laporan fitofarmasi

135
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jambu biji ( Psidium guajava Linn ) tumbuh alami di daerah tropis Amerika yang mudah di jumpai di seluruh daerah tropis dan subtropis. Psidium guajava Linn, yang termasuk famili myrtaceae telah banyak digunakan sebagai pengobatan. Daun jambu biji mengandung essensial yang kaya akan sineol, tannin dan triterpen. Tiga senyawa flavonoid yaitu Quersetin, Axicularin, dan Guaijavarin telah di isolasi dari daun jambu biji. Kandungan senyawa fenolik fitokimia yang melimpah dalam daun jambu biji. Dapat menghambat reaksi peroksida dalam tubuh, sehingga dapat mencegah berbagai penyakit kronis seperti diabetes, kanker dan penyakit hepar. Bagian yang sering digunakan adalah daun dan buah. Dimana daun mengandung tannin , minyak atsiri (eugenol), minyak lemak, damar, dan zat samak, triterpenoid, flavonoid, asam malat, dan asam apfel. Sedangkan buah mengandung asam amino (tritofan, lisin), pectin, kalsium, fosfor, besi, mangan, magnesium, belerang dan vitamin (A, B1, dan C).

Transcript of laporan fitofarmasi

Page 1: laporan fitofarmasi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Jambu biji ( Psidium guajava Linn ) tumbuh alami di daerah tropis

Amerika yang mudah di jumpai di seluruh daerah tropis dan subtropis.

Psidium guajava Linn, yang termasuk famili myrtaceae telah banyak

digunakan sebagai pengobatan. Daun jambu biji mengandung essensial yang

kaya akan sineol, tannin dan triterpen. Tiga senyawa flavonoid yaitu

Quersetin, Axicularin, dan Guaijavarin telah di isolasi dari daun jambu biji.

Kandungan senyawa fenolik fitokimia yang melimpah dalam daun jambu biji.

Dapat menghambat reaksi peroksida dalam tubuh, sehingga dapat mencegah

berbagai penyakit kronis seperti diabetes, kanker dan penyakit hepar.

Bagian yang sering digunakan adalah daun dan buah. Dimana daun

mengandung tannin , minyak atsiri (eugenol), minyak lemak, damar, dan zat

samak, triterpenoid, flavonoid, asam malat, dan asam apfel.

Sedangkan buah mengandung asam amino (tritofan, lisin), pectin, kalsium,

fosfor, besi, mangan, magnesium, belerang dan vitamin (A, B1, dan C).

Ekstrak daun jambu biji mempunyai aktivitas antiradikal yang potensial.

Peningkatan asupan seimbang ekstrak daun jambu biji dapat meningkatkan

kesehatan. Metabolit sekunder seperti Quersetin (yang juga terdapat dalam

daun jambu biji). Sudah dipastikan mempunyai aktivitas antiradikal,

sedangkan komponen tannin sebagai komponen utama juga menunjukkan

aktivitas yang potensial sebagai antiradikal.

Daun jambu biji sering dimanfatkan oleh masyarakat Indonesia untuk

pengobatan berbagai macam penyakit antara lain diare.

Pemanfaatan daun jambu biji diharapkan dapat memberikan alternatif produk

suplemen antiradikal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Page 2: laporan fitofarmasi

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana menentukan parameter standart ekstrak daun jambu biji

(Psidium guajava)

2. Berapa besar kandungan kimia Quersetin yang terdapat dalam ekstrak

daun jambu biji (Psidum guajava)

3. Apakah dapat menhasilakan sediaan obat dengan formulasi yang tepat

dari bahan aktif ekstrak etanol jambu biji (Psidium guajava)

1.3. TUJUAN

1. Menentukan parameter-parameter standart ekstrak daun jambu biji

2. Menentukan besarnya kandungan kimia (Quersetin) yang terdapat dalam

ekstrak daun jambu biji

3. Menghasilkan sediaan obat dengan formulasi yang tepat dari bahan aktif

ekstrak etanol jambu biji

1.4. MANFAAT

1. Bagi pemanfaatan IPTEKS

Menambah khasanah pengetahuan di bidang formulais sediaan kapsul

yang menggunakan ekstrak jambu biji (Psidium guajava)

2. Bagi Masyarakat

Menjadi alternatif antidiare alami yang relatif aman dan terjangkau

3. Bagi Mahasiswa

Terarahnya kemampuan, kreativitas, dan keahlian di bidang kefarmasiaan

4. Prospek di masa mendatang

Penelitian ini diharapkan dapat mendukung pengembangan daun jambu

biji sebagai fitofarmaka serta memiliki nilai komersial.

Page 3: laporan fitofarmasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . OBAT TRADISIONAL

Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan

cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, ketrampilan

turun temurun, dan/atau pendidikan atau pelatihan dan diterapkan sesuai

dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional adalah obat

yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman,

hewan atau mineral yang belum berupa zat murni, tapi sebagian besar berasal

dari tanaman (Anonim, 2003). Obat tradisional yang digunakan sebaiknya

memenuhi kriteria mudah didapat (jika mungkin dari kebun sekitar rumah),

dikenal oleh banyak orang serta proses penyimpanannya sederhana, mudah

digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaan (Agoes dan Jacob, 1992).

Obat asli Indonesia ada tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka. Jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari

bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat herbal terstandar adalah sediaan

obat yang telah jelas keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya dari simplisia

atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga

sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan

khasiatnya. Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang jelas keamanan dan

khasiatnya serta sudah teruji secara praklinis, klinis dan pascaklinis. Bahan

bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan

yang berlaku, sehingga sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif,

keamanan dan khasiatnya (Anonim, 2004).

Page 4: laporan fitofarmasi

2.2. SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum

mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya

berupa bahan yang telah dikeringkan (Anonim, 1979). Berdasarkan hal itu

maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati merupakan

simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman

atau gabungan antara ketiganya, simplisia hewani yaitu simplisia berupa

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

bahan kimia murni dan simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa

bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa bahan kimia murni. Pada umumnya pembuatan

simplisia melalui tahapan-tahapan : pengumpulan bahan baku, sortasi basah,

pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan

dan pemeriksaan mutu (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.3. EKSTRAK DAN EKSTRAKSI

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair,

dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi syarat baku yang telah

ditetapkan (Anonim, 1995).

2.4. TANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.)

1. Sistematika tanaman

Sistematika tanaman jambu biji sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Page 5: laporan fitofarmasi

Klass : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava Linn. (van Steenis, 1947)

2. Nama daerah

Sumatera: glime breueh (Aceh), glimeu beru (Gayo), galiman (Batak karo),

masiambu (Nias), jambu biawas, jambu biji (Psidium guajava Linn.) ,

jambu batu, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (Sunda), jambu

krutuk, jambu krikil (Jawa), jhambu bhender (Madura), Nusa Tenggara:

sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas (Sika). Sulawesi: gayawas

(Manado), boyawat (Mongondow), koyawas (Tonsaw), dambu (Gorontalo),

jambu paratugala (Makasar), jambu paratukala (Bugis), jambu (Baree),

kujabas (Roti), biabuto (Buol). Maluku: kayawase (Seram Barat), kujawase

(Seram Selatan), laine hatu, lutu hatu (Ambon), gawaya (Ternate,

Halmahera) (Dalimartha, 2000).

3. Deskripsi tanaman

Tanaman jambu biji merupakan jenis tanaman perdu, tingginya 5-10 meter,

batang berkayu, bulat, kulit kayu licin, mengelupas, bercabang, warna

coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal

membulat, tepi rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, pertulangan menyirip,

warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-abu, daun bertangkai

pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota bulat telur, panjang 1,5 cm,

warna putih kekuningan. Bakal buah tenggelam, beruang 4-5, buah buni

bundar, bentuk buah peer atau buah bulat telur, warna putih kekuningan

atau merah muda, panjang 5-8,5 cm (van Steenis, 1947).

Page 6: laporan fitofarmasi

4. Distribusi Tanaman

Tanaman jambu biji tumbuh alami di daerah tropis Amerika, dan saat ini

dijumpai diseluruh daerah tropis dan sub tropis. Seringkali ditanam di

pekarangan rumah. Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa

pemeliharaan. Terlalu banyak hujan selama musim pembuahan dapat

menyebabkan buah pecah dan busuk, sering ditanam sebagai tanaman buah,

sangat sering hidup alamiah ditepi hutan dan padang rumput (Sudarsono

dkk, 2002).

5. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun jambu biji antara lain : asam

psidiloat, asam ursolat, asam krategolat, asam oleanolat, asam guaiavolat,

kuersetin dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002).

2.5. FLAVONOID

Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa fenol terbesar yang

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,

dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-

tumbuhan.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3)

sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan inid apat

menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-

diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid. Ketiga

struktur tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Page 7: laporan fitofarmasi

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan

tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-

glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon

dengan C- dan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan

antosianin, auron O-glikosida dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan

flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan

dalam bentuk aglikonnya.

Istilah “Flavonoid” yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini

berasal dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang

terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavon ini

mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan

atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan

oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang

baru (cincin C).

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, bergantung

pada tingkat oksidasi dari rantai propan dan sistem 1,3-diarilpropan. Dalam hal

Page 8: laporan fitofarmasi

ini, flavan mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini

dianggap sebagai senyawa induk dalam tata nama senyawa-senyawa turunan

flavon. Flavon terbagi menjadi 4 kelompok.

Salah satu cincin benzene (cincin A) dari flavonoid mempunyai pola

oksigenasi yang berselang-seling, seperti fologlusinol, sedangkan cincin

benzene yang lain (cincin B) mempunyai pola oksigenasi dari fenol, katekol,

atau pirogalol (satu para plus dua meta).

Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan

tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu dan akar. Akan

tetapi, senyawa flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu

Page 9: laporan fitofarmasi

jaringan tertentu, misalnya antosianidin adlah zat warna dari bunga, buah, dan

daun.

Sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida,

dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Flavonoid dapat ditemukan

sebagai mono-, di-, atau triglikosida, dimana satu, dua, atau tiga gugus

hidroksil dalam molekul flavonoid terikat gula.Poliglikosida larut dalam air

dan hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut organic seperti eter ,benzene,

kloroform, dan aseton.

Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai

antioksidan dan mempunyai aktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat

ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah. Flavonoid dalam tubuh

manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan

kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel,

meningkatkan efektivitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang

dan sebagai antibiotik.

2.6. QUERCETIN

Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan

glikosidanya berada dalam jumlah sekitas 60-75% dari flavonoid. Kuersetin

adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secaara biologis amat kuat.

Bila vitamin C mempunyai aktifitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki

aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan

bernama polifenol yang terdiri atas antosianididn, boflavon, katekin, flavanon,

flavon, dan flavonol. Kersetin termasuk ke dalam kelompok flavonol.

Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis

penyakit degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi

lemak. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari

Page 10: laporan fitofarmasi

Low Density Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan

mengkhelat ion logam transisi.

Ketika flavonol kuersetin beraksi dengan radikal bebas, kuersetin

mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi electron tidak

berpasangan yang dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi, hal ini membuat

senyawa kuersetin radikal memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi

radikal yang reaktif.

Tiga gugus dari struktur kuersetin yang membantu dalam menjaga

kestabilan dan bertindak sebagai antioksidan ketika bereaksi dengan radikal

bebas antara lain:

a) Gugus O-dihidroksil pada cincin B

b) Gugus 4-oxo dalam konjugasi dengan alkena 2,3

c) Gugus 3- dan 5- hidroksil

Gugus fungsi tersebut dapat mendonorkan electron kepada cincin yang

akan meningkatkan jumllah resonansi dari struktur benzene senyawa kuersetin.

Kebanyakan flavonoid terikat pada gula dalam bentuk alamiahnya yaitu dalam

bentuk O-glikosida, dimana proses glikosilasi dapat terjadi pada gugus

hidroksil mana saja untuk menghasilkan gula. Bentuk glikosida kuersetin yang

paling umum ditemukan adalah kuersetin yang memiliki gugus gllikosida pada

posisi 3 seperti kuersetin-3-O-β-glukosida.

Page 11: laporan fitofarmasi

Dari beberapa hasil skrining fitokimia tanaman jambu biji ditemukan

senyawa tanin, minyak atsiri, flavonoid, saponin dan kemungkinan senyawa

golongan arbutin (Yuniarti, 2007; Atmaja, 2007 dan Sumanti, 2003).

Flavonoid dapat menghambat beberapa enzim antara lain : aldose reduktase,

xantin oksidase, CA2+ ATPase, fosfodiesterase, lipooksigenase dan

siklooksigenase (Narayana, 2001; Geissman, 1962).

Flavonoid ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987;

Anonim, 1979). Pelarut etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang

kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol merupakan pelarut

universal, etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dapat

memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga efektif dalam

menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voigt, 1994).

Ekstrak etanol daun jambu biji ini didapatkan melalui maserasi yang

merupakan metode penyarian yang cocok untuk senyawa yang tidak tahan

pemanasan dengan 3 suhu tinggi dan sering dipakai untuk mengekstraksi

bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus (Voigt, 1994). Sediaan

infusa hanya dapat menyari zat-zat yang bersifat polar, penyarian dengan cara

ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan

kapang, oleh karena itu sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24

jam (Anonim, 1986). Kelemahan lainnya adalah menyebabkan pembengkakan

sel sehingga bahan aktif akan terikat kuat pada simplisia. Sedangkan bentuk

sediaan ekstrak selain dapat disimpan lebih lama juga dapat dipakai berulang.

