4,69
10
mm
polos 2,47 2,55 2,53
ulir 6,25 6,44
12
mm
polos 2,20 2,20 2,95
ulir 6,17 6,49
14
mm
polos 1,73 1,75 4,07
ulir 6,71 7,13
Sumber: S. PUL (2010)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan nilai kuat rekatan tulangan polos dan ulir
ternyata sangat besar, secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.1. Disana terlihat bahwa ratio
kuat rekatan antara tulangan ulir terhadap tulangan polos melebih 2 kali untuk tulangan
diameter 10mm keatas. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat, semakin besar diameter
tulangan maka semakin besar ratio kuat rekatan nya. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa
untuk beton normal kuat rekatan tulangan ulir meningkat dengan bertambah nya diameter
tulangan, dan hal sebaliknya berlaku untuk tulangan polos. Akan tetapi pada beton ringan
pola tersebut tidak terlihat. Abrams (1913) juga melaporkan bahwa tulangan bergerigi
13
memiliki kuat rekatan yang jauh lebih besar dari tulangan polos. Hasil test pada tulangan
polos menunjukkan bahwa tulangan polos mencapai tegangan rekatan maksimum pada slip
0,01 in atau 0,254 mm.
2.2.5 Panjang Tulangan Tertanam
Walaupun perilaku rekatan tidak ada kaitannya dengan panjang dari tulangan yang tertanam,
namun kuat rekatannya yaitu tegangan rekatan rata-rata saat tulangan akan mencapai runtuh
sangat dipengaruhi oleh panjang tulangan yang ditanam pada beton. Hasil pengujian
Eligehausen et al. [1983] dan Hawkins et al. [1982] memberikan bukti hal tersebut.
Eligehausen et al. dengan benda uji yang panjang mendapatkan kuat rekatan 2,6 √f’c
sedangkan Hawkins et al. dengan benda uji yang pendek mendapatkan kuat rekatan 5,0 √f’c.
Jadi semakin panjang benda uji maka kuat rekatan yang didapat akan semakin berkurang.
Hal tersebut karena tidak semua daerah pada tulangan memberikan rekatan yang maksimum
seperti yang ditunjukkan pada kurava bond-slip. Pada saat keruntuhan, hanya tulangan dekat
ujung yang dibebani yang memberikan rekatan maksimum sedang yang lainnya tidak. Gaya
total yang diberikan oleh rekatan kemudian dibagi dengan panjang tulangan sehingga
tulangan yang lebih panjang akan memberikan rekatan rata-rata yang lebih kecil. Ini dapat
diilustrsikan dengan gambar 2.4, dimana terlihat bahwa tegangan rata-rata untuk tulangan
yang pendek lebih besar dari tegangan rata-rata tulangan yang panjang.
Gambar 2.4 Distribusi tegangan geser Gambar 2.5 Hubungan Beban
terhadap panjang penjangkaran
Panjang penjangkaran L
Beban tarik P
Ld
Py
14
Sumber: Luaay Hussein, Analytical modeling of bond stress at steel-concrete
interface due to corrosion, Ryerson University,1-1-2011
Untuk itu, dalam menentukan kuat rekatan, perlu diperhatikan panjang tulangan tetanam
yang dipakai panda benda uji. Kuat rekatan yang dipergunakan pada peraturan untuk
mencari panjang penyaluran adalah kuat rekat dengan panjang tulangan sedemikian rupa
sehingga memberikan kekuatan panjangkaran yang sama dengan kekuatan tarik dari
tulangan itu sendiri. Pada pengujian pull-out, hubungan antara beban tarik terhadap panjang
tulangan tertanam dapat diilustrasikan dalam gambar 2.5. Pada awalnya beban tarik yang
dapat diterima tulangan akan meningkat sebanding dengan panjang tulangan. Namun beban
itu akan mencapai maksimum pada kuat leleh (Py) tulangan, kemudian beban tidak
meningkat lagi jika panjang tulangan ditingkatkan. Panjang tulangan pada saat beban mulai
mencapai Py didefinisikan sebagai panjang penyaluran (Ld). Untuk medapatkan kondisi
tersebut (beban mulai mencapai Py), maka perlu dilakukan pengujian pull-out yang panjang
tulangannya divariasikan. Hasil pengujian kemudian diplot dalam bentuk grafik hubungan
antara beban terhadap panjang tulangan. Panjang penyaluran (Ld), dapat dicari dari
interpolasi grafik beban terhadap panjang tulangan yaitu pada titik saat beban mencapai Py.
2.3 Benda Uji Tegangan Rekatan
Ada berbagai jenis benda uji dan metode pembebanan yang dapat dibuat untuk meneliti kuat
rekatan tulangan. Benda uji yang paling umum digunakan dan sesuai untuk mendapatkan
perilaku rekatan tulangan pada beton adalah jenis benda uji sebagai berkut:
1. Benda uji Pull-out: yaitu benda uji dimana tulangan yang tertanam pada beton ditarik
dengan gaya yang sentris sehingga tidak ada momen pada beton. Pada benda uji seperti
ini tulangan biasanya ditempatkan ditengah penampang sehingga pengaruh tebal selimut
beton tidak didapatkan. Benda uji ini memilik kelemahan karena tidak mewakili kondisi
sebenarnya.
2. Benda uji Beam-end: yaitu benda uji yang diberikan gaya sedemikian rupa sehingga
merepresentasikan tulangan pada ujung balok yang mengalami tarik akibat lentur pada
balok.
15
3. Benda uji Beam-anchorage: yaitu benda uji berupa balok dengan tulangan dan retak.
Jarak retak keujung tulangan menyatakan panjang tulangan yang diuji. Dengan benda uji
seperti ini tulangan akan mengalami tarik akibat lentur.
4. Benda uji Beam-splice (balok sambungan): yaitu benda uji berupa balok yang diberikan
tulangan yang overlap untuk mendapatkan perilaku rekatan tulangan pada sambungan.
Dari keempat model benda uji untuk menentukan kuat rekatan, pengujian melalui benda uji
pull-out paling mudah dilakukan akan tetapi hasil yang didapatkan tidak akan
merepresentasikan keadaan tulangan sebenarnya. Hasil yang didapat akan cendrung lebih
besar karena akibat dua keadaan yang menguntungkan yaitu:
1. Adanya tekanan pada beton membuat tegangan tekan pada beton yang menyebabkan
gaya friksi tulangan mengalami peningkatan, yang otomatis akan meningkatkan kuat
rekatan. Namun, pada kenyataannya terjadi kondisi sebaliknya yaitu, beton dekat
tulangan mengalami tarik akibat lentur yang akan mengurangi gaya friksi pada tulangan.
2. Letak tulangan yang ditengah akan memberikan tegangan confinement (pengekangan)
yang lebih besar sehingga kuat rekatan yangdigasilkan akan lebih besar.
Untuk itu hasil yang didapat dari benda uji pull-out harus diberi faktor koreksi agar dapat
menyamai kondisi tulangan sebenarnya yang dapat direpresentasikan dengan benda uji b, c
dan d gambar 2.6 diatas.
2.4 Hubungan Tegangan Rekatan (Bond) Terhadap Pergeseran Tulangan (slip)
Gambar 2.6 Model Benda Uji Tegangan Rekatan
(a) : benda uji pull-out
(b) : benda uji beam-end
(c) : benda uji beam anchorage
(d) : benda uji beam-splice
16
Perilaku rekatan pada tulangan dalam beton sering dijelaskan dengan kurva hubungan antara
tegangan rekatan terhadap pergeseran. Ada banyak penelitian yang mempelajari hubungan
antara tegangan rekatan terhadap pergeseran salah satunya dan yang paling banyak dijadikan
refrensi adalah hasil test pull-out dari Eligehausen et al. 1983, seperti yang di tunjukan pada
gambar 2.7.
