Laporan Geologi Fisik 4a
-
Upload
afrisalarif -
Category
Documents
-
view
32 -
download
3
Transcript of Laporan Geologi Fisik 4a
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batuan Metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme,
dimana terjadi perubahan atau altereasi; physical (struktur, tekstur) dan chemical dari
suatu batuan pada temperatur dan tekanan tinggi di dalam kerak bumi.
Proses metamorfisme adalah perubahan batuan yang sudah ada menjadi
batuan metamorf karena perubahan tekanan dan temperature yang besar. Batuan
metamorf dapat berasal dari batuan beku, batuan sedimen , maupun batuan metamorf
yang sudah ada. Kata metamorf sendiri artinya adalah perubahan bentuk. Media atau
agen yang menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan, dan
cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuannya adalah sifat
fisik dan komposisi mineral.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami
perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan tersebut terbentuk,
sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali
pada kondisi yang baru, maka batuan mengalami perubahan.berdasarkan hal-hal
tersebutlah yang mendasari diadakannya praktikum metamorfisme ini
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari diadakannya praktikum metamorfisme ini adalah kita dapat
mengetahui bagaimana proses terbentuknya batuan metamorf. Adapun tujuan dari
diadakannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa itu metamorfisme
2. Mengetahui agen-agen metamorfisme
3. Mengetahui macam-macam metamorfisme
1.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum ini yaitu sebagai
berikut:
a. Kertas A3
b. Pensil 2B
c. Penghapus karet
d. Rautan pensil
e. Penggaris
f. Pensil warna
g. Pulpen
h. Kertas A4s
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Metamorfisme
metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogi batuan yang
berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi suhu dan tekanan
yang berbeda dari kondisi batuan tersebut sebelumnya. Perubahan yang berlangsung
di dalam proses pelapukan dan diagenesa pada umumnya tidak termasuk didalamnya.
Wilayah proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
2.2 Agen-Agen Metamorfisme
Agen atau media yang menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah
panas, tekanan, dan cairan kimia aktif.
2.2.1 Panas Sebagai Agen Metamorfisme
Panas merupakan agen metamorfisme yang sangat penting. Batuan yang
terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau mengalami
pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma. Apabila panas magma
tidak terlalu tinggi, proses metamorfisme tidak terjadi. Pada keadaan yang demikian
hanya akan terjadi proses pembakaran pada batuan yang diterobos yang disebut
baking effect.
Seperti diketahui bahwa tempratur akan meningkat dengan meningkatnya
kedalaman (gradient geothermal). Pada kerak bumi bagian atas rata-rata kenaikan
temperatur sekitar 30oC per kilometer. Batuan dekat permukaan bumi juga dapat
mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam. Proses ini terjadi pada
pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang konvergen, yaitu pada zona subduksi.
Proses perubahan mineral juga terjadi pada mineral penyusun batuan, yang
kestabilannya berubah karena perubah kedalaman. Contohnya, mineral lempung
menjadi tidak stabil pada kedalaman hanya beberapa kilometer, dan akan mengalami
rekristalisasi menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang
baru. Mineral lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada
kondisi temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses
metamorfisme pada kedalaman sekitar 30 kilometer.
2.2.2 Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme
Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan meningkatnya
kedalaman. Tekanan ini, seperti tekanan gas, akan sama besarnya ke segala arah.
Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan tekanan tambahan dari tekanan
pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya. Pada keadaan ini batuan akan
mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan. Batuan pada tempat yang dalam
akan menjadi plastis pada waktu mengalami deformasi. Sebaliknya pada tempat yang
dekat dengan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu mengalami
deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat rapuh akan hancur dan menjadi material
yang lebih halus.