Page 12: laporan fitofarmasi

Etanol dapat menyari senyawa-senyawa yang tidak dapat tersari oleh air yaitu

lemak, terpenoid, antrakinon, kumarin, flavonoid polimetil, resin, klorofil,

isoflavon, alkaloid bebas, kurkumin dan fenol lain. Dari senyawa-senyawa

tersebut ada flavonoid polimetil, jenis flavonoid ini tidak tersari

Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula

didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan

penyari. Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal

untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian

senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan, serta ekstrak hanya

mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan (Anonim,

2000).

Salah satu contoh metode penyarian adalah maserasi, maserasi

merupakan metode yang sederhana dan banyak digunakan untuk menyari

bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus (Voigt, 1994). Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka

larutan zat aktif akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang berada di luar dan di

dalam sel (Anonim, 1986).

Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain dilakukan dengan

memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus

yang cocok kedalam sebuah bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian

cairan penyari, bejananya ditutup dan dibiarkan selama 5 hari yang terlindung

dari cahaya sambil sering diaduk. Maserat kemudian diserkai dan ampasnya

dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.

Maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk

dengan terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian dienap tuang atau

Page 13: laporan fitofarmasi

saring (Anonim, 1979). Waktu maserasi berbeda-beda tergantung dari sifat

campuran obat dan menstrum, lama maserasi harus cukup agar dapat menyari

semua zat yang mudah disari yaitu sekitar 2-14 hari (Ansel, 1989).

Kelemahan penyarian dengan metode maserasi ini pengerjaannya

membutuhkan waktu yang cukup lama dan penyariannya kurang sempurna

(Anonim, 1985). Pada maserasi ini digunakan larutan penyari etanol 70%

karena flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harbone, 1987; Voigt,

1994)

2.7. VALIDASI METODE ANALISIS

Validasi metode analisis adalah suatu rangkaian percobaan yang bertujuan

untuk memastikan bahwa metode analisis yang digunakan telah memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan. Menurut USP 25, parameter-parameter

untuk validasi metode analisis adalah selektivitas, akurasi, presisi, limit

deteksi/kuantitasi, linieritas dan rentang. Sedangkan ICH menambahkan

parameter ketangguhan (ruggedness) dan kekuatan (robustness). Validasi

ulang perlu dilakukan meskipun sebelumnya telah divalidasi (ada dalam buku

teks,jurnal farmakope, dll) karena metode yang dinyatakan valid pada kondisi

tertentu, belum tentu valid pada kondisi lain.

Prosedur pengujian untuk penilaian tingkat kualitas suatu sediaan / produk

farmasi dibutuhkan untuk berbagai alasan. Oleh karena itu, digunakanlah

validasi metode analisis, yang bertujuan untuk menetapkan melalui penelitian

laboratorium bahwa metode analisis yang digunakan telah memenuhi syarat

yang telah ditetapkan sebelumnya. Validasi metode analisis merupakan suatu

rangkaian percobaan yang bertujuan untuk memastikan bahwa metode analisis

yang digunakan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Menurut

USP, validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,

spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verivikasi bahwa

parameter – parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem

analisis. Oleh karena itu suatu metode harus dilakukan validasi ketika :

Page 14: laporan fitofarmasi

a) Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis

tertentu.

b) Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan

perkembangan atau karena munculnya suatu problem yang

mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.

c) Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah

berubah seiring dengan berjalannya waktu.

d) Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan

oleh analisis yang berbeda dengan alat yang berbeda.

e) Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode, seperti

antara metode baru dan metode baku.

Berdasarkan USP, terdapat delapan karakteristik dalam validasi metode

analisis, yaitu : akurasi, presisi, spesifikasi (selektivitas), limit deteksi (LOD),

limit kuantitatif (LOQ), linearitas dan rentang, kekasaran (ruggedness) dan

ketahanan (robustness). Sementara itu International Conference of

Harmanization (ICH) membagi karakteristik validasi metode yang sedikit

berbeda dengan USP, yaitu : presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi,

spesifitas, linieritas, kisaran (range), ketahanan (robustness) dan kesesuaian

sistem.

Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang

objektf bahwa persyaratan terentu untuk suatu khusus dipenuhi. Tujuan

validasi metode analisis adalah untuk membuktikan bahwa semua metode

analisis (cara/prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun

pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten

(terus-menerus). Suatu metode perlu divalidasi apabila :

a. Apabila metode tersebut baru dikembangkan untuk suatu

permasalahan yang khusus.

b. Apabila metode yang selama ini sudah rutin, direvisi untuk

suatu pengembanagan atau diperluas untuk memecahkan

suatu permasalahan analisa yang baru.

Page 15: laporan fitofarmasi

c. Apabila hasil QC menunjukkan bahwa metode yang sudah

rutin tersebut berubah terhadap waktu (QC charts)

d. Apabila metode rutin digunakan di laboratorium yang

berbeda, atau dilakukan oleh analis yang berbeda atau

dilakukan dengan peralatan yang berbeda pula.

1. Uji Selektivitas

Istilah spesifisitas dan selektivitas seringkali membingungkan. Suatu

metode dikatakan spesifik apabila mampu mengukur analit tanpa diganggu

oleh komponen lain (single analite). Sedangkan metode dikatakan spesifik,

apabila mampu mengukur analit dalam campuran berbagai komponen

lain(kontaminan,hasil degradasi, matriks). Spesifisitas suatu metode dapat

dilakukan dengan menentukan identitas dan kemurnian dari analit yang akan

ditentukan. Sedangkan selektivitas dilakukan dengan menentukan nilai resolusi

(Rs). Selektifitas adalah kemampuan metode yang hanya mengatur zat tertentu

saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin

ada dalam matrix sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai

derajat penyimpangan. Selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara

menganalisis sampel yang mengandung cemaran dengan metode yang akan

divalidasi lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian

seperti kromatografi. Pada metode analisis dengan kromatografi, selektivitas

ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs). Resolusi analit dengan

zat lain sebaiknya lebih dari 1,5.

Resolusi dihitung dengan rumus:

Rs= 2ΔZ = 2 [(dR)A-(dR)B]

( WA+WB) ( WA+WB)

Page 16: laporan fitofarmasi

Dimana:

ΔZ = jarak dua noda analit

(dR)A = jarak yang ditempuh analit A

(dR)B = jarak yang ditempuh analit B

WA = Lebar noda analit A

WB = Lebar noda analit B

2. Liniearitas

Linearitas berhubungan erat dengan rentang. Linearitas adalah

kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan secara langsung atau

proporsional antara respon dengan perubahan konsentrasi analit dalam sampel.

Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang

menghubungkan respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur

dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda – beda.

Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil,

untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan

koefirien korelasinya (r).

Sedangkan rentang (range) adalah sebuah interval dimulai dari nilai

terendah sampai tertinggi dari kadar analit, dimana dalam range tersebut

memuat presisi, akurasi dan linieritas tertentu. Rentang metode yang telah

tervalidasi harus dapat menunjukkan bahwa metode analisis tersebut mampu

menghasilkan presisi, akurasi dan linearitas yang dapat diterima saat

diaplikasikan pada sampel yang mengandung analit pada kadar yang ekstrim.

Penentuan linearitas disarankan menggunakan lima macam konsentrasi,

antara 25% - 200% dari kadar analit yang diperkirakan. Sebagai parameter

adanya hubungan linear atau tidak digunakan korelasi (r) pada suatu garis

regresi linear y = bx + a.

Page 17: laporan fitofarmasi

Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat

terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep,

dan koefisien korelasinya (r) pada suatu garis regresi linier

y = bx + a

dimana : y = menyatakan absorbansi

b = koefisien regresi dan slope

x = konsentrasi

a = tetapan regresi dan intersep

3. Presisi

Parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode

analisis, salah satunya yaitu presisi. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan

derajad kesesuaian anatara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secra berulang pada sampel-

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai

simpangan baku atau simpanagna relatif (koefisien variasi). Presisi dapat

dinyatakan sebagai repeatability (keterulanagan) atau reprudicibility

(ketertiruan)

Repeatability adalah kesaksamaan metode jika digunakan berulang kali

oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang

pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap

terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi

memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal

Reprodusibility adalak keseksamaan metode jika dikerjakan pada

kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-

laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut dan nalis

Page 18: laporan fitofarmasi

yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga

identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga

dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan-

peralatan, dan analis yang berbeda.

Kriteria seksama diberiakan jika metode memberikan simpangan baku

relatif (RSD) atau koevisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria

ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah

sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien

variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.

Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan

menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi

relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalh

5%. Pada kadar satu per satu juta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar

part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum

diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%. Percobaan keseksamaan dilakukan

terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran

sampel dengan matriks yang homogen. Sebaliknya keseksamaan ditentukan

terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa

sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap

keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis

pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.

SD =

CV =

Page 19: laporan fitofarmasi

4. Akurasi

Akurasi metode analisis adalah keterdekatan hasil analisis yang

diperoleh dengan memakai metode tersebut dengan harga sebenarnya.

Kecermatan metode analisis biasanya dinyatakan sebagai persen perolehan

(Recovery) analit yang ditambahkan.

Kecermatan ditentukan dengan 2 cara yaitu metode simulasi dan

metode penambahan baku. Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan

murni ditambahkan kedalam campuran bahan pembawa sediaan (Plasebo), lalu

campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit

yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Sedangkan dalam metode

penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejuml;ah tertentu analit yang

diperiksa ditambahkan kedalam sampel, dicampur lalu dianalisis lagi. Selisih

antara kedua hasil tersebut dibandingkan dengan kadar sebenarnya (hasil yang

diharapkan).

Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara menbuat

sampel plasebo (eksipren obat, cairan biologis) lalu ditambahkan analit dengan

konsentrasi tertentu, biasanya 80%-120% dari kadar analit yang diperkirakan,

setelah itu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. kriteria kecermatan

sangat bergantung kepada konsentrasi analit dalam matrix sample dan pada

keseksamaan metode (RSD). Vanderweillen dkk, menyatakan bahwa selisih

kadar pada berbagai penentuan (xd) harus 5% atau kurang pada setiap

konsentrasi analit pada mana prosedur dilakukan. Harga rata-rata selisih secara

statistik harus 1,5% atau kurang dan dinyatakan sebagai berikut:

Page 20: laporan fitofarmasi

Dimana :

Xi = Hasil analisis

Xo = Hasil yang sebenarnya

I = Nilai t pada table t’ student pada atas 95%

S = Simpangan baku relatif dari semua pengujian

n = Jumlah sampel yang dianalisis

Kadar analit dalam netode penambahan baku dihitung sebagai berikut :

Dimana :

C = kadar analit dalam sampel

S = kadar analit yang ditambakan pada sampel

R1 = respon yang diberikan sampel

R2 = respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit

Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus :

Dimana :

Page 21: laporan fitofarmasi

Cf = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran

Ca = konsentrasi sampel yang sebenarnya

C*a= konsentrasi analit yang ditanbahkan

2.8. Keseragaman Bobot

1. Formulasi Dan Evaluasi

Tahap pengembangan sediaan (formulasi dimaksudkan agar bentuk

sediaan fitofarmaka yang akan diberikan kepada manusiamemenuhi

prasyarat-prasyarat kualitas maupun estetika. Tahapan-tahapan dalam

pengembangan sediaan, diantaranya adalah praformulasi, pengembangan

proses dan produksi (scale up). Praformulasi adalah penelitian atau

pemeriksaan sifat-sifat fisika dan kimia suatu zat aktif (ekstrak trandar) dan

eksipien, sehingga dapat diperoleh produk yang stabil, manjur, menarik,

mudah dibuat dan aman.

2. Eksipien (Bahan Tambahan)

Untuk mnedapatkansuatu produk farmasi diperlukan bahan

tambahan (eksipien). Tujuan penggunaan eksipien, dianaranya adalah:

a) Membawa obat dalam bentuk sediaan yang sesuai

b) Memperbaiki sifat obat, yang meliputi: membawa obat

dalam bnetuk yang tepat ke tempat absorpsi, pelepasan obat

yang terkontrol, memperbaiki stabilitas obat, menutupi rasa

pahit, dan memperbaiki penerimaan penderita.

Syarat umum bahan obat dan eksipien adalah:

a) Tidak toksik (karsinogen, teratogenik, allergenic, dan tidak

mengiritasi)

b) Kandunggan mikroorganisme (serendah mingkin dan tidak

Page 22: laporan fitofarmasi

boleh mengandung mikroorganisme pathogen)

c) Tidak OTT antara obat dan eksipien

d) Stabil (terhadap temperature, lembab, cahaya, dan CO2)

e) Murni (dari pengotor dan degradan)

f) Sifat fisika mekanik (ukuran dan bentuk partikel, sifat

permukaan, bobot jenis, sifat aliran, sifat kompresibilitas)

Beberapa jenis bahan tambahan yang sering digunakan dalam

sediaan farmasi diantaranya adalah:

Tipe Bahan Definisi Contoh

Bahan antilekat Zan yang berfungsi untuk mencegah saling

melekatnya bahan-bahan pada punch dan die

dala suatu mesin tablet selama produksi.

