LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA (PANJA) TUJUAN PEMBANGUNAN … · 2019-10-14 · Dalam...
Transcript of LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA (PANJA) TUJUAN PEMBANGUNAN … · 2019-10-14 · Dalam...
1
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA
PANITIA KERJA (PANJA)
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB/SDGs)
BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN (BKSAP) DPR RI
KE PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
Tanggal 23 s.d. 25 Agustus 2019
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah agenda pembangunan global untuk
2015-2019. TPB adalah kelanjutan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang
berakhir pada 2015 silam. Dalam hal itu, Indonesia berkomitmen untuk menerapkan tujuan
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
agenda internasional berkaitan dengan lingkungan, sosial dan ekonomi.
Keberhasilan tujuan SDGs membutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yakni
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi dan praktisi, serta
organisasi masyarakat dan media serta tidak terkecuali parlemen. Dalam ikut menyukseskan
tujuan, target, dan indikator SDGs, BKSAP - yang merupakan penjuru diplomasi
parlemen—membentuk Panitia Kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pembentukan
Panja TPB berlandaskan pada dasar hukum UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD,
DPRD (MD3) dan Peraturan DPR RI Nomor 1/ 2014 dan perubahannya tentang Tata Tertib
DPR. Panja ini dibentuk dengan tujuan: (1) untuk membentuk keterlibatan awal parlemen
dalam isu-isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan serta; (2) untuk membangun kemitraan
dengan mitra domestik dan juga mitra internasional untuk mensukseskan pelaksanaan
SDGs.
Salah satu program BKSAP melalui Panja TPB adalah memastikan kesiapan daerah
(Provinsi/ Kabupaten/ Kota) dalam mengimplementasikan TPB dalam agenda
pembangunan daerah. Untuk mendukung program tersebut, Panja TPB BKSAP secara
berkala mengadakan kunjungan ke daerah untuk bertemu dan mengadakan dialog, tukar
pikiran serta menyerap aspirasi dengan masyarakat di daerah yang terdiri dari Pemprov,
Pemkab, Pemkot, LSM, pelaku bisnis, kampus dan pers.
Kunjungan daerah Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan diarahkan ke DI Yogyakarta
dengan alasan Pemerintah Daerah (Pemda) - dalam konteks desentralisasi yang berlaku di
Indonesia - memainkan peran strategis dalam pencapaian SDGs tersebut. Kunjungan kerja
2
ke DI Yogyakarta ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan dan representasi DPR RI
untuk memastikan kesiapan daerah dalam implementasi SDGs.
A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI
Dasar pengiriman delegasi Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) BKSAP
DPR RI ke DI Yogyakarta berdasarkan Surat Tugas Nomor : 79/D/ST-PD.DN/BKSAP-
KSI/08/2019 tanggal 16 Agustus 2019.
B. SUSUNAN DELEGASI
Susunan Delegasi Panja SDGs BKSAP DPR RI adalah sebagai berikut:
1) Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. - Ketua BKSAP/F.PD/A-432
2) Dr. KH. Surahman Hidayat, MA. - Wakil Ketua BKSAP/F.PKS/A-107
3) Dwi Ria Latifa - Anggota BKSAP/F.PDI-P/A-143
4) Hj. Saniatul Lativa, SE. - Anggota BKSAP/F.PG/A-243
5) Dra. Hj. Siti Masrifah, MA - Anggota BKSAP/F.PKB/A-77
6) Hj. Desy Ratnasari, M.Si, M.Ps. - Anggota BKSAP/F.PAN/A-472
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan pengiriman delegasi Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB/SDGS) BKSAP DPR RI ke Provinsi DI Yogyakarta adalah sebagai berikut:
1) Untuk pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi DI
Yogyakarta
2) Untuk menyerap aspirasi dan informasi tangan pertama dari Pemerintah Provinsi DI
Yogyakarta tentang potensi, peluang dan kendala TPB di wilayah Provinsi DI
Yogyakarta
3) Untuk memastikan kesiapan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dalam pelaksanaan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
4) Untuk mengetahui Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB DI Yogyakarta
5) Untuk mengetahui lebih jauh tentang integrasi TPB ke dalam RPJMD Pemprov DI
Yogyakarta
II. ISI LAPORAN
A. Jalannya Pertemuan
Kunjungan kerja dilaksanakan pada tanggal 23-25 Agustus 2019 dan diikuti oleh
pimpinan dan anggota Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan BKSAP DPR RI.
Dalam kunjungan kerja ini, Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan mengadakan
pertemuan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DI Yogyakarta dan jajaran sebagai
berikut :
3
1) Pertemuan dengan Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X
2) Sekretaris Daerah DIY, Ir. Gatot Saptadi
3) Asisten Pemerintahan dan Administrasi Umum, Tavip Agus Rayanto, M.Si
4) Asisten Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat, Arofah Nur Indriyani
Gb.1. Delegasi Panja BKSAP bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X
Dalam sambutan pembukaan, Ketua BKSAP DPR RI Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si
mengatakan bahwa pelaksanaan TPB telah memasuki tahun keempat sejak dicanangkan
di Sidnag Majelis Umum PBB. Beliau menggarisbawahi SDGs bukan hanya agenda
pemerintah dan parlemen semata. SDGs adalah sinergi antara pemerintah, parlemen,
pelaku bisnis dan filantropi, LSM, media, dan kampus. Terlebih pemerintah daerah
(provinsi/ kota/ kabupaten) harus menjadi jantung pelaksanaan TPB. Hal ini dikarenakan
TPB memiliki target yang terkait langsung dengan tanggung jawab pemerintah daerah
terutama untuk peran mereka dalam memberikan layanan dasar bagi masyarakat. Dalam
hal ini, Provinsi, Kabupaten/Kota dapat mendekati sasaran dan menyesuaikannya dengan
konteks khusus mereka dan membantu warganya memahami bagaimana aksi lokal
berkontribusi terhadap pencapaian TPB. Dalam konteks itulah, menurut beliau, Panja
SDGs BKSAP DPR RI datang ke DI Yogyakarta. Panja SDGs ingin berbagi
pengetahuan dan pengalaman dengan Pemerintah dan segenap para pemangku
kepentingan tentang kesiapan DI Yogyakarta dalam menyongsong pembangunan yang
terpadu, inklusif, dan berkelanjutan. Segala capaian, kendala dan tantangan provinsi DIY
dalam pelaksanaan SDGs akan disampaikan ke pemerintah pusat serta Alat Kelengkapan
Dewan (AKD) DPR RI terkait untuk ditindaklanjuti.
4
Gb.2. Ketua Panja BKSAP menyampaikan sambutan dalam Kunker Panja ke DIY
Selanjutnya, Asisten Pemerintahan dan Administrasi Umum Sdr. Tavip Agus Rayanto
memaparkan presentasi tentang capaian Pemerintah Provinsi DIY dalam TPB dan
konsep pembangunan DIY ini. Beliau memulai presentasinya dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta
terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2019, IPM DI Yogyakarta telah mencapai
79,530, tertinggi kedua setelah DKI Jakarta. IPM DI Yogyakarta juga lebih tinggi
dibanding IPM Indonesia yang sebesar 70,81. Angka IPM tersebut meningkat sebesar
0,64 persen dibandingkan IPM tahun 2017 yang sebesar 78,890.
