Laporan Kasus Anestesi

48
LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : Ismahyudi JK : Laki-laki Umur : 30 tahun, 9 bulan, 7 hari RM : 631677 MRS : 07-10-2013 Jaminan : Umum Ruangan : Unit Luka Bakar Anamnesis Keluhan Utama : Luka bakar listrik Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena listrik. Riwayat pingsan (+), riwayat muntah (-), riwayat sesak (-), riwayat kejang (-). Riwayat alcohol (+) ±10 tahun, merokok (+) 1 bungkus/hari. Mekanisme trauma : Malam hari pkl. 22:00 WITA, pasien sedang berada di atas plafon rumah untuk melihat atap rumah yang bocor, tanpa sengaja pasien menginjak kabel dan menyetrum pasien. Pemeriksaan Fisik Primary Survey 1

description

anestesi luka bakar

Transcript of Laporan Kasus Anestesi

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ismahyudi

JK : Laki-laki

Umur : 30 tahun, 9 bulan, 7 hari

RM : 631677

MRS : 07-10-2013

Jaminan : Umum

Ruangan : Unit Luka Bakar

Anamnesis

Keluhan Utama : Luka bakar listrik

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit akibat

terkena listrik. Riwayat pingsan (+), riwayat muntah (-),

riwayat sesak (-), riwayat kejang (-). Riwayat alcohol (+)

±10 tahun, merokok (+) 1 bungkus/hari.

Mekanisme trauma : Malam hari pkl. 22:00 WITA, pasien sedang berada di

atas plafon rumah untuk melihat atap rumah yang bocor,

tanpa sengaja pasien menginjak kabel dan menyetrum

pasien.

Pemeriksaan Fisik

Primary Survey

Airway:

Bebas, trakea ditengah (paten)

Breathing:

Dada simetris, Pernapasan: 28x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal,

BP:vesikuler, BT:Rh-/- Wh-/-

Circulation:

Tensi: 110/70 mmHg, Nadi: 85x/menit regular, kuat angkat.

Disability:

1

GCS 15 (E4M6V5), pupil: isokor, diameter 2.5mm/2.5mm

Enviroment:

Suhu axilla: 36,7 °C

Secondary Survey

Status Regional

Kepala : Anemis (-), ikterik (-)

Leher : DVS+2cmH2O, massa tidak teraba

Thorax :

I : Simetris kiri=kanan

P : MT (-), NT (-)

P : Sonor, batas paru hepar ICS V kanan

A : BP vesikuler, BT Rh-/- , Wh-/-

Jantung :

I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak teraba teraba

P : Pekak, batas jantung kesan normal

A : BJ I/II murni reguler, bising jantung (-)

Abdomen :

I : perut datar, ikut gerak napas.

A : Peristaltik (+) kesan normal

P : Massa tumor (-) Nyeri tekan (-) Hepar dan Lien tidak teraba

P : timpani (+)

Ekstremitas : Edema -/-

Status Lokalis

Regio Facialis dan colli :

I: Tampak luka bakar listrik derajat IIA 2% pada daerah fasialis sinistra dan colli

anterior,eritema (+), bulla(-), udem (-)

P:Nyeri tekan (+)

Regio Thoraksabdomen:

I: Tampak luka bakar listrik derajat IIA 13%,eritema (+), bulla(-), hematoma (-) 2

P:Nyeri tekan (+)

Regio trunkus posterior:

I: tampak luka bakar listrik derajat IIA 1%, eritema (+), bulla(-), hematom(-).

P: Nyeri tekan (+)

Regio Ekstremitas Superior Dextra et Sinistra:

I: Tampak luka bakar listrik derajat IIA 2%, eritema (+), bulla(-), hematom (-)

P:Nyeri tekan (+)

Regio Ekstremitas Inferior Dextra et Sinistra:

I: Tampak luka bakar lisrik derajat IIA 12%, eritema (+), bulla(-), hematom (-)

P:Nyeri tekan (+)