Mg stearat,

talk

Bahan pegikat Zat yang digunakan untuk mengikat/

melekatkan partikel-partikel serbuk dalam

granulasi tablet.

Metal selulosa,

gom

Bahan pengisi Zat-zat inert yang digunakan sebagai pengisi

untuk menciptakan bulk, sifat aliran dan

karekteristik kompresi dalam preparat tablet

dan kapsul.

Laktosa

Bahan pelican Zat yang digunakan dalam formulasi tablet dan

kapsul untuk memperbaiki sifat aliran dari

campuran.

Talk

Bahan penyerap zat yang digunakan untuk menyerap bahan cair

ataupun pelarut yang ada di dalam ekstrak.

Cab-O-Sil,

avicell

Bahan

penghancur

Zat yang digunakan dalam formulasi sediaan

padat untuk mendorong hancurnya massa padat

menjadi partikel-partikel yang jauh lebih kecil.

Ca stearat, Mg

stearat, asam

stearat

Bahan pelumas

(lubrikan)

Zat yang digunakan dalam formulasi untuk

mengurangi gesekkan selama kompresi tablet.

Silica koloid,

tepung jagung

Page 23: laporan fitofarmasi

3. Bentuk Sediaan

a) Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat,

dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert

lainnya yang dimasukkan kedaklam cangkang atau wadah kecil

yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada

formulasinya, kapsul dari gelatin biasa lunak dan bisa juga keras.

Cangkang kapsul gelatin keras dibuat dari campuran

gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak

mempunyai rasa. Kapsul gelatin mudah mengalami peruraian oleh

mikrobabila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan

berair. Kapsul gelatin tidak tepat untuk diisi cairan berair, karena

air akan melunakkan gelatin dan menimbulkan kerusakan kapsul.

Tetapi beberapa cairan tertentu atua minyak atsiri yang tidak

mengganggu stabilitas cangkang gelatin, mungkin dapat

dimasukkan dalam cangkang kapsul gelatin, lalu disegel untuk

menjamin penyimpanan cairan tersebut.

Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung

isi antara sekitar 65 mg – 1 gram bahan serbuk, termasuk bahan

obat dan bahan pengencer lain yang diperlukan. Bila bahan obat

yang diberikan dalam suatu kapsul cukup besar untuk memenuhi

kapsul, bahan pengisi tidak diperlukan. Tapi bila bahan obat yang

dimasukkan belum cukup untuk memenuhi isi kapsul, maka

diperlukan bahan pengisi. Laktosa dan amilum biasanya dipakai

sebagai bahan pengisi dalam pengisian kapsul.

Pada pengisisan kapsul keras perlu diperhatikan, apabila

bahan obat yang tidak berpotensi dimasukkan dalam kapsul, kapsul

pertama yang diisi harus ditimbang ( dengan menggunakan kapsul

kosong yang sama ukurannya diletakkan paa piring timbangan

sebelah kiri untuk menghitung berat cangkang). Untuk membantu

Page 24: laporan fitofarmasi

menentukan ukuran kapsul yang tepat dan tingkat tekanan yang

digunakan pada waktu mengisi cangkang kapsul, kapsul-kapsul ini

secara periodic ditimbang untuk mengamati keseragamannya. Bila

obat berpotensi yang diisikan, maka tiap kapsul harus ditimbang

setelah pengisisannya untuk menjamin ketepatannya. Penimbangan

ini akan mencegah terjadinya kesalahan mengisi, kurang tekanan

atau kurang mengisikan obat. Setelah bagian badan kapsul diisi dan

dituttp, maka bagian badan obat diputar sambil ditekan perlahan-

lahan agar menjadi padat sampai keujung tutupnya, sehingga hasil

produksi ini bagus hasilnya.

Untuk keseragaman isi kapsul, yaitu pada tiap 10 kapsul,

keseragaman dosis zat aktifnya terletak antara 85 sampai 110% dari

yang disyaratkan monografinya masing-masing. Bila satu atau

lebih unit dosis berada diluar batas tersenut, maka unit tambahan

harus ditetapkan kadarnya.

Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin

atau alcohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya galatin

bersifat elastic seperti plastik. Kapsul lunak yang kosong dibuat

dan diberi segel dalam keadaan kedap udara ( untuk mencegah

kempis dan saling melekat satu dengan yang lainnya ).

Bahan obat yang telah dimasukkan dalam kapsul ini akan

langsung disegel. Kapsul ini juga sangat cocok bila diisi dengan

bahan obat cair atau larutan obat, begitu juga dengan oabat yang

mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena udara.

Zat padat juga dapat dimasukkan dalam kapsul gelatin lunak dalam

bentuk larutan dalam cairan pelarut yang cocok sebagai suspensi

atau sebagai serbuk kering, granul, atau bahan yang bibentuk palet.

Cairan yang mudah berpindah ke cangkang kapsul tidak

dapat dimasukkan kedalam kapsul gelatin lunak. Bahan-bahan ini

termasuk air 5%, senyawa organic yang larut dalam air dengan

berat molekul rendah dan senyawa yang mudah menguap seperti

Page 25: laporan fitofarmasi

alcohol keton, asam amino dan ester-ester.

b) Tablet

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat

yang biasanya dibuat dengan penambahan farmasetika yang sesuai.

Tablet-tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk berat, kekerasan,

ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung

pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.

Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara

oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat

warna, zat pemberi rasa, dan lapisan-;apisan dalam berbagai jenis.

Tablet dibuat dengan cara kompresi. Sejumlah tertentu

tablet dibuat dengan mencetak. Tablet dibuat dengan mengkopresi

menggunakan mesin yang mampu meekan bahan bentuk serbuk

dan granul dengan menggunakan berbagai bentuk punch atau

ukuran dan die.

Jenis tablet bermacam-macam diantaranya tablet kompresi

ganda, tablet salut gula, ablet diwarnai coklat, tablet salut selaput,

tablet salut enetrik, tablet sublingual atau bukal, tablet kunyah,

tablet effervescent, tablet triturate, tablet hipodermik, dan tablet

pembagi serta tablet dengan pengelepasan terkendali.

c) Sirup

Sirupadalah sediaan pekat dalam airgula atau pengganti

gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat.

Sirup mengandung bahan pemberi rasa tapi tidak mengandung zat

obat yang disebut zat pembawa. Sirup dimaksudkan untuk

pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang

ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara

mendadak atau dalam pembuatan formula standard untuk sirup

obat, yaitu sirup yang mengandung bahan teraputik atau bahan

obat.

Page 26: laporan fitofarmasi

Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen berikut

disamping air murni dan semua zat obat yang ada : (1) gula,

biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk

memberi rasa manis dan kental, (2) pengawet antimikroba, (3)

pembau, dan (4) pewarna. Juga banyak sirup-sirup, terutama yang

dibuat dalam perdagangan, mengandung pelarut-pelarut khusus,

pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator.

d) Infus, rebusan, maserat.

Infus (infus panas, infusa). Disini jamu diuji dengan

sejumlah kecil air menurut penghalusan yang ditentukan dan

setelah didiamkan beberapa saat disiram dengan air mendidih.

Campuran tersebut dibiarkan 5 menit dalam penangas air dibawah

pengadukan yang berulang. Setelah didinginkan (atau setelah

didinginkan pada kira-kira 30 C) disari. Untuk menghasilkan berat

yang ditentukan maka jika perlu sisa jamu dituangi dengan air

dingin sejumlah yang diperlukan dan dipres perlahan.

Rebusan (decocta). Jamu dengan kehalusan yang

ditentukan dicampukan dengan airbersuhu kamar atau dengan air

suhu diatas 90C (keterangan farmakope disini tampak berbeda-

beda) dan dibiarkan 30 menit dibawah pengadukan berulang dalam

penangas air. Dalam perbedaannya terhadap infus maka rebusan

disari panas-panas.

Maserat (macerata). Jamu dengan kehalusan tertentu

dituang dengan air bersuhu kamar dan dibiarkan selama 30 menit

pada suhu kamar dibawah pengadukan jarang. Setelah waktu disari

dan setelah pencucian diisi dengan air sampai berat yang

ditentukan. Menurut cara ini ekstrak diperoleh dari jamu berlendir

(Althaeae radix, Lini semen) tanpa penggunaan panas. Salah

satunya menyebabkan lengketnya sediaan.

Page 27: laporan fitofarmasi

e) Tinktur

Penamaan tinktur berasal dari bahasa latin tingere =

membasahi, melembabkan, meendam, mewarnai. Dalam yunani

kuno orang mengartikan bahan penawar sebagai tinktur. Kemudian

setelah Avicenna memberitakan tentang tinktur dalam dalam

kaitannya dengan seni pengobatan, penerapannya ke dalam terapi

diikuti Oleh Paracelcus. Sejak abad XVII mereka dilaporkan dalam

farmakope (Dispensorium des Valerius Cordus 1666). Istilah

tinktur dalam perjalanan kurun waktu tertentu saja mkengalami

beberapa perubahan, terutama penyempitan. Dibawah tinktur

sekarang diartikan orang umumnya ekstrak etanol dari amterial

tumbuhan atau hewan. Beberapa farmakope mencantumkan

jugatumbuhan atau hewan. Beberapa farmakope mencantumkan

juga bahan pengekstraksi lainnya, seperti misalnya eter.

Tinktur umumnya dibuat dengan etanol (70%

volume),yang perbandingan jamu terhadap cairan pengekstraksi

berjumlah umumnya 1: 5 atau 1 : 10. kandungan etanol dari tinktur

berbeda-beda disebabkan oleh kandungan lembab dari jamu.

Pembuatannya berlangsung menurut cara maserasi, perkolasi atau

ekstraksi turbo.

f) Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah

dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus

larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep

tidak berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain bahan obat dalam

salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10 %.

g) Suspensi

Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang

mengandung partkel obat yang terbagi secara halus disebarkan

secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan

Page 28: laporan fitofarmasi

yang sangat minimum. Dalam literature lain suspensi didefinisikan

sebagai sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispensi dalam cairan pembawa. Zat yang

terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila

digojong perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali.

Dapat ditambahan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi

tapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog

dan dituang.

h) Pil (Pilulae)

Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti

kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar

antara 100 mg sampai 500 mg. Pil kecil yang beratnya kira-kira 30

mg disebut granula dan pil besar yang beratnya lebih dari 500 mg

disebut boli.

i) Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair

atau larutan obat, terdispersi dalam cara pembawa, distabilkan

dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi

merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak

tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang terdispersi

menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.

Dari berbagai bentuk sediaan di atas, pada praktikum kali

ini dipilih bentuk sediaan kapsul. Seperti yang telah dijelaskan di atas,

bahwa kapsul dapat didefiniskan sebagai bentuk sediaan padat dimana

satu macam bahan obat atau lebih dan bahan inert lainnya yang

dimasukkan dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat

darigelatin yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul bervariasi dari nomor

paling kecil (s) sampai nomor yang paling besar (000), kecuali ukuran

Page 29: laporan fitofarmasi

cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran (00) adalah ukuran cangkang

terbesar yang dapat diberikan kepada pasien.

Umunya kapsul gelatian keras dipakai untuk menampung isi

antara sekitar 65mg sampai 1 gram bahan serbuk, termasuk bahan obat

dan bahan pengisi lain yang diperlukan. Agar kapsul dapat terisi penuh

biasanya kapsul dipakai dengan ukuran terkecil, biasanya bahan yang

dibutuhkan paling sedikit 65 mg. Bila dosis obat yang dimasukkan tidak

memenuhi untuk mengisi volume kapsul, maka diperlukan penambahan

bahan pengisi yang cocok dalam jumlah yang tepat pada bahan obat

supaya dapat memenuhi isi kapsul. Bila jumlah bahan obat yang akan

diberikan dalam satu kapsul cukup besar untuk mengisi penuh kapsul,

bahan pengisi tidak dibutuhkan. Biasanya digunakan laktosa sebagai

bahan pengisi kapsul.

Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa

lunak atau keras. Persiapan pengisian kapsul gelatin keras dapat dibagi

dalam tahapan sebagai berikut :

i. Persiapan dan pengembangan formulasi serta pemilihan

ukuran kapsul.

Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung

isi sekitar 65 mg – 1 g bahan serbuk, termasuk bahan obat dan

bahan pengencer lainnya. Bila bahan obat yang akan dimasukkan

tidak memenuhi untuk mengisi volume kapsul, maka diperlukan

penambahan bahan pengisi yang cocok dalam jimlah yang tepat

pada bahan obat supaya dapat memenuhi isi kapsil. Bila jumlah

bahan obat yang akan diberikan dalam satu kapsul cukup besar.

Untuk mengisi penuh kapsul, bahan pengisi tidak dibutuhkan.