Gb.3. Paparan dari Asisten Pemerintahan dan Administrasi Umum
5
Dalam hal perekonomian, kinerja perekonomian DIY pada Triwulan I 2019 semakin
solid dengan tumbuh terakselerasi sebesar 7,50% yang tercatat sebagai pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY tertinggi. Menurut Bank Indonesia,
akselerasi kinerja lapangan usaha konstruksi, industri pengolahan serta penyediaan
akomodasi dan makan minum mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY tahun
2019.
Pada 2018, Pemda DIY kembali memperoleh predikat AA dari KemenPAN-RB
(tertinggi nasional) untuk Akuntabilitas Kinerja (AKIP). Selama periode 2013-2018,
nilai AKIP cenderung optimal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai AKIP tersebut
menunjukkan tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan
capaian kinerjanya, kualitas budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan
yang berorientasi pada hasil di Pemprov DIY sudah menunjukkan hasil yang baik.
Selanjutnya beliau menyitir hasil riset The Asian Post yang menyatakan Pemda DIY
berhasil meraih delapan prestasi. Enam prestasi diantaranya menobatkan DIY sebagai
provinsi terbaik. Keenam prestasi ini ialah sebagai Provinsi Terbaik secara keseluruhan,
Provinsi dengan Tingkat Pertumbuhan Fiskal Terbaik, Provinsi dengan Tingkat Inflasi
Terendah, Provinsi dengan Kondisi Penurunan Kemiskinan Perkotaan Tercepat, Provinsi
dengan Kondisi Kemiskinan Pedesaan Tercepat, dan Provinsi dengan Kondisi Pariwisata
Terbaik. Selanjutnya, dua prestasi lainnya menempatkan DIY sebagai peringkat kedua,
yakni sebagai Provinsi dengan Kondisi Teknologi Informasi dan Komunikasi dan
Provinsi dengan Kondisi Paling Bahagia. Selain itu, BUMD milik Pemda DIY, yakni
Bank BPD DIY juga berhasil meraih prestasi sebagai BPD Terbaik peringkat V untuk
Kategori BPD Aset Rp 10 triliun-Rp 25 triliun.
Dalam pembahasan Indeks Kebahagiaan, pada periode 2013-2017 menunjukkan Indeks
Kebahagiaan DIY cenderung MENINGKAT. Penduduk DIY relatif lebih bahagia
(dengan poin 72,93) daripada rata-rata penduduk di Indonesia (dengan poin 70,69).
Dalam hal Demokrasi Indonesia (IDI), yang dinilai dari tiga hal, yaitu: aspek kebebasan
sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek lembaga demokrasi, IDI DIY masuk dalam
kategori baik dalam desentralisasi asimetris dengan keistimewaan DIY. Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) untuk DIY pada 2017 mencapai 83,61. Capaian itu menurun
1,97 poin dibanding tahun sebelumnya (85,58). Meski menurun, capaian IDI DIY masih
masuk kategori “baik” bahkan mampu mencapai posisi tertinggi nasional. Terhadap tiga
aspek IDI, dua aspek mengalami peningkatan (aspek kebebasan sipil dan aspek hak-hak
politik) dan satu aspek justru menurun (aspek lembaga demokrasi). Selain itu, beliau
juga menjelaskan tingkat daya saing DIY berada di atas rata-rata nasional.
Dalam pencapaian SDGs, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi kedua yang
meluncurkan Rencana Aksi Daerah (RAD) Sustainable Development Goals
(SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia dengan nama Rencana
6
Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan DIY 2018-2022. DIY juga provinsi
ketiga se-Indonesia paling siap dalam pelaksanaan TPB.
Jika diukur dengan tiga tujuan dasar TPB yakni kemiskinan, kelaparan, dan kesenjangan,
DIY tidak sukses dalam menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan. Menurut data
statistik, DIY masuk daerah yang mengalami ketimpangan dan masyarakat miskin.
Meski masyarakat miskin memiliki tren penurunan, angka kemiskinan masih melekat di
DIY. Beliau menggarisbawahi angka kemiskinan masih tinggi di DIY karena penilaian
yang bias berdasarkan spending kebutuhan kalori yang tidak terpenuhi (kira-kira 2.100
kkal). Ia mengusulkan untuk membuat ukuran yang dapat menunjukkan inclusive
growth.
Dalam hal ketimpangan, rasio Gini DIY menurut kriteria Bank Dunia masuk dalam
kategori ketimpangan sedang. Perkembangan rasio gini DIY dari tahun 2014 hingga
tahun 2018 cenderung menurun (membaik) dengan rerata pertumbuhan -0,70%. Dari
data itu, rasio Gini DIY masih tertinggal bila dibandingkan dengan capaian rerata
nasional. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Indeks Williamson pada periode 2014-2018
cenderung meningkat dengan rerata pertumbuhan 0,02%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat ketimpangan perekonomian antar region (kabupaten/kota) di wilayah DIY masih
cukup tinggi.
Pemprov DIY melakukan tahapan kegiatan SDGs yang akan dilakukan ke depan. Di
antaranya adalah: (1) Review RAD SDGs berdasarkan hasil Monev 2018 dan masukan
unsur-unsur pelaku SDGs; (2) Penyusunan Pedoman Teknis Pemantauan Monitoring
Evaluasi RAD SDGs; (3) Revisi Pergub; (4) Peningkatan Peran Serta seluruh unsur
pelaku SDGs baik Pemerintah, non Pemerintah dan Akademisi; dan (5) Pemutakhiran
Sistem Informasi Penanggulangan Kemiskinan (SIMNANGKIS) dengan Menu SDGs,
CSR dan E-Lapor masalah Kemiskinan.
Untuk mengembangkan arah pembangunan DIY lima tahun (2017-2022), Gubernur
DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan sambutannya “Menyongsong
Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Yogya.” Dalam
sambutannya, Sri Sultan HB X mengintrodusir Panca Mulia, yakni: (1) kualitas hidup,
kehidupan, penghidupan masyarakat; (2) kualitas & keragaman perekonomian
masyarakat; (3) harmoni masyarakat dan birokrasi; (4) tata dan perilaku yang
demokratis; (5) perilaku bermartabat ASN. Dengan penerapan Panca Mulia, diharapkan
terjadinya perubahan paradigma masyarakat Yogyakarta dari among tani ke dagang layar
dan terjadinya silang ekonomi untuk peningkatan daya saing daerah.
