Laporan Kasus Luka Bakar

55
BAGIAN ILMU ANESTESI PRESENTASI KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2014 UNIVERSITAS HASANUDDIN LUKA BAKAR DISUSUN OLEH : A.RESVIANTY ASMIRALDA PEMBIMBING : dr. NUR MAGFIRAH ASHRI SUPERVISOR : dr. HISBULLAH, Sp. An-KIC-KAKV DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 1

Transcript of Laporan Kasus Luka Bakar

Page 1: Laporan Kasus Luka Bakar

BAGIAN ILMU ANESTESI PRESENTASI KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2014UNIVERSITAS HASANUDDIN

LUKA BAKAR

DISUSUN OLEH :A.RESVIANTY ASMIRALDA

PEMBIMBING:dr. NUR MAGFIRAH ASHRI

SUPERVISOR:dr. HISBULLAH, Sp. An-KIC-KAKV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

1

Page 2: Laporan Kasus Luka Bakar

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama/NIM : A.Resvianty Asmiralda

Judul Presentasi Kasus : Luka Bakar

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2014

Pembimbing Supervisor

dr. Nur Magfirah Ashri dr. Hisbullah,Sp.An-KIC-KAKV

2

Page 3: Laporan Kasus Luka Bakar

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........……………................................................. i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I KASUS................................................................................................ 1

Identitas Pasien........................................................................................ 1

Anamnesis............................................................................................... 1

Pemeriksaan Fisik................................................................................... 1

Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 2

Diagnosis Kerja...................................................................................... 4

Terapi....................................................................................................... 4

Prognosis................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 5

Definisi Dan Etiologi............................................................................... 5

Epidemiologi........................................................................................... 6

Klasifikasi Luka Bakar........................................................................... 7

Berat Dan Luas Luka Bakar................................................................... 9

Pembagian Luka Bakar.......................................................................... 12

Patofisiologi............................................................................................. 13

Kriteria Perawatan................................................................................... 18

Penatalaksanaan....................................................................................... 18

Komplikasi............................................................................................. 25

BAB III PEMBAHASAN KASUS................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 32

3

Page 4: Laporan Kasus Luka Bakar

BAB I

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 21 tahun

Alamat : Desa Tinggimae Kab.Gowa

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh bangunan

Pendidikan : -

Masuk RS : Selasa, 24 Desember 2013 pukul 13.24

ANAMNESIS

Keluhan utama : Luka Bakar Listrik

Anamnesis Terpimpin :

Dialami sejak 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat tersengat listrik

pada saat bekerja di mesjid. Awalnya pasien tanpa sengaja memegang kabel

telanjang, lalu kesetrum dan terjatuh ke lantai. Terdapat kesan luka bakar pada

lengan kanan dan punggung kiri sampai ke leher. Nyeri (+) jika luka bakar

disentuh. Riwayat pingsan (+) <15 menit, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-),

batuk(-)

Riwayat penyakit dahulu

Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Primary survey

B1:RR:20x/menit, Rh-/-, Wh-/-, SpO2: 99%

B2:TD 110/70 mmHg, N 88 x/menit regular, kuat angkat.

B3: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor ∅2,5mm/2,5mm, RC +/+, suhu axilla 36,8 C

B4: terpasang kateter, produksi urin ±60cc/jam, warna merah kecoklatan.

B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.

4

Page 5: Laporan Kasus Luka Bakar

B6: Edema (-), fraktur (-), luka bakar grade iia-iib

Secondary survey

Kepala & wajah : deformitas (-), bibir edema (-),

Mata : edema (-), konjungtiva anemis (-), ikterus (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : sekret (-)