Bahan-bahan padat yang akan ditempatkan dalam kapsul

harus tercampur sempurna. Sebelum kapsul dapat diisi, harus

dipertimbangkan masalah kepadatan dan ukuran partikel serbuk-

serbuk yang diberikan dalam kombinasi bila akan diisikan dalam

kapsul. Campuran serbuk-sebuk lebih menyatu bila ukuran partikel

Page 30: laporan fitofarmasi

dan kepadatannya hampir sama.

ii. Pengisian cangkang kapsul

Dalam pengisian kapsul dibidang farmasi biasanya

digunakan metode punch. Dalam metode ini diambil sejumlah

tertentu dari kapsul untuk diisi obat dari wadah persediannya.

iii. Pembersihan dan pengolesan kapsul yang terisi

Untuk keseragaman isi kapsul, yaitu pada tiap 10 kapsul,

keseragaman dosisi zat aktifnya antara 85-110% dari yang

disyaratkan monografi masing-masing. Bila satu atau lebih unit

dosis berada diluar batas tertentu, maka unit tambahan harus

ditentukan kadarnya. Kapsul gelatin lunak dibuat dari geltin

dimana glisetin atau alkohol polifenol dan sorbitol ditambahkan

supaya gelatin bersifat elastis, seperti plastik. Kapsul lunak yang

kosong dibuat dan diberi segel dalam keadaan kedap udara (untuk

mencegah kempis dan saling melekat satu dengan yang lainnya).

Kapsul harus memenuhi persyratan sebagi berikut :

a. Keseragaman bobot (bervariasi antara 7,5 % - 20 %)

b. Keseragaman isi zat berkhasiat

c. Waktu hancur, yaitu tidak boleh lebih dari 15 menit

d. Disimpan dalam wadah tertutup rapat

Kapsul jarang hanya mengandung bahan berkhasiat saja,

umumnya formulasi kapsul memerlukan bahan pengencer. Karena

banyaknya bahan yang dikapsulkan, tidak ada percobaan yang dapat

dibuat untuk memberi petunjuk yang spesifik guna memilih pengencer

yang sesuai. Berikut ini ada tiga pertimbangan utama :

1. Campuran serbuk harus memberikan tipe karakteristik aliran

seperti yang diperlukan oleh masing-masing mesin.

Ukuran partikel dan kerapatan serbuk dari berbagai bahan harus

sesuai untuk membantu mencegah pemisahan.

Page 31: laporan fitofarmasi

2. Tidak tercampurkan yang potensial harus dicegah pada tiap

pencampuran bahan yang baru. Reaksi pada kenaikan temperatur

dan kelembaban, juga harus sudah dipelajari karena pengaruhnya

tidak hanya pada pencampuran serbuk yang terkandung tetapi

juga pada kapsul gelatin.

3. Pemilihan bahan pengisi harus dilakukan dengan mengingat

kelarutan dari Food And Drug Administration yang berlaku,

yang diterapkan pada Investigational New Drug and New Drug

Application. Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai

pengisi adalah bentonit, kalsium karbonat, laktosa, manihot,

magnesium karbonat, magnesium oksida, silika gel, tepung, talk,

dan serbuk tapioka.

Jika untuk alasan tertentu diperlukan pertimbangan

penggunaan bahan selain yang disebutkan tadi, pertimbangan pertama

harus diberikan pada bahan-bahan yang diberi pernyataan ”secara

umum dinyatakan aman” oleh FDA.

Bahan-bahan yang disebutkan sebelumnya dapat meliputi

bahan-bahan berikut : ester-ester glikol, silikon, silikon dioksida, logam

stearat, asam stearat dan talk.

Minyak-minyak yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan

dalam membantu pengontrolan debu serta mengadakan kohesi

tambahan pada campuran serbuk dapat meliputi : setiap bahan yang

inert, dapat dimakan dan disetujui FDA. Penentuan jumlah bahan

pengisi yang dapat digunakan didasarkan pada :

4. Jumlah bahan yang mungkin dapat dimasukkan ke dalam kapsul,

sesuai dengan jumlah bahan berkhasiat yang akan disediakan

oleh kapsul.

5. Jumlah zat pembasah atau minyak (biasanya sekitar 2 % atau

kurang) yang digunakan. Percobaan dengan bahan yang nyata

adalah satu-satunya cara untuk mengetahui hal ini.

Page 32: laporan fitofarmasi

Bahan tambahan dalam kapsul antara lain:

1. Cab-O-Sil

Rumus : SiO2

BM : 60,08

Fungsi : Adsorbent, Glidant

Penggunaan : Penstabil dalam pengentalan suatu liquid yang

polar; penyaring.

Batas penggunaan : 2 – 10 %

Pemirian : Submikroskopik silika dengan ukuran partikel

± 15 nm, berwarna putih agak kebiruan, tidak

berasa, tidak berbau, serbuk tidak amorf

pH : 3,5 – 4,4

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air

dan asam kecuali asam hidrolouric, larut dalm

pelaut yang panas dan hidrksi alkali

Kekurangan : Pada pengunaan berlebih dapat menyebabkan

voluminus, karsinogen dan toksik

2. Amilum

Rumus : (C6H10O5)n

Fungsi : Glidant, Diluent tablet dan kapsul, disintegran tablet

dan kapsul

Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, serbuk warna putih sangat

lembut atau granul

Kelarutan : Praktis tidak lart dalam etanol dingin (95%) dan air

dingin

Keamanan : non-iritant dan non-toksik

3. Avicel

Sinonim : Avicel, cellulose gel, crystallin cellulose,

emcocel, fibrocel, tabulose, vivacel

Page 33: laporan fitofarmasi

Rumus senyawa : (C6H10O5)220

BM : 36000

Fungsi : adsorbent, suspending agent, tablet dan kapsul

diluent, tablet disintegrant

Densitas : 1512 – 1668 g/s

Daya alir : 1,41 g/s

Titik didih : 260 – 270oC

Kelarutan : sedikit larut dalam larutan NaOH 5 % w/v,

praktis tidak larut dalam air, larutan asam dan

banyak pelarut organik

pH : 6-8 untuk 1,2 % w/v dispersi encer

Penggunaan dan batas penggunaan: berfungsi sebagai adsorbent

(20-90%), suspending agent (5-20%), tablet and

capsule diluent (20-90%), dan tablet

disintegrant (5-15%).

Pemirian : Avicel merupakan serbuk kristal hambar terdiri

atas partikel penyerap, pembersih

Microcrystalline cellulose

4. Evaluasi

a) Keseragaman bobot kapsul

Cara untuk kapsul yang berisi obat kering

Timbang 20 kapsul. Timbang lagi kapsul satu persatu.

Keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang

kapsul. Hitung bobot isi kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi

kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap

bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan

kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak boleh lebih dari yang

ditetapkan kolom B.

Page 34: laporan fitofarmasi

Bobot rata-rata kapsulPerbedaan bobot isi kapsul dalam %

A B

120 mg atau lebih ± 10 % ± 20 %

Lebih dari 120 mg ± 7.5 % ± 15 %

Cara untuk kapsul yang berisi bahan obat cair atau pasta

Timbang 10 kapsul. Timbang lagi kapsul satu persatu.

Keluarkan isi semua kapsul, cuci cangkang kapsul dengan eter P.

Buang cairan cucian, biarkan hingga tidak berbau eter, timbang

seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot

rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap

kapsul terhadap bobot rat-rata tiap isi kapsul tidak lebih dari 7,5%.

b) Kelarutan

Kelarutan normal untuk kapsul, baik kosong atau berisi, tidak

ditentukan oleh USP XX. Tetapi General Servuce Administration, di

Federal Specification #U-C-115b (2/10/58), menentukan batas

kelarutan untuk kapsul kosong sebagai berikut :

i. ketahanan airtidak larut dalam air pada 20 sampai 30C

dalam 15 menit.

ii. Kelarutan dalam asamlarut kurang dari 5 menit dalam

larutan HCl 0,5% (b/b) pada 36 sampai 38C.

c) Waktu Hancur

Kapsul tidak tahan asam lambung

Alat : Tabung gelas panang 80 mm sampai 100 mm,

diameter dalam lebih kurang 28 mm, diameter luar 30 mm hingga

31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat, lubang

sesuai dengan pengayak nomor 4, berbentuk keranjang.

Keranjang disisipkan searah di tengah-tengah tabung kaca,

diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam air bersuhu antara 36 dan

Page 35: laporan fitofarmasi

38C sebanyak lebih kurang 1000 mL, sedalam tidak kurang dari 15

cm sehingga dapat dinaikturunkan dengan teratur. Kedudukan

kawat kasa pada posisi tertinggi tepat di atas permukaan air dan

kedudukan terendah mulut keranjang tepat di permukaan air.

Masukkan 5 kapsul ke dalam keranjang, turun-naikkan

keranjang secara teratur 30 kali tiap menit. kapsul dinyatakan

hancur jika tidak ada bagian kapsul yang tertinggal di atas kasa,

kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan

lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima kapsul

tidak boleh lebih dari 15 menit.

Kapsul tahan asam lambung

Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan

menurut cara pengujian waktu hancur terhadap kapsul tidak tahan

asam lambung. Air diganti dengan lebih kurang 250 mL asam

klorida 0,06 N. Pengerjaan dilakukan selama 3 jam, kapsul tidak

larut kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci segera kapsul

dengan air. Ganti larutan asam dengan larutan dapar pH 6,8. Atur

suhu antara 36dan 38C. Celupkan keranjang ke dalam larutan

tersebut. Lanjutkan pengujian selama 60 menit. Pada akhir

pengujian tidak terdapat bagian kapsul di atas kasa kecuali fragmen

zat penyalut.

c) Uji Variasi Berat

Uji variasi berat yang ditentukan oleh USP XX merupakan uji

yang berurutan, di mana 20 kapsul masing-masing ditimbang dan

ditentukan berat rata-ratanya. Persyaratan uji dipenuhi jika tidak satu

pun dari berat masing-masing kapsul yang kurang dari 90% atau lebih

dari 110% dari berat rata-rata. Jika ke-20 kapsul tidak memenuhi

Page 36: laporan fitofarmasi

kriteria tersebut, berat netto massing-masing ditentukan; diambil rata-

ratanya, dan perbedaan ditentukan antara masing-masing isi netto

dengan rata-rata. Persyaratan dipenuhi (1) jika tidak lebih dari dua

perbedaan yang lebih dari 10% terhadap rata-rata, atau (2) jika tidak

satupun yang mempunyai perbedaan lebih besar dari 25%.

Jika lebih dari 2 tetapi kurang dari 6 berat yang ditentukan

dengan uji tersebut berbeda lebih dari 10% tetapi kurang dari 25%, isi

neto ditentukan untuk 40 kapsul tambahan, dan rata-rata diambil dari 60

kapsul. Terhitung ada 60 penyimpangan dari berat rata-rata yang baru.

Persyaratan dipenuhi (1) jika perbedaan tidak melebihi 10% dari rata-

rata dalam lebih dari 6 dari 60 kapsul, dan (2) jika tidak ada perbedaan

yang lebih dari 25%.

d) Uji Keseragaman Isi

Uji kedua dalam USP XX yang dapat diterapkan pada kapsul

adalah keseragaman isi yang dilakukan bila ada spesifikasi oleh

masing-masing monografi. Dalam hal ini dipilih 30 kapsul, 10

diantaranya diperiksa dengan prosedur khusus. Persyaratan dipenuhi

jika 9 dari 10 kapsul mempunyai kisaran potensi spesifik dari 85 sampai

115%, dan yang kesepuluh tidak di luar 75 sampai 125%.

Jika lebih dari 1 tetapi kurang dari 3, dari 10 kapsul yang

pertama berada di luar batas 85 sampai 115%, ke-20 sisa diperiksa.

Persyaratan dipenuhi jika ke-30 kapsul berada dalam kisaran spesifik 75

sampai 125% dan tidak kurang 27 dari 30 kapsul berada dalam kisaran

85 samapai 115%.

2.9. PENETAPAN KADAR

Tahap pengembangan sediaan (formulasi) dimaksudkan agar

bentuk sediaan fitofarmaka yang akan diberikan kepada manusia memenuhi

persyaratan-persyaratan kualitas maupun estetika. Tahapan-tahapan dalam

pengembangan sediaan diantaranya praformulasi, pengembangan formulasi,

Page 37: laporan fitofarmasi

pengembangan proses dan produksi. Praformulasi adalah penelitian atau

pemeriksaan sifat-sifat fisika dan kimia suatu zat aktif (ekstrak terstandar)

dan eksipien sehingga dapat diperoleh produk yang stabil, manjur, menarik,

mudah dibuat, dan aman.

1. Eksipien

Untuk mendapatkan suatu produk sediaan farmasi diperlukan

bahan tambahan. Tujuan penambahan eksipien adalah :

a) membawa obat dalam bentuk sediaan yang sesuai.

b) memperbaiki sifat obat, yang meliputi : membawa obat dalam

bentuk yang tepat ke tempat absorpsi, pelepasan obat yang

terkontrol, memperbaiki stabilitas obat, menutupi rasa pahit, dan

memperbaiki penerimaan penderita.

Syarat umum bahan obat dan eksipien :

a) tidak toksik (karsinogenik, teratogenik, alergenik, tidak

mengiritasi).

b) kandungan mikroorganisme (mengandung mikroba serendah

mungkin 102/gram dan tidak boleh mengandung mikroba

patogen).

c) tidak OTT antara obat dengan obat dan eksipien.

d) stabil terhadap suhu, lembap, cahaya, dan O2.

e) murni dari pengotor dan degradan.

f) sifat fisika mekanik (ukuran dan bentuk partikel, sifat

permukaan, bobot jenis bulk, sifat aliran, sifat kompresibilitas).