7
Gb..4. Sambutan Sri Sultan Hamengkubuwono X
Lebih lanjut untuk mengatasi masalah kemiskinan, Pemprov DIY melakukan: (1)
Mengatasi fenomena inclusion/exclusion error (internal maupun eksternal); (2) Pengaruh
faktor makanan berkisar 72% secara terus menerus perlu meng-engenering
masyarakat dari sisi pemenuhan standar kalori (2100 kl); (3) Meningkatkan program-
program yang bersifat jaminan sosial secara tepat sasaran dengan tujuan pemenuhan
batas minimum dan daya beli masyarakat; (4) Bagi masyarakat miskin yang punya
potensi, arahkan pada program-program pemberdayaan yang berbasis community based;
(5) Dari sisi makro perlu melakukan kebijakan yang dapat menahan angka GK di DIY
tidak cenderung terus naik (property, inflasi, operasi pasar, dsb).
Gb..5. Yth. Saniatul Latifa dalam merespon paparan DIY
8
Salah satu anggota Panja SDGs BKSAP DPR RI, Yth. Saniatul Latifa merespons
beberapa hal diantaranya bagaimana upaya Pemerintah Provinsi DIY dalam mengatasi
konektivitas daerah terpencil dan kota, dan upaya Provinsi DIY merubah kultur
masyarakat dalam merespon program-program SDGs.
Sementara itu, anggota Panja SDGs lainnya, Yth. Dwi Ria Latifa menyoroti data yang
berbeda dalam makanan/gizi sehingga beliau mempertanyakan bagaimana membuat
ukuran yang sesuai fakta di lapangan. Dari kasus DIY, ia menuturkan bagaimana
menyeimbangkan persepsi kemiskinan dan kebahagiaan. Beliau mempertanyakan juga
bagaimana perubahan mind-set berkelanjutan di kalangan masyarakat. Ia menyoroti
media sosial yang membuat cultural shock dan upaya Pemerintah Provinsi agar jangan
menghilangkan akar budaya Yogyakarta.
Gb..6. Yth. Dwi Ria Latifa dalam tanya jawab dengan DIY
Anggota Panja SDGs BKSAP DPR RI, Yth. Desi Ratnasari menanyakan beberapa hal
seperti peran komunitas dalam mitigasi bencana. Bagaimana mitigasi bencana
Pemerintah Provinsi dalam merubah perilaku kesadaran di DIY. Beliau juga
menanyakan upaya Pemerintah Provinsi DIY mengatasi titik kekeringan serta upaya
Pemerintah Provinsi DIY mengembangkan Sollar cell pilot project.
Yth. Siti Masrifah, anggota Panja SDGs BKSAP DPR RI menanyakan beberapa hal
seperti apakah dana kesehatan DIY mencapai dana kesehatan yang dialokasikan 10 %?
Siapa saja penerima bantuan BPJS? Terkait dengan ketidaksatuan data bagaimana
Pemerintah Provinsi DIY menyelaraskan tertib administrasi dalam satu data? Bagaimana
upaya Pemerintah Provinsi dalam menjaga dan melestarikan budaya kearifan lokal di
9
Yogyakarta. Beliau juga ingin mengetahui derajat kesehatan di DIY seperti angka
kematian ibu dan bayi, penyakit tidak menular dan ketersediaan air bersih.
Gb..7. Yth. Desy Ratnasari mengajukan beberapa pertanyaan dalam tanya jawab dengan DIY
Gb.8. Yth. Siti Masrifah dalam tanya jawab dengan DIY
Dalam merespons pertanyaan-pertanyaan dari delegasi BKSAP DPR RI, Sri Sultan
Hamengku Buwono X menekankan bahwa DIY tidak memiliki daerah terpencil karena
10
semua wilayah dilewati oleh jalan yang memadai. Beliau mengkritik dalam kasus DIY,
misalnya ukuran indikator baku tidak dapat diterapkan di semua daerah. Satu ukuran
indikator dapat diterapkan di daerah namun gagal menangkap fenomena di daerah lain.
Dalam kasus kemiskinan, UMP DI Yogyakarta sudah mencapai 1,5 juta rupiah per
bulan. Namun dengan ukuran konsumsi (non-kesehatan dan non-pendidikan) maka DIY
tetap digolongkan sebagai daerah di bawah kemiskinan. Penyebabnya adalah kultur
sederhana masyarakat Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta menu makan sangat
sederhana yang penting dapat makan dan hidup sehat. Ia mengusulkan kepada BKSAP
DPR RI adalah pola penelitian nasional harus diubah dengan memakai pendekatan
budaya dan potensi lokal sehingga hasilnya bervariasi. Dalam hal kemiskinan, Sri Sultan
HB X bercerita pernah Pemprov terlambat memasukkan data ke Kementerian Sosial RI.
Akhirnya Kementerian Sosial memakai data lama yang mengakibatkan angka
kemiskinan tetap meningkat di DIY.
Sekretaris Daerah DIY Ir. Gatot Saptadi turut menjelaskan capaian pembangunan
berkelanjutan di DIY. PKK disupport oleh APBD dengan berbasis kinerja. Yang sulit
adalah memakai data BPS untuk menilai kondisi konkret. PKK dan Desa meminta agar
petugas didatangkan dari luar desa dikarenakan sikap ewuh pakewuh masih tinggi. Perlu
pendekatan kultural mengatasi masalah kemiskinan ini.
Gb.9. Sekretaris Daerah dalam tanya jawab dengan Anggota Panja
Menurut beliau, kebencanaan merupakan program unggulan DIY dengan prinsip
pendekatan preparedness dan kesiapsiagaan. DIY juga membentuk Desa Tangguh
Bencana. Terdapat sekitar 301 desa potensi bencana. Ia juga mengatakan bahwa Merapi
11
dapat terprediksi namun gempa bumi dan tsunami yang tidak diprediksi kapan
terjadinya.
Pemprov DIY juga telah membuat aturan pembangunan tahan gempa dan simulasi di
shelter bencana. DIY juga rentan terhadap bencana hydrometeorologi seperti terkikisnya
air rumah tangga dan air untuk pertanian. Untuk mengatasi masalah air, Pemprov DIY
membangun bendungan jurong (KPBU). Dalam hal air, Pemprov DIY juga telah
membuat Peraturan Daerah Tata Ruang Penataan Pembangunan. Isi Perda tersebut
adalah larangan bagi hotel untuk memakai air tanah. Hotel atau perkantoran harus
memakai air PAM. Ia melanjutkan Pemprov DIY juga sudah meneken MoU dengan
BPPT untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Dalam bidang kesehatan,
Pemprov DIY telah mengalokasikan 10 persen APBD untuk kesehatan.
Gb.10. Suasana tanya jawab Anggota Panja dan jajaran Pemprov DIY
Sdr. Tavip Agus Rayanto menambahkan bahwa dalam hal bencana masyarakat DI
Yogyakarta mempunyai modal sosial untuk mitigasi bencana. DIY juga memiliki Perda
Pendidikan Berbasis Kebudayaan, kewajiban untuk peserta didik untuk mengunjungi
museum. Di DIY juga tengah bermunculan akademi komunitas sebagai nilai tambah
ekonomi kreatif. Pelaku ekonomi kreatif menyumbang 14 % PDB regional DIY. Angka
kematian ibu dan bayi mengalami tren penurunan. Namun, penyakit tidak menular justru
menjadi tantangan di DIY.
