Laporan KCV
-
Upload
fuji-surya-gumilar -
Category
Documents
-
view
415 -
download
21
description
Transcript of Laporan KCV
LABORATORIUM KIMIA DASAR
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013
Praktikum : KROMATOGRAFI
Modul : Kromatografi Cair Vakum
Pembimbing : Endang Widyastuti
Oleh :
Kelompok : 8
Nama : Amanda Aulia Prima NIM. 111431002
Claudia NIM. 111431005
Fuji Surya Gumilar NIM. 111431012
Kelas : 2A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2013
Praktikum : 15 Maret 2013
Penyerahan : 22 Maret 2013
(Laporan)
I. Judul Praktikum
Kromatografi Cair Vakum
II. Pembimbing Praktikum
Endang Widyastuti
III. Tujuan
1. Memahami prinsip Kromatografi Cair Vakum (KCV) dan melakukan pemisahan
dengan metoda KCV.
2. Mampu melakukan pemisahan dan mengidentifikasi sampel dengan metoda KCV.
IV. Dasar Teori
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen
campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang
membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Pada fasa
kromatografi cair, fasa geraknya berupa zat cair.
Kromatografi cair vakum atau vacuum liquid chromatography (VLC) pertama
kali diperkenalkan oleh Coll et al., pada tahun 1977. Kromatografi vakum cair
menggunakan silika gel 60 (63-200 μm, Merck®). Kolom kromatografi dikemas kering
(biasanya dengan penyerap mutu 10-40 μm, Merck®) dalam keadaan vakum agar
diperoleh kerapatan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah
dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi (Hostettmann et al., 1997).
Teknik ini berdasarkan pertimbangan pada kromatografi lapis tipis preparatif
yang dijalankan dalam bentuk kolom kromatografi dengan menggunakan vakum untuk
mempercapat aliran eluen. Ini berbeda dengan flash chomatography, dalam kolom VLC
dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi kemudian dikeringkan dan dielusi
kembali dengan eluen yang lebih polar (Hostettmann et al., 1997).
Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada
tekanan lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya
gas nitrogen. Kromatografi cair vakum menggunakan tekanan rendah untuk
meningkatkan laju aliran fase geraknya.
Kromatografi cair vakum menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) : DCM dan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen.
Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dikemas kering
pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya
berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar
diperoleh kerapatan maksimum. Setelah diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian
vakum dihentikan dan pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kedalam permukaan
penjerap lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai kering dan kolom sekarang siap
dipakai. Alat yang digunakan terdiri dari corong, sumbat karet, pengisap yang
dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi.
Prinsip kerja dari Kromatografi Cair Vakum (KCV) adalah adsorpsi atau serapan,
sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan dipisahkan
terdistribusi di antara fasa diam dan fasa gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda.
Elusi diawali dengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan
polaritas meningkat. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian
dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah
sehingga menghasilkan sejumlah fraksi.
V. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Kolom kaca KCV Aquades
Erlenmeyer 250 mL Silika gel
Gelas kimia 100 mL Methilen blue
Kuvet Rhodamin B
Spektrofotometer Shimadzu DCM
Tabung reaksi Methanol
VI. Langkah Kerja
a. Persiapan Sampel
Mengaduk hingga rata campuran sampel dengan silica gel hingga kering
Sampel siap digunakan
Mencampurkan silica gel dengan campuran rhodamin B dan metilen biru
b. Pemisahan sampel menggunakan KCV
Memasang alat sesuai rangkaian
Memasukkan silica gel kedalam kolom KCV sebanyak 2/3 tinggi
kolom
Memasukkan sampel yang telah disiapkan kedalam kolom
Menutup bagian atas kolom dengan corong gelas lalu memasukkan eluen (larutan pengembang) dimulai dari yang non-polar (DCM 100%) ke polar (methanol)
Eluen yang pertama ditambahkan adalah DCM 100%, lalu DCM : methanol sebanyak 75:25 ; 50:50 ; 25:75 ;15:18 ; 5:95 ; 0:100
Semua larutan yang turun ditampung dalam Erlenmeyer. Larutan dipisahkan sesuai dengan eluennya
VII. Data Pengamatan
Pelarut Pengamatan Gambar
DCM 100%
Pada kolom terlihat mulai terjadi pemisahan
fraksi warna, umumnya terdiri dari 3 warna yaitu
bening, biru dan pink tua.
Setelah ditampung, terlihat fraksi warna yang
terlihat berwarna biru tua.
Mengamati pemisahan yang terjadi pada kolom dan mengamati larutan yang tertampung dalam erlenmeyer
Menguji pemisahan dengan menggunakan Spektrofotometer UV- Vis Shimadzu
DCM:Metanol=75%:25%
Fraksi biru pada kolom semakin menurun, perlahan
hilang. Yang terlihat hanya fraksi bening dan pink.
Fraksi warna yang tertampung adalah warna biru
bening (pudar).
DCM :Metanol=50%:50%Pada kolom, terlihat fraksi berwana pink yang
perlahan turun.