Berikut ini adalah deskripsi bahan pengisi kapsul yang digunakan

dalam pembuatan kapsul ekstrak daun jambu biji :

a) Cab-O-Sil (Aerosil)

BP : Colloidal anhydrous silica

PHEUR : Silica colloidalis anhydrica

Page 38: laporan fitofarmasi

USPNF : Colloidal silicon dioxide

Sinonim : Aerosil, Cab-O-Sil, Cab-O-Sil M-5P,

colloidal silica, fumed silica, light anhydrous silicic acid, silicic

anhydride, silicon dioxide fumed, Wacker HDK.

Struktur formula : Si O2 (BM = 60.08)

Fungsi : adsorbent, anticaking agent, emulsion stabilizer,

glidant, suspending agent, tablet disintegrant, thermal stabilizer,

viscosity- increasing agent.

Cab-O-Sil digunakan secara luas dalam farmasi, kosmetik

dan produk makanan. Cab-o-sil merupakan partikel berukuran

kecil dan area permukaan spesifiknya besar yang memberikan

karakter aliran yang diinginkan yang dieskplorasi untuk

memperbaiki aliran serbuk kering pada proses pembuatan tablet.

Penggunaan cab-O-Sil sebagai :

Aerosol = konsentrasi 0,5 – 2,0

Emulsion stabilizer = konsentrasi 1,0 – 5,0

Glidant = konsentrasi 0,1 – 0,5

Suspending dan thickening agent= konsentrasi 2,0 – 10,0

Cab-O-Sil adalah sebuah fumed silica submicroscopic

dengan ukuran partikel 15 nm. Cab-O-Sil berwarna putih kebiru-

biruan, terang, tidak berbau, tidak berasa, serbuk amorf tidak

berpasir.

Sifat fisika-kimia Cab-o-sil

pH : 3,5 – 4,0 (4 % w/v aqueous

despersion)

Densitas : 0.029 – 0.042 9 / cm3

Page 39: laporan fitofarmasi

Distribusi ukuran partikel : 7 – 16 nm

Indek refrentive : 1.46

Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut

organik, air, dan larutan asam, kecuali hydrofluoric acid. Larut

dalam larutan alkali hidroksida panas. Membentuk dispersi

koloidal dalam iar.

Specific gravity : 2.2

Floucalibility : 35.52 y

Spesific surface area : 200-400 m2/g

Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan:

Cab-O-Sil higroskopis tetapi mengadsorbsi sejumlah besar

air tanpa mencair. Ketika digunakan dalam sistem aqueous pada

pH 0-7.5, cab–o-sil dapat meningkatkan viskositas dari sistem.

Tapi pada pH lebih dari 7.5 peningkatan viskositas cab – o-sil

akan berkurang dan pada pH lebih dari 10.7 kemampuan cab – osil

dipreparasi dengan vapor hydropolisis dari chidrosilan : silicon

tetra chlorida. Pada 1800 0c (menggunakan hydrogen –

oxygenflame).

Keamanan:

Cab-o-sil biasanya digunakan dalam oral dan topical

produk farmasi dan umumnya tidak toksis dan merupakan non

irritant excipient.

LD50 (tikus, iv) : 15 mg/kg

LD50 (tikus, oral) : 3.16 g/kg

b) Avicel

BP: Microcrystalline cellulose

JP: Microcrystalline cellulose

Page 40: laporan fitofarmasi

PhEur: Cellulosum microcristallinum

USPNF: Microcrystalline cellulose

Sinonim : sel PH; Celex; cellulose gel; Celphere; Ceolus

KG; crystalline cellulose; E460; Emcocel; Ethispheres; Fibrocel;

Pharmacel; Tabulose; Vivapur.

Rumus empiris (C6H10O5)220 ( BM ≈36 000 )

Struktur formula

Fungsi : Adsorbent; suspending agent; tablet and capsule

diluent; tablet disintegrant.

Microcrystalline cellulose digunakan secara luas dalam

farmasi, umumnya sebagai binder/diluent pada tablet oral dan

formula kapsul dimana ini digunakan baik dalam granulasi basah

dan proses kempa langsung. Pada penambahannya sebagai

binder/diluent, microcrystalline cellulose juga memiliki fungsi

sebagai lubrikan dan disintegran yang berguna dalam tabletasi.

Sifat kimia fisika :

PH : 5,0 – 7,5

Density : 1,512 -1,668 g/cm3

Page 41: laporan fitofarmasi

Titik lebur : 260 – 270 oC

Distribusi partikel : 20 – 200 μm

Kelarutan : mudah larut dalam 5% w/v larutan

NaOH, praktis tidak larut dalam air, larut dalam asam, dan

sebagian besar pelarut organik.

Inkompatibilitas : avicel inkompatibilitas dengan agent

oksidator kuat.

Page 42: laporan fitofarmasi

BAB III

METODE

3.1 Uji Kandungan Kimia Ekstrak

3.1.1 Pembuatan Profil Kromatogram KLT-Densitometri

a. Alat dan bahan

Alat :

1. densitometer

2. pipet mikro

3. pinset

4. labu ukur

5. timbangan analitik

Bahan :

1. ekstrak daun jambu biji

2. Etanol 70 %

3. HCl 57 %

4. Kloroform

5. Aseton

6. Asam formiat

7. lempeng silika

Page 43: laporan fitofarmasi

b. Prosedur Percobaan

Sampel 1

250 mg ekstrak etanol daun jabu biji

Masukkan dalam labu alas bulat

21 mL etanol 70 % dan 0,6 mL HCl 57 %

Hidrolisis dengan refluks 30 menit,70 C

Hasil hidrolisis + etanol 25 ml

Sampel siap dianalisis

Sampel 2

250 mg ekstrak daun jambu biji

Masukkan dalam labu ukur 25 ml

Ditambahkan dengan etanol p.a ad tanda

Sampel siap dianalisis

Penentuan Pola Kromatogram

Hasil preparasi sampel

Totolkan sebanyak 10 μL pada lempeng KLT

Eluasi

Fase gerak (Kloroform:aseton:asam formiat = 150:33:17)

Analisis dengan densitometri pada λ 254 dan 365 nm

Page 44: laporan fitofarmasi

3.1.2 Analisis Kualitatif

a. Alat dan bahan

Alat :

Labu ukur

Mikropipet

Plate KLT

Densitometer

Alat gelas

Chamber

Bahan :

Ekstrak daun jambu biji

Etanol

Standar quercetin

kloroform: aseton: asam formiat

Page 45: laporan fitofarmasi

Timbang 250 mg sampel+ etanol +0,6 HCl

Timbang 25 mg standar quersetin

b. Prosedur percobaan

Preparasi Standar

Masukkan ke dalam labu ukur 25 mL

Preparasi sample

Hidrolisis 30 menit suhu 70o C

Larutkan dengan etanol 25 ml ad tanda batas

Tambah etanol ad tepat tanda

Kocok ad larut

Page 46: laporan fitofarmasi

Analisis Kualitatif

Larutkan standar quercetin dan sample dengan etanol

Totolkan pada plate KLT 2μL larutan standar dan 10 μL larutan sampel

Eluasi dengan kloroform: aseton: asam formiat =150 : 33 : 17)

Amati dengan densitometer 200-400 nm

Bandingkan nilai Rf sample dan standar

Page 47: laporan fitofarmasi

3.2 Validasi Metode dan Penetapan Kadar Kuersetin Secara KLT

Densitometri

a. Alat dan Bahan

Alat:

KLT Densitometer

Lempeng KLT

Beaker glass

Chamber

Batang pengaduk

Labu ukur

Refluks

Labu alas bulat

Timbangan analit

Pipet volume

Pipet tetes

Batu didih

Mikropipet

Bahan:

Standar kuersetin

Ekstrak daun jambu biji (sampel)

Kloroform

Aseton

Asam formiat

Toluen

HCl 57%

Metanol

Air

Page 48: laporan fitofarmasi

b. Prosedur Percobaan

1. Uji Selektivitas

10 µl larutan sampel yang telah dihidrolisis

2 µl larutan standar

Lempeng KLT

Dieluasi

ditotolkannnnn

ukur

Panjang dan lebar noda

Resolusi

hitung

Page 49: laporan fitofarmasi

2. Linearitas

1. Pembuatan Larutan Baku Induk

2. Pembuatan Larutan Baku Kerja

Standar kuersetin

Dimasukkan labu ukur 10 ml

Ditambah etanol sampai tepat tanda,kocok pelan sampai larut

Ditimbang sebanyak 30 mg

Larutan baku induk

900 ppm300 ppm 1800 ppm1200 ppm600 ppm

Page 50: laporan fitofarmasi

3. Penentuan Linearitas

Masing-masing larutan baku kerja

Dieluasi dengan fase gerakKloroform : aseton : as.formiat

( 150 : 33 : 17 )

Dianalisis dengan KLT densitometri

Dibuat garis regresi linear konsentrasi vs area noda

Dihitung harga koefisien regresinya

Ditotolkan pada pelat KLT 2 µl

Pada panjang gelombang maksimum

Page 51: laporan fitofarmasi

3. Presisi

1. Preparasi Standard Kuersetin

Pengenceran larutan baku induk

Ditambah etanol ad tanda, kocok sampai larut

Ditimbang 30 mg standars kuersetin

30 mg kersetin dalam labu ukur 10 mL

Larutan baku induk 3000 ppm

300 ppm 600 ppm 900 ppm 1200 ppm 1800 ppm

Page 52: laporan fitofarmasi

2. Preparasi Sampel

Ditambah etanol 21 mL dan 0,6 HCl 57%

Dimasukkan labu ukur 25 mL, + etanol ad tanda

Ditimbang 250 mg ekstrak(replikasi 3x)

250 mg sampel dalam labu alas bulat

Sampel siap dihidrolisis

Hasil hidrolisis

Sampel siap dianalisis dengan KLT Densitometri

Page 53: laporan fitofarmasi

3. Penentuan Presisi

Ditotolkan 10µL

Ditotolkan 2µL

Area sampel diintrapolasikan dalam kurva regresi

Dihitung SD dan KV kadar kuersetin

Hasil preparasi sampelLarutan standar kuersetin (300,600,900,1200, dan

1800)

Dieluasi denagn fase gerak,Kloroform : aseton : asam formiat

(150:33:17)

Lempeng KLT

Lempeng KLT discan denagn KLT Densitometer

Kurva regrasi konsentrasi vs area

Kadar kuersetin

Presisi

Page 54: laporan fitofarmasi

4. Akurasi

1. Pembuatan Larutan Induk Kerja

30 mg standar kuersetin

Labu ukur 10 mL

Kocok ad larut

homogenkan

Etanol 5 mL

Etanol ad tanda batas

Larutan baku induk 3000 ppm

Larutan baku kerja

300 ppm 600 ppm 900 ppm 1200 ppm 1800 ppm

Page 55: laporan fitofarmasi

2. Preparasi sampel

250 mg sampel

Labu alas bulat 25 mL

Hidrolisis 70 C 30 menit

Labu ukur 25 mL

1mg kuersetin +21 mL etanol+o,6 mL HCl 57%

Page 56: laporan fitofarmasi

3. Penentuan Akurasi:

Keringkan

densitometri

Regresi konsentarasi vs area

Lempeng KLT

Eluasi Fase gerak kloroform:aseton:as formiat= 150:33:17

totolkan

Hasil preparasi sampel Larutan standard kuersetin

% recovery

Page 57: laporan fitofarmasi

3. 3 Formulasi dan Evaluasi

a. Alat dan Bahan

Alat

Beker glass

Spatula

Mortir

Stamper

Cangkang kapsul kosong

Timbangan analitik

Seperangkat alat KLT-Densitometri

Mikropipet

Bahan

Standar quersetin

Ekstrak quersetin

Cab-o-sil

Avicel

Aseton

Asam formiat

Kloroform

Etanol

HCL 57 %

Page 58: laporan fitofarmasi

b. Prosedur Percobaan

Rancangan Formula

per kapsul 25

kapsul

R/ ekstrak daun jambu biji 202,528 mg 5,063 g

Cab - O - Sil 118,483 mg 2,962 g

Avicell 78,989 mg 1,975 g

Dalam 202,528 mg ekstrak daun jambu biji dalam 1 kapsul mengandung

5 mg kuercetin.