B. Hasil Pertemuan
Dalam dialog antara Pemerintah Provinsi DIY dan Delegasi Panja SDGs BKSAP DPR
RI, dapat ditarik beberapa capaian tentang Kebijakan, Program Pemerintah Provinsi serta
12
inisiatif komunitas dalam implementasi Tujuan Pembangunan berkelanjutan adalah,
sebagai berikut:
1) Inisiatif komunitas lokal semisal “JOGJA SDGs for Primary Education” yang
berkolaborasi dengan 8 (delapan) komunitas lokal untuk mengenalkan SDGs sejak
dini pada anak-anak di Yogyakarta. Dicetuskan oleh JOGJA SDGs, kegiatan
dilaksanakan pada Minggu, 13 Mei 2018 bertempat di Taman Baca Temugiring,
Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta yang merupakan lokasi binaan dari
Komunitas Kantong Pintar sebagai salah satu komunitas fasilitator.
2) Pengelolaan geopark Gunung Sewu di Gunung Kidul menarik perhatian dan dinilai
memuaskan oleh UNESCO. Terkait dengan pengelolaan tersebut, accesor dari
UNESCO datang untuk melihat langsung perkembangan geopark tersebut sejak
ditetapkan dalam Global Geoparks Network tahun 2015 lalu.
3) Terdapat sekitar 172 ribu pelaku ekonomi kreatif, dimana lima subsektor terbesarnya
bergerak di usaha kuliner, kriya, fesyen, penerbitan, dan fotografi. Subsektor kuliner
sekitar 106 ribu usaha, kriya 36 ribu usaha, fashion 23 ribu usaha, penerbitan 3 ribu
usaha, dan fotografi sekitar seribu usaha, ditambah banyaknya industri kreatif
digital. 524 ribu UMKM yang ada di DIY dapat mendominasi persentase 98,4%
pertumbuhan ekonomi di DIY.
4) Pembentukan 56 desa budaya. Setiap bulan diselenggarakan secara aktif Pentas
Selasa Wage. Acara ini diisi dengan beberapa penampilan tarian-tarian daerah dan
beberapa stand UMKM dari setiap desa budaya. Ke depan, Desa Budaya ini akan
ditingkatkan menjadi Desa Mandiri Budaya.
5) Deklarasi Provinsi DI Yogyakarta sebagai “Jogja Mandiri Pangan”
Di samping itu, inovasi Pemerintah DIY juga bergerak di bidang, antara lain:
1) Sepatu Jolifa (Sistem Perpustaan Terpadu)
2) Sahabat Rimba Meraih Mimpi
3) Info Pangan Digital (Memotong mata rantai pasar)
4) Angkringan Segoro Amarto (Stabilitas Pasar & Pengendalian Inflasi)
5) e-Posti (Kemudahan Pelayanan Pajak & Retribusi)
6) Tomira (Toko Milik Rakyat mengimbangi pasar modern)
7) Akademi Komunitas Ruang peningkatan kapasitas masyarakat
8) Jogo Boro, Jaga Warga, Paksi Katon (Keamanan & Ketertiban partisipasi
masyrakat)
9) Pandawa (Pelayanan Asistensi Disabilitas di Wilayah Yogyakarta/Rise For
Disability)
10) Jamkesos Terpadu (Jaminan kesehatan terpadu)
11) Simundu (Sistem Imunisasi Terpadu)
12) Jogja Belajar (Standarisasi kurikulum berbasis web)
13) JITV (Jogja Istimewa Televisi – Telematika)
14) G2R (Global Gotong Royong Semaulundong)
15) Desa Prima (Peningkatan kapasitas kaum perempuan)
13
Gb.11. Pemberian cinderamata oleh Ketua Panja BKSAP kepasa Gubernur DIY
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1) Kunjungan Kerja Panja SDGs DPR RI ke DI Yogyakarta berjalan lancar dan sukses
dengan banyaknya serapan aspirasi dan masukan dari delegasi Panja Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
2) Presentasi Pemprov DIY serius dan cukup representatif dengan menyediakan
banyak data, infografis, dan capaian-capaian dalam pelaksanaan TPB di wilayah DI
Yogyakarta selama ini.
3) DIY merupakan provinsi tiga besar paling siap dalam pelaksanaan TPB di tingkat
Nasional.
4) DIY adalah Provinsi kedua yang membuat RAD TPB
5) Jumlah penduduk miskin di DIY mengalami tren penurunan. Akan tetapi, karena
skala pengukuran berdasarkan konsumsi maka angka kemiskinan tidak benar-benar
turun. Hal ini disebabkan prinsip hidup masyarakat DIY yang cenderung berhemat
dalam makanan. Namun demikian, untuk ukuran TPB, kemiskinan dan kesenjangan
belum mencapai. Kesenjangan DIY diukur dengan rasio pendapatan dan
kesenjangan wilayah.
6) Selama periode 2013-2018, nilai akuntabilitias kinerja (AKIP) DIY cenderung
optimal. Pada 2018, Pemda DIY kembali memperoleh predikat AA dari
KemenPAN-RB (tertinggi nasional). Artinya, tingkat efektivitas dan efisiensi
penggunaan anggaran dibandingkan capaian kinerjanya, kualitas budaya kinerja
14
birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di
PEMDA DIY sudah menunjukkan hasil yang baik.
7) Indeks kebahagiaan DIY cenderung meningkat. Penduduk DIY relatif lebih bahagia
daripada rata-rata penduduk Indonesia.
8) RPJMD dengan prinsip Panca Mulia diintegrasikan dengan tujuan, target, dan
indikator TPB. Panca Mulia ini dicanangkan dengan dua tujuan: (1) Meningkatnya
kualitas hidup, kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan tatanan sosial yang
menjamin ke-bhinneka-an serta mampu menjaga dan mengembangkan budaya
Yogyakarta; (2) Terwujudnya Reformasi Tata Kelola Pemerintahan yang baik (good
governance)
9) Panca Mulia diwujudkan dengan perubahan paradigma utamanya among tani ke
dagang layar dan silang ekonomi untuk peningkatan daya saing daerah.
10) Pemprov DIY merencanakan beberapa tahapan kegiatan TPB, di antaranya: tinjauan
RAD, penyusunan pedoman teknis Monev RAD TPB, revisi Peraturan Gubernur,
partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan TPB baik pemerintah, non-
pemerintah, maupun akademisi, dan pemutakhiran sistem informasi kemiskinan
(Simnangkis) dengan menu menu SDGs, CSR, dan E-Lapor masalah kemiskinan.