Gambar 2.7 —Bond stress-slip curve for bar loaded monotonically
and failing by pullout (Eligehausen, Popov, and Bertero1983).
Pola hubungan bond-slip yang sama juga dilaporkan oleh S Pull (2010) pada benda uji pull-
out, akan tetapi nilai rekatan maksimum dan slip yang dicapai jauh berbeda dari nilai yang
di berikan Eligehausen. S Pull mendapatkan tegangan rekatan maksimum untuk tulangan
ulir diameter 8, 10, 12 dan 14 mm tidak lebih dari 7 MPa, dan tegangan maksimum terjadi
Gambar 2.8 Hubungan Tegangan rekatan terhadap slip
Keterangan; OC=beton normal , LWC=beton ringan, Plain= tulangan Polos, Def=tulangan ulir
17
pada slip yang kurang dari 0,5 mm. Angka ini jauh berbeda dari kurva bond-slip
Eligehausen yang menunjukkan tegangan rekatan maksimum mencapai 30 MPa pada slip
2,5 mm. Hubungan bond-slip yang di laporkan S Pull untuk tulangan ulir dan polos diameter
12 dan 14 mm pada beton ringan (light weight concrete) dan beton normal di tunjukkan pada
gambar 2.8.
Dari grafik yang di berikan oleh S Pull dapat dilihat bahwa pada mulanya, pada slip yang
sangat kecil, kurva memiliki kemiringan yang sangat besar dan menyerupai garis linier yang
menunjukkan bahwa pada saat tersebut rekatannya diberikan oleh gaya kohesi dan friksinya.
Pada kondisi ini tulangan polos dan ulir memberikan pola yang sama walaupun dengan nilai
rekatannya jauh berbeda. Selanjutnya dengan bertambahnya slip pada tulangan gaya kohesi
yang diberikan akan hilang diganti oleh gaya friksi pada tulangan polos dan sedangkan pada
tulangan ulir oleh gaya friksi dan gaya tumpu (akibat interlock rib tulangan dengan beton).
Dengan adanya interlock ini rekatan yang diberikan oleh tulangan ulir dapat terus meningkat
sampai batas tertentu. Pola ini berbeda dari tulangan polos yang rekataanya tidak bertambah
secara significan setelah gaya kohesi hilang.
2.5 Panjang Penyaluran
Panjang penyaluran adalah panjang tulangan yang tertanam pada beton yang memberikan
gaya angker sebesar kuat leleh dari tulangan. Jadi, agar tulangan pada beton bertulang dapat
memberikan kekuatan penuh pada suatu penampang maka tulangan pada penampang
tersebut harus memiliki panjang penyaluran, yaitu panjang dari titik yang ditinjau keujung
tulangan paling, sedikit harus sama dengan λd. SNI 03-2847-2002 pasal 14.2.2 dan pasal
14.2.3 memberikan rumus untuk menghitung λd , salah satunya, untuk tulangan horizontal
berulir dia ≤ 19 mm, dengan jarak antara tulangan ≥ 2d, selimut beton ≥ 2d dan memiliki
tulangan sengkang sepanjang penyaluran dengan jarak tidak melebihi jarak minimum yaitu:
λd = 12 𝑓𝑦
25 𝑓𝑐′𝛼𝛽𝛾𝑑𝑏 ………………………………..(2.4)
Rumus yang hampir sama diberikan oleh peraturan Canada, CSA Satandard A23.3-94 untuk
, , = 1 yaitu:
λd = 0,468 𝑓𝑦
𝑓𝑐′𝑑𝑏 ………………………………..(2.5)
18
Untuk tulangan yang memiliki kait dengan kuat leleh 400 MPa, SNI dan CSA standard
memberikan rumus yang sama yaitu:
λd = 100𝑑𝑏/ 𝑓𝑐′ ………………………………..(2.6)
Dengan menggunakan formula SNI maka untuk tulangan dengan fy = 400 MPa dan beton
dengan f’c = 25 MPa didapat besar panjang penyaluran λd sebesar 38,4*db untuk tulangan
tanpa kait dan 20*db untuk tulangan dengan kait standar.
2.6 Panjang Lewatan
Definisi dari panjang lewatan adalah panjang overlapping yang diberikan antara dua
tulangan yang disambung untuk menjamin kontinuitas tulangan. Besar panjang lewatan
sedemikian rupa sehingga memberikan gaya tarik pada sambungan sama dengan kekuatan
tulangan. Pada praktek penyambungan tulangan dilapangan, biasanya tulangan yang
disambung dan penyambungnya ditempelkan pada daerah overlapping tersebut. Pada balok
dengan tulangan yang disambung dengan cara lewatan (overlapping), peraturan SNI maupun
CSA Standard menyarankan hal yang sama yaitu panjang lewatan sambungan sebesar 1,3
kali panjang penyaluran, untuk kondisi umum atau dapat dipakai sebesar 1,0 kali panjang
penyaluran, jika tulangan yang dipakai ≥ 2 kali yang dibutuhkan, dan sambungan tidak
dilakukan pada satu tempat. Sayangnya SNI atau ACI tidak memberikan rumus untuk
menghitung panjang penyaluran dan panjang lewatan untuk tulangan polos.
2.7 Perilaku Keruntuhan Pada Sambungan Lewatan
Sambungan lewatan adalah bentuk penyambungan tulangan pada beton dengan cara
memberikan overlaping antar tulangan yang disambung. Panjang overlapping yang
memberikan kekuatan sambungan sama dengan kekuatan tulangan dinamakan panjang
lewatan. Overlapping antara tulangan tersebut dapat dilakukan dengan membuat jarak antar
kedua tulangan, yang dinamakan non contact lap-splice, atau dengan menempelkan kedua
tulangan, yang dinamakan contact lap-slice. Pada non contact lap-splice, ada beton pemisah
diantara kedua tulangan. Dengan adanya beton ini maka seluruh permukaan pada masing
masing tulangan memberikan gaya rekatan. Ini berbeda kondisinya jika kedua tulangan itu
disambung bersentuhan, pada contact lap-splice. Permukaan tulangan yang bersentuhan
19
tersebut otomatis tidak terisi oleh beton sehingga mengurangi gaya rekatan antara tulangan
dan beton, terutama gaya kohesinya.
Pada sambungan lewatan, gaya dari satu batang tulangan di transfer ke beton yang
selanjutnya mentransfernya ketulangan disebelahnya. Transfer gaya dari satu batang
tulangan ke tulangan berikutnya pada sambungan non contact di ilustrasikan pada gambar
2.9 (Mac Gregor 1997). Pada gambar 2.9 b diilustrasikan ada retak internal yang terjadi pada
beton diantara kedua tulangan. Untuk membuat retak tersebut diperlukan energy yang lebih
besar yang berarti gaya rekatan nya meningkat.
Untuk sambungan non-contact, ACI 318 memberikan batasan jarak maksimum dan
minimum antar tulangan yang disambung. Jarak maksimum ditentukan sebesar 1/5 panjang
lewatan untuk menjamin tidak terjadinya daerah beton yang tanpa tulangan terlalu besar.
Sedangkan jarak minimum ditentukan sebesar 1,5 diameter tulangan untuk memberikan
ketebalan beton yang cukup diantara kedua tulangan. Penerapan teknik sipil sebelum tahun
1950 menggunakan faktor reduksi untuk sambungan kontak, sehingga panjang lewatan yang
dipakai harus lebih besar dari yang ditetapkan oleh peraturan. Akan tetapi faktor ini
kemudian diabaikan pada ACI-1963 yang tidak memberikan perbedaan antara sambungan
non-contact dan sambungan contact. Mungkin panjang lewatan dipakai 1,3 kali panja
penyaluran sudah mengkover untuk kondisi sambungan contact.