1. Keseragaman Bobot

timbang

Timbangsatu lagi satu per satu

Keluarkan isi semua kapsul

Seluruh bagian cangkang kapsul

Bobot isi dan rata-rata tiap kapsul

Timbang 20 Kapsul

timbang

Page 59: laporan fitofarmasi

2. Penetapan Kadar

1. Preparasi standar quersetin

Ditimbang 30 mg

Dimasukkan ke dalam labu

ukur 10 ml+etanol 10 ml

dipipet

dimasukkan labu ukur 10

mlditambah etanol ad tanda

keterangan :

penotolan 300 ppm : ditotol 2 μl

600 ppm : ditotol 2 μl

900 ppm : ditotol 1 μl larutan 1800 ppm

1200 ppm : ditotol 4 μl larutan 600 ppm

1800 ppm : ditotol 2 μl larutan 900 ppm

Standar quersetin

30 mg standar quersetin

Larutan baku induk quersetin

1ml 6ml2ml

1800 ppm300 ppm 600 ppm

Page 60: laporan fitofarmasi

2. Preparasi sampel

Diambil 3 secara random

Dimasukkan labu alas bulat

Ditambah etanol 21 ml dan HCl

57% 0,6 ml, dihidrolisis pada T

70oC t 30 menit

Dimasukkan

Dimasukkan labu ukur 5 ml

ditambah Etanol ad tanda

kapsul

Kapsul 1 Kapsul 2 Kapsul 3

Kapsul dalam labu

Hasil hidrolisis

Sampel siap

Page 61: laporan fitofarmasi

3. Penetapan kadar

Ditotolkan 2 μl pada lempeng KLT

Replikasi 3 kali

Dieluasi dengan eluen aseton,

kloroform,Asam formiat

Dianalisis dengan KLT

densitometri

Pada panjang gelombang maks

Dibuat persamaan regresi

Lempeng yang telah ditotoli sampel dan standar

sampelLarutan standar

Lempeng yang telah dieluasi

Hasil analisis

Konsentrasi kuersetin

Page 62: laporan fitofarmasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN

1. Pola Kromatogram

Nama Sampel Rf Absorbsi λ (nm)

Standart 0,45 95 384

H1 0,44 95 388

H2 0,43 95 390

H3 0,42 95 388

H4 0,41 95 388

Diketahui :

Panjang gelombang maksimum kuersetin=384 nm

Absorbsi kuersetin= 95

Standart kuersetin X=60,5cm dan Y=46,4cm

H2=47,3 cm

H3=73,1 cm

Jarak standart dengan H2=13,2 cm

Jarak standart dengan H3=12,6 cm

Posisi X saat scan awal=7,6 cm sampai eluasi 7,6

Posisi Y saat scan awal=5,4 cm sampai eluasi 88,8

2. Validasi Metode Analisis

a) Uji Selektivitas

Eluen = Kloroform : Metanol : Air = 85:15:1

Waktu Eluasi = 23 menit 38 detik

Kelompok 1=Rs=8

Kelompok 2= Rs=7,059

Kelompok 3= Rs=5,8

Kelompok 4= Rs=6

Page 63: laporan fitofarmasi

Eluen = Kloroform : Etil asetat : As.Formiat = 5:4:1

Waktu Eluasi = 22 menit 56 detik

Kelompok 1= Rs=3,143

Kelompok 2= Rs=3,333

Kelompok 3= Rs = 3,1423

Kelompok 4= Rs=2,75

Eluen = Toluen :Aseton: Metanol : Asam Formiat =

46:8:5:1

Waktu Eluasi = 13 menit 41 detik

Kelompok 1= Rs=1,67

Kelompok 2= Rs=3,2

Kelompok 3= Rs = 3,019

Kelompok 4= Rs=3

Eluen = Kloroform : Aseton : Asam Formiat = 150:33:17

Waktu Eluasi = 31 menit 23 detik

Kelompok 1= Rs=7

Kelompok 2= Rs=8,2

Kelompok 3= Rs = 8

Kelompok 4= Rs=6,2

b) Penentuan Linearitas

Baku induk Standar kurkuminoid :

30 mg / 10 ml x 1000 ppm = 3000 ppm

Pembuatan baku kerja

300 ppm

1 ml / 10ml x 3000 ppm = 300 ppm

Penotolan 2 µl : 300 ppm x 2 µl = 600 ng

600 ppm

2 ml / 10 ml x 3000 ppm = 600 ppm

Penotolan 2 µl : 600 ppm x 2 µl = 1200 ng

900 ppm

Page 64: laporan fitofarmasi

3 ml / 10 ml x 3000 ppm = 900 ppm

Penotolan 2 µl : 900 ppm x 2 µl = 1800 ng

1200 ppm

4 ml / 10 ml x 3000 ppm = 1200 ppm

Penotolan 2 µl : 1200 ppm x 2 µl = 2400 ng

1800 ppm

6 ml / 10 ml x 3000 ppm = 1800 ppm

Penotolan 2 µl : 1800 ppm x 2 µl = 3600 ng

Penentuan linearitas

Larutan standar Rf C. standar (µg/2 ml) Area

Larutan stanadar 1 0,56 600 7948,05

Larutan stanadar 2 0,55 1200 13644,35

Larutan stanadar 3 0,57 1800 15469,98

Larutan stanadar 4 0,57 2400 18999,25

Larutan stanadar 5 0,56 3600 18458,79

Persaman regresi linier :

Y = bx + a

Y = 3,371 x + 8432,498

r = 0,8715

c) Penentuan Presisi

Y awal = 30

Y akhir = 48

X1 = 74.6

X2 = 84.7

X3= 94.8

X4 = 104.8

X5 = 114.9

X6= 124.6

X7 =134.6

X8 = 144.8

Page 65: laporan fitofarmasi

X9 = 154.8

X10 = 164.7

X11 = 174.5

Regresi Height = 2124 + 0.04195x r = 0.8013

Regresi Area = 8432 + 3.371 x r = 0.87149

Track Rf Area X (µg)

6 0.49 16746.22 2.467

7 0.56 15221.86 2.014

8 0.56 18294.79 2.926

Y = 3.371x + 8432.498

r = 0.87149

Konsentrasi tiap penotoaln (ng/2µL)

Replikasi 1

Y = 3.371x + 8432.498

16746.22 = 3.371x + 8432.498

X = 2466.248 ng

Replikasi 2

Y = 3.371x + 8432.498

15221.86 = 3.371x + 8432.498

X = 2014.049 ng

Replikasi 3

Y = 3.371x + 8432.498

18294.79 = 3.371x + 8432.498

X = 2925.625 ng

X rata-rata = 2468.642 ng

Page 66: laporan fitofarmasi

Konsentrasi (mg/25mL)

Replikasi 1 =

Replikasi 2 =

Replikasi 3=

Rata-rata= 6.172 mg/ 25 mL

% Kadar

Replikasi 1=

Replikasi 2 =

Replikasi 3 =

Rata-rata = 2.469%

Replikasi Area

Konsentrasi

tiap

penotolan

(ng/2µL)

Konsentrasi

(mg/25mL)

%

Kadar

1 16746.22 2466.248 6.165 2.466

2 15221.86 2014.049 5.035 2.014

3 18294.79 2925.628 7.315 2.926

Rata-rata 2468.642 6.172 2.469

Page 67: laporan fitofarmasi

SD =

=

= 0.456 %

CV =

= = 18.469 %

d) Hasil Pengamatan Akurasi

Persamaan regresi :

Perhitungan :

Replikasi I :

Replikasi II :

Replikasi III :

Page 68: laporan fitofarmasi

Konsentrasi kuersetin rata-rata dalam sampel

Perhitungan % recovery

R1 :

R2 :

R3 :

%Recovery rata-rata : 72,782%

Page 69: laporan fitofarmasi

3. Rancangan Formula

a) Formulasi

per kapsul 25 kapsul

R/ ekstrak daun jambu biji 202,528 mg

5,063 g

Cab - O - Sil 118,483 mg

2,962 g

Avicell 78,989 mg 1,975 g

Bentuk sediaan kapsul, dengan cangkang kapsul no.0 = 400 mg

Dalam 202,528 mg ekstrak daun jambu biji dalam 1

kapsul mengandung 5 mg kuercetin.

4. Keseragaman Bobot

Bobot Cab - O - Sil = 0,2004

gram

Bobot Avicell = 0,3008

gram

Berat cangkang + campuran Cab - O - Sil dan Avicell = 0,406

gram

Berat campuran = 0,316

gram

Bobot 20 cangkang kapsul = 2,612

gram

Bobot rata - rata cangkang kapsul = 0,1306

gram

Page 70: laporan fitofarmasi

Penyesuaian

R/ ekstrak daun jambu biji 202,528 mg

Avicell 82,483 mg

Cab - O - Sil 54,990 mg

No. Berat isi + kapsul Bobot isi % Simpangan

1. 0,4437 g 0,3131 g 7,5575 %

2. 0,4006 g 0,2700 g 7,2484 %

3. 0,4291 g 0,2985 g 2,5421 %

4. 0,4039 g 0,2733 g 6,1147 %

5. 0,3988 g 0,2682 g 7,8667 %

6. 0,4313 g 0,3007 g 3,2978 %

7. 0,4082 g 0,2776 g 4,6376 %

8. 0,4319 g 0,3013 g 3,5040 %

9. 0,4139 g 0,2833 g 2,6795 %

10. 0,4025 g 0,2719 g 5,5957 %

11. 0,4132 g 0,2826 g 2,9200 %

12. 0,4546 g 0,3240 g 11,3020 %

13. 0,4274 g 0,2968 g 1,9581 %

14. 0,4131 g 0,2825 g 2,9543 %

15. 0,4238 g 0,2932 g 0,7214 %

16. 0,4109 g 0,2803 g 3,7101 %

17. 0,4463 g 0,3157 g 8,4507 %

18. 0,4084 g 0,2778 g 4,5689 %

19. 0,4318 g 0,3012 g 3,4696 %

20. 0,4417 g 0,3111 g 6,8705 %

Rata-rata = 0,4217 g

Penimbangan kapsul ( Berat cangkang kapsul : 0,1030 g )

Replikasi 1 : berat cangkang + isi kapsul = 0,4196 g

berat isi kapsul = 0,3166 g

Page 71: laporan fitofarmasi

Replikasi 2 : berat cangkang + isi kapsul = 0,426 g

berat isi kapsul = 0,323 g

Replikasi 3 : berat cangkang + isi kapsul = 0,425 g

berat isi kapsul = 0,322 g

Persamaaan regresi : Y = 3,371X + 8432,498

Replikasi 1

8394,96 = 3.371 X + 8432,498

X = -11,136 ng/2μl

= - 0,028mg/5ml

Replikasi 2

9286,39 = 3,371 X + 8432,498

X = 253,305 ng/2 μl

= 0,633 mg/5ml

Replikasi 3

8564,09 = 3,371 X + 8432,498

X = 39,036 ng/2 μl

= 0,098mg/5ml

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Pola Kromatografi Dan Analitik Kualitatif

Dalam praktikum kali ini, praktikan melakukan uji kandungan kimia

ekstrak yang meliputi pola kromatogram dan analisis kualitatif.

1. Uji pola kromatogram

Tujuan utama dari standarisasi ekstak adalah untuk mendapatkan produk

yang terjamin mutu, keamanan, dan manfaat. Persyaratan mutu ektrak terdiri dari

berbagai parameter standar umum, parameter standar spesifik, dan uji kandungan

Page 72: laporan fitofarmasi

kimia ekstrak. Tetapi pada praktikum kali ini yang dilakukan uji kualitatif dan uji

kuantitatif. Uji kuantitatif yang dimaksud adalah untuk mengetahui pola

kromatografi ekstrak yang merupakan salah satu uji kandungan kimia. Sedangkan

uji kualitatif untuk membandingkan noda hasil kromatogran sampel dengan

standar dengan dilihat nilai Rfnya jika sama maka ekstrak mengandung senyawa

yang sama dengan standar.

Ekstrak etanol daun jambu biji ini didapatkan melalui maserasi yang

merupakan metode penyarian yang cocok untuk senyawa yang tidak tahan

pemanasan dengan 3 suhu tinggi dan sering dipakai untuk mengekstraksi bahan

obat yang berupa serbuk simplisia yang halus. Maserasi dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang diluar sel, maka larutan zat aktif akan terdesak keluar. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan yang

berada di luar dan di dalam sel. Kelemahan penyarian dengan metode maserasi

ini pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan penyariannya

kurang sempurna.

Tahapan preparasi sample sebagai berikut : sampel dihidrolisis dengan

cara refluks dalam etanol 70% sebanyak 21 mL dan o,6 mL HCl 57% v/v.

Pelarut etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi

sampai relative rendah, karena etanol merupakan pelarut universal, etanol tidak

meyebabkan pembengkakan membrane sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan

obat yang terlarut dan juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang

optimal. Hidrolisis dilakukan untuk mendapatkan senyawa kuersetin yang

merupakan senyawa kelompok flavonol terbesar. Kuersetin dan glikosidanya

berada dalam jumlah sekitar 60-75 % dari flavonoid. ). Karena terdapat gula

maka memilki sifat polar dan mudah larut air serta tidak tahan asam.sehingga

untu memperoleh flavonoid atau aglikonnya saja perlu dilakukan hidrolisis

dengan penambahan asam.Sedangkan sifat flavonoid adalah tahan asam, kurang

polar atau terlarut dalam eter dan kloroform. Dalam praktikum ini yang bertindak

Page 73: laporan fitofarmasi

sebagai asam adalah HCl-nya.

Kemudian dilakukan penentuan pola kromatogram, yaitu: hasil preparasi

sampel ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 2 µL dan dieluasi dengan

kondisi:

• Fase diam : Silica gel F254

• Fase gerak : kloroform : aseton : asam formiat (150:33:17)

• Penampak noda : UV 254 nm dan 365 nm

Hasil KLT selanjutnya di scan dengan densitometri untuk melihat pola

kromatogram. Scanning dilakukan dari awal penotolan sampai akhir eluasi pada

panjang gelombang 365 nm dan 254 nm. Scanning dilakukan pada panjang

gelombang 254nm dan 365 nm karena pada panjang gelombang tersebut pola

kromatogram dari kuersetin dapat teramati secara maksimal. Berdasarkan hasil

dari pola kromatogram tersebut kita hanya mengetahui jumlah senyawa yang

terdapat dalam suatu sampel, dari hasil tersebut kita masih belum mengetahui

senyawa tersebut senyawa apa dan kadarnya berapa.