Fraksi warna yang tertampung berwarna pink.
DCM :Metanol=25%:75%
Bagian atas kolom mulai bening, yang tersisa fraksi
berwarna pink.
Yang tertampung adalah fraksi warna pink
kejinggaan.
DCM:Metanol=15%:85%
Kolom perlahan bersih kembali, fraksi berwarna
pink tersisa di bagian bawah kolom.
Yang tertampung adalah fraksi pink cerah.
DCM:Metanol=5%:95%Hanya tertinggal sedikit sekali zat warna pada kolom.
Yang tertampung fraksi pink pucat.
Metanol 100%
Kolom hampir bersih, yang tertampung berwarna
bening sedikit sekali pink.
C. Analisa kualitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu
Panjang gelombang maksimum rhodamin b (literatur) : 542 nm
Panjang gelombang maksimum metilen blue (literatur) : 660 nm
Komposisi
Eluen
Sampel 1Warna efluen
λmax Abs
DCM 100% 587,00,17
8Biru tua
DCM : Metanol
75% : 25%577,0
0,15
8Biru muda
DCM : Metanol
50% : 50%551
0,73
8Merah muda
DCM : Metanol
25% : 75% 5113,43
6
Merah muda
DCM : Metanol
15% : 85%550
1,97
7Merah muda
DCM : Metanol
5% : 95%548
0,09
0Merah muda
Metanol 100% 5460,01
7Merah muda
VIII. Pembahasan
Metode kromatografi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan komponen-
komponen yang ada dalam suatu zat atau bahan. Pada praktikum ini, digumakan metode
kromatografi cair vakum yang menggunakan prinsip hampir serupa dengan metode
kromatografi kolom. Perbedaannya adalah pada kromatografi cair vakum menggunakan
alat vakum seperti pompa, sehingga fasa gerak yang dimasukkan kedalam kolom dapat
bergerak atau terdistribusi lebih cepat.
Fasa diam adalah berupa silica gel kering dalam kolom, sedangkan eluen yang
digunakan adalah campuran pelarut (DCM:Metanol) dengan berbagai perbandingan.
Variasi perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui pada perbandingan pelarut
campuran berapa, komponen dalam sampel akan terpisah Prinsip pengerjaan dari metode
ini adalah dengan menempatkan suatu sampel dalam fasa diam yang kemudian akan
terbawa oleh fasa gerak dengan menggunakan bantuan pompa vakum untuk mempercepat
distribusi fasa gerak dan sampel melewati fasa diam sampai terjadi pemisahan sampel
berdasarkan tingkat kepolaran tiap komponennya. Sampel yang digunakan adalah
campuran Rhodamin B dan Methilen blue Komponen yang terpisah, kemudian dilakukan
uji kualitatif untuk menentukan kemurnian tiap komponen dengan metode
spektrofotometer.
Sampel yang digunakan, sebelumnya perlu dipreparasi terlebih dahulu sebelum
masuk dalam kolom. Sampel yang berupa cairan, ditambahkan silica gel hingga kering
yang menunjukkan sudah terserapnya seluruh sampel dalam silica gel. Setelah itu, sampel
baru bisa digunakan untuk pemisahan.
Sebelum sampel dimasukkan ke dalam kolom, dilakukan penambahan pelarut
(DCM 100%), agar silica gel dalam keadaan basah oleh pelarut dan siap (aktif) untuk
melakukan pemisahan. Sampel kering dimasukkan dalam kolom, kemudian eluen
ditambahkan. Pemisahan dilakukan dengan bantuan water jet pump untuk mempercepat
waktu eluen dan sampel keluar dari kolom. Komponen senyawa yang diserap lemah oleh
fasa diam akan keluar lebih cepat bersama eluen sedangkan komponen yang diserap kuat
akan keluar lebih lama dari kolom. Permukaan silica gel tidak dibiarkan mengering,
untuk menghindari terjadinya difusi antara fasa gerak dengan fasa diamnya. Terjadinya
difusi antara fasa diam dengan fasa gerak akan mempengaruhi kecepatan eluen untuk
turun keluar meninggalkan kolom.
Di dalam kolom akan terjadi kesetimbangan dinamis antara komponen teradsorbsi
pada fasa diam dengan komponen yang terlarut dalam fasa gerak. Setiap komponen
mempunyai koefisien distribusi yang berbeda sehingga kecepatan migrasinya pun akan
berbeda. Perbedaan kecepatan migrasi menyebabkan terjadinya pemisahan komponen
dalam campuran. Komponen-komponen yang terpisah akan ditampung, kemudian
dilakukan uji kualitatif lanjutan untuk mengetahui kemurnian tiap komponen yang
terpisahkan. Dalam hal ini, komponen yang diambil merupakan komponen dari hasil
pemisahan masing-masing variasi perbandingan pelarut yang digunakan.