Tulangan yang disambung dapat mengalami kegagalan atau keruntuhan karena terjadinya
slip yang besar pada bagian overlapnya. Kondisi itu terjadi akibat beban yang bekerja
Gambar 2.9 Gaya transfer dan retak pada sambungan lewatan
20
melebihi kuat rekatan dari tulangan tersebut. Bentuk keruntuhan sambungan lewatan secara
garis besar dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu jenis keruntuhan pull-out, untuk
overlaping yang pendek dan jenis keruntuhan splitting, untuk overlaping yang panjang. Pada
tulangan dengan overlaping yang pendek, slip yang besar terjadi akibat hancurnya beton
disekitar tulangan akibat tekan dan geser seperti yang ditunjukan pada gambar 2.10,
sehingga batang laksana tercabut dari beton. Sedangkan untuk tulangan yang overlapingnya
panjang, keruntuhan terjadi akibat beton mengalami tegangan tarik radial yang besar
sehingga timbul retak yang mengakibatkan tulangan kehilangan daya rekatannya seperti
yang diilustrasikan pada gambar 2.11. Kondisi ini terjadi akibat ketebalan beton antar
tulangan atau ketebalan selimut beton tidak mencukupi.
Gambar 2.10 Keruntuhan
tekan pada beton
Gambar 2.11 Keruntuhan
tarik pada beton
21
BAB 3
METODA PENELITIAN
3.1 Rancangan Benda Uji
Untuk mengetahui perilaku kuat rekatan tulangan pada sambungan lewatan maka dibuat dua
jenis benda uji yaitu benda uji pull-out dan benda uji beam splice. Kuat rekatan yang didapat
dari kedua jenis benda uji tersebut selanjutnya akan dibandingkan. Pada benda uji pull-out,
sebuah tulangan ditanam pada satu sisi balok beton dengan tebal selimut yang konstan akan
tetapi panjang tulangan, jarak sengkang dan kondisi ujung yang bervariasi. Pada benda uji
beam splice, sebuah balok diberi tulangan tunggal yang disambung secara overlapping pada
sisi bawah. Pada benda uji ini tebal selimut beton juga konstan dan panjang over laping,
jarak sengakang serta kondisi ujung yang divariasikan. Dengan perkiraan memakai mutu
beton f’c 25 Mpa dan mutu baja fy 330, maka panjang penyaluran berdasarkan rumus SNI
03-2847-2002 seperti pada sub bab 2.6 diperkirakan sebesar 31,7 d untuk tulangan tanpa kait
dan 16,5 d untuk tulangan dengan kait, dimana d adalah diameter tulangan.
3.1.1 Rancangan Benda Uji Pull-out
Pengujian pull-out adalah pengujian dengan menarik langsung tulangan yang tertanam pada
balok beton. Dari pengujian ini akan didapat data hubungan antara beban dan slip
(pergeseran) yang akan dipakai untuk mempelajari perilaku rekatan tulangan. Pengujian ini
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu; kelompok 1 mengunakan panjang tulangan yang
bervariasi, kelompok 2 menggunakan jarak sengkang yang bervariasi serta kelompok 3
memakai tulangan kait dengan panjang yang bervariasi. Rincian dari benda uji dapat dilihat
pada tabel 3.1.
Setiap benda uji pull-out terdiri dari sebuah batang baja ulir diameter 11mm ditanam pada
sebuah balok beton. Untuk mendapatkan perilaku kuat rekatan yang sesuai dengan kondisi
riil pada struktur beton bertulang, maka batang tulangan ditanam pada bagian tepi balok
beton. Tulangan ditanam sedemikian rupa sehingga memiliki tebal selimut beton 2 kali
diameter tulangan. Balok beton yang dipakai berukuran penampang 130x150 mm dan
panjang sesuai dengan panjang tulangan yang ditanamkan. Untuk menghindari efek tepi,
22
maka pada semua benda uji pull-out, tulangan diberi daerah bebas rekatan sepanjang 50 mm
pada kedua ujung beton dengan cara membungkusnya dengan pipa plastic kedap sebelum
beton dicor. Ilustrasi dari benda uji pull-out ditunjukkan pada gambar 3.1. Total benda uji
pull-out ada 11 buah yang dibagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut;
Kelompok 1 terdiri dari 6 benda uji yang menggunakan tulangan tanpa kait dengan panjang
tulangan tertanam yang bervariasi. Perkiraan panjang penyaluran menurut rumus SNI untuk
baja fy 330 Mpa dan beton f’c 25 Mpa didapat 31,7 d. Mengingat bahwa rumus pada
peraturan umumnya konservativ maka panjang penyaluran maksimum yang dipakai diambil
30 d. Untuk itu dibuat serial benda uji dengan panjang penyaluran mulai dari 10 d sampai
30 d. Semua benda uji pada kelompok ini menggunakan sengkang yang sama yaitu diameter
7,2 mm dengan jarak 100 mm.
Kelompok 2 terdiri dari 3 benda uji yang menggunakan panjang penyaluran 25 d dengan
sengkang diameter 7,2 dan jarak yang bervariasi yaitu 50 mm, 75 m, dan 100 mm. Panjang
penyaluran 25 d dipilih karena ingin membandingkan pengaruh sengkang terhadap kuat
rekatan. Perlu disampaikan disini bahwa benda uji dengan jarak sengkang 100 mm sudah
termasuk pada kelompok 1.
Kelompok 3 terdiri dari 3 benda uji dengan tulangan yang memakai kait dan panjang
bervariasi; 5d, 10d, dan 15d. Panjang tulangan maksimum dipakai 15d karena berdasarkan
rumus SNI didapat panjang penyaluran untuk tulangan kait dengan mutu beton f’c 25 Mpa
dan baja fy 330 didapat 16,5d. Jenis kait yang dipakai adalah kait standar sesuai dengan SNI
03-2847-2002. Pada balok beton dipasang sengkang dia. 7,2 mm dengan jarak 100 mm.
Ilustrasi dari benda uji pull-out ditunjukan pada gambar 3.1, dan foto tulangan benda uji
kelompok 1, 2 dan 3 ditunjukan pada gambar 3.2 A, 32 B dan 3.2 C
Gambar perspektif tulangan
Gambar potongan melintang
Gambar perspektif benda uji
Ujung tulangan
50mm 50mm
Ld 130mm
150mm
Tulangan pengaku
23
Tabel 3.1. Rincian benda uji Pull-out
Benda Uji
Panjang penyaluran Ujung tulangan
Tulangan kekangan
Dimensi Balok
Jumlah ulangan (d) ( mm)
P1TK 10 d 110 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P2TK 15 d 165 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P3TK 20d 220 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P4TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P5TK 30 d 330 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P6TK 32 d 352 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P7TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 50 mm 130 x 150 cm 1 kali
P8TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 75 mm 130 x 150 cm 1 kali
P9 K 5 d 65 mm Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P10K 10 d 110 mm Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
P11K 15 d 165 mm Kait dia.7,2 – 100 mm 130 x 150 cm 1 kali
3.1.2 Rancangan Benda Uji Beam-splice
Pengujian beam-splice ditujukan untuk mendapatkan kuat rekatan tulangan pada sambungan
lewatan. Benda uji beam-splice berupa sebuah balok beton yang diberi tulangan memanjang
pada bagian sisi yang mengalami tarik. Tulangan memanjang tersebut terdiri dari dua bagian
yang disambung secara overlapping. Balok beton memiliki ukuran penampang 135x155mm
dan panjang 1300mm. Balok memakai tulangan memanjang memakai batang baja diameter
11mm dan sengkang diameter diameter 7,2mm setiap jarak 100mm. Selimut beton pada
tulangan memanjang dibuat sama sebesar 2 kali diameter dan jarak overlapping antara
Gambar 3.1 Benda uji pull-out
Gambar 3.2 A
Benda Uji Kelompok 1
Gambar 3.2 B
Benda Uji Kelompok 2
Gambar 3.2 C
Benda Uji Kelompok 3
24
tulangan 1 kali diameter. Dengan perkiraan kuat tekan beton 25 Mpa dan tegangan leleh baja
330 Mpa, rumus SNI memberikan panjang lewatan sebesar 41,1 maka dibuat 4 buah balok
yang panjang overlaping tulangan memanjangnya bervariasi yaitu; 20d , 30d, 35d dan 40d.