Hasil pola kromatogram adalah sebagai berikut:

Pola kromatogram pada λ 254 nm

Page 74: laporan fitofarmasi

Pola kromatogram pada λ 365 nm

Page 75: laporan fitofarmasi

2. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan KLT-densitometer. Larutan

standar sebanyak 2µL dan sampel yang sudah dihidrolisis sebanyak 10µL

ditotolkan pada lempeng KLT dengan kondisi seperti pada penentuan

pola/profil kromatogram. Dari hasil KLT, diamati warna noda dan

dihitung Rf secara manual. Jika dibandingkan warna noda sampel dengan

standar dapat dikatakan hampir sama dan nilai Rf-nya juga tidak jauh

berbeda. Harga Rf pada standar adalah 0,42 sedangkan pada sampel kami

adalah 0,41. Berdasarkan dari perbandingan ini digunakan apakah sampel

tersebut benar-benar mengandung quersetin. Hal ini ditunjukan dengan

warna dan nilai Rf yang hampir sama. Standarisasi dengan pola

kromatogam ini dilakukan karena ekstrak tersebut tidak diketahui zat aktif

atau zat identitasnya dan guna menjamin reprodusibilitas produksi

Dengan menggunakan Lempeng KLT yang sama sepeti diatas

dilanjutkan untuk membuat profil spektrum pada titik noda standar dan

noda yang harga Rf-nya sama dengan standar pada panjang gelombang

200-500nm. Kemudian spektrum standar dibandingkan dengan spektrum

sampel. Hasil spektrumnya sedikit ada perbedaan. Berdasarkan spektrum

Page 76: laporan fitofarmasi

tersebut dapat diketahui panjang gelombang maksimumnya. λ maks pada

spektrum standar adalah 384nm. Sedangkan λ maks pada spectrum sampel

adalah 388nm. Jadi λmaks yang dipakai untuk menentukan kadar kuersetin

dalam sampel yaitu 388nm. Senyawa aktif yang kami inginkan adalah

kuersetin, sedangkan senyawa standar yang dibandingkan dengan sampel

adalah quersetin. Hal ini dikarenakan quersetin tersebut merupakan

senyawa marker.

4.2.2 Uji Selektivitas, Penentuan Linieritas, dan Presisi

Uji selektifitas dilakukan agar dapat mengetahui dan menentukan

besarnya resolusi dan pengaruh resolusi terhadap keselektifitasan eluen dalam

memisahkan analit(quersetin) dengan zat lain. Awalnya sampel yang telah

dihidrolisis ditotolkan sebanyak 10µl bersama dengan 2µl larutan

standar,selanjutnya dieluasi dengan beberapa macam eluen untuk mengetahui

perbandingan resolusi pada berbagai macam eluen tersebut, sehingga dapat

dilihat manakah eluen yang dapat memberikan resolusi paling bagus. Resolusi

analit dengan zat lain sebaiknya lebih dari 1,5. Eluen yang paling bagus itulah

yang dapat dikatakan bahwa eluen tersebut selektif dalam memisahkan

analit(quersetin) dengan zat lain.

Pada sampel yang dilakukan eluasi menggunakan eluen

Kloroform:Metanol:Air (85:15:1) dibutuhkan waktu untuk eluasi selama 23

menit 38 detik dan memberikan resolusi sebesar 5,8. Untuk eluen

kloroform:etil asetat: Asam formiat(5:4:1) akan memberikan resolusi sebesar

3,143 dengan waktu eluasi 22 menit 56 detik. Sedangkan untuk sampel yang

dieluasi dengan perbandingan eluen toluene:aseton:methanol: asam

formiat(46:8: 5:1) akan memberikan resolusi sebesar 3,091. Dan untuk eluen

kloroform:aseton:asam formiat (150:33:17) akan memberikan nilai resolusi

sebesar 8 dengan waktu eluasi 31menit 23 detik.

Dari data diatas,dapat diketahui bahwa semua eluen memberikan

nilai resolusi yang lebih besar dari 1,5. Tapi eluen kloroform:aseton:asam

formiat (150:33:17) yang paling bagus (selektif) digunakan untuk memisahkan

Page 77: laporan fitofarmasi

quersetin dengan zat lain (pengotornya) karena memiliki nilai resolusi yang

paling besar daripada yang lain.

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-

sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku

relative (koefisien variasi). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan

simpangan baku relative atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi

kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa,

jumlah sampel dan kondisi laboratorium.

Pada penetapan presisi, sampel ditotolkan bersama standart pada

lempeng KLT dan dieluasi. Selanjutnya discan dengan densitometer dan dibuat

kurva regresi dari standart. Kadar kuersetin diperoleh dengan

menginterpolasikan area standart dalam persamaan regresi. Dari kadar sampel

yang diperoleh (3 replikasi) dapat dihitung nilai SD dan KV.

Untuk replikasi 1, kadar sampel diperoleh sebesar 2466.248

ng/2µL setara dengan 6.165 mg/25 mL (2.466%), untuk replikasi 2 kadar

sampel yang diperoleh 2014.049 ng/2µL setara dengan 5.035 mg/25 mL dan

untuk replikasi ke 3 kadar sampel yang diperoleh 2925.628 ng/2µL setara

dengan 7.315 mg/25 mL (2.926%). Dengan rata-rata kadar yaitu 2.469%, dapat

dihitungnilai SD dan KV. Nilai SD sebesar 0.456 dan CV sebesar 18.469%.

Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran berulang (replikasi 1, 2 dan 3)

menunjukkan perbedaan yang cukup bermakna yang ditunjukkan dengan nilai

CV lebih dari 2% atau dalam artian percobaan ini memiliki presisi yang kurang

baik.

Pada praktikum kali ini dilakukan validasi metode analisis

terutama parameter linearitas dan akurasi. Validasi metode analisis diperlukan

umtuk menjamin bahwa metode analisis digunakan sudah memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan. Penentuan parameter-parameter ini

menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan discanning

Page 78: laporan fitofarmasi

menggunakan alat Densitometer CAMAG.

Prosedur awal dilakukan pembuatan baku induk standar kuersetin,

dengan menimbang 30 mg dan dilarutkan dalam 10 ml etanol didapatkan

konsentrasi 3000 ppm. Selanjutnya dari baku induk tersebut dibuat larutan

baku kerja dengan konsentrasi 300 ppm, 600 ppm, 900 ppm, 1200 ppm, dan

1800 ppm. Untuk digunakan pada penentuan linearitas.

Prosedur berikutnya adalah penotolan satndar dan sampel dan

eluasi dengan fase gerak kloroform : aseton : as.formiat (150 : 33 : 17). Setelah

eluasi dilakukan pemayaran noda dengan alat densitometer CAMAG, dan

didapatkan data area. Dari data area tersebut dapat ditentukan konsentrasi

sampel dengan memasukkan pada persamaan kurva baku pada penentuan

linearitas. Setelah itu, dicari harga % perolehan kembali (recovery) dengan

membandingkan hasil konsentrasi sampel dengan data hasil penentuan kadar

pada praktikum sebelumnya.

Dari hasil praktikum pada penentuan linearitas diperoleh

persamaan kurva baku yakni, y = 3,371 x + 8432,498 dengan nilai r = 0,8715.

Semakin baik linearitas maka nilai r semakin mendekati satu. Jadi, pada

penentuan linearitas kali ini masih kurang memenuhi persyaratan yang

ditentukan.

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-

sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku

relative (koefisien variasi). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan

simpangan baku relative atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi

kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa,

jumlah sampel dan kondisi laboratorium.

Pada penetapan presisi, sampel ditotolkan bersama standart pada

lempeng KLT dan dieluasi. Selanjutnya discan dengan densitometer dan dibuat

kurva regresi dari standart. Kadar kuersetin diperoleh dengan

Page 79: laporan fitofarmasi

menginterpolasikan area standart dalam persamaan regresi. Dari kadar sampel

yang diperoleh (3 replikasi) dapat dihitung nilai SD dan KV.

Untuk replikasi 1, kadar sampel diperoleh sebesar 2466.248

ng/2µL setara dengan 6.165 mg/25 mL (2.466%), untuk replikasi 2 kadar

sampel yang diperoleh 2014.049 ng/2µL setara dengan 5.035 mg/25 mL dan

untuk replikasi ke 3 kadar sampel yang diperoleh 2925.628 ng/2µL setara

dengan 7.315 mg/25 mL (2.926%). Dengan rata-rata kadar yaitu 2.469%, dapat

dihitungnilai SD dan KV. Nilai SD sebesar 0.456 dan CV sebesar 18.469%.

Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran berulang (replikasi 1, 2 dan 3)

menunjukkan perbedaan yang cukup bermakna yang ditunjukkan dengan nilai

CV lebih dari 2% atau dalam artian percobaan ini memiliki presisi yang kurang

baik.

Penentuan Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

keterdekatan hasil analsis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi

dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) analit yang

ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat tergantung pada sebaran galat

sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk

mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara

mungurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah

dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu,

dan pelaksanaan ynag cermat serta sesuai prosedur.

Akurasi ditentukan dengan tiga cara yaitu analisis sampel dengan

konsentrasi diketahui, perbandingan hasil dengan metode standar, dan standar

adisi. Pada standar adisi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu spiked-placebo

recovery dan penambahan baku. Untuk analisis ekstrak tidak memungkinkan

unutk membuat sampel placebo karena senyawa penyusunnya tidak diketahui

dengan tepat dan atau sangat sulit sekali untuk dibuat susunan senyawa yang

mirip dengan aslinya (berasal dari alam).

Sampel yang sudah ditambahkan standart ditotolkan pada lempeng

bersama-sama dengan larutan standart 300 ppm, 600 ppm, 900 ppm, 1200 ppm

Page 80: laporan fitofarmasi

dan 1800 ppm. Selanjutnya dieluasi dengan eluen terpilih dan discan dengan

densitometer. Kadar kuersetin dalam sampel diperoleh dengan

menginterpolasikan area sampel ke dalam persamaan regresi yang diperoleh.

Dari perhitungan didapat persen recovery sebesar 72,782%. Nilai ini tidak

masuk dalam rentang % recovery yaitu antara 80%-120%. Hal ini disebabkan

karena pada replikasi pertama hanya diperoleh % recovery sebesar 21,582%.

4.2.3 Formulasi dan Evaluasi

Keseragaman bobot

Pada praktikum Fitofarmasi yang terakhir adalah

“Formulasi dan Evaluasi Sediaan”, dimana sediaan yang kita buat adalah

kapsul. Adapun alasan dipilihnya sediaan kapsul antara lain :

Dapat menutupi bau yang tidak enak, karena bahan baku yang digunakan

adalah ekstrak daun Jambu biji yang memiliki bau khas dan jarang

disukai sehingga dengan memilih sediaan kapsul, maka bau yang kurang

acceptable dapat dihindari.

Dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak. Sebagian besar ekstrak

tumbuhan memiliki rasa yang pahit atau getir sehingga dengan pemilihan

sediaan kapsul, dapat menutupi rasa yang tidak enak.

Dapat melindungi bahan obat dari cahaya matahari langsung maupun

kondisi udara sekitar. Beberapa ekstrak dari tumbuhan memiliki

sensitivitas yang tinggi terhadap cahaya matahari langsung dan udara,

oleh sebab itu penggunaan cangkang kapsul keras yang buram, (TiO2)

dapat mengantisipasi kontak bahan obat dengan cahaya maupun udara.

Mudah dalam penggunaannya.

Pembuatan relative mudah, dapat dilakukan secara konvensional.

Lebih murah

Kapsul yang digunakan untuk dikonsumsi harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

Tidak toksik

Page 81: laporan fitofarmasi

Keseragaman dosis

Tidak cacat secara fisik

Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif dalam pengobatan

untuk masyarakat semakin meningkat, sehingga diperlukan penelitian

untuk membuktikan khasiat tanaman obat tersebut. Salah satu tanaman

yang banyak digunakan untuk pengobatan suatu penyakit adalah jambu

biji. Jambu biji dapat digunakan sebagai obat diare, sariawan dan

keputihan. Secara empiris, jambu biji juga berkhasiat untuk mengatasi

demam berdarah. Seperti yang terdapat pada literatur, pada demam

berdarah salah satu temuan laboratorium adalah trombositopenia, dimana

jumlah trombosit < 100.000/mm3 .

Salah satu senyawa yang terkandung dalam daun jambu biji adalah

kuersetin. Kuersetin digunakan sebagai senyawa marker dalam penelitian

ini karena diduga mempunyai peranan dalam peningkatan jumlah

trombosit pasien demam berdarah. Selain itu kuersetin dapat berfungsi

sebagai immunomodulator serta dapat menghambat agregasi trombosit

Juga didukung penelitian sebelumnya bahwa kuersetin mampu

menurunkan permeabilitas vaskular dimana pada pasien demam berdarah

terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan

terjadinya syok.