Dada : simetris kanan = kiri

- Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal,

H/L ttb

Ekstremitas : lihat status lokalis

Status lokalis

5

Page 6: Laporan Kasus Luka Bakar

Kepala dan leher : 3 %

Trunkus anterior : 0 %

Trunkus posterior : 7 %

Esktremitas atas kanan : 5 %

Ekstremitas atas kiri : 2 %

Ekstremitas bawah kanan : 0 %

Ekstremitas bawah kiri : 0 %

Genitalia : 0 % +

Total : 17 %

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RUTIN

Hemoglobin : 15,8 g/dL

Hematokrit : 48,4 %

Leukosit : 43.800/L

6

Page 7: Laporan Kasus Luka Bakar

Trombosit : 455.000/L

MCV : 91 fl

MCH : 29.8 pg

MCHC : 32.7 g/dL

PT : 11.3 detik

PT kontrol : 10.3 detik

APTT : 32.1 detik

APTT kontrol : 23.3 detik

CT : 7’00

BT : 3’00

URINALISIS

Sedimen

Sel epitel : 0-1

Leukosit : 1-2

Eritrosit : 10-11

Silinder : -

Kristal : -

Bakteri : -

Berat jenis : 1.015

pH : 5

Protein : -

Glukosa : -

Keton : +

Darah/Hb : +

Bilirubin : -

Urobilinogen : 0,2

Nitrit : -

KIMIA DARAH

Ureum : 32 mg/dL

Creatinin : 0,7 mg/dL

SGOT : 533 U/L

SGPT : 112 U/L

GDS : 150 mg/dL

Na : 133 meq/L

K : 4.11 meq/L

Cl : 107 meq/L

7

Page 8: Laporan Kasus Luka Bakar

DIAGNOSIS KERJA

Luka bakar grade IIA-IIB 17 % + Compartment sindrom

TERAPI

Airway : O2 2-4 tpm via Nasal Kanul

Breathing : spontan

Circulation : IVFD RL 124 tts/menit pada 6 jam pertama. Dilanjutkan

dengan 46 tts/mnt pada 16 jam berikutnya. Pasang

kateter.

Drug : Ceftriaxon 1gr/12 j/IV, Ketorolac 30 mg/8jam/iv,

Ranitidin 50 mg/8 jam/iv, kompres NaCl + Silver

Sulphadiazine 10 mg Cr.

Monitoring resusitasi

Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 30-60 cc/ jam.

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Functionam : Dubia

Quo ad Sanactionam : Bonam

8

Page 9: Laporan Kasus Luka Bakar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,

listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas

dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase

syok) sampai fase lanjut.

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung

maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada

kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik

maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,

penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

1. Paparan api

a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan

menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar

pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki

kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh

atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda

panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang

mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok

dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

2. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan

semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan

ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan

berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya

menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.

Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan

9

Page 10: Laporan Kasus Luka Bakar

ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai

permukaan cairan.

3. Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator

mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi

dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap

panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

4. Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan

oklusi jalan nafas akibat edema.

5. Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.

Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan

percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

6. Zat kimia (asam atau basa)

7. Radiasi

8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

EPIDEMIOLOGI

Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka

morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat

kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di

rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.

Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada

Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan

Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan

unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60% karena

kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena

sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih

tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.

10

Page 11: Laporan Kasus Luka Bakar

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu

tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung

menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju

yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis

seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu

tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka

bakar derajat I, II, atau III:

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan

banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I

biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka

biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan

atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun

masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan

epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,

kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang

masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran

11

Page 12: Laporan Kasus Luka Bakar

luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari

pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa

nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan

baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga

cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin

organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa

jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga

untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok

kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada

dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak

intak.

12

Page 13: Laporan Kasus Luka Bakar

Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan

kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya

trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.

Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.

13

Page 14: Laporan Kasus Luka Bakar

Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan

suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan

cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan

mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,

tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka

bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya

meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar

dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat

untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.

Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas

luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan

‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan

bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha

kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing

9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir

luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

14

Page 15: Laporan Kasus Luka Bakar

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan

kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.

Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,

dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh

di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas

permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas

permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan

disesuaikan dengan usia:

o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.

Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap

tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai

nilai dewasa.

15

Page 16: Laporan Kasus Luka Bakar

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of

body surface area affected by burns in children.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas

usia 50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir

pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

16

Page 17: Laporan Kasus Luka Bakar

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat

III kurang dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa

> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang

tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,

tangan, kaki, dan perineum

PATOFISIOLOGI

Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan neurogenik.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel

darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.

Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang

mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan

intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan

akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada

luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

17

Page 18: Laporan Kasus Luka Bakar

Mekanisme utama akibat luka listrik adalah sebagai berikut:

1. Energi listrik menyebabkan kerusakan jaringan langsung, mengubah

potensial sel membran istirahat, dan tetany memunculkan otot. 