2.2.3 Cairan Kimia Aktif Sebagai Agen Metamorfisme
Larutan kimia aktif, umumnya adalah air yang mengandung ion-ion terlarut,
juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme. Perubahanmineral yang
dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di beberapa
daerah gunung berapi. Di sepanjang pematang pegunungan lantai dasar samudera,
sirkulasi air laut pada batuan masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt
yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorf seperti serpentin dan talk.
2.3 Macam-Macam Metamorfisme
2.3.1 Metamorfisme Lokal
Metamorfisme ini merupakan tipe yang sebarannya terbatas meliputi
metamorfosa kontak (metamorfosa termal ) dan metamorfosa kataklastik yang cirinya
berbeda dari jenis sebelumnya.
a. Metamorfisme Kontak / Termal : Metaformisme termal terjadi disekitar tubuh
batuan beku sebagai akibat pemancaran panas selama pendinginannya. Semakin
perlahan dan lama proses pendinginan akan semakin efektif metamorfisme pada
batuan disampingnya. Wilayah ubahan disebut zona aureole, sedangkan batuan
hasil metamorfisme termal disebut batu tanduk / hornfels.
b. Metamorfisme Dislokasi / Dinamik / Kataklastik : Batuan metamorfik ini dijumpai
pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti di sekitar sesar. Pergerakan antar
blok batuan akibat sesar memungkinkan menghasilkan breksi sesar, dan batuan
metamorfik dinamik.
c. Metamorfisme Benturan : Hujan meteor yang melanda bumi pada akhir
mesozoikum ( sebelum 65 juta tahun lalu ) dan secara spekulatif dianggap sebagai
penyebab musnahnya dinosaurus, menghasilkan metamorfisme pada batuan yang
dibenturnya, sehingga dikenal dengan metamorfisme benturan.
2.3.2 Metamorfisme Regional
Tipe lainnya mempunyai penyebaran yang luas. Tipe ini terbagi dalam tiga
jenis, yaitu :
a. Metamorfisme Regional Dynamotermal : Secara geografi metamorfisme regional
dynamotermal menempati jalur orogenesa. Perubahan himpunan mineral dari zona
ke zona menunjukkan penambahan temperatur secara terus – menerus dari 700
Csampai 800 C. Metamorfisme regional dynamotermal berlangsung berkaitan
dengan gerak – gerak penekanan (penerative movement). Hal ini dibuktikan
dengan struktur sekistositas.
b. Metamorfisme Beban : Metmorfisme beban terjadi bila batuan terbebani oleh
sedimen yang tebal di atasnya. Tekanan berperanan penting daripada suhu.
Metamorfisme ini biasanya tidak disertai deformasi maupun perlipatan seperti
pada metamorfisme dynamotermal. Metamorfisme ini tidak berkaitan dengan
orogenesa arau intrusi magma.
c. Metamorfisme Lantai Samudera : Batuan penyusun lantai samudera merupakan
material baru yang dimulai pembekuannya di punggungan tengah samudera.
Pembentukan ofiolit selama proses pemekaran lantai samudera disertai dengan
perputaran fluida panas. Perubahan hidrotermal terjadi pada kerak tersebut.
2.4 Struktur Batuan Metamorf
Terjadi sebagai penyesuaian dengan kondisi baru akibat tekanan dan
temperatur. Ada dua jenis struktur yaitu :
2.4.1 Struktur Non foliasi
Struktur Non foliasi yaitu struktur yang tidak menunjukkan adanya penjajaran
mineral dan batuan massif. Ini terjadi akibat batuan kontak dengan tubuh intrusi
batuan beku, batua yang terbentuk biasanya berbutir halus. Dan batuan berasal dari
batuan asal yang mempunyai mineral tunggal seperti gamping, sehingga tidak
terbentuk mineral baru tetapi kristal-kristal yang kecil tumbuh lebih besar dalam
tekstur interlocking menjadi batuan baru. Contoh : batu gamping jadi marmer. Yang
termasuk dalam struktur non foliasi adalah :
a. Hornfelsik; butirannya seragam, terbentuk pada bagian dalam daerah kontak
sekitar tubuh batuan beku. Umumnya merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak
ada foliasi, tapi batuannya halus dan padat.