B. Saran
1) Kunjungan kerja Panja TPB ke daerah ini perlu diintensifkan untuk mengukur dan
mengawasi capaian dan pelaksanaan TPB di daerah-daerah
2) Perlu membuat integrasi data dan indikator dalam mengukur capaian dan
keberhasilan pelaksanaan TPB di daerah
3) Mendesak untuk dilakukan penelitian nasional dengan perspektif budaya dan potensi
lokal untuk mengukur peluang dan hambatan di masing-masing daerah sehingga
muncul saran dan rekomendasi kebijakan berbasis kebutuhan lokal
4) Pemerintah perlu mengambangkan multi-poverty index untuk mengatasi
ketimpangan penilaian dalam hal kemiskinan
5) Pemerintah perlu mendorong inovasi di daerah agar tumbuh konsep pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan daya saing daerah
6) Tinjauan dalam bentuk Monev atas peraturan di tingkat daerah perlu dilakukan
secara berkala, hal ini untuk mengukur keberhasilan pencapaian TPB di tingkat
daerah
7) Pemerintah pusat perlu memberikan reward dan insentif kepada pemerintah daerah
yang sukses dalam menerapkan inovasi keunggulan di daerah masing-masing.
Reward dan insentif diperlukan untuk memacu daerah untuk menerapkan pola
pembangunan berkelanjutan.
8) Pemerintah Daerah perlu melibatkan secara aktif seluruh pemangku kepentingan di
daerah untuk pencapaian TPB. Pelibatan aktif ini dapat dimulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, monitor dan evaluasi, serta proses akhir.
9) Gubernur/ Walikota/ Bupati perlu terus mengembangkan reformasi tata kelola
pemerintahan yang lebih sistemik di tingkat daerah dengan cara menumbuhkan
organisasi yang tidak lagi bertumpu pada otoritas pemimpin.
15
10) Perlu pelembagaan inovasi dan pembudayaan inovasi di tingkat pemerintah daerah.
Dua hal ini membutuhkan kerja sama banyak pihak untuk keberlanjutan dan
keterlembagaan.
11) Pemerintah daerah perlu membuat regulasi yang sifatnya terobosan kebijakan guna
mendorong inovasi di daerah.
IV. ISI LAPORAN
Laporan ini dilengkapi oleh lampiran sebagai berikut:
1) Term of Reference (ToR)
2) Bahan Kunjungan
3) Paparan Pemprov D.I. Yogyakarta
Demikian pokok-pokok Laporan Kunjungan Kerja Panja SDGs BKSAP DPR RI pada
tanggal 23-25 Juli 2019 di Provinsi D.I. Yogyakarta.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Agustus 2019
16
Term of Reference (ToR)
Kunjungan Kerja Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI
Ke DI Yogyakarta
Tahun 2019
Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah agenda pembangunan global untuk 2015-
2019. TPB adalah kelanjutan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang berakhir
pada 2015 silam. Dalam pada itu, Indonesia berkomitmen untuk menerapkan tujuan
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
agenda internasional berkaitan dengan lingkungan, sosial dan ekonomi.
Keberhasilan tujuan SDGs membutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan
yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi dan praktisi,
serta organisasi masyarakat dan media serta tidak terkecuali parlemen. Dalam ikut
menyukseskan tujuan, target, dan indikator SDGs, BKSAP—yang merupakan penjuru
diplomasi parlemen—membentuk Panitia Kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs). Panja ini dibentuk dengan tujuan: (1) untuk membentuk keterlibatan awal
parlemen dalam isu-isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan serta; (2) untuk
membangun kemitraan dengan mitra domestik dan juga mitra internasional untuk
mensukseskan pelaksanaan SDGs.
Salah satu program BKSAP melalui Panja TPB adalah memastikan kesiapan daerah
(Provinsi/ Kabupaten/ Kota) dalam mengimplementasikan TPB dalam agenda
pembangunan daerah. Untuk mendukung program tersebut, Panja TPB BKSAP secara
berkala mengadakan kunjungan ke daerah untuk bertemu dan mengadakan dialog, tukar
pikiran serta menyerap aspirasi dengan masyarakat di daerah yang terdiri dari Pemprov,
Pemkab, Pemkot, LSM, pelaku bisnis, kampus dan pers.
Di dalam konteks desentralisasi yang berlaku di Indonesia, maka pemerintah daerah
(Pemda) memainkan peran strategis dalam pencapaian SDGs tersebut. Kunjungan
daerah merupakan bagian dari fungsi pengawasan dan representasi DPR RI untuk
memastikan kesiapan daerah dalam implementasi SDGs di daerah. Kunjungan daerah
Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) diarahkan ke DI Yogyakarta.
17
DI Yogyakarta dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di Pulau Jawa bagian tengah-selatan. Luas wilayah
DI Yogyakarta sekitar 3.185,80 km2. Adapun batas-batas provinsi di bagian selatan
dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian lainnya dibatasi oleh wilayah provinsi
Jawa Tengah yang meliputi: Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut; Kabupaten
Wonogiri di sebelah Tenggara; Kabupaten Purworejo di sebelah Barat; dan Kabupaten
Magelang di sebelah Barat Laut.
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk DI Yogyakarta pada tahun 2018
sejumlah 3.818.266,000 jiwa.1 Pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta
terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2019, IPM DI Yogyakarta telah mencapai
79,530, tertinggi kedua setelah DKI Jakarta. IPM DI Yogyakarta juga lebih tinggi
dibanding IPM Indonesia yang sebesar 70,81. Angka IPM tersebut meningkat sebesar
0,64 persen dibandingkan IPM tahun 2017 yang sebesar 78,890.2
Beberapa catatan tentang Kebijakan, Program Pemeritah Provinsi serta inisiatif
komunitas dalam implementasi Tujuan Pembangunan berkelanjutan adalah, sebagai
berikut:
1. Kinerja perekonomian DIY pada Triwulan I 2019 semakin solid dengan tumbuh
terakselerasi sebesar 7,50% yang tercatat sebagai pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) DIY tertinggi. Menurut Bank Indonesia, akselerasi kinerja
lapangan usaha konstruksi, industri pengolahan serta penyediaan akomodasi dan
makan minum mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2019.3
2. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi kedua yang meluncurkan Rencana
Aksi Daerah (RAD) Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB) di Indonesia dengan nama Rencana Aksi Daerah Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan DIY 2018-2022.
3. Inisiatif komunitas lokal semisal “JOGJA SDGs for Primary Education” yang
berkolaborasi dengan 8 komunitas lokal untuk mengenalkan SDGs sejak dini pada
anak-anak di Yogyakarta. Dicetuskan oleh JOGJA SDGs, kegiatan dilaksanakan pada
Minggu, 13 Mei 2018 bertempat di Taman Baca Temugiring, Kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta yang merupakan lokasi binaan dari Komunitas Kantong Pintar
sebagai salah satu komunitas fasilitator.