Rincian bentuk dan ukuran benda uji beam-splice dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Rincian Benda Uji Beam-Splice
Benda Uji Panjang overlap
Ujung tulangan Ukuran balok Sengkang (d) (mm)
B1TK 20 d 220 mm Tanpa kait 135x155x1300 mm Dia.7,2-100 mm
B2TK 30 d 330 mm Tanpa kait 135x155x1300 mm Dia.7,2-100 mm
B3TK 35 d 365 mm Tanpa kait 135x155x1300 mm Dia.7,2-100 mm
B4TK 40 d 440 mm Tanpa kait 135x155x1300 mm Dia.7,2-100 mm
Untuk mendapatkan momen murni (tanpa gaya geser) pada tengah bentang maka balok
dikenakan pengujian four point load (empat titik beban) yaitu dua pada ujung balok sebagai
tumpuan dan dua pada balok dengan jarak masing-masing 430mm dari tumpuan. Tumpuan
diletakkan pada jarak 50 mm dari ujung balok sehingga panjang bentang balok yang terpakai
adalah 1200mm. Ilustrasi benda uji beam-splice dan kondisi pembebanan ditunjukan pada
gambar 3.3. Data hasil pengujian yang diamati yaitu hubungan antara beban terhadap
defleksi balok pada tengah bentang.
Gambar 3.3 Benda uji beam-splice
Gambar potongan
135 mm
155 mm
Gambar benda uji
50 mm 1200 mm 50 mm
Panjang overlap
Gambar perspektif tulangan
25
3.1.3 Benda Uji Beton dan Batang Tulangan
Kuat rekatan tulangan dipengaruhi oleh kekuatan beton dan panjang penyaluran sangat erat
hubungannya dengan kuat leleh baja tulangan. Oleh sebab itu pengujian tekan beton dan
pengujian tarik baja tulangan perlu dilakukan untuk mendapatkan kuat tekan beton dan kuat
tarik baja tulangan. Dibuat 3 buah benda uji silinder beton untuk mendapatkan kuat tekan
beton dan 1 buah benda uji tarik batang tulangan untuk mendapatkan hubungan tegangan
dan regangan dari batang tulangan. Semua benda uji menggunakan beton yang sama yang
didapat dari satu kali pencampuran dengan rencana kuat tekan rata-rata 25 MPa.
3.2 Pembuatan Benda Uji
Untuk membuat benda uji pull-out dan benda uji beam-splice pertama-tama dipersiapkan
cetakan, yang dibuat dari multiplex 18mm, sesuai dengan bentuk benda uji. Batang tulangan
dan sengkang kemudian dirakit sesuai dengan jenis benda uji, dan untuk membuat rangkaian
tulangan menjadi kokoh di tambahkan tulangan pengaku diameter 6mm pada bagian atas.
Gambaran bentuk rangkaian tulangan dapat dilihat pada gambar 3.1 dan 3.2. Posisi tulangan
diletakan pada tengah penampang dengan tebal selimut 2d atau 22mm dari sisi bawah. Pada
benda uji pull-out, tulangan dibuat bebas rekatan beton sepanjang 50mm pada kedua ujung
beton untuk menghindari pengaruh ujung pada analisa data hasil pengujian. Pada benda uji
beam-splice tulangan dibuat overlap dengan panjang sesuai dengan jenis benda uji dengan
jarak antara tulangan sebesar 1 kali diameter tulangan atau 11mm. Ujung tulangan pada
bagian ujung balok dibuat kait berbentuk siku.
Tulangan yang telah dirakit diletakkan didalam cetakan kemudian dilakukan pengecoran
beton, yang telah dibuat sesuai dengan campuran yang direncanakan. Posisi bekisting pada
pengecoran beton dalam keadaan rebah, sedemikian rupa sehingga tulangan utama berada
pada sisi bawah. Selain itu dari beton yang sama dicetak juga tiga beton cylinder ukuran
150x300mm. Cetakan dibuka setelah beton berumur 1 hari dan selanjutnya dilakukan
perawatan dengan membungkus semua benda uji (termasuk cylinder beton) dengan karung
basah. Satu hari sebelum pengujian karung basah pembungkus benda uji dilepaskan untuk
26
membuat benda uji menjadi kering. Foto-foto dari benda uji pull-out dan beam-splice
ditunjukan pada gambar 3.4 dan 3.5.
3.3 Pengujian Benda Uji
3.3.1 Pengujian Tulangan dan Cylinder Beton
Pengujian tarik batang tulangan diameter 11mm dilakukan pada mesin Computer Servo
Hydraulic Universal untuk mendapatkan perilaku kekuatan tarik dari tulangan tersebut.
Kedua ujung dari tulangan dipegang oleh penjepit (grip) kemudian dilakukan penarikan
tulangan dengan kecepatan 0,1kN/sec. Panjang bersih, panjang batang antara kedua ujung
penjepit, dari batang yang ditarik adalah 150 mm. Benda uji tarik hanya satu buah karena
dianggap perilaku batang tulangan tidak bervariasi terlalu jauh. Data beban dan deformasi
dari pengujian langsung diplot dalam bentuk grafik hubungan beban terhadap deformasi.
Pengujian tekan dilakukan pada benda uji cylinder beton yang berumur 32 hari. Ada tiga
buah buah cylinder beton yang diuji. Sebelum pengujian, cylinder beton diberikan capping
terlebih dahulu untuk mendapatkan permukaan yang rata. Pengujian dilakukan pada mesin
uji tekan dengan kecepatan 10 kN/sec. Data hasil kuat tekan dari ketiga benda uji cylinder
ditunjukkan pada tabel 3.3.
Gambar 3.4
Foto Benda Uji Pull-out
Gambar 3.5
Foto Benda Uji Beam-splice
27
Tabel 3.3 Kuat Tekan Benda Uji Cylinder Beton
No Umur Load P
(KN) Load P (N)
Area (mm2 )
fc (N/mm2 )
1 32 460 460000 17663 26.04
2 32 480 480000 17663 26.91
3 32 440 440000 17663 24.91
3.3.2 Pengujian Benda Uji Pull-Out
Pengujian benda uji pull-out dilakukan pada benda uji yang berumur 32 hari. Pengujian
dilakukan pada mesin uji tarik Computer Servo Hydraulic Universal dengan melakukan
penarikan tulangan dan penekanan beton seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.6.
Panjang tulangan bebas yang berada diantara beton dan penjepit tulangan sebesar 260 mm.
Photo dari pengujian pull-out ditunjukan pada gambar 3.7. Data hasil pengujian berupa
beban dan deformasi dicatat secara langsung oleh computer yang terhubung dengan mesin
uji.
