LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN SURVEILANS · PDF fileMakanan yang dikonsumsi dapat ... ini...
Transcript of LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN SURVEILANS · PDF fileMakanan yang dikonsumsi dapat ... ini...
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
LAPORAN KEGIATAN
MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU
DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN
DI WILAYAH BALAI VETERINER BUKITTINGGI
TAHUN 2014
1. PENDAHULUAN
Produk peternakan merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan
manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan
apabila tidak aman. Karena kandungan gizi yang tinggi tersebut, daging dan susu merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kuman, baik kuman yang
menyebabkan kerusakan pada daging dan susu maupun kuman yang menyebabkan gangguan
kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi produk ternak tersebut. Kuman dapat terbawa
sejak ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen.
Selain kuman, cemaran bahan berbahaya juga mungkin ditemukan dalam pangan asal ternak,
baik cemaran hayati seperti cacing, cemaran kimia seperti residu antibiotik, maupun cemaran
fisik seperti pecahan kaca dan tulang. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan
kesehatan pada manusia yang mengkonsumsinya (Gorris, 2005). Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu
pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik
atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi
(Siagian, 2002). Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi sumber penularan penyakit apabila
telah tercemar mikroba dan tidak dikelola secara higienes, makanan yang berpotensi tercemar
adalah makanan mentah terutama daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan
konsumen. (Syam, 2004).
Bahaya atau hazard yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada
setiap mata rantai, mulai dari praproduksi di produsen, pascaproduksi sampai produk tersebut
didistribusikan dan disajikan kepada konsumen. Bahaya tersebut meliputi: (1) penyakit ternak;
(2) penyakit yang ditularkan melalui pangan atau yang disebut food borne diseases; serta
(3) cemaran atau kontaminan bahan kimia dan bahan toksik lainnya.
Kelompok pertama berupa penyakit ternak menular dan biasanya terjadi pada proses
praproduksi, yaitu penyakit yang menyerang ternak pada proses pemeliharaan. Penyakit ini
selain mempengaruhi kesehatan ternak juga menentukan mutu dan keamanan produknya.
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Beberapa penyakit ternak utama yang perlu mendapat perhatian adalah antraks, BSE, virus
nipah (Encephalitis), tuberkulosis, radang paha, dan cysticercosis pada sapi.
Kelompok kedua adalah penyakit bakterial yang ditularkan melalui pangan. Kejadian penyakit
ini dapat timbul melalui infeksi bakteri atau intoksikasi dari toksin yang dihasilkan bakteri
tersebut. Beberapa penyakit bakterial yang dapat ditularkan melalui pangan adalah
salmonellosis, enteritis Clostridium perfringens, intoksikasi Staphylococcus,
campylobacteriosis, dan hemorrhagic colitis.
Kelompok ketiga adalah cemaran (kontaminan) bahan kimia dan bahan toksik lainnya. Dalam
hal ini, daging, susu, dan telur dapat tercemar obat-obatan, senyawa kimia, dan toksin baik
pada waktu proses praproduksi maupun produksi. Residu obat seperti antibiotik dapat dijumpai
pada daging bila pemakaian obat-obatan hewan tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan,
misalnya waktu henti obat tidak dipatuhi menjelang hewan akan dipotong.
Pemakaian antibiotika di peternakan memberikan manfaat bagi hewan, namun jika
pemakaiannya tidak sesuai aturan dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat.
Risiko tersebut berupa adanya residu antibiotika pada daging, susu dan telur akibat pemakaian
antibiotika yang tidak sesuai dengan dosis dan/atau tidak memperhatikan masa henti obat
(withdrawl time) menjelang hewan akan dipotong. Residu antibiotika merupakan zat
antibiotika termasuk metabolitnya yang terkandung dalam daging, telur, dan susu, baik sebagai
akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan antibiotika (SNI 7424: 2008). Residu
dalam bahan pangan meliputi senyawa asal yang tidak berubah, metabolit dan/atau konyugat
lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksik dibandingkan dengan
senyawa asalnya, namun beberapa diketahui lebih toksik.
Menurut Bahri (2008), pengontrolan penyakit secara biologis dengan menghindari
penggunaan bahan-bahan kimia atau obat-obatan berbahaya secara berlebihan juga dapat
dilakukan untuk menghindari terjadinya cemaran antibiotika. Selain itu, pengawasan mutu
pakan yang beredar perlu ditingkatkan, termasuk terhadap obat hewan yang dicampur dalam
ransum ternak. Demikian pula pemakaian obat hewan yang diberikan langsung kepada ternak
perlu diawasi, baik untuk pengobatan maupun pencegahan. Pengawasan sekaligus diikuti
dengan penertiban pemakaian obat hewan di lapangan.
Ancaman potensial residu antibiotika dalam makanan terhadap kesehatan dibagi tiga
kategori, yaitu (1) aspek toksikologis, (2) aspek mikrobiologis dan (3) aspek imunopatologis.
Menurut Haagsma (1988), residu antibiotika dalam makanan dan penggunaannya dalam
bidang kedokteran hewan berkaitan dengan aspek kesehatan masyarakat veteriner, aspek
teknologi dan aspek lingkungan. Dari aspek toksikologis, residu antibiotika bersifat racun
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
terhadap hati, ginjal dan pusat hemopoitika (pembentukan darah). Dari aspek mikrobiologis,
residu antibiotika dapat mengganggu mikroflora dalam saluran pencernaan dan menyebabkan
terjadinya resistensi mikroorganisme, yang dapat menimbulkan masalah besar dalam bidang
kesehatan manusia dan hewan. Dari aspek imunopatologis, residu antibiotika dapat
menimbulkan reaksi alergi yang ringan dan lokal, bahkan dapat menyebabkan shock yang
berakibat fatal. Selanjutnya dipandang dari aspek teknologi, keberadaan residu antibiotika
dalam bahan pangan dapat menghambat atau menggagalkan proses fermentasi.
Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditransmisikan atau ditularkan dari hewan ke
manusia, atau sebaliknya. Berbeda dengan penyakit infeksius lainnya, karena menyangkut
kesehatan manusia dan hewan, maka zoonosis menjadi ranah studi dan kewenangan dua
profesi, yaitu dokter dan dokter hewan. Peran dokter hewan dalam bidang zoonosis adalah
pengendalian dan pencegahan penyakit zoonosis pada hewan, sehingga tidak menimbulkan
potensi penyakit pada manusia, terutama peternak, pemelihara satwa, dan konsumen bahan
pangan asal hewan (daging, susu, telur). Zoonosis dapat disebabkan oleh beberapa agen
patogen, yaitu bakteri, virus, parasit, dan prion. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
zoonosis adalah Salmonella sp., E. coli, Staphylococcus aureus. Pengobatan penyakit zoonosis
yang disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu dengan menggunakan pengobatan antibiotika.
Antibiotika adalah bahan alami atau semi sintetis yang memiliki daya kerja untuk membunuh
(bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Beberapa jenis
antibiotika yang populer antara lain penisilin, ampisilin, amoksilin, dan tetrasiklin. Ternyata,
penggunaan antibiotika untuk mengatasi infeksi bakteri menimbulkan masalah baru, yaitu
resistensi bakteri terhadap antibiotika.
Untuk menjamin penyediaan daging yang ASUH, maka dilakukan pengawasan
(surveillance, monitoring, inspeksi) terhadap daging dalam mata rantai penyediaan daging.
Dalam upaya Pemerintah menjamin keamanan pangan dan ketentraman batin masyarakat,
khususnya terhadap bahaya yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi produk hewan yang
mengandung hormon anabolik sintetik, maka diperlukan pengambilan contoh dan pengujian
terhadap daging dan hati sapi impor maupun lokal, terutama di daerah yang merupakan sentra
konsumsi dan produksi penyediaan ternak sapi, termasuk di supply chain. Pengujian contoh di
laboratorium perlu mengikuti prosedur baku agar hasil pengujian dapat dipertanggung-
jawabkan. Laboratorium yang digunakan sebaiknya yang telah menerapkan Good Laboratory
Practice (GLP) atau telah disertifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu
laboratorium ISO 17025, sehingga laboratorium tersebut memiliki kemampuan teknis dalam
menghasilkan data atau hasil uji yang tepat, akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan secara
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
ilmiah dan hukum. Sertifikat tersebut diberikan oleh suatu lembaga yang telah diakreditasi, dan
bahkan telah mendapat pengakuan/harmonisasi dengan negara-negara lain.
2. MAKSUD DAN TUJUAN
Dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan pangan yang bebas residu, cemaran dan
resistensi mikroba harus dilakukan pemantauan (monitoring) melalui peneguhan pengujian
untuk mengetahui derajat kejadian cemaran mikroba, residu dan resistensi antimikroba.
Apabila ditemukan terjadinya penyimpangan, maka pengawas kesmavet perlu melakukan
pembinaan pelaksanaan sanitasi-higiene agar dapat terjadi perubahan ke arah perbaikan dengan
pengamatan (surveilans) melalui pengujian yang terprogram secara efisien dan komprehensif.
3. MATERI
Pengambilan sampel dilakukan di Empat propinsi wilayah kerja Balai Veteriner
Bukittinggi yaitu Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Riau, Propinsi Jambi dan Propinsi
Kepulauan Riau. Sampel tersebut merupakan sampel aktif (yang diambil oleh BVET) dan
sampel pasif (kiriman dinas peternakan, stasiun karantina hewan, dan lain-lain). Jenis sampel
pada tahun 2014 berupa Daging Sapi, Daging Kerbau, Daging kuda, Daging Ayam, Daging
Babi, Telur Ayam, Telur Itik, Telur Puyuh, Susu Sapi, Susu Kambing, Hati Sapi, HAM Sapi, Burger,
Filled, Ekstrak Daging Sapi, Sosis, Nugget sapi, Nugget ayam, Bakso Sapi dan Bakso Ikan. Sumber
sampel berasal dari Rumah Pemotongan Hewan, Pasar tradisional, Pasar swalayan, Peternakan rakyat,
Stasiun Karantina Hewan (Importir/Distributor) dan Warung/kios. Cara pengemasan dan pengiriman
sampel disesuaikan dengan ketentuan.
4. METODA
Di laboratorium, sebagian sampel diarahkan pada pemeriksaan cemaran mikroba (Total
Plate Count, Total coliform, Total E.coli. Total S. aureus dan Kualitatif Salmonella sp),
sedangkan sebagian lagi diuji terhadap adanya residu antibiotika dan sulphonamida dengan
metode uji screening menggunakan kuman standar terhadap antibiotika golongan Penicilline,
Tetracycline, Aminoglikosida, golongan Sulphonamida dan Tilosine secara kualitatif dan
kuantitatif. Untuk sampel yang bersifat kasus dilakukan uji terhadap Hormon Trenbolon Asetat
dengan metode ELISA, serta Kualitatif Residu Formalin dan Residu Borax. Untuk uji
Identifikasi Spesies dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
5. HASIL
Jumlah sampel yang diperiksa pada tahun anggaran 2014 adalah sebanyak 2134 sampel
yang terdiri dari 1036 sampel aktif dan 1098 sampel pasif. Hasil pemeriksaan sampel secara
terperinci dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :
Hasil uji cemaran mikroba
Pengujian terhadap cemaran mikroba yang diperiksa, yaitu TPC, Coliform, E.coli,
staphylococcus aureus dan Salmonella.
Tabel 1. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Sumatera Barat
Tabel 2. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Riau
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
1 Kota Padang 51 21 34 8 42 42 0 42 39 3 42 10 32 42 42 0
2 Kab Solok 20 20 20 0 16 16 0 16 16 0 16 0 16 16 16 0
3 Kab. Padang Pariaman 11 9 9 0 9 9 0 9 9 0 9 0 9 9 9 0
4 Kab. Pasaman 11 9 9 0 9 9 0 9 9 0 9 1 8 9 9 0
5 Kab. Solok Selatan 15 11 9 2 11 11 0 11 11 0 11 1 10 1 1 0
6 Kota Pariaman 10 8 8 0 8 8 0 8 8 0 8 1 7 8 8 0
7 Kab. Dharmasraya 22 15 15 0 15 15 0 15 13 2 15 9 6 15 15 0
8 Kab. Pesisir Selatan 17 12 10 2 11 11 0 11 11 0 11 6 5 11 11 0
9 Kota Sawah Lunto 43 28 21 7 28 28 0 28 28 0 28 6 22 28 28 0
10 Kota Solok 66 55 48 7 55 55 0 55 43 12 55 6 49 55 55 0
11 Kota Padang Panjang 61 32 27 5 32 32 0 32 17 15 32 0 32 40 40 0
12 Kota Payakumbuh 54 41 36 5 41 41 0 41 35 6 41 1 40 43 43 0
13 Kota Bukittinggi 46 36 30 6 36 36 0 36 36 0 36 0 36 36 36 0
14 Kab. Tanah Datar 20 17 16 1 17 17 0 17 14 3 16 0 16 17 17 0
15 Kab. Agam 27 19 19 0 19 19 0 19 14 5 19 0 19 19 19 0
16 Kab. 50 Kota 24 19 9 10 19 19 0 19 19 0 19 0 19 19 19 0
17 Kab. Pasaman Barat 10 8 8 0 8 8 0 8 8 0 8 0 8 8 8 0
JUMLAH 508 360 328 53 376 376 0 376 330 46 375 41 334 376 376 0
COLIFORM E. COLI SalmonellaS. AUREUS TPCNo Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
1 Kota Pekan Baru 16 14 12 2 14 14 0 14 14 0 11 2 9 14 14 0
2 Kota Dumai 22 16 8 8 16 16 0 16 14 2 16 0 16 16 16 0
3 Kab Rokan Hulu 24 18 18 0 18 18 0 18 18 0 18 0 18 18 18 0
4 Kab. Indragiri Hulu 19 15 15 0 15 15 0 15 15 0 15 0 15 15 15 0
5 Kab. Siak 70 46 40 6 46 46 0 46 44 2 46 6 40 46 46 0
6 Kab. Indragiri Hilir 15 11 10 1 11 11 0 11 11 0 11 0 11 11 11 0
7 Kab. Kuantan Singingi 19 14 13 1 14 14 0 14 14 0 14 0 14 14 14 0
8 Kab. Kampar 36 29 23 6 29 29 0 29 29 0 29 0 29 29 29 0
9 Kab. Bengkalis 5 5 4 1 5 5 0 5 3 2 5 0 5 5 5 0
10 Kab. Rokan Hilir 19 16 12 4 16 16 0 16 16 0 16 0 16 16 16 0
11 Kab. Palelawan 17 14 9 5 14 14 0 14 13 1 14 0 14 14 14 0
JUMLAH 262 198 164 34 198 198 0 198 191 7 195 8 187 198 198 0
SalmonellaNo Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
COLIFORM E. COLI S. AUREUS TPC
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 3. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Jambi
Tabel 4. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Kepulauan Riau
Tabel 5. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Pasif di Propinsi Sumatera Barat
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
1 Kota Jambi 21 18 18 0 18 18 0 18 16 2 18 0 18 18 18 0
2 Kab. Kerinci 13 9 9 0 9 9 0 9 9 0 9 0 9 9 9 0
3 Kab. Tanjung Jabung Timur6 4 4 0 4 4 0 4 4 0 4 1 3 4 4 0
4 Kab. Merangin 20 14 14 0 14 14 0 14 14 0 14 0 14 14 14 0
5 Kab. Tanjab Barat 6 6 6 0 6 6 0 6 6 0 6 1 5 6 6 0
6 Kab. Muaro Jambi 16 13 9 4 13 13 0 13 10 3 13 0 13 13 13 0
7 Kab. Muaro Bungo 33 27 25 2 27 27 0 27 25 2 27 0 27 27 27 0
8 Kab. Batang Hari 16 13 10 3 13 13 0 13 13 0 13 0 13 13 13 0
9 Kab. Sungai Penuh 33 27 26 1 27 27 0 27 24 3 27 6 21 27 27 0
10 Kab. Sarolangun 16 13 13 0 13 13 0 13 12 1 13 0 13 13 13 0
JUMLAH 180 144 134 10 144 144 0 144 133 11 144 8 136 144 144 0
No Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
COLIFORM E. COLI S. AUREUS TPC Salmonella
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
1 Kota Tanjung Pinang 16 16 14 2 16 16 0 16 16 0 16 0 16 16 16 0
2 Kab. Karimun 15 15 15 0 15 15 0 15 15 0 15 0 15 15 15 0
3 Kota Batam 31 31 29 2 31 31 0 31 31 0 31 9 22 31 31 0
4 Kabupaten Bintan 11 11 11 0 11 11 0 11 11 0 11 0 11 11 11 0
JUMLAH 73 73 69 4 73 73 0 73 73 0 73 9 64 73 73 0
No Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
COLIFORM E. COLI S. AUREUS TPC Salmonella
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
I SUMATERA BARAT
1 Kab. Sijunjung 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 80 80 0
2 Kab. 50 Kota 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 25 0
3 Kabupaten Agam 10 8 6 2 7 7 0 6 6 0 4 0 4 7 7 0
4 Kab. Padang Pariaman 23 0 0 0 8 8 0 0 0 0 15 0 15 8 8 0
5 Kab. Pasaman 20 10 4 6 20 20 0 10 8 2 20 0 20 0 0 0
6 Kab. Tanah Datar 73 0 0 0 48 48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Kota Bukittinggi 27 4 2 2 7 7 0 4 3 1 6 0 6 11 11 0
8 Kota Padang 194 33 23 10 38 38 0 33 33 0 137 62 75 38 36 2
9 Kota Padang Panjang 47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 47 9 38 0 0 0
10 Kota Sawahlunto 23 4 2 2 4 4 0 4 4 0 11 0 11 4 4 0
11 Pesisir Selatan 35 20 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0
12 Kota Payakumbuh 9 9 4 5 9 9 0 9 9 0 9 0 9 0 0 0
Jumlah 566 88 61 27 141 141 0 66 63 3 249 71 178 183 181 2
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
No Kabupaten/KotaJumlah
SampelCOLIFORM E. COLI S. AUREUS TPC Salmonella
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 6. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Pasif di Propinsi Riau, Jambi dan
Kepulauan Riau
Hasil uji residu antibiotika
Pengujian residu dilakukan terhadap kandungan residu obat hewan yang diuji meliputi
golongan antibiotika Penisilin, Makrolida, Aminoglikosida, Tetrasiklin dan Tilosin.
Tabel 7. Hasil Pengujian Residu Antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Sumatera Barat
Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh < > Jlh (-) (+)
II RIAU
1 Kota Dumai 80 4 3 1 5 5 0 3 3 0 0 0 0 2 4 0
2 Kab. Siak 26 5 5 0 5 5 0 10 5 5 5 0 5 5 5 0
Jumlah 106 9 8 1 10 10 0 13 8 5 5 0 5 7 9 0
III JAMBI
1 Kab Tanjung Jabung Timur 58 0 0 0 43 43 0 20 20 0 32 0 32 10 10 0
2 Kab. Sarolangun 2 2 2 0 2 2 0 2 2 0 2 0 2 2 2 0
3 Propinsi Jambi 170 0 0 0 23 23 0 0 0 0 61 0 61 56 56 0
4 Sungai Penuh 5 5 2 3 5 5 0 5 5 0 5 0 5 5 5 0
Jumlah 235 7 4 3 73 73 0 27 27 0 100 0 100 73 73 0
IV KEPULAUAN RIAU
1 Kota Batam 28 8 8 12 0 12 0 0 0 0 12 0 12 24 24 0
2 Kota Tanjung Pinang 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0
Jumlah 30 8 8 12 0 12 0 0 0 0 14 0 14 24 24 0
V LAIN-LAIN
1 BVET Medan 3 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0
Jumlah 3 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0
TOTAL 940 112 81 43 225 237 0 107 99 8 368 71 297 288 288 2
No Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
HASIL UJI CEMARAN MIKROBA
COLIFORM E. COLI S. AUREUS TPC Salmonella
(-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+)
1 Kota Padang 51 21 0 42 0 42 0 42 0 42 0
2 Kab Solok 20 16 0 16 0 16 0 16 0 16 0
3 Kab. Padang Pariaman 11 8 1 9 0 9 0 9 0 9 0
4 Kab. Pasaman 11 9 0 9 0 9 0 9 0 9 0
5 Kab. Solok Selatan 15 11 0 11 0 11 0 11 0 11 0
6 Kota Pariaman 10 8 0 8 0 8 0 7 1 9 0
7 Kab. Dharmasraya 22 0 0 15 0 15 0 15 0 15 0
8 Kab. Pesisir Selatan 17 0 0 11 0 11 0 11 0 11 0
9 Kota Sawah Lunto 43 13 0 28 0 28 0 28 0 28 0
10 Kota Solok 66 18 0 36 0 36 0 36 0 36 0
11 Kota Padang Panjang 61 22 2 49 4 51 2 24 0 44 9
12 Kota Payakumbuh 54 20 1 43 0 43 0 21 0 43 0
13 Kota Bukittinggi 46 18 0 36 0 36 0 18 0 36 0
14 Kab. Tanah Datar 20 17 0 17 0 17 0 17 0 17 0
15 Kab. Agam 27 19 0 19 0 19 0 19 0 19 0
16 Kab. 50 Kota 24 17 2 19 0 19 0 18 1 19 0
17 Kab. Pasaman Barat 10 7 1 8 0 8 0 8 0 8 0
JUMLAH 457 203 7 334 4 336 2 267 2 330 9
Hasil Uji Residu Antibiotika
Penicillin Tetrasiklin Aminoglikosida Sulfadiazine TilosinNoJumlah
SampelKabupaten/Kota
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 8. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Riau
Tabel 9. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Jambi
Tabel 10. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Kepulauan Riau
(-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+)
1 Kota Pekan Baru 16 14 0 14 0 14 0 14 0 14 0
2 Kota Dumai 22 16 0 16 0 16 0 16 0 16 0
3 Kab Rohul 24 18 0 18 0 18 0 18 0 18 0
4 Kab. Indragiri Hulu 19 15 0 15 0 15 0 15 0 15 0
5 Kab. Siak 70 35 0 47 0 47 0 47 0 47 0
6 Kab. Indragiri Hilir 15 11 0 11 0 11 0 11 0 11 0
7 Kab. Kuansing 19 10 4 12 2 13 1 14 0 13 1
8 Kab. Kampar 36 28 3 31 0 31 0 29 2 31 0
9 Kab. Bengkalis 5 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0
10 Kab. Rokan Hilir 19 16 0 16 0 16 0 0 0 16 0
11 Kabupaten Palelawan 17 15 0 15 0 15 0 15 0 15 0
JUMLAH 278 196 7 213 2 214 1 197 2 213 2
Hasil Uji Residu Antibiotika
No Kabupaten/KotaJumlah
SampelPenicillin Tetrasiklin Aminoglikosida Sulfadiazine Tilosin
(-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+)
1 Kota Jambi 21 18 0 18 0 18 0 18 0 16 2
2 Kab. Kerinci 13 9 0 9 0 9 0 9 0 9 0
3 Kab. Tanjung Jabung Timur 6 4 0 4 0 4 0 4 0 4 0
4 Kab. Merangin 20 14 0 14 0 14 0 14 0 14 0
5 Kab. Tanjab Barat 6 5 1 6 0 6 0 6 0 6 0
6 Kab. Muaro Jambi 16 13 0 13 0 13 0 13 0 10 3
7 Kab. Muaro Bungo 33 13 0 27 0 27 0 13 0 27 0
8 Kab. Sungai Penuh 33 26 0 26 0 26 0 26 0 25 1
9 Kab. Batang Hari 16 13 0 13 0 13 0 13 0 12 1
10 Kab. Sarolangun 16 13 0 13 0 13 0 13 0 13 0
JUMLAH 159 110 1 125 0 125 0 111 0 120 5
No Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
Hasil Uji Residu Antibiotika
Penicillin Tetrasiklin Aminoglikosida Sulfadiazine Tilosin
(-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+)
1 Kota Tanjung Pinang 16 16 0 16 0 16 0 16 0 16 0
2 Kab. Karimun 15 15 0 15 0 15 0 15 0 15 0
3 Kota Batam 31 0 0 31 0 31 0 0 0 31 0
4 Kabupaten Bintan 12 12 0 12 0 12 0 12 0 12 0
JUMLAH 74 43 0 74 0 74 0 43 0 74 0
Aminoglikosida Sulfadiazine TilosinNo Kabupaten/KotaJumlah
Sampel
Hasil Uji Residu Antibiotika
Penicillin Tetrasiklin
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 11. Hasil Pengujian Residu Antibiotika Kegiatan Pasif
Hasil Uji Residu Formalin dan Residu Borax, Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah
(Melachite Green) dan Uji Awal Pembusukan (Eber)
(-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+)
I SUMATERA BARAT
1 Kabupaten Agam 10 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0
2 Kab. Padang Pariaman 23 4 0 4 0 4 0 4 0 4 0
3 Kab. Tanah Datar 73 10 0 10 0 10 0 10 0 10 0
4 Kota Bukittinggi 27 3 0 5 0 5 0 5 0 3 0
5 Kota Padang 194 5 0 63 0 63 0 5 0 63 0
6 Kota Pariaman 20 0 0 14 0 14 0 0 0 14 0
Jumlah 347 24 0 98 0 98 0 26 0 96 0
II RIAU
1 Kab. Siak 26 0 0 6 0 6 0 0 0 6 0
Jumlah 26 0 0 6 0 6 0 0 0 6 0
III JAMBI
1 Propinsi Jambi 170 19 1 20 0 20 0 20 0 16 0
2 Kab. Sarolangun 2 2 0 2 0 2 0 0 0 2 0
Jumlah 172 21 1 22 0 22 0 20 0 18 0
IV KEPULAUAN RIAU
1 Kota Batam 28 20 0 24 0 24 0 20 0 24 0
Jumlah 28 20 0 24 0 24 0 20 0 24 0
V LAIN-LAIN
1 BVET Medan 4 0 0 2 2 2 2 0 0 2 2
2 BVET Maros 4 0 0 1 3 1 3 0 0 1 3
3 BPMSPH 2 0 0 2 0 2 0 0 0 2 0
Jumlah 10 0 0 5 5 5 5 0 0 5 5
TOTAL 583 65 1 155 5 155 5 66 0 149 5
Penicillin TetrasiklinJumlah
Sampel
RESIDU ANTIBIOTIKA
Aminoglikosida Sulfa TilosinNo Kabupaten/Kota
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 12. Hasil Pengujian Formalin dan Borax Kegiatan Aktif
Jumlah JumlahSampel Positif Negatif Sampel Positif Negatif
I SUMATERA BARAT
1 Kota Padang 9 1 8 9 0 92 Kab Solok 4 0 4 4 0 4
3 Kab. Padang Pariaman 2 0 2 2 0 2
4 Kab. Pasaman 2 0 2 2 0 2
5 Kab. Solok Selatan 4 0 4 4 0 4
6 Kota Pariaman 2 0 2 2 0 2
7 Kab. Dharmasraya 5 3 2 5 1 4
8 Kab. Pesisir Selatan 5 1 4 5 0 5
9 Kota Sawah Lunto 8 1 7 8 0 8
10 Kota Solok 11 2 9 11 1 10
11 Kota Padang Panjang 8 0 8 8 0 8
12 Kota Payakumbuh 11 0 11 11 0 11
13 Kota Bukittinggi 10 0 10 10 0 10
14 Kab. Tanah Datar 3 0 3 3 0 3
15 Kab. Agam 7 0 7 7 0 716 Kab. 50 Kota 5 0 5 5 0 5
17 Kab. Pasaman Barat 2 0 2 2 0 2JUMLAH 89 7 82 89 2 87
II RIAU
1 Kota Pekan Baru 2 0 2 2 0 2
2 Kota Dumai 6 0 6 6 0 6
3 Kab. Rohul 6 0 6 6 0 6
4 Kab. Indragiri Hulu 4 0 4 4 0 45 Kab. Siak 24 0 24 24 10 14
6 Kab. Indragiri Hilir 4 0 4 4 0 4
7 Kab. Kuansing 6 0 6 5 0 5
8 Kab. Kampar 6 0 6 4 0 4
9 Kab. Rokan Hilir 5 0 5 3 0 3
10 Kab. Palelawan 3 0 3 3 0 3JUMLAH 66 0 66 61 10 52
III JAMBI
1 Kota Jambi 3 0 3 3 0 32 Kab. Kerinci 4 0 4 4 0 4
3 Kab. Tanjung Jabung Timur 2 0 2 2 0 2
4 Kab. Merangin 4 0 4 4 0 4
5 Kab. Tanjab Barat 0 0 0 0 0 0
6 Kab. Muaro Jambi 3 0 3 3 0 3
7 Kab. Muaro Bungo 6 0 6 6 1 5
8 Kab. Batang Hari 3 0 3 3 0 3
9 Kab. Sungai Penuh 6 0 6 6 0 6
10 Kota Jambi 3 0 3 3 0 311 Kab. Sarolangun 3 0 3 3 0 3
JUMLAH 34 0 34 34 1 33
IV KEPULAUAN RIAU
1 Kota Batam 3 0 3 3 0 3
2 Kab. Karimun 3 0 3 3 0 3
3 Kota Tanjung Pinang 3 0 3 3 0 3
JUMLAH 9 0 9 9 0 9
TOTAL 198 7 191 193 13 181
Hasil Uji Hasil Uji No Kabupaten/Kota
FORMALIN BORAX
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 13. Hasil Pengujian Formalin dan Borax Kegiatan Pasif
Tabel 14. Hasil Pengujian Malachite Green dan Eber Kegiatan Aktif
Jumlah Hasil Uji Hasil Uji Jumlah Hasil Uji Hasil Uji
Sampel Positif Negatif Sampel Positif Negatif
I SUMATERA BARAT
1 Kab. Tanah Datar 0 0 0 13 0 13
2 Kabupaten Dharmasraya 62 2 60 16 0 16
3 Kota Bukittinggi 1 0 1 0 0 0
4 Kota Sawahlunto 10 0 10 10 0 10
5 Pesisir Selatan 5 0 5 5 0 5
Jumlah 78 2 76 44 0 44
II RIAU
1 Kota Dumai 70 7 63 16 0 16
2 Kab. Kuantan Singingi 0 0 0 2 0 2
3 Kab. Pelalawan 3 0 3 0 0 0
4 Kab. Siak 0 0 0 14 0 14
Jumlah 73 7 66 32 0 32
III JAMBI
1 Kab. Kerinci 0 0 0 25 6 19
Jumlah 0 0 0 25 6 19
IV KEPULAUAN RIAU
1 Kota Batam 12 0 12 0 0 0
Jumlah 12 0 12 0 0 0
V LAIN-LAIN
1 BVET Maros 2 1 1 2 1 1
Jumlah 2 1 1 2 1 1
TOTAL 165 10 155 103 7 96
FORMALIN BORAX
No Kabupaten/Kota
Jumlah Hasil Uji Hasil Uji Jumlah Hasil Uji Hasil Uji
Sampel Positif Negatif Sampel Positif Negatif
II SUMATERA BARAT
1 Kab. Pesisir Selatan 0 0 0 1 1 0
JUMLAH 0 0 0 1 1 0
II RIAU
1 Kab. Indragiri Hilir 6 1 5 0 0 0
2 Kab. Kuansing 0 0 0 1 1 0
Jumlah 6 1 5 1 1 0
TOTAL 6 1 5 2 2 0
No Kabupaten/Kota
MALACHITE GREEN EBER
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 15. Hasil Pengujian Malachite Green dan Eber Kegiatan Pasif
Hasil Pengujian Elisa Hormon Trenbolon Asetat dan PCR Identifikasi Spesies
Tabel 16. Hasil Pengujian Hormon Trenbolon Asetat
Jumlah Hasil Uji Hasil Uji Jumlah Hasil Uji Hasil Uji
Sampel Positif Negatif Sampel Positif Negatif
I SUMATERA BARAT
1 Kab. Padang Pariaman 0 0 0 8 8 0
2 Kab. Darmasraya 15 0 15 43 10 33
3 Kota Sawahlunto 8 4 4 8 2 6
Jumlah 23 4 19 59 20 39
MALACHITE GREEN EBER
No Kabupaten/Kota
ELISA HPLC
I SUMATERA BARAT
Kota Solok 610,07 Ppt Tidak terdeteksi Aktif
Kota Solok 418,95 Ppt Tidak terdeteksi Aktif
Kota Pariaman 405,81 Ppt Tidak terdeteksi Pasif
II RIAU
Kab. Rokan Hilir 451,36 Ppt 2,3 ppb Aktif
Jenis
KegiatanNo Kabupaten/Kota
Hasil Pengujian
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Tabel 17. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies Babi dan Tikus
Jumlah Hasil Uji Jumlah Hasil Uji Jumlah Hasil Uji Sampel POSITIF Sampel POSITIF Sampel POSITIF
I SUMATERA BARAT1 Kota Padang 13 0 5 0 5 0
2 Kab. Padang Pariaman 4 0 - - - -
3 Kab. Pasaman 2 0 - - - -
4 Kota Pariaman 2 0 - - - -
5 Kab. Dharmasraya 4 3 - - - -
6 Kab. Pesisir Selatan 6 0 5 0 - -
7 Kota Sawah Lunto 3 0 - - - -
8 Kota Solok 3 0 - - - -
9 Kota Padang Panjang 0 0 - - - -
10 Kota Payakumbuh 9 0 - - - -
11 Kota Bukittinggi 5 0 - - - -
12 Kab. Tanah Datar 9 0 - - 2 0
13 Kab. Agam 7 0 - - - -
14 Kab. 50 Kota 8 0 - - - -
15 Kab. Pasaman Barat 2 0 - - - -JUMLAH 64 3 5 0 7 0
II RIAU
1 Kab. Siak 6 0 - - - -2 Kab. Kuantan Singingi 5 0 - - - -
3 Kota Dumai - - - - 5 0
4 Kab. Batang Hari 3 0 - - - -5 Kab. Rokan Hilir 3 0 - - - -
6 Kabupaten Palelawan 3 0 - - 3 0JUMLAH 20 0 0 0 8 0
III JAMBI
1 Kota Jambi 3 0 - - - -
2 Kab. Muaro Jambi 3 0 - - - -
3 Kab. Muaro Bungo 3 0 - - 2 0
4 Kota Sungai Penuh 6 0 - - - -
5 Merangin 2 0 - - - -
6 Kab. Sarolangun 3 0 - - - -JUMLAH 3 0 0 0 2 0
IV KEPULAUAN RIAU1 Kab. Karimun 4 0 - - - -
2 Kota Batam 0 0 - - - -
3 Kota Tanjung Pinang 3 0 - - - -
JUMLAH 7 0 0 0 0 0
TOTAL 94 3 5 0 17 0
UJI SPESIES BABI UJI SPESIES TIKUS UJI SPESIES BABI
Sampel PasifSampel Aktif
No Kabupaten/Kota
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Hasil Pengujian Fisik dan Kimia Susu
Tabel 18. Hasil Pengujian Fisik Susu Kegiatan Aktif
Tabel 19. Hasil Pengujian Fisik Susu Kegiatan Kegiatan Pasif
Tabel 20. Hasil Pengujian Kimiawi Susu Kegiatan Aktif
Tabel 21. Hasil Pengujian Kimiawi Susu Kegiatan Pasif
Normal Tidak Bersih Tidak < N >
SUMATERA BARAT
1 Kabupaten Agam 3 3 0 3 0 0 2 1
2 Kota Padang Panjang 8 8 0 8 0 1 6 1
3 Kota Payakumbuh 4 4 0 4 0 0 3 1
JUMLAH 15 15 0 15 0 1 11 3
Organoleptis KebersihanBerat Jenis
1,0260-1,0281No Kabupaten/Kota Jumlah
Sampel
UJI FISIK SUSU
Normal Tidak Bersih Tidak < N >
SUMATERA BARAT
1 Kab. Tanah Datar 20 20 0 20 0 0 19 1
2 Kota Bukittinggi 2 2 0 2 0 0 2 0
3 Kota Padang 5 5 0 5 0 0 0 5
4 Kota Payakumbuh 6 6 0 6 0 0 0 6
Jumlah 33 33 0 33 0 0 21 12
UJI FISIK SUSU
Berat Jenis
1,0260-1,0281No Kabupaten/Kota Jumlah
Sampel
Organoleptis Kebersihan
(-) (+) NORMAL TIDAK
N > < N < N
SUMATERA BARAT
1 Kabupaten Agam 3 0 3 0 3 0 0 3 0 3
2 Kota Payakumbuh 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1
JUMLAH 4 0 4 0 4 0 0 4 0 4
ReduktaseUji didih
UJI KIMIAWI SUSU
BKTL
min. 8,0 %
Kadar Lemak
min. 3,0 %
Angka Katalase
maks. 4No Kabupaten/Kota
(-) (+) (-) (+) Normal Tidak Jlh N > Jlh < N Jlh < N
SUMATERA BARAT
1 Kota Padang 2 3 5 0 0 5 5 5 0 5 0 5 5 0 5
2 Kota Bukittinggi 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
3 Kota Payakumbuh 6 0 6 0 0 6 6 6 0 6 0 6 6 0 6
Jumlah 9 3 12 0 0 12 12 12 0 12 0 12 12 0 12
UJI KIMIAWI SUSU
Nomin. 3,0 % min. 8,0 %
Uji didih ReduktaseBKTL
Kabupaten/Kotamaks. 3
Angka KatalaseKadar LemakAlkohol
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
6. PEMBAHASAN
Hasil pengujian sampel terhadap cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum cemaran
mikroba masih terjadi pada semua lokasi pengambilan sampel. Cemaran yang tertinggi terdapat pada
parameter uji TPC mencapai 51,86 % kemudian diikuti Coliform 7,36 %, Staphylococcus aureus 3,67
% dan Salmonella 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa hygiene sanitasi di pasar tradisional/swalayan,
RPH/RPU dan TPA/TPU serta tempat peternak/pengumpul susu perlu ditingkatkan dan mendapat
perhatian, sehingga tingkat cemaran mikroba dapat dikurangi.
Produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Oleh sebab itu, produk pangan asal hewan harus bebas mikroba patogen seperti Salmonella
sp., Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada
hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak
mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama berasal dari saluran
pencernaan. Apabila produk ternak tercemar mikroba saluran pencernaan maka produk tersebut dapat
membawa bakteri patogen tersebut. Bakteri patogen dari produk ternak yang tercemar dapat mencemari
bahan pangan lain seperti sayuran, buah-buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut
diletakkan berdekatan dengan produk ternak yang tercemar.
Hasil uji sampel terhadap residu antibiotika yang melebihi batas maksimum pada umumnya
berasal dari pasar tradisional, RPH dan peternak, sedangkan hormon Trenbolone Acetat berasal dari
sampel daging sapi bakalan yang didatangkan dari propinsi Lampung dan sapi lokal.
Dari data hasil pengujian dapat dilihat bahwa produk peternakan di dalam negeri masih
mengandung residu antibiotika yang bermacam-macam. Antibiotika yang paling sering dideteksi dalam
daging yaitu penisilin (termasuk ampisilin), tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin dan oksitetrasiklin),
sulfonamid (termasuk sulfadimethoksin, sulfamethazin dan sulfamethoksazol), neomisin, gentamisin,
dan streptomisin (Phillips et al ., 2004).
Pola peternakan masih tradisional belum dikelola secara intensif seperti pada industri
peternakan sehingga akan berpengaruh terhadap mutu hasil ternak terutama terhadap residu dan
cemaran mikroba. Dalam hal aturan dan tata cara penggunaan obat hewan belum dilaksanakan
sepenuhnya meliputi jenis obat, dosis, cara pemberian, waktu henti obat (withdrawl time) dan recording
mengenai hewan yang diobati. Penanganan pemerahan susu ditingkat peternak masih belum memenuhi
standar hygiene dan sanitasi.
Hasil uji sampel terhadap residu formalin dan boraks pada produk olahan daging (bakso)
diperoleh hasil 4,68 % pangan diawetkan dengan formalin dan 6,76 % mengandung boraks. Akibat
dari penggunaan formalin atau boraks pada produk pangan dapat menimbulkan berbagai gangguan pada
saluran pencernaan, hati, saraf , otak serta pada organ-organ yang berselaput yang terkena secara
langsung, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan kanker bahkan kematian.
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
Hasil uji sampel terhadap hormon Trenbolon Asetat juga didapatkan hasil yang melebihi
batas maksimum residu hormon Trenbolon Asetat, dari 116 sampel yang dipemeriksa dengan metode
Elisa di temukan 4 sampel di atas 400 ppt. Setelah di lakukan uji konfirmasi ke HPLC di BPMSPH
didapatkan hasil 1 sampel positif mengadung hormon TBA yaitu 2,3 ppb β Trenbolon Asetat.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 tahun 1994; Surat edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor
329/X-C tanggal 4 Oktober 1983; Hasil rapat komisi obat hewan Indonesia tanggal 12 Agustus 1998:
1. Hormon pemacu pertumbuhan tidak dijinkan penggunaannya pada hewan produksi untuk konsumsi;
2. Trenbolon asetat diklasifikasikan sebagai obat keras yang tidak diijinkan untuk didaftar dan
diedarkan; 3.Untuk itu di SNI: 01-6366-2000, BMR trenbolon acetate dalam makanan asal hewan tidak
ditetapkan.
Hasil uji sampel terhadap Identisifikasi spesies juga diperoleh hasil 2,70 % positif daging sapi
dipalsukan dengan daging babi. Hal ini menggambarkan bahwa pangan asal hewan yang beredar belum
menjamin ketentraman bathin masyarakat.
7. KESIMPULAN
1. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung cemaran
mikroba, hal ini menunjukkan adanya kontaminasi yang terjadi selama proses budidaya,
pemotongan sampai dengan pengumpulan hasil, transportasi dan penanganan hasil.
2. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung residu
antibiotika, formalin, borak dan hormon trenbolon asetat.
3. Masih beredarnya produk pangan asal hewan yang tidak layak dikonsumsi apalagi bagi agama
tertentu (Islam) dengan ditemukan hasil positif identifikasi spesies.
8. SARAN
Keberadaan cemaran mikroba dan residu yang melebihi batas ambang akan menimbulkan masalah pada
kesehatan manusia dan perdagangan. Dari kajian hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba dan
residu obat hewan pada produk pangan asal hewan selama ini dapat ditarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut :
a. Perlu ditingkatkan pengawasan, pembinaan dan sosialisasi tentang Hygiene dan Sanitasi,
baik ditingkat peternak, RPH/RPU, pengolahan dan distribusi.
b. Perlu dilakukan pengawasan dan tindakan perbaikan dalam aturan dan tatacara penggunaan
obat hewan terutama masalah WDT (withdrawl time). Efek dari residu obat hewan pada
PPAH akan menyebabkan penyakit akut (hypersensitifity, tachicardia, tremor, teratogenic)
dan chronic (carcinogenic & mutagenic). Berdasarkan hasil monitoring dan surveilans
dengan beberapa kasus, cepat atau lambat akan menimbulkan problem serius terhadap
kesehatan manusia, lingkungan dan perdagangan. Disarankan agar segera dilakukan usaha-
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
usaha untuk penanganan, pencegahan dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi dan
residu pada PPAH.
c. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen akan mutu produk asal hewan
khususnya mengenai bahaya residu dan cemaran mikroba.
d. Kondisi fasilitas dan kinerja laboratorium dalam melaksanakan pengujian residu dan
cemaran mikroba masih belum optimal sehingga hasil yang diperoleh dalam rangka
pengawasan mutu PPAH belum maksimal, hal ini perlu ditingkatkan, baik SDM, sarana
dan prasarananya.
e. Titik kritis yang perlu mendapat pengawasan secara intensif yang menyebabkan terjadinya
cemaran mikroba dan residu adalah sebagai berikut :
1. Peternak: pemberian obat hewan (withdrawl time), pakan, sanitasi lingkungan
2. Rumah Potong: disiplin pekerja, peralatan dan sanitasi lingkungan
3. Pasar Tradisional: los daging, tempat penjajaan daging
4. Tempat Pengumpulan Susu/Koperasi Susu
5. Transportasi Susu
6. Sanitasi pada waktu pemerahan.
f. Perlunya tindak lanjut terhadap hasil pengujian laboratorium yang tidak memenuhi SNI
secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Laporan Kegiatan Monitoring dan Surveilans Residu Tahun 2014
Drh. Cut Irzamiati
DAFTAR PUSTAKA
AOAC International. 1998. Bacteriological Analytical Manual 8th Edition. Revisi 8. USFDA
Bahri, S. 2008. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia.
Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (3), 2008: 225-242. Jakarta: Balai Besar Penelitian
Veteriner
Gorris, L.G.M., 2005. Food Safety Objective: An Integral Part of Food Chain
Management. Food Control 16: 801−809.
Haagsma N. 1988. Control of Veterinary Drug Residues in Meat – a Contribution to the
Development of Analytical Procedures. Tesis. The University of Utrecht, the
Netherlands
(OIE) Office International des Epuizooties.2004. Handbook on Import Risk Analysis for
Animals and Animal Products. Vol. 1. Introduction and Qualitative Risk Analysis.
Paris: OIE.
Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http://www.library.usu.ac.id.
Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika
pada Daging, Telur, dan Susu secara Bioassay. Jakarta: BSN
Standar Nasional Indonesia. 2001. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Direktorat Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
(WHO) World Health Organization. 1995. Application of Risk Analysis to food standards
issues. Report of the joint FAO/WHO Expert Consultation. Geneva: WHO.