4. Sesuai hasil riset The Asian Post, Pemda DIY berhasil meraih delapan prestasi. Enam
prestasi diantaranya menobatkan DIY sebagai provinsi terbaik. Keenam prestasi ini
ialah sebagai Provinsi Terbaik secara keseluruhan, Provinsi dengan Tingkat 1 http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/index/361-jumlah-penduduk-diy
2 http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/cetak/379-indeks-pembangunan-manusia-ipm
3 https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/yogya/Pages/Laporan-Perekonomian-
Provinsi-DI-Yogyakarta-Mei-2019.aspx
18
Pertumbuhan Fiskal Terbaik, Provinsi dengan Tingkat Inflasi Terendah, Provinsi
dengan Kondisi Penurunan Kemiskinan Perkotaan Tercepat, Provinsi dengan
Kondisi Kemiskinan Pedesaan Tercepat, dan Provinsi dengan Kondisi Pariwisata
Terbaik. Selanjutnya, dua prestasi lainnya menempatkan DIY sebagai peringkat
kedua, yakni sebagai Provinsi dengan Kondisi Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan Provinsi dengan Kondisi Paling Bahagia. Selain itu, BUMD milik Pemda
DIY, yakni Bank BPD DIY juga berhasil meraih prestasi sebagai BPD Terbaik
peringkat V untuk Kategori BPD Aset Rp 10 triliun-Rp 25 triliun.
5. Pengelolaan geopark Gunung Sewu di Gunung Kidul menarik perhatian dan dinilai
memuaskan oleh UNESCO. Terkait dengan pengelolaan tersebut, accesor dari
UNESCO datang untuk melihat langsung perkembangan geopark tersebut sejak
ditetapkan dalam Global Geoparks Network tahun 2015 lalu.
6. Terdapat sekitar 172 ribu pelaku ekonomi kreatif, dimana lima subsektor terbesarnya
bergerak di usaha kuliner, kriya, fesyen, penerbitan, dan fotografi. Subsektor kuliner
sekitar 106 ribu usaha, kriya 36 ribu usaha, fashion 23 ribu usaha, penerbitan 3 ribu
usaha, dan fotografi sekitar seribu usaha, ditambah banyaknya industri kreatif
digital. 524 ribu UMKM yang ada di DIY dapat mendominasi persentase 98,4%
pertumbuhan ekonomi di DIY.
7. Pembentukan 56 desa budaya. Setiap bulan diselenggarakan secara aktif Pentas
Selasa Wage. Acara ini diisi dengan beberapa penampilan tarian-tarian daerah dan
beberapa stand UMKM dari setiap desa budaya. Ke depan, Desa Budaya ini akan
ditingkatkan menjadi Desa Mandiri Budaya.
8. Deklarasi Provinsi DI Yogyakarta sebagai “Jogja Mandiri Pangan”
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pengiriman delegasi Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGS) BKSAP DPR RI ke Provinsi DI Yogyakarta adalah sebagai berikut:
1. Untuk pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Provinsi DI
Yogyakarta
2. Untuk menyerap aspirasi dan informasi tangan pertama dari Pemerintah Provinsi DI
Yogyakarta tentang potensi, peluang dan kendala SDGs di wilayah Provinsi DI
Yogyakarta
3. Untuk memastikan kesiapan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dalam pelaksanaan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
4. Untuk mengetahui proses penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB DI
Yogyakarta
5. Untuk mengetahui lebih jauh tentang integrasi TPB ke dalam RPJMD Pemprov DI
Yogyakarta
19
Rencana Kerja Ke DI Yogyakarta
Kunjungan kerja akan dilaksanakan pada tanggal 24-26 Agustus 2019 dan diikuti oleh
pimpinan dan anggota Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan BKSAP DPR RI. Dalam
kunjungan kerja ini, Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan akan mengadakan
pertemuan dan kunjungan sebagai berikut:
5) Pertemuan dengan Gubernur DI Yogyakarta dan jajaran pemerintahan Provinsi DI
Yogyakarta (terutama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DI
Yogyakarta)
6) Kunjungan lapangan ke sentra ekonomi kreatif/ desa budaya/ kerajinan batik di
lingkungan DI Yogyakarta
7) Kunjungan lapangan ke geopark/ cagar alam/ cagar budaya di lingkungan DI
Yogyakarta
Penutup
Demikian TOR ini disusun sebagai acuan bagi pimpinan dan anggota Panja Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan untuk melaksanakan kunjungan kerja ke Provinsi DI
Yogyakarta.
Hasil kunjungan akan dilaporkan kepada pimpinan DPR RI. Pelbagai bahan, data, dan
informasi yang diperoleh dalam kunjungan kerja ini akan didiseminasikan kepada fraksi/
komisi/ badan dan juga lembaga/ kementerian terkait sebagai rekomendasi penyusunan
kebijakan.
20
Bahan Kunjungan Kerja
Panja SDGs DPR RI ke Provinsi DI Yogyakarta
2019
Informasi Umum
Daerah Istimewa Yogyakarta keberadaannya dalam konteks historis dimulai dari sejarah
berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti 1755.
Berawal dari sini muncul suatu sistem pemerintahan yang teratur dan kemudian
berkembang, hingga akhirnya sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan
suatu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan respons atas eksistensi DIY dan juga merupakan pengakuan
kewenangan untuk menangani berbagai urusan dalam menjalankan pemerintahan serta
urusan yang bersifat khusus. Undang-Undang ini telah diubah dan ditambah, terakhir
kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam
Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa DIY merupakan daerah setingkat provinsi
dan meliputi bekas Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah
Kadipaten Pakualaman. Pada setiap Undang-Undang yang mengatur Pemerintahan
Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui.
Kewenangan dalam urusan Kestimewaan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 7 ayat 2 meliputi : tata cara pengisian jabatan, kedudukan,
tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah
DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintah Daerah
mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan urusan Keistimewaan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 dan kewenangan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sesuai dengan UU No 32 tahun 2004,
maka posisi DIY sebagai daerah yang setara dengan provinsi mengandung arti bahwa
Gubernur merupakan Kepala Daerah Otonom dan sekaligus wakil pemerintah pusat di
daerah.
Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di Pulau Jawa bagian tengah-selatan. Luas wilayah
DI Yogyakarta sekitar 3.185,80 km2. Adapun batas-batas provinsi di bagian selatan
dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian lainnya dibatasi oleh wilayah provinsi
Jawa Tengah yang meliputi: Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut; Kabupaten
Wonogiri di sebelah Tenggara; Kabupaten Purworejo di sebelah Barat; dan Kabupaten
Magelang di sebelah Barat Laut.
21
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk DI Yogyakarta pada tahun 2018
sejumlah 3.818.266,000 jiwa.4 Pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta
terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2019, IPM DI Yogyakarta telah mencapai
79,530, tertinggi kedua setelah DKI Jakarta. IPM DI Yogyakarta juga lebih tinggi
dibanding IPM Indonesia yang sebesar 70,81. Angka IPM tersebut meningkat sebesar
0,64 persen dibandingkan IPM tahun 2017 yang sebesar 78,890.5
D.I. Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten dan satu kota dengan 78 kecamatandan 392
desa dan 46 Kelurahan.
APBD Provinsi DI Yogyakarta berjumlah Rp. 11.411.852.157.154 yang terdiri dari
pendapatan daerah: Rp. 5.443.179.144.512,930, anggaran belanja: Rp.
5.968.673.012.642,250.6
Panja SDGs DPR RI; Selayang Pandang
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) demi melanjutkan tugas-tugas yang ada di
dalam agenda pembangunan sebelumnya (Millenium Development Goals).