3.3.3 Pengujian Benda Uji Beam-Splice
Pengujian benda uji beam-splice dilakukan setelah benda uji berumur 32 hari. Pengujian
dilakukan pada mesin uji lentur dengan membuat benda uji bertumpu pada dua tumpuan
berjarak 1200mm kemudian diberikan dua beban terpusat simetri berupa penekanan pada
Gambar 3.7 Pengujian Pull-out
Ld
50mm
50mm
260mm
Gambar 3.6 Letak
tulangan pada benda uji
28
dengan jarak 34cm satu sama lain. Sebuah dial gauge dipasang pada tengah bentang untuk
mengukur deformasi vertikal pada saat pembebanan. Ilustrasi pengujian benda uji beam-
splice serta posisi dial gauge ditampilkan pada gambar 3.8. Pada gambar tersebut tulangan
sengkang dan pengaku atas tidak ditampilkan. Gambar 3.9 menunjukan photo pengujian
beam-splice untuk balok B1TK. Data hasil pengujian berupa beban dan deformasi dicatat
secara manual dengan membaca nilai beban dan deformasi pada saat bersamaan.
Gambar 3.8 Ilustrasi Pengujian Beam-splice
L =1200 mm 50mm 50mm
Dial gauge
34 cm
Gambar 3.9 Foto Pengujian Beam-splice
29
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Tulangan dan Cylinder Beton
Pengujian tarik benda uji tulangan, memberikan tegangan leleh (Fy) sebesar 330 Mpa, pada
regangan 0,2% dan tegangan ultimit (Fu) sebesar 433 Mpa, pada regangan 30% . Kondisi
tegangan leleh terjadi pada rentang tegangan dari 0,2% sampai 3,5%.
Selanjutnya pengujian tekan ke tiga benda uji cylinder beton memberikan kuat tekan rata (fc)
sebesar 26 Mpa dengan bentuk keruntuhan tarik radial yang terjadi pada tepi samping
cylinder. Kuat tekan ini medekati kuat tekan rencana yaitu sebesar 25 Mpa.
4.2 Hasil Uji Pull-out
Hasil beban ultimit yang didapat dari pengujian pull-out kelompok tulangan tanpa kait,
kelompok tulangan dengan variasi sengkang dan kelompok tulangan dengan kait di tunjukan
dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Beban Ultimit Pull-out Test
Kelom-pok
Benda Uji
Panjang penyaluran
Ujung tulangan
Tulangan kekangan
Beban Ultimit
(kN)
Teg. Rekatan (Mpa)
Kerun- tuhan
(d) ( mm)
(1) Tulangan
tanpa kait
P1TK 10 d 110 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 19,8 5,21 Slip
P2TK 15 d 165 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 27,6 4,84 Slip
P3TK 20d 220 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 31,5 4,14 Slip
P4TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 32,2 n.a. putus
P5TK 30 d 330 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 32,1 n.a. putus
P6TK 32 d 352 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 32,2 n.a. putus
(2) Variasi
sengkang
P7TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 50 32,3 n.a. putus
P8TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 75 32,0 n.a. putus
P4TK 25 d 275 mm Tanpa Kait dia.7,2 – 100 32,2 n.a. putus
(3) Tulangan
kait
P9 K 5 d 65 mm Kait ujung dia.7,2 – 100 21,9 n.a. Slip
P10K 10 d 110 mm Kait ujung dia.7,2 – 100 32,0 n.a. Slip
P11K 15 d 165 mm Kait ujung dia.7,2 – 100 32,3 n.a. putus
Keterangan: n.a. artinya tidak tersedia
Pola keruntuhan yang didapat dari benda uji pull-out untuk tulangan tanpa kait adalah
terjadinya slip pada tulangan, untuk benda uji yang panjang penyalurannya (Ld) ≤ 20d, dan
30
tulangan putus pada benda uji Ld 25d. Pada benda uji pull-out untuk tulangan dengan kait,
keruntuhan slip terjadi pada penyalurannya (Ld) ≤ 10d, dan kuruntuhan akibat tulangan
putus terjadi pada Ld 15d. Pada keruntuhan slip terjadi kegagalan geser pada permukaan
kontak antara beton dengan tulangan. Besar tegangan geser rata-rata akan berkurang seiring
dengan bertambahnya panjang penyaluran seperti yang terlihat pada tabel 4.1 untuk benda
uji P1TK s/d P3TK dengan Ld 10d s/d 20d. Pada benda uji dengan Ld > 20d keruntuhan
terjadi akibat putus dari tulangan sehingga dapat diambil kesimpulan gaya geser ultimit oleh
benda uji dengan Ld = 20d. Pada keruntuhan geser, gaya geser rata-rata dapat dihitung
dengan membagi beban ultimit dengan luas permukaan tulangan yang tertanam. Selanjutnya
untuk tulangan dengan kait, gaya geser ultimit diberikan pada benda uji dengan Ld = 10d.
Akan tetapi pada kasus ini tegangan geser rata-rata tidak bisa dihubungkan dengan Ld
karena adanya kait.
Data hubungan antara beban terhadap panjang penyaluran untuk kelompok tulangan tanpa
kait dan dengan kait diplot dalam bentuk grafik yang ditampilkan pada gambar 4.1 dan 4.2.
Kelompok tulangan dengan variasi jarak sengkan tidak ditampilkan dalam bentuk grafik
karena memberikan hasil yang sama. Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa, untuk tulangan
tanpa kait, sampai dengan panjang penyaluran (Ld) 15 d, beban sebanding dengan panjang
penyaluran, kemudian beban meningkat secara nonlinier sampai Ld = 20 d, dan akhirnya
beban tidak bertambah lagi (konstan) pada Ld > 20 d. Sedangkan dari gambar 4.2, untuk
tulangan dengan kait, terlihat bahwa peningkatan beban secara linier terjadi pada Ld < 10,
kemudian beban tidak menunjukkan pertambahan yang berarti (konstan) pada Ld > 10 d.
Pola keruntuhan benda uji pull-out kelompok 1 (tulangan tanpa kait) dengan panjang
penyaluran 10d dan 15d adalah terjadinya pergerseran yang besar akibat keruntuhan beton
disekitar permukaan. Ini menandakan bahwa panjang lewatan belum terpenuhi untuk
memberikan kekuatan maksimum. Selanjutnya untuk benda uji dengan panjang penyaluran
20d tulangan mengalami leleh dengan deformasi yang sangat besar.
Pada semua benda uji tidak terlihat adanya retak pada selimut beton yang menandakan
bahwa beton mengalami keruntuhan tekan pada permukaan kontak antara beton dengan
31
tulangan. Sehingga selimut beton sebesar 2d dan tulangan sengkang dengan jarak 100 mm
cukup memberikan kekangan pada tulangan.
Dari hasil pengujian tulangan tanpa kait dengan jarak sengkang 100mm dan tebal selimut 2d
didapat gaya rekatan ultimit sebesar 31,5 kN pada panjang penyaluran 20d. Sementara itu,
panjang penyaluran berdasarkan formula SNI (persamaan 2.4), dengan memakai Fy 330 Mpa
dan fc 26 Mpa, memberikan hasil sebesar 31d. Jika dibandingkan hasil pengujian dengan
SNI, terlihat bahwa prediksi panjang penyaluran dengan formula SNI memberikan hasil
50% lebih besar dari hasil pengujian. Ini berarti bahwa formula SNI tersebut memberikan
faktor keamanan sebesar 1,5 kali dari hasil pengujian.