b. Milonitik; berkembang dari batuan asal yang mengalami penghancuran oleh
metamorfosa dynamo, berbutir halus dan liniasi ditunjukkan adanya orientasi
mineral yang berbentuk lentikuler terkadang masih menyimpan lensa batuan asal.
c. Kataklastik; hampir sama dengan milonit, tetapi butirannya kasar.
d. Pilonit; menyerupai milonit, tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya
mendekati tipe filitik.
e. Flaser; seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal yang berbentuk
lensa tertanam pada massa dasar milonit.
f. Augen; seperti flaser dan lensanya terdiri dari butiran feldspar pada massa dasar
yang lebih halus.
g. Granulose; seperti hornfelsik, tetapi ukuran butirannya tidak sama besar.
h. Liniasi; memperlihatkan kumpulan mineral seperti jarum.
2.4.2 Struktur Foliasi
Struktur Foliasi yaitu struktur yang menunjukkan penjajaran mineral. Ada 3
macam:
a. Slaty cleavage, struktur yang diekspresikan oleh kecenderungan batuan metamorf
yang berbutif halus untuk membelah sepanjang bidang subpararel yang
diakibatkan oleh orientasi penjajaran dari mineral-mineral pipih yang kecil seperti
mika, talk, atau klorit. Contoh: slate/batu sabak
b. Schistosity: struktur sifatnya mirip dengan di atas, tetapi mineral-mineral pipih
kebanyakan lebih besar dan secara keseluruhan batuan metamorf ini tampak
menjadi lebih kasar/medium. Contoh : Sekis.
c. Gneissic : struktur yang dibentuk oleh perselingan lapisan yang komposisinya
berbeda dan berbutir kasar (Feldspar, Kuarsa). Contoh : Gneiss.
d. Filitik : struktur yang hampir mirip dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Gambar Metamorfisme Kontak
3.1.2 Gambar Metamorfisme Dinamo
3.1.3 Gambar Metamorfisme Regional
3.2 Pembahasan
3.2.1 Gambar 1
Pada gamabr 1 ditampilkan gambar jenis metamorfisme, yaitu metamorfisme
kontak dimana pengertian dari metamorfisme kontak (Contact metamorphism) adalah
metamorfisme yang terjadi akibat adanya intrusi tubuh magma panas pada batuan
yang dingin dalam kerak bumi. Akibat kenaikan suhu, maka rekristalisasi kimia
memegang peran utama. Sedangkan deformasi mekanik sangat kecil, bahkan tidak
ada, karena stress disekitar magma relatif homogen. Batuan yang terkena intrusi akan
mengalami pemanasan dan termetamorfosa, membentuk suatu lapisan di sekitar
intrusi yang dinamakan aureole metamorphic (batuan ubahan). Tebal lapisan tersebut
tergantung pada besarnya tubuh intrusi dan kandungan H2O di dalam batuan yang
diterobosnya. Misalkan pada korok ataupun sill yang seharusnya terbentuk lapisan
setebal beberapa meter hanya akan terbentuk beberapa centimeter saja tebalnya
apabila tanpa H2O. Batuan metamorf yang terjadi sangat keras terdiri dari mineral
yang seragam dan halus yang saling mengunci (interlocking),
dinamakan Hornfels.Pada intrusi berskala besar, bergaris tengah sampai ribuan meter
menghasilkan energy panas yang jauh lebih besar, dan dapat mengandung H2O yang
sangat banyak. Aureol yang terbentuk dapat sampai ratusan meter tebalnya dan
berbutir kasar. Di dalam lapisan yang tebal yang sudah dilalui cairan ini, terjadi
zonasi himpunan mineral yang konsentris. Zona ini mencirikan kisaran suhu tertentu.
