LAPORAN KpG
Transcript of LAPORAN KpG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahu dan tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik
masyarakat kalangan bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui
sebagai makanan yang sehat, bergizi dan harganya murah. Hampir ditiap kota di
Indonesia dijumpai industri tahu dan tempe. umumnya industri tahu dan tempe
termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa di
antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe (KOPTI).
Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak
memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai
(Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai
2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari
separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe
dan tahu. Shurtleff dan Aoyagi (1979) memperkirakan jumlah pengusaha tahu di
Indonesia sekitar 10.000 buah, yang sebagian besar masih berskala rumah tangga,
dan terutama terpusat di Pulau Jawa, sebagai bandingan di Jepang sekitar 38 000
buah, di Korea 1 470 buah, Taiwan 2 500 buah dan Cina 158 000 buah.
Air banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk
proses produksinya. Akibat dari besarnya pemakaian air pada proses pembuatan
tahu dan tempe, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh limbah
industri tahu tempe di Semanan, Jakarta Barat kandungan BOD 5 mencapai 1 324
mg/l, COD 6698 mg/l, NH 4 84,4 mg/l, nitrat 1,76 mg/l dan nitrit 0,17 mg/l
(Prakarindo Buana, 1996). Jika ditinjau dari Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang
baku mutu limbah cair, maka industri tahu dan tempe memerlukan pengolahan
limbah.
Pada saat ini sebagian besar industri tahu tempe masih merupakan industri
kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah,
1
sedangkan industri tahu dan tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya
telah memiliki unit pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya
menggunakan sistem anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan
sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke peraian kadar
zat organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni sekitar 400 – 1 400 mg/l.
Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar kandungan zat organik
di dalan air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran
umum.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Apakah lidah buaya dapat bermanfaat bagi kesehatan
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah daging lidah buaya yang diekstrak dengan metode terpilih
mengandung senyawa aktif fenol, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin,
terpenoid, dan steroid.
2. Apakah metode ekstraksi yang di gunakan mampu menghasilkan senyawa
aktif yang terdapat pada lidah buaya.
D. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui senyawa aktif yang terdapat pada daging lidah buaya yang
diekstraksi dengan metode pilih.
2. Dapat memisahkan golongan-golongan yang ada pada simplisia
3. Mengetahui macam-macam metode ekstraksi
E. Manfaat Praktikum
Praktikum ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
manfaat lidah buaya bagi kesehatan.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,
disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus
(black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey
water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume
limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk
mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada
dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. Pengolahan menurut karakteristik limbah
Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu
kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan
sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang
disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri
oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban
misalnya.
3
1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah
Air kakus.
2. Jamban yang layak harus memiliki akses air besrsih yang cukup dan
tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban
pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban
bersama atau MCK.
3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah
dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan
gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan
tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA),
atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Dibeberapa wilayah
pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara
kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif
lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan
bahan layak daur-ulang.
4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan
menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan
air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran
drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari
wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan
yang cukup dan terbebas dari sampah.
5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara
berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Air bersih ini tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan makan, minum, mandi, dan kakus saja, melainkan
juga untuk kebutuhan cuci dan pembersihan lingkungan.
Karakteristik Limbah
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
4
Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen
pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan
buangan organik dan bahan buangan anorganik
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau
masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan. Kontaminan pada
konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap
penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebut cemaran
(pollutant).Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara
cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran
sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari
sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses
kimia di atmosfer.
Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap
kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan
cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu:
sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar
fosil, pabrik, rumah tangga,jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile
source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.
Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari
90% pencemaran udara global adalah:
1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen oksida (Nox)
3. Hidrokarbon (HC)
5
4. Sulfur oksida (SOx)
5. Partikulat.
Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang
memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran
yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang
berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak
penting baik lokal,regional maupun global yaitu:
1. CO2 (karbon monoksida)
2. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog)
3. Hujan asam
4. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon)
5. CH4 (metana)
Limbah Berbahaya dan Beracun
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan
debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat
beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun
tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah
bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak,
sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan
penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila
memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah
6
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-
lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Macam Limbah Beracun
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat
dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu
lama.
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena
melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya
bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian
atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi
penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian
tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena
infeksi.
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi
pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang
dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk
yang bersifat basa.
Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk
mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan
7
kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas
lingkungan
Pengolahan Limbah
1. Limbah Padat
Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan bahan organik
seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah
terdegradasi secara biologis dan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama
menimbulkan bau busuk (Gambar 12).
Gambar 12. Karakteristik Limbah Padat Industri Pangan
Pengomposan merupakan salah satu altematif pemecahan masalah
manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses
biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali.
Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan
mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi
volume bahan bau sebesar 50-70 %.
Kompos memiliki tekstur dan bau seperti tanah. Kompos dapat
meningkatkan kandungan bahan organik dan nutrien, serta memperbaiki tekstur
8
dan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban tanah. Kompos dapat
diaplikasikan untuk pertamanan, pengendalian erosi, dan kondisioner tanah
kebun, pembibitan, dan lapangan golf. Potensi pasar terbesar bagi kompos adalah
sektor pertanian, penimbunan atau reklamasi, pertamanan, dan ekspor (misalnya
ke negara-negara timur tengah). Beberapa keuntungan lain pengomposan sampah
adalah perbaikan manajemen lingkungan industri, terutama di daerah padat
penduduk. Bisnis pengomposan juga dapat menyerap tenaga keda.
Selama pengomposan bahan-bahan organik seperti karbohidrat, selulosa,
hemiselulosa dan lemak dirombak menjadi C02 dan air, Protein dirombak menjadi
amida, asam amino, amonium, C02 dan air. Pada proses pengomposan tedadi
pengikatan unsurunsur hara (nutrien), seperti nitrogen, fosfor dan kalsium oleh
mikroorganisme, tetapi unsur-unsur tersebut akan dilepas lagi ke kompos apabila
m1kroorganisme tersebut mati. Oleh karena itu, selama proses pengomposan
terjadi peningkatan ratio N/C dan P/C.
Proses pengomposan dianggap baik jika 1katan-1katan yang mengandung
fosfor dan kalsium dirombak menjadi ikatan yang mudah diserap oleh tanaman.
Sebagian besar kalsium dan fosfor dalam kompos berada dalam bentuk mudah
diserap oleh tanaman, yaitu mencapai 90-100% untuk kalsium dan 50-60% untuk
fosfor.
;
9
Gambar 13. Keuntungan pengomposan relatif terhadap landfill/ open dumping
Pengomposan dapat digunakan untuk manajemen limbah padat industri
pangan, seperti kulit buah-buahan, bunga biji lapuk, bungkil kacang, tongkol
jagung, jerami, kotoran ternak, serbuk gergaji dan limbah prabik lain yang
mengandung banyak bahan organik. Meskipun hampir semua bahan organik dapat
dikomposkan, tetapi beberapa bahan organik perlu dihindari untuk dikomposkan,
karena dapat menimbulkan bau busuk dan merupakan media tumbuh beberapa
jenis mikroba patogen. Bahan yang harus dihindari, untuk dikomposkan antara,
lain daging, ikan, tulang, produk susu dan sisa makanan berlemak.
2. Limbah Cair
Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran
lingkungan. Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis
industrinya. Sebagai contoh industri tapioka. Limbah cair industri tapioka
tradisional mencapai 14 - 18 m 3 per ton ubi kayu. Dengan teknologi yang lebih
baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8 M3 /ton ubi kayu
(Winarrio, 1980). Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi
1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L. Contoh lain adalah
10
industri tahu dan tempe. Industri tahu dan tempe mengandung banyak bahan
organik dan padatan terlarut. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe
dihasilkan limbah sebanyak 3.000 - 5.000 Liter (Tabel 1).
Tabel 1: Karakteristik beberapa limbah cair industri kerupuk kulit
dan industri tahu tempe.
No Parameter IndustriKerupuk Kullit Tahu – Tempe
1 BOD (mg/L) 2.850 9502 COD (mg/L) 8430 1.5343 TSS (mg/L) 6.291 3094 PH (-) 13 55 Volume (m3/ton) 2,5 3 – 5
Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah
dengan sistem b1ologis, karena polutan utamanya berupa bahan organik, seperti
karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk
tersuspensi atau terlarut.
Sebelum dibuang, ke lingkungan, limbah cair industri pangan harus diolah
untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Tujuan dasar
pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan
tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur hara
(nutrien) berupa nitrogen dan fosfor.
Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
pengolahan primer, pen,-,olahan sekunder, dan pengolahan tersier. Pengolahan
primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan benda-benda
terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan
primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan
bahan inert seperti butiran pasir / tanah. Saringan kasar digunakan untuk metlah4n
benda berukuran relatif besar. Karena butiran pasir / tanah merupakan bahan non-
biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair,
maka bahan tersebut harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah.