0
5
10
15
20
25
30
35
0 5 10 15 20 25 30 35
Load (kN)
Panjang penyaluran (Ld)
Load vs Ld (tanpa kait)
0
5
10
15
20
25
30
35
0 5 10 15 20
Load (kN)
Panjang penyaluran (Ld)
Load vs Ld (dengan kait)
Gambar 4.1 Beban Vs. Panjang penyaluran tanpa kait
Gambar 4.2 Beban Vs. Panjang penyaluran dengan kait
32
Pada benda uji yang mengalami keruntuhan geser, tegangan rekatan atau tegangan geser
rata-rata yang terjadi pada permukaan tulangan tidak lain adalah beban ultimit, dibagi luas
permukaan tulangan atau;
𝜏𝑎𝑣 =𝑇𝑢
𝜋 ∗ 𝑑 ∗ 𝑙
Angka pada kolom 8 tabel 4.1 adalah nilai tegangan rekatan dari benda uji yang mengalami
slip. Dari kolom tersebut dapat dilihat bahwa tegangan rekatan rata-rata berkurang seiring
dengan bertambah panjangnya tulangan yang tertanam. Nilai tersebut akan mencapai
mimnimum pada saat gaya rekatan sama dengan kuat leleh dari tulangan. Sehingga untuk
benda uji yang mengalami kegagalan putus pada tulangan maka berarti gaya rekatannya
melebihi kuat leleh dari tulangan. Nilai minimum inilah yang dianggap sebagai tegangan
rekatan dari tulangan tersebut. Dari serial benda uji pull-out ini didapat tegangan rekatan
sebesar 4,14 MPa. Sementara itu, tegangan rekatan yang di dapatkan oleh S Pull (2010)
untuk benda uji tulangan diameter 12mm dan kuat tekan beton 35,6 Mpa adalah sebesar 6,17
Mpa. Berdasarkan hubungan linier antara tegangan rekatan dengan akar kuat tekan beton
(f’c), hasil penelitian S Pull, dikonversi untuk kuat tekan beton 26 Mpa memberikan hasil
kuat rekatan sebesar 5,3 Mpa. Angka ini lebih besar 28% dari hasil yang didapat pada
penelitian ini. Hal ini dimungkinkan karena penelitian S Pull menggunakan tulangan yang
terletak ditengah sehingga memberikan kekangan beton yang lebih besar.
Pola keruntuhan benda uji pull-out kelompok 2 (tulangan tanpa kait dengan variasi jarak
sengkang) menunjukan terjadinya leleh pada tulangan untuk semua benda uji. Ini
menandakan bahwa jarak sengkang yang terbesar (100mm) cukup untuk memberikan
kekangan pada tulangan. Dengan meninjau ratio luas tulangan sengkang terhadap jarak
sengkang sebagai satu variabel yang mempengaruhi kuat rekatan, angka ratio luas terhadap
jarak sengkang pada penelitian ini adalah 0,95. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ratio
maksimum luas terhadap jarak adalah sebesar 0,95, karena benda uji dengan ratio yang lebih
besar dari nilai itu tidak memberikan peningkatan kuat rekatan.
Selanjutnya pola keruntuhan benda uji pull-out kelompok 3 (tulangan dengan kait)
menunjukkan untuk panjang penyaluran 5d terjadi pergeseran yang besar pada tulangan
33
akibat keruntuhan beton disekeliling tulangan, sedangkan untuk panjang lewatan 10d
keruntuhan terjadi akibat leleh dari tulangan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa panjang penyaluran untuk tulangan dengan kait adalah 10d. Akan tetapi, formula SNI
memberikan nilai sebesar 16,2d. Ini berarti bahwa formula SNI memberikan hasil 62% lebih
besar dari hasil penelitian, atau dengan kata lain formula SNI memberikan angka keamanan
sekitar 1,5. Dari interpolasi kurva beban terhadap panjang penyaluran didapat gaya
penjangkaran yang diberikan oleh kait standar tulangan diameter 11 mm adalah 10 kN. Jika
nilai ini dibandingkan dengan kuat leleh daritulangan maka dapat disimpulkan besar gaya
penjangkaran adalah 1/3 dari kuat leleh tulangan.
4.3 Hasil Uji Beam-splice
Hasil pengujian beam-splice berupa data hubungan beban terhadap deformasi vertikal balok
ditengah bentang. Data yang dicatat dibatasi untuk deformasi vertikal yang nilainya
mendekati L/200 atau 6mm. Hasil data beban-deformasi untuk ke empat benda uji
ditampilkan dalam tabel 4.2. Selanjutnya data tersebut di plot dalam bentuk grafik yang
ditampilkan pada gambar 4.3.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Benda Uji Beam-Splice
B1TK (Ld = 20d) B2TK (Ld = 30d) B3TK (Ld = 35d) B4TK (Ld = 40d)
Load(kN) ∆(10-3cm) Load(kN) ∆(10-3cm) Load(kN) ∆(10-3cm) Load(kN) ∆(10-3cm)
0 0 0 0 0 0 0 0
2.5 16 2,5 20 2.5 12 2.5 8
5 42 5 40 5 25 5 19
7.5 90 7,5 85 7.5 55 7.5 45
10 155 10 150 10 100 10 90
12.5 251 12,5 235 12.5 160 12.5 150
14 370 15 345 15 245 15 230
14.5 550 16 440 17.5 400 17.5 370
11.5 700 16,5 545 18 660 18 600
13 680 16 900 16 880
Hasil pengujian lentur pada benda uji memberikan bahwa, keempat benda uji balok
menunjukkan terjadi keruntuhan lentur dengan terlihatnya retak pada bagian sisi bawah
beton yang semakin melebar seiring dengan meningkatnya beban. Pada benda uji B1TK
dan B2TK, retak pertama mulai terlihat pada beban 7,5 kN sedangkan pada benda uji B3TK
34
dan B4TK, retak pertama mulai terlihat pada beban 10 kN. Lokasi retak pertama selalu
terjadi pada sisi bawah tepat dibawah beban. Selanjutnya dengan bertambahnya beban,
terbentuk lagi beberapa retak baru yang terjadi pada lokasi diantara dua beban terpusat. Pada
benda uji B3TK dengan panjang lewatan 35d didapat beban maksimum 18 kN, dengan
lendutan 5 mm. Bertambahnya panjang lewatan dari 35d ternyata tidak memberikan
penambahan beban maksimum. Hal ini berarti bahwa panjang lewatan untuk kuat tekan
beton 26 Mpa sebesar 35d. Rumus SNI untuk, Fy 330 Mpa dan Fc 26 Mpa, memberikan
panjang lewatan sebesar 40d. Jadi prediksi panjang lewatan dengan rumus SNI sedikit lebih
besar dibandingkan dengan hasil experiment (sekitar 14%), sehingga berdasarkan pada hasil
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa rumus SNI memberikan angka keamanan 1,14.
Kuat rekatan adalah rekatan rata-rata pada beban ultimit. Ini terjadi pada panjang lewatan
sebesar 35d. Dengan mengasumsikan kuat leleh tulangan sama dengan gaya rekatan ultimit
yang diberikan tulangan maka rekatan ultimit didapat dari benda B3TK sebesar 2,36 Mpa.