Pembentukan Panja SDGs bersendikan pada dasar hukum UU Nomor 17/2014 tentang
4 http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/index/361-jumlah-penduduk-diy
5 http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/cetak/379-indeks-pembangunan-manusia-ipm
6 http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/cetak/34-ringkasan-apbd
22
MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan Peraturan DPR RI Nomor 1/ 2014 dan perubahannya
tentang Tata Tertib DPR. Panja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) memiliki
dua tujuan: (1) untuk membentuk keterlibatan awal parlemen dalam isu-isu Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan serta; (2) untuk membangun kemitraan dengan mitra
domestik dan juga mitra internasional untuk mensukseskan pelaksanaan SDGs.
Berbeda dengan MDGs, implementasi SDGs menggunakan prinsip no one left behind.
Artinya, SDGs membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dunia, termasuk
di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan tidak
terkecuali parlemen. Signifikansi keterlibatan parlemen termaktub dalam deklarasi KTT
Dunia yang bertajuk Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable
Development. Dokumen tersebut secara eksplisit menyebut parlemen penting dalam
aspek means of implementation (paragraf 45), keterlibatan komprehensif parlemen
(paragraf 52), dan regular and inclusive review of progress (paragraf 79). Di setiap negara,
tidak hanya negara miskin dan berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs
merupakan sumber penting untuk menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat
kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik.
Untuk memaksimalkan pencapaian tujuan di atas, Panja SDGs membuat sinergi dengan
para pemangku kepentingan dengan cara secara reguler mengadakan diskusi dan dengar
pendapat dengan pemerintah dan NGO. Di tingkat domestik, saat ini Panja SDGs terus
mengembangkan kerjasama yang solid dengan pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Bappennas dan Kementerian
Luar Negeri yang merupakan penjuru (focal point) dari pemerintah Indonesia tentang
isu-isu SDGs. Panja secara teratur menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah
selama proses SDGs. Selain itu, Panja SDGs juga aktif mengadakan dialog dengan The
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) sebagai representasi
CSO. Panja SDGs meyakini kerjasama antara parlemen-pemerintah-CSO akan
menciptakan kesempatan luas untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktik
cerdas di antara ketiganya.
DPR RI melengkapi pekerjaan Pemerintah dalam mencapai SDG dengan tidak hanya
mengadakan dengar pendapat dan debat reguler di DPR tetapi juga dengan
menyelenggarakan untuk pertama kalinya forum parlemen untuk Pembangunan
Berkelanjutan mengenai isu-isu SDG (World Parliamentary Forum on Sustainable
Development/ WPFSD) untuk bertukar gagasan, informasi, dan praktik terbaik di
seluruh dunia yang berlangsung di Bali tahun 2017 dan 2018 yang lalu. Forum Dunia
tersebut mengadopsi Deklarasi Bali (Bali Declaration) dan Komitmen Bali (Bali
Commitment). Pada September 2019 mendatang, BKSAP DPR RI akan kembali menghelat
WPFSD untuk yang ketiga kalinya dengan tema “Combating Inequality through
Social and Financial Inclusion.”
23
Provinsi DI Yogyakarta dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Beberapa catatan tentang Kebijakan, Program Pemerintah Provinsi serta inisiatif
komunitas dalam implementasi Tujuan Pembangunan berkelanjutan DI Yogyakarta
adalah, sebagai berikut:
1) Bappeda DIY membangun e-Data (Aplikasi Dataku). Aplikasi Dataku merupakan
wujud dari satu data pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mampu
memonitor, mengevaluasi dan menginformasikan hasil pembangunan secara
berkesinambungan. Data dan informasi yang berada dalam Aplikasi Dataku dapat
digunakan sebagai landasan dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
2) Kinerja perekonomian DIY pada Triwulan I 2019 semakin solid dengan tumbuh
terakselerasi sebesar 7,50% yang tercatat sebagai pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) DIY tertinggi. Menurut Bank Indonesia, akselerasi kinerja
lapangan usaha konstruksi, industri pengolahan serta penyediaan akomodasi dan
makan minum mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2019.7
3) Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi kedua yang meluncurkan Rencana
Aksi Daerah (RAD) Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB) di Indonesia dengan nama Rencana Aksi Daerah Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan DIY 2018-2022.
4) Inisiatif komunitas lokal semisal “JOGJA SDGs for Primary Education” yang
berkolaborasi dengan 8 komunitas lokal untuk mengenalkan SDGs sejak dini pada
anak-anak di Yogyakarta. Dicetuskan oleh JOGJA SDGs, kegiatan dilaksanakan pada
Minggu, 13 Mei 2018 bertempat di Taman Baca Temugiring, Kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta yang merupakan lokasi binaan dari Komunitas Kantong Pintar
sebagai salah satu komunitas fasilitator.
5) Sesuai hasil riset The Asian Post, Pemda DIY berhasil meraih delapan prestasi. Enam
prestasi diantaranya menobatkan DIY sebagai provinsi terbaik. Keenam prestasi ini
ialah sebagai Provinsi Terbaik secara keseluruhan, Provinsi dengan Tingkat
Pertumbuhan Fiskal Terbaik, Provinsi dengan Tingkat Inflasi Terendah, Provinsi
dengan Kondisi Penurunan Kemiskinan Perkotaan Tercepat, Provinsi dengan
Kondisi Kemiskinan Pedesaan Tercepat, dan Provinsi dengan Kondisi Pariwisata
Terbaik. Selanjutnya, dua prestasi lainnya menempatkan DIY sebagai peringkat
kedua, yakni sebagai Provinsi dengan Kondisi Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan Provinsi dengan Kondisi Paling Bahagia. Selain itu, BUMD milik Pemda
DIY, yakni Bank BPD DIY juga berhasil meraih prestasi sebagai BPD Terbaik
peringkat V untuk Kategori BPD Aset Rp 10 triliun-Rp 25 triliun.
7 https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/yogya/Pages/Laporan-Perekonomian-
Provinsi-DI-Yogyakarta-Mei-2019.aspx
24
6) Pengelolaan geopark Gunung Sewu di Gunung Kidul menarik perhatian dan dinilai
memuaskan oleh UNESCO. Terkait dengan pengelolaan tersebut, accesor dari
UNESCO datang untuk melihat langsung perkembangan geopark tersebut sejak
ditetapkan dalam Global Geoparks Network tahun 2015 lalu.
7) Terdapat sekitar 172 ribu pelaku ekonomi kreatif, dimana lima subsektor terbesarnya
bergerak di usaha kuliner, kriya, fesyen, penerbitan, dan fotografi. Subsektor kuliner
sekitar 106 ribu usaha, kriya 36 ribu usaha, fashion 23 ribu usaha, penerbitan 3 ribu
usaha, dan fotografi sekitar seribu usaha, ditambah banyaknya industri kreatif
digital. 524 ribu UMKM yang ada di DIY dapat mendominasi persentase 98,4%
pertumbuhan ekonomi di DIY.