Foto Klinis

3

Gambar 1: Foto klinis

Pemeriksaan Penunjang

Tanggal : 07/10/2013

PARAMETER NILAI RUJUKAN

WBC 18.2 [10^3/uL] 4.00 – 10.0

RBC 4.84 + [10^6/uL] 4.50 – 6.50

HGB 14.1 [g/dL] 14.0 – 18.00

HCT 43.5 [%] 40.0 – 54.0

MCV 90 - [µm3] 80.0 – 100

MCH 29.2 [pg] 27.0 – 32.0

MCHC 32.5 [g/dL] 32.0 – 36.0

PLT 264 [10^3/uL] 150 – 400

RDW 12.1 [%] 11.0 – 16.0

MPV 6.9 [µm3] 6.00 – 11.0

4

Tanggal : 07/10/2013

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Nama Tindakan: Waktu Bekuan_

Waktu Bekuan 8’00” 4-10 Menit

Nama Tindakan: Waktu Pendarahan_

Waktu Pendarahan 2’00” 1-7 Menit

Nama Tindakan: Waktu Prothtrombine (PT)_

PT 9.5 CONTROL 10.4 10-14 Detik

INR 0.80 ---

Nama Tindakan: APTT_

APTT 26.1 CONTROL 26 22.0 - 30.0 Detik

Nama Tindakan: Glukosa Sewaktu_

GDS 105 140

Nama Tindakan: Ureum_

Ureum 20 10-50

Nama Tindakan: Kreatinin_

Kreatinin 0.8 L(<1.3), P(<1.1)

Nama Tindakan: GOT_

SGOT 201 <38

Nama Tindakan: GPT_

SGPT 55 <41

Nama Tindakan: Elektrolit

Natrium 138 135 – 145

Albumin 2.9 3.5-5.0

CK 13927 L(<190),P(<167)

CK-MB 139 <25

Troponin T <0.02 <0.05

5

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Kalium 2.9 3.5 - 5.1

Klorida 109 97 – 111

Nama Tindakan: HBsAg (ICT)

HBsAg (ICT) Non Reactive Non Reactive

Nama Tindakan: Anti HCV (ICT)

Anti HCV (ICT) Non Reactive Non Reactive

Tanggal : 10/10/2013

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Nama Tindakan: Glukosa Sewaktu_

GDS 113 140 mg/dl

Nama Tindakan: Ureum_

Ureum 22 10 - 50 mg/dl

Nama Tindakan: Kreatinin_

Kreatinin 0.6 L(<1.3), P(<1.1) mg/dl

Nama Tindakan: GOT_

SGOT 107 <38 U/L

Nama Tindakan: GPT_

SGPT 174 <41 U/L

Nama Tindakan: Albumin

Albumin 2.5 3.5-5.0 gr/dl

Nama Tindakan: Elektrolit_

Natrium 132 136 – 145 mmol/l

Kalium 4.4 3.5 - 5.1 mmol/l

Klorida 99 97 – 111 mmol/l

Nama Tindakan: Waktu Prothtrombine 6

(PT)_

PT 9.9 CONTROL 10.3 10-14 Detik

INR 0.804 ---

Nama Tindakan: APTT_

APTT 22.7 CONTROL 24.3 22.0 - 30.0 Detik

Nama Tindakan: Elektrolit

Natrium 132 135 – 145

Kalium 4.4 3.5-5.1

Chloride 99 97-111

Tanggal : 10/10/2013; 01:04

PARAMETER NILAI RUJUKAN

WBC 16.0 [10^3/uL] 4.00 – 10.0

RBC 3.70 + [10^6/uL] 4.50 – 6.50

HGB 17.4 [g/dL] 14.0 – 18.00

HCT 33.4 [%] 40.0 – 54.0

MCV 90 - [µm3] 80.0 – 100

MCH 29.9 [pg] 27.0 – 32.0

MCHC 33.1 [g/dL] 32.0 – 36.0

PLT 784 [10^3/uL] 150 – 400

RDW 11.3 [%] 11.0 – 16.0

MPV 5.9 [µm3] 6.00 – 11.0

WBC 16.0 + [10^3/uL] 4.00 – 10.0

Resume

7

Seorang laki-laki usia 30 tahun dengan berat badan 65kg masuk rumah sakit pada

hari Senin, tanggal 7 Oktober 2013, jam 02:11 WITA dengan luka bakar listrik

yang dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit akibat tersetrum listrik.

Riwayat pingsan(+). Saat itu pasien sedang berada di atas plafon rumah untuk

melihat atap yang bocor, tanpa sengaja pasien menginjak kabel dan menyetrum

pasien.