Nilai ini sekitar 57% dari kuat rekatan yang didapat dari benda uji pull-out. Hal ini
menunjukkan benda uji sambungan lewatan memiliki kuat rekatan yang lebih kecil dari
benda uji dengan tulangan tunggal.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 200 400 600 800 1000
Load (kN)
Lendutan (10-3 cm)
Beam-splice
Ld 440
Ld 35d
Ld 30d
Ld 20d
Gambar 4.3 Kurva Beban-Deformasi Specimen Beam-splice
35
Jika hasil panjang penyaluran yang didapat dari benda uji pull-out dipakai untuk menghitung
panjang lewatan maka akan didapat panjang lewatan sebesar 26d. Nilai ini jauh lebih kecil
dari panjang lewatan yang didapat dari hasil benda uji beam-splice yaitu 35d. Hal ini
disebabkan antara lain karena pada benda uji beam-splice selimut beton mengalami tarik
sedangkan pada benda uji pull-out selimut beton pada kondisi tekan. Adanya tekan pada
beton otomatis akan meningkatkan gaya kekangan yang diberikan beton terhadap tulangan
sehingga menyebabkan gaya rekatan menjadi bertambah. Hal sebaliknya terjadi pada benda
uji beam-splice, dimana beton disektar tulangan mengalami tarik sehingga memberikan kuat
rekatan yang lebih kecil. Sehingga untuk kasus dimana diperlukan penyambungan pada
tulangan yang mengalami tarik akibat lentur maka panjang lewatan yang didapat dari hasil
uji beam splice yang lebih tepat dipakai.
Dengan menggunakan rumus panjang lewatan = 1,3 x Ld, hasil pengujian beam-splice
memberikan panjang penyaluran sebesar 27d, ini lebih besar dari hasil yang didapat pada
benda uji pull-out yaitu sebesar 20d. Sehingga diambil kesimpulan bahwa panjang
penyaluran tulangan pada beton yang tertekan adalah sebesar 20d sedangkan panjang
penyaluran tulangan pada beton yang mengalami tarik adalah sebesar 27d. Selanjutnya, nilai
panjang penyaluran dan panjang lewatan berdasarkan hasil experiment serta hasil teoritis
menggunakan formula SNI 03-2847-2002 untuk baja Fy 330 dan beton Fc 26 Mpa, dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Panjang penyaluran dan panjang lewatan hasil experiment dan teoritis
Benda uji pull-out Benda uji beam-splice Rumus SNI
Panjang penyaluran
Panjang lewatan
Panjang penyaluran
Panjang lewatan
Panjang penyaluran
Panjang lewatan
20 d 26 d 27 d 35 d 31 d 40 d
36
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
1. Tegangan rekatan atau tegangan geser rata-rata pada permukaan tulangan yang tertanam
pada beton makin berkurang seiring dengan bertambah panjangnya tulangan dan
mencapai titik terendah pada saat gaya geser sama dengan kuat leleh dari tulangan. Dari
penelitian ini didapat kuat rekatan yaitu nilai tegangan rekatan rata-rata terendah untuk
tulangan tunggal sebesar 4,14 Mpa, dan tegangan rekatan untuk tulangan sambungan
lewatan adalah sebesar 2,36 Mpa.
2. Pada tulangan tunggal tanpa kait yang tertanam pada beton dengan selimut beton 2d,
beban tarik yang dapat dipikul oleh tulangan berbanding lurus dengan Ld pada Ld < 15 d,
kemudian bertambah secara nonlinier pada 15d ≤ Ld < 20d, dan konstan pada Ld = 20d.
Sehingga disimpulkan bahwa panjang penyaluran tulangan tunggal tanpa kait pada beton
yang tertekan adalah sebesar 20d dan panjang lewatannya (sesuai rumus SNI) = 26d
3. Pada tulangan tanpa kait yang overlap serta betonnya mengalami tarik, panjang overlap
tulangan yang diperlukan (panjang lewatan) untuk mendapatkan beban ultimit adalah
sebesar 35d. Jadi panjang lewatan berdasarkan pada penelitian tulangan yang
disambung adalah sebesar 35d.
4. Koefisisen untuk menghitung panjang lewatan dari panjang penyaluran tunggal yang
menurut SNI diambil sebesar 1.3 tapi dari hasil penelitian ini didapatkan 1.75.
5. Pada tulangan dengan kait yang tertanam pada beton dengan selimut beton 2d, beban
tarik yang dapat dipikul oleh tulangan berbanding lurus dengan Ld pada Ld < 10 d,
kemudian konstan pada Ld = 10d. Sehingga disimpulkan bahwa panjang penyaluran
tulangan dengan kait pada beton yang tertekan adalah sebesar 10d. Nilai ini 62% lebih
besar dibandingkan dengan rumus SNI yang memberikan hasil 16,2 MPa.
6. Untuk tulangan diameter 11 mm yang memiliki kait standar pada ujungnya, besar gaya
angker yang diberikan oleh kait standar tersebut adalah sebesar 10 kN, atau setara
dengan 1/3 dari kuat leleh tulangan.
37
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini beberapa saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Karena benda uji beam-splice lebih mencerminkan kondisi tulangan pada elemen
struktur beton bertulang, maka disarankan memakai hasil yang didapat dari benda uji
beam-splice.
2. Pemakaian kait dapat mengurangi panjang penyaluran dan panjang lewatan sehingga
sebaiknya ujung tulangan diberi kait agar panjang lewatan dan panjang penyaluran dapat
diperkecil.
3. Karena penelitian ini hanya memakai satu jenis variable kuat tekan baja dan satu kuat
tekan beton maka perlu dilakukan penelitian untuk berbagai kuat tekan baja dan beton
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih tepat mengenai kuat rekatan dari tulangan
dalam beton.
4. Kait yang dipergunakan dalam penelitian ini hanya satu jenis sehingga perlu dilakukan
penelitian hubungan antara bentuk dan panjang kait terhadap besar gaya penjangkaran
yang diberikan oleh kait.
38
DAFTAR PUSTAKA
Canadian Portland Cement Association, 1995, Concrete Design Handbook, 2nd
edition
BSN, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Gedung, SNI 03-2847-2002
S. Pul, 2010, Loss of concrete steel bond strength under monotonic and cyclic loading of
light weight and ordinary concrete, Iranian Journal of Science and Technology, Vol 34, pp
397-406
Pul, S., Husem, M., Gorkem, S. E. & Yozgat, E. (2007). Lightweight and ordinary concrete-
steel bond strength.2nd. International Symposium on Connection between Steel and
Concrete, Proceedings book, Vol. 2, pp. 1141-1150, Stuttgart, Germany.
Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung , (SNI 03-2847-2002), pasal 14, ITSPRESS, Maret 2007.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat Nya, sehingga kami
memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Selanjutnya kami tim peneliti
mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Rektor, Bapak Dekan Fakultas Teknik, dan
Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi sehingga kami
mampu melakukan penelitian. Tak lupa kami sampaikan terimakasih pula pada para pegawai lab
material dan bahan yang telah memberikan bantuannya pada saat melakukan penelitian. Semoga
hasil penelitian ini bisa memberikan maanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan pengerjaan struktur beton bertulang. Kami
mengharapkan penelitian ini dapat memberikan inspirasi bagi praktisi teknik sipil untuk
melakukan penelitian lanjutan yang sejenis guna mendapatkan hasil yang lebih menyeluruh.
Bukit Jimbaran, Juli 2016
Hormat Kami
Putu Deskarta
(Ketua Tim Peneliti)
ii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul Panjang Lewatan Sambungan Tulang Pada Balok
Beton, yang bertujuan untuk mendapatkan perilaku rekatan tulangan, yang tersambung secara
overlap, yang tertanam pada balok beton. Untuk itu dibuat dua kelompok benda uji yaitu;
kelompok benda uji beam-splice, berupa balok yang berisi tulangan yang tersambung secara
overlap, dan kelompok benda uji pull-out, berupa tulangan tunggal yang tertanam pada kubus
beton. Kelompok benda uji beam-splice terdiri dari tiga jenis yaitu; pertama untuk tulangan tanpa
kait dengan sengkang yang konstan namun panjang tulangan tertanam yang bervariasi, kedua
untuk tulangan tanpa kait dengan jarak sengkang yang bervariasi namun panjang tulangan
tertanam konstan, dan ketiga untuk tulangan yang memiliki kait dengan panjang tulangan yang
bervariasi dan jarak sengkang konstan. Tulangan yang dipakai hanya satu jenis yaitu batang ulir
dengan diameter 11mm dan kuat leleh 330 Mpa. Demikian pula beton yang dipakai hanya satu
jenis yaitu beton dengan kuat tekan 26 Mpa. Semua benda uji memakai tebal selimut 2d dan
sengkang diameter 7,2mm.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat rekatan berbanding terbalik dengan panjang
tulangan yang tertanam. Makin panjang tulangan tertanam, makin berkurang kuat rekatannya.