2. Konversi energi listrik menjadi energi panas, menyebabkan kerusakan

jaringan besar dan nekrosis coagulative.

3. Cedera mekanis dengan trauma langsung akibat jatuh atau kontraksi otot

kekerasan.

Faktor-faktor yang menentukan derajat cedera termasuk besarnya energi yang

disampaikan, resistensi dari jaringan yang kontak dengan arus listrik, jenis arus,

jalur arus, dan lamanya kontak. Efek sistemik dan kerusakan jaringan secara

langsung proporsional dengan besarnya arus yang. Jumlah arus (ampere) secara

langsung berhubungan dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan

perlawanan, sebagaimana ditentukan oleh hukum Ohm (I = V / R, dimana I =

arus, V = tegangan, R = resistansi). Dari parameter yang dijelaskan oleh hukum

Ohm, tegangan biasanya dapat ditentukan dan digunakan untuk mengukur

besarnya potensi pemaparan saat ini dan besarnya cedera yang disebabkan.

Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi (> 1000 volt) atau

tegangan rendah (<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan tinggi dikaitkan

dengan morbiditas dan kematian yang lebih besar, meskipun cedera fatal dapat

terjadi pada tegangan rendah. Tubuh memiliki tahanan yang berbeda-beda. Secara

umum, jaringan dengan cairan yang tinggi dan mengandung banyak elektrolit

mampu mengkonduksi listrik lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi.

Sedangkan jaringan saraf memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama

dengan pembuluh darah, otot, dan selaput lender juga memiliki tahanan yang

rendah terhadap listrik. Kulit memberikan tahanan “intermediate” dan merupakan

faktor yang paling penting menghambat aliran arus. Kulit adalah resistor utama

terhadap arus listrik, dan derajat resistensi ditentukan oleh ketebalan dan

kelembaban. Ini bervariasi dari 1000 ohm untuk kulit tipis lembab untuk beberapa

ribu ohm untuk kulit kapalan kering.

18

Page 19: Laporan Kasus Luka Bakar

Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang

dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih mungkin

menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan aritmia fatal,

kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transcranial arus dapat

menyebabkan cedera otak langsung, kejang, pernapasan, dan kelumpuhan.

Cedera electrothermal mengakibatkan edema jaringan. Meningkatnya

permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu tinggi menyebabkan terjadinya

perpindahan cairan yang berasal dari jaringan interstisial yang mengawali

terjadinya edema yang akan menghasilkan sindrom kompartemen. Ekstremitas

adalah struktur yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom

kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi

peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup.

Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen

jaringan.

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal

normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah

kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. Ketika tekanan dalam

kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler

kolaps. Pertama-tama sel akan mengalami oedem, kemudian sel akan berhenti

melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan

menyebabkan tekanan meningkat.Aliran darah yang melewati kapiler akan

berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya

hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif yang

meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi kehilangan

cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan

disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis.

Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi :

1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang

terkena.

2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat.

3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi.

19

Page 20: Laporan Kasus Luka Bakar

4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi.

5. Pulselesness: Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan

perfusi arterial.

Selain itu panas yang dihasilkan oleh arus listrik akan merusak sarkolemma

pada otot rangka dan melibatkan kebocoran cairan intraseluler (myoglobin,

creatinin kinase, kalium, fosfat dan asam urat) dalam jumlah besar ke dalam

plasma. Hal ini yang disebut rhabdomyolysis. Pada orang dewasa,

rhabdomyolysis mempunyai 3 ciri khas yaitu kelemahan otot,myalgia dan urin

yang berwarna kecoklatan gelap. Namun ketiga karakter ini terkadang jarang

muncul bersamaan. Myoglobin hasil dari kerusakan sel otot akan masuk ke aliran

darah dan masuk ke ginjal. Myoglobin ini mudah melewati glomerulus dan mudah

di eksreksikan ke urin (myoglobinuria). Dengan demikian, terjadi pengendapan

mioglobin dalam tubulus ginjal yang akan mengakibatkan gagal ginjal akut.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi

tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok

hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,

nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.

Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada

kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan

mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring

yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala

sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini

ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh

kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem

pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain

berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran

20

Page 21: Laporan Kasus Luka Bakar

napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial

ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten

terhadap berbagai antibiotik.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan

kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar

demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,

seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran

kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.

Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di

darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh

dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa

elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel

kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam

mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik

jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami

kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,

peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase

mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala

yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak

Curling.

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel

akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi

ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome

(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan

akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan

perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.

21

Page 22: Laporan Kasus Luka Bakar

KRITERIA PERAWATAN

Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang

digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka

bakar adalah seperti berikut:

1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur

kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.

2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia

lainnya.

3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,

perineum, atau sendi utama.

4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada

semua kelompok usia.

5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.

6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang

bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau

mempengaruhi kematian.

7. Luka bakar kimia.

8. Trauma inhalasi

9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka

bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.

10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit

perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.

11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti

sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.

PENATALAKSANAAN

Primary Survey

22

Page 23: Laporan Kasus Luka Bakar

Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas

secara normal

Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20x/ menit

Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi yang

pada orang normal berkisar antar 60 – 100x/ menit

Disability

o Periksa kesadaran.

o Periksa ukuran pupil.

Environment

o Jaga pasien dalam keadaan hangat.

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,

chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama dapat

dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas

kesehatan

Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan

pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk

sampai pada fase cleaning.

Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan

air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah

normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan

3 jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering

diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia

(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan

es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)

23

Page 24: Laporan Kasus Luka Bakar

sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia –

Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram

dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila

penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari

kulit baru disiram air yang mengalir.

Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi

rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses

penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan

infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh

diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru

lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan

derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa

atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)

bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat

hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak,

oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan

risiko infeksi.

Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

Tentukan luas luka bakar

Telah dibahas sebelumnya.

24

Page 25: Laporan Kasus Luka Bakar

Resusitasi cairan (jika berindikasi)

Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak

atau > 15% pada dewasa. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:

Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh

vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.

Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin

survival seluruh sel

Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan

stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar

mayor yaitu Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan

Monafo’s formula.

Parkland formula

1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap

1% permukaan tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB

untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar pada anak. Cairan RL

ditambahkan untuk maintenance pada anak:

- 4 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg

- 40 mL/jam + 2 mL/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg

- 60 mL/jam + 1 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau

lebih.

Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.

2. 24 jam selanjutnya: koloid diberikan sebesar 20-60% dari kalkulasi

volume plasma. Tanpa kristaloid. Glukosa pada air ditambahkan untuk

mempertahankan output urin 0,5 – 1 mL/jam pada dewasa dan 1

mL/jam pada anak.

Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya.

Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk

25

Page 26: Laporan Kasus Luka Bakar

menilai volume sirkulasi darah. Pemberian cairan cukup untuk dapat

mempertahankan produksi urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak dengan berat

badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada orang dewasa.

Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma

dengan efektif tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan

koloid telah digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan

dan kekurangan. Tak satupun dari mereka ideal, dan tak ada yang lebih superior

dibanding yang lain.

1. Kristaloid isotonik

Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain.

Cairan RL, cairan Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL)

dan NaCl 0,9% adalah cairan yang sering digunakan. Ada beberapa

efek samping dari kristaloid: pemberian volume NaCl 0,9% yang

besar memproduksi hyperchloremic acidosis, RL meningkatkan

aktivasi neutrofil setelah resusitasi untuk hemoragik atau setelah infus

tanpa hemoragik. RL digunakan oleh sebagian besar rumah sakit

mengandung campuran ini. Efek samping lain yang telah

didemonstrasikan yaitu kristaloid memiliki pengaruh yang besar pada

koagulasi.

Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering

digunakan untuk resusitasi luka bakar di Inggris dan Irlandia adalah

cairan Hartmann (unit dewasa 76%, unit anak 75%). Sedangkan RL

merupakan tipe cairan yang paling sering digunakan di US dan

Kanada.

2. Cairan hipertonik

Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah

ditekankan oleh beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel

shingga terjadi edema sel dan hipo-osmolar intravascular volume

cairan. Pemasangan infus cairan hipertonik yang segera telah

dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan membatasi edema

sel. Penggunaan cairan dengan konsentrasi 250 mEq/L, Moyer at al.