11
Penyisihan butiran pasir / tanah dapat dilakukan dengan bak pengendapan primer.
Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.
Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang
mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian
polutan limbah cair industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut
yang relatif tidak terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk
menghilangkan / mengurangi kandungan polutan tersuspensi atau terlarut
diperlukan pengolahan sekunder dengan proses biologis (aerobik maupun
anaerobik).
Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi
polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut
menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya.
Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu
memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga
mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable
secara optimum. Guna mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan
produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup,
cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi
medium yang sesuai. Perbandingan BOD5 : N : P juga harus seimbang. BOD5 : N
: P juga = 100 : 5 : I dianggap optimum untuk proses pengolahan limbah cair
secara aerobik. Sistem pengolahan limbah cair yang dapat diterapkan untuk
pengolahan sekunder limbah cair industri pangan skala antara lain adalah sistem
lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc atau Rotating Biological
Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi.
Mikroorganisme anaerobik telah dapat juga diterapkan untuk pengolahan
limbah cair dengan kandungan padatan organik tersuspensi tinggi. Pengolahan
limbah cair dengan sistem ini memiliki berbagai keuntungan seperti rendahnya
produksi lumpur (Sludge), rendahnya konsumsi energi, dan dihasilkannya gas
metana (gas bio) sebagai produk samping yang bermanfaat. Sistem anaerobik
12
untuk pengolahan limbah cair industri pangan skala kecil, antara lain sistem septik
dan UASB (Upj7ow Anaerobic Sludge Blanket).
Dengan pengolahan. sekunder BOD dan TSS dalam limbah cair dapat
dikurangi secara signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat,
dan fosfor dalam bentuk terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien)
bagi tanaman akuatik. Jika unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau
danau), akan menyebabkan pertumbuhan biota air dan alp-a secara berlebih yang
dapat mengakibatkan eutrofikasi dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh
karena itu, unsur hara tersebut perlu dieliminasi dari efluen. Nitrogen dalam
efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk senyawa amonia
atau ammorimm, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat toksik
terhadap ikan, Jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan
dengan amonia adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari
amonia nien. Jadi nitrat oleh mikroorganisme (nitfifikasi). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kualitas efluen dibutuhkan pengolahan tambahan, yang, dikenal
sebagai pengolahan tersier (advanced waste waten treatment) untuk mengurangi /
menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien. (N,P). Proses pengolahan
tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir, eliminasi nitrogen
(nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun biologis).
3. Limbah Gas
Salah satu cara yang efektif untuk pengolahan limbah gas adalah
pengolahan secara biologis, karena komponen penyebab bau umumnya dalam,
konsentrasi sangat rendah. Pengolahan limbah gas secara biologis didasarkan pada
kemampuan m1kroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik maupun
anorganik dalam limbah gas penvebab bau. misainva amonia, amina, fenol,
formaldefild, fildrogen sulfida, ketone, asam-asam lemak. Skema proses
pengolahan limbah gas secara biologis dapat dilihat pada Gambar 14. Dalam hal
ini, polutan tersebut berfungsi sebagai makanan (substrat) bagi mikroorganisme,
13
dan diubah menjadi produk-produk yang tidak menimbulkanm asalah, seperti air,
karbon dioksida, biomassa, garam-garaman, dll.
Gambar 14. Skema proses pengolahan limbah gas secara
biologis
Untuk mempercepat proses perobakan polutan, konsentrasi
mikroorganisme di dalam sistem pengolahan limbah gas perlu dipertahankan
tinggi, misalnya dengan cara ammobilisasi pada permukaan media padat yang
sesuai.
Pengolahan limbah gas secara biologis dapat diaplikasikan untuk
merombak polutan yang bersifat toksik, korosif, dan odor intensif, misalnya
amonia, amina., fenol, formaldehid, hidrogen sulfida, ketone, dan asam-asam
lemak. Limbah gas dapat berasal dari berbagai jenis industri misalnya industri
penyamakan kulit, industri tapioka., industri karet, peternakan, dll.
B. Hipotesis
Daging lidah buaya (Aloe vera) mengandung senyawa fenol, antrakuinon, dan
tanin
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
14
A. Tempat dan Waktu penelitian
B. Alat dan Bahan Penelitian
C. Pola Penelitian
D. Cara Kerja
E. Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
LAMPIRAN-LAMPIRAN
15