Selanjutnya untuk tebal selimut 2d dan sengkang dia. 7,2mm jarak 100mm, didapat kuat rekatan
tulangan lewatan yang didapat dari benda uji beam-splice sebesar 2,36 Mpa, lebih kecil dari kuat
rekatan tulangan tunggal yang didapat dari benda uji pull-out sebesar 4,14 Mpa.
Panjang lewatan untuk kondisi beton yang tertekan berdasarkan dari benda uji tulangan tunggal
yaitu sebesar 26d, lebih kecil dari panjang lewatan benda uji balok dengan kondisi beton tertarik
yaitu 35d. Sehingga koefisien untuk menghitung panjang lewatan dari benda uji tulangan tunggal
adalah sebesar 1,75
Benda uji pull-out memberikan panjang penyaluran untuk tulangan tanpa kait sebesar 20d dan
tulangan dengan kait sebesar 10d. Adanya kait standar pada ujung tulangan memberikan
kontribusi gaya penjangkaran sebesar 1/3 dari kekuatan tulangan. Panjang penyaluran dan
panjang lewatan yang didapat dari benda uji beam-splice adalah sebesar 27d dan 35d. Hasil ini
lebih mendekati hasil yang didapatkan dari formula SNI yaitu sebesar 31d untuk panjang
penyaluran dan 40d untuk panjang lewatan.
Kata kunci: kuat rekatan, panjang penyaluran, panjang lewatan.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
ABSTRAK …………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… iii
DAFTAR NOTASI …………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………… 4
1.5 Batasan Masalah …………………………………………………… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 6
2.1 Kuat Rekatan …………………………………………………… 6
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kuat Rekatan …………………………… 8
2.2.1 Kekuatan Beton …………………………………………………… 8
2.2.2 Ketebalan Beton Disekeliling Tulangan …………………………… 9
2.2.3 Tulangan Kekangan …………………………………………… 10
2.2.4 Bentuk Permukaan Tulangan …………………………………… 11
2.2.5 Panjang Tulangan Yang Tertanam …………………………… 13
2.3 Benda Uji Tegangan Rekatan …………………………………………… 14
2.4 Hubungan Tegangan Rekatan Terhadap Pergeseran Tulangan …………... 15
2.5 Panjang Penyaluran …………………………………………………… 17
2.6 Panjang Lewatan …………………………………………………… 18
2.7 Perilaku Keruntuhan Pada Sambungan Lewatan …………………………… 18
BAB III METODA PENELITIAN …………………………………………………….. 21
3.1 Rancangan Benda Uji …………………………………………………….. 21
3.1.1 Rancangan Benda Uji Pull-out …………………………………….. 21
3.1.2 Rancangan Benda Beam-splice …………………………………….. 23
iv
3.1.3 Benda Uji Cylinder Beton dan Batang Tulangan ………….......... 15
3.2 Pembuatan Benda Uji …………………………………………………….. 25
3.3 Pengujian Benda Uji …………………………………………………….. 26
3.3.1 Pengujian Cylinder Beton dan Batang Tulangan ………….......... 26
3.3.2 Pengujian Benda Uji Pull-out …………………………………….. 27
3.3.3 Pengujian Benda Uji Beam-splice …………………………….. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………….. 29
4.1 Hasil Uji Tulangan dan Cylinder Beton ………………………………….. 29
4.2 Hasil Uji Pull-out …………………………………………………….. 29
4.3 Hasil Uji Beam-splice …………………………………………………….. 33
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .…….…………………………………………….. 36
5.1 Simpulan …………………………………………………………….. 36
5.2 Saran …………………………………………………………….. 37
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 38
v
DAFTAR NOTASI
fc , f’c = kuat tekan beton
d, db = diameter tulangan
= tegangan rekatan
fy = tegangan leleh dari baja tulangan
Ts = gaya pada tulangan
fs = tegangan normal pada tulangan
l = panjang tulangan yang tertanam / terjangkar
ld , λd = panjang penyaluran
= faktor lokasi tulangan
= faktor pelapisan tulangan
= faktor ukuran tulangan
c = tebal selimut beton atau jarak tulangan
Ktr = faktor tulangan transversal
Atr = luas total tulangan transversal dalam jarak s
s = jarak tulangan transversal
n = jumlah tulangan transversal
Py = gaya tarik pada saat tulangan leleh
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kuat rekatan tulangan ……………………………. 12
Tabel 3.1 Rincian Benda Uji Pull-out ………………..…………… 23
Tabel 3.2 Rincian Benda Uji Beam-Splice …………………………….. 24
Tabel 3.3 Kuat Tekan Benda Uji Cylinder Beton ……………………………. 11
Tabel 4.1 Beban Ultimit Pull-out Test ……………………………. 29
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Benda Uji Beam-Splice ……………………………. 33
Tabel 4.3 Panjang penyaluran dan panjang lewatan hasil experiment dan teoritis … 35
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tegangan Rekatan ……………………………. 6
Gambar 2.2 Tegangan friksi dan tumpu ……………………………. 6
Gambar 2.3 Hubungan antara tegangan rekatan terhadap slip ……………………. 10
Gambar 2.4 Distribusi tegangan geser ……………………………. 13
Gambar 2.5 Hubungan Beban terhadap panjang penjangkaran ……………………. 13
Gambar 2.6 Model Benda Uji Tegangan Rekatan ……………………………. 15
Gambar 2.7 Hubungan tegangan terhadap slip (Eligehausen et al.) …………… 16
Gambar 2.8 Hubungan tegangan terhadap slip (S Pull ) …………… 16
Gambar 2.9 Gaya transfer dan retak pada sambungan lewatan …………… 19
Gambar 2.10 Keruntuhan tekan pada beton ……….……………………. 20
Gambar 2.11 Keruntuhan tarik pada beton ……….……………………. 20
Gambar 3.1 Benda uji pull-out ……………………………. 22
Gambar 3.2 A Benda Uji Kelompok 1 …..………………. 23
Gambar 3.2 B Benda Uji Kelompok 2 …..………………. 23
Gambar 3.2 C Benda Uji Kelompok 3 …..………………. 23
Gambar 3.3 Benda uji beam-splice ………...…..………………. 24
Gambar 3.4 Foto Benda Uji Pull-out ………...…..………………. 26
Gambar 3.5 Foto Benda Uji Beam-splice ………...…..………………. 26
Gambar 3.6 Letak tulangan pada benda uji ………...…..………………. 27
Gambar 3.7 Pengujian Pull-out ………...…..………………. 27
Gambar 3.8 Ilustrasi Pengujian Beam-splice ……………..………………. 28
Gambar 3.9 Foto Pengujian Beam-splice ……………..………………. 28
viii
Gambar 4.1 Grafik Beban Vs. Panjang penyaluran tanpa kait …..………………. 31
Gambar 4.2 Grafik Beban Vs. Panjang penyaluran dengan kait …..………………. 31
Gambar 4.3 Kurva Beban-Deformasi Specimen Beam-splice …..………………. 34