Pada pemeriksaan fisis pada regio facialis sinistra dan colli anterior tampak luka

bakar listrik derajat IIA 2%,eritema(+), nyeri tekan (+).Pada regio

thorakoabdomen tampak luka bakar listrik derajat IIA 12%, eritema(+), nyeri

tekan (+). Pada regio thoraks posterior tampak luka bakar listrik derajat IIA 1%,

eritema(+), nyeri tekan (+). Pada regio ekstremitas superior dextra et sinistra

tampak luka bakar listrik derajat IIA 3%, eritema (+), nyeri tekan (+). Pada regio

ekstremitas inferior dextra et sinistra tampak luka bakar 12%, eritema (+), nyeri

tekan (+).

Diagnosis

Luka bakar listrik derajat IIA 30%

Rencana Terapi

Resusitasi A,B,C,

Airway: Clear

Breathing: Oksigen NRM 8 – 10 lpm

Circulation: IVFD: RL 7800cc /24 jam: 8 jam (3900 cc RL), 16 jam (3900 cc RL)

Pada 24 jam pertama:

Resusitasi cairan dengan menggunakan cara Baxter/Parkland (1974): 4

ml/kgBB/% luka bakar

4 x 65 kg x 30% = 7800 ml/24 jam

8

8 jam I: 3900 ml

16 jam II: 3900 ml

Pada 24 jam kedua.

Awasi tanda vital dan balance cairan

O2 via Non rebreathing mask

IVFD RL 2400 cc/ 24 jam

F: Diet bebas

A: Ketorolac 30mg/8j/iv

S: -

T:-

H: Head up 300

U: Ranitidine 50mg/8j/iv

G: target GDS 120 mg/dl

Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV

Periksa lab. DR, albumin, ureum, kreatinin, elektrolit.

Monitoring resusitasi

Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 65 cc/ jam. Kesan cukup

9

LUKA BAKAR

I. PENDAHULUAN

Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan

kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat

tinggi seperti koboran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash),

terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akbat

serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari

(sunburn) dan suhu yang sangat rendah. Luka bakar merupakan cedera yang

cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan

morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera

oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penagannnya pun tinggi.

Trauma termal menimbulkan morbiditas dan moratalitas yang cukup tinggi.

Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma dan

menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi

morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang

tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta

mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi

cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan

untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya

rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma

listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan

yang berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)

II. EPIDEMIOLOGI

Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa

angka morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita

(69%).Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di

10

tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-

lain.(2,3)

Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada

Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan

Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang

dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan

bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja,

dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka

bakar pun di Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka

bakar berat.(1)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel

dipermukaan. Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Luas

kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit

merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin dan

kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat sangat kompleks, elastis, dan

sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung

pada lokasi tubuh .(6)

Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamnya disusun oleh

sel-sel epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit

(sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel

Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu

stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum

dan stratum corneum. (6)

Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh

darah dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas

kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari 11

dua lapiasan yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari

dermis adalah lapisan retikularis. (6)

Gambar 2:Anatomi kulit(6)

Antara fungsi kulit adalah: 1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian

dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan,

tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi terutama yang bersifat

iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang bersifat

panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar

terutama kuman/bakteri maupun jamur. 2) fungsi absorpsi, kulit yang sehat

tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang

mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.

Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut

mengambil bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan dapat berlangsung

melalui celah antar sel menembus sel-sel epidermis atau melalui muara

saluran kelenjar. 3) fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang

tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea,

asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena

lapisan ini selalu meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang

berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. 4) fungsi persepsi, kulit

mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap

rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffinidermis dan sukutis.

12

5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan

ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah

kulit. 6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit)

terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke

epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di

bawahnya dibawa oleh sel melanofag. 7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan

epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans,

melanosis. 8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan

mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. (6)

IV. ETIOLOGI

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun

zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh

derjat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4)

1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)

Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan

api ke tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat

terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya

olastik logam panas dan lain-lain). .(1,4,7, 10)

2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)

Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau

alkali yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan

pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. .

(1,4,7, 10)

3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)

13

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena

arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian

tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan.

Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika

intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.

Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak

dengan sumber arus maupun ground. .(1,4,7, 10)

4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan

sumber radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh

penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam

kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang

terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi. .(1,4,7, 10)

Gambar 3: Tipe luka bakar(6)

V. PATOFISIOLOGI

14

Respon Lokal

Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)

1. Zona Koagulasi

Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan

sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang

irevisibel disebabkan oleh koagulasi constituent proteins. (1)

2. Zona Stasis

Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini

mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit

sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas

kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini

nerlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir

dengan nekrosis jaringan. (1)

3. Zona Hiperemia

Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,

jaringannya masih viable . Proses penyembuhan berawal dari zona ini

kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan. (1)

15

Gambar 4: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat. (1)

Respon Sistemik

Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya

luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan

tubuh. Perubahan- perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)

a. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang

menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.

Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas

miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).

Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan

hipotensi sistemik dan hipoperfusi oragan. (1)

b. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan

pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome

(RDS). (1)

c. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali

lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic

menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk

menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.

d. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi

sistem imun humoral dan seluler. (1)

16

Gambar 5:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar (1)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan

epitel akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator

proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system

Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan

perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro

menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro)

sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)

VI. KLASIFIKASI

Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan

berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .

(1,2,3,4)

1. Berdasarkan kedalamannya.

a. Luka bakar derajat I(superficial burns)

17

Luka bakar derajta ini terbatas hanya sampai lapisan

epidermis. Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat

vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan

pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit

masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit

terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air

panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka

bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan

pengobatannya bertujiuan agar pasien merasa

nayamandengan mengoleskan soothing salves dengan atau

tanpa gel lidah buaya. .(1,2,3,4)

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)

Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang

kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini

mengenai sebagian permukaan dermis (superficial partial

thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai superficial

partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIA. Luka

bakar derajat IIA ini tampak eritema, nyeri, pucat jika

ditekan, dan ditanadai adanya bulla berisi cairan eksudat

yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas

dindingya meningkat.Luka ini mereepiteliasasi dari struktur

epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan

kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah

penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit

perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .

(1,2,4,7,10)

Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian

reticular dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali

sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIB.

18

Luka bakar derajat IIB ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri

jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam

14-35 hari dengan reepiteliasasi dar folikel rambut,keratinosit dan

kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari

hilangnya dermis. (1,2)

c. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)

Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan

epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai

dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih,

atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis

sehingga luka harus sembuh debgan reepitelisasi dari tepi luka.

Full-thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2)

Gambar 6: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman(1,2)

2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.

19

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap

luas permukaan tubuh atau Total Body Surface Area(TBSA).

Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules

of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat

diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai

proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi

Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekan kan

pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 3,4)

Gambar 7: Wallence Rule of Nines(2)

Gambar 8: Lund and Browder (2)

20

3. Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn

Association: (2,3)

a. Luka Bakar Ringan

i. Luka bakar derajat II < 5%

ii. Luka bakar derajat II 10% pada anak

iii. Luka bakar derajat II < 2%

b. Luka Bakar Sedang

i. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang

dewasa

ii. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak

iii. Luka bakar derajat III < 10%

c. Luka Bakar Berat

i. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang

dewasa

ii. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-

anak

iii. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

iv. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki,

dan genitalia/perineum.

v. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai

trauma lain.

VII. KRITERIA PERAWATAN

Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association

yang digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus

di unit luka bakar adalah seperti berikut: (2,4)

1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness

burns (luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada

pasien berumur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.

21

2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness

burns (luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada

kelompok usia lainnya.

3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness

burns (luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki,

amlat kelamin, perineum, atau sendi utama.

4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA

pada semua kelompok usia.

5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.

6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis

sebelumnya yang bisa mempersulit manajemen, memperpanjang

periode pemulihan, atau mempengaruhi kematian.

7. Luka bakar kimia.

8. Trauma inhalasi

9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di

mana luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari

morbiditas dan mortalitas.

10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit

perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.

11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus

seperti sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan

keganasan pada anak. (1,4,7,10)

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Prehospital

Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien

luka bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses

kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan

atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan

yang meleleh atau menempel pada kulit tidka bisa dilepaskan. Air

22

suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit

sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk

mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi. (2,3,4)

2. Resusitasi jalan nafas

Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.

Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan

intubasi sikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan

manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100%

diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk

mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan

napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.

Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu

agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.

Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama

menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas

yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian

oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi

mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas

dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses

inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah

dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala

dan distress pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,

gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu

pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu

dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. (2,3,4)

3. Resusitasi cairan

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:

23

Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh

pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia

jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak

diperlukan.

Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk

menjamin survival seluruh sel

Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan

mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke

kondisi fisiologis. (2,3,4,5)

a. Jenis cairan

Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu

kristaloid, cairan hipertonik dan koloid: (2,3,4,5)

Larutan kristaloid

Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan

ini adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit

mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas

hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak

hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini

banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat

(RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (2,3,4,5)

Larutan hipertonik

Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5

kali dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan

kristaloid. Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa

konsentrasi, yaiyu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%.

Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan

akan berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam

24

hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme

penarikan cairan dari intraseluler. (2,3,4,5)

Larutan koloid

Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES)

dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat

melintasi membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap

dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan

sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul

akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk

edema interstisium yang ada. (2,3,4,5)

HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin

sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½

dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping

koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES

dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah

interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,

elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES

memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex

yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas

kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (2,3,4,5)

b. Dasar pemilihan Cairan

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan

adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan

permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi

respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis

cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih

menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa

kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan

25

resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid

bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan

karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan

kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di

kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24

jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid. (2,3,4,5)

c. Penentuan jumlah cairan

Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan

tiga smapi empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan

kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml.

Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan

memperbaiki transpor oksigen.(2,3,4,5)

Penatalaksanaan dalam 2 4 jam pertama

Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,

menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus

luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama

diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume

total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh

dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (2)

Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-

30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan

rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (2)

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum

digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini

26

mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat

diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. (2,3)

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (2,3,4)

Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam

pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi,

anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai

cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari

kebutuhan.

Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3

mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%

jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena

sentral (minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal).

Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg

BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat

jenis dan sedimen).

Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan

kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak

ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan,

>400 ml gangguan berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua

Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam

24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau

10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema

interstisial.

27

Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah

produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5

mg/kgBB

Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(2)

Penatalaksanaan setelah 48 jam

Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance

Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),

hemoglobin dan hematokrit. (2,3,4)

Rumus Baxter:

Pada dewasa:

Hari I: 4 ml x kgBB x % luas luka bakar

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam

berikutnya.

Pada anak:

Hari I:

RL: dex 5% = 17:3

(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:

<1 thn = kgBB X 100cc

1-5 thn = kgBB X 75cc

5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

F ormula Parkland : (1,2,3)

Hari I (24jam pertama):

8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :

28

4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama

2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)

1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari

kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari

produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5

cc/kg/jam. (1,2,3)

4. Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,

mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi

debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),

pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan

perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses

reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan

untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk

membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan

setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat.

Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran

besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya. (2)

Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka

bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan

keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan

penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga

bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment

syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi

kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat

irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. (2)

29

Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien

atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan

kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup

dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan

tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang

memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan

untuk mengatasi infeksi pada luka. (2)

5. Eksisi dan graft

Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan

spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan

menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan

sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan

debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft

(pencakokan kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan

biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),

xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka sementara)

dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen). Idealnya luka

ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts

kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts

(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali

operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (2)

30

Gambar: Skin Graft (4)

6. Lain-lain

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis

infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi

kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan

hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca

cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik.

Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,

silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida

diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik

bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (2)

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-

3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan

melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral

dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk

mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan

aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase

saluran cerna baik. (2)

31

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk

memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu

sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas

harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari

diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal

atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin

dan hematokrit. (2)

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat

perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan

grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan

MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi

mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada

ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin

graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh

hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat

terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan

kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan

sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan

kontraktur memerlukan tindakan bedah. (2,4)

X. PROGNOSIS

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas

permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan

kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10

hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14

hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi

32

gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk

membuang jaringan parut. (1,2)

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa aksara.

2. Wolf SE, Herndon DN. Burn Care. Landes Bioscience. USA,1999

3. Pham TN, Cancio LC, Gibran NS. American Burn Association Practice Guidelines: Burn Shock Resuscitation. Journal of Burn Care and Research. January 2008

4. Alharbi et al. Treatment of burns in the first 24 hours: simple and practical guide by answering 10 questions in a step by step form. World Journal of Emergency Surgery 2012, 7:13.

5.Reilly RF, Perazella MA. Instant Access: Acid Base, Fluid, Electrolytes. Mc Graw Hill. USA 2007.

6. Wolff K, Goldsmith LS, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s: Dermatology in General Medicine 7th Ed. New York: McGraw – Hill; 2008.

34