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi

kapsul ekstrak Jambu biji sebagai berikut :

per kapsul 25

kapsul

R/ ekstrak daun jambu biji 202,528 mg 5,063 g

Cab - O - Sil 82,483 mg 2,062 g

Avicell 54,990 mg 1,375 g

Dalam pembuatan kapsul ekstrak Psidium guajava (ekstrak Jmabu

biji) digunakan bahan penyerap . Zat yang digunakan untuk menyerap bahan

Page 82: laporan fitofarmasi

cair ataupun pelarut yang ada di dalam ekstrak adalah avicel dan Cab-O-Sil.

Avicel merupakan serbuk kristal hambar terdiri atas partikel penyerap,

pembersih Microcrystalline cellulose, berfungsi sebagai adsorbent (20-

90%), suspending agent (5-20%), tablet and capsule diluent (20-90%), dan

tablet disintegrant (5-15%). Digunakan bahan penyerap avicell karena

avicell memiliki sifat alir yang baik bila dibandingkan dengan Cabosil, dan

avicell tidak menimbulkan toksisitas.

Dalam praktikum ini jumlah kapsul yang dibuat adalah 25 kapsul

dimana 20 kapsul digunakan untuk keseragaman bobot dan 3 kapsul untuk

uji penetapan kadar, sisanya 2 kapsul untuk dikemas dengan 20 kapsul

keseragaman bobot menjadi produk jadi. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan dalam formulasi sediaan kapsul adalah ekstrak ditimbang

sebanyak 5,063 g (untuk 25 kapssul), gerus ad halus dan homogen.

Kemudian Cab-O-Sil ditimbang sebanyak 2,062 g,gerus ad halus lalu

dicampurkan dengan ekstrak yang telah digerus sebelumnya, gerus ad

homogen, dan tambahkan Avicell sebanyak 1,375 g ke dalam campuran

ekstrak dan Cab-O-Sil tersebut, gerus ad homogen. Setelah terbentuk

ekstrak kering Psidium guajava, kemudian ditimbang, sehingga diperoleh

berat ekstrak kering sebanyak 0,316 g. Tara cangkang kapsul kosong

kemudian isi masing-masing kapsul dengan serbuk ekstrak Jambu biji

hingga diperoleh sebanyak 25 kapsul. Bersihkan cangkang kapsul agar

terlihat mengkilat. Masukkan 22 kapsul yang sudah jadi ke dalam wadah

dan beri etiket. Sisa 3 kapsul akan di uji penetapan kadarnya.

Setelah jadi kapsul ekstrak Psidium guajava, langkah selanjutnya

yaitu evaluasi sediaan. Untuk evaluasi sediaan kapsul, dilakukan dengan

cara menentukan keseragaman bobot, kelarutan ,waktu hancur, utuk kapsul

tahan asam lambung dan tidak tahan asam lambung serta uji keseragaman

kandungan. Namun dalam praktikum kali ini, hanya uji keseragaman bobot

dan penetapan kadar yang dilakukan.

Untuk uji keseragaman bobot, ditentukan dengan menimbang

sebanyak 20 kapsul. Timbang lagi satu per satu. Keluarkan isi kapsul,

Page 83: laporan fitofarmasi

timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot rata-rata isi kapsul.

Perbedaan dalam persen bobot isi kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi

kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom A, dan untuk setiap 2

kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom B.

Bobot rata-rata isi

kapsul

Perbedaan bobot isi kapsul dalam %

A B

120 mg atau lebih ± 10% ± 20%

Lebih dari 120 mg ± 7,5 % ± 15%

Setelah dilakukan pengujian keseragaman bobot diperoleh hasil simpangan yang

bervariasi mulai dari 0,7214 % hingga 11,3020 %. Dari hasil tersebut dapat

dikatakan bahwa kapsul untuk uji keseragaman bobot tidak sesuai dengan

persyaratan FI III. Hal ini disebabkan karena pembagian serbuk yang dilakukan

secara visual, sehingga berat serbuk dalam kapsul tidak seragam. Akibatnya

keseragaman bobot antara kapsul satu dengan lainnya berbeda, sehingga %

simpangannya pun juga bevariasi.

Penetapan Kadar

Tahap terakhir dari praktikum ini adalah pembuatan formulasi dari

ekstrak Psidium guajava menjadi sediaan kapsul. Alasan pemilihan

bentuk sediaan kapsul adalah untuk mengurangi rasa tidak enak (pahit)

dari bahan aktif, mudah penggunaannya, meningkatkan acceptabilitas,

cocok untuk bahan yang higroskopis, prosedur pembuatannya pun relatif

sederhana. Sediaaan kapsul ini digunakan untuk meningkatkan jumlah

trombosit dengan dosis 5 mg kuersetin dalam 400 mg kapsul. Setelah

dikonversikan dengan kadar kuersetin, maka diperoleh berat ekstrak

yang dibutuhkan untuk satu kapsul adalah 202,528mg ekstrak dalam

400 mg total berat isi kapsul.

Untuk mendapatkan sediaan kapsul yang sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan maka perlu dilakukan evaluasi keseragaman

Page 84: laporan fitofarmasi

bobot berdasarkan FI IV, keseragaman isi kapsul , dan evaluasi

penetapan kadar kapsul.

Pada evaluasi penetapan kadar praktikan terlebih dulu membuat

larutan standar kuersetin dengan memasukkan 30 mg kuersetin ke dalam

labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan etanol sampai tepat tanda

sehingga diperoleh kadar 3000 ppm. Dari larutan induk ini dibuat larutan

standar kuersetin 300 ppm, 600 ppm dan 1800 ppm. Selanjutnya ketiga

larutan standar ini ditotolkan sebanyak 2 μl pada lempeng KLT dengan

tata cara sebagai berikut :

Penotolan 300 ppm : ditotol 2 μl

penotolan 600 ppm : ditotol 2 μl

penotolan 900 ppm : ditotol 1 μl larutan 1800 ppm

penotolan 1200 ppm : ditotol 4 μl larutan 600 ppm

penotolan 1800 ppm : ditotol 2 μl

Pada praktikum ini tidak dibuat larutan standar 900 ppm dan

1200 ppm karena terbatasnya jumlah larutan induk yang dibuat sehingga

pada penotolan 900 ppm dan 1200 ppm dilakukan seperti yang tertera di

atas.

Preparasi sampel pada praktikum kali ini praktikan lakukan

dengan memilih tiga buah kapsul secara acak. Kemudian ketiga kapsul

tersebut dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambah dengan

etanol 21 ml dan HCl 57% 0,6 ml, dihidrolisis pada suhu 70oC selama

30 menit. Hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml.

Sampel dan larutan standar yang telah siap selanjutnya ditotolkan

ke lempeng KLT masing-masing sebanyak 2μl. Lempeng KLT lalu

dieluasi menggunakan eluen campuran asam formiat, kloroform,dan

aseton. Lempeng yang telah dieluasi ditetapkan kadar kuersetin yang

terkandung di dalamnya menggunakan alat densitometer. Hasil

penetapan kadar kuersetin dapat dilihat pada hasil pengamatan. Hasil

yang didapat sangat bervariasi antara kapsul yang satu dengan kapsul

yang lain. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada saat pencampuran

Page 85: laporan fitofarmasi

bahan aktif dengan bahan tambahan kurang homogen sehingga

berpengaruh kepada kadar kuersetin yang terdapat pada masing-masing

kapsul, tannin yang terkandung di dalam ekstrak daun jambu biji masih

ada sehingga tannin akan bereaksi dengan gelatin kapsul dan membuat

sediaan kapsul menjadi tidak stabil serta mempengaruhi kadar ekstrak

dalam kapsul ,masih ada bahan-bahan lain yang ikut terekstrak selain

kuersetin sehingga mempengaruhi kadar ekstrak saat KLT- Densitometri,

adanya kesalahan saat pembagian dalam kapsul dan adanya kesalahan

penimbangan bahan saat formulasi . Selain ini perbedaan kadar yang

sangat signifikan ini juga bisa dikarenakan penggunaan persamaan

regresi yang berasal dari percobaan lain yang dilakukan sebelumnya

yaitu linieritas. Seperti diketahui bahwa pada tiap percobaan terdapat

variasi kondisi analisis sehingga persamaan regresi hasil praktikum

sebelumnya tidak dapat digunakan untuk menentukan kadar kuersetin

yang dilakukan hampir 3 minggu setelah didapat persamaan regresi

tersebut.

Berdasarkan hasil percobaan diatas dapat dikatakan bahwa kapsul

kuersetin yang dibuat oleh praktikan tidak memiliki keseragaman

kandungan kuersetin.

Page 86: laporan fitofarmasi

BAB V

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil praktikum ini adalah :

1. Ekstrak yang diperoleh dari 250 g serbuk daun jambu biji (Psidium

guajava L.) dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan etanol 96%

sebesar 15,24 gram.

2. Titik kritis analisis adalah pada saat penotolan dan penimbangan, baik

sampel atau standar, selain itu juga kondisi analisis.

3. Panjang gelombang maksimal standard 383 nm dan 381 nm

4. Pola kromatogram sampel adalah identik dengan standar

5. Dari keempat eluen dapat disimpulkan bahwa eluen yang paling

selektif untk memisahkan kuersetin dari ekstrak adalah eluen pertama

yaitu campuran antara kloroform, aseton, asam formiat dengan

Page 87: laporan fitofarmasi

perbandingan masing-masing 150:33:17 karena menghasilkan nilai

resolusi terbesar yaitu 5,81.

6. Dari uji linearitas diperoleh persamaan regresi y = 3,371 x + 8432,498

dengan nilai r = 0,8715. Penentuan linearitas kali ini masih kurang

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

7. Hasil uji presisi menunjukkan nilai SD sebesar 0,456 dan CV sebesar

18,469%. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran berulang (replikasi 1, 2

dan 3) menunjukkan perbedaan yang cukup bermakna yang ditunjukkan

dengan nilai CV lebih dari 2%

8. Hasil uji akurasi menunjukkan persen recovery sebesar 72,782%. Nilai

ini tidak masuk dalam rentang % recovery yaitu antara 80%-120%.

9. Kandungan kuersetin rata-rata dalam 250 mg ekstrak jambu biji adalah

4,20625 mg.

10. Dari evaluasi keseragaman bobot kapsul diperoleh hasil simpangan

yang bervariasi mulai dari 0,7214 % hingga 11,3020 %. Dari hasil tersebut

dapat dikatakan bahwa kapsul untuk uji keseragaman bobot tidak sesuai

dengan persyaratan FI III.

11. Sediaan kapsul diformulasikan untuk meningkatkan jumlah trombosit.

12. Tiap satu kapsul adalah dibutuhkan 202,528mg ekstrak dalam 400 mg

total berat isi kapsul atau setara dengan 5 mg kuersetin.

Page 88: laporan fitofarmasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2006. Flavonoid.http://id.wikipedia.org/wiki/flavonoid

Anonim 2.2006.Quersetin. http://id.wikipedia.org/wiki/flavonoid

Bassett J.,RC Denney,G.H Jeffery, J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia

analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC

Burkill, I. H. MA. FLS, 1935. ADictionary of the Economicproduct of the Malay

Peninsulla .Volume II. Governments of straitssettlement and Federated

Malaystate by the Crown Agents for thecolonies. Milbank-London.

2402p

Departemen Kesehatan, 1989.Vademakum Bahan Obat Alam.Dirjen POM

DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Jakarta. hal 84-86.

Guava Heyne, K.1987. TumbuhanBerguna Indonesia. Jilid III. Jakarta:Yayasan

Sarana Wana Jaya. p.1506-1507

Page 89: laporan fitofarmasi

Harborne, 1987. Metode Fitokimia.Penuntun cara modern menganalisitumbuhan.

Terjemahan KosasihPadmawinata dan Iwang Soediro.Penerbit ITB.

Bandung. hal 85-93.

Kemal Prihatman. 2000. TTGBudidaya Pertanian Jambu Biji/Jambu Batu. Jakarta

: Kantor DeputiMenegristek Bidang Pendayagunaandan Pemasyarakatan

IlmuPengetahuan dan Teknologi.

Irawan, Daniel. 2006. BakteriYoghurt Untuk Terapi Terbaru HIV.h t t p : / / w w

w . w a s p a d a . c o . i d /s e r b a _ s e r b i / k e s e h a t a n

/artikel.php?article_id=79556Diakses tanggal: 4 September2006

PDII-LIPI.2006. Khasiat Dan Produk Olahan Jambu Biji (Psidium Guajava

L.).Jakarta: LIPI

Yuliani.S,Dkk.2003.Kadar tannin dan quersetin tiga tipe daun jambu biji. Jakarta :

Balai penelitian Tanaman Rempah Obat. http//www.balitro.go.id

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FITOFARMASI

Dengan Materi :

Pola Kromatogram dan Analisis Kualitatif

Uji selektifitas, Penentuan Linearitas dan Presisi

Penentuan Akurasi

Formulasi dan Evaluasi (Keseragaman Bobot)

Penetapan Kadar

Disusun oleh :

Ichwan Hadi 052210101040

Laksmi Diah A. 072210101070

Isvadhila 072210101072

Devi Dwi R. 072210101073

Zulniar M. 072210101074

Amaratus S.A. 072210101075

Alviera S. 072210101076

Akhmad Novario P. 072210101077

Diajeng Putri K. 072210101078

Crysnanda M. 072210101079

Vintaria Rastika Dewi 072210101080

Nuzulu rohmah 072210101081

Page 90: laporan fitofarmasi

LABORATORIUM BIOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2010

Page 91: laporan fitofarmasi