26

Page 27: Laporan Kasus Luka Bakar

mampu mendapatkan resusitasi fisologis yang efektif dengan total

volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada 24 jam

pertama. Namun Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam

pasien yang diterapi dengan cairan hipertonik atau RL memberikan

hasil yang sama. Mereka juga mendemonstrasikan bahwa resusitasi

cairan hipertonik berhubungan dengan peningkatan insidens gagal

ginjal dan kematian. Saat ini, resusitasi dengan cairan hipertonik

menjadi pilihan menarik secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi

memerlukan pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan aggal

ginjal menjadi perhatian utama.

3. Koloid

Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen

vaskular memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran

kapiler bisa bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain

menemukan ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah

trauma bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk

meningkatkan osmolalitas intravascular dan menghentikan

ekstravasasi kristaloid.

Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya

dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,

maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang

diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-

30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi

kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian

diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya

SIRS dan MODS.

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan

morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2

27

Page 28: Laporan Kasus Luka Bakar

mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-

10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang

bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri

walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari

ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak

akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.

Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan

menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya

iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan

dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi

– komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan

nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang

menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini

mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.

Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –

organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar

yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian

cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka

bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis

28

Page 29: Laporan Kasus Luka Bakar

dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan

ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh

posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari

metode ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada

luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,

serta parut hipertrofik dan kontraktur.

KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ

Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap

berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,

luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan

dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya

bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh

beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara

berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-

organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ

29

Page 30: Laporan Kasus Luka Bakar

terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction

Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ

Failure/MOF).

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,

injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.

Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of

Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila

dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)

- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah

(PaCO2 < 32 mmHg)

- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000

sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur

darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan

dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS. Pada dasarnya MODS

adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut

sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa

intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang

berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan

kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang

berawal dari SIRS.

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien

luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori

yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya

terjadi secara simultan.

Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan

penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus

terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa

menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah

30

Page 31: Laporan Kasus Luka Bakar

terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora

normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya

akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan

beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap

kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak

oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi

disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut

menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang

memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena

gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik

(ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal

khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir

dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer

menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang

meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator

sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama

gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi

barrier kulit.

Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang

sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis.

LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang

pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada

hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas

pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.

Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik

pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras

seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-

inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak

hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan

31

Page 32: Laporan Kasus Luka Bakar

kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka

bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang

mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran

cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena dalam (Deep Vein

Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation

(DIC). Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah

perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

32

Page 33: Laporan Kasus Luka Bakar

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Tn. S, usia 21 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan luka bakar di

tubuhnya yaitu kedua lengan dan punggung bagian atas yang dialami sejak 2 jam

sebelum masuk Rumah Sakit akibat tersengat listrik. Pasien sedang bekerja di

mesjid dan tanpa sengaja menyentuh kabel telanjang. Nyeri (+) jika luka bakar

disentuh. Riwayat pingsan (+) <15menit, hal ini menandakan telah terjadi cardiac

arrest akibat sengatan listrik, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-), batuk(-). Pada

pemeriksaan fisis ditemukan pada regio thoracalis posterior, cervical, ekstremitas

kanan dan kiri tampak kesan luka bakar, nyeri (+), edema (+), eritema (+),

pucat(+), pulselessness(+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis,

peningkatan enzim transaminase, hemoglobinuria, dan ketonuria.

Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan

ABCD dari pasien. Airway: paten. Breathing & Ventilation: dada simetris, P 20

x/menit, Rh-/-, Wh-/-, bunyi pernapasan vesikuler, tipe pernapasan

thoracoabdominal. Circulation: TD 110/70 mmHg, N 88 x/menit reguler kuat

angkat. Disability: kesadaran composmentis, pupil isokor Ø 2,5 mm/2,5 mm.

Environment: suhu axilla 36,8 C.

Pada tubuh ditemukan luka bakar di region cervical (3%), thoracalis

posterior (7 %) dan ekstremitas kanan dan kiri (7 %). Luas luka ditentukan

menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 17%

dengan grade II A – II B, sehingga digolongkan ke dalam luka bakar sedang.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan luka bakar derajat II A – II B

sebab kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi

inflamasi akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah

atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien

tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya

hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga

tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai

kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)

33

Page 34: Laporan Kasus Luka Bakar

dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat

kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.

Lengan tampak edema hiperemis dan bulla. Edema terjadi akibat adanya

gangguan vaskularisasi yang menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat,

tekanan osmotik koloid menurun sehingga air, protein yang terkandung dalam

vascular berpindah ke jaringan interstisial. Hiperemis terjadi akibat adanya

peningkatan aliran darah pada zona ini, dimana belum terjadi kerusakan jaringan

namun tubuh sudah mempersiapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan

jaringan dengan meningkatkan aliran darah pada daerah ini. Bulla menandakan

terjadinya perpindahan cairan dari jaringan interstisial (2nd spacing) menuju 3rd

spacing di atas dermis yang selanjutnya akan membentuk bulla tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis, pada ektremitas didapatkan tanda-

tanda sindrom kompartemen, seperti pain, pallor (pucat), paralisis (kelemahan),

pulselessness (denyut nadi melemah). Dimana Sindrom kompartemen merupakan

suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen

osteofasial yang tertutup akibat meningkatnya permeabilitas kapiler akibat

terpajan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan yang

berasal dari jaringan interstisial. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi

jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Hal tersebut merupakan indikasi untuk

dilakukan fasciotomi.

Dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium urine, terdapat abnormalitas

pada hasil makroskopik yaitu warna urine jernih namun kemerahan,akibat

terjadinya hemolisis yang menyebakan hemoglobin terdapat dalam urine dan

mewarnai urine tersebut. Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan

peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi

pada fase akut luka bakar. Selain itu, terjadi peningkatan enzim transaminase

akibat proses inflamasi di hepar dan otot.

Resusitasi cairan perlu dilakukan karena luka bakar mencapai 17% (di atas

15%). Dengan rumus Parkland, dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:

(diketahui BB pasien 65 kg)

4x BB x luas luka bakar = 4 x 65 x 17 = 4420 mL (dalam 24 jam Pertama)

34

Page 35: Laporan Kasus Luka Bakar

Dari total cairan yang harus diberikan dalam 24 jam pertama, dibagi dalam

dua pemberian yaitu cairan pada 8 jam pertama dan 16 jam kedua. Karena

resusitasi seharusnya dimulai sejak terjadinya trauma bakar sedangkan pasien

datang ke rumah sakit 2 jam setelah kejadian, sehingga tersisa 6 jam dari yang

seharusnya 8 jam pertama untuk melakukan resusitasi. 2210 cc diberikan pada 6

jam pertama ≈ (2210 cc x 20)/6x60 menit= 124 tts/menit; kemudian 2210 cc yang

diberikan pada 16 jam selanjutnya ≈ (2210 ml x 20)/ 16x60 menit = 46 tts/

menit.

Cairan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL). Hal yang dimonitor

selama resusitasi yaitu output urin 0,5 – 1 mL/kg BB/jam dan tanda-tanda vital.

Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar kompartemen vaskular

memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa

bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Sehingga pemberian koloid tidak

dianjurkan pada 24 jam pertama.

Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan

air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu

di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan.

Kemudian diberikan krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi. Untuk

menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl untuk

mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bulla yang luas

dengan akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula

sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.

Diberikan antibiotik karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh

kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk

pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada

luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi

kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.

Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan analgetik golongan NSAID

untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien serta diberikan AH2

antagonis untuk mencegah pengeluaran asam lambung yang diakibatkan oleh

stress ulcer akibat luka bakar tersebut.

35

Page 36: Laporan Kasus Luka Bakar

DAFTAR PUSTAKA

Advances Trauma Life Support untuk Dokter. 2004.

Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn Injuries. Indian

J Plast Surg. 2010: S29-S36.

David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007: 4.

WHO. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District Hospital. 2003:

1-7.

Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ. 2004;328:1427–9.

New Zealand Guidelines Group. Management of Burns and Scalds in Primary

Care. Accident Compensation Corporation. 2007: 4-6.

James M, Mahambrey T, Andrews F, Jeanrenaud P, Yao S, Wilkinson D. Adult

Acute Burn Fluid Resuscitation Guidelines. NHS: 1-4.

The Dudley Group. Clinical Guideline Burn Injury. 2012

Steffen Rex.Burn Injuries. 2012

36