8) Pembentukan 56 desa budaya. Setiap bulan diselenggarakan secara aktif Pentas
Selasa Wage. Acara ini diisi dengan beberapa penampilan tarian-tarian daerah dan
beberapa stand UMKM dari setiap desa budaya. Ke depan, Desa Budaya ini akan
ditingkatkan menjadi Desa Mandiri Budaya.
9) Deklarasi Provinsi DI Yogyakarta sebagai “Jogja Mandiri Pangan”
10) Pemprov DI Yogyakarta mencanangkan konsep pembangunan berkelanjutan yang
berbasiskan pada nilai nilai kearifan lokal DIY, yaitu filosofi hamemayu hayuning
bawana dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh ora mingkuh serta dengan
semangat golong gilig. "Hamemayu Hayuning Bawana" mengandung makna sebagai
kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih
mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi.
Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil
(keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan
darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.
List Pertanyaan
1) Kami mencatat bahwa Pemprov DI Yogyakarta adalah provinsi kedua di Indonesia
yang telah merampungkan Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan. Kami ingin mendengar langsung apa saja isi RAD tersebut.
2) Masih terkait dengan RAD di atas, bagaimana bentuk kerja sama penyusunan &
pelaksanaan RAD TPB /SDGs tingkat provinsi DIY bersama kab/kota di wilayah DIY.
3) Kami mencatat bahwa Bappeda DIY membangun e-Data (Aplikasi Dataku). Kami
ingin mendengar langsung apakah Aplikasi Dataku menyediakan satu data
pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mampu memonitor, mengevaluasi
dan menginformasikan hasil pembangunan secara berkesinambungan?
25
4) Kami mengapresiasi Pemprov DI Yogyakarta mencanangkan konsep pembangunan
berkelanjutan yang berbasiskan pada nilai nilai kearifan lokal DIY. Kami mengambil
contoh pencanangan budaya kerja di lingkungan Pemprov DIY yaitu
filosofi hamemayu hayuning bawana dan ajaran moral sawiji, greget, sengguh ora
mingkuh serta dengan semangat golong gilig. Terkait hal tersebut, kami mendorong
Pemprov DI Yogyakarta untuk menerjemahkan tujuan, target, dan indikator TPB
dalam bahasa Jawa. Bahasa ini membantu TPB menjangkau masyarakat sampai level
bawah.
5) Bagaimana skema alokasi program & anggaran pembangunan daerah DI Yogyakarta
selaras dengan TPB/SDGs?
6) Seperti kita ketahui DI Yogyakarta adalah daerah rawan bencana. Kami ingin
mendengar program mitigasi dan adaptasi apa yang diterapkan DIY dalam
mengendalikan perubahan iklim dan penanggulangan bencana?
7) Seperti saya pernah baca Pemprov DI Yogyakarta mencanangkan “Jogja Mandiri
Pangan.” Menarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengembangan
agribisnis, jaringan pasar, standardisasi produk di DI Yogyakarta?
8) Perdagangan merupakan mesin pembangunan yang menggerakkan perekonomian
nasional. Apa kebijakan yang diambil Pemprov DIY dalam mendorong peningkatan
UMKM?
9) Pengembangan clearing house, trading house dan future trading krusial digalakkan di
daerah-daerah terutama untuk mengatasi masalah kesulitan pemasaran yang terus
menghantui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk dapat berkembang.
Kami ingin mengetahui Apakah Pemprov DIY telah mengembangkan ketiga hal
tersebut?
10) Salah satu masalah krusial pembangunan berkelanjutan adalah transportasi.
Bagaimana Pemprov DIY mewujudkan transportasi berkelanjutan dan terintegrasi
yang mendukung pariwisata, pendidikan dan budaya di wilayah Yogyakarta.
11) Kami ingin mengetahui lebih lanjut tentang penyelenggaraan keselamatan dan
teknologi transportasi DI Yogyakarta untuk penurunan rasio jumlah kecelakaan.
12) Pemerintah Indonesia telah membuat kesepakatan-kesepakatan dalam Kerangka
Perjanjian IORA (Indian Ocean Rim Association). Terkait lokasi DIY di tepian
Samudra Hindia, bagaimana Pemprov DI Yogyakarta mengembangkan strategi
dalam kerangka kemitraan IORA untuk mengembangkan Wilayah Yogyakarta
terutama Bagian Selatan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat Yogyakarta.
13) Bagaimana Pemprov DI Yogyakarta mewujudkan interkoneksi antara permukiman-
permukiman terpencil dengan pusat-pusat pelayanan masyarakat?
26
14) Saat ini ukuran pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Yang ingin
saya tanyakan adalah bagaimana strategi Pemprov DI Yogyakarta menggenjot
pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama
masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang kurang beruntung?
15) Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting keberhasilan
pencapaian TPB. Kami mencatat banyak inisiatif lokal mewujudkan SDGs. Ambil
contoh “JOGJA SDGs for Primary Education” yang berkolaborasi dengan 8 komunitas
lokal untuk mengenalkan SDGs sejak dini pada anak-anak di Yogyakarta. Bagaimana
Pemprov DIY mengembangkan kemitraan bersama inisiatif komunitas lokal dalam
pelaksanaan SDGs?
16) Kami mencatat terdapat 500-an hotel di wilayah DIY. Menjamurnya hotel dinilai
menjadi salah satu penyebab krisis air di sekitaran Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Apalagi, keberadaan hotel-hotel di DIY banyak berpusat di daerah-daerah
perkotaan. Terkait dengan tujuan 6 TPB tentang akses air bersih dan sanitasi, kami
ingin menanyakan bagaimana arah kebijakan Pemprov DIY untuk mencapai target
menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua.
17) Kami berpendapat untuk mengatasi masalah air bersih adalah percepatan
Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota untuk dievaluasi oleh
gubernur. Hal ini untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat.
18) Angka Kematian Ibu (Maternal Death Rate) dan Angka kematian bayi (Infant
Mortality Rate) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat
kesehatan masyarakat karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara
umum. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan. Kami ingin mendapat informasi data statistik AKI dan AKB di
Provinsi DI Yogyakarta.
19) Pariwisata sebagai alat pengurangan kemiskinan sangat fundamental. Pariwisata
harus menjadi sektor inklusif dalm arti fungsi pariwisata tidak lagi terbatas menjadi
mesin pertumbuhan semata, tetapi bergeser jadi lokomotif distribusi modal, akses,
ketrampilan, pendapatan, dan daya tawar bagi masyarakat. Yang ingin saya tanyakan
adalah bagaimana Pemprov DIY mengambil peran strategis pariwisata dalam
pencapaian SDGs—terutama pengentasan kemiskinan tersebut?
20) Kami mendengar Kawasan geopark Gunung Sewu di Gunung Kidul telah ditetapkan
dalam Global Geoparks Network tahun 2015 lalu serta telah didatangi asesor
UNESCO. Kami turut bangga. Bagaimana peluang geopark Gunung Sewu di Gunung
Kidul menjadi Warisan Dunia (world heritage)?
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57