Dekat intrusi dimana suhu sangat tinggi dijumpai mineral bersifat anhidrous seperti
garnet dan piroksen. Kemudian mineral bersifat hidrous seperti amphibol dan epidot.
Selanjutnya mika dan klorit.Tektur dari zonasi tersebut tergantung pada komposisi
kimia batuan yang diterobosnya, cairan yang melaluinya serta suhu dan tekanan.
3.2.2 Gambar 2
Pada gambar 2 ditampilkan gambar metamorfisme dinamo, dimana pengertian
dari Metamorfisme Dinamo (Burial Metamorphism) adalah kejadian penimbunan
batuan sedimen bersama perselingan piroklastik yang tertimbun sangat dalam pada
cekungan dapat mencapai suhu 3000 atau lebih. Adanya H2O yang terperangkap di
dalam porinya akan mempercepat proses rekristalisasi kimia dan membantu
pembentukan mineral baru. Oleh karena batuan sedimen yang mengandung air lebih
bersifat cair daripada padat, maka tegasan (stress) yang bekerja leih bersifat
homogen, bukan diferensial.
3.2.3 Gambar 3
Pada gambar 3 ditampilkan gambar jenis metamorfisme kontak, dimana
pengertian dari metamorfisme regional (Regional metamorphism) adalah jenis
metamorfisme yang dijumpai di kerak bumi dengan penyebaran sangat luas sampai
puluhan ribu kilometer persegi, dibentuk oleh metamorfisme regional dengan
melibatkan deformasi mekanik dan rekristalisasi kimia sehingga memperlihatkan
adanya foliasi. Batuan ini umumnya dijumpai pada deretan pegunungan atau yang
sudah tererosi, berupa batu sabak (slate), filit, sekis dan gneiss. Deretan pegunungan
dengan batuan metamorf regional terbentuk akibat subduksi atau collision. Pada
collision batuan sedimen sepanjang batas lempeng akan mengalami diferensial stress
yang intensif sehingga muncul bentuk foloiasi yang khas seperti batu sabak, sekis dan
gneiss. Sekis hijau dan amfibolit dijumpai dimana segmen kerak samudra purba yang
berkomposisi masuk zona subduksi dan bersatu dengan kerak benua dan kemudian
termetamorfosa. Ketika segmen kerak mengalami stress kompresi horizontal, batuan
dalam kerak akan terlipat dan melengkung (bukling). Akibatnya bagian dasar
mengalami peningkatan suhu dan tekanan, dan mineral baru mula
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogi batuan
yang berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi suhu
dan tekanan yang berbeda dari kondisi batuan tersebut sebelumnya.
2. Agen Metamorfisme adalah : 1.Tekanan, 2.Suhu, 3.Fluida
3. Macam-macam metamorfisme terbagi menjadi 3 yaitu :
A.Metamorfisme Dinamo (Dinamo metamorphism)
B.Metamorfisme Kontak (Contact metamorphism)
C. Metamorfisme Regional (Regional metamorphism)
4.2 Saran
Dengan diadakannya praktikum ini dapat menjadi evaluasi untuk mengadakan
praktikum-praktikum kedepannya agar lebih baik lagi dari praktikum sebelumnya,
sehingga akan lebih banyak lagi pengetahuan atau ilmu yang kita dapatkan dari
praktikum-praktikum kedepannya dan dapat menjadi bekal untuk menyongsong masa
depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Matthews III, William H., 1967, Geology Made Simple, Made Simple Books,
Doubleday & Company, Inc., Garden City, New York.
Purbo H,.MM, 1994, Kamus Kebumian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Soekardi, 2007, Materi Ringkas Krist – Min, FT – UGM Jurusan Teknik Geologi,
Yogyakarta.
Soetoto, Ir., 2001, Geologi , Laboratorium Geologi Dinamik , FT – UGM Jurusan Teknik Geologi, Yogyakarta.