Sampel yang akan dipisahkan berwarna ungu tua, karena campuran antara
rhodamin b dengan metilen biru dengan perbandingan 1:3. Kemudian sampel dipisahkan
dengan menggunakan eluen DCM : Metanol dengan berbagai perbandingan mulai dari
DCM 100%, 75% : 25%, 50% : 50%, 25% : 75%, 15% : 85%, 5% : 95%, dan 100%
metanol. Pada konsentrasi DCM 100% terjadi pemisahan warna menjadi jingga
kemerahan dan biru dengan fraksi warna biru tua yang turun terlebih dahulu. Kemudian
selanjutnya dengan menggunakan eluen dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 75% :
25%, warna yang keluar terlebih dahulu adalah warna biru tetapi intensitas warnanya
lebih terang dari sebelumnya. Selanjutnya dengan menggunakan eluen 50% : 50%, efluen
yang keluar berwarna merah muda. Pada konsentrasi ini rhodamin B mulai berikatan
dengan eluen. Warna merah muda pada efluen terus muncul pada setiap konsentrasi eluen
yang berbeda dengan intensitas warna yang berbeda pula.
Berdasarkan data yang diperoleh fraksi warna yang intensitas warnanya lebih
besar, terjadi pada perbandingan konsentrasi 25% DCM dengan 75% metanol dengan
panjang gelombang 511 dan absorbansi 3,436. Pada konsentrasi ini rhodamin B berikatan
secara maksimal dengan eluen DCM : Metanol.
Fraksi warna biru yang keluar menunjukkan bahwa afinitas metilen biru lebih
besar terhadap eluen dengan konsentrasi DCM yang lebih besar dari konsentrasi metanol,
hal ini menunjukkan bahwa metilen biru mempunyai kepolaran yang berbeda
dibandingkan dengan rhodamin B yang kepolarannya lebih besar. Oleh sebab itu warna
biru lebih cepat keluar dibandingkan dengan warna merah muda yang lebih lama
meninggalkan kolom. Lamanya fraksi warna merah muda meninggalkan kolom,
menunjukkan bahwa warna merah muda terjerap kuat oleh fasa diamnya.
Peristiwa ini dipengaruhi oleh kepolaran dari larutan eluen yang digunakan.
Larutan eluen DCM (Dicloromethan) mempunyai kepolaran yang lebih rendah dari
larutan metanol yang merupakan larutan polar. Sehingga pada saat kedua eluen ini
dicampurkan, maka eluen campuran ini akan mempunyai kepolaran yang berbeda. Selain
kepoloran larutan eluen yang mempengaruhi keterpisahan warna pada kolom, aspek yang
turut mempengaruhi pemisahan warna yang terjadi adalah kelarutan sampel terhadap
eluen yang digunakan.
Efluen yang ditampung dengan berbagai fraksi warna yang diperoleh diuji dengan
menggunakan alat spektrofotometer untuk mengetahui intensitas warna hasil dari
pemisahan.
IX. Kesimpulan
1. Metilen biru mulai terpisah pada konsentrasi DCM 100% dan terpisah seluruhnya
pada konsentrasi 25% DCM : 75% Metanol.
2. Rhodamin B mulai larut dan keluar kolom pada konsentrasi 50% DCM : 50%
Metanol.
3. Metilen biru mempunyai afinitas yang kuat terhadap fasa gerak dibandingkan dengan
afinitas rhodamin B yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap fasa diam.
X. Daftar Pustaka
Hendayana Sumar, Ph.D. 2006. “Kimia Pemisahan : Metoda Kromatografi dan
Elektroforesis Modern”. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Basset, J., R. C. Denny, G. H. Jeffrey & J.. 1994. “Buku Ajar Vogel:Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik”. Penerbit Buku Kedokteran.
http://sersan-mulyono.blogspot.com/2011/04/sekunder-dengan-kromatografi-vakum-
cair_03.html (diunduh pada tanggal 21 Maret 2013).
http://data-farmasi.blogspot.com/2011/02/bab-i-pendahuluan-1.html ( diunduh pada tanggal 21 Maret 2013).
Lampiran
Tabel sifat-sifat pelarut umum
Solvent Rumus kimia Titik didih Konstanta Dielektrik Massa jenis
Pelarut Non-Polar
Heksana CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 69 °C 2.0 0.655 g/ml
Benzena C6H6 80 °C 2.3 0.879 g/ml
Toluena C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml
Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713 g/ml
Kloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498 g/ml
Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77 °C 6.0 0.894 g/ml
Pelarut Polar Aprotic
1,4-Dioksana /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\ 101 °C 2.3 1.033 g/ml
Tetrahidrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\ 66 °C 7.5 0.886 g/ml
Diklorometana (DCM) CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326 g/ml
Asetona CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786 g/ml
Asetonitril (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786 g/ml
Dimetilformamida (DMF) H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
Dimetil sulfoksida (DMSO) CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
Pelarut Polar Protic
Asam asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049 g/ml
n -Butanol CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118 °C 18 0.810 g/ml
Isopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785 g/ml
n -Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803 g/ml
Etanol CH3-CH2-OH 79 °C 30 0.789 g/ml
Metanol CH3-OH 65 °C 33 0.791 g/ml
Asam format H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21 g/ml
Air H-O-H 100 °C 80 